dinamika bursa saham asing dan makroekonomi terhadap ihsg

27
Jurnal Akuntansi & Bisnis (Journal of Accounting & Business) Volume 14, No1, Februari 2013 Tjiptohadi Sawarjuwono dan Devi Kalajanti Menumbuhkan Cinta Profesi Akuntan Publik Bagi Generasi Penerus Hartina Husein Pengaruh Pertumbuhan Penjualan dan Pangsa Pasar Relatif terhadap Discretionary Revenue Yulia Sandra Nur Fitriana Fraud Risk Factor (Opportunity) dan Fraudulent Financial Statements (Empirical Study on Non Financial Firm in Indonesia) Isna Putri Rahmawati dan Bambang Riyanto Perilaku Manajemen Laba: Pengaruh Jenis Profesi, Love of Money, Sikap Skeptis, dan Komitmen Profesional Ferda Puspitaningrum Pengaruh Kualitas Audit dan Perusahaan Suspect Terhadap Real Earnings Management Annisa Perdany dan Sri Suranta Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Investigatif Pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta Rowland Bismark Fernando Pasaribu dan Dionysia Kowanda Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol.14 No.1 Hal. 1-112 Surakarta Februari 2013 ISSN 1412-0852

Upload: rowland-bismark-fernando-pasaribu

Post on 12-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

The development of the interaction of monetary indicators, foreign stocks, and the stock price index in the context of the dynamics of the relationship are discussed short and long term. The analysis technique used is cointegration analysis and error correction mechanisms for the period 2003-2010. From the research results that: a) in the short term, rising inflation will lead to decline in the stock price index, but in the long run, instead of rising inflation, ceteris paribus, it will increase the stock price index. Partially, the inflation rate did not significantly influence the stock price index in both the short-and long-term, b) 3-month SBI rate negative, but not significant effect on the stock price index in both the short and long term.

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Jurnal Akuntansi & Bisnis (Journal of Accounting & Business)

Volume 14, No1, Februari 2013

Tjiptohadi Sawarjuwono dan Devi Kalajanti Menumbuhkan Cinta Profesi Akuntan Publik Bagi Generasi Penerus

Hartina Husein Pengaruh Pertumbuhan Penjualan dan Pangsa Pasar Relatif terhadap

Discretionary Revenue Yulia Sandra Nur Fitriana Fraud Risk Factor (Opportunity) dan Fraudulent Financial Statements

(Empirical Study on Non Financial Firm in Indonesia) Isna Putri Rahmawati dan Bambang Riyanto Perilaku Manajemen Laba: Pengaruh Jenis Profesi, Love of Money,

Sikap Skeptis, dan Komitmen Profesional Ferda Puspitaningrum Pengaruh Kualitas Audit dan Perusahaan Suspect Terhadap Real

Earnings Management Annisa Perdany dan Sri Suranta Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas

Audit Investigatif Pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta Rowland Bismark Fernando Pasaribu dan Dionysia Kowanda Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia

Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol.14 No.1 Hal.

1-112 Surakarta

Februari 2013 ISSN

1412-0852

Page 2: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Jurnal Akuntansi & Bisnis (Journal of Accounting & Business) Volume 14, No1, Februari 2013

ISSN: 1412-0852

Chairman

Head of Accounting Department

Universitas Sebelas Maret

Editor in-Chief:

Sulardi

Editorial Board

Bandi

Universitas Sebelas Maret

Y Anni Aryani

Universitas Sebelas Maret

Rahmawati

Universitas Sebelas Maret

Djoko Suhardjanto

Universitas Sebelas Maret

Editorial Staff

Isna Putri Rahmawati

Halim Dedy Perdana

Editorial Office

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126

Jurnal Akuntansi dan Bisnis (JAB) is published by Accounting Department, Faculty Economics-

Universitas Sebelas Maret. Published two times a year, February and August, JAB Is a media of

communications and reply forum for scientific work especially concerning the fields of economics

studies, business and accounting. Papers presented in JAB are solely that of author. Editorial staff

may edit the papers, as long as not change its meaning.

Page 3: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

ISSN: 1412-0852

Jurnal Akuntansi & Bisnis (Journal of Accounting & Business)

Volume 14, No1, Februari 2013

Tjiptohadi Sawarjuwono dan Devi Kalajanti Menumbuhkan Cinta Profesi Akuntan Publik Bagi Generasi Penerus

1-15

Hartina Husein Pengaruh Pertumbuhan Penjualan dan Pangsa Pasar Relatif terhadap

Discretionary Revenue

17-26

Yulia Sandra Nur Fitriana Fraud Risk Factor (Opportunity) dan Fraudulent Financial Statements

(Empirical Study on Non Financial Firm in Indonesia)

27-43

Isna Putri Rahmawati dan Bambang Riyanto Perilaku Manajemen Laba: Pengaruh Jenis Profesi, Love of Money,

Sikap Skeptis, dan Komitmen Profesional

45-60

Ferda Puspitaningrum Pengaruh Kualitas Audit dan Perusahaan Suspect Terhadap Real

Earnings Management

61-74

Annisa Perdany dan Sri Suranta Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas

Audit Investigatif Pada Kantor Perwakilan BPK-RI Yogyakarta

75-87

Rowland Bismark Fernando Pasaribu dan Dionysia Kowanda Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia

89-112

Page 4: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

89

Dengan semakin terintegrasinya

perekonomian dunia, hampir semua negara

(termasuk Indonesia) tidak dapat lepas dari

pengaruh aliran modal antarnegara. Salah

satu karakteristik pemodal di pasar modal

adalah memperkecil risiko investasi. Pada

masa lalu, ketika sistem keuangan dunia

masih tertutup, pemodal melakukan inves-

tasi pada banyak jenis saham (yang pola

pergerakannya berbeda) pada pasar modal

dalam negeri. Namun dengan semakin ter-

bukanya sistem finansial dunia, pemodal

dapat mengurangi risiko dengan

melakukan investasi di beberapa negara.

Pemodal berharap jika investasi hanya pa-

da satu negara dimana jika terjadi kondisi

Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

www.fe.uns.ac.id

aUniversitas Gunadarma

[email protected]

Page 5: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

90

yang buruk, maka investasi di negara yang

lain diharapkan lebih baik dan dapat men-

jadi kompensasi. Dengan demikian inves-

tasi pemodal tersebut tidak hanya di-

pengaruhi oleh kondisi satu negara saja.

Perihal pengaruh ini pun semakin

menjadi rancu batasannya, yakni mana

yang dapat dikontrol dan mana yang diluar

kendali. Sebagai contoh, pada akhir tahun

2003 indeks pada posisi 691,895, kemudi-

an naik turun, bahkan sempat mencapai

puncaknya pada level 818,159 tanggal 27

April 2004. Level ini merupakan level yang

tertinggi dan selanjutnya jatuh berfluktuasi

ke level 700. Fluktuasi IHSG ini tidak ter-

lepas dari berbagai faktor internal, seperti

pemilu dan adanya terror bom. Demikian

juga fenomena suku bunga, pelemahan ru-

piah, yang juga berkorelasi dan men-

imbulkan dampak terhadap pergerakan

harga saham. Faktor eksternal antara lain

menguatnya dollar AS, China memperlam-

bat pertumbuhan ekonomi, harga minyak

melonjak tak keruan, serta bank sentral AS

menaikkan tingkat bunga yang kini 1,5 per-

sen. Investor yang masuk berinvestasi ke

bursa ketika IHSG pada level tertinggi akan

memiliki potensi kerugian setelah indeks

jatuh.

Fluktuasi indeks bursa saham suatu

negara juga tak lepas dari dinamika

perekonomian global, hal ini terlihat jelas

pada saat terjadinya krisis di Amerika Seri-

kat pada 2006-2007 yang lalu. Pada Awal

Agustus 2007, indeks bursa saham Ameri-

ka Serikat anjlok. Akibatnya terasa di se-

luruh dunia. Kurs rupiah melemah dari Rp

9.000 ke Rp 9.300, imbal hasil surat utang

negara melejit 30 basis poin ke 9,3 persen,

imbal hasil surat utang negara (dollar) naik

24 basis poin ke 6,8 persen dan indeks bur-

sa saham Jakarta jatuh. Gejolak itu

disebabkan oleh jatuhnya pasar surat

utang di Amerika Seri-

kat. Untuk memudahkan penjelasan, sub-

prime mortgage securities adalah surat

utang yang ditopang jaminan kredit

kepemilikan rumah (KPR) yang profil debi-

tornya memiliki kemampuan membayar

yang rendah. Melemahnya ekonomi Ameri-

ka Serikat menyebabkan meningkatnya per-

sentase gagal bayar debitor KPR segmen

tersebut. Akibatnya, harga surat utang

jatuh. Kejatuhan harga

surat utang membawa

kerugian bagi bank dan perusahaan pengel-

ola dana ( ) yang membeli

surat utang tersebut. Akibatnya, harga sa-

ham perbankan di Amerika Serikat ter-

gerus. Lalu mengapa kesalahan yang dil-

akukan investor di Amerika Serikat, tetapi

pasar keuangan Indonesia terkena dampak-

nya. Sudah sering kita alami gejolak pasar

keuangan di negara sedang berkembang

hampir selalu berdampak negatif ke Indo-

nesia, tetapi kali ini gejolak di pasar keu-

angan negara maju juga berdampak negatif

ke Indonesia. Mengapa nasib bursa efek

Indonesia seperti tersandera oleh pasar

keuangan internasional? Inilah dampak

dari globalisasi pasar keuangan, ternyata

yang memiliki surat utang

bukan hanya perbankan di Amerika

Serikat, tetapi ada juga perbankan di Aus-

tralia, Singapura, Taiwan, China, atau di

India. Perbankan di benua lain pasti juga

memiliki eksposur ke surat utang

. Akibatnya, harga saham per-

bankan di seluruh dunia jatuh. Berhubung

psikologi pasar selalu cenderung ekstrem,

banyak pelaku pasar percaya bahwa meru-

ginya perbankan besar akan berdampak

kepada pelambatan laju pertumbuhan

kredit, pelambatan kegiatan ekonomi, dan

seterusnya. Akibatnya, harga saham non-

perbankan di seluruh dunia pun jatuh.

Telah banyak model struktural

ekonomi memasukkan harga aset sebagai

bagian mekanisme transmisi kebijakan

moneter. Sebagai contoh, Modigliani (1971)

dan Mishkin (1977) mendiskusikan saluran-

saluran di mana kebijakan moneter

mempengaruhi output perekonomian me-

lalui perubahan harga saham. Teori

ekonomi menyarankan bahwa kebijakan

moneter yang ekspansif seringkali diaso-

siasikan dengan tingkat pengembalian sa-

ham yang lebih tinggi dan sebaliknya bila

kebijakan moneter tersebut bersifat restrik-

tif yang berimplikasi dengan rendahnya

tingkat pengembalian saham. Fluktuasi

tingkat suku bunga yang merefleksikan pe-

rubahan kebijakan moneter dapat secara

langsung mempengaruhi biaya modal se-

bagaimana halnya ekspektasi tingkat keun-

tungan perusahaan, yang karenanya me-

Page 6: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

91

nyebabkan fluktuasi dalam harga saham

(Durham, 2001). Studi lainnya mengacu pa-

da alasan-alasan tambahan untuk hub-

ungan antara kebijakan moneter dan ting-

kat pengembalian saham. Patellis (1997)

berpendapat bahwa kebijakan moneter

dapat merepresentasikan sumber penting

dari siklus bisnis dan karenanya

mempengaruhi tingkat pengembalian sa-

ham. Berdasarkan Chami, et.al (1999), ke-

naikan pada jumlah uang beredar, yang

meningkatkan ekspektasi inflasioner, me-

nyebabkan penurunan pada nilai riil divi-

den mendatang yang dibayarkan terhadap

para pemegang saham, menjadikan saham

kurang menarik dan karenanya mengurangi

harga saham. Gilchrist and Leahy (2002)

berpendapat bahwa perubahan pada harga

aset dapat mempengaruhi pandangan para

pembuat kebijakan akan kondisi

perekonomian dan kebijakan yang diper-

lukan. Studi mereka ini mengindikasikan

bahwa pengaruh kebijakan moneter ter-

hadap harga aset memiliki implikasi yang

penting terhadap manajer investasi, inves-

tor dan bank sentral.

Dengan menggunakan data negara-

negara G-7, Lastrapes (1998) menunjukkan

kejutan moneter mempengaruhi tingkat

pengembalian saham, sementara Kaen et.al

(1997) menemukan bahwa perubahan pada

kebijakan Bundesbank mempengaruhi sa-

ham-saham bank Jerman. Hasil penelitian

Conover et.al (1999) juga menyatakan bah-

wa adanya hubungan yang signifikan anta-

ra kebijakan moneter dan fluktuasi indeks

bursa di negara-negara maju tersebut. Se-

mentara Durham (2001), melaporkan hub-

ungan yang semakin lemah antara indi-

kator-indikator kebijkan moneter yang ber-

beda-beda dengan kinerja saham jangka

panjang.

