diabetes mellitus

Upload: emily-nadya-akman

Post on 04-Mar-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronik pada anak dan dewasa. Diabetes mellitus adalah sindrom homeostasis gangguan energi yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau oleh defek kerjanya dan mengakibatkan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan metabolik endokrin masa anak dan remaja yang paling lazim dengan konsekuensi penting pada perkembangan fisik dan emosi.1

Kurang lebih 151.000 penderita diabetes berusia < 20 tahun. Ketika diabetes terjadi pada usia anak-anak, jenis diabetes tersebut adalah diabetes tipe I atau diabetes mellitus juvenil. Studi di Eropa juga menunjukkan adanya peningkatan frekuensi diabetes tipe I terutama pada anak-anak. Namun pada dua dekade terakhir, terjadi peningkatan frekuensi diabetes melitus tipe II pada anak dan dewasa. Menurut Centers for Disease Control (CDC), anak-anak di Amerika yang lahir pada tahun 2000 akan mengalami peningkatan risiko menderita diabetes tipe 2, sebelumnya disebut diabetes dewasa.2

Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari gangguan metabolik dan dari komplikasi jangka panjang yang mempengauhi pembuluh darah kecil maupun besar serta menyebabkan retinopati, nefropati, penyakit jantung iskemik, dan obstruksi arteri dengan ulkus diabetik. Manifestasi klinis akut dapat sepenuhnya dimengerti dalam lingkup ilmu pengetahuan sekarang ini mengenai sekresi dan kerja insulin; perkembangan genetik dan etiologi lain yang mengarah pada mekanisme autoimun sebagai faktor pada kejadian diabetes tipe I dan faktor keturunan penderita DM tipe II serta obesitas yang menjadi faktor pada diabetes tipe II. pertimbangan-pertimbangan ini membentuk dasar pendekatan terapeutis terhadap penyakit ini.1

Anamnesis

Identitas pasien

Keluhan utama

Keluhan utama dirasakan sejak kapan? Apakah ada pusing, mual, muntah, demam?

Pola makan & minum? Pola tidurnya? Berat badannya?

Pola buang air besar? Pola buang air kecil bagaimana?

Sering merasa lapar dan haus atau tidak?

Pernah ada rasa kesemutan di bagian ekstremitas atau tidak?

Riwayat Keluarga

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Hidrasi : Apakah pasien obes atau jelas mengalami kehilangan berat badan

Tingkat kesadaran : Tingkat kesadaran harus dicatat dan jika pasien tampak bingung atau gaduh-gelisah, pikirkan hipoglikemia terutama jika disertai dengan pengeluaran keringat dan pucat.

Keringat respirasi : Jika pasien bernafas dengan cepat atau seperti lapar akan udara (inspirasi dan ekspirasi dalam) adanya asidosis harus dicurigai.2 Palpasi

Takikardia : Denyut nadi radialis harus diraba. Takikardia dapat menyatakan adanya suatu infeksi atau hipoglikemia.

Hepatomegali : Hepatomegali dapat terjadi pada penderita diabetes dengan terjadinya infiltrasi lemak.

Sensasi : Perasaan terhadap sentuhan ringan dan tusukanjarum harus dinilai dan tusukan jarum harus dinilai dan hilang pada neuropaty perifer yang biasanya bilateral.2 Auskultasi

Bruit vaskular : Auskultasi pada arteri-arteri karotis, femoralis dan poplitea dilakukan untuk mencari apakah terdengar bruit terutama pada pasien yang menunjukan adanya penyakit vaskular.2Pemeriksaan PenunjangAda beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan guna membantu untuk mendiagnosa atau mengetahui komplikasi diabetes mellitus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

Kolesterol; nilai rujukan < 200 mg/ dl

Trigliserid; nilai rujukan 8%.

