disjum programdbd

42
PROGRAM UTAMA PUSKESMAS: DEMAM BERDARAH DENGUE Oleh : Lind Octaviani Irawan (0818011072) Meta Sakina (1018011076) Monica Lauretta (1018011079) Nida Choerunnisa (1018011020) Nyimas Annissa M.A. (1018011086)

Upload: monica-lauretta-sembiring-ii

Post on 06-Feb-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

;lkjhgfds

TRANSCRIPT

Page 1: DISJUM ProgramDBD

PROGRAM UTAMA PUSKESMAS: DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :

Lind Octaviani Irawan (0818011072)

Meta Sakina (1018011076)

Monica Lauretta (1018011079)

Nida Choerunnisa (1018011020)

Nyimas Annissa M.A. (1018011086)

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015

Page 2: DISJUM ProgramDBD

I. PENDAHULUAN

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelaksana teknik

dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI No.

128/Menkes/SK/II/2004). Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan Puskesmas

adalah pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan

membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan

terdepan dan terdekat dengan masyarakat. Menurut Depkes RI 1991, Puskesmas

merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

pengembangan kesehatan masyarakat dan membina peran serta masyarakat

disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Setiap kegiatan

pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan kesehatan

masyarakat desa. Sebuah puskesmas mempunyai tugas menyampaikan

pertolongan kesehatan dan upaya kesehatan pencegahan kepada keluarga di tiap

rumah di desa-desa melalui petugas puskesmas yang menetap di wilayah kerja

Puskesmas.

Tujuan Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan

kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas

agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi – tingginya dalam rangka

mewujudkan Indonesia Sehat 2015. Oleh karena pelayanan kesehatan di

Puskesmas merupakan bentuk pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan

untuk meningkatkan derajat kesehatan rakyat maka, pelayanan ini menjadi akan

lebih efektif jika disertai peran serta masyarakat antara lain dengan

menyelenggarakan pos-pos pelayanan terpadu. Terdapat beberapa fungsi

Puskesmas antara lain:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau

penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat

1

Page 3: DISJUM ProgramDBD

dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta

mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif

memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program di wilayah kerjanya.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran,

kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk

hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menerapkan,

menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program

kesehatan.pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pelayanan kesehatan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung

jawab puskesmas meliputi :

1) Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat

pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan

pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit.

2) Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat

publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan

kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,

pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa

masyarakat serta program kesehatan masyarakat lainnya.

2

Page 4: DISJUM ProgramDBD

Berdasarkan ketiga fungsi utama puskesmas  tersebut  dan dengan

memperhatikan tujuan akhirnya maka setiap pelaksanan program kegiatan

pelayanan kesehatan selalu dilaksanakan dengan memperhatikan landasan

strategisnya yaitu  :

1. Perikemanusian

2. Pemberdayaan dan kemandirian

3. Adil dan merata

4. Mengutamakan manfaat

Landasan strategis ini  akan menjadi  nilai-nilai dalam  pengembangan  setiap

program atau upaya-upaya pelayanan kesehatan yang akan dilaksanakan ditingkat

Puskesmas. Program-program kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di

Puskesmas dibagi dalam dua kelompok besar yaitu program pokok dan program

pengembangan.

Program pokok pelayanan kesehatan Puskesmas dibuat berdasarkan komitmen

nasional, regional & global serta yang mempunyai daya ungkit untuk peningkatan

derajat kesehatan, yaitu: program pengobatan, upaya promosi kesehatan, KIA/KB,

pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, kesehatan

lingkungan, serta usaha perbaikan gizi masyarakat. Program pengembangan

pelayanan kesehatan Puskesmas adalah beberapa  upaya kesehatan 

pengembangan yang ditetapkan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota

sesuai dengan permasalahan, kebutuhan dan kemampuan puskesmas. Dalam

struktur organisasi puskesmas program pengembangan ini biasa disebut Program

spesifik lokal, yang terdiri dari antara lain: kesehatan sekolah, kesehatan olahraga,

perawatan kesehatan masyarakat, usaha kesehatan kerja, kesehatan gigi dan

mulut, kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan usia lanjut, dan pembinaan

pengobatan tradisional.

