diagnosis

19
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi 1 Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot - otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru - paru dan dapat merusaknya. Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, Bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 mingu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan Bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja keluhan pada Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada Bronkitis kronis terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan 8

Upload: marfuahroberto

Post on 04-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lll

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi1

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi

(ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan

bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding

bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot - otot polos

bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size),

sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara

ke paru - paru dan dapat merusaknya.

Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, Bronkitis akut

berlangsung kurang dari 6 mingu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan

Bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada

Bronkitis kronis dan Bronkitis akut hampir sama. Hanya saja keluhan pada

Bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan

pada Bronkitis kronis terjadi penebalan (hipertrofi) otot-otot polos dan

kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan.

Secara klinis, Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran

pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam

setahun selama 2 tahun berturut-turut.

B. Etiologi2

Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti

rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para

influenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada

bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus,

bakteri, maupun parasit. Sedangkan pada bronchitis kronik dan batuk

berulang adalah sebagai berikut :

1. Spesifik

a. Asma

8

Page 2: Diagnosis

b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya

sinobronchitis).

c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi

mycoplasma, chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.

e. Sindrom aspirasi.

f. Penekanan pada saluran napas

g. Benda asing

h. Kelainan jantung bawaan

i. Kelainan sillia primer

j. Defisiensi imunologis

k. Kekurangan anfa-1-antitripsin

l. Fibrosis kistik

m. Psikis

2. Non spesifik

a. Asap rokok

b. Polusi udara

C. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lender dan

inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi

lendir dan sel-sel globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan

lebih banyak lendir yang dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi

menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat

menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi

makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel

asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap

infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat

perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin

terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan mengakibatkan

emphysema dan bronchiectasis.3

9

Page 3: Diagnosis

D. Manifestasi Klinis

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda

dini dari bronchitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang

dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok

dan sering mengalami infeksi pernapasan.3

E. Diagnosis4

1. Anamnesis

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis Kronis adalah sebagai berikut:

a. Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan

inhalasi iritan, udara dingin atau infeksi

b. Produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak

c. Dyspnea, Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat

beraktifitas. Dyspnea penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait

dengan luas mengi inspirasi atau ekspirasi. Pasien menggambarkan

Dada sesak sering sebagai rasa peningkatan upaya untuk bernapas

d. Riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja

e. Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).

f. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

2. Pemeriksaaan Fisik

Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang

lebih lanjut, didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi.

Didapatkan juga tanda-tanda hiperinflasi seperti barrel chest dan

hipersonor pada perkusi. Pasien yang dengan obstruksi jalan nafas berat

akan menggunakan otot-otot pernafasan tambahan duduk dalam posisi

tripod. Didapatkan juga sianosis pada bibir dan kuku pasien.

a. Inspeksi

1) Pursed lips breathing.

2) Barrel chest

3) Penggunaan otot bantu pernafasan

10

Page 4: Diagnosis

4) Hipertrofi otot bantu pernafasan

5) JVP meningkat

6) Edema tungkai bawah

7) Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,

sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di

sentral dan perifer.

b. Palpasi

Fremitus melemah

c. Perkusi

Hipersonor

d. Auskultasi

1) Suara nafas vesikuler normal atau melemah

2) Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa

3) Eskpirasi memanjang

4) Bunyi jantung terdengar jauh

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat.

2) Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia

b. Pemeriksaan faal paru

1) Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan

volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual

(RV) dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat.

c. Radiologi

Rontgen thorax (PA/Lateral)

1) Corakan bronkovaskuler meningkat

2) Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial

11

Page 5: Diagnosis

F. Diagnosis Banding5

Bronkitis

kronik

Onset pada usia dewasa

Gejala perlahan progresif

Riwayat merokok atau terpapar asap rokok atau zat

iritan lain

Asma Onset usia dini

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol

Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema

Riwayat asma dalam keluarga

Hambatan aliran udara biasnya reversibel

Gagal jantung

kongestif

Riwayat hipertensi

Ronki basah halus di basal paru

Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru

Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak

Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

Ronki basah kasar dan jari tabuh

Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance

dan penebalan dinding bronkus

TBC Onset di semua usia

Gambaran foto toraks infiltrate

Konfirmasi mikrobiologi (BTA)

