direktorat jenderal bina usaha kehutanan dan fungsi ... i. pendahuluan ... benih hasil ekstraksi...
TRANSCRIPT
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN
NOMOR : P.04/VI-BUHT/2012
TENTANG
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN HUTAN TANAMAN RAKYAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (6) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Hutan Tanaman, ditetapkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai budidaya tanaman HTR diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanantentang Pedoman Budidaya Tanaman Hutan Tanaman Rakyat(HTR).
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
/5. Peraturan...
KEMENTERIAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN
JAKARTA
~ 2 ~
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/menhut-II/2009 tentang Tentang Standard Dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2011;
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan.
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Hutan Tanaman;
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2012tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat.
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN
TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN HUTAN TANAMAN
RAKYAT
Pasal 1
Pedoman Budidaya Tanaman HTR sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan ini.
Pasal 2 Pedoman budidaya tanaman HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, merupakan acuan bagi para pelaksana pembangunan HTR dalam melakukan budidaya tanaman HTR.
/Pasal 3...
~ 3 ~
Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : J A K A R T A Pada Tanggal : 4 September 2012 DIREKTUR JENDERAL,
IR. BAMBANG HENDROYONO,MM
NIP. 19640930 198903 1 001
Tembusan : 1. Menteri Kehutanan; 2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Kehutanan; 3. Gubernur di seluruh Indonesia; 4. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia 5. Para Pejabat Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan; 6. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan wewenang di bidang Kehutanan di
seluruh Indonesia; 7. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan wewenang di bidang
Kehutanan di seluruh Indonesia; 8. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi di seluruh Indonesia.
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan
Nomor : P.04/VI-BUHT/2012
Tanggal : 4 September 2012
Tentang : Pedoman Budidaya Tanaman Hutan Tanaman Rakyat
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 2
B. Maksud dan Tujuan ............................................................................ 2
C. Ruang Lingkup .................................................................................... 2
D. Pengertian ..................................................................................... 2
II. PERBENIHAN DAN PEMBIBITAN ......................................................... 4
A. Perbenihan .......................................................................................... 4
1. Sumber Benih ................................................................................ 4
2. Pengumpulan Benih ...................................................................... 4
3. Ekstraksi Benih .............................................................................. 4
4. Penyimpanan Benih ........................................................................ 4
B. Pembibitan .......................................................................................... 4
C. Sumber Bibit Tanaman ....................................................................... 5
III. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN ..................................................... 7
A. Tapak Alang-Alang atau Semak Belukar ............................................ 7
1. Sistem Silvikultur ........................................................................... 7
2. Pola dan Teknik Silvikultur ............................................................. 7
a. Monokultur (sejenis) .................................................................. 7
b. Campuran ................................................................................. 7
3. Kegiatan ......................................................................................... 7
a. Penyiapan Lahan ....................................................................... 7
b. Penanaman ............................................................................... 7
c. Pemeliharaan ............................................................................ 7
B. Tapak Areal Bekas Tebangan (Logged Over Area) .............................. 8
1. Sistem Silvikultur ........................................................................... 8
2. Pola dan Teknik Silvikultur ............................................................. 8
3. Kegiatan ......................................................................................... 8
a. Penyiapan Lahan ....................................................................... 8
b. Penanaman ............................................................................... 9
c. Pemeliharaan ............................................................................ 9
C. Tapak Hutan Gambut .......................................................................... 9
1. Sistem Silvikultur ........................................................................... 9
2. Pola dan Teknik Silvikultur ............................................................. 9
3. Kegiatan ......................................................................................... 9
a. Penyiapan Lahan ....................................................................... 9
b. Penanaman ............................................................................. 10
c. Pemeliharaan .......................................................................... 10
D. Tapak Hutan Mangrove ..................................................................... 10
1. Sistem Silvikultur ......................................................................... 11
2. Pola dan Teknik Silvikultur ........................................................... 11
3. Kegiatan ....................................................................................... 11
a. Penyiapan Lahan ..................................................................... 11
b. Penanaman ............................................................................. 11
c. Pemeliharaan .......................................................................... 12
E. Tapak Areal yang telah ditanami ..................................................... 12
1. Sistem Silvikultur ......................................................................... 13
2. Pola dan Teknik Silvikultur ........................................................... 13
3. Kegiatan ....................................................................................... 13
a. Penyiapan Lahan ..................................................................... 13
b. Penanaman ............................................................................. 13
c. Pemeliharaan .......................................................................... 14
IV. PERLINDUNGAN HUTAN .................................................................... 15
A. Pengendalian Hama dan Penyakit .................................................... 15
B. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Pengamanan ........................... 15
V. PEMANENAN ..................................................................................... 16
VI. PENUTUP .......................................................................................... 17
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pembangunan hutan tanaman melalui skema Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) merupakan kebijakan Kementerian Kehutanan yang strategis, karena
sangat relevan dengan prinsip pembangunan pro-poor, pro-growth, pro-job, dan
pro-environment. Program HTR bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
hutan melalui kegiatan pembangunan hutan tanaman, dengan memberikan
akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan produksi.
