diet dm type 2.doc

21
Terapi Diet Pada Diabetes Mellitus Tipe 2* -------------------------------------------------------------- --------------- Budiyanti Wiboworini Pendahuluan Diabetes mellitus adalah satu penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah, dan bisa memicu timbulnya berbagai komplikasi serius baik yang bersifat akut maupun kronis. Terapi DM pada dasarnya ditujukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah pasien, yang dapat dilakukan dengan diet, olah raga, obat dan perilaku, yang pilihannya tergantung pada kondisi pasien. Sebagai salah satu pilar dalam pengendalian gula darah penderita DM, maka terapi diet dalam kasus ini pada dasarnya adalah seni untuk mencegah kondisi hiper maupun hipoglikemia. Pilihan makanan yang tepat dapat memperbaiki kadar glukosa dan memperlambat komplikasi. Banyak pendekatan diet yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pengendalian gula darah. Konsep dasar pendekatan diet adalah dengan konsep 3 J (Jadwal, Jenis dan Jumlah). Konsep ini sudah dikenal lama, tetapi ‘reasoningdibalik konsep ini dan seni untuk mengaplikasikannya berkembang sangat pesat dengan banyaknya riset yang dilakukan dalam dua dekade terakhir. Tujuan Terapi Diet pada Penderita Diabetes Mellitus Secara umum, tujuan terapi diet pada penderita DM Tipe 2 adalah: 1. Memperbaiki gangguan metabolisme (glukosa dan lipid) 2. Menyediakan energi dan zat gizi adekuat untuk berbagai tujuan 3. Mencegah komplikasi Tujuan tersebut pada pasien DM T2, pada umumnya dapat dicapai dengan pengendalian asupan kalori. Pada pasien DM T2 yang obese, pengendalian berat badan dapat memperbaiki toleransi insulin. Pada penderita DM yang tidak gemuk, pengendalian Makalah pada Pertemuan IDI Kab Wonogiri, 5 Juni 2010 Page 1

Upload: dita-puspita-soewarna

Post on 24-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Terapi Diet Pada Diabetes Mellitus Tipe 2*-----------------------------------------------------------------------------

Budiyanti Wiboworini

Pendahuluan

Diabetes mellitus adalah satu penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah, dan bisa memicu timbulnya berbagai komplikasi serius baik yang bersifat akut maupun kronis. Terapi DM pada dasarnya ditujukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah pasien, yang dapat dilakukan dengan diet, olah raga, obat dan perilaku, yang pilihannya tergantung pada kondisi pasien. Sebagai salah satu pilar dalam pengendalian gula darah penderita DM, maka terapi diet dalam kasus ini pada dasarnya adalah seni untuk mencegah kondisi hiper maupun hipoglikemia. Pilihan makanan yang tepat dapat memperbaiki kadar glukosa dan memperlambat komplikasi.

Banyak pendekatan diet yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pengendalian gula darah. Konsep dasar pendekatan diet adalah dengan konsep 3 J (Jadwal, Jenis dan Jumlah). Konsep ini sudah dikenal lama, tetapi reasoning dibalik konsep ini dan seni untuk mengaplikasikannya berkembang sangat pesat dengan banyaknya riset yang dilakukan dalam dua dekade terakhir. Tujuan Terapi Diet pada Penderita Diabetes Mellitus

Secara umum, tujuan terapi diet pada penderita DM Tipe 2 adalah:

1. Memperbaiki gangguan metabolisme (glukosa dan lipid)

2. Menyediakan energi dan zat gizi adekuat untuk berbagai tujuan3. Mencegah komplikasi

Tujuan tersebut pada pasien DM T2, pada umumnya dapat dicapai dengan pengendalian asupan kalori. Pada pasien DM T2 yang obese, pengendalian berat badan dapat memperbaiki toleransi insulin. Pada penderita DM yang tidak gemuk, pengendalian asupan kalori dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan individu. Perencanaan diet secara umum dapat dilakukan pada seorang pasien setelah dilakukan assessment atau identifikasi masalah. Assessment yang dilakukan meliputi pemeriksaan klinis, antropometri, laboratorium dan riwayat diet. Melalui assessment ini akan bisa ditentukan masalah yang diderita pasien, dan kemungkinan pendekatan terapi dietnya. Dengan demikian, terapi diet seharusnya dilakukan secara individual, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penyakit seorang pasien. Perencanaan makanan juga harus memperhitungkan kesukaan, budaya, social ekonomi dan lifestyle; serta memperhitungkan kebutuhan untuk pertumbuhan, perubahan gaya hidup, penuaan dan komplikasi yang ada. Diet dilakukan secara individual. Tidak ada lagi diet ADA yang dapat diaplikasikan untuk semua pasien diabetes. Intruksi diit tidak dapat dipakai untuk menghadapi perubahan-perubahan kebiasaan makan, dan kondisi klinis masing-masing pasien. Pertimbangan dalam Menyusun Menu Penderita DM

Seorang penderita DM sekarang ini tidak lagi identik dengan tidak boleh makan enak dan penderitaan penderita. Konsep yang dikembangkan adalah menu seimbang dan edukasi pada pasien. Pasien dan keluarganya harus memahami tujuan dan kepentingan diet yang dilakukan, sehingga dapat kooperatif dalam menjalankan diet yang ditetapkan oleh dokter. Sebaliknya dokter pun harus akomodatif terhadap kebutuhan pasien. Sudah bukan jamannya lagi untuk melarang pasien DM makan nasi, dan mengancam dengan suntikan insulin atau menakut-nakuti dengan komplikasi yang ditimbulkan.

