diabetes mellitus

27
Retinopati diabetik dapat menyebabkan penglihatan menjadi buruk seperti glaukoma neovaskular di mana bocornya pembuluh darah di retina menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru abnormal pada iris. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada saraf optik dan akan menyebabkan kehilangan penglihatan jika sudah terjadi kerusakan yang berat (Ankur R, 2012). Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi Diabetes mellitus adalah keadaan dimana terjadi hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai terjadi lesi pada membran basalis (Masdjoer, A, 2000). Diabetes mellitus bermanifetasi berupa hilangnya toleransi terhadap karbohidrat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kadar insulin di dalam darah sehingga karbohidrat tersebut tidak bisa digunakan sebagai energi. Kurangnya insulin bisa disebabkan oleh kerusakan sel beta

Upload: baiqhulhizatilamni

Post on 05-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jhsghjgdhj

TRANSCRIPT

Retinopati diabetik dapat menyebabkan penglihatan menjadi buruk seperti glaukoma neovaskular di mana bocornya pembuluh darah di retina menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru abnormal pada iris. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada saraf optik dan akan menyebabkan kehilangan penglihatan jika sudah terjadi kerusakan yang berat (Ankur R, 2012).

Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah keadaan dimana terjadi hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai terjadi lesi pada membran basalis (Masdjoer, A, 2000).

Diabetes mellitus bermanifetasi berupa hilangnya toleransi terhadap karbohidrat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kadar insulin di dalam darah sehingga karbohidrat tersebut tidak bisa digunakan sebagai energi. Kurangnya insulin bisa disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin (Price & Wilson, 2005).

2.1.2 Epidemiologi

Jumlah penderita diabetes mellitus secara global terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO) angka kejadian diabetes mellitus di dunia berkembang dari 30 juta pada tahun 1985 menjadi 194 juta pada tahun 2006. Pada tahun 2025 diperkirakan angka ini terus meningkat mencapai 333 juta. Penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2006 ditemukan 14 juta jiwa, WHO memperkirakan pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang Indonesia akan terkena penyakit diabetes mellitus (Depkes RI, 2000).

2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan diabetes tipe lain (WHO, 2006 ; Widjayanti, 2008; John, 2006).

DM tipe 1 dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Sebagian besar penderita DM tipe 1 disebabkan oleh proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai tipe 1 idiopatik, pada mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami ketoasidosis (Widjayanti, 2008; John, 2006).

DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes tipe ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resisten) dan terjadi disfungsi sel . Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup dan terjadi kelelahan pada pankreas untuk mengkompensasi resistensi insulin ini. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering menjadi faktor utama untuk terjadi DM tipe ini. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin. Pada diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (John, 2006).

Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah kehamilan yang disertai dengan peningkatan resisten insulin (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria (John, 2006).

GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia (Widjayanti, 2008)

DM tipe lain yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushings, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Downs, Klinefelters) (Widjayanti, 2008).

2.1.4 Etiologi Adapun beberapa etiologi dibetes mellitus yaitu (ADA, 2012) :

Tabel 1. Klasifikasi tipe DM berdasarkan etiologi.

Klasifikasi

DM

TipeTipe 1 Tipe 2Tipe 3Tipe 4

Etiologi A.Immune mediated

B. Idiopathicresistensi insulin dengan defisiensi relatifA. Genetic defects of b-cell function

Chromosome 12, HNF-1a (MODY3)

Chromosome 7, glucokinase (MODY2)

Chromosome 20, HNF-4a (MODY1)

Chromosome 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY4)

Chromosome 17, HNF-1b (MODY5)

Chromosome 2, NeuroD1 (MODY6)