Risiko tingkat suku bunga dan nilai

tukar valas adalah dua faktor ekonomi dan

keuangan yang penting yang

mempengaruhi nilai saham. Tingkat suku

bunga yang merefleksikan harga uang,

memiliki pengaruh terhadap variabel-

variabel lainnya di pasar uang dan pasar

modal. Tingkat suku bunga secara tidak

langsung mempengaruhi valuasi harga sa-

ham dan juga volatilitasnya menciptakan

pergeseran antara instrumen pasar uang

dan pasar modal. Volatilitas suku bunga

valuasi saham dengan cara mempengaruhi

nilai dasar perusahaan, seperti pendapatan

bersih suku bunga, penjualan, dan se-

terusnya. Kenaikan pada suku bunga ber-

pengaruh negatif terhadap nilai aset me-

lalui tingkat pengembalian yang diper-

lukan. Selanjutnya, kenaikan pada tingkat

suku bunga mengarahkan para investor

untuk mengubah stuktur investasinya dari

pasar modal kepada pasar uang pendapa-

tan tetap (Surat Utang Negara, Obligasi).

Sebaliknya, penurunan suku bunga akan

menyebabkan kenaikan pada nilai saat ini

dari dividen masa mendatang

(Hashemzadeh dan Taylor, 1988). Tingkat

suku bunga dianggap sebagai salah satu

faktor yang sangat berpengaruh terhadap

harga saham (Modigliani and Chon, 1979).

Volatilitas nilai tukar valas adalah salah

satu sumber utama pada ketidakpastian

makroekonomi yang mempengaruhi perus-

ahaan. Setelah liberalisasi keuangan dan

deregulasi serta adopsi rezim nilai tukar

mengambang, banyak negara-negara

dihadapkan pada permasalahan volatilitas

nilai tukar valuta asing.

Di sisi lain, nilai tukar valas

mempengaruhi nilai perusahaan terutama

karena arus kas mendatang perusahaan

akan berubah-ubah sesuai dengan fluktuasi

nilai tukar valas. Luehrman (1991) menya-

takan bahwa depresiasi mata uang suatu

negara mempengaruhi tingkat kompetitif

perusahaan-perusahaan dalam kompetisi

internasional perihal kenaikan dalam per-

mintaan bahan baku ekspornya. Adler dan

Dumas (1984) menyatakan bahwa meski

operasional perusahaan tersebut di dalam

negeri, ia dapat dipengaruhi oleh fluktuasi

nilai tukar valas baik pada harga input dan

output-nya. Pada saat yang sama, apabila

terjadi denominasi nilai tukar pada negara

tujuan impor, semakin lemah nilai tukar

mata uang negara pengimpor secara lang-

sung berpengaruh negatif terhadap kenai-

kan biaya impor barangnya. Namun sudut

pandang tersebut diatas pun tidak selalu

mutlak sifatnya, bila dikaitkan dengan

dinamika pasar modal karena kenyataann-

ya, pergerakan antara indeks harga saham

gabungan dan SBI pun tidak selalu berla-

wanan arah. Pada periode Juni 2004 hingga

Page 7: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

92

Juni 2006 misalnya, terlihat anomali bahwa

kedua indikator ini bergerak searah.

Dengan kata lain kenaikan pada SBI juga

tidak selalu direspon negatif oleh para

pelaku di pasar saham.

Di sisi lain, secara teoretis, investasi

pada saham dapat memberikan perlin-

dungan nilai yang baik dari pengaruh

inflasi karena saham merupakan klaim ter-

hadap sejumlah aset riil. Teori tersebut

dikemukakan antara lain oleh Bodie (1976)

serta Fama dan Schwert (1977). Berdasar-

kan teori tersebut, tingkat pengembalian

riil dari saham seharusnya tidak ter-

pengaruh oleh perubahan harga barang

dan jasa. Berlawanan dengan harapan dari

teori tersebut, kenyataan empiris di Ameri-

ka Serikat (AS) menunjukkan bahwa inflasi

dan tingkat pengembalian investasi pada

saham berkorelasi secara negatif dalam arti

inflasi yang sangat tinggi cenderung dis-

ertai dengan tingkat pengembalian inves-

tasi pada saham yang rendah. Kenyataan

empiris di AS pada periode 1953-1971 ter-

sebut dikemukakan Fama (1981) dengan

menggunakan hipotesa pendekatan ( )

yang menjelaskan bahwa karena tingkat

pengembalian investasi pada saham berko-

relasi positif dengan aktivitas ekonomi riil

dan aktivitas ekonomi riil berkorelasi

negatif dengan perubahan harga-harga ba-

rang dan jasa (inflasi), maka tingkat

pengembalian investasi pada saham berko-

relasi negatif dengan inflasi. Hipotesa ter-

sebut menyiratkan bahwa tingkat pengem-

balian investasi pada saham lebih erat

terkait dengan aktivitas ekonomi riil da-

ripada dengan inflasi.

Terkait dengan hal ini, studi yang dil-

akukan oleh Spyrou (2004) menyimpulkan

bahwa di beberapa negara berkembang,

selain Indonesia, kenyataan empiris

menunjukkan bahwa inflasi berkorelasi

secara positif dengan tingkat pengembalian

investasi pada saham. Temuan tersebut

mengindikasikan bahwa dengan tingkat

inflasi yang tinggi dapat diharapkan ting-

kat pengembalian investasi pada saham

yang tinggi pula. Menurut Spyrou (2004),

indikasi tersebut kemungkinan disebabkan

oleh korelasi positif antara inflasi dan ak-

tivitas ekonomi riil di banyak negara

berkembang serta kemungkinan adanya

keterkaitan erat antara kebijakan moneter

dengan kebijakan sektor riil di negara-

negara tersebut.

Pola interaksi antar aktivitas ekonomi

global pun juga seringkali memunculkan

gambaran anomali bila dihadapkan kausali-

tas teoritis dan fakta. Contoh hal ini terjadi

pada awal tahun 2009 dimana nilai tukar

kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang

terus mengalami penurunan mulai dari kis-

aran Rp 10.800 per awal Januari hingga

mencapai Rp 12.000 USD1 per awal Febru-

ari. Meski fenomena pelemahan kurs ini

juga praktis terjadi pada hampir semua

mata uang dunia terhadap dollar AS, tetap

saja ini menimbulkan kekhawatiran. Dunia

usaha masih dihinggapi trauma pelemahan

rupiah sebagaimana terjadi pada krisis

1998. Menurut Prasetiantono (2009), setid-

aknya bisa dipetakan adanya lima faktor

penyebabnya: , dalam setahun ter-

akhir terjadi penurunan hebat arus modal

masuk dari negara-negara maju ke negara-

negara pasar sedang berkembang di Asia.

Pada Januari-Agustus 2008, modal masuk

terpangkas 40 persen, dari 100 miliar dol-

lar AS menjadi 60 miliar dollar AS (World

Bank, Global Economic Prospects 2009:

Commodities at the Crossroads). Modal

asing yang masuk dapat dikategorikan

menjadi tiga jenis, yakni penerbitan ob-

ligasi, penjualan saham, dan pinjaman per-

bankan. Ini belum termasuk penurunan

modal asing langsung. Situasi kian membu-

ruk sejak 15 September 2008 ketika Leh-

man Brothers bangkrut. Investor di New

York, Amerika Serikat, pun kemudian

melakukan konsolidasi. Mereka menarik

dananya dari seluruh dunia untuk menata

ulang portofolionya. Kondisi pasar sedang

berkembang bahkan diperkirakan mengala-

mi defisit aliran modal, berarti lebih ban-

yak modal keluar daripada modal masuk.

Dalam kasus Indonesia, hal itu dapat

dideteksi dari merosotnya cadangan devisa

dari level tertinggi 57 miliar (Juli 2008)

menjadi 51 miliar dollar AS. Repatriasi

modal menyebabkan naiknya permintaan

terhadap dollar AS sehingga kurs dollar AS

menguat. Inilah penjelasan, mengapa dollar

AS justru menguat ketika perekonomian AS

memburuk? Kedua, surplus perdagangan

Indonesia menurun tajam, dari 40 miliar

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 8: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

93

dollar AS (2007 dan 2006) menjadi hanya

11 miliar dollar AS (2008). Surplus 2008

berasal dari ekspor 136 miliar dollar AS

dikurangi impor 125 miliar dollar AS. Ek-

spor mulai melemah sejak Oktober 2008

ketika AS dan seluruh dunia sudah me-

masuki periode krisis. Hal ini juga diikuti

oleh menurunnya impor, seiring dengan

kian mahalnya dollar AS. Menipisnya sur-

plus perdagangan menghilangkan peluang

untuk menambah cadangan devisa. Ketiga,

euforia stimulus fiskal AS. Keputusan un-

tuk menginjeksi stimulus fiskal 787 miliar

dollar AS juga berkorelasi dengan kenaikan

kurs dollar AS. Keempat, sebelum 15 Sep-

tember 2008, banyak mata uang dunia

cenderung terlalu mahal ( ) ter-

hadap dollar AS. Akibatnya, neraca

perdagangan tertekan hebat (defisit). Indo-

nesia kurang lebih punya masalah mirip.

Karena kurs dollar AS terlalu murah

( ), impor melonjak sangat be-

sar. Pada Juli 2008, impor kita mencapai

rekor tertinggi 12,82 miliar dollar AS, pa-

dahal ekspor cuma 12,55 miliar dollar AS.

Akibatnya, terjadi defisit perdagangan

hampir 300 juta dollar AS. kami menduga

hal ini terjadi karena dollar AS underval-

ued, atau sebaliknya rupiah .

Koreksi yang diperlukan adalah kombinasi

antara dollar AS menguat dan rupiah

melemah. Kelima, Bank Indonesia

menurunkan suku bunganya terlalu cepat.

Kebijakan ini memang sangat diperlukan

untuk memacu sektor riil. Namun,

penurunan BI Rate yang terakhir dari 8,75

persen ke 8,25 persen justru dilakukan pa-

da saat rupiah lemah, yakni Rp 11.700 per

dollar AS.

Anomali interaksi antara indikator

moneter dan indeks harga saham gabungan

adalah konsekuensi bagi para pelaku pasar

(sektor riil dan keuangan) dalam menyikapi

dinamika aktivitas perekonomian yang ada,

terlebih bila dikaitkan dengan konteks lib-

eralisasi ekonomi yang seringkali

menghasilkan output yang bertentangan

dengan kausalitas definisi antar indikator.

Pemetaan pada pola pergerakan dinamis

indikator yang dimaksud adalah suatu tan-

tangan dan peluang baik bagi kalangan

akademisi dan praktisi guna menghasilkan

estimasi yang sekomprehensif mungkin

dalam menjelaskan interaksi tersebut.

Berdasarkan pemaparan singkat diat-

as, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Melihat perkembangan indeks harga sa-

ham gabungan, tingkat inflasi, cadangan

devisa, tingkat suku bunga SBI, jumlah

uang beredar, kurs rupiah terhadap

Dolar Amerika Serikat, kurs rupiah ter-

hadap Euro, dan bursa saham asing

Page 9: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

94

(KLSE, STI, PSEI, dan SSE)

2. Mengetahui pengaruh masing-masing

variabel tersebut baik secara simultan

maupun secara parsial terhadap indeks

harga saham gabungan (IHSG).

Globalisasi secara sederhana diartikan

sebagai integrasi perekonomian suatu

negara ke dalam perekonomian dunia

(global). Proses integrasi perekonomian

global itu sendiri, antara lain dicerminkan

oleh adanya liberalisasi perdagangan dan

investasi (ekonomi) (Darwin, 2005).

Gejala globalisasi terjadi dalam

kegiatan finansial, produksi, investasi dan

perdagangan yang kemudian

mempengaruhi tata hubungan ekonomi

antarbangsa. Proses globalisasi itu telah

meningkatkan kadar hubungan saling

ketergantungan antarnegara, bahkan men-

imbulkan proses menyatunya ekonomi

dunia, sehingga batas-batas antarnegara

dalam berbagai praktik dunia usaha atau

bisnis seakanakan dianggap tidak berlaku

lagi (Halwani, 2005). Lebih lanjut Halwani

(2005) menjelaskan bahwa globalisasi

ekonomi ditandai dengan makin menip-

isnya batas-batas investasi atau pasar

secara nasional, regional ataupun inter-

nasional. Hal itu disebabkan oleh adanya

hal-hal berikut ini.

1. Komunikasi dan transportasi yang se-

makin canggih.

2. Lalu lintas devisa yang semakin bebas.

3. Ekonomi negara yang makin terbuka.

4. Penggunaan secara penuh keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif

tiap-tiap negara.