Pembangunan hutan tanaman merupakan salah satu rangkaian tindakan
silvikultur atau budidaya tanaman hutan. Dalam pelaksanaannya kegiatan
teknik silvikultur pada HTR perlu memperhatikan kondisi tapak, persyaratan
tumbuh suatu jenis pohon, faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat
setempat.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara
Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
Rakyat telah menetapkan beberapa aturan dasar dalam pelaksanaan budidaya
tanaman pada HTR. Pada prinsipnya jenis tanaman pada HTR dapat berupa
tanaman pokok (tanaman hutan) dan tanaman budidaya tahunan. Komposisi
untuk jenis tanaman budidaya tahunan paling luas 40% dari areal kerja.
Pola tanam yang dapat dikembangkan adalah Pola tanam monokultur, pola
tanam campuran, dan pola tanam agroforestri yang disesuaikan dengan
kondisi tapak setempat.
Khusus untuk tanaman pokok disarankan tanaman unggulan lokal yang cepat
tumbuh dan menguntungkan. Hasil hutan yang diharapkan dari HTR selain
kayu adalah hasil hutan bukan kayu, dan tanaman penghasil pangan dan
energi.
Kondisi tapak untuk pelaksanaan pembangunan HTR pada kenyataannya
sangat beragam, namun dapat dikelompokan dalam 5 (lima) tipe kondisi tapak
yaitu : alang-alang atau semak belukar, areal bekas tebangan (Logged Over
Area/LOA), hutan gambut, hutan mangrove dan areal yang telah ditanami
seperti tanaman sawit, tanaman karet dan tanaman campur antara lain
cokelat, kopi, cengkeh, kelapa, pala dan buah-buahan. Pada setiap kondisi
tapak tersebut, diperlukan sistem silvikultur, pola dan teknik silvikultur
tertentu agar produktivitas dapat berkelanjutan.
2
Untuk dapat melaksanakan budidaya tanaman HTR yang berbeda-beda
kondisi tapaknya, diperlukan sebuah pedoman sebagaimana amanat pasal 8
ayat (6) Permenhut P.55/Menhut-II/2011 yang menyatakan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai budidaya tanaman HTR diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan pedoman budidaya tanaman HTR ini untuk mendukung
keberhasilan program pembangunan hutan tanaman rakyat, dimana program
ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan produktivitas hutan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pedoman ini ditujukan sebagai panduan bagi para pemegang IUPHHK-HTR
dalam melaksanakan kegiatan HTR di kawasan hutan produksi.
C. Ruang Lingkup
Pedoman budidaya tanaman HTR dibedakan berdasarkan karakteristik lahan
atau tapak areal HTR yang ditemui di lapangan. Dalam pedoman ini, dibahas
beberapa tipe kondisi tapak HTR yaitu: alang-alang atau semak belukar, areal
bekas tebangan (Logged Over Area/LOA), hutan gambut, hutan mangrove dan
areal yang telah ditanami seperti tanaman sawit, tanaman karet dan tanaman
campur.
Ruang Lingkup pedoman budidaya tanaman HTR meliputi serangkaian
kegiatan silvikultur yang dimulai dari : perbenihan dan pembibitan;
penanaman dan pemeliharaan; perlindungan hutan; dan pemanenan.
D. Pengertian
1. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi
dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumberdaya hutan.
2. Tanaman Pokok adalah tanaman untuk tujuan produksi hasil hutan
berupa kayu perkakas/pertukangan dan atau hasil hutan bukan kayu
perkakas/pertukangan.
3. Tanaman budidaya tahunan berkayu adalah jenis tanaman yang daurnya
lebih dari satu tahun dan menghasilkan produk selain kayu, antara lain
jenis-jenis tanaman karet, kelapa, kopi, dan cengkeh.