Mitochondrial DNA

Others

B. Genetic defects ininsulin action

Type A insulin resistance

Leprechaunism

Rabson-Mendenhall syndrome

Lipoatrophic diabetes

Others

C. Diseases of the exocrine pancreas

1. Pancreatitis

2. Trauma/pancreatectomy

3. Neoplasia

4. Cystic fibrosis

5. Hemochromatosis

6. Fibrocalculous pancreatopathy

7. Others

D. Endocrinopathies

1. Acromegaly

2. Cushings syndrome

3. Glucagonoma

4. Pheochromocytoma

5. Hyperthyroidism

6. Somatostatinoma

7. Aldosteronoma

8. Others

E. Drug or chemical induced

1. Vacor

2. Pentamidine

3. Nicotinic acid

4. Glucocorticoids

5. Thyroid hormone

6. Diazoxide

7. b-adrenergicagonists

8. Thiazides

9. Dilantin

10. g-Interferon

11. Others

F. Infections

1. Congenital rubella

2. Cytomegalovirus

3. Others

G. Uncommon forms of immune-mediated diabetes

1. Stiff-mansyndrome

2. Anti-insulin receptor antibodies

3. Others

H. Other genetic syndromes sometimes associated with diabetes

1. Down syndrome

2. Klinefelter syndrome

3. Turner syndrome

4. Wolfram syndrome

5. Friedreich ataxia

6. Huntington chorea

7. Laurence-Moon-Biedl syndrome

8. Myotonic dystrophy

9. Porphyria

10. Prader-Willi syndrome

11. Others Gestational diabetes mellitus

2.1.5 Anatomi

Pankreas adalah sebuah kelenjar saluran cerna yang berbentuk memanjang dan terletak melintang pada dinding abdomen dorsal, dorsal terhadap gaster. Pankreas menghasilkan (Moore & Agur, 2002) :

Sekret eksokrin yang dikelurkan ke dalam duodenum melalui ductus pankreatikus

Sekret endokrin (glukagon dan insulin) yang dikelurkan langsung ke dalam aliran darahAnatomi pankreas meliputi (Moore & Agur, 2002) :

Caput pankreas

Caput pankreatic memiliki bagian yang menonjol ke arah kranial kiri, dorsal dari pembuluh mesentrika superior. Ke arah dorsal caput pankeratis berbatas langsung pada vena cava inferior, arteri renalis dextra dan vena renalis dextra dan vena renalis sinistra. Ductus choledochus yang melintas ke duodenum, terletak dalam alur pada permukaan dorsokranial caput pankreas.

Collum pankreas

Terletak pada sebelah dorsal beralur, disebabkan oleh pembuluh darah mesentrica superior. Bagian ventralnya tertutup oleh peritoneum dan berbatas pada pylorus.

Corpus pankreas

Meluas ke kiri dengan melintasi aorta dan vertebra L2, dorsal dari bursa omentalis. Corpus pankreas berhubungan erat dengan pembuluh splenica.

Cauda pankreas

Terletak antara kedua lembar ligamentum splenorenale bersama pembuluh splenica. Ujung panlreas biasanya menyentuh hilum splenicum.

Ductus pancreatic

Berawal dalam cauda panreatic dan melalui massa kelenjar caput pancreas untuk membelok ke kaudal dan mendekati ductus choledochus (biliaris). Kedua ductus ini menyatu membentuk ampulla hepatipancreatic.

Ductus pancreatic accessories (duktus santorini)

Berfungsi sebagai penyalur getah pancreas dari processus uncinatus dan bagian kaudal caput pankreatis.

Ada 2 jaringan utama yag menyusun pankreas ( Eroschenko, V. 2003 ):

1. Asini

Berfungsi untuk mensekresikan getah pencernaan dalam duodenum

2. Pulau Langerhans

Pulau langerhans memiliki beberapa jenis sel antara lain sel alfa menghasilkan hormon glukagon; sel beta menghasilkan hormon insulin; sel delta mengasilkan hormon somatostatin.