3

Page 5: DISJUM ProgramDBD

II. ISI

A. Program-Program Utama Puskesmas

Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya bahwa program pokok

Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di laksanakan

karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Puskesmas dalam kedudukannya

sebagai penanggungjawab wilayah dan penyedia pelayanan kesehatan harus

mengoperasikan sejumlah kegiatan pokok yang di wujudkan dalam berbagai

program-program kesehatan Puskesmas. Pelaksanaan program-program kesehatan

ini ditujukan untuk memenuhi tanggung jawab terhadap kesehatan wilayah

kerjanya serta anggota masyarakat secara keseluruhan.

Ada 6 program pokok pelayanan kesehatan di  Puskesmas yaitu :

1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif)  yaitu bentuk pelayanan 

kesehatan untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada

seseorang pasien dilakukan oleh seorang dokter  secara ilmiah berdasarkan

temuan-temuan  yang diperoleh  selama anamnesis dan pemeriksaan

2. Promosi kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang

diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal

melalui kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).

3. Pelayanan KIA  dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB

di  Puskesmas yang ditujukan  untuk memberikan pelayanan kepada PUS

(Pasangan Usia Subur) untuk ber-KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan

nifas serta pelayanan bayi dan balita.

4. Pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular yaitu 

program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan

mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD,

Kusta dll).

5. Kesehatan lingkungan yaitu  program pelayanan kesehatan lingkungan di

puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui

4

Page 6: DISJUM ProgramDBD

upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum

termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran

serta masyarakat.

6. Perbaikan gizi masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan,

perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan

pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi protein, anemia gizi besi,

gangguan akibat kekurangan yodium (gaky), kurang vitamin A, keadaan

zat gizi lebih, peningkatan survailans gizi, dan perberdayaan usaha

perbaikan gizi keluarga/masyarakat.

Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai

satuan masyarakat terkecil atau ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga

sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Dalam konteks otonomi daerah

saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana

teknis, dituntut memiliki kemampuan managerial dan wawasan jauh ke depan

untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan

dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan

yang matang dan realisize, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem

evaluasi dan pemantauan yang akurat. Adapun ke depan, Puskesmas juga dituntut

berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan

pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu.

B. Program Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular

Menurut Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Departemen Kesehatan (P2M&PL Depkes) Prof Dr dr Umar Fahmi

Achmadi MPH yang juga guru besar ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan

kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ada empat faktor

yang berperan dalam dinamika transmisi penyakit menular. Yaitu sumber

penyakit, vektor, barrier (penghalang) antara vektor dengan populasi yang

berisiko serta kekebalan manusia.

Identifikasi, intervensi dan pengelolaan terhadap keempat faktor plus faktor

kelima, yaitu perawatan penderita penyakit menjadi satu kesatuan simpul

5

Page 7: DISJUM ProgramDBD

manajemen dalam meningkatkan upaya pemberantasan penyakit menular.

Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi para pengelola program kesehatan di

daerah (kabupaten/kota) di era desentralisasi.

Kini sedang dikembangkan manajemen P2M&PL ((Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan) terpadu berbasis wilayah. Model ini sedang

dikembangkan Ditjen P2M&PL dan mulai dimasukkan dalam kurikulum

pelatihan para kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Model yang dikembangkan bertujuan memperkuat program pemberantasan

penyakit menular dan penyehatan lingkungan di daerah secara komprehensif.

Yakni berdasarkan data dan informasi tenaga epidemiologi daerah, kerja sama

dengan mitra di luar kesehatan serta kerja sama antarwilayah.

Adapun penyakit Menular dikelompokkan berdasarkan sifat penyebarannya di

dalam masyarakat wilayah tersebut, yaitu :

1) Penyakit Menular yang secara endemik berada di dalam wilayah, yang

pada waktu tertentu dapat menimbulkan wabah, yang dikelompokkan

kedalam Penyakit Menular Potensial Wabah seperti ; Diare, DBD,

Malaria, Filaria.

2) Penyakit menular yang berada di wilayah dengan endemisitas yang cukup

tinggi sehingga jika tidak diawasi dapat menjadi ancaman bagi kesehatan

masyarakat umum. Penyakit Menular Endemik Tinggi seperti ;

Tuberkulosis Paru, Lepra, Patek, Rabies, Antraks.

3) Penyakit-penyakit menular lain yang walaupun endemisitasnya tidak

terlalu tinggi didalam masyarakat, tetapi oleh karena sifat penyebarannya

dianggap sangat membahayakan masyarakat, maka penyakit-penyakit ini

perlu di awasi keberadaannya.