5. Metode produksi dan perakitan dengan

organisasi manajemen yang makin

efisien.

6. Semakin pesatnya perkembangan perus-

ahaan multinasional di hampir seluruh

dunia.

Dua kata kunci di dalam globalisasi

adalah interaksi dan integrasi, yakni in-

teraksi ekonomi antar negara dan tingkat

integrasinya. Interaksi ekonomi antar nega-

ra mencakup arus perdagangan, produksi

dan keuangan, sedangkan integrasi berarti

bahwa perekonomian lokal atau nasional

setiap negara secara efektif merupakan ba-

gian yang tidak otonom dari satu

perekonomian tunggal dunia. Jadi

pengertian integrasi lebih tegas dibanding-

kan interaksi. Berdasarkan kedua kata

kunci tersebut pengertian globalisasi

ekonomi adalah bahwa suatu kondisi di-

mana perekonomian nasional dan lokal ter-

integrasi kedalam satu perekonomian tung-

gal yang bersifat global (Thoha, 2001).

Integrasi ekonomi adalah kebijakan

komersial atau perdagangan yang secara

diskriminatif mengurangi atau mengha-

puskan hambatan-hambatan perdagangan

hanya di antara pihak tertentu saja, yakni

di negara-negara yang memutuskan untuk

bersatu membentuk integrasi ekonomi ter-

sebut.

Menurut Djamalius dalam Hanie

(2006), integrasi ekonomi merupakan pen-

ciptaan struktur perekonomian inter-

nasional yang lebih bebas dengan jalan

menghapuskan semua pembatasan-

pembatasan yang dibuat terhadap beker-

janya perdagangan bebas dan dengan jalan

memasukkan semua bentuk bentuk kerja

sama dan unifikasi. Integrasi dapat dipakai

sebagai alat untuk mengakses pasar yang

lebih besar, menstimulasi pertumbuhan

ekonomi sebagai upaya untuk meningkat-

kan kesejahteraan nasional.

Dalam penelitian ini integrasi IHSG

dengan indeks bursa saham regional

mempunyai arti sebagai penyatuan bursa-

bursa saham dengan menganalisis keterkai-

tan atau hubungannya dilihat dari harga

saham, suku bunga dan tingkat inflasi.

Adapun negara-negara yang akan diteliti

adalah Indonesia, Hongkong dan Singapu-

ra.

Suku bunga, tingkat inflasi dan harga

saham Indonesia memiliki keterkaitan

dengan suku bunga, tingkat inflasi, harga

saham Hongkong dan Singapura. Indeks

Bursa Saham (IHSG) berkorelasi positif dan

negatif dengan Indeks Bursa Regional

(Hangseng dan STI). Adanya penyatuan

atau integrasi ini dapat mempengaruhi per-

tumbuhan pasar modal di masing-masing

negara. Saham di bursa-bursa Asia

melemah terpengaruh anjloknya saham

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 10: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

95

Wall Street. Di Hong Kong, indeks

Hangseng turun dan indeks STI mengalami

penurunan terendah dalam dua tahun tera-

khir mengikuti penurunan indeks Dow

Jones. Menurut para investor, penurunan

tingkat suku bunga bisa mengangkat

ekonomi karena bisa menurunkan harga

barang konsumen (Hariyanto, 2001). Con-

toh lain, menjelang akhir tahun 2006 lalu,

dapat dilihat bahwa Bursa Efek Jakarta ber-

sama dengan bursa Shanghai China dan

Mumbai India merupakan trio bursa di Asia

dengan kinerja paling baik. Ketiganya ber-

sama-sama memecahkan rekor indeksnya

masing-masing. Diketahui bahwa pertum-

buhan indeks sebesar 57.25 persen dicapai

bursa Jakarta, 65.05 persen oleh bursa

Shanghai dan 48.64 persen oleh bursa

Mumbai. Memasuki masa peralihan semes-

ter pertama dan kedua sempat terjadi

penurunan indeks akibat ketidakpastian

tingkat suku bunga global. Tetapi, setelah

itu indeks di BEJ terus melaju dan sempat

mencapai level 1.800. Inflasi yang terken-

dali dan tingkat suku bunga yang terus

menurun membuat optimisme ke lantai

bursa. Dimana para investor tertarik untuk

membeli saham di bursa.

Globalisasi adalah salah satu penyebab

dari korelasi antara IHSG dengan berbagai

indeks yang ada di berbagai belahan dunia.

Investor, baik perseorangan maupun yang

tergabung dalam sebuah dana yang

dikelola oleh seorang manajer investasi,

bisa dengan bebas melakukan alokasi aset

tanpa melihat batas-batas negara. Secara

khusus, fund manager ini membuat IHSG

berhubungan dengan bursa yang lain.

Maraknya pembentukan fund regional yang

menggunakan indeks yang terdiri dari sa-

ham-saham yang ada dalam satu regional

sebagai , adalah penyebab dari

semakin besarnya korelasi antara IHSG

dengan berbagai indeks regional. Manajer

investasi regional bisa dengan bebas me-

masukkan portofolio regionalnya dari satu

negara ke negara yang lain. Manajer inves-

tasi bisa saja keluar dari suatu negara un-

tuk menginvestasikan dana yang dimilikin-

ya selama kedua bursa tersebut masih be-

rada dalam satu regional. Sebagai contoh,

untuk 2006, arus dana asing memang

cenderung untuk keluar dari bursa Korea

dan Taiwan, tapi masih masuk untuk bursa

Indonesia dan India.

Beberapa manajer investasi

menggunakan indeks regional sebagai

dari prestasinya dalam

melakukan investasi. Indeks regional ini

adalah indeks yang komponennya terdiri

dari saham-saham yang terdaftar di bebera-

pa negara. Manajer investasi yang

menggunakan indeks regional sebagai

benchmark bisa jadi cenderung untuk

keluar dari seluruh region apabila terjadi

guncangan di satu negara yang menjadi

tujuan investasinya (Utomo, 2007). Contoh

indeks regional ini adalah MSCI Asia Ex Ja-

pan yang berisi saham-saham yang di-

perdagangkan di bursa utama Asia di luar

Jepang, atau FTSE atau ASEAN 40 Index

yang berisi saham-saham yang ada di bursa

ASEAN. Selain itu Nikkei-225 Bursa Saham

Jepang, Hangseng Bursa Saham Hongkong,

Strait Times Bursa Saham Singapura, SET

Bursa Saham Thailand dan lain-lain.

Variabel yang berhubungan dengan

harga saham adalah tingkat inflasi. Besar

kecilnya laju inflasi akan mempengaruhi

suku bunga riil. Hal ini cukup berpengaruh

bagi instrumen-instrumen pasar modal.

Bila inflasi mengalami kenaikan maka

pemerintah akan berusaha untuk

menurunkannya dengan cara mengen-

dalikan jumlah uang beredar. Hal ini me-

nyebabkan meningkatnya tingkat suku

bunga riil. Dengan meningkatnya tingkat

suku bunga riil maka akan menyebabkan

investor cenderung untuk mengurangi

kegiatan investasinya. Dana investasi akan

cenderung untuk diendapkan dalam ben-

tuk deposito karena tingkat pengembalian

yang ditawarkan deposito lebih besar

dibandingkan dengan tingkat pengem-

balian yang ditawarkan pasar saham.

Dengan berkurangnya transaksi di pasar

saham tersebut maka akan menyebabkan

turunnya harga saham (Vimala, 2005).

↑→

→ ↑→

↓→ ↓

Page 11: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

96

Hubungan antara suku bunga dengan

harga saham dapat dilihat dari hubungan

antara suku bunga dengan investasi. Inves-

tasi sangatlah dipengaruhi oleh tingkat su-

ku bunga. Bila suku bunga mengalami ke-

naikan maka masyarakat cenderung untuk

tidak berinvestasi karena memilih untuk

menanamkan modalnya dalam tabungan

atau deposito. Hal ini dikarenakan dengan

tingkat suku bunga yang tinggi maka ting-

kat pengembalian yang akan diterima akan

lebih tinggi dibandingkan dengan berinves-

tasi dalam pasar modal. Ini menyebabkan

berkurangnya transaksi di pasar modal

terutama pasar saham sehingga akan me-

nyebabkan penurunan harga saham.

Bila hal sebaliknya yang terjadi,

dengan menurunnya tingkat suku bunga

maka akan menyebabkan masyarakat tidak

menanamkan modalnya dalam tabungan

atau deposito. Masyarakat akan menginves-

tasikan modalnya pada instrumen investasi

dengan imbalan hasil yang lebih tinggi dan

salah satu pilihan adalah dengan berinves-

tasi dalam pasar modal. Hal ini menyebab-

kan transaksi pasar modal akan meningkat

dan menyebabkan harga saham ikut men-

galami peningkatan.

Maysami dan Koh (2000) meneliti hub-

ungan demikian di Singapura. Mereka

menemukan bahwa inflasi, pertumbuhan

jumlah uang beredar, perubahan jangka

pendek dan jangka panjang tingkat bunga

dan variasi dalam nilai tukar membentuk

hubungan kointegrasi dengan perubahan

indeks gabungan pasar saham Singapura.

Sementara Islam dan Watanapalachaikul

(2003) menunjukkan, hubungan jangka

panjang yang kuat dan signifikan antara

harga saham dan faktor makro ekonomi

(suku bunga, harga obligasi, kurs mata

uang asing, rasio , kapitalisasi

pasar, dan indeks harga konsumen) selama

1992 sampai 2001 di Thailand.

Wongbangpo dan Sharma (2002)

mengkaji hubungan antara harga saham

dan beberapa faktor makroekonomi di lima

negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipi-

na, Singapura dan Thailand). Temuan

penelitian menyatakan bahwa dalam

jangka panjang harga saham berhubungan

positif terhadap pertumbuhan output, se-

mentara untuk jangka pendek, harga sa-

ham ternyata adalah fungsi masa lalu dan

saat ini dari variabel-variabel mak-

roekonomi.

Maysami dan Sims (2002, 2001a,

2001b) menggunakan teknik pemodelan

untuk menjelaskan hub-

ungan antar variabel makroekonomi dan

tingkat pengembalian saham di Hongkong

dan Singapura (Maysami dan Sim, 2002b)

Malaysia dan Thailand (Maysami dan Sim,

2001a), serta Jepang dan Korea (Maysami

dan Sim, 2001b). Dengan menggunakan

pendekatannya Hendry (1986) yang

memungkinkan dilakukannya deduksi ter-

hadap hubungan jangka pendek antara var-

iabel makroekonomi sebagaimana halnya

penyesuaian jangka panjang terhadap ting-

kat keseimbangan. Mereka menganalisis

pengaruh suku bunga, inflasi, penawaran

uang, nilai tukar dan aktivitas riil secara

bersamaan dengan variabel dummi untuk

menangkap akibat dari krisis keuangan

Asia 1997. Hasil penelitiannya mengkonfir-

masi pengaruh variabel makroekonomi ter-

hadap indeks harga saham gabungan tiap-

tiap negara, meski terjadi perbedaan peri-

hal tipe dan ukuran asosiasi mengacu pada

perbedaan struktur keuangan negara mas-

ing-masing.

Maghyereh (2002) meneliti hubungan

jangka panjang antara harga saham dan

variabel makroekonomi Yordania dipilih,

sekali lagi dengan menggunakan (1988)

kointegrasi Johansen analisis dan data seri

bulanan waktu untuk periode Januari 1987

sampai Desember 2000. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel ekonomi

makro tercermin pada harga saham di

pasar modal Yordania.

Sementara penelitian Omran (2003)

difokuskan pada memeriksa dampak dari

suku bunga riil sebagai faktor kunci pada

kinerja pasar saham Mesir, baik dari segi

aktivitas pasar dan likuiditas. Analisis koin-

tegrasi melalui mekanisme koreksi kesala-

han (ECM) menunjukkan hubungan jangka

panjang dan jangka pendek yang signifikan

antara variabel-variabel, yang menyiratkan

bahwa suku bunga riil berdampak pada

kinerja pasar saham.

Hassan (2003) menggunakan teknik

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 12: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

97

kointegrasi multivariat Johansen (1988,

1991, 1992b) dan (1990) Johansen dan

'Juselius untuk menguji keberadaan hub-

ungan jangka panjang antara harga saham

di kawasan Teluk Persia. Menggunakan

model vektor koreksi kesalahan, ia juga

meneliti jangka pendek dinamika harga

dengan menguji keberadaan dan arah

antarwaktu Granger-kausalitas. Analisis

indeks harga mingguan di Kuwait, Bahrain,

Oman dan saham pasar menunjukkan bah-

wa: (1) harga saham telah berkointegrasi

dengan satu vektor kointegrasi dan dua

tren stokastik umum yang menunjukkan

adanya keseimbangan, stabil jangka pan-

jang hubungan antara mereka, dan (2) har-

ga tidak dipengaruhi oleh perubahan

jangka pendek tetapi bergerak sepanjang

nilai-nilai tren satu sama lain. Oleh karena

itu, informasi tentang tingkat harga akan

sangat membantu untuk memprediksi pe-

rubahan mereka.

