diskusi mandiri manajement airway
DESCRIPTION
manajement airwayTRANSCRIPT
Diskusi Mandiri
Airway Manajement
Pengertian
Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. tindakan paling
penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran
pernapasan. Dengan tujuan untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.
Menurut The Commite on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan
Essentia Medica, 1983: 20; Hendrotomo, 1986: 497) tindakan paling penting untuk
keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran pernapasan, yaitu dengan
cara:
a. Triple manuver
Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:
Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan
tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala
ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain
Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obtruksi
hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara
larings dan rahang bawah.
Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.
b. Manuver Heimlich
Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of Surgeon
(Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk
mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang
terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.
1. Anatomi
Batas hipofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra cervical. Bila
hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung
atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama
yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekuangan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamnetum
glossoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil”, sebab pada
beberapa orang kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglottis yang berfungsi untuk melindungi glottis
ketika menelan minuman atau bolus makanan.
Berikut gambaran anatominya
Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan napas adalah hipofaring,
terjadi pada pasien koma ketika otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat
mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. Ini terjadi jika kepala pada
posisi fleksi atau posisi tengah. Oleh karena itu ekstensi kepala merupakan langkah
pertama yang terpenting dalam resusitasi, karena gerakan ini akan meregangkan
struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang
faring. Kadang-kadang sebagai tambahan diperlukan pendorongan mandibula
kedepan untuk meregangkan leher anterior, lebih-lebih jika sumbatan hidung
memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan mengurangi regangan struktur leher tadi.
Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan mulut
merupakan ”gerak jalan napas tripel”.
Pada kira-kira 1/3 pasien yang tidak sadar rongga hidung tersumbat selama
ekspirasi karena palatum molle bertindak sebagai katup. Selain itu rongga hidung
dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau lendir Jika dagu terjatuh, maka usaha
inspirasi dapat ”menghisap” dasar lidah ke posisi yang menyumbat jalan napas.
Sumbatan jalan napas oleh dasar lidah bergantung kepada posisi kepala dan
mandibula serta dapat saja terjadi lateral, terlentang atau telungkup. Walaupun
gravitasi dapat menolong drainase benda asing cair, gravitasi ini tidak akan
meringankan sumbatan jaringan lunak hipofaring, sehingga gerak mengangkat dasar
lidah seperti diterangkan diatas tetap diperlukan.
Penyebab lain sumbatan jalan napas adalah benda asing, seperti muntahan
atau daah dijalan napas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh
pasien yang tidak sadar. Laringospame biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan
nafas atas pada pasien stupor atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat
disebabkan oleh bronkospasme, sekresi bronkus, sembeb mukosa, inhalasi isi
lambung atau benda asing.
Sumbatan jalan nafas dapat total atau partial.
Tanda-tanda obstruksi partial:
1. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi kumur-kumur
atau melengking.
2. Retraksi otot dada kedalam didaerah supraclavicular, suprasternal, sela iga
dan epigastrium selama inspirasi
3. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar
bukannya mengembang/ membesar).
4. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya melemah.
5. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot nafas meningkat).
6. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih
berat.
Tanda-tanda obstruksi total:
Serupa dengan obstruksi partial, akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor justru
menghilang
1. Retarksi lebih jelas
2. gerak paradoksal lebih jelas
3. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.
4. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi.
5. Sianosis lebih cepat timbul.
Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia
ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam
waktu 5 – 10 menit. Sumbatan partial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena
dapat menyebabkan kerusakan otak hipoksik, sembab otak atau paru dan penyulit
lain serta dapat menyebabkan kepayahan, henti nafas dan henti jantung sekunder.
Tindakan penguasaan jalan nafas darurat.
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan
papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat
faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama
tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini
dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
1. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuever)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong
dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan
epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup.
chin lift
headtilt
2. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuever)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada
rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi
terlentang, lakukan ”manuever triple airway” (kepala tengadah, rahang didorong
kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing
lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.
Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horisontal, tetapi kalau diperlukan
pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah
(head down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan
meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan
sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada.
Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang
memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang
dilipat dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali
meletakkan bantal dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher
fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea.
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.
Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban
kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk
membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu
garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korban Posisi mantap dianjurkan
utnuk pasien koma bernafas spontan
Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring.
Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk
membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas
buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior
(Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau
spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih
intact. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks
jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral
airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium
(90mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung
ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan
adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi
antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada
pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung
(nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi.Nasal
airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.
Face Mask Design dan Teknik
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas
anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat
(gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien.
Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui
konektor. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan
muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk
menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook dipakai untuk
mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa
macam mask untuk pediatrik di disain untuk mengurangi dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya
kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi
dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk
melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face
mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu
jari dan telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint
atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak
yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking
ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling
penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien. Ventilasi tekanan normalnya jangan
melebihi 20 cm H2O untuk mencegah masuknya udara ke lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask dan
oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama dapat
menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial. Bila
face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama maka posisi harus sering
dirubah untuk menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus
diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.
Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)
Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face mask dan
TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT
pada pasien dengan difficult airway, dan untuk membantu ventilasi selama
bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan bronkhoskop. LMA memiliki kelebihan
istimewa dalam menentukan penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan
combitube. Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang,
LMA yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk
memasukkan pipa nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, dan
Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien dengan jalan nafas yang
sulit.
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian
proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan
dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa.
Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke
hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara
laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk
memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior,
sinus pyriforme dilateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika
esophagus terletak di rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin
terjadi. Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab
kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan secara langsung
dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan pada kasus
yang sulit. Demikian juga, sebagian balon digembungkan sebelum insersi dapat
sangat membantu. Pipa di plester seperti halnya TT. LMA melindungi laring dari
sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap
dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini
biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA
yang dapat dipakai lagi, dapat di autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan
tersedia dalam berbagai ukuran (tabel 5-3).
Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya
abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal),
atau komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang
memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional,
LMA dihindari pada pasien dengan bronkhospasme aatau resistensi jalan nafas tinggi,
akan tetapi, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa karena tidak ditempatkan dalam
trakhea, penggunaan LMA dihubungkan dengan kejadian bronchospasme lebih
kurang dari pada dengan TT. Walaupun hal ini nyata tidak sebagai penganti untuk
trakheal intubasi, LMA membuktikan sangat membantu terutama pada pasien dengan
jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah
untuk memasangnya dan angka keberhasilannya relatif besar (95-99%). LMA telah
digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet ( gum elastik, bougie), ventilasi jet stylet,
fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0 mm).
Pipa Tracheal (TT)
TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trachea dan
mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT
(American National Standards for Anesthetic Equipment; ANSI Z-79). TT
kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Pada masa lalu, TT diberi tanda “IT” atau
“Z-79” untuk indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun. Bentuk dan
kekakuan dari TT dapat dirubah dengan pemasangan mandren. Ujung pipa
diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa
Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan
pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau trachea.
Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga
dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola dalam
milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis
(diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil
kompromi antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan
trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil.
Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri
dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon
(cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk
memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube
dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon TT
mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan
aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk
meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubasi croup.
Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan
tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya
iskhemia mukosa trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon
tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area
kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena
adanya floppy cuff). Meskipun demikian, karena insidensi rendah dari kerusakan
mukosa, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.
TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang lentur,
spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada operasi
kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja
menjadi kinking akibat tekanan yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan menggigit
pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya
termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube).
Semua TT memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radiogopak yang mengijinkan
dapat dilihatnya ETT pada trachea.
Rigid Laryngoscope
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas
intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung
blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya
dari bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis
Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.
2. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed.
2000
3. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,
Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2006, p. 791-811
4. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and
ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of
Anaesthesia; 2007, 98: 420-8