dhf grade ii yg diganti

Upload: reza-akbar

Post on 29-Oct-2015

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DHF

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGPenyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan di Indonesia, dimana seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DHF, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia. Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian cenderung menurun, dimana pada akhir tahun 60-an/awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-5% pada saat sekarang.(1)

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype DEN-2.(2)Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD), dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue / DSS).(2)DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas yang berlangsung terus-menerus, terdapat manifestasi perdarahan, pembesaran hati, bisa menyebabkan syok dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.(3)

Demam Berdara Dengue (DBD) merupakan salah satu bentuk spectrum klinis infeksi virus dengue yang mempunyai perjalanan penyakit sangat khas dan dapat dikatakan klasik. Dengan mempelajari pathogenesis penyakit infeksi dengue, maka kita dapat memperkirakan perjalanan penyakit infeksi virus dengue.(6)

Mengingat DBD termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut terbanyak dan endemis di Indonesia serta saat ini menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah tertentu, maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.(6)TUJUANPenulisan laporan kasus ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari demam beredarah dengue yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti edema paru, ensefalopati dengue dan kelainan ginjal.BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Pasien anak bernama D umur lima tahun jenis kelamin perempuan beralamat Gegesik, Kabupaten Cirebon. Pasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 September 2012. Terdaftar dengan nomor rekam medis 710288. Pasien merupakan anak dari Tuan B, berumur 38 tahun bekerja sebagai karyawan dengan pendidikan terakhir pada sekolah menengah pertama dan ibu pasien bernama Nyonya I, berumur 31 tahun dengan pendidikan terakhir pada sekolah menengah pertama bekerja sebagai karyawan.II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 15 September 2012

1. Keluhan utama : Demam 2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien anak laki-laki datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.3 hari yang lalu, pasien mengeluh demam tinggi, demam naik secara mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai dengan keringat. Pasien merasa lemas sejak demam, lemas akan berkurang bila beristirahat. Pasien mengatakan tidak ada pilek dan batuk, tidak ada nyeri menelan, tidak ada nyeri telinga. Pasien merasa mual, muntah setiap makan dan nyeri perut. Pasien mengeluh sakit kepala berdenyut. Pasien merasakan nyeri pada seluruh badan dan sendi. BAK + 5x/hari, berwarna kuning jernih, tidak ada busa, tidak ada darah.BAB (-) dua hari. Pasien hanya minum obat penurun panas, demam turun dan kemudian demam naik lagi.Dua hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya terasa sangat hebat dan demam terasa semakin tinggi, akhirnya orang tua pasien memutuskan untuk membawa anaknya ke klinik terdekat, pasien dibawa ke dokter umum, dan diberikan obat penurun panas, dan antibiotik untuk mengurangi nyeri pada ulu hatinya dan menurunkan demamnya, mual dan muntah namun tidak berkurang setelah minum obat, demam dirasa tetap tinggi.

Satu hari yang lalu, pasien merasakan demamnya semakin tinggi, disertai keringat yang banyak, tidak menggigil, sakit kepala mulai dirasakan menyeluruh.

Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa demam tinggi tidak ada perbaikan dan karena takut semakin parah keadaannya, pasien juga merasakan ada darah yang keluar dari hidungnya, ada bercak-bercak kemerahan pada lengan bawah, tidak ada gusi berdarah. Ibu pasien memutuskan untuk datang ke IGD RSUD Arjawinangun.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing, tidak ada riwayat darah tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Menurut Orang tua pasien di keluarga ada yang menderita demam berdarah yaitu kakek pasien, sebelumnya pasien juga tidak memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya demam. Pasien mengatakan tidak suka jajan sembarangan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah sakit DBD sebelumnya4. Riwayat Penyakit Keluarga Dikeluarga ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien, yaitu kakek pasien.5. Riwayat PribadiMenurut keterangan ibu pasien selama kehamilan pasien, rutin kontrol ke bidan dan di imunisasi TT sebanyak dua kali. Pada saat persalinan,anak dilahirkan pada umur kehamilan sembilan bulan, spontan, ditolong oleh bidan, dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 49 centimeter. Menurut ibu pasien, setelah dilahirkan anak langsung menangis kuat, gerak aktif, tidak mengalami sesak dan kebiruan setelah lahir.6. Riwayat Makanan Menurut keterangan ibu pasien pada saat pasien berusia nol sampai dengan dua bulan pasien hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. Pada saat usia dua sampai dengan enam bulan pasien diberikan PASI (SGM) 6 x 120cc sehari. Pada usia enam sampai dengan 12 bulan diberikan PASI (SGM) 4 x 120cc ditambah dengan bubur susu satu kali mangkuk kecil sehari dan biskuit 2 x sehari sejak mulai lapan bulan. Pada saat pasien berusia satu tahun diberi PASI (SGM) 4 x 120cc nasi tim tiga kali mangkuk kecil. .Usia satu tahun setengah diberi PASI (SGM) 4 x 200cc (sampai 3 tahun), ditambah menu keluarga seperti nasi tiga kali sehari dengan setiap kali makannya berupa satu piring kecil, sayur (bayam/katuk/labu), lauk (satu potong ikan /telur/ ayam/tempe/tahu) porsi makan dihabiskan dan buah pepaya/pisang/jeruk satu kali. Ketika umur 4 tahun, diberikan nasi biasa dan menu keluarga ( sayur, ikan tahu, buah) dan juga susu bubuk atau kaleng 1x sehari7. Perkembangan Menurut keterangan ayah dan ibu pasien pada usia tiga bulan pasien sudah dapat mengoceh spontan, mengangkat kepala dan tengkurap. Usia enam bulan pasien sudah mulai bisa duduk. Pada usia delapan bulan pasien sudah mulai merangkak dan belajar berdiri pada usia 10 bulan. Pada usia 15 bulan pasien sudah dapat berjalan dan usia 18 bulan pasien sudah dapat berlari. Ayah dan ibu pasien tidak ingat kapan mulai pasien berbicara. Pada usia 5 tahun pasien sudah mulai bisa membaca dan menulis..Saat ini menurut orang tua pasien, pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.8. Imunisasi Menurut keterangan ibu pasien, pasien diberikan imunisasi lengkap, akan tetapi ibu pasien tidak ingat apa saja imunisasi yang telah diberikan dan pada bulan keberapa dilakukan imunisasi. III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Umum ( Tanggal 15 September 2012 ) Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 130 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, pernapasan 20 x/menit dan suhu 37,50C.Berat badan 15 kg dan tinggi badan 115 centimeter.

Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan dibandingkan dengan umur. Badan terlihat kurus. Berdasarkan kurva CDC (2 to 20 years: Girls Weight for age percentiles) BB/U =15 / 18 x 100% = 83%. Kesimpulan status gizi pasien ini adalah gizi cukup. 2. Pemeriksaan Khusus

Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang, tidak ada sikatrik, tidak tampak ikterus, dan terdapat petekie. Bentuk kepala normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter tiga milimeter, refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri, dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada tapi terdapat epistaksis. Bentuk mulut tidak ada kelainan, bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea di tengah. Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasiictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupun gallop.Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 September 2012 pukul didapatkan kadar Hemoglobin 13,9 gr/dl, Leukosit 9.400l, Trombosit 78.000103/l, Hematokrit 44,1 %, Limfosit 26,8%, Monosit 10,8%, Granulosit 62,4%.

V. RESUME Seorang pasien laki-laki berumur 5 tahun datang ke IGD RSUD Arjawinangun pada tanggal 15 September 2012 diantar oleh Ibu dan Ayahnya dengan keluhan demam tinggi terus menerus sejak 3 hari SMRS, demam naik secara mendadak, terus menerus sepanjang hari, disertai dengan keringat. Pasien merasa lemas sejak demam, lemas akan berkurang bila beristirahat. Pasien mengatakan tidak ada pilek dan batuk, tidak ada nyeri menelan, tidak ada nyeri telinga. Pasien merasa mual, muntah setiap makan dan nyeri perut. Pasien mengeluh sakit kepala berdenyut.Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 130 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 37,50C, dan pernapasan 20 x/menit. Berat badan 15 kg dan tinggi badan 115 cm.Pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi perut membuncit, pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium, pada perkusi terdengar redup diseluruh lapang abdomen, pada auskultasi terdengar bising usus.

Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 September 2012 pukul 12:06:59 didapatkan kadar Leukosit 9.400 l, Hemoglobin 13,9 gr/dl, Hematokrit 44,1 %, Trombosit 78.000 /l, Limfosit 26,8%, Monosit 10,8%, Granulosit 62,4%.VI. DIAGNOSIS KERJA

Demam Berdarah Dengue Grade IIVII. DIAGNOSIS BANDING Demam tifoid MalariaVIII. RENCANA PENGELOLAAN 1. Rencana Pemeriksaan

Pada kasus ini rencana pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan serologi. 2. Rencana PengobatanAsering 18 tpm/makro, lanjut maintenance Asering 11 tpm/makro, Antrain 3 x 150 mg k/p, Ranitidin 2 x 15 mg.IX. PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonamPEMANTAUAN

Tanggal 15/9/2012Pasien mengeluh sudah tidak demam. Pada pemeriksaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 120x/menit, Respirasi 20 x/menit, dan suhu aksila 37,50C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit warna sawo matang, turgor kulit baik, terdapat petechie, ikterik tidak ada. Kepala normosefal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra ada pada palpebra superior dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan THT didapatkan epistaksis pada nasal dextra. Pada pemeriksaan leher kelenjar getah bening tidak teraba membesar.Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictuscordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupun gallop. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 September 2012 di dapatkan kadar Leukosit 9.400l, Hemoglobin 13,9 gr/dl, Hematokrit 44,1 %, Trombosit 78.000103/l, Limfosit 26,8%, Monosit 10,8%, Granulosit 62,4%.Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue grade II. Pasien diberikan terapi cairan dengan Asering 18 tetes per menit (makro), lanjut maintenance Asering 11 tetes per menit, Antrain 3 x 150 miligram, Ranitidin 2 x 15 miligram.Tanggal 16/9/2012

Keluhan demam sudah tidak dirasakan pasien. Pada pemeriksaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 115 x/menit, Respirasi 26 x/menit, dan suhu aksila 36,70C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit warna sawo matang, turgor kulit baik, terdapat petechie, ikterik tidak ada. Kepala normosefal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra ada tetapi berkurang. Epistaksis sudah tidak ada. Pada pemeriksaan leher kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupun gallop.Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi (darah rutin) tanggal 16 September 2012 didapatkan kadar Leukosit 12.400l, Hemoglobin 13,3 gr/dl, Hematokrit 42,0 %, Trombosit 82.000103/l, Limfosit 45,4%, Monosit 12%, Granulosit 42,6%.Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue grade II. Pasien diberikan terapi cairan Asering 11 tetes per menit (makro), Antrain 3 x 150 miligram. Tanggal 17/9/2012

Pasien tidak demam.Pada pemeriksaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 138 x/menit, Respirasi 28 x/menit, dan suhu aksila 36,60C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan turgor kulit baik, terdapat petechie, ikterik tidak ada. Kepala normosefal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra ada tetapi berkurang. Tidak terdapat epistaksis. Pada pemeriksaan leher kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksiictus cordis tidak terlihat, palpasiictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupungallop.Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium.Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi (darah rutin) tanggal 17 September 2012 didapatkan kadar Leukosit 10.100l, Hemoglobin 11 gr/dl, Hematokrit 34,2 %, Trombosit 47.000103/l, Basofil 0%, Eosinofil 0%, Stab 0%, Segmen 54%, Limfosit 40%, Monosit 6%.

Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue grade II. Pasien diberikan terapi cairan Intravenous fluid Asering 11 tetes per menit (makro), Antrain3 x 150 miligram jika perlu, Ondansentron 3 x 7 miligram.Tanggal 18/9/2012 Pasien tidak demam.Pada pemeriksaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 130 x/menit, Respirasi 24 x/menit, dan suhu aksila 36,80C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit warna sawo matang, turgor kulit baik, terdapat petechie, ikterik tidak ada.Kepala normosefal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra ada tetapi berkurang. Tidak terdapat epistaksis. Pada pemeriksaan leher kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksiictus cordis tidak terlihat, palpasiictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupun gallop.Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium.Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi (darah rutin) tanggal 18 September 2012 didapatkan kadar Leukosit 12.400l, Hemoglobin 11,4 gr/dl, Hematokrit 35,1 %, Trombosit 78.000103/l, Basofil 0%, Eosinofil 0%, Stab 0%, Segmen 44%, Limfosit 53%, Monosit 3%.

Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue grade II. Pasien diberikan terapi cairan Intravenous fluidAsering 11 tetes per menit (makro), Antrain 3 x 150 miligram, Ranitidin 2 x 15 miligram, Ondansentron 3 x 2 miligram.Tanggal 19/9/2012

Pasien tidak demam, tidak mual dan muntah. Pada pemeriksaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 130 x/menit, Respirasi 24 x/menit, dan suhu aksila 36,80C. Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit warna sawo matang, turgor kulit baik, terdapat petechie, ikterik tidak ada.Kepala normosefal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra ada tetapi berkurang. Tidak terdapat epistaksis. Pada pemeriksaan leherkelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Pada pemeriksaan fisik thorax pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksiictus cordis tidak terlihat, palpasiictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur maupungallop.Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi tidak ada retraksi intercostae, palpasi teraba gerakan dada yang simetris, perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa rhonki maupun wheezing. Pemeriksaan abdomen, pada saat inspeksi didapatkan terlihat perut membuncit, pada auskultasi terdengar bising usus normal, perkusi didapatkan suara timpani dan pada palpasi teraba supel, terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium.Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien laki-laki, tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan kedua ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, lutut teraba hangat.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi (darah rutin) tanggal 19 September 2012 didapatkan kadar Leukosit 10.800l, Hemoglobin 12,8 gr/dl, Hematokrit 37,5 %, Trombosit 89.000103/l, Basofil 0%, Eosinofil 0%, Stab 0%, Segmen 42%, Limfosit 5%, Monosit 4%.

Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue grade II. Pasien diberikan terapi cairan Intravenous fluidAsering 11 tetes per menit (makro),Antrain3 x 150 miligram.BAB IIITINJAUAN PUSTAKAI. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan di Indonesia, dimana seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DHF, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia. Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian cenderung menurun, dimana pada akhir tahun 60-an/awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-5% pada saat sekarang.(1)I.IDefinisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype DEN-2.(2) Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.(4) DBD merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas yang berlangsung terus-menerus, terdapat manifestasi perdarahan, pembesaran hati, bisa menyebabkan syok dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.(3)I.II Epidemiologi (4)

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencanakan dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya control vector nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai factor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100.000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32oC) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.(4)I.III Etiologi (5)

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.I.IVCara Penularan (4)

Terdapat tiga factor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vector yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalamm penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.I.V Patofisiologi

Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh manusia.(5)

Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.(5)

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Dengue (5)Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang controversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibody yang kemudianberikatan dengan Fc reseptor dari membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuclear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktiif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadi syok berdasarkan, hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada gambar 2 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dindiing pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadarnatrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratories.

Gambar 2. Patogenesis terjadinya syok pada DBD (4)Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi system komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 3). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (Adenosine Di Phosfat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular Deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degredation Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Gambar 3. Patogenesis Perdarahan pada DBD (4)

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(4)I.VIManifestasi Klinik

Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.(5)

Gambar 4. Manifestasi infeksi virus dengue (Sumber; World Health Organization, 1997)

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viremia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut : (8)Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala asites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

Gambar 5. Bentuk reaksi tubuh terhadap infeksi virus. Sumber: Martina B E E et al. Clin. Microbiol. Rev. 2009;22:564-581Dengue Fever (1)

Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 C) dan dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak lemas. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung (epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.

Dengue Haemoragic Fever (1)

Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.

Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau mendeteksi kapan seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak (lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak lemas, dan pada perabaan akan didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan normal mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan orang tua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Sindrom syok dengue(SSD/DSS)

Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi 20 mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO) (Dorland Medical Dictionary, 2005).I.VIIPemeriksaan Penunjang

1. Lab darah rutin

LeukositDapat normal tapi biasanya leukopeni dengan dominasi sel neutrofil, pada akhir fase demam, terjadi leukopeni dan neutropeni serta limfositosis relatif (peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat dijumpai pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi) TrombositTrombositopeni 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin

- Penurunan hematokrit 20% setelah mendapat pengobatan cairan

- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemiaPemeriksaan laboratoris lain: Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara Eritrosit pada tinja hampir selalu ditemukan Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, faktor VII, faktor XII dan antitrombin III Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent, protrombin seperti faktor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang) Penurunan -antiplasmin (-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang hipokloremia Hiponatremia Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan2. Radiologis

Pada foto thoraks (rontgen dada) terhadap kasus DBD derajat III/IV dan sebagian derajat II, didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto rontgen dada sebaiknya dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG).3. Pemeriksaan Serologi

a. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)

Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)

b. Complement Fixation test

Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya sulit dan membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.c. Neutralization Test

Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tetapi lama.d. IgM dan IgG Elisa ( Mac Elisa (IgM captured Elisa)

Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan 20%. (4)Prinsip terapi DHF/DSS

Pengobatan bersifat suportif, mengatasi peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF terletak keberhasilan mendeteksi dini fase kritis yaitu pada fase defervescence (biasanya pada hari sakit 3-5 di mana terjadi perembesan plasma). Pada DD saat ini merupakan tanda penyembuhan sementara pada DHF merupakan saat kritis karena dapat merupakan awal fase syok. Penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid isotonik.

Gambar 10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV (Sindrome Syok Dengue / SSD). (4)Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb: (9)1. Penimbangan Berat badan

Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus

Untuk anak umur 4-6 thn = BB (kg) = ( umur (tahun) x 2 ) + 8

2. Tunjangan hidup dasar (Pemberian Oksigen) dan akses vena

Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2L/menit (disarankan masker dengan saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah.3. Kateter urin

Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam). Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi.4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik

Untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan bilasan lambung.

5. Resusitasi Cairan

- Jenis cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak alergik, namun hanya bolus yang tetap di intravascular )

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali (D5/GF)

Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain). Dekstran 40

( Albumin 5%

( Gelatin

Plasma

( Hetastarch

Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang mengandung glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik

Cairan intravena diperlukan saat;

(1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167 mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5%-8%)

Tabel 1.Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5%-8%)

Berat waktu masuk(kg)Jumlah cairan (ml/kg BB per hari)

1888

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg)Jumlah cairan (ml)

10100 per kg BB

10-201000+50x kg BB(di atas 10 kg)

>201500+20xkg BB(diatas 20 kg)

- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping larutan oralit. Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.

6. Kadar Hematokrit untuk memantau Penggantian Volume Plasma

- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam

- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2 ml/kgBB/jam atau lebih.

- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi.7. Rawat di PICU

Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi metabolik dengan intensif.8. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis tidak dikoreksi, memicu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat dengan dosis: IV lambat (1) 50000/ul

- Tidak dijumpai distress pernafasan akibat asites atau efusi pleuraI.XI

Komplikasi (4) Ensefalopati Dengue

Pada umumnya Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada demam berdarah dengue (DBD) yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati demam berdarah dengue (DBD) bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID), dilaporkan pula bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak, dilaporkan juga keadaan ensefalopati yang berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen, dapat disertai kejang, dan dapat terjadi pada demam berdarah dengue (DBD) / dengue syok sindrom (DSS). Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dievaluasi kembali mengenai kesadaran pasien. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati hati bila jumlah trombosit lebih dari 50.000/l). Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transminase (SGOT / SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, hiponatremia (bila mungkin periksa kadar amoniak darah). Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan lebih dari 1 ml / kg berat badan / jam. Oleh karena bila syok belum tertasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar kreatinin.

Edema Paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan (overload). Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru pada foto dada. Gambaran edema paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.I.XIIPencegahan (9)

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :

1. Menggunakan insektisida.

Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).

2. Tanpa insektisida

Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali seminggu.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

I.XIIPrognosis (9)

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.

Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan anemia.BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. demam naik secara mendadak, terus menerus sepanjang hari, demam tidak mempan dengan obat anti piretik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 4,5,6 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah.(4)Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien merasa lemas sejak demam, lemas akan berkurang bila beristirahat. Pasien mengatakan tidak ada pilek dan batuk, tidak ada nyeri menelan, tidak ada nyeri telinga. Pasien merasa mual, muntah setiap makan dan nyeri perut. 2 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya terasa sangat hebat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien demam tinggi, pasien juga merasakan ada darah yang keluar dari hidungnya, tidak ada gusi yang berdarah, tetapi didapatkan bercak-bercak kemerahan pada lengan bawah.Tanda-tanda perdarahan (4)Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hariva. Petekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Petekia sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk membedakannya; lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan. Jika bintik merah menghilang berarti bukan petekia. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena, dan hematemesis. Pada pasien ini ditemukan perdarahan pada hidung (epistaksis), yang sebelumnya tidak pernah mengalami mimisan.(4)Tanda perdarahan seperti tersebut diatas tidak semua terjadi pada seorang pasien DBD. Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Uji tourniquet positif akan banyak kegunaannya apabila secara klinis diduga DBD, oleh karena pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil uji tourniquet positif. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekia dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).(4)Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak banyak makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Menurut Orang tua pasien di keluarga tidak ada yang menderita demam berdarah, namun di lingkungan sekitar ada beberapa tetangganya yang menderita demam berdarah, sebelumnya pasien juga tidak memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya demam. Pasien mengatakan tidak suka jajan sembarangan.Pada pemeriksaan laboratorium hematologi, terdapat penurunan jumlah trombosit < 100.000 /l atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandangan besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb. Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000 /l biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat-saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ketiga, tetapi bila perlu, diulang setiap hari sampai suhu turun.(4)Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma; sehingga, perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapatkan perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.(4)Diagnosis laboratoris

Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara; isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien.(4)Diagnosis serologis

Dengan demikian diagnosis kerja klinis DBD masih harus bertumpu pada pengamatan klinis dan tidak semata-mata ditentukan dari hasil pemeriksaan serologik seperti kecenderungan yang terjadi dewasa ini.

Diagnosis banding (4)a. Pada awalnya perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti; demam tifoid, malaria, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, dan leptospirosis. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.

b. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan menigeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

c. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari pada ITP.d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemiia aplastik. Pada leukimia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi da sumsum tulang akaan memperjelas diagnosis leukimia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.

Pengobatan pada pasien DBD dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama kurang dari 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering perdarahan kulit dan mukosa yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit < 100.000 /l, dan peningkatan kadar hematokrit.

Pada saat pasien datang, diberikan cairan kristaloid asering atau ringer laktat/NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9% 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. 1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar hematokrit cenderung turun minimal dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan di kurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan di kurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.2. Perlu di ingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distress pernafasan), frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi lebih dari 20 mmHg memburuk, disertai peningkatan hematokrit maka tetesan dinaikan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada perbaikan tetesan dinaikan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distress pernafasan dan hematokrit naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila hematokrit turun berarti terdapat perdarahan , berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan seperti yang tercantumkan pada nomer 1. (4)

Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit > 20%. (4)BAB VKESIMPULANPenyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype DEN-2.Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD), dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue / DSS).DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas yang berlangsung terus-menerus, terdapat manifestasi perdarahan, pembesaran hati, bisa menyebabkan syok dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.Pemantauan klinis dan laboratoris berkala, merupakan kunci tatalaksana DBD. Dari sejak menegakkan diagnosis sampai bagaimana mengatasi DBD berat merupakan bekal seorang klinisi untuk membantu program penanggulangan penyakit DBD.DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2004). Demam Berdarah Dengue, Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, FKUI, Jakarta.2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I, Jakarta, hal 141-149.3. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, WHO Jakarta, hal 162-167.4. Rezeki S. Tatalaksana Demam Dengue / Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Edisi 3, Departemen Kesehatan, Jakarta, 20045. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.6. Gunardi H. Kumpulan Tips Pediatri, Edisi 2, Jakarta, hal 115-128. 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000). Kapita Selekta Kedokteran Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta, hal 419 - 427.8. Martina B E E et al. Clin. Microbiol. Rev. 2009;22:564-5819. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd edition. WHO, Geneva12