diagnosis typhoid fever
DESCRIPTION
HHHIJITRANSCRIPT
Diagnosis Typhoid Fever
Diagnosis definitive untuk typhoid fever tergantung pada isolasi dari S. typhi dari
darah, sumsum tulang atau dari lesi anatomis spesofok lainnya. Adanya gejala-gejala klinis
yang khas untuk typhoid fever atau dengan mendeteksi keberadaan respon antibody bukan
merupakan diagnosis yang pasti. Kultur darah merupakan yang paling disarankan untuk
mendiagnosis penyakit ini.
Kegagalan untuk mengisolasi organism ini dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Keterbatasan media laboratorium
2. Adanya pemberian antibiotic sebelumnya
3. Volume dari specimen yang akan di kultur
4. Waktu pengambilan specimen
Aspirasi susmsum tulang merupakan standar emas untuk diagnosis typhoid fever.
Aspirasi duodenum sebenarnya dapat memberikan hasil yang sangat baik dalam
mendiagnosis penyakit ini, namun jarang dilakukan karena sangat invasif.
1. Spesimen
a. Darah
Volume darah yang diambil untuk kultur, merupakan faktor yang paling penting
untuk isolasi S. typhi dari pasien typhoid. 10-15 ml diambil dari anak-anak usia sekolah
dan dewasa, 2-4 ml diambil dari anak-anak dan anak isia pra-sekolah.
Darah harus diambil denghan menggunakan teknik steril dari pungsi vena dan
harus di inokukali secepatnya kedalam botol kultur dengan syringe yang digunakan dalam
pengambilan darah.
Secara umum, jika 5 ml darah diambil, darah tersebut harus di inokulasi kedalam
45 ml atau lebih broth. Jika diambil darah sebanyak 10-15 ml, specimen dibagi kedalam 2
atau lebih botol kultur. Standar botol kultur yang digunakan adalah 50 ml. Untuk anak-
anak yang bertubuh kecil, volume pengambilan dapat dikurangi tapi harus tetap di
inokulasi kedalam 45 ml broth.
Kultur darah harus dikirim ke laboratorium dengan temperatur (15°- 40°C). kultur
darah kemudian harus di inkubasi pada suhu 37°C.
b. Serum
Untuk kepentingan pemeriksaan serologis, 1-3 ml darah harus diinokulasi kedalam
tabung tanpa antikoagulan. Sampel berikutnya, jika mungkin, harus diambil pada masa
konvalesen, paling tidak 5 hari kemudian. Setelah pembekuan terjadi, serum harus di
simpan di dalam aliquots 200ml pada +4°C. Pemeriksaan dapat segera dilakukan atau
penyimpanan dalat dilanjutkan selama 1 minggu wanta adanya pengaruh pada titer
antibody. Serum harus dibekukan pada suhu -20°C jika waktu pemeriksaan lebih lama.
c. Sampel tinja
Tinja dapat diambil dari pasien akut dan hal tersebut khususnya berguna untuk
diagnosis karier. Specimen tunja harus disimpan di dalam tempat plastik steril dengan
bukaan lebar. Kemungkinan untuk mendapatkan hasil posotif akan berbanding lurus
dengan kuantitas pengambilan sampel. Spesimen harus segera diperiksa setelah 2 jam dari
pengambilan sampel. Jika pemeriksaan tidak dilaksanakan segera, maka sampel harus
disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 4°C atau di dalam kotak pendingin
dengan iced pack didalamnya.
2. Prosedur mikrobiologis
a. Kultur darah
Botol kultur yang digunakan berisi 45ml tryptic soy broth atau brain heart
infusion. Kedua media ini diinokulasi dengan 5ml darah segar dan diinkubasi paad
suhu 37°C. Kultur dengan hasil negatif harus tetap dibiarkan sampai tujuh hari.
Karena S. typhi bukan hanya bakteri yang ditemukan di dalam darah, subkultur
dilakukan pada hari ke 1,2,3 dan 7 pada agar non selektif.
Ketika hasil kultur darah negative, tdk menyingkirkan demam tifoid, karena
kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal:
1. Telah mendapatkan terapi antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasilnya mungkin negative
2. Volume darah yang kurang(seharusnya 5 cc yang dibutuhkan)
3. Riwayat vaksinasi, vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibody dalam
darah pasien.
4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama.
b. Kultur tinja atau rectal swab
Prosedur ini menggunakan 1g tinja yang dimasukan ke dalam 10 ml selenite
broth dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-48 jam. Karena selenite broth ini
sangat sensitif terhaadp panas, maka harus hati hati dalam melakukan prosedur kerja.
Selenite broth menghambat motilitas dari E.coli tetapi tidak membunuhnya.
3. Karakteristik koloni
a. Agar darah : pada agar darah S. typhii dan S. paratyphi biasanya memproduksi
non-hemolytic smooth white colonies.
b. Agar MacConkey : pada agar MacConkey, salmonellae memproduksi lactose non-
fermenting colonies
c. SS agar : Pada SS agar salmonellae menghasilkan non-fermenting lactose dengan
pusat berwarna hitam (kecuali S. paratyphi, tidak ada pusat berwarna hitam).
d. Desoxycholate agar : pada media ini karakteristik koloni nya sama dengan SS agar
e. Xylose-lysine-desoxycholate agar : Pada sediaan ini karakteristik koloni nya
adalah small transparent red colonies with black centres (kecuali pada S. paratyphi,
tidak ada black centres)
f. Hektoen enteric agar : Pada sediaan ini, salmonella menghasilkan transparent
green colonies with black centres (kecuali S. paratyphi, tidak ada blak centres)
g. Bismuth sulfate agar : pada media ini, salmonella menghasilkan black colonies.