Islam (2003) mereplikasi studinya

Maysami dan Sims dalam menjelaskan hub-

ungan penyesuaian dinamik jangka pendek

dan hubungan keseimbangan jangka pan-

jang antara empat variabel makroekonomi

(suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar, dan

produktivitas industri) dan indeks harga

gabungan saham Kuala Lumpur. Kes-

impulan studinya hampir serupa. Terdapat

hubungan yang signifikan jangka pendek

(dinamik) dan jangka panjang

(keseimbangan) secara statistik antara vari-

abel makroekonomi dan tingkat pengem-

balian pasar saham Kuala Lumpur. Ibrahim

(1999) juga meneliti interaksi dinamis anta-

ra indeks gabungan KLSE, dan tujuh varia-

bel makroekonomi (indeks produksi indus-

tri, jumlah uang beredar M1 dan M2, in-

deks harga konsumen, cadangan devisa,

kredit agregat dan nilai tukar). Hasil penga-

matannya menyatakan bahwa variabel mak-

roekonomi berpengaruh terhadap indeks

saham Malaysia, ia menyimpulkan bahwa

pasar saham Malaysia belum efisien secara

informasi. Hasil yang sama juga diperoleh

atas studi yang dilakukan Chong dan Koh

(2003). Mereka menunjukkan bahwa harga

saham, kegiatan ekonomi, suku bunga riil

dan keseimbangan uang riil di Malaysia itu

terkait dalam jangka panjang baik di pra-

dan pasca periode kontrol modal.

Boucher (2004) mempertimbangkan

perspektif baru pada hubungan antara har-

ga saham dan inflasi, dengan mem-

perkirakan tren jangka panjang pada harga

saham riil, sebagaimana tercermin dalam

rasio laba-harga, dan keduanya: ekpektasi

inflasi dan inflasi riil. Mereka mempelajari

peran penyimpangan sementara dari ke-

cenderungan umum dalam rasio laba-harga

dan inflasi riil untuk memprediksi fluk-

tuasi pasar saham. Secara khusus, mereka

menemukan bahwa deviasi ini menunjuk-

kan kemampuan peramalan yang substan-

sial dalam sampel dan di luar sampel un-

tuk keduanya, baik ekspektasi tingkat

pengembalian dan realisasi tingkat

pengembalian serta ekses tingkat pengem-

balian. Selain itu, mereka menemukan bah-

wa variabel ini memberikan informasi ten-

tang tingkat pengembalian saham di masa

depan periode pendek dan menengah yang

tidak ditangkap oleh variabel peramalan

lain yang populer.

Chuang et al. (2007) mengkaji apakah

variabel-variabel makroekonomi, khu-

susnya jumlah uang beredar, dan defisit

APBN yang dianggap memiliki fungsi pent-

ing guna memprediksi harga saham di Tai-

wan, Hongkong, Singapura, dan Korea Se-

latan. Data yang digunakan adalah indeks

harga saham, jumlah penawaran uang, dan

besarnya defisit APBN. Hasil penelitiannya

secara umum konsisten dengan literatur

mengenai makroekonomi. Temuan lainnya

menyatakan bahwa terjadi hubungan kese-

imbangan jangka panjang antara kebijakan

makroekonomi dan harga saham atas

keempat negara tersebut, sementara untuk

periode jangka pendek, harga saham tidak

otomatis langsung menyesuaikan atas pe-

rubahan kebijakan moneter dan fiskal yang

terjadi.

Chen (2008) meneliti apakah variabel-

variabel makroekonomi dapat memprediksi

resesi di pasar saham. Variabel yang

digunakannya antara lain, tingkat

suku bunga, tingkat inflasi, jumlah uang

beredar, agregat output, dan tingkat

pengangguran. Bukti empiris dari data bu-

lanan indeks harga S&P 500 menyatakan

bahwa diantara variabel makroekonomi

yang dipertimbangkan sebagai prediktor

yang memiliki daya penjelas yang memadai

Page 13: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

98

adalah spread kurva imbal hasil dan ting-

kat inflasi berdasarkan kinerja peramalan

sampel yang dilakukan.

Kumar (2008) membangun dan

memvalidasi hubungan jangka panjang

harga saham dengan nilai tukar dan inflasi

dalam konteks India. Ada banyak

penelitian tentang hubungan antara indeks

saham dengan variabel makroekonomi. Hal

ini memberikan latar belakang subyektif

yang kuat untuk menguji adanya hubungan

seperti di India. Penelitian ini terutama di-

tangani dengan metode empiris dengan

menggabungkan teknik statistik yang ber-

beda untuk memeriksa adanya kointegrasi

antara indeks saham (Sensex) dan variabel

lainnya. Ko-integrasi merupakan indikator

yang diterima dengan baik untuk konteks

penjelasan hubungan jangka panjang anta-

ra lebih dari satu variabel .

Penelitian ini mengambil pertimbangan

sepuluh tahun pengalaman ekonomi India

masa lalu yang tercermin ke dalam indeks

saham, indeks harga grosir dan nilai tukar.

Sebuah hubungan kausal tidak dapat diten-

tukan tanpa adanya ko-integrasi antara var-

iabel ekonomi makro yang dipilih.

Gilbert (2008) menganalisis hubungan

antara kejutan pengumuman mak-

roekonomi, tingkat pengembalian intraday

pada indeks S&P 500, dan revisi terhadap

data yang diumumkan. Informasi ini tidak

berhubungan dengan kejutan pengumu-

man awal dan memprediksi revisi masa

depan: Harga meningkat ketika revisi beri-

kutnya akan positif. Pengamatan ini sangat

baik untuk kegiatan nyata dan variabel in-

vestasi seperti gaji non-pertanian, produksi

industri, dan pesanan pabrik. Hasilnya me-

nunjukkan bahwa pelepasan informasi pu-

blik memang berpotensi dalam memicu

agregasi informasi swasta yang lebih

akurat.

Adam dan Tweneboah (2008) meneliti

dampak dari variabel makroekonomi ter-

hadap harga saham dalam indeks saham

Databank. Untuk mewakili pasar saham

dan (a) mengarahkan ke dalam investasi

asing, (b) suku bunga T-Bill (sebagai ukuran

tingkat suku bunga), (c) indeks harga kon-

sumen (sebagai ukuran inflasi), (d) harga

minyak mentah, dan (e) nilai tukar yang

digunakan sebagai variabel makroekonomi.

Mereka menganalisis data kuartalan 1991-

2007 untuk variabel-variabel di atas

dengan menggunakan model co-integrasi,

model vektor koreksi uji kesalahan (VECM).

Hasil penelitiannya menetapkan bahwa ko-

integrasi yang terjadi diantara variabel

makroekonomi dan harga saham di Ghana

menunjukkan adanya hubungan jangka

panjang. Analisis VECM menunjukkan bah-

wa nilai lag dari suku bunga dan inflasi

memiliki pengaruh yang signifikan ter-

hadap pasar saham. Sementara investasi

langsung asing, harga minyak, dan nilai

tukar menunjukkan pengaruh yang lemah

pada perubahan harga.

Manurung (1996) melakukan

penelitian tentang pengaruh variabel mak-

ro, investor asing, bursa yang, telah maju

terhadap indeks BEI. Variabel makro

ekonomi yang dimasukkan ke dalam model

yaitu, tingkat bunga deposito, kurs dolar

Amerika Serikat, defisit transaksi berjalan,

tingkat inflasi, penawaran uang yang

diukur dengan M2, pengeluaran

pemerintah dan produk domestik bruto.

Hasilnya, variabel inflasi tiga bulan, penge-

luaran pemerintah, dan produk domestik

bruto tidak signifikan dalam

mempengaruhi indeks di Bursa Efek Indo-

nesia. Sedangkan, sisanya terbukti

mempengaruhi indeks di Bursa Efek Indo-

nesia.

Pemerintah pun menganggap interaksi

aliran modal yang masuk dan keluar me-

lalui pasar modal dan perdagangan valuta

asing adalah penting, sehingga melalui

BAPEPAM melakukan kajian terhada pola

hubungan interaksi secara jangka pendek

dan jangka panjang. Penelitian yang dil-

akukan BAPEPAM ini bertujuan untuk men-

guji hubungan kointegrasi dan hubungan

kausalitas antara aliran modal asing, perge-

rakan indeks harga saham dan pergerakan

nilai tukar rupiah serta untuk mengetahui

hubungan dinamis diantara ketiga variabel

penelitian tersebut periode 2000-2007. Da-

ta yang digunakan adalah data time series

harian berasal dari Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-

LK), Kustodian Efek Indonesia (KSEI) dan

Bank Indonesia (BI). Teknik analisis

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 14: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

99

menggunakan metode

dan

dalam rerangka VAR ( ).

Variabel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG), Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar

(Kurs) dan . Hasil

penelitian menunjukkan secara empiris

bahwa uji akar unit ( ) dengan

metode (ADF)

menunjukkan bahwa ketiga variabel mem-

iliki atau tidak stasioner pada da-

ta level, namun stasioner pada tingkat

yaitu variabel-variabel tersebut

mempunyai derajat integrasi yang sama

pada I(1). Dari hasil uji Kointegrasi menun-

jukkan bahwa ketiga variabel penelitian

mempunyai hubungan kointegrasi atau

keseimbangan jangka panjang. Dari hasil

uji kausalitas menunjukkan bahwa IHSG

lebih mampu menjelaskan pengaruhnya

terhadap aliran modal asing yang masuk ke

Indonesia, sedangkan aliran modal asing

mampu menjelaskan pengaruhnya ter-

hadap pergerakan nilai tukar rupiah.

Dengan menggunakan multivariate VECM

yang ditunjukkan oleh

maupun

memberikan hasil bahwa aliran modal as-

ing yang masuk ke Indonesia pada periode

penelitian memberikan pengaruh yang pos-

itif terhadap pergerakan indeks harga sa-

ham gabungan, dan juga memberikan

pengaruh yang positif terhadap perubahan

nilai tukar rupiah. Perubahan nilai tukar

rupiah yang menguat/melemah mem-

berikan pengaruh yang positif/negatif ter-

hadap pergerakan indeks harga saham

gabungan. Disamping itu, masing-masing

variabel dapat saling menjelaskan apabila

terjadi kejutan terhadap salah satu varia-

bel.

Menurut Hajiji (2008) perkembangan

nilai indeks harga saham gabungan (IHSG)

dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam

sistem pasar keuangan di Indonesia. IHSG

selama periode penelitian mengalami fluk-

tuasi namun secara umum mengalami ke-

naikan. Suku bunga SBI dan tingkat inflasi

selama periode penelitian mengalami fluk-

tuasi. Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika

juga berfluktuasi namun pergerakannya

cukup stabil. Perkembangan nilai indeks

harga saham gabungan (IHSG) secara simul-

tan dipengaruhi oleh instrumen pasar keu-

angan seperti suku bunga SBI, inflasi dan

kurs Rupiah terhadap Dolar AS. Kurs ber-

pengaruh negatif dan signifikan secara

statistik terhadap IHSG sedangkan suku

bunga SBI dan inflasi juga berpengaruh

negatif tetapi tidak signifikan secara statis-

tik. Hal ini menunjukkan bahwa investor

selama periode penelitian tidak terlalu

memperhatikan pergerakan SBI dan inflasi

namun cenderung lebih memperhatikan

pergerakan Rupiah terhadap Dolar AS. Pe-

rubahan dalam IHSG dapat dijelaskan oleh

kurs Dolar Amerika, suku bunga SBI dan

inflasi sebesar 26,5 persen. Kecilnya

pengaruh faktor-faktor pasar keuangan di

atas dalam mempengaruhi nilai IHSG kare-

na banyak informasi dan faktor-faktor lain

yang juga dijadikan bahan pertimbangan

oleh para investor dalam menanamkan in-

vestasinya di bursa saham.