3
4. Sistem Silvikultur adalah sistem pemanenan sesuai tapak/tempat tumbuh
berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edaphis
dan tipe-tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari
atau sistem teknik bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau
bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen.
5. Agroforestry dalam areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada
hutan tanaman (IUPHHK-HT) adalah optimalisasi pemanfaatan lahan
hutan di areal kombinasi izin usaha hutan tanaman dengan tanaman
pangan (tumpang sari) dan atau ternak dan atau perikanan darat secara
temporal dengan tidak mengubah fungsi pokok usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu
6. Teknik silvikultur adalah penggunaan teknik-teknik atau perlakuan
tehadap hutan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas
hutan. Perlakuan tersebut dapat dilakukan pada tahap permudaan,
pemeliharaan dan penjarangan, serta pemanenan.
7. Hutan Bekas Tebangan (Logged Over Area/LOA) adalah hutan alam
sekunder yang telah menampakkan bekas tebangan atau Hutan yang
tumbuh dan berkembang secara alami sesudah terjadi
kerusakan/perubahan akibat penebangan dan kegiatan lainnya.
8. Sumber benih adalah suatu tegakan hutan yang berada di dalam atau di
luar kawasan hutan yang diperuntukan sebagai penghasil benih.
9. Benih adalah biji (generatif) dan atau bagian tanaman muda (vegetatif)
yang telah diseleksi dengan benar untuk dijadikan bibit.
10. Persemaian adalah suatu tempat yang dikelola secara khusus untuk tujuan
memperbanyak suatu jenis atau beberapa jenis tanaman baik dari benih
maupun bahan vegetatif.
11. Bibit adalah anakan atau tanaman muda hasil dari pembiakan dari benih
(generatif) maupun dari pembiakan vegetatif (Stek, cangkok, sambungan,
kultur jaringan).
12. Ajir adalah potongan kayu atau bambu dengan ukuran panjang dan tebal
tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan, untuk penopang tanaman
muda agar kuat.
4
II. PERBENIHAN DAN PEMBIBITAN
A. Perbenihan
1. Sumber Benih :
Sumber benih untuk pembuatan bibit disarankan dari sumber benih
berupa areal produksi benih, tegakan benih terseleksi, tegakan benih
teridentifikasi atau pohon-pohon plus dari zona pengumpulan benih.
2. Pengumpulan Benih :
Benih dapat dikumpulkan dengan cara memetik buah yang masak, atau
mengumpulkan buah yang masak atau jatuh di lantai hutan.
3. Ekstraksi Benih
Buah yang terkumpul, selanjutnya diekstraksi, melalui beberapa cara
sebagai berikut :
a. Untuk buah polong atau buah kering; ekstraksi dapat dilakukan dengan
penjemuran di tempat terbuka, atau dikeringkan dengan alat pengering
buatan, kemudian biji dipisahkan dari kotoran;
b. Pada buah yang berdaging, biji diekstraksi dengan cara merendam buah
dalam air, setelah lunak biji dikeluarkan dan dibersihkan lalu dijemur.
4. Penyimpanan Benih
Benih hasil ekstraksi disimpan sesuai dengan karakter benih tersebut.
Terdapat 3 macam karakter benih yaitu :
a. benih ortodoks yaitu benih yang dapat disimpan lama dengan daya
kecambah tetap tinggi antara lain mangium, merbau, sengon dan pinus;
b. benih intermediate yaitu benih yang dapat disimpan agak lama dengan
daya kecambah tetap tinggi antara lain agathis, jabon, eucalyptus,
mahoni, gmelina, nyawai, binuang bini dan khaya;
c. benih rekalsitran yaitu benih yang tidak dapat disimpan lama antara
lain meranti, eboni, kayu bawang dan ramin.
B. Pembibitan
Pengadaan bibit dapat melalui pembuatan persemaian. Pembuatan
persemaian disesuaikan dengan luas areal HTR yang dikelola dan atau
kelayakan secara ekonomi. Bibit tanaman yang dianjurkan ditanam
disarankan tanaman unggulan lokal yang cepat tumbuh dan bernilai
ekonomis.
Terdapat dua macam persemaian, yaitu:
5
1. Persemaian sementara dengan ukuran kecil dan dekat dengan areal
penanaman dimana secara ekologis dan transportasi menguntungkan;
2. Persemaian permanen dimana pengelolaannya dapat dilakukan secara
besar-besaran.