2.1.6 Fisiologi

Pankreas merupakan organ tubuh yang berfungsi ganda sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas membantu dan berperan penting dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas seperti amilase, lipase dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin,pankreas dikenal dengan produksi hormon-hormon insulin dan glukagon yangberperan dalam metabolisme glukosa. Fungsi endokrin pankreas dilakukan olehpulau-pulau Langerhans yang tersebar di antara bagian eksokrin pankreas (Guyton, 2007).Pankreas merupakan organ penting dalam mengukur kadar glukosa darah. Hormon yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah tersebut adalah hormon insulin yang disekresikan oleh sel beta dan hormon glikogen yang disekresikan oleh sel alfa. Jika terjadi kerusakan pada sel beta pulau langerhans ini akan menyebabkan produksi insulin menurun. Dengan turunnya insulin maka akan mengakibatkan hiperglikemia (Ganong, 1995).Pengaturan kadar gula dipengaruhi oleh aktifitas hormon insulin, glukagon. Insulin efektifmenurunkan kadar glukosa dalam darah dan hormon glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan growth hormone membebaskan cadangan glukosa sehingga kadar glukosa meningkat. Selain itu gula darah juga dipengaruhi oleh hati, pankreas, adenohipofisis dan adrenalin juga masih dipengaruhi oleh tiroid, kerja fisik dan faktor lainya seperti Herediter dan Imunologi. Penyimpangan dari kadar normal dapat diakibatkan karena perubahan kecepatan oksidasi glukosa dan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi (Price & Wilson, 2005). 2.1.7 Patofisiologi

Pada DM tipe 2 terjadi 2 defek fisiologi yaitu abnormalitas sekresi insulin, dan terjadi resistensi kerja pada jaringan sasaran. Pada DM tipe 2 terjadi 3 fase urutan klinis. Pertama, glukosa plasma tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin karena insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meski pun terjadi peningkatan konsentrasi insulin, tetap terjadi intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, sehingga menyebabkan hiperglikemia puasa dan DM yang nyata (Foster, 2000; Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

Sebagian besar pasien DM tipe 2 mengalami obesitas, dan hal itu sendiri yang menyebabkan resistensi insulin. Namun penderita DM tipe 2 yang relatif tidak obesitas dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan insulin. Hal ini membuktikan bahwa Obesitas bukan penyebab resistensi satusatunya DM tipe 2 (Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

Diketahui bahwa endapan amiloid ditemukan dalam pankreas pasien DM tipe 2, namun peranan amilin terkait dengan DM belum dapat dibuktikan. Amilin merupakan suatu peptida asam amino. Pada keadaan normal, amilin terbungkus bersamasama insulin dalam granula sekretori dan dikeluarkan bersamasama sebagai respons terhadap pengeluaran insulin. Penumpukan amilin dalam pulau Langerhans kemungkinan merupakan akibat kelebihan produksi sekunder karena resistensi insulin. Kemungkinan lain, penumpukan amilin dalam pulau Langerhans menyebabkan kegagalan lambatnya produksi insulin pada pasien yang sudah lama menderita DM tipe 2 (Manaf, Soegondo dan Purnamasari, 2009).

2.1.8 Manifestasi klinis

pada penderita DM tidak bisa mempertahankan kadar glukosa darah plasma puasa yang normal, atau tolerasni glukosa setelah mengkonsumsi karbohidrat. Jika hiperglikemia yang diderita berat melebihi ambang batas ginjal normal, maka akan timbul glikosuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik yang mengakibatkan peningkatan pengeluaran urine atau disebut dengan poliuria. Karena glukosa hilang bersama urine maka keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) timbul akibat kehilangan kalori. Pasien juga mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2005).Penderita DM memiliki keluhan, yaitu keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita ( PERKENI, 2011).

2.1.9 Diagnosis Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara ( PERKENI, 2011) : Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

2.1.10 Tatalaksana

Penatalaksanaan diabetes mellitus meliputi 4 pilar utama pengelolaan yaitu: penyuluhan (edukasi), perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat hipoglikemik. Terapi gizi pada penderita diabetes mellitus merupakan komponen utama keberhasilan pada penatalaksanaan diabetes. Kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes (Maulana, 2009).