Sindrom

obstruksi pasca

TB

Riwayat pengobatan anti TB adekuat

Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi

minimal

Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang

tidak reversibel

Bronkiolitis Usia muda

12

Page 6: Diagnosis

obliterasi

Tidak merokok

Mungkin ada riwayat arthritis rematoid

CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens

Diffuse

bronchiolitis

Sering pada perempuan tidak merokok

Seringkali berhubungan dengan sinusitis

Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan

bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan

hiperinflasi

G. Penatalaksanaan5,6

Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki

kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor

risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam

penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal

penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan

merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang

lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.

Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan

komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan

rehabilitasi.

Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :

Mengurangi kelebihan lendir

Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;

Memfasilitasi penghapusan lendir

Modifikasi batuk

Tujuan ini dapat dicapai oleh sejumlah farmakologis dan sarana

nonfarmakologis.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan

penyakit adalah:

13

Page 7: Diagnosis

Menghentikan kebiasaan merokok.

Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai

risiko terjadinya iritasi saluran napas.

Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar

tidak terjadi eksaserbasi akut.

Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih

reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari

penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat

dilakukan.

1. Non-Medikamentosa

a. Menghindari Rokok

Berhenti merokok dapat meningkatkan batuk pada banyak

pasien dengan bronkitis kronik dengan meningkatkan fungsi

mukosiliar dan sel goblet dengan menurunkan hiperplasia. Berhenti

merokok juga telah terbukti mengurangi cedera saluran napas dan

menurunkan kadar lendir di dikelupas sel tracheobronchial dahak

dibandingkan dengan mereka yang terus merokok. Sebuah studi

lanjutan longitudinal besar ditemukan bahwa tingkat kejadian CB

jauh lebih tinggi di saat perokok dibandingkan dengan mantan

perokok.

Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti

merokok merupakan terapi yang sejauh ini dapat mengurangi

progeresiviti penyakit. Proses inflamasi di jaringan masih terus

berlangsung walaupun sudah berhenti merokok. Kecanduan nikotin

merupakan masalah utama yang menjadi target terapi. Terapi

pengganti nikotin hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat ini

sedang dikembangkan vaksin yang mampu menetralisir nikotin

dalam darah. Jorenby dkk. menemukan Bupropion yang merupakan

suatu anti depresan cukup berhasil bila digunakan sebagai terapi

berhenti merokok. Pemberian bupropion selama 6-9 minggu

memberikan keberhasilan berhenti merokok sebesar 18%

14

Page 8: Diagnosis

dibandingkan dengan nikotin skin patch 9% dan plasebo 6%. Obat

ini ditoleransi dengan baik dan hanya menimbulkan efek samping

berupa serangan epilepsi sekitar 0,1% pada penderita.

b. Rehabilitasi

Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis

dan rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi

dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot dinding perut

sehingga didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi

berguna untuk menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi

kerja otot yang tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk

menghilangkan rasa cemas dan takut. 4

2. Medikamentosa

a. Mukolitik dan ekpetorat

Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi

dalam jalan napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka

panjang umum guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD

atau bronkitis kronik.

b. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

(SABA)

Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa

mekanisme :

Meningkatkan napas diameter luminal

Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan

intraseluler adenosin siklik monofosfat tingkat

Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi

saluran napas Cl- melalui aktivasi fibrosis kistik

transmembran regulator

Ini menurunkan viskositas mukus, memungkinkan untuk

transportasi lebih mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan

dalam model hewan, jangka pendek b-agonis dikaitkan dengan up

regulation clearance mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines

15

Page 9: Diagnosis

meningkatkan mukosiliar tidak hanya melalui properti

bronchodilatory mereka tetapi juga dengan merangsang frekuensi

silia beat, menambah saluran napas, transport ion epitel untuk

meningkatkan lendir hidrasi dan mempromosikan sekresi lendir di

saluran udara lebih rendah. Studi klinis theophylline di CB telah

menunjukkan fungsi paru-paru meningkat tapi tidak ada perubahan

konsisten dalam batuk dan produksi sputum.

c. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor

(LABAs) pada fungsi mukosiliar telah dikaitkan dengan manfaatnya

efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi

dan meningkatkan arus puncak ekspirasi, yang penting komponen

batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat

merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara

signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan

plasebo pada pasien dengan bronchitis.

d. Anticholinergics

Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic

dipercaya dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan

diameter luminal dan dengan menurunkan permukaan dan

submukosa kelenjar sekresi musin. Mereka juga dipercaya untuk

memfasilitasi lendir batuk –induced clearance. Namun,

antikolinergik mungkin bisa mengeringkan saluran nafas dengan

depleting lendir permukaan saluran napas, sehingga membuat

pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur tidak mendukung

penggunaan antikolinergik untuk pengobatan CB. Bromide

Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi kuantitas dan

tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak efektif

dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . Di

sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi ,

tiotropium meningkatkan fungsi paru-paru, tetapi tidak

16

Page 10: Diagnosis

mempengaruhi gejala batuk. Dalam studi lain dari 39 pasien dengan

COPD , tiotropium berkurang jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak

diperbaiki.5

e. Glucocorticoids

Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi

peradangan dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi

menurunkan hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti

menurunkan epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel

bronkial manusia. Mereka juga dapat mempercepat pembersihan

mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi

eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup skor pada PPOK.

f. Phosphodiesterase-4 Inhibitors

Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan

menurunkan peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran

napas dengan mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk

tidak aktif. Cilomilast dan roflumilast adalah second generation

sangat spesifik PDE - 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak

uji coba roflumilast atau cilomilast dibandingkan dengan placebo

menemukan bahwa pengobatan dengan inhibitor PDE - 4 hanya

sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95 % CI , 39,1-52,03 ) tetapi

mengurangi kemungkinan eksaserbasi ( OR , 0,78 , 95 % CI,0,72-

0,85). Roflumilast signifikan meningkatkan prebronchodilator FEV1

dan penurunan tingkat sedang sampai parah eksaserbasi dalam uji

coba secara acak pasien dengan COP . Dibandingkan dengan plasebo

, roflumilast menurun eksaserbasi sebesar 17 % ( 95 % CI , 8-25 % )

( 109 ) . Dalam dua uji coba 24 - minggu, 933 pasien dengan PPOK

sedang sampai berat secara acak ditugaskan untuk roflumilast

ditambah salmeterol atau salmeterol saja , dan 743 pasien secara

acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah tiotropium atau

tiotropium saja. Jadi, pada bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor

17

Page 11: Diagnosis

mungkin memainkan peran preventif dalam mencegah

perkembangan eksaserbasi pada pasien dengan CB dan COPD .

g. Antioksidan

Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara

yang terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.

Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari

radikal-radikal anion superoksid, hidrogen peroksid, radikal

hidroksil dan anion hipohalida yang diproduksi oleh sel radang. Anti

oksidan dapat mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak

berbahaya terhadap jaringan paru dan menekan efek radikal bebas

dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu

sumber glutation.

Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah

kerusakan parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam

asap rokok. Di samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat

mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah

dikeluarkan. Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada

penderita bronkitis kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah

sputum, purulensi sputum, banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari

sakit secara bermakna.

h. Antibiotik

Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien

bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti

– inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan

bronkitis kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin

proinflamasi , menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi

Dan peningkatan apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan,

meningkatkan Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet

sekresi. Dan penurunan bronkokonstriksi.5

Daftar Pustaka

18

Page 12: Diagnosis

1. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), 2007.

Executive summary global strategy for the diagnosis, management, and

prevention of chronic obstructive pulmonary disease update 2007.

2. Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan

Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

3. Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth, (Edisi 8), (Volume 3), Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

5. GOLD. 2013. Global Strategy For The Diagnosis, Management, And

Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Global Initiative for

Cronic Obstruktive Lung Disease. (GOLD).

6. Leelarungrayub D. Chest Mobilization Techniques For Improving Ventilation

on Gas Exchange in Cronic Lung Disease, Cronic Obstructive Pulmonary

Disease, Departement of Physical Therapy, Faculty of Associated Medical

Sciences, Chiang Mai University. Thailand. 2012.

19