Persyaratan umum untuk tempat persemaian adalah :
a. Lahan datar atau kemiringan kurang dari 5%;
b. Dekat dengan sumber air dan tidak pernah kering;
c. Kondisi biofisik sesuai persyaratan tumbuh jenis yang akan
disemaikan;
d. Tanah subur, remah dan bertekstur ringan;
e. Sebaiknya dekat sumber tenaga kerja, dan berada di pinggir jalan
angkutan.
Tata ruang persemaian diatur sedemikian rupa sehingga luas lahan
persemaian tidak seluruhnya digunakan untuk persemaian tetapi meliputi
pemanfaatan untuk kepentingan lainnya seperti bedeng tabur, bedeng
sapih, bak penampung air, saluran air, jalan dan lain-lain.
C. Sumber Bibit Tanaman
Bibit yang digunakan dalam persemaian dapat berasal dari biji/benih,
cabutan, stek dan cangkokan. Perlakuan untuk setiap jenis sumber bibit
diuraikan sebagai berikut :
1. Benih : biji disemaikan dalam bedeng tabur sampai berkecambah dan
muncul minimal 2 daun. Kemudian disapih dalam wadah, dan
ditempatkan pada bedeng sapih. Setelah bibit berumur 3-4 bulan atau
batang telah berkayu, bibit siap ditanam di lapangan;
2. Cabutan : bibit cabutan diambil dari areal hutan dimana anakan alam
tersedia. Anakan yang langsung untuk dijadikan bibit adalah anakan yang
mempunyai minimal 2-3 helai daun atau tinggi sekitar 20 cm. Kegiatan
pencabutan anakan dilakukan pada musim hujan dengan cara putaran
(digali melingkar anakan) yang langsung dipindahkan ke wadah. Setelah
berumur 3-4 bulan atau batang anakan telah berkayu, bibit siap ditanam
di lapangan;
3. Stek : pembuatan stek dapat dilakukan melalui stek batang, stek pucuk,
dan stek akar (tergantung jenis).
a. Stek batang, ukuran stek batang minimal diameter 1 cm, panjang
antara 10-20 cm;
b. Stek pucuk, dipilih dari pucuk yang memiliki minimal 3 titik tumbuh;
6
c. Stek akar diambil dari akar lateral (bukan akar tunjang) anakan atau
pohon tertentu antara lain sungkai, sukun, gelam, nangka dan
sonokeling.
4. Cangkokan : pembuatan bibit dari cangkokan diambil dari cabang autotrof
(cabang yang mengarah ke atas), dilakukan dengan mengupas kulit dan
ditutup dengan sabut kelapa, hingga terjadi pertumbuhan akar.
7
III. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
Kegiatan penanaman dimulai dari penyiapan lahan, pembuatan lubang tanam,
dan pola tanam. Sedangkan pemeliharaan meliputi kegiatan penyulaman,
pendangiran, pemupukan, pemangkasan, dan penjarangan. Teknik penanaman
dan pemeliharaan untuk pelaksanaan pembangunan HTR dikelompokan dalam 5
(lima) tipe kondisi tapak yaitu : tapak alang-alang atau semak belukar, tapak areal
bekas tebangan (Logged Over Area/LOA), tapak hutan gambut, tapak hutan
mangrove dan tapak areal yang telah ditanami.
A. Tapak Alang-Alang atau Semak Belukar
1. Sistem Silvikultur
Tebang Habis Pemudaan Buatan (THPB) diawali dengan penanaman dan
bukan penebangan.
2. Pola dan Teknik Silvikultur
a. Monokultur (sejenis)
b. Campuran
c. Agroforestri antara lain Tumpang Sari, Silvopastural, Silvofisheris,
Apikultur, Wanafarma
3. Kegiatan
a. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan pada tapak alang-alang atau semak belukar dilakukan
dengan cara yang mudah dan murah secara manual, dan tanpa
pembakaran. Penyiapan lahan secara manual dapat berupa lingkaran
(cemplongan) atau pembersihan pada jalur tanam dilakukan dengan
cara pembabatan/pemotongan alang-alang atau semak belukar serta
mencangkul dan membalik tanah untuk mengeluarkan akar rimpang
alang alang atau semak belukar pada areal yang akan ditanami.
b. Penanaman
i. Pola tanam yang digunakan adalah tanaman sejenis dan campuran.