6

Page 8: DISJUM ProgramDBD

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

umum kesehatan masyarakat di Indonesia, sejak tahun 1986 jumlah kasusnya

cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat

kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin

lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk

penularnya di berbagai wilayah Indonesia (Depkes RI, 2010).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat

menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara – negara yang

mempunyai iklim tropis, termasuk Indonesia. Menurut Mc Michael (2008),

perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah

udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh

terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti

nyamuk Aedes, malaria dan lainnya.

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara. Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada

tahun 1968, sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia. Sejak

saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Sampai akhir tahun

2008 juga belum ditemukan obat yang secara efektif dapat mengobati penyakit

DBD (Depkes RI, 2010).

Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih

kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun

1968 menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka

kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas,

menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada

tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian

(Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI 2011).

Untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia, sejak tahun 2004

Departemen Kesehatan telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan

7

Page 9: DISJUM ProgramDBD

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program nasional

penanggulangan demam berdarah. Program tersebut meliputi surveilans

epidemiologi/sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB, penyuluhan,

pemberantasan jentik berkala, larvasidasi dan survei vektor. Selain itu juga

dilakukan kerjasama lintas program melalui Pokjanal DBD dan bulan bakti

gerakan 3M, pengobatan/tata laksana kasus termasuk pelatihan dokter serta

pengadaan sarana untuk buffer stock KLB DBD (Depkes, 2010).

Pemberantasan larva merupakan salah satu pengendalian vektor Aedes

aegypti yang diterapkan hampir diseluruh dunia. Penggunaan insektisida sebagai

larvasida merupakan cara yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk

mengendalikan pertumbuhan vektor tersebut. Insektisida yang sering digunakan di

Indonesia adalah Abate. Penggunaan abate di Indonesia sudah ada sejak tahun

1976. Empat tahun kemudian yakni tahun 1980, temephos 1% (abate) ditetapkan

sebagai bagian dari program pemberantasan massal Aedes aegypti di Indonesia.

(Daniel 2008)

Bandar Lampung merupakan salah satu kota di Indonesia yang tercatat

sebagai daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Data dinas kesehatan

kota Bandar Lampung menyebutkan bahwa pada tahun 2010 terdapat 763 kasus,

tahun 2011 terdapat 399 kasus, tahun 2012 440 kasus, akan tetapi pada tahun

2013 terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue sebesar 576 kasus, 5

orang diantaranya meninggal dunia (Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung

2013).

Di Bandar Lampung khususnya wilayah kerja Puskesmas Kedaton pada tahun

2011 ditemukan kasus DBD sebanyak 16 kasus ditemukan, tahun 2012

ditemukan 67 kasus DBD, yang kemudian menurun di tahun 2013 yaitu

ditemukan 35 kasus DBD. Tahun 2014 menurun lagi, ditemukan 18 kasus.

Namun tidak adanya kasus dengan kematian tiap tahun.

8

Page 10: DISJUM ProgramDBD

1. Epidemiologi

Di Indonesia, masalah penyakit tersebut muncul sejak tahun 1968 di

Surabaya. Belakangan ini, masalah DBD telah menjadi masalah klasik yang

kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal

musim penghujan (Departemen Kesehartan RI, 2012). Indonesia pernah

mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara

yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR=1,36%) (World Health

Organization, 2006). Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari

Departemen Kesehatan RI, sepanjang tahun 2007 tercatat sebanyak lebih dari

156.697 orang terkena demam dengue. Dari jumlah tersebut, lebih dari 1.296

orang meninggal dunia. Kejadian tersebut meliputi 11 propinsi yang dilanda

kejadian luar biasa (KLB) DBD, yaitu: Jawa barat, Sumatera Selatan,

Lampung, Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Yogyakarta.

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, pada bulan Januari 2010

terdapat 365 kasus DBD dengan 6 orang meninggal dunia di provinsi

Lampung. Kota Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Dari 98

kelurahan di seluruh kecamatan kota Bandar Lampung terdapat 85 kelurahan

mengalami endemis, 12 kelurahan sporadis dan 1 kelurahan potensial DBD

pada tahun 2009. Dari 85 kelurahan endemis tersebut terjadi penurunan setiap

tahunnya akan tetapi terdapat satu kelurahan yang tetap tinggi kejadiannya

yaitu Kelurahan Rajabasa. Untuk daerah sporadis sendiri pernah terjadi 45

kasus di Kelurahan Pinang Jaya yang merupakan angka terbesar pada daerah

sporadis. Sedangkan satu – satunya kelurahan potensial adalah Kelurahan

Kedaung. Pada tahun 2010, Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung mencatat

penderita demam berdarah dari 13 kecamatan di Bandar Lampung dari bulan

Januari hingga bulan Mei mencapai 364 kasus dan 8 orang meninggal dunia.

