diabetes mellitus bahan

Upload: mariana-ance

Post on 06-Mar-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asdfghjklwertyuio

TRANSCRIPT

I. Latar Belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar gula dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun mungkin juga didapatkan pada penyakit lain. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sehingga DM menjadi salah satu ancaman kesehatan global.

WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas20 tahun yang mengidap DM.

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM pada daerah urban untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7% dan terbesar di daerah Maluku Utara dan Kalimantan Barat yakni sebesar 11,1%. Sedangkn prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT) berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% dan di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar, sehingga di masa mendatang DM akan menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/ subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.

Penyandang diabetes yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan Endokrin, Metabolisme dan Diabetes di tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Demikian pula penyandang diabetes dengan glukosa darah yang sukar dikendalikan dan penyandang diabetes dengan penyulit. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya setelah penanganan di Rumah Sakit Rujukan selesai.

Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Dalam konteks ini keberadaan organisasi perkumpulan penyandang diabetes seperti PERSADIA, PEDI dan organisasi lain menjadi sangat dibutuhkan, yang akan membantu meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM dan memikirkan kepentingan mereka sendiri semaksimal mungkin.

Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna serta untuk menekan angka kejadian penyulit DM, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penyandang diabetes. Penyempurnaan dan revisi secara berkala standar pelayanan harus selalu dilakukan dan disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar- besarnya bagi penyandang diabetes.

Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. Saat ini, diperlukan standar pelayanan untuk penanganan hiperglikemia terutama bagi penyandang DM guna mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna, serta dapat menekan angka kejadian DM dengan penyulit.

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

2.2. Patogenesis DM tipe-2Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan beta pankreas telah dikenal merupakan patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Jaringan lemak (meningkatkan lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas (hiperglukagonemia) ginjal (peningkatan absorbsi glukosa) dan otak (resistensi insulin) kesemuanya berperan dalam menimbulkan terjadinyan gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2, berarti terdapat organ lain yang berperan pada patognesis DM tipe-2, disebut omnious octet, yakni sebagai berikut:1. Kegagalan sel beta pankreasPada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jlur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.2. LiverPada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver meningkat. Obat lain yang bekerja melaluijalur ini adalah metformin yang menekan proses gluconeogenesis.3. OtotTerdapat gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, tiazolidindion.4. Sel lemakSel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin menyababkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas dalam plasma yang akan merangsang proses glukoneogenesis dan mencetuskn resistensi liver dan otot, juga mengganggu sekresi insulin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah tiazolidindion.5. UsusGlukosa yang ditelan memicu respon insulin lebih besar dbandingkan dengan intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh dua hormon GLP-1 dan GIP. Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disampng hal tersebut, incretin segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja dalam menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.Saluran cerna juga memiliki peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-glukokinase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus yang dapat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghmbat kinerja enzim alfa-glukokinase adalah akarbosa.6. Sel alpha-pankreasBerfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma penderita meningkat dapat menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.7. GinjalGinjal memfiltrasi sekitar 163 g glukosa sehari. 90% nya akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proximal. 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM teradi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor seperti Dapaglifozin. 8. OtakInsulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik dengan DM maupun non-DM didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat mengacu akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah GLP-1 agonis, amylin, dan bromokriptin.

2.3. Klasifikasi DMTipe 1Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut Autoimun Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe Lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik yang berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus Gestasional

III. Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe-23.1. DiagnosisDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.KRITERIA DIAGNOSIS DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jamatau

Pemeriksaan glukosa plasma > 200 mg/dl 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban 75 gratau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl dengan keluhan klasikatau

Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode high-performance liquid chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi yang mempengaruhi umur seperti eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok pre diabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). GDPT : hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl TGT : hasilpemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 149-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa 6,5>126 mg/dl> 200 mg/dl

Prediabetes5,7-6,4100-125140-199

Normal 4000 gr atau mempunyai riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG)e. hipertensi (> 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)f. HDL < 35 mg/dl dan atau sindrom polikistik ovariumg. Riwayat prediabetesh. Obesitas berat, akantosis nigrikansi. Riwayat penyakit kardiovaskular2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko diatasCatatan:Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.

Pada keadaan yang tidak memungkinkan pemeriksaan TTGA, digunakan pemeriksaan glukosadarah kapiler, namun harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosadarah kapiler seperti berikut:

Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar GDS (mg/dl)Plasma vena< 100100-199>200

Darah kapiler< 9090-199>200

Kadar GDP (mg/dl)Plasma vena126

Darah kapiler100

3.2. Penatalaksanaan Diabetes MellitusTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :1. Jangka pendek: hilangnya keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komperhensif.