Jarak tanam pada pola tanam sejenis dan campuran disesuaikan
dengan kondisi lahan dengan jumlah tanaman sekurang-kurangnya
400 pohon/ha;
ii. Untuk pola tanam agroforestri jarak tanam disesuaikan dengan
kebutuhan;
iii. Pemasangan ajir dilakukan sesuai jarak tanam yang digunakan;
iv. Pembuatan lubang tanam disesuaikan dengan ukuran wadah media
bibit;
8
v. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik lubang tanam
dapat diberi pupuk dasar berupa kompos atau pupuk kandang;
vi. Waktu penanaman dimulai pada awal musim hujan.
c. Pemeliharaan
i. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati dan rusak
sehingga jumlah tanaman sekurang-kurangnya 400 pohon/ha;
ii. Penyiangan dan pendangiran dilakukan sesuai dengan kondisi
lapangan;
iii. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik dapat dilakukan
pemupukan;
iv. Pemangkasan cabang (pruning) disesuaikan dengan kondisi tegakan;
v. Penjarangan dilakukan jika diperlukan.
B. Tapak Areal Bekas Tebangan (Logged Over Area)
1. Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan atau Tebang Rumpang diawali dengan
penanaman dan bukan penebangan. Dalam hal areal tersebut masih
terdapat tegakan hutan alam dan telah ditumbuhi oleh jenis-jenis pionir
antara lain mahang, trema, yang telah memiliki diameter diatas 20 cm
ditetapkan sebagai areal perlindungan setempat dan pengembangan hasil
hutan bukan kayu dan dapat dimanfaatkan pada saat pemanenan
tanaman pokok serta selanjutnya dapat dilaksanakan dengan sistem THPB.
2. Pola dan Teknik Silvikultur
Kombinasi Bina Pilih dan Pengayaan Tanaman dengan pemeliharaan yang
intensif.
3. Kegiatan
a. Penyiapan Lahan
i. Pembuatan jalur tanam dengan lebar dan arah jalur yang
memberikan ruang tumbuh yang cukup;
ii. Melakukan inventarisasi untuk memilih dan menandai pohon
komersil tingkat pancang dan tiang yang berada pada jalur tanam
untuk dipelihara;
iii. Membersihkan jalur tanam dengan menghilangkan tanaman
pengganggu dan memelihara pohon komersial yang telah diberi
tanda;
iv. Jarak antar jalur tanam dengan memperhatikan lebar tajuk tegakan
tinggal;
9
v. Pemasangan ajir dilakukan di tengah jalur tanam sesuai kebutuhan.
b. Penanaman
i. Pembuatan lubang tanam dilakukan disamping ajir dan disesuaikan
dengan ukuran yang memungkinkan perbaikan sirkulasi air dan
udara pada tanah;
ii. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik lubang tanam
dapat diberi pupuk dasar berupa kompos atau pupuk kandang;
iii. Waktu penanaman dimulai pada awal musim hujan;
iv. Penanaman dilakukan dengan cara mengeluarkan bibit dari wadah
dengan hati-hati, tanah tidak boleh lepas dari akar tanaman karena
hal ini dapat menyebabkan tanaman mati. Pada saat menanam
leher akar berada pada permukaan tanah;
v. Tanah disekitar tanaman dipadatkan agar tanaman cukup kuat dan
tidak roboh.
c. Pemeliharaan
i. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati dan rusak
sehingga jumlah tanaman sekurang-kurangnya 400 pohon/ha;
ii. Penyiangan dan pendangiran dilakukan sesuai dengan kondisi
lapangan;
iii. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik dapat dilakukan
pemupukan;
iv. Pemangkasan cabang (pruning) disesuaikan dengan kondisi tegakan;
v. Penjarangan dilakukan jika diperlukan.
C. Tapak Hutan Gambut
1. Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan atau Tebang Habis Pemudaan Buatan
(THPB), tergantung kepada kondisi tapak yang diawali dengan penanaman
dan bukan penebangan.
2. Pola dan Teknik Silvikultur
Kombinasi Bina Pilih dan Pengayaan Tanaman dengan pemeliharaan yang
intensif.
3. Kegiatan
a. Penyiapan Lahan
i. Pembersihan lahan pada jalur tanam dilakukan secara manual
dengan membabat tumbuhan pengganggu, dilakukan dengan cara
yang mudah dan murah secara manual, dan tanpa pembakaran;
10
ii. Khusus di tempat-tempat yang selalu tergenang air atau muka air
rendah dapat dibuat kanal-kanal yaitu : kanal utama dan kanal
sekunder. Kanal utama berfungsi sebagai sirkulasi air dan sarana
transportasi dalam rangka mengeluarkan hasil tanaman HTR.