Penelitian Mansur (2009) bertujuan

untuk menguji pengaruh tingkat suku bun-

ga SBI dan kurs dolar AS terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) di Busa Efek

Jakarta (BEJ). Analisis model yang menun-

jukkan besarnya pengaruh dari dalam

negeri memberikan hasil bahwa secara ber-

sama-sama tingkat suku bunga SBI dan

kurs dolar AS memberikan pengaruh yang

signifikan. Tetapi secara individual me-

nyimpulkan bahwa tingkat suku bunga SBI

dalam periode tahun 2000 sampai 2002

ternyata tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan di BEJ. Pengaruh yang signifikan

diberikan oleh kurs dolar AS dan besarnya

pengaruh kurs dolar AS tehadap IHSG Bur-

sa Efek Jakarta sebesar 51,55 % dengan

arah pengaruh negatif. Artinya apabila ru-

piah terdepresiasi terhadap dolar AS maka

IHSG cenderung akan melemah dan begitu

juga sebaliknya, apabila rupiah terapresiasi

terhadap dolar AS maka IHSG akan men-

galami penguatan. Tidak signifikannya

tingkat suku bunga SBI terjadi karena pada

periode penelitian, yaitu tahun 2000 sam-

pai tahun 2002 terjadi banyak sentimen

diluar variabel yang diteliti. Faktor sen-

timen tersebut berasal dari situasi politik,

ekonomi dan keamanan dalam negeri serta

faktor kebijakan-kebijakan investasi. Misal-

Page 15: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

100

nya di dalam bidang keamanan adanya

konflik di Aceh, Ambon dan Papua, serta

peristiwa bom Bali yang terjadi pada akhir

tahun 2002. Dibidang politik terjadinya

pergantian pimpinan nasional atau presi-

den. Di bidang ekonomi adalah proses re-

strukturisasi dan privatisasi yang terus ber-

jalan sepanjang tahun 2000 sampai tahun

2002. Pengaruh dari variabel-variabel lain

diluar variabel yang diteliti (variabel residu)

tersebut cukup besar kepada IHSG, yaitu

sekitar 48,45%.

Penelitian Frensidy (2009) berusaha

untuk mengetahui pengaruh aliran bersih

asing, kurs dolar Amerika, dan indeks re-

gional (dengan proxy indeks Hang Seng)

terhadap pergerakan IHSG periode Januari

2006 – Oktober 2007. Selain itu, penelitian

ini juga mencoba untuk mencari model

yang paling tepat untuk menjelaskan hub-

ungan variabel-variabel independen di atas

dan perubahan IHSG. Dari hasil perhi-

tungan diperoleh temuan bahwa Aliran ber-

sih dana asing (NFF) mempengaruhi peru-

bahan IHSG secara positif dan signifikan.

Sementara itu, hubungan antara perubahan

kurs dengan perubahan IHSG adalah

negatif dan koefisien hubungan antara pe-

rubahan indeks Hang Seng dengan peru-

bahan IHSG adalah positif. Secara kese-

luruhan, variasi variabel bebas seperti ali-

ran bersih dana asing, perubahan kurs, dan

perubahan indeks Hang Seng me-

nyumbangkan 56,9% variasi variabel peru-

bahan IHSG, cukup signifikan. Semua vara-

bel independen signifikan pada = 1%. Be-

gitu juga dengan nilai F-stastitik untuk

keseluruhan model yang juga signifikan

pada α = 1%.

Studi yang dilakukan Endri (2009) ber-

tujuan untuk menginvestigasi hubungan

dinamis jangka panjang dan jangka pendek

faktor-faktor makroekonomi yang terdiri

dari suku bunga, jumlah uang beredar, nilai

tukar rupiah terhadap dolar Amerika Seri-

kat, dan tingkat inflasi dengan pergerakan

tingkat pengembalian Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan uji kointegrasi data awal

(level) menunjukkan bahwa variabel tingkat

pengembalian IHSG terkointegrasi dengan

variabel bebas makro ekonomi. Atau

dengan kata lain, analisis dari hasil uji sta-

sioneritas terhadap nilai residu membuk-

tikan bahwa antara variabel makro

ekonomi yang terdiri dari suku bunga de-

posito satu bulan, suku bunga Sertifikat

Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai

tukar rupiah terhadap dolar Amerika Seri-

kat dan tingkat inflasi dengan pergerakan

tingkat pengembalian IHSG terdapat kese-

imbangan hubungan jangka. Jadi, variabel

makro ekonomi dapat dikatakan memiliki

pengaruh signifikan terhadap tingkat

pengembalian IHSG atau setiap perubahan

pada variabel makro ekonomi akan

berdampak pada perubahan tingkat

pengembalian IHSG dalam jangka panjang.

Sementara berdasarkan pengujian dengan

menggunakan metode mekanisme koreksi

kesalahan (ECM) menunjukkan bahwa ter-

dapat keseimbangan jangka pendek antara

variabel makro ekonomi dan tingkat

pengembalian IHSG. Implikasinya, variabel

makro ekonomi signifikan dalam

mempengaruhi tingkat pengembalian IHSG

atau setiap perubahan pada variabel makro

ekonomi akan berdampak pada perubahan

tingkat pengembalian IHSG dalam jangka

pendek. Selain itu, dalam jangka pendek

variabel tingkat pengembalian IHSG akan

menurun dan mampu menyesuaikan peru-

bahan variabel makro ekonomi pada satu

periode berikutnya untuk mengoreksi

kesalahan dan menuju keseimbangan

jangka panjang sebesar 91,10%.

Penelitian Witjaksono (2010) bertujuan

untuk mengetahui Pengaruh Tingkat Suku

Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga

Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei

225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG

selama periode 2000-2009. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah

berpengaruh negatif terhadap IHSG. Se-

mentara variabel Harga Minyak Dunia, Har-

ga Emas Dunia, Indeks Nikkei 225 dan In-

deks Dow Jones berpengaruh positif ter-

hadap IHSG. Selain itu diperoleh bahwa

nilai adjusted R square adalah 96.1 persen.

Ini berarti 96.1 persen pergerakan IHSG

dapat diprediksi dari pergerakan ketujuh

variabel independen tersebut.

Penelitian yang dilakukan Novianto

(2011) bertujuan untuk menganalisis

bagaimana pengaruh variabel nilai tukar

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 16: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

101

(kurs) dolar Amerika, tingkat suku bunga

SBI, inflasi, dan jumlah uang beredar ter-

hadap variabel IHSG (Indeks Harga Saham

Gabungan) di Bursa Efek Indonesia secara

parsial dan simultan. Berdasarkan hasil,

diperoleh hasil bahwa secara simultan

keempat variabel berpengaruh signifikan

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Secara

parsial variabel nilai tukar (kurs) rupiah

dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh

signifikan. Sedangkan variabel inflasi dan

tingkat suku bunga SBI tidak signifikan.

Studi yang dilakukan Aso (2011) ber-

tujuan untuk mencoba meneliti tentang

keterkaitan antara indikator ekonomi mak-

ro terhadap pergerakan Indeks Harga Sa-

ham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta

(BEJ). Dari hasil uji empiris diperoleh kes-

impulan bahwa indikator ekonomi makro

(tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi,

nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan

jumlah uang beredar dalam arti luas) mem-

iliki pengaruh yang signifikan terhadap

IHSG. Temuan penelitian lainnya, yakni: a)

dalam jangka pendek seluruh variabel indi-

kator ekonomi makro berpengaruh signif-

ikan terhadap IHSG. Untuk variabel tingkat

suku bunga SBI, tingkat inflasi, nilai tukar

rupiah terhadap dolar memiliki hubungan

negatif terhadap IHSG dalam jangka pen-

dek. Sedangkan untuk variabel jumlah

uang beredar berpengaruh terhadap IHSG

dalam arah positif; b) dalam jangka pan-

jang, variabel jumlah uang beredar dalam

arti luas tidak berpengaruh terhadap IHSG.

Sedangkan variabel tingkat suku bunga SBI

dan tingkat inflasi memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap IHSG dengan arah yang

serupa pada jangka pendek. Variabel nilai

tukar rupiah berpengaruh signifikan ter-

hadap IHSG dengan arah yang berbeda sep-

erti pada jangka pendek, arah pengaruh

variabel nilai tukar rupiah dalam jangka

panjang adalah positif.

Perumusan hipotesis dalam uji

penelitian ini adalah sebagai berikut.

H1 Tingkat inflasi berpengaruh negatif

dengan IHSG

H2 Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia

berpengaruh negatif dengan IHSG

H3 Jumlah uang yang beredar ber-

pengaruh positif dengan IHSG

H4 Nilai tukar rupiah terhadap dolar

Amerika Serikat berpengaruh negatif

dengan IHSG

H5 Nilai tukar rupiah terhadap euro Uni-

Eropa berpengaruh positif dengan

IHSG

H6 Cadangan devisa berpengaruh positif

dengan IHSG

H7 Indeks pasar Kuala Lumpur berpenga-

ruh negatif dengan IHSG

H8 Indeks pasar Singapura berpengaruh

negatif dengan IHSG

H9 Indeks pasar Filipina berpengaruh pos-

itif dengan IHSG

H10 Indeks pasar Shanghai berpengaruh

positif dengan IHSG

Populasi dalam penelitian ini

menggunakan indikator moneter Indonesia

dan indeks gabungan pasar modal Negara-

negara asia-pasifik perusahaan. Adapun

pengambilan sampel menggunakan metode

judgment sampling, yaitu pemilihan sam-

pel berdasarkan pada kriteria-kriteria ter-

tentu. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan data sekunder berupa data

bulanan periode Januari 2003 sampai

dengan Desember 2010. Data makro

ekonomi diperoleh dari Statistik Ekonomi

Keuangan Indonesia yang dipublikasikan

oleh Bank Indonesia. Sedangkan, data IHSG,

indeks pasar Kuala Lumpur (KLSE), indeks

pasar Singapura (STI), indeks pasar Filipina

(PSEI), dan indeks pasar Shanghai-RRC (SSE)

diperoleh dari website bursa efek Indonesia

(BEI), dan yahoo.finance.com.

Uji akar-unit digunakan untuk menge-

tahui proses stasioner variabel yang

digunakan. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian adalah

menggunakan model persamaan kointe-

grasi dan .

Karena yang digunakan adalah data

runtun waktu, maka penting diketahui

apakah setiap variabel yang digunakan

merupakan sebuah proses yang stasioner

( ). Yaitu, apakah kovarian

Page 17: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

102

antara dua elemen dalam variabel hanya

tergantung pada perbedaan jarak waktu

antara keduanya, sehingga variabel

tersebut mempunyai rataan yang konstan

( ) dan varian yang tertentu /

( ). Hal ini dikarenakan

seringkali dijumpai hasil persamaan regresi

yang memiliki nilai tinggi, akan tetapi

sesungguhnya tidak terdapat hubungan

antara variabel bebas dan variabel tak

bebasnya. Oleh karena itu, perlu diuji

stationaritas dari variabel-variabel yang

terlibat. Untuk mengetahui stasionaritas

dilakukan dengan uji akar unit (

). Data runtun waktu disebut tidak

stasioner jika mempunyai akar unit. Uji

stasioneritas ini juga dipakai sebagai dasar

untuk menentukan perlu tidaknya ,

serta lamanya tersebut. Pengujian

akar unit dilakukan dengan menggunakan

. Pendekatan

ADF mengontrol korelasi dengan orde lebih

tinggi dengan cara menambahkan

dari variable tak bebas

pada sisi kanan regresi yang hasilnya

sebagaimana persamaan di bawah ini:

.. (1)

adalah runtun waktu yang akan di

uji. dihitung dari , dimana

merupakan jumlah observasi. Runtun

waktu yang tidak stasioner (menggandung

sebuah akar unit), sebelum diintegrasikan

harus diuji derajat integrasinya lebih

dahulu untuk melihat pada tingkat berapa

variable-variable tersebut akan terjadi

stasioner. Untuk menguji persamaan (3.5)

digunakan nilai kritis

(ADF) dibandingkan hasil t-statistik.

Jika nilai γ negatif dan signifikan, serta nilai

absolute t-statistik masih lebih besar dari

nilai ADF berarti runtun waktu tersebut

dikatakan stasioner I(0). Sedangkan jika

runtun waktu belum stasioner maka

dilakukan uji akar unit pada perbedaan

tingkat kedua dengan menggunakan

persamaan:

.. (2)

Jika variable stasioner pada perbe-

daan tingkat kedua maka variable ber-

integrasi pada I. Dalam proses pengujian,

proses dengan menggunakan persamaan 1

disebut proses uji pada , se-

dangkan proses dengan menggunakan per-

samaan 2 disebut proses uji

.

Menurut Nachrowi dan Usman (2006)

model persamaan kointegrasi

(Cointegration) dapat digunakan jika dalam

pengujian kointegrasi masing-masing varia-

bel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),

tingkat inflasi (INFLASI), Sertifikat Bank In-

donesia (SBI3M

), jumlah uang beredar

(JUBM2

), nilai tukar rupiah terhadap dolar

Amerika Serikat (IDRUSD

), nilai tukar rupiah

terhadap euro Uni-Eropa (IDREUR

), cadangan

devisa (CadDev), Indeks Harga Saham

Gabungan Kuala Lumpur (KLSE), Indeks

Harga Saham Gabungan Singapura (STI),

Indeks Harga Saham Gabungan Manila

(PSEI), dan Indeks Harga Saham Gabungan

Shanghai (SSE) saling terintegrasi pada or-

do 0 atau dinotasikan I(0). Dalam

ekonometrika variabel yang saling terkoin-

tegrasi dikatakan dalam kondisi memiliki

keseimbangan jangka panjang (

) (Gujarati 2003). Bila kita dapat

membuktikan bahwa seluruhnya terkointe-

grasi, maka kita dapat menyimpulkan bah-

wa regresi tersebut bukanlah regresi palsu,

tetapi regresi yang terkointegrasi. Dengan

demikian, interprestasi dengan

menggunakan model di atas tidak akan me-

nyesatkan khususnya untuk analisis jangka

panjang.