3.3. Langkah-langkah Penatalaksanaan UmumPerlu dilakukan evaluasi media yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:1.Riwayat Penyakit- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.- Pola makan, status nutrisi,status aktivitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri.- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani- Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi

2. Pemeriksaan Fisik- Pengukuran tinggi dan berat badan- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik- Pemeriksaan funduskopi- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid- Pemeriksaan jantung- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop- Pemeriksaan kaki secara komperhensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati, dan adanya deformitas)- Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas tempat penyuntikan insulin) - Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

3. Evaluasi Laboratorium- Pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam TTGO- Pemeriksaan kadar HbA1C

4. Penapisan KomplikasiPenapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:-Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)-Tes fungsi hati-Tes fungsi ginjal: kreatinin serum dan estimasi-GFR-Tes urine rutin-Albumin uri rutin-Rasio albumin kreatinin sewaktu-EKG-Foto rontgen thorax ( bila ada indikasi:TBC, PJK)-Pemeriksaan kaki secara komperhensif

3.5. EdukasiEdukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di pelayanan primer meliputi: Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hiperglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Pentingnya perawatan kaki Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah : Mengenal dan mencegah penyulit akut DM Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain Rencana untuk kegiatan khusus Kondisi kusus yang dihadapi Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM Pemeliharaan atau perawatan kaki

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:c. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindariterjadinya kecemasand. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana dengan cara yang mudah dimegertie. Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasif. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratoriumg. Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterimah. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaani. Melibatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasij. Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan keluarganyak. Gunakan alat bantu audiovisual

3.6. Terapi Nutrisi Medis (TNM)Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan tipe 2 secara komperhensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:1. Karbohidrat- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total 30*)WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:RedeningObesity and its Treatment.

3.7. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :- Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB. Umur Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%untuk dekade antara 40 dan 59 tahunDikurangi 10% untuk usia 60 dan 69 tahun Dikurangi 20%, di atas 70 tahun. Aktivitas Fisik atau PekerjaanKebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik1.penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat2.Penambahan 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, 40% pasien dengan aktivitas berat, dan 50% dengan aktivitas sangat berat- Stres metabolikPenambahan 10-30% tergantung dari beratnya stres metabolik (sepsis, operasi, trauma) Berat Badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukanBila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

3.8. Terapi farmakologisTerapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.1. Obat antihiperglikemia oral (OHO)Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:A. pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinidB. peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindionC. penghambat absorpsi glukosa di saluran cerna: penghambat glukosidasealfa.D. penghambat DPP-4 : dipeptydil peptidase 4E. Penghambat SGLT-2: sodium glucose co-transporter2)

A. Pemacu Sekresi Insulin1. SulfonilureaObat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. 2. GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu hipoglikemia.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulinTiazolidindionTiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas III-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Yang termasuk ke dalam obat golongan ini adalah pioglitazone.2.MetforminObat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang DMT2. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping dispepsia. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.C. Penghambat Absorbsi Glukosa di saluran pencernaan Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yangpaling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

D. Penghambat DPP-4Obat ini menghambat kerja enzim DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Contoh obat golongan ini yaitu linagliptin dan sitagliptin

E. Penghambat SGLT-2 Merupakan obat antidiabetes orl jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Yang termasuk kedalam obat golongan ini ialah canaglifozin, empaglifozin.

2. Obat antihiperglikemia suntika. InsulinInsulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Krisis Hiperglikemia Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulinBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni: insulin kerja cepat (rapid acting insulin) insulin kerja pendek (short acting insulin) insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) insulin kerja panjang (long acting insulin) insulin kerjaultra panjang (ultra-long acting insulin) insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah dan kerja cepat dengan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin

Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal, dapat digunakan insulin basal Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unti setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai

Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. q Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Semprit insulin dan jarumnya sebaiknya dipakai satu kali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh sterilitas terjamin. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 Penyuntikan pada daerah perut sekitar pusat sampai ke samping, kedua lengan atas samping, kedua paha samping.

3. Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Terapi kombinasi OHO baik secara terpisah maupun fixed dose combination harus menggunakan 2 macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Bila belum tercapai, dapat diberikan 2 OHO dengan insulin, bila tidak memungkinkan penggunaan insulin, digunakan kombinasi 3 OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, dimulai dengan kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan padamalam hari menjelang tidur. Sedangkan insulin jangka panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (umumnya 2 unit) . Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemikoral dihentikan secara hati-hati dan diberikan kombinasi insulin basal dan prandial.