Menu yang seimbang bisa didapat jika memenuhi kecukupan dari sisi kualitas dan kuantitas. Secara sederhana, keseimbangan itu bisa diperoleh dengan memenuhi 3 J: Jadwal, Jenis, dan Jumlah.

Unsur J yang pertama (Jadwal), pada dasarnya adalah upaya untuk menstabilkan kadar glukosa darah dengan melalui pengaturan jam makan. Asupan makanan harus konsisten pada jadwal makan, untuk mencegah fluktuasi kadar gula darah. Harus diingat bahwa homeostasis karbohidrat dalam tubuh tidak hanya ditentukan oleh banyak sedikitnya atau jenis karbohidrat yang dimakan, tetapi juga oleh asupan kalori secara keseluruhan. Jadwal yang ditentukan terkait pula dengan unsur J ketiga (Jumlah). Secara keseluruhan, perhitungan total kalori sehari dihitung dengan mempertimbangkan usia, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas. Perhitungan pasti dapat dilakukan dengan berbagai rumus yang ada, tetapi untuk kepraktisan dapat pula digunakan metode pendekatan berdasar kebutuhan kalori per berat badan ideal (BBI). Untuk individu dengan status gizi normal, aktivitas sedang kebutuhan kalori dengan metode pendekatan adalah 35Kkal/ kg BBI. Kebutuhan ini didistribusikan menurut jadwal: 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan selingan. Untuk makan pagi 20% kalori; siang 30 %; malam 25 % dan selingan 10-15%. Tentu saja dalam hal ini perlu fleksibel dalam penerapan. Seorang penderita DM yang ibu rumah tangga mungkin tidak akan mengalami kesulitan untuk mengikuti jadwal tersebut, tetapi jika penderita DM tersebut berprofesi sebagai sopir, maka perlu modifikasi dalam penerapannya.

Pertimbangan J kedua (Jenis), merupakan pemilihan bahan makanan yang seminimal mungkin mempengaruhi kadar glukosa darah. Jenis bahan makanan dapat mempengarui respon glikemik, dimana nasi akan meningkatkan glukosa darah lebih tinggi dibanding cereal pada jumlah yang sama (glikemik efek). Efek glikemik suatu bahan makanan dipengaruhi oleh: kandungan serat, cara penyiapan bahan, makanan lain dalam menu, serta toleransi individual. Pada meta-analisa dari penelitian terkontrol acak, diet dengan GI lebih rendah menunjukkan perbaikan moderat dari HbA1c. Hasil studi penelitian observasional pada populasi tanpa diabetes didapatkan bahwa diet dengan GI tinggi itu secara independen meningkatkan risiko diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, beban glikemik menurut beberapa penelitian merupakan faktor risiko independen untuk Miokard Infark. Meskipun ada inkonsistensi data, didapatkan temuan positif yang cukup untuk menganjurkan bahwa perencanaan diet dengan mempertimbangkan GI berdampak positif atas fluktuasi glukosa plasma pascamakan dan mereduksi faktor risiko kardiovaskularGlikemik indeks bukanlah pertimbangan satu-satunya dalam mengendalikan gula darah penderita DM. Penatalaksanaan diet DM saat ini tidak lagi melarang asupan gula pasir, yang mengandung sukrosa. Dari hasil penelitian, tidak didapatkan bukti yang menunjukkan asupan sukrosa berlebihan dapat menyebabkan DM. Bukti klinik menunjukkan bahwa dalam jumlah kalori yang sama (isokalori) gula tidak menyebabkan peningkatan glukosa (glikemi) lebih dari tepung. Jumlah total karbohidrat lebih penting dibandingkan dengan sumber karbohidrat. Buah-buahan bahkan memberi dampak positip terhadap pengendalian kadar gula penderita DM, meskipun didalamnya terkandung banyak sukrosa. Hal ini kemungkinan karena interrelasi antar berbagai bahan dalam makanan. Konsensus menetapkan sebaiknya asupan sukrosa tidak melebihi 10% jumlah total kalori sehari. Fruktosa, banyak didapatkan dalam buah-buahan dan sirup. Fruktosa memiliki rasa manis yang lebih tinggi dari sukrosa maupun glukosa. Metabolisme fruktosa berbeda dengan glukosa, sehingga tidak mempengaruhi kadar gula darah secara langsung. Meskipun demikian tetap harus diukur penggunaannya, karena hasil metabolismenya dapat meningkatkan kadar trigliseride. Karbohidrat kompleks yang ada dalam makanan adalah pati, dekstrin, glikogen dan selulosa. Karbohidrat kompleks lebih lambat diabsorbsi karena harus melewati proses pencernaan terlebih dahulu. Semakin banyak kandungan seratnya, semakin lambat diabsorbsi, dan semakin rendah efek glikemiknya. Karena itu saat ini serat dianjurkan untuk banyak dikonsumsi oleh penderita DM. Serat gizi ada bermacam-macam, dan dapat mempengaruhi kadar glukosa darah melalui mekanisme:1) memperlambat pengosongan lambung; 2) pembentukan gel; 3) merubah transit time; 4) menghambat pencernaan karbohidrat kompleks oleh enzim-enzim pencernaan. Asupan serat dianjurkan 30 g/ hari, yang bisa diperoleh dari sumber serat : kacang-kacangan, cereal utuh, buah dan sayur. Beberapa riset merekomendasikan asupan serat 50 g/ hari atau lebih untuk memperbaiki kontrol glukosa, tetapi sulit ditoleransi oleh pasien dan hasil riset masih inkonsisten