Model persamaan kointegrasi

digunakan untuk mengestimasi keseim-

bangan antara variabel makro ekonomi dan

IHSG dalam jangka panjang. Berikut ini

disajikan model persamaan kointegrasi an-

tar variabel makro ekonomi (variabel inde-

penden) dan IHSG (variabel dependen) yai-

tu:

(3)

k

j

tjtjtt yyy1

1.

k

j

tjtjtt yyy1

2

1

2 .

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 18: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

103

Persamaan tersebut dapat dituliskan

kembali sebagai berikut.

.. (4)

Jika μ1 stasioner, maka „IHSG, INFLASI,

SBI3M

, JUBM2

, IDRUSD

, IDREUR

, CadDev, KLSE,

STI, PSEI, dan SSE dikatakan terkointegrasi.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena trend

IHSG, INFLASI, SBI3M

, JUBM2

, IDRUSD

, IDREUR

,

CadDev, KLSE, STI, PSEI, dan SSE saling

menghilangkan, sehingga variabel yang tid-

ak stasioner tersebut dapat menghasilkan

residual yang stasioner. Parameter yang

didapat disebut dengan parameter kointe-

grasi dan regresi yang didapat disebut

dengan parameter kointegrasi dan regresi

yang didapat disebut dengan regresi koin-

tegrasi.

Pada model koreksi kesalahan ini,

pergerakan jangka pendek variabel-variabel

dalam sistem dipengaruhi oleh deviasi dari

keseimbangan. Koreksi kesalahan ini meru-

pakan hasil yang diperoleh dari residual

estimasi persamaan kointegrasi.

Model ECM untuk melihat hubungan

jangka pendek antara variabel makro

ekonomi dan return IHSG yang dihasilkan

dari model persamaan kointegrasi (6) ada-

lah sebagai berikut.

μi-1 adalah kesalahan kointegrasi lag

1, atau secara matematis dituliskan, se-

bagai berikut.

Dari model yang terbentuk diatas

dapat terlihat bahwa hubungan perubahan

INFLASI, SBI3M

, JUBM2

, IDRUSD

, IDREUR

, CadDev,

KLSE, STI, PSEI, dan SSE terhadap „RIHSG‟‟

dalam jangka panjang akan diseimbangkan

oleh sebelumnya. Dari persamaan

diatas, ΔINFLASI, ΔSBI3M

, ΔJUBM2

, ΔIDRUSD

,

ΔIDREUR

, ΔCadDev, ΔKLSE, ΔSTI, ΔPSEI, dan

ΔSSE menggambarkan „gangguan‟ jangka

pendek dari INFLASI, SBI3M

, JUBM2

, IDRUSD

,

IDREUR

, CadDev, KLSE, STI, PSEI, dan SSE,

dan error kointegrasi merupakan

penyesuaian menuju keseimbangan jangka

panjang. Dengan demikian, jika koefisien

α11

signifikan, maka koefisien tersebut akan

menjadi penyesuaian bila terjadi fluktuasi

variabel-variabel yang diamati menyimpang

dari „hubungan‟ jangka panjangnya.

Indonesia sebagai salah satu negara

dalam kelompok mem-

iliki kaitan antara inflasi bulanan dan

kinerja bulanan indeks harga saham gabun-

gan yang menarik untuk dikaji. Grafik 2

menunjukkan pola kaitan tersebut dengan

inflasi bulanan untuk setiap bulan yang

diurutkan secara naik dalam periode Janu-

ari 2003 sampai dengan Desember 2010.

Dalam periode bulan ketika harga-harga

barang dan jasa naik dengan laju yang ting-

gi, tingkat pengembalian tahunan dari in-

vestasi pada saham cenderung memburuk

hingga mencapai kerugian sebesar 18,38

persen persen ketika inflasi bulanan men-

capai titik tertinggi di bulan November

2005. Secara keseluruhan dalam periode

Januari 2003 sampai dengan Desember

2010. Rata-rata tingkat pengembalian in-

vestasi saham dan tingkat inflasi bulanan

dalam periode tersebut adalah berturut-

turut sebesar 2,66%, dan 7,91 persen.

Menariknya investasi dalam bursa saham

juga didorong oleh rendahnya suku bunga

penyimpanan di perbankan. Suku bunga

penyimpanan tersebut dapat dilihat dari

dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku

bunga penyimpanan nominal adalah suku

bunga penyimpanan per tahun yang dipu-

blikasikan oleh bank-bank setiap harinya,

sedangkan suku bunga penyimpanan riil

adalah suku bunga nominal dikurangi den-

gan laju inflasi pada saat yang bersangku-

tan. Secara teoretis, apabila suku bunga

Page 19: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

104

penyimpanan riil di suatu negara mengala-

mi penurunan, maka investasi di bursa sa-

ham menjadi lebih menarik karena investor

cenderung untuk mencari tingkat pen-

gembalian yang lebih tinggi. Contoh hubun-

gan antara inflasi, suku bunga penyimpa-

nan riil perbankan, dan tingkat pengemba-

lian investasi pada bursa saham dapat di-

lihat secara kronologis dari Januari 2003

sampai dengan Desember 2010. Hal yang

menarik untuk diamati adalah ketika suku

bunga bank Indonesia berada pada tingkat

yang sangat rendah dalam area positifnya

(6,26%) dan laju inflasi berada di bawah

angka enam persen (Juni 2009, 3,65%), in-

vestasi pada saham memberikan tingkat

pengembalian yang sangat menarik. Hal

lain yang juga menarik adalah ketika suku

bunga bank indonesia melebihi laju inflasi,

investasi di bursa saham juga memberikan

tingkat pengembalian yang sangat menarik

(Januari 2003 – Februari 2005), kecuali pa-

da periode Maret-April 2005 dimana ting-

kat inflasi lebih tinggi dibanding tingkat

SBI. Pola tersebut kembali terjadi pada Mei-

September 2005, Oktober 2006-Februari

2008 (rata-rata tingkat pengembalian bu-

lanan sebesar 3,55%), dan Desember 2008-

November 2010 (rata-rata tingkat pengem-

balian bulanan sebesar 4,65%). Keterkaitan

inflasi, SBI dan kinerja IHSG dalam periode

Januari 2003 sampai dengan Desember

2010 mengindikasikan bahwa investasi pa-

da saham dapat diharapkan untuk mem-

berikan tingkat pengembalian yang lebih

menarik dibandingkan dengan penyim-

panan uang di bank. Namun, perlu diingat

bahwa investasi di bursa saham adalah in-

vestasi yang mengandung risiko, Sebagai

contoh, IHSG yang ditutup di level tertinggi

pada Desember 2010 (3703,51) mengalami

peningkatan tingkat pengembalian sebesar

4,88 persen dibanding bulan November

yang sebesar 3531,12, meski pada saat

yang sama, terjadi kenaikan laju inflasi

(11,64 basis point) dan SBI (0,78 basis

point).

Berdasarkan pengujian stasioner ter-

hadap seluruh variabel dengan

menggunakan unit root ADF-test mem-

berikan hasil bahwa kecuali variabel M2

dan SSE (baru stasioner pada perbedaan

kedua), seluruh variabel stasioner pada

tingkat perbedaan pertama..

Pengujian kointegrasi dilakukan

dengan menggunakan prosedur Engel-

Granger. Dimana sebelum dilakukan pen-

gujian dilakukan estimasi terhadap model

dengan menggunakan regresi linier biasa

(OLS). Residu dari hasil estimasi akan dil-

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 20: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

105

akukan dengan menggunakan teknik koin-

tegrasi.

Dari estimasi OLS diperoleh residunya

untuk dilakukan pengujian kointegrasi

dengan menggunakan unit root ADF-test.

Hasilnya menunjukkan bahwa residual

model estimasi adalah stasioner, yang

artinya diantara variabel-variabel yang di-

masukkan ke dalam model adalah terkoin-

tegrasi, sehingga hasil OLS sebelumnya

(tabel 2) merupakan persamaan jangka

panjangnya. Selanjutnya untuk mem-

peroleh persamaan jangka pendek dari per-

samaan jangka panjangnya, maka dil-

akukan dengan

(ECM). Estimasi terhadap ECM dilakukan

dengan cara memasukkan variabel ke da-

lam model dalam bentuk perbedaan per-

tama dan memasukkan residual periode

sebelumnya dari hasil model estimasi OLS.

Hasil ECM merupakan pergerakan dalam

jangka pendeknya, namun tetap dalam

kerangka alur jangka panjangnya. Atau

dengan kata lain, analisis dari hasil uji sta-

sioneritas terhadap nilai residu membuk-

tikan bahwa antara variabel makro

ekonomi yang terdiri dari tingkat inlasi D

(INFLASI), suku bunga Sertifikat Bank Indo-

nesia 3 bulan D(SBI-3M), jumlah uang

beredar D(JUB-M2), nilai tukar rupiah ter-

hadap dolar Amerika Serikat D(IDR_USD),

dan nilai tukar rupiah terhadap euro Uni-

Eropa tingkat inflasi D(IDR_EUR), cadangan

devisa, bursa asing (D(KLSE), D(STI), D

(PSEI), D(SSE-CHINA)) (lihat tabel 4) dengan

pergerakan IHSG, D(IHSG) terdapat hub-

ungan atau keseimbangan jangka panjang

pada pengujian dengan data bentuk level.

Dengan demikian, hasil uji kointegrasi

dengan bentuk level sesuai dengan pern-

VARIABEL Tingkat Level Tk. Perbedaan I

t-Stat Prob t-Stat Prob

IHSG 0.27 0.9754 -6.46 0.0000

SBI-3M -1.98 0.2949 -3.36 0.0157

INFLASI -1.60 0.4767 -6.89 0.0000

JUB (M2) 2.43 1.0000 0.2886

IDR-USD -2.37 0.1541 -6.49 0.0000

IDR-EURO -1.27 0.6375 -6.77 0.0000

CAD.DEVISA 2.33 1.0000 -6.94 0.0000

KLSE 1.3 0.9984 -8.38 0.0000

STI 0.87 0.9945 -7.76 0.0000

PSEI 1.08 0.9971 -8.93 0.0000

SSE-CHINA -1.16 0.6863 0.6347

Perbedaan II t-Stat Prob

JUB (M2) -8.72 0.0000

SSE-CHINA -10.04 0.0000

Tabel 1. Hasil Uji Stasioner

C 1165.837 615.0530 1.895506 0.0614 INFLASI 0.946714 12.69646 0.074565 0.9407 SBI_3M -47.04367 30.16168 -1.559716 0.1225 JUB-M2 0.000813 0.000285 2.850453 0.0055

IDR_USD -0.307341 0.082619 -3.719971 0.0004 IDR_EUR 0.117301 0.057817 2.028826 0.0456 CADDEV 0.036370 0.009982 3.643418 0.0005

KLSE 2.127860 0.444980 4.781919 0.0000 STI -1.207955 0.221114 -5.463035 0.0000 PSEI 0.010481 0.214953 0.048761 0.9612

SSE-CHINA 0.037415 0.071065 0.526495 0.5999

R-squared 0.951765 Mean dependent var 1657.919

Adjusted R-squared 0.946091 S.D. dependent var 859.9068 Log likelihood -638.8501 F-statistic 167.7216

Durbin-Watson stat 0.832409 Prob(F-statistic) 0.000000

Tabel 2. Estimasi OLS

Page 21: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

106

yataan yang dikemukakan oleh Gujarati

(2003); Nachrowi dan Usman (2006) bah-

wasanya kombinasi linear yang bersifat sta-

sioner dapat terjadi diantara dua variabel

yang masing-masing tidak stasioner atau

mengikuti pola . Apabila hal

yang demikian terjadi kesepuluh variabel

tersebut dikatakan saling terintegrasi.

Hasil regresi sebelumnya pada data

awal menunjukkan hubungan positif ter-

jadi antara inflasi, jumlah uang beredar

(M2), nilai tukar rupiah terhadap euro, ca-

dangan devisa, bursa saham Malaysia, bur-

sa saham Filipina, bursa saham Shanghai

dan IHSG dan hubungan negatif terjadi an-

tara nilai tukar rupiah terhadap dolar

Amerika, bursa saham Singapura, dan

IHSG. Dari hasil perhitungan empiris juga

diperoleh temuan bahwa, jumlah uang

beredar (M2), nilai tukar rupiah terhadap

euro, cadangan devisa, bursa saham Malay-

sia memiliki pengaruh signifikan yang posi-

tif terhadap IHSG. Sementara nilai tukar

rupiah terhadap dolar Amerika, indeks

gabungan bursa saham Singapura ber-

pengaruh negatif terhadap IHSG Indonesia.