Badan keton (urin); nilai rujukan: negative.3Kriteria diagnostik DMDiagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dL.3Tabel 1. Kadar Glukosa3

Kadar Glukosa

Darah venaDarah kapilerPlasma

Diabetes Mellitus puasa7.0 mmol/L

(1.2 g/L)7.0 mmol/L

(1.2 g/L)8.0 mmol/L

(1.4 g/L)

Dan/ atau 2 jam setelah glukosa10.0 mmol/L

(1.8 el)11.0 mmol/L

(2.0 g/L)11.0 mmol/L

(2.0 g/L)

Gangguan toleransi glukosa puasa7.0 mmol/L

(12 g/L)7.0 mmol/L

(12 g/L)8.0 mmol/L

(1.4 el)

Dan 2 jam setelah glukosa7.0 10.0 mmol/L

(1.2 1.8 el)8.0-11.0 mmol/ L

(1.4 2.0 g/ L)8.0-11.0 mmol/L

(1.4 2.0 g/ L)

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Untuk Kepentingan Diagnosis DM3Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena< 110110-199> 200

Darah kapiler< 9090-199>200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Plasma vena< 110110-125>126

Darah kapiler< 9090-109>110

Working Diagnosis

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)

MODY biasanya tampak sebagai hiperglikemia ringan pada orang muda yang resisten terhadap ketosis. Ada empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominan autosomal. Pertama, transimisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua, didapatkan perbandingan anak diabetes non-diabetes 1:1 jika satu orangtua menderita diabetes. Ketiga, sekitar 90% pembawa obligat menderita diabetes. Keempat, transimisi langsung dari laki-laki ke laki-laki menyingkirkan pewarisan terkait X. 4Penelitian genetik menunjukkan kaitan yang jelas antara MODY dan mutasi dalam gena glukokinase yang terletak pada lengan pendek kromosom 7. Tidak dijumpai pada NIDDM biasa. Polimorfisme pada gena sitase glikogen dilaporkan pada sebagian pasien dengan NIDDM khas, tetapi kemaknaannya tidak diketahui. Sintase glikogen merupakan calon yang menarik karena sintesis glikogen terganggu pada NIDDM. Namun alel A2 yang dianggap merupakan penanda diabetes hanya ada pada 30 persen kelompok penelitian yang terdiri atas 107 pasien (8 persen pada pembanding) . Tidak didapatkan adanya hubungan HLA, dan mekanisme autoimun tidak berperan. Sangat mungkin lebih dari satu gena yang terlibat pada NIDDM, tetapi sejumlah molekul kandidat terbukti tidak berharga pada pencarian mutasi informatif. Termasuk molekul penghantar glukosa GLUT2 dan GLUT4 (yang membawa glukosa menembus membrana plasma pankreas/hati dan otot/lemak, berturut-turut), reseptor insulin dan peptida amiloidogenik pulau-pulau pankreas yang disebut amilin. Apapun asalnya, pengaruh genetik sangat kuat, karena angka konkordansi diabetes tipe II pada kembar monozigot mencapai 100%. Risiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIDDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe I. hampir empat per sepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas.4 Differential Diagnosis Diabetes Melitus tipe II

Diabetes mellitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai noninsulin dependent diabetes mellitus, (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut sebagai diabetes awitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.4

Etiologi & Patofosiologi

Meskipun diabetes tipe II sepuluh kali lebih sering ditemukan ketimbang diabetes tipe I dan memiliki predisposisi genetic yang jauh lebih kuat (35% anggota keluarga generasi pertama mengidap diabetes atau gangguan toleransi glukosa), defek molecular spesifik atau defek yang menyebabkan diabetes tipe II sebagian besar masih belum diketahui, sebagian karena sifat penyakit yang heterogen, serta kemungkinan kausa poligenik. Selain itu, peningkatan prevalensi diabetes tipe II sebesar 61% yang terjadi di Amerika Serikat antara tahun 1991 dan 2001 (sesuai dengan peningkatan prevalensi obesitas sebesar 74%) menekankan pentingnya hubungan timbal-balik factor genetika dan lingkungan.5

Meskipun diabetes tipe I disebabkan oleh defisiensi insulin, baik gangguan sekresi insulin maupun adanya resistensi insulin dijumpai pada diabetes tipe II dan keduanya harus ada pada kebanyakan kasus agar penyakit ini bermanifestasi secara klinis. Individu dengan diabetes tipe II mengeluarkan lebih sedikit insulin sebagai respon terhadap glukosa dan memperlihatkan penurunan yang khas pada pelepasan awal insulin. Selain itu, pasien dengan diabetes tipe II resisten terhadap efek insulin.