Kanal sekunder berfungsi sebagai saluran sirkulasi air;
iii. Lebar dan kedalaman masing-masing kanal sesuai kebutuhan;
iv. Pembuatan jalur tanam dilakukan dengan membuat jalur bersih
selebar kurang lebih 2-5 m untuk pola tanam sejenis dan lebar
kurang lebih 5 meter untuk pola tanam agroforestri;
v. Pemasangan ajir dilakukan di tengah jalur tanam.
b. Penanaman
i. Pada pola agroforestri, tanaman semusim disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat pengelola HTR;
ii. Pada lahan yang tidak dikanalisasi, dapat dibuat gundukan pada
sekitar ajir dengan meninggikan tanah. Gundukan dibuat pada
awal musim kemarau disetiap ajir yang terpasang. Agar gundukan
kuat maka dilakukan pemadatan atau diberi penahan dari sisa-sisa
kayu yang terdapat disekitarnya;
iii. Lubang tanam untuk tanaman pokok dibuat disesuaikan dengan
ukuran wadah bibit;
iv. Penanaman dimulai pada awal musim hujan dengan melepaskan
wadah bibit secara hati-hati dan menanamnya pada lubang tanam
secara tegak lurus.
c. Pemeliharaan
i. Penyiangan dan pendangiran dilakukan sesuai dengan kondisi
lapangan;
ii. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik dapat dilakukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk daun yang disemprotkan
ke daun tanaman;
iii. Pemangkasan cabang (pruning) disesuaikan dengan kondisi tegakan
untuk mengurangi tingkat kerobohan.
D. Tapak Hutan Mangrove
Hutan mangrove atau hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di rawa berair
payau yang terletak di pantai dan dipengaruhi pasang surut air laut. Jenis
yang dikembangkan di mangrove harus disesuaikan dengan zonasi lahan
mangrove, yaitu : Avicenia sp, Rhizophora spp, Sonneratia spp, Bruguiera spp
dan Xylocarpus spp.
11
1. Sistem Silvikultur
Tebang pilih untuk penebangan akhir daur sedangkan untuk pemanfaatan
antara menggunakan sistem pemangkasan cabang sesuai ukuran yang
dibutuhkan.
2. Pola dan Teknik Silvikultur
a. Sistem monokultur;
b. Agroforestri antara lain Tumpang Sari, Silvopastural, Silvofisheris,
Apikultur, Wanafarma.
3. Kegiatan
a. Penyiapan Lahan
i. Pembuatan jalur tanam dilakukan dengan cara pembuatan jalur
rintisan dan membersihkannya;
ii. Pembuatan ajir ukurannya lebih panjang daripada umumnya dan
dipasang sesuai jarak tanam;
iii. Khusus pada lahan yang mudah terabrasi, sebaiknya dilakukan
pemasangan turus sebagai penahan abrasi yang dapat dibuat dari
kayu, batu atau bambu;
iv. Khusus pada lahan yang selalu tergenang, disarankan sistem
penanaman dapat dilakukan dengan cara membuat hamparan
lahan dengan luasan tertentu dibatasi oleh pagar bambu yang
berbentuk persegi empat atau persegi panjang yang diisi dengan
media tanam berupa tanah mangrove sekitarnya;
v. Khusus pada sistem empang parit, komposisi jalur empang
terhadap jalur tanam mangrove disesuaikan dengan kebutuhan,
sebagai contoh jika 2 : 6, artinya 2 meter untuk jalur empang parit
dan 6 meter untuk jalur tanam.
b. Penanaman
Penanaman di lahan mangrove dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
penanaman dengan bibit dan penanaman langsung dengan benih,
melalui :
i. Untuk penanaman menggunakan bibit, buat lubang tanam saat air
surut dengan ukuran sedikit lebih besar dari ukuran wadah dekat
ajir yang telah dipasang;
ii. Segera setelah lubang tanam dibuat, bibit ditanam dengan terlebih
dahulu melepaskan wadah secara hati-hati;
iii. Lubang tanam di sekeliling bibit ditutup lagi dan ditimbun hingga
batas leher akar;
12
iv. Agar tanaman tidak terbawa arus, maka tanaman diikatkan pada
ajir;
v. Untuk penanaman yang menggunakan benih, benih tersebut
langsung ditanam dekat ajir dengan membenamkannya sedalam
sekurang-kurangnya sepertiga ukuran panjang benih;
vi. Dalam hal ijin HTR yang diberikan merupakan hutan bakau yang
masih utuh, maka tidak dilakukan penanaman tetapi hanya
pemeliharaan dan pemanenan.