Kemudian, hasil penelitian menggunakan

metode ECM hanya menghasilkan tiga vari-

abel yang memiliki pengaruh signifikan

terhadap indeks harga saham gabungan,

yakni: nilai tukar rupiah terhadap dolar

Amerika, cadangan devisa, dan indeks har-

ga saham gabungan Filipina.

Inflasi adalah ukuran ekonomi yang

memberikan gambaran tentang pening-

katan harga rata-rata barang dan jasa yang

diproduksi oleh sistem perekonomian.

Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan

daya beli masyarakat menurun dan dapat

mendorong timbulnya resesi. Mening-

katnya inflasi secara relatif adalah sinyal

negatif bagi investor di pasar modal. Hal

tersebut karena inflasi akan meningkatkan

pendapatan dan biaya perusahaan. Jika

peningkatan biaya faktor-faktor produksi

lebih tinggi dari peningkatan harga yang

dapat dinikmati oleh perusahaan, maka

profitabilitas akan menurun. Meningkatnya

laju inflasi akan menyebabkan para inves-

tor enggan untuk menginvestasikan

dananya dalam bentuk saham, mereka

cenderung untuk memilih investasi dalam

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.828761 0.0001

Test critical values: 1% level -3.500669 5% level -2.892200 10% level -2.583192

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.743766 12.89911 0.212710 0.8321

D(INFLASI) -5.668488 8.538134 -0.663902 0.5086

D(SBI_3M) -47.45460 31.63361 -1.500132 0.1374

D(JUB-M2) 0.000236 0.000392 0.603571 0.5478

D(IDR_USD) -0.154878 0.059372 -2.608620 0.0108

D(IDR_EUR) 0.051037 0.039838 1.281111 0.2037

D(CAD-DEV) 0.029200 0.007081 4.123887 0.0001

D(KLSE) -0.070766 0.313749 -0.225551 0.8221

D(STI) -0.090534 0.138599 -0.653211 0.5154

D(PSEI) 0.277384 0.115090 2.410155 0.0182

D(SSE-CHINA) 0.029294 0.053198 0.550673 0.5833

RESID01(-1) -0.092754 0.068386 -1.356332 0.1787

R-squared 0.470250 Mean dependent var 34.89547

Adjusted R-squared 0.400042 S.D. dependent var 130.9796

Log likelihood -567.2464 F-statistic 6.697968

Durbin-Watson stat 1.800011 Prob(F-statistic) 0.000000

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 22: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

107

bentuk logam mulia atau real estate, jenis

ini dapat melindungi investor dari kerugian

yang disebabkan inflasi. Dari hasil empiris,

diperoleh hasil bahwa memang secara

jangka pendek, meningkatnya inflasi akan

menyebabkan penurunan angka indeks

harga saham gabungan, namun dalam

jangka panjang, justru kenaikan inflasi,

, justru akan meningkatkan

indeks harga saham gabungan. Secara par-

sial tingkat inflasi tidak berpengaruh sig-

nifikan terhadap indeks harga saham

gabungan baik dalam jangka pendek atau-

pun jangka panjang. Dari hasil tersebut

penelitian ini mendukung penelitian sebe-

lumnya yang dilakukan oleh Manurung

(1996), Novianto (2011), dan Hajiji (2008)

serta Aso (2011) untuk hasil empiris jangka

pendek, sedang pada hasil empiris jangka

panjang, penelitian berbeda dengan studi

yang dilakukannya. Dengan kata lain, pada

jangka panjang, kenaikan inflasi akan

menurunkan capital gain yang menyebab-

kan berkurangnya keuntungan yang di-

peroleh investor. Di sisi perusahaan, ter-

jadinya peningkatan inflasi, dimana pen-

ingkatannya tidak dapat dibebankan kepa-

da konsumen, dapat menurunkan tingkat

pendapatan perusahaan. Hal ini berarti risi-

ko yang akan dihadapi perusahaan akan

lebih besar untuk tetap berinvestasi dalam

bentuk saham, sehingga permintaan ter-

hadap saham menurun. Inflasi dapat

menurunkan keuntungan suatu perusahaan

sehingga sekuritas di pasar modal menjadi

komoditi yang tidak menarik. Dalam

jangka pendek, hubungan negatif inflasi

dengan harga saham berarti terdapat pelu-

ang bagi perusahaan untuk memperoleh

profitabilitas lebih besar karena harga ba-

han baku menjadi lebih murah dengan

asumsi harga penjualan tetap atau bahkan

naik.

Perubahan tingkat suku bunga SBI

akan memberikan pengaruh bagi pasar

modal dan pasar keuangan. Apabila tingkat

suku bunga naik maka secara langsung

akan meningkatkan beban bunga. Perus-

ahaan yang mempunyai yang ting-

gi akan mendapatkan dampak yang sangat

berat terhadap kenaikan tingkat bunga. Ke-

naikan tingkat bunga ini dapat mengurangi

profitabilitas perusahaan sehingga dapat

memberikan pengaruh terhadap harga sa-

ham perusahaan yang bersangkutan. Selain

kenaikan beban bunga, tingkat suku bunga

SBI yang tinggi dapat menyebabkan inves-

tor tertarik untuk memindahkan dananya

ke deposito. Hal ini terjadi karena kenaikan

tingkat suku bunga SBI akan diikuti oleh

bank-bank komersial untuk menaikkan

tingkat suku bunga simpanan. Apabila ting-

kat suku bunga deposito lebih tinggi dari

tingkat pengembalian yang diharapkan

oleh investor, tentu investor akan menga-

lihkan dananya ke deposito. Terlebih lagi

investasi di deposito sendiri merupakan

salah satu jenis investasi yang bebas risiko.

Pengalihan dana oleh investor dari pasar

modal ke deposito tentu akan mengakibat-

kan penjualan saham besar-besaran sehing-

ga akan menyebabkan penurunan indeks

C 1165.84 0.061 2.74 0.832

INFLASI 0.9467 0.941 -5.6685 0.509

SBI_3M -47.0437 0.123 -47.4546 0.137

JUB-M2 0.0008 0.006 0.0002 0.548

IDR_USD -0.3073 0.000 -0.1549 0.011

IDR_EUR 0.1173 0.046 0.0510 0.204

CADDEV 0.0364 0.001 0.0292 0.000

KLSE 2.1279 0.000 -0.0708 0.822

STI -1.2080 0.000 -0.0905 0.515

PSEI 0.0105 0.961 0.2774 0.018

SSE-CHINA 0.0374 0.600 0.0293 0.583

Adj.R2 94.61% 40.00% Sig.F 0.000 0.000

Page 23: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

108

harga saham. Bagi masyarakat sendiri, ting-

kat suku bunga yang tinggi berarti tingkat

inflasi di negara tersebut cukup tinggi.

Dengan adanya inflasi yang tinggi akan me-

nyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi

riil masyarakat sebab nilai uang yang di-

pegang masyarakat berkurang. Ini akan me-

nyebabkan konsumsi masyarakat atas ba-

rang yang dihasilkan perusahaan akan

menurun pula. Hal ini tentu akan mengu-

rangi tingkat pendapatan perusahaan se-

hingga akan mempengaruhi tingkat keun-

tungan perusahaan, yang pada akhirnya

akan berpengaruh terhadap harga saham

perusahaan tersebut. Dari hasil empiris,

diperoleh hasil bahwa tingkat SBI-3 bulan

berpengaruh negatif, namun tidak signif-

ikan terhadap indeks harga saham gabun-

gan baik dalam jangka pendek dan jangka

panjang. Ini berarti jika tingkat SBI (3M)

mengalami kenaikan, otomatis menyebab-

kan suku bunga bank naik. Hal ini cender-

ung mendorong investor untuk menyimpan

uangnya di bank daripada menginvestasi-

kan uangnya dalam pasar modal (membeli

saham). Meski hasil empiris juga menya-

takan bahwa naik turunnya SBI-3M ini tidak

memiliki pengaruh yang signifikan ter-

hadap IHSG baik secara jangka pendek atau

jangka panjang. Hasil penelitian ini sepend-

apat dengan penelitian yang dilakukan

Novianto (2011), Hajiji (2008), dan Mansur

(2009) .

Dalam pengertian luas uang yang

beredar (M2) meliputi mata uang dalam

peredaran, uang giral, uang kuasi. Uang

kuasi terdiri dari deposito berjangka, ta-

bungan dan rekening (tabungan) valuta as-

ing milik swasta domestik. Uang beredar

menurut pengertian luas ini dinamakan

juga likuiditas perekonomian. Berdasarkan

hasil empiris diperoleh hasil bahwa kenai-

kan jumlah uang beredar secara jangka

pendek , akan meningkatkan

indeks harga saham gabungan sebesar

0,024%, dimana dalam jangka panjang pen-

ingkatannya bertambah menjadi sekitar

0,081%. Dalam jangka pendek berpengaruh

perubahan jumlah uang yang beredar tidak

signifikan terhadap fluktuasi indeks harga

saham gabungan. Baru pada jangka pan-

jang, perubahan tersebut berpengaruh sig-

nifikan. Hasil empiris ini mendukung

penelitian yang dilakukan Manurung

(1996), Endri (2009), Novianto (2011).

Nilai kurs dollar merupakan salah satu

faktor yang cukup berpengaruh terhadap

naik turunnya IHSG. Jika nilai kurs dollar

tinggi maka investor akan lebih menyukai

investasi dalam bentuk Dollar AS

dibandingkan dengan investasi pada surat-

surat berharga karena investasi pada surat-

surat berharga merupakan investasi jangka

panjang. Demikian pula sebaliknya, jika

nilai kurs dollar AS turun maka investor

akan lebih menyukai investasi pada surat-

surat berharga sehingga akan

mempengaruhi nilai transaksi saham yang

akan berpengaruh kepada IHSG. Berdasar-

kan hasil empiris baik secara jangka pen-

dek maupun jangka panjang, nilai tukar

rupiah terhadap dolar Amerika ber-

pengaruh negatif dan signifikan terhadap

indeks harga saham gabungan. Artinya apa-

bila rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS

maka IHSG cenderung akan melemah dan

begitu juga sebaliknya, apabila rupiah

terapresiasi terhadap dolar AS maka IHSG

akan mengalami penguatan. Hasil empiris

ini mendukung hasil penelitian terdahulu

yang dilakukan oleh Manurung (1996),

BAPEPAM (2008), Frensidy (2009), Novianto

(2011), Hajiji (2008), Mansur (2009), dan

studinya Aso (2011) untuk hasil bahasan

jangka pendek. Sementara untuk nilai tukar

rupiah terhadap mata uang euro, fluktuasi

yang terjadi malah justru meningkatkan

indeks harga saham gabungan. Jika tidak

terjadi perubahan nilai kurs, pada periode

jangka pendek akan meningkatkan indeks

sebesar 0,05 sementara dalam jangka pan-

jang kenaikan tersebut meningkat menjadi

sebesar 0,11. Pengaruh apresiasi atau

depresiasi rupiah terhadap euro tidak sig-

nifikan dalam periode jangka pendek. Peru-

bahan tersebut baru berpengaruh signif-

ikan pada jangka panjang. Untuk cadangan

devisa negara, setiap kenaikan yang terjadi

justru meningkatkan indeks harga saham

gabungan. Pada jangka pendek, kenaikan

ini adalah sebesar 0.029, sementara untuk

jangka panjang, kenaikan cadangan devisa

yang terjadi , akan mening-

katkan nilai indeks sebesar 0.036. Dengan

kata lain, cadangan devisa negara ber-

pengaruh positif dan signifikan terhadap

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 24: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

109

indeks harga saham gabungan baik dalam

jangka pendek ataupn jangka panjang.