Diet adalah terapi utama pada diabetes mellitus, maka setiap penderita semestinya mempunyai sikap yang positif (mendukung) terhadap diet agar tidak terjadi komplikasi, baik akut maupun kronis. Jika penderita tidak mempunyai sikap yang positif terhadap diet diabetes mellitus, maka akan terjadi komplikasi dan pada akhirnya akan menimbulkan kematian, untuk mempertahankan kualitas hidup dan menghindari komplikasi dari diabetes mellitus tersebut, maka setiap penderita harus menjalankan gaya hidup yang sehat yaitu menjalankan diet diabetes mellitus dan olahraga yang teratur (Effendi, 1999).

Berikut penjelasan 4 pilar penatalaksanaan DM (PERKENI, 2011) :

EdukasiTim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai hal tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Terapi Nutrisi Medis (TNM)Hal penting untuk menuju keberhasilan terapi ini adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Latihan jasmaniLatihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Terapi farmakologisTerapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

2.1.11 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh tingkat kontrol dari penyakit ini. Diabetes mellitus menyebabkan morbiditas dan mortalitas karena perannya dalam mengembangkan penyakit kardiovaskular, ginjal, neuropati, dan penyakit pada retina (Khardori R et al, 2015).

2.1.12 Komplikasi

Komplikasi DM dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu : komplikasi metabolik akut dan komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang (Price & Wilson, 2005). Komplikasi vaskular jangka panjang DM melibatkan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot serta kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis (Price dan Wilson, 2005). 2.1.12.1 komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsetrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan badan keton. Koma dan kematian akibat DKA sangat jarang terjadi (Price & Wilson, 2005).

Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (NNHK) merupakan komplikasi metabolik akut lain dari DM yang sering terjadi pada DM tipe 2 pada penderita yang lebih tua. Pasien dapat pingsan dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Penanganan pada kasus ini yaitu rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular. Perbedaan dari DKA dan NNHK yaitu tidak terdapat ketosis (Price & Wilson, 2005).

Komplikasi yang sering terjadi yaitu hipoglikemia, terutama pada terapi insulin. Pada pasien dependen insulin kemungkinan terjadi hipoglikemia jika mendapatkan insulin dengan kadar yang lebih dari seharusnya. Gejala hipoglikemia yaitu berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi. Bila serangan hipoglikemia sering terjadi dan berlangsung lama perlu diperhatikan terjadi kerusakan otak. Tatalaksana dari hipoglikemia yaitu pemberian karbohidrat, baik oral maupun intravena (Price & Wilson, 2005).2.1.12.2 Komplikasi kronik jangka panjang

Komplikasi kronik jangka paanjang dari DM melibatkan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Manifetasi klinis penyakit vaskuler, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul sampai 15 sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes (Price & Wilson, 2005).

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

PenelitiJudul PenelitianDesain PenelitianVariabelHasil Penelitian

Masoud et al (2004)Retinopathy and microalbuminuria in type II diabetic patientsPotong-lintang Pasien retinopati menjadi retinopati diabetik proliferatif

Korelasi antara retinopati diabetik dengan indeks massa tubuh (BMI)

Korelasi antara retinopati diabetik dengan mikroalbuminuria5,4% dari pasien retinopati akan menjadi retinopati diabetik proliferatif

terdapat korelasi yang terbalik antara retinopati diabetik dengan indeks massa tubuh (BMI)

terdapat hubungan yang kuat antara retinodiabetik dengan mikroalbuminuria

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka KonsepDiabetes Mellitus

komplikasi

Tipe I

Resistensi Insulin

Tipe II

DMG

Jalur 1

Gejala

Glukosa darah tinggi

Retinopati diabetik

Jalur 2

Tipe lain

Jalur 3

Derajat

albuminuria

Hipertensi

Nefropati Diabetik

Derajat

Neuropati Diabetik

Hubungan derajat Retinopati Diabetik dengan Nefropati Diabetik pada pasien Diebetes Mellitus Tipe II

Derajat Retinopati Diabetik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II

Derajat Nefropati Diabetik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II