Profil lipid pada penderita DM seringkali abnormal, dan keadaan ini dapat meningkatkan risiko aterosklerosis dibanding orang tanpa DM. Aterosklerosis berhubungan dengan kadar lemak dan trigliserida dalam darah, sehingga pengaturan asupan lemak dalam makanan dapat memperlambat terjadinya komplikasi aterosklerosis ini. Rekomendasi asupan lemak pada umumnya membatasi asupan lemak jenuh 10% dari total kalori dan kolesterol 300 mg/ hari. Langkah-langkah dalam Menyusun Menu Penderita DM:a. Perkirakan rata-rata kebutuhan energi perhari b. Hitung asupan total karbohidrat c. Tentukan jenis karbohidrat d. Sesuaikan pola asupan dengan waktu dan jenis obat yang digunakan serta aktivitas pasien e. Tentukan asupan omega 3, sayur dan buah untuk memenuhi kebutuhan metabolik, antioksidan dan serat PenutupDari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi diet pada penderita DM bersifat individual, banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien tanpa memperburuk status glikemiknya. Karbohidrat berperan penting dalam pengendalian gula darah penderita, tetapi total kalori harus diperhitungkan sebagai sumber abnormalitas status metabolik dan harus diingat kalori tidak hanya bersumber dari karbohidrat. Daftar Pustaka

De Bruyne, LK; Pinna, K; Whitney, E. 2008. Nutrition and Diet Therapy: principles and practice. Thomson Wadsworth. USA

Gropper S., Smith J.L., Groff J.L., 2005. Advanced Nutrition and Human Metabolism 4th ed. Thomson Wadsworth. USAHeimburger D.C., Ard J.D. 2006. Handbook of Clinical Nutrition. 4th ed. Mosby Elsevier. USAMahan, L.K. and Arlin, M.T. (eds). 2007. Krauses Food, Nutrition and Diet Therapy. W.B. Saunders. Philadhelphia.Rolfes S.R., Pinwa K., Whitney E., 2006. Understanding Normal and Clinical Nutrition. 7th Ed. Thomson Wadsworth. USASuprapto, Bambang. 2005. Terapi Gizi Medik bagi Penderita Diabetes Mellitus. Makalah pada Symposium An Update on The management of Diabetes mellitus. 19 Maret 2005. Surakarta

Askep DM

Askep DM

( Asuhan Keperawatan Klien dengan Diabetes Mellitus )

Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Etiologi Diabetes Mellitus

Diabetes tipe I:

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

Patofisiologi/Pathways Diabetes Mellitus

Patofisiologi DM

Patofisiologi DM

Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak

17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus

Glukosa darah sewaktu

cek GDS

cek GDS

Kadar glukosa darah puasa

Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

tabel-dm

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

2. Latihan

3. Pemantauan

4. Terapi (jika diperlukan)

5. Pendidikan

Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus

Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

Integritas Ego

Stress, ansietas

Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.

Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Masalah Keperawatan pada Diabetes Mellitus

Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

Kekurangan volume cairan

Gangguan integritas kulit

Resiko terjadi injury

Intervensi Keperawatan Diabetes Mellitus

1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.

Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.

Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.

Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik

Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik

Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

Pantau masukan dan pengeluaran

Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung

Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.

Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur

Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)

Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :

Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi

Intervensi :

Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.

Kaji tanda vital

Kaji adanya nyeri

Lakukan perawatan luka

Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

Tujuan : pasien tidak mengalami injury

Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury

Intervensi :

Hindarkan lantai yang licin.

Gunakan bed yang rendah.

Orientasikan klien dengan ruangan.

Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

Daftar Pustaka

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002

Makalah pada Pertemuan IDI Kab Wonogiri, 5 Juni 2010Page 4