Empat bursa asing yang digunakan

dalam penelitian ini memiliki dinamika im-

plikasi terhadap fluktuasi indeks harga sa-

ham gabungan Indonesia. Pada periode

jangka pendek, kenaikan pada indeks

gabungan bursa saham Malaysia dan Singa-

pura , justru akan mengu-

rangi indeks saham di Indonesia masing-

masing sebesar 0,07 dan 0,09. Sementara

untuk dua bursa lainnya, PSEI dan Shang-

hai, memiliki implikasi positif terhadap

fluktuasi IHSG Indonesia. Fluktuasi di

kedua bursa tersebut masing-masing akan

meningkatkan IHSG sebesar 0,2274 (PSEI)

dan 0,02 (SSE). Secara jangka panjang,

kecuali bursa saham Singapura, fluktuasi

yang terjadi di tiga bursa saham tersebut

akan meningkatkan IHSG. Secara simultan,

perkembangan indikator moneter dan bur-

sa asing berpengaruh positif dan signifikan

terhadap indeks harga saham gabungan

baik secara jangka pendek dan jangka pan-

jang. Sejumlah 40 persen variasi dari fluk-

tuasi indeks harga saham gabungan dapat

dijelaskan oleh indikator moneter dan bur-

sa asing tersebut, sementara dalam jangka

panjang kapasitas tersebut meningkat

menjadi 94,61 persen. Hal ini berarti

mengindikasikan bahwa indeks harga sa-

ham gabungan tersebut tidak serta merta

hanya cerminan penawaran dan per-

mintaan saham semata oleh para agen sa-

ham di bursa, tapi sudah semakin kom-

pleks. Dengan kata lain, terdapat dinamika

keterkaitan yang perlu dicermati dalam

berinvestasi saham di bursa efek Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat

perkembangan indeks harga saham gabun-

gan, tingkat inflasi, cadangan devisa, ting-

kat suku bunga SBI, jumlah uang beredar,

kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Seri-

kat, kurs rupiah terhadap Euro, dan bursa

saham asing (KLSE, STI, PSEI, dan SSE)

mengetahui pengaruh masing-masing varia-

bel tersebut baik secara simultan maupun

secara parsial terhadap indeks harga sa-

ham gabungan (IHSG). Dari hasil empiris

diperoleh beberapa temuan sebagai beri-

kut: a) secara jangka pendek, mening-

katnya inflasi akan menyebabkan

penurunan angka indeks harga saham

gabungan, namun dalam jangka panjang,

justru kenaikan inflasi, ,

justru akan meningkatkan indeks harga

saham gabungan. Secara parsial tingkat

inflasi tidak berpengaruh signifikan ter-

hadap indeks harga saham gabungan baik

dalam jangka pendek ataupun jangka pan-

jang; b) tingkat SBI-3 bulan berpengaruh

negatif, namun tidak signifikan terhadap

indeks harga saham gabungan baik dalam

jangka pendek dan jangka panjang; c) ke-

naikan jumlah uang beredar secara jangka

pendek, akan meningkatkan indeks harga

saham gabungan sebesar 0,024%, dimana

dalam jangka panjang peningkatannya ber-

tambah menjadi sekitar 0,081%. Dalam

jangka pendek perubahan jumlah uang

yang beredar tidak berpengaruh signifikan

terhadap fluktuasi indeks harga saham

gabungan. Baru pada jangka panjang, peru-

bahan tersebut berpengaruh signifikan; d)

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika

berpengaruh negatif dan signifikan ter-

hadap indeks harga saham gabungan baik

secara jangka pendek maupun jangka pan-

jang. Artinya, apabila rupiah terdepresiasi

terhadap dolar AS maka IHSG cenderung

akan melemah dan begitu juga sebaliknya,

apabila rupiah terapresiasi terhadap dolar

AS maka IHSG akan mengalami penguatan;

e) cadangan devisa negara berpengaruh

positif dan signifikan terhadap indeks har-

ga saham gabungan baik dalam jangka pen-

dek ataupun jangka panjang; f) Untuk bur-

sa asing, pada periode jangka pendek, ke-

naikan pada indeks gabungan bursa saham

Malaysia dan Singapura ,

justru akan mengurangi indeks saham di

Indonesia, sementara untuk dua bursa

lainnya, PSEI dan Shanghai, memiliki im-

plikasi positif terhadap fluktuasi IHSG In-

donesia. Fluktuasi di kedua bursa tersebut

masing-masing akan meningkatkan IHSG.

Secara jangka panjang, kecuali bursa sa-

ham Singapura, fluktuasi yang terjadi di

tiga bursa saham tersebut akan meningkat-

kan IHSG; g) secara simultan, perkem-

bangan indikator moneter dan bursa asing

berpengaruh positif dan signifikan ter-

hadap indeks harga saham gabungan baik

Page 25: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

110

secara jangka pendek dan jangka panjang.

Sejumlah 40 persen variasi dari fluktuasi

indeks harga saham gabungan dapat di-

jelaskan oleh indikator moneter dan bursa

asing tersebut, sementara dalam jangka

panjang kapasitas tersebut meningkat

menjadi 94,61 persen.

Stabilitas ekonomi makro dan perkem-

bangan bursa asing merupakan hal yang

perlu mendapat perhatian investor karena

memiliki pengaruh terhadap perkem-

bangan Indeks Harga Saham di Bursa Efek

Jakarta. Dengan rendahnya tingkat suku

bunga SBI dan tingkat inflasi, nilai tukar

rupiah terhadap dolar AS yang stabil dan

keseimbangan jumlah uang beredar (M2)

dalam jangka pendek maupun jangka pan-

jang akan dapat meningkatkan minat inves-

tasi di pasar modal Indonesia yang dapat

dilihat dari peningkatan IHSG. Dalam

jangka pendek, pemerintah dapat

melakukan kebijakan penambahan jumlah

uang beredar dalam rangka meningkatkan

IHSG. Akan tetapi dalam jangka panjang

(dua bulan berikutnya) pemerintah hen-

daknya mempertimbangkan dan memper-

hatikan gejolak harga sebagai dampak dari

melonjaknya jumlah uang beredar. Pelema-

han nilai tukar rupiah dalam jangka pan-

jang hendaknya perlu disikapi dengan ke-

bijakan yang intervensif. Hal ini dikare-

nakan pelemahan nilai tukar rupiah dalam

jangka pendek dan jangka panjang dipasti-

kan mendorong penurunan investasi pada

pasar modal. Oleh karena itu, penurunan

IHSG sebagai dampak dari pelemahan nilai

tukar rupiah tidak boleh dianggap hanya

merupakan fenomena jangka pendek saja.

Pemerintah dapat menjadikan nilai tukar

rupiah sebagai instrumen kebijakan yang

dapat digunakan dalam menarik minat in-

vestor asing untuk masuk ke dalam negeri

melalui pasar modal melalui penyesuaian

kebijakan SBI dan jumlah uang beredar

yang ada

Adam AM, Tweneboah (2008). Macroeco-

nomic Factors & Stock Market Move-

ment: Evidences from Ghana,

112556, University library of Munich,

Germany.

Atje R, Javanovic (1993). Stock Market And

develoopment, ,

37: 632-640.

BAPEPAM. 2008. Analisis Hubungan Kointe-

grasi dan Kausalitas Serta Hubungan

Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Pe-

rubahan Nilai Tukar dan Pergerakan

IHSG Di Pasar Modal.

Boucher C (2004). Stock Prices, Inflation

and Stock Returns Predictability,

, 70(1): 63-84.

Chong, C.S. and K.L. Goh, 2005. “Inter-

Temporal Linkages of Economic Activity,

StockPrices and Monetary Policy in Ma-

laysia”, The Asia Pacific Journal of Eco-

nomics and Business9 (1), pp. 48-61

Endri. 2009. Keterkaitan Dinamis Faktor

Fundamental Makroekonomi dan Imbal

Hasil Saham.

, No. 2, Vol.11, Augustus.

Fama E (1970). Efficient Capital Markets: A

Review of Theory and Empirical Work,

25: 383-417.

Fama, Eugene F. 1981. Stock Returns, Real

Activity, Inflation and Money.

, 71, 545-565

Fama, Eugene F. and G William Schwert.

1977. Asset returns and inflation.

, 5, 115-146.

Frensidy, Budi. 2009. Analisis Pengaruh

Aksi Beli-Jual Asing, Kurs, dan Indeks

Hang Seng Terhadap Indeks Harga Sa-

ham Gabungan Di BEJ dengan Model

GARCH. , FEUI.

Gilbert T (2008). Information Aggregation

around Macroeconomic Announcements:

The Link between Revisions and Stock

Returns,

. 20: 56-89.

Granger CWJ (1986). Developments in the

study of co integrated economic varia-

bles, Oxford

, 48: 213-228.

Hajiji, Ajid. 2008. Pengaruh Kurs Dolar

Amerika Serikat, Suku Bunga SBI dan

Inflasi terhadap Perubahan Indeks Harga

Saham gabungan di Bursa Efek Jakarta.

Kertas Kerja, IPB.

Hassan, A. H. 2003. Financial integration of

stock markets in the Gulf: A multivariate

cointegration analysis.

8(3).

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112

Page 26: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Pasaribu dan Kowanda)

111

Hendry DF (1986). Econometric modeling

with co integrated variables: An over-

view, Oxford Bull. Econ. Stat., 48(3): 201-

212.

Ibrahim MH (1999). Macroeconomic varia-

bles and stock prices in Malaysia: an em-

pirical analysis,

, 13(2): 495-574

Islam M (2003). The Kuala Lumpur stock

market and economic factors: a general-

to- specific error correction modeling

test,

, 30(2): 40-67.

Islam M, Watanapalachaikul S (2003). Time

series financial econometrics of the Thai

stock market: a multivariate error cor-

rection and valuation model,

, 10(5): 90-127.

Jaffe J, Mandelkar G (1976). The Fisher ef-

fect for risky assets: An empirical inves-

tigation, , 31: 447-456.

Johansen S, Juselius K (1990). Maximum

likelihood estimation and inference on c

ointegration with application to the de-

mand for money,

. 52: 169-210.

Johansen S, Juselius K (1990). Maximum

likelihood estimation and inference on

co integration with application to the

demand for money,

. 52: 169-210.

Maghyereh, A. I. 2002. Causal relations

among stock prices and macroeconomic

variables in the small, open economy of

Jordan. available at http://ssrn.com/

abstract=317539.

Mansur, Moh. 2009. Pengaruh Tingkat Suku

Bunga SBI dan Kurs Dolar AS Terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan Bursa

Efek Jakarta Periode Tahun 2000-2002.

Working Paper In Accounting and Fi-

nance, October, Department of Account-

ing, Padjadjaran University.

Manurung, A.H. 1996. Pengaruh Variabel

Makro, Investor Asing, Bursa Yang Telah

Maju terhadap Indeks BEJ, , Pro-

gram Pascasarjana Program Studi Ilmu

Ekonomi, UI, Jakarta, tidak dipublikasi-

kan.

Maysami RC, Koh TS (2000). A vector error

correction model of the Singapore stock

market, , 9:

79-96.

Maysami RC, Loo SW, Koh TK (2004). Co-

movement among sectoral stock market

indices and cointegration among dually

listed companies. ,

23:33-52.

Maysami RC, Sim HH (2001a). An empirical

investigation of the dynamic relations

between macroeconomics variable and

the stock markets of Malaysia and Thai-

land. , 20: 1-20.

Maysami RC, Sim HH (2001b). Macroeco-

nomic forces and stock returns: a gen-

eral-to-specific ECM analysis of the Japa-

nese and South Korean markets.

, 1

(1): 83-99.

Maysami RC, Sim HH (2002). Macroeconom-

ics variables and their relationship with

stock returns: error correction evidence

from HongKong and Singapore.

., 44(1): 69-85.

McKinnon RI (1973). Money and Capital in

Economic Development, Brookings Insti-

tutions, Washington, DC.

Nelson CR (1976). Inflation and rates of

return on common stocks,

, 31(2): 471-483.

Novianto, Aditya. 2011. Analisis Pengaruh

Nilai Tukar (Kurs) Dollar Amerika-

Rupiah, Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi,

dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa

Efek Indonesia. , UNDIP-

Semarang.

Omran, M. M. 2003. Time series analysis of

the impact of real interest rates on stock

market activity and liquidity in Egypt:

Co-integration and error correction

model approach.

8(3).

Prasetiantono, A Tony. Mengapa Rupiah

Tak Kunjung Menguat? , Senin,

16 Februari 2009.

Ross SA (1976). The arbitrage theory of

capital asset pricing,

, 13: 341-360.

Spyrou. 2004. Are Stocks a Good Hedge

Against Inflation? Evidence from Emerg-

ing Markets.

, 36, 41-48.

Sukarso, Aso. 2011. Pengaruh Perubahan

Indikator Ekonomi Makro Terhadap In-

deks Harga Saham Gabungan Di Bursa

Page 27: Dinamika Bursa Saham Asing Dan Makroekonomi Terhadap IHSG

112

Efek Jakarta Tahun 2001-2006.

Vol 4, Nomor 2,

Juni.

Witjaksono, Ardian Agung. 2010. Analisis

Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga

Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs

Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks

Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus

pada IHSG di BEI selama periode 2000-

2009). Tesis, UNDIP, Semarang.

Wongbangpo P, Subhash CS (2002). Stock

Market and Macroeconomic Fundamen-

tal Dynamic Interactions: ASEAN-5

Countries, omics,

13: 27-51

Vol. 14, No. 1, Februari 2013: 89-112