diskalkulia
DESCRIPTION
salah satu jenis kesulitan belajarTRANSCRIPT
MAKALAH
DISKALKULIA
(Kesulitan Menghitung)
Disusun Oleh:
Novia Awanda Erta (113194009)Mey Dwi Wijayanti (113194015)Anita Hadi Pratiwi (113194026)
Lilis Zuniati (113194044)
Pendidikan Kimia A 2011
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2011
DISKALKULIA
A.Pengertian Diskalkulia
Kesulitan belajar menghitung disebut diskalkulia. Kesulitan belajar menghitung
berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai anak.
Ketiga elemen itu adalah (a) konsep, (b) komputasi, dan (c) pemecahan masalah.
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting,
Jakarta(Tabloid Nakita), diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math
difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi
secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang
terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan
mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan
menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal
ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan
mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Sumber lainnya menyebutkan bahwa diskalkulia berasal dari
bahasa Yunani. Dys artinya ‘tuna’. Calculus artinya ‘kerikil’, manik,
dekak, atau kelereng. Mungkin karena zaman purba orang berhitung
dengan alat bantu batu kerikil maka dari sinilah istilah discalculia
tersebut berasal. Artinya, sedikit bodoh dalam soal hitung-hitungan.
Diskalkulia ada hubungannya juga dengan disleksia. Dislexia
berasal dari kata Yunani. Kata dys artinya ‘tuna’; dan kata lexis artinya
‘kata’. Disleksia juga ada berbagai sebabnya. Kalau disleksia mulai saat
masa anak-anak maka umumnya disebabkan oleh cedera syaraf otak
bagian tertentu. Prof. Li-Hai Tan, seorang pakar linguistik dan ilmu-ilmu
kognitif pada University of Hong Kong sampai pada penemuan yang
menarik. Ternyata disleksia pada anak-anak yang belajar bahasa lewat
aksara Latin berbeda lokasi cederanya dibandingkan dengan mereka
yang belajar bahasa bercorak piktograf seperti aksara Mandarin.
Keduanya memang sama-sama disebabkan oleh cedera pada syaraf
otak hemisfir kiri. Tetapi berbeda lokalitasnya. Pada anak-anak pelajar
aksara Latin cedera tersebut terjadi pada bagian otak temporal-parietal.
Parietal, artinya bagian otak sebelah atas sampai belakang. Sedangkan
pada anak-anak yang belajar aksara piktograf cedera terjadi pada
bagian bawah gyrus (lipatan) otak temporal-oksipital. Temporal artinya
bagian bawah; dan oksipital artinya bagian belakang.
B.Ciri-Ciri Diskalkulia
Penderita diskalkulia umumnya anak-anak, tetapi tidak secara
spesifik menyerang tingkat usia tertentu. Gangguan ini terutama
terjadi pada saat anak menginjak umur sekolah sekitar usia 7 tahun.
Diskalkulia dapat terdeteksi pada usia tersebut karena pada saat itu
anak mulai sekolah dan belajar berhitung. Penderita diskalkulia
umumnya memiliki IQ normal, namun ada juga yang IQ nya melebihi
rata-rata atau cukup tinggi. Anak diskalkulia dapat berinteraksi normal
seperti anak biasa, komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan di
sekitarnya. Artinya dia dapat hidup dengan baik meskipun mengalami
kesulitan dalam berhitung. Persoalan yang dihadapi anak dengan
diskalkulia lebih pada kehidupannya sehari-hari. Beberapa hal berikut
dapat digunakan untuk melihat gejala atau ciri-ciri diskalkulia:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal,
malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam
merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia
sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung
kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang
uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus
melibatkan uang.
3. Sering sulit membedakan tanda-tanda dalam hitungan.
4. Sering sulit mengoperasikan hitungan/bilangan meskipun
sederhana.
5. Sulit membedakan angka yang mirip, misalnya 6 dengan 9, 17
dengan 71.
6. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
7. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah,
mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep
hitungan angka atau urutan.
8. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan
angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan
mengisi deret hitung serta deret ukur.
9. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan
arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa
sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta
atau petunjuk arah.
10. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama
karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
11. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama
karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
Selain gejala tersebut, diskalkulia dapat pula diamati tanda-tanda
seperti berikut ini:
1) Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan
spasial (kemampuan memahami bangun ruang). Dia juga kesulitan
memasukkan angka-angka pada kolom yang tepat.
2) Kesulitan dalam mengurutkan, misalkan saat diminta menyebutkan
urutan angka.
3) Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan.
4) Beberapa anak juga ada yang kesulitan menggunakan kalkulator.