Tidak diketahui apakah resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin sel B merupakan lesi primer pada diabetes tipe II. Namun, beberapa decade sebelum munculnya diabetes klinis, terjadi resisten insulin dan peningkatan kadar insulin. Hal ini mendorong para peneliti berhipotesis bahwa resistensi insulin mungkin merupakan kelainan primer, yang menyebabkan peningkatan kompensatorik sekresi insulin yang akhirnya tidak dapat dipertahankan oleh pancreas. Ketika pancreas telah kelelahan dan tidak dapat mengimbangi kebutuhan insulin, mungkin akibat efek toksik dari tumpukan protein-protein di reticulum endoplasma sel B, timbullah diabetes klinis. Peneliti-peneliti lain menduga bahwa proses awal dipicu oleh hiperinsulinemia, suatu defek primer sel B.

Peningkatan kadar insulin menekan jumlah reseptor insulin, yang menyebabkan resistensi insulin dan akhirnya menyebabkan kelelahan sel B. Sebagian peneliti lainnya menduga bahwa defek primernya dapat berupa gangguan sekresi awal insulin oleh sel-sel pulau sebagai respons terhadap glukosa , yang kemudian menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia dan hiperinsulinemia kompensatorik kemudian menyebabkan terjadinya resistensi insulin.6

Dalam beberapa decade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi gen-gen yang berperan dalam diabetes tipe II. Contohnya, gen-gen kandidat dengan produk gen defektif yang dapat menjalankan resistensi terhadap efek insulin, mungkin mencakup gen insulin itu sendiri, reseptor insulin, atau produk gen lain yang bertanggung jawab dalam efek insulin pascareseptor, sedangkan gen-gen yang mengatur pelepasan insulin merupakan kandidat untuk kelainan sel B. Namun, meskipun hasil berbagai penelitian tersebut telah membantu mengungkapkan berbagai gen dan jalur yang terlibat dalam pathogenesis diabetes tipe II yang dapat dijadikan target untuk intervensi medis, penelititan-penelitian tersebut hanya mengidentifikasi dasar genetic penyakit bagi hanya sebagian kecil pasien. Contohnya defek di enam gen yang pentung untuk fungsi sel B, (misalnya : glukokinase, factor nucleus hati) terbukti menjadi penyebab diabetes pada orang dengan maturity onset diabetes of the yyoung (MODY), suatu penyakit autosomal dominan yang hanya menimbulkan 2-5% kasus diabetes tipe II yang ditandai oleh diabetes ringan pada individu kurus yang jauh lebih muda ketimbang pada kebanyakan pasien diabetes tipe II dewasa.5Tabel 1. Perbedaan MODY & Diabetes Melitus Tipe II

Demikian juga, resistensi insulin akibat defek pada insulin, seperti mutasi yang menyebabkan hilangnya pemrosesan proinsulin menjadi insulin, jarang ditemukan seperti halnya sindrom-sindrom resistensi insulin berat akibat defek reseptor insulin. Karena itu, resistensi insulin diperkirakan timbul akibat defek pascareseptor pada zat-zat antara penyalur sinyal yang berada di sebelah distal dari kinase reseptor insulin, misalnya insulin receptor substrate (mis : IRS-1), atau pada produk gen yang diatur oleh insulin, misalnya pengangkut glukosa di jaringan lemak dan otot (GLUT-4).