Kasus DBD terbesar terjadi di kecamatan Kedaton dan disusul kecamatan

Sukarame yang berturut-turut mencapai 66 kasus dan 50 kasus (Dinas

Kesehatan kota Bandar Lampung, 2010).

9

Page 11: DISJUM ProgramDBD

2. Etiologi dan Penularan DBD

a. Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam

grupB Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family

flaviviridae,yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,

DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat

menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering

ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN

4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan

dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat

dan penderita banyak yang meninggal.

b. Penularan

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor

penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah

urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk

tersebut berperan dalam penularan. Demam berdarah dengue tidak menular

melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab

demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu,

penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus

dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang

dalam tubuh manusia dan nyamuk.

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi

dengue,yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke

dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.

Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue

(infektif )merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah

10

Page 12: DISJUM ProgramDBD

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila

penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut

terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan

berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga

dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah

penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan

kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuksepanjang

hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus

dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.Penularan ini terjadi

karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),sebelum menghisap darah

akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah

yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virusdengue dipindahkan

dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat

menularkan virus dengue.

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada

darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam

08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai

kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke

individu lain (multiplebiter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari

manusia yang menjadi sumbe rmakanan darah utamanya dalam keadaan aktif

bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang

sampai kenyang pada satu individu.Keadaan inilah yang menyebabkan

penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

c. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD

Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat

nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD

adalah :

1) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)

2) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang

yangdatang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya

pertukaranbeberapa tipe virus dengue cukup besar.

11

Page 13: DISJUM ProgramDBD

Tempat-tempat umum itu antara lain :

a) Sekolah

Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan

kelompokumur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.

b) Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :

Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya

adalahpenderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.

c) Tempat umum lainnya seperti :

Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-

lain.

3) Pemukiman baru di pinggiran kota

Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah,

makakemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang

membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi

awal.

d. Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut

WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium :

a) Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet

positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,

perdarahan gusi,hematemesis dan malena.

Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan

darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada

alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini

diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama

5 menit,diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian

12

Page 14: DISJUM ProgramDBD

medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila

pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.

c. Pembesaran hati (hepatomegali).

d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan

tekanannadi,hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan

gelisah.

b) Kriteria Laboratorium

a. Trombositopeni

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20%

atau lebih.

c) Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-

satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet

yang positif.

b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I,

perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan

kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi

meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20

mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat

dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

3. Pengobatan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat

kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah

13

Page 15: DISJUM ProgramDBD

bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu

dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses

kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses

kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang

interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara

bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian

cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan

terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang

masif perlu selalu diwaspadai.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi

yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi

saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa

parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.

Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari

karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas

(lambung/duodenum).Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama

penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol,mengacu pada protokol

WHO. Protokol ini terbagidalam 5 kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar1).

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 2).

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20% (gambar 3).

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 4).

14

Page 16: DISJUM ProgramDBD

Gambar 1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Gambar 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

15

Page 17: DISJUM ProgramDBD

Gambar 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

16

Page 18: DISJUM ProgramDBD

Gambar 4. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

17

Page 19: DISJUM ProgramDBD

4. Pecegahan

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan

primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit.

1) Survailans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk

menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor

resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan

penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida

yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk

pelaksanaan pengendalian vektor.

Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian

besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk

memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah

survei jentik.Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau

memeriksa semua tempatatau bejana yang dapat menjadi tempat

berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang

untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan caravisual. Cara ini

cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap

tempatgenangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes

aegyptiadalah :

a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva

dan atau pupa.

HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%

Jumlah Rumah yang Diperiksa

b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit

larva atau pupa.

CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%

18

Page 20: DISJUM ProgramDBD

Jumlah Container Yang Diperiksa

c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100

rumah yangdiperiksa.

BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik

(ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah

rumah yang diperiksa.

ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi

hasilkegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap

desa/kelurahan endemispada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara

acak (random sampling).Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih

menggambarkan luasnyapenyebaran nyamuk disuatu wilayah.

2) Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan

populasi

nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian

vektor yaitu :

a. Pengendalian Cara Kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan

pada nyamuk dewasa atau larva.Insektisida yang dapat digunakan

adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan

pyrethoid.Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam

bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumahpenduduk.

Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti

yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand

19

Page 21: DISJUM ProgramDBD

granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau

sering disebut dengan abatisasi.

b. Pengendalian Hayati / Biologik

Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian

biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik

dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau

vertebrata.Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai

patogen, parasit dan pemangsa.Beberapa jenis ikan kepala timah

(Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusiaaffinis) adalah pemangsa

yang cocok untuk larva nyamuk.Beberapa jenis golongan cacing

nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan

Romanomarmisculiforax merupakan parasit yang cocok untuk

larva nyamuk.

c. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara

lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu

memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di

seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar

mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidakterjangkau sinar

matahari.

3) Survailans Kasus

Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif

maupun pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan

surveilans pasif. Meskipun system surveilans pasif tidak sensitif

dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun system ini berguna

untuk memantau kecenderungan penyebaran dengue jangka

panjang. Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan

(rumah sakit, Puskesmas,poliklinik, balai pengobatan, dokter

praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap penderita

20

Page 22: DISJUM ProgramDBD

termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya

dalam waktu 24 jam.

Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran

dengue didalam masyarakat sehingga mampu mengatakan

kejadian, dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus

yang bersirkulasi, untuk mencapai tujuan tersebut sistem ini harus

mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik.Surveilans

seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki

kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.

4) Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang

disertai pemantauan hasil-hasilnya secara terus menerus.Gerakan

PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya

pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya

mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam

rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera.

Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara

yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

o Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan

peliharaan minimal sekali dalam seminggu.

o Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga

tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.

o Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang

semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

b. Pencegahan Sekunder

Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh

petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

21

Page 23: DISJUM ProgramDBD

1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD,

berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin

dan berikan obatpenurun panas yang tidak mengandung asam salisilat

serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.

2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa

dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka

DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang

menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan

pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk

mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.

3) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan

kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten, disertai dengan cara sepenuhnya.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tingkat ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian

akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini

dapat dilakukan dengan :

1) Transfusi Darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis

dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah

secepatnya.

2) Stratifikasi Daerah Rawan DBD

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi

daerah rawan seperti :

a) Endemis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu

ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah fogging sebelum

musim penularan.

b) Sporadis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada

kasus DBD.Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik

22

Page 24: DISJUM ProgramDBD

Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M,

penyuluhan tetap dilakukan.

c) Potensial

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak

ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan

transportasi denganwilayah lain dan persentase rumah yang

ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN,

3M dan penyuluhan.

d) Bebas

Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD.

Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase

rumah yang ditemukan jentik ≤ 5%. Kegiatan yang dilakukan

adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.(SMP), Abatisasi selektif,

dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

Tatalaksana Pencegahan Peristiwa DBD

Pencegahan penyakit DBD yang terpenting adalah dengan memutuskan

rantai penularan antara host dengan vektor yang menularkan penyakit DBD. Cara

pencegahan yang terbaik adalah dengan melaksanakan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan melibatkan peran serta masyarakat. PSN yang

dicanangkan dalam rangka pencegahan DBD adalah 3 M ( Menutup, Menguras

dan Mengubur ).

Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk peran serta

masyarakat antara lain :

a) Penyuluhan kesehatan

b) Membersihkan tempat-tempat penampungan air sedikitnya sekali/ minggu

c) Mengubur benda-benda yang dapat menampung air hujan seperti kaleng

bekas, botol, ban bekas, dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi

tempat perindukan nyamuk aedes aegypti.

d) Menutup tempat-tempat penyimpanan air seperti tempayan, drum, dll.

e) Mengganti air pot bunga seminggu sekali

23

Page 25: DISJUM ProgramDBD

f) Melipat baju-baju yang tergantung

g) Memelihara ikan pemakan jentik ( ikan kepala timah, ikan gupi, dll) pada

kolam hias yang ada di rumah / di lingkungan rumah.

h) Memasukkan larvasida ( abate ) pada pempat penampungan air yang tidak

dapat dikuras / di tutup rapat, 10 gram untuk 100 liter air.

Untuk memberantas nyamuk dewasa dilakukan pengasapan ( fogging ) di

dalam rumah penderita dan di dalam rumah-rumah sekitar rumah penderita

dengan radius sejauh 100 meter, sebanyak 2 kali dengan interval waktu 10

hari.