5) Umumnya anak-anak diskalkulia memiliki kemampuan bahasa yang
normal (baik verbal, membaca, menulis atau mengingat kalimat
yang tertulis).
6) Salah dalam mengingat atau menyebutkan kembali nama orang.
7) Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi
pertanyaan penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian.
8) Koordinasi gerak tubuhnya juga buruk, misalkan saat diminta
mengikuti gerakan-gerakan dalam aerobik dan menari.
9) Kesulitan mengingat skor dalam pertandingan olahraga.
10)Orang dengan diskalkulia tidak bisa merencanakan keuangannya
dengan baik dan biasanya hanya berpikir tentang keuangan jangka
pendek.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga
disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun
biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep
hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai
dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti
penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak
sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan
mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir
serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor
genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor
lingkungan dan simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga
sangat bagus untuk digunakan, karena dalam matematika
menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih
konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal
konsep matematika itu sendiri.
C.Faktor Penyebab Diskalkulia
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi gangguan ini, di
antaranya adalah sebagai berikut:
Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan
mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan
dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
Bermasalah dalam hal mengurutkan informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan
mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan
sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk
menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi
penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada
aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan
mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat
kembali hal-hal detail.
Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika
bisa kehilangan rasa percaya dirinya. trauma tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya, gurunya suka marah-
marah, galak atau memiliki wajah seram sehingga membuat anak-
anak menjadi takut dan mengakibatkan dirinya sulit menerima
pelajaran tersebut. Selain itu ketakutan yang sebenarnya dari
pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang
didapatkannya salah, karena jawaban yang salah berarti kegagalan
sehingga anak dituntut untuk selalu bisa memberikan jawaban yang
benar. Padahal jawaban yang salah bukanlah suatu kegagalan, tapi
justru bisa membuat anak lebih memahami konsep matematika dan
menganalisis pikirannya. Anak yang pernah mengalami trauma
dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya.
Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan
semua hal yang mengandung unsur hitungan.
D. PENANGANAN DISKALKULIA
Menangani diskalkulia dapat menggunakan terapi dan pendidikan remidial dengan
tujuan untuk menyisihkan masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu mencapai
potensi anak secara maksimal. Sehingga menanganinya harus berdasarkan tingkat
kesulitan atau defisit yang sesuai dengan usianya. Diagnosa diskalkulia harus dilakukan
oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi
yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus
berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan
menyeluruh.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani diskalkulia, antara lain:
Menggunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu pemahaman anak.
Misalnya, ibu membeli jeruk seharga lima ribu, gambarkan buah jeruk dan uang kertas
senilai lima ribu.
Menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika
menghitung piring sehabis makan atau mengelompokkan benda sesuai dengan warna
lalu menjumlahkannya dapat mempermudah anak berhitung.
Membuat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Anda bisa
menggunakan media komputer atau kalkulator. Latihan dilakukan secara kontinyu dan
teratur.
Mengubah pembelajaran supaya memori bisa hidup kembali. Misalkan, penggunaan
warna-warna yang melambangkan angka.
Kelainan diskalkulia juga bisa berkomplikasi dengan kelainan lain, misalnya autis.
Anak-anak dengan kesulitan belajar belum tentu bodoh, tapi bisa jadi dia mengalami
kelainan komunikasi, sosialisasi, dan kreativitas seperti yang terjadi pada anak autis,
Diskalkulia juga terkadang dikaitkan dengan ketidakseimbangan orientasi otak kanan dan
kiri yang imbasnya menimbulkan kesulitan orientasi matematika. Aktivitas fisik diduga
ada hubungannya dengan anak yang kesulitan geometri atau bangun ruang. Ada juga
yang mengatakan bahwa diskalkulia terkait dengan kelainan pada motorik sehingga terapi
bisa diberikan untuk memperbaiki saraf motoriknya.
. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan
beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan
menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan
dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak
mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak
mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-
angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari.
Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian
seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika
disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara
menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya
tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata
sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar
di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan
yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu
pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang
disarankan.
Daftar Pustaka
Wikipedia, Discovery Channel, www.faculty.wasington.edu;
www.health.howstuffworks.com/question666.htm. JS
Direktorat PLS Pendidikan Sekolah Luar Biasa, Depdiknas (2006), “Pengembangan
Kurikulum Dalam Pendidikan Insklusif”. Jakarta: DitPLB
Daria Rani, (2008). Diskalkulia, Gangguan Kesulitan Berhitung: Kartini no.2222/10 s/d 24
Juli 2008. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Juswan Setyawan, (2008). “Mengenal Malfungsi Discalculia dan Dislexia” kabarindonseia.com 18 April 2008.