c. Pemeliharaan
i. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati dan
rusak pada tahun pertama;
ii. Penyiangan dilakukan pada tanaman muda sampai umur 2 tahun
dan tergantung kerapatan gulma. Penyiangan dilakukan dengan
cara membersihkan gulma yang tumbuh disekitar tanaman pokok;
iii. Agar tanaman muda tidak diganggu kepiting, remis, kera dan hama
serangga dan organisme lain, maka tanaman dapat diberi perlakuan
perlindungan berupa : (a) bumbung bambu yang dipasang
mengelilingi tanaman (b) pagar kecil dari ranting/pelepah/daun
paku-pakuan yang dipasang dan diikatkan pada tanaman di
lapangan;
iv. Khusus pada sistim apiculture, pemasangan stup lebah dilakukan di
bawah tegakan mangrove. Untuk mendapatkan hasil madu yang
baik penempatan stup disarankan di zona Sonneratia;
v. Khusus pada sistem silvopastural, pembuatan kandang ternak
dilakukan berdampingan dengan areal tanaman mangrove, agar
mudah dalam pemberian pakan pada ternak tersebut;
vi. Dalam hal ijin HTR yang diberikan merupakan hutan bakau yang
masih utuh, maka pemeliharaan yang dilakukan melalui pembinaan
permudaan alami.
E. Tapak Areal yang telah ditanami
Kondisi tapak HTR yang telah ditanami yaitu lahan-lahan yang telah ditanami
dengan berbagai macam jenis tanaman tahunan maupun tanaman semusim.
Kegiatan pengelolaannya biasa dilakukan oleh masyarakat sekitar yang telah
lebih dulu memanfaatkan lahan tersebut. Adapun tapak HTR tersebut antara
lain berupa tanaman karet, tanaman sawit, tanaman campur antara lain
cokelat, kopi, cengkeh, kelapa, pala dan buah-buahan.
13
1. Sistem Silvikultur
Tebang Rumpang untuk tanaman campur dan untuk tanaman sawit dan
karet dengan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), diawali dengan penanaman
dan bukan penebangan.
2. Pola dan Teknik Silvikultur
Dilaksanakan dengan pola tanaman campuran dengan memasukan
tanaman pokok secara bertahap untuk memenuhi peraturan yang berlaku.
3. Kegiatan
a. Penyiapan Lahan
Untuk Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) penyiapan lahan dilakukan
dengan membuat jalur tanam, sedangkan untuk tebang rumpang
dilakukan pada tempat-tempat yang kosong.
b. Penanaman
b.1. Penanaman areal HTR yang sudah ada tanaman karet
Dilakukan inventarisasi potensi tanaman karet yang meliputi
jumlah pohon, jarak tanam, umur dan kondisi penutupan tajuk.
Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut, selanjutnya dilakukan
tindakan sebagai berikut :
i. Apabila jumlah tanaman karet telah mencapai 40% dari luasan,
maka lahan ditanami dengan tanaman pokok kehutanan jenis
tanaman unggulan lokal mencapai luasan 60%;
ii. Apabila tanaman karet telah melebihi 40% dari luasan, maka
dilakukan penebangan tanaman karet hingga maksimal 40%
dari luasan lahan dan dilakukan penanaman tanaman pokok
kehutanan hingga mencapai luasan 60% dari luasan lahan.
b.2. Penanaman areal HTR yang sudah ada tanaman Sawit
i. Untuk tanaman sawit yang masih muda (umur sampai dengan
3 tahun) di ganti dengan tanaman pokok kehutanan
disarankan tanaman unggulan lokal;
ii. Apabila terdapat tanaman sawit berumur rata-rata diatas 3
(tiga) tahun, maka diberikan kesempatan mengembangkan
tanaman sawit tersebut sampai umur 20 (dua puluh) tahun,
dengan kewajiban menanam tanaman kehutanan sebagai batas
petak dan blok;
iii. Apabila tanaman sawit tersebut berumur rata-rata diatas 10
(sepuluh) tahun, wajib ditanami tanaman kehutanan sebagai
14
tanaman sela menyebar dengan jumlah 400 pohon/Ha
dan/atau dengan jarak 5 (lima )x 5 (lima) meter.