Tatalaksana Pasien, Kontak, dan Lingkungan

Bila ada kasus DBD harus segera di laporkan ke Dinas Kesehatan Tingkat

II dalam waktu 24 jam. Pasien harus di rawat untuk mencegah timbulnya syok.

Berikan pengobatan simptomatis dan dipantau tekanan darahnya serta di monitor

dan di pantau pula kadar trombosit darahnya.

Pada orang-orang yang berada di sekitar pasien perlu di amati sedikitnya

selama 6 hari untuk memastikan apakah tetap sehat atau jatuh sakit.

Pada masyarakat di lingkungan pasien perlu di berikan penyuluhan tentang

penyakit DBD, terutama yang menyangkut cara-cara penularan penyakit dan cara-

cara pencegahannya.

Tatalaksana Waktu KLB

Bila ada KLB DBD, harus segera di lakukan tindakan terhadap pasien dan

masyarakat sekitar pasien. Penyuluhan harus segera diberikan kepada masyarakat

yang tinggal di sekitar rumah pasien. Segera dilakukan pengasapan ( fogging )

massal di desa atau kelurahan dengan prioritas yang insidens ( attack rate) tingi

serta dengan memperhatikan wilayah kesatuan epidemiologis. Abatisasi massal,

gerakan pemberantasan nyamuk melalui 3 ”M” di desa/ kelurahan, sekolah dan

tempat-tempat umum, dan melaksanakan PSN dengan mengikut sertakan

partisipasi masyarakat.

24

Page 26: DISJUM ProgramDBD

Tindakan Internasional

Karena penyakit DBD termasuk penyakit Wabah, maka harus sampai ke

perwakilan WHO.

Alur Pelaporan Kasus DBD di Puskesmas Kedaton

1. Jika terdeteksi DBD di bidan desa tanpa adanya hasil lab di konfirmasi

dengan pemeriksaan laboratorium.

2. Jika terdeteksi DBD di puskesmas + terdapat hasil lab diturunkan TGC

(tim gerak cepat) berupa penyelidikan epidemiologi langsug ke lokasi

penderita berada.

Tujuan PE (penyelidikan epidemiologi):

Untuk melihat pada jarak 100 meter ada atau tidak penderita lain

termasuk kasus demam. Selain itu, dilakukan pemeriksaan jentik di

tempat penampungan air, bak mandi, dispenser, belakang kulkas,

dan sekitar rumah. Selama peninjauan di lokasi juga dilakukan

pembagian bubuk abate dan penyuluhan 4M.

Didapatkan kesimpulan PE, apabila jumlah penderita ≥ 3 orang

termasuk kejadian demam satu minggu, dilakukan pelaporan ke

KUPT lalu KUPT yang memutuskan diperlukan fogging atau

tidak.

Dilakukan pelaporan ke tingkat II ke provinsi ke pusat

25

Page 27: DISJUM ProgramDBD

Kasus DBD di Puskesmas Kedaton

1. Tahun 2011 terdapat 16 kasus DBD

2. Tahun 2012 terdapat 67 kasus DBD

3. Tahun 2013 terdapat 35 kasus DBD

4. Tahun 2014 terdapat 18 kasus DBD

5. Tahun 2015 sampai saat ini sudah didapatkan 5 kasus DBD

Adapun tindakan yang telah dilakukan yaitu melaksanakan PE

(penyelidikan epidemiologis) oleh petugas surveilans dan bidan desa yang

bersangkutan dengan memberikan penyuluhan 3 M plus dan PJB serta fogging

focus di sekitar rumah penderita DBD.

26

Dinas Kesehatan

Desa Puskesmas dan puskesmas Perawatan

Penyelidikan Epidemiologi

Keluarga RS/ Unit Pelayanan Kesehatan

Page 28: DISJUM ProgramDBD

DAFTAR PUSTAKA

Andri Sanityoso. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid I Edisi IV.

Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2004. Pedoman Kerja Puskesmas.

Dr. R. Soehadi dkk. 1995. Pedoman Praktis Pelaksanaan Kerja di Puskesmas.

Podorejo, Magelang.

Trihono, 2002. Pedoman Manajemen Puskesmas. Proyek Kesehatan Keluarga dan

Gizi, Departemen Kesehatan.

www.depkes-ri.com

www.medicine.com

27