Upaya-upaya untuk mengidentifikasi gen-gen kandidat pascareseptor pada manusia dipengaruhi oleh hasil-hasil penelitian pada mencit transgenic yang membuktikan pentingnya efek delesi elemen-elemen penting dalam jalur sinyal insulin (termasuk reseptor insulin, IRS, dan GLUT-4) di jaringan tertentu (mis : hati, otot, lemak, otak). Contohnya, penurunan ekspresi GLUT-4 di jaringan lemak yang juga terjadi pada individu dengan diabetes, menyebabkan gangguan kerja insulin di otot dan hati, sementara mutasi di protein IRS dapat menyebabkan resistensi insulin dan defek sekresi insulin sel B. Karena penelitian terhadap berbagai gen kandidat spesifik untuk mutasi genetic belum berhasil mengidentifikasi kausa utama diabetes tipe II, studi-studi linkage-analysis kini juga dilakukan pada populasi atau keluarga tertentu (mis : orang Indian pinna, dengan insiden diabetes tipe II mencapai 50%) untuk mengidentifikasi lokasi kromosomal defek genetic yang mendasari diabetes tipe II.6Dengan menggunakan pendekatan ini, gen dalam pelepasan atau kerja insulin baru kini ditelaah berkaitan dengan diabetes tipe II pada orang Amerika-Meksiko dan populasi tertentu lainnya. Sebagian besar (80%) pengidap diabetes tipe II mengalami obesitas. Obesitas, terutama abdomen sentral, berkaitan dengan peningkatan resistensi insulin. Orang dengan obesitas yang tidak mengidap diabetes memperlihatkan peningkatan kadar insulin dan penurunan reseptor insulin. Pengidap diabetes tipe II dengan obesitas sering memperlihatkan obesitas. Namun, untuk kadar glukosa tertentu, kadar insulin pada pengidap diabetes tipe II dengan obesitas lebih rendah daripada kadar yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe II mengalami desinfeksi relative insulin dan tidak dapat mengompensasi peningkatan resistensi insulin yang disebabkan oleh obesitas. Karena itu, obesitas berperan dalam timbulnya diabetes tipe II.6Peran obesitas pada diabetes tipe II juga ditekankan oleh kenyataan bahwa penurunan berat badan pada pengidap diabetes tipe II dengan obesitas dapat meringankan atau bahkan menghilangkan penyakit. Semakin banyak bukti yang meunujukkan bahwa jaringan adipose, dengan menghasilkan hormone dan bahan bakar, merupakan suatu organ penting dalam pathogenesis resistensi insulin pada diabetes tipe II. Hormon-hormon yang dihasilkah oleh lemak (adipokin), misalnya resistin, suatu protein yang banyak diproduksi oleh jaringan lemak pada mencit dengan obesitas dan menyebabkan resistensi insulin di lemak dan otot, atau adiponektin, suatu protein yang mungkin meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, mungkin merupakan penghubung antara obesitas dan diabetes pada manusia.6Selain itu, prodiksi factor nekrosis tumor (TNF) oleh jaringan lemak juga dapat menyebabkan resistensi insulin dengan merangsang dan menginaktifkan fosforilasi protein penambat reseptor insulin, misalnya IRB-1. Bukti pengalihan glukosa ke jalur heksosamin, suatu proses yang di gerakkan oleh glukosa atau asam lemak dalam kadar darah tinggi. Kadar tinggi, menurunkan kepekaan sel terhadap insulin. Karena itu, kelebihan nutrient ini sendiri tampaknya juga dapat berperan meningkatkan prevalensi.7

Diabetes Melitus Tipe Lain

Ada dikenal diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok di atas, yaitu diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang menganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.

Etiologi

Penyebab diabetes macam ini adalah :

a. Defek genetik fungsi sel beta

Kromososm 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)

Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu MODY 4)

Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)

Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria, lainnya

b. Defek genetik pada kerja insulin : resistensi insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.

c. Penyakit pancreas eksokrin : pancreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.

d. Endrokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.

e. Imbas obat/ imbas kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid. Diazoksid, aldosteronoma, lainnya.

f. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.

g. Bentuk tak lazim diabetes imunologik : sindrom Stiffman, antibody anti reseptor insulin, lainnya.

h. Sindrom genetic lain: Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolframs, ataksia Friedrichs, chorea Huntington, sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Wili, lainnya.7EpidemiologiPada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat.4Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.4Gejala Klinis Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. 5

Pada DM Tipe II gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe II seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe II umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf. 6Penatalaksanaan

Medika mentosa

Hal yang harus dipahami adalah bahwa DM tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan kontrol metabolik yang baik. Kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun dianggap masih ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c