4. Identifikasi Biokimia
Hasil dari koloni yang terbentuk pada media-media diatas dapat di skrining dengan
tabel berikut :
Tabel Identifikasi BiokimiaOrganism Kliger’s iron agar Motility, Indol,
UreaCitrate
Slant Butt H2S Gas Mot Indol UreaS. typhi Alk Acid Wk+ - + - - -S paratyphi A Ald Acid - + - - - -Other Salmonella spp
Alk Acid V V + - - V
E. coli Acid Acid - + + + - -Klebsiella spp Acid Acid - ++ - V + +Citrobacter spp V Acid +++ + + V - +Proteus spp Alk Acid + + + V ++ V
5. Prosedur Serologis
Salmolnella dapat di karakteristikan dengan adanya antigen somatic (O) dan flagellar
(H), dan antigen H ada pada beberapa serotype pada fase 1 dan 2. Beberapa salmonellae juga
mempunyai antigen envelope yang disebut Vi (virulence). Salmonella yang menyebabkan
typhoid dan paratyphoid fever mempunyai urutan antigen seperti berikut :
Tabel Indentifikasi Serologi SalmonellaSerotype O antigen H antigen Serogroup phase
1:2
S. typhi 9, 12, (Vi) d : Group D1
S. paratyphi A 1, 2, 12 a : (1, 5) Group A
S paratyphi B 1, 4, (5), 12 b : 1, 2 Group B
S paratyphi C 6, 7, (Vi) c : 1, 5 Group C1
Tabel Antigen O spesifik pada organisme penyebab demam typhoidOrganisme Specific O antigen factor
S. typhi 9S. paratyphi A 2
S paratyphi B 4S paratyphi C 6/7
Tabel Antigen H spesifik Organisme Phase 1 H antigen S. typhi dS. paratyphi A aS paratyphi B bS paratyphi C c
6. Felix-Widal test
Tes ini mengukur agglutinasi antibody melawan antigen O dan H. Tingkat
aglutinasinya diukur dengan menggunakan dilusi ganda dari serum pada tabung tes yang
lebar. Biasanya, antibody O muncul pada hari ke 6-8 dan antibody H pada hari ke 10-12
setelah onset penyakit. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat, puncak minggu ke 4 dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut yang mula mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti
dengan agglutinin H.Pada orang yang telah sembuih agglutinin O masih tetap dapat dijumpai
setelah 4-6 bulan. Sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Tes ini biasanya dilakukan menggunakan serum akut (pada kontak pertama dengan
pasien). Serum konvalesen juga harus diperiksa dan dikumpulkan dan titrasi ganda adapt
dilakukan. Sedikitnya 1 ml darah harus diambil dalam setiap pengambilannya untuk
mendapatkan jumlah serum yang mencukupi. Pada beberapa kekecualian tes dapat dilakukan
dengan menggunakan plasma tanpa adanya efek samping pada hasilnya.
Tes ini hanya mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang moderat. Hasilnya dapat
negatif sampai dengan 30% yang dibandingkan dengan hasil kultur posotif. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya pemberian tepari antibiotic yang dapat mengacaukan hasil tes. Di
sisi lain, S typhi mempunyai antigen O dan H dan dapat terjadi cross reacting epitopes
dengan Enterobacteriaceae lainnya, dan hal ini memberikan hail positif palsu. Hasil tersebut
juga dapat terjadi pada keadaan klinis lainnya e.g: malaria, typhus, bacterimia yang
disebabkan organism lainnya dan cirrhosis.
Jika hasil dari serum berpasangan terjadi peningkatan antibodi 4 kali lipat antara
konvalesen dan acute, maka bisa dikatakan sebagai diagnosis.
Disamping adanya bebepara kelamahan dari tes ini, tes ini dapat bergun, khususnya di
daerah-daerah yang tidak ada ketersediaan terjangkau dengan pemeriksaan yang lebih
canggih.
Beberapa faktor yang mempengaruhi test widal:
1. Pengobatan dini dengan antibiotic
2. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid
3. Waktu pengambilan darah
4. Daerah endemic atau non endemic
5. Riwayat vaksinasi
6. Reaksi anamnestik: peningkatan agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat
infeksi demam tifoid masa lalu/ vaksinasi
7. Faktor teknik pemeriksaan antar lab akibat aglutinasi silang dan strain Salmonella
yang digunakan untuk suspense antigen.
7. Tes diagnosis terbaru
Sangat dibutuhkan adanya pemeriksaan diagnosis yang cepat dan reliable untuk
typhoid fever yang dapat digunakan sebagai alternative dari Widal tes. Keluaran terbaru dari
tes diagnosis diantaranya IDL Tubex® yang dikeluarkan oleh pabrikan Swedia, yang
dilaporkan dapat mendeteksi antibodi IgM O9 dari pasien dalam beberapa menit. Tes
diagnosis lainnya, Typhidot®, membutuhkan waktu 3 jam untuk dapat melihat hasilnya, yang
dikeluarkan oleh pabrikan Malaysia untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG spesifik dalam
melawan 50 kD antigen S. typhi. Versi terbaru dari Typhidot®, sudah dikembangkan untuk
dapat mendeteksi antibody IgM spesifik saja. Tes dipstick dikembangkan di Belanda, yang
dasarnya adalah melihat ikatan S. typhi-spesific IgM antibodies pada sampel dengan S. typhi
lipopolisaccharide (LPS) antigen dan pewarnaan dari ikatan antibody dengan anti-human
IgM antibody terhadap partikel pewarna koloid.