iv. Khusus tanaman sawit berumur rata-rata 20 (dua puluh)
tahun atau lebih, tanaman sawit harus ditebang dan diganti
tanaman hutan dan tanaman sela menyebar dengan jumlah
400 Pohon/Ha, selanjutnya dipelihara sampai umur masak
tebang sesuai dengan jenis dan tapaknya;
v. Penanaman dimulai pada awal musim hujan dengan
melepaskan wadah bibit secara hati-hati kemudian tanam bibit
di lubang tanam yang telah dibuat.
b.3. Penanaman areal HTR berupa tanaman campur
Pada lahan HTR yang telah ditanami dengan tanaman campur,
maka perlu dilakukan inventarisasi tanaman pada tanaman
campur antara lain jenis tanaman, jarak tanam, umur dan kondisi
penutupan tajuk. Berdasarkan hasil inventarisasi selanjutnya
dilakukan :
i. Penanaman tanaman pokok kehutanan minimal 60% sisanya
dapat ditanami berbagai jenis tanaman tahunan berkayu (tidak
didominasi oleh satu jenis tanaman);
ii. Pemasangan ajir dilakukan pada lahan yang masih kosong dan
jarak tanam disesuaikan dengan kondisi tapak dan kebutuhan;
iii. Pembuatan lubang tanam disesuaikan dengan ukuran wadah
bibit;
iv. Penanaman tanaman pokok dimulai pada awal musim hujan.
c. Pemeliharaan
i. Pemeliharaan terhadap tanaman karet dan tanaman tahunan
antara lain melalui penyiangan, pendangiran, dan pemangkasan
disesuaikan dengan kondisi tegakan;
ii. Untuk tanaman pokok pada tanaman campur disarankan
pemupukan sesuai kebutuhan;
15
IV. PERLINDUNGAN HUTAN
Perlindungan hutan terdiri dari kegiatan pengendalian hama dan penyakit,
pencegahan kebakaran dan pengamanan.
A. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan antara lain :
1. Kegiatan pengawasan/inspeksi tanaman atau tegakan secara intensif agar
kesehatan hutan terjaga;
2. Cara pengendalian hama & penyakit dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Mekanik atau fisik : menebang pohon yang sakit sejak awal, membuang
benalu, merusak sarang hama dan membasmi hama dan penyakitnya;
b. Silvikultur : dengan mengatur kerapatan tegakan, mengatur drainase
dan melakukan pemeliharaan tanaman secara intensif;
c. Biologi : dengan menggunakan predator hama dan penyakit;
d. Kimiawi : menggunakan insektisida sesuai dengan dosis dan frekuensi
pemberantasan, atau menggunakan fungsisida sesuai dengan dosis
yang dianjurkan.
B. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Pengamanan
1. Melakukan patroli secara rutin terus-menerus dan mandiri;
2. Melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dan pihak-pihak terkait;
3. Membersihkan areal penanaman dari sumber bahan bakar dan pembuatan
sekat bakar, teras pada lereng yang miring untuk mencegah menjalarnya
api;
4. Menanam jenis pohon sesuai dengan tempat tumbuhnya dan mengadakan
pemeliharaan intensif, sehingga tumbuhan bawah yang dapat mempercepat
menjalarnya api dapat ditekan.
16
V. PEMANENAN
Kegiatan pemanenan meliputi kegiatan penebangan, pembagian batang,
pengulitan, penyaradan, dan pengangkutan.
1. Pemanenan adalah penebangan yang dilakukan terhadap tegakan tanaman
pokok yang telah mencapai masak tebang/umur daur ekonomis;
2. Pemanenan dilaksanakan sesuai sistem silvikultur pada masing-masing tapak,
dengan prinsip yang ditebang adalah pada petak tebang yang telah siap panen
sesuai daur dengan peralatan panen yang dibenarkan;
3. Pada tapak LOA pemanenan hutan alam dapat dilakukan setelah hutan
tanaman mencapai daur ekonomis dimasukan dalam RKT akhir daur;
4. Khusus pemanenan di lahan mangrove yang bertujuan untuk produksi arang,
kegiatan pemanenan dilakukan sebagai panen antara dengan cara
pemangkasan cabang sesuai dengan kebutuhan, sedangkan pemanenan pohon
utama dilakukan pada akhir daur dengan sistem tebang pilih.
17
VI. PENUTUP
Pedoman ini dibuat untuk memudahkan bagi pelaku pembangunan hutan
tanaman rakyat, sehingga diharapkan program HTR akan berjalan sesuai dengan
target yang ditentukan.