dewan perwakilan rakyat republik indonesia … filera pat (asril hamzah tanjung, s.ip.):...

34
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2018-2019 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Hari, Tanggal : Selasa, 22 Januari 2019 Pukul : 11.00 WIB - 13.45 WIB Sifat Rapat : Terbuka Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Ketua Rapat : Asril Hamzah Tanjung, S.IP. Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Acara : 1. Evaluasi Pencapaian Kinerja KIP Tahun 2018; 2. Rencana Kerja KIP Tahun 2019; 3. Realisasi Anggaran KIP Tahun 2018; 4. Tindak lanjut hasil Pemeriksaan/Temuan BPK T.A. 2018; 5. Isu-isu actual lainnya. Hadir : PIMPINAN: 1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) 2. Ir. Bambang Wuryanto, M.BA. (F-PDI Perjuangan) 3. Ir. H. Satya Widya Yudha, M.E., M.Sc. (F-PG) 4. Asril Hamzah Tanjung, S.IP. (F-Gerindra) 5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.PP. (F-PAN) ANGGOTA: FRAKSI PDI-PERJUANGAN (F-PDIP) 6. Ir. Rudianto Tjen 7. Dr. Effendi MS Simbolon, MIPol. 8. Charles Honoris 9. Dr. Evita Nursanty, M.Sc. 10. Andreas Hugo Pareira 11. Junico BP Siahaan 12. Yadi Srimulyadi 13. Drs. Ahmad Basarah, MH FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG) 14. Meutya Viada Hafid 15. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., Ak., M.B.A., C.F.E. 16. Bambang Atmanto Wiyogo, S.E. 17. Venny Devianti, S. Sos. 18. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.

Upload: doanquynh

Post on 13-Jun-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI

Tahun Sidang

:

2018-2019

Masa Persidangan : III

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia

Hari, Tanggal : Selasa, 22 Januari 2019 Pukul : 11.00 WIB - 13.45 WIB Sifat Rapat : Terbuka

Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270

Ketua Rapat :

Asril Hamzah Tanjung, S.IP.

Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Acara :

: 1. Evaluasi Pencapaian Kinerja KIP Tahun 2018; 2. Rencana Kerja KIP Tahun 2019; 3. Realisasi Anggaran KIP Tahun 2018; 4. Tindak lanjut hasil Pemeriksaan/Temuan BPK T.A. 2018; 5. Isu-isu actual lainnya.

Hadir : PIMPINAN: 1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) 2. Ir. Bambang Wuryanto, M.BA. (F-PDI Perjuangan) 3. Ir. H. Satya Widya Yudha, M.E., M.Sc. (F-PG) 4. Asril Hamzah Tanjung, S.IP. (F-Gerindra) 5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.PP. (F-PAN)

ANGGOTA: FRAKSI PDI-PERJUANGAN (F-PDIP) 6. Ir. Rudianto Tjen 7. Dr. Effendi MS Simbolon, MIPol. 8. Charles Honoris 9. Dr. Evita Nursanty, M.Sc. 10. Andreas Hugo Pareira 11. Junico BP Siahaan 12. Yadi Srimulyadi 13. Drs. Ahmad Basarah, MH

FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG) 14. Meutya Viada Hafid 15. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., Ak., M.B.A., C.F.E. 16. Bambang Atmanto Wiyogo, S.E. 17. Venny Devianti, S. Sos. 18. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.

2

FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA) 19. H. Ahmad Muzani 20. Martin Hutabarat 21. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M. 22. Rachel Maryam Sayidina 23. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. 24. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi, M.Si, M.Sc. 25. Elnino M. Husein Mohi, S.T., M.Si.

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 26. Teuku Riefky Harsya, B.Sc., M.T. 27. Dr. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.B.A. 28. KRMT Roy Suryo Notodiprojo

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) 29. Zulkifli Hasan, S.E., M.M. 30. Budi Youyastri 31. H.M. Syafrudin, S.T., M.M.

FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) 32. Drs. H.A. Muhamin Iskandar, M.Si. 33. Drs. H.M. Syaiful Bahri Anshori, M.P. 34. Arvin Hakim Thoha 35. Drs. H. Taufiq R. Abdullah

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS) 36. Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. 37. Dr. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A. 38. H. Sukamta, Ph.D.

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP) 39. Dra. Hj. Lena Maryana 40. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., M.S.

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM) 41. Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A. 42. Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra 43. Prananda Surya Paloh

FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA) 44. Drs. Timbul P. Manurung

Anggota yang Izin : 1. Dave Akbarshah Fikarno, M.E. (F-PG)

2. Dr. Jerry Sambuaga (F-PG) 3. H. Darizal Basir (F-PD) 4. Ir. Hari Kartana, M.M. (F-PD) 5. Ir. Alimin Abdullah (F-PAN) 6. Moh. Arwani Thomafi (F-PPP) 7. H. M. Ali Umri, S.H., M.Kn. (F-NASDEM)

Undangan

:

1. Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Gede

Narayana, S.E., M.Si. 2. Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Hendra J. Kede. 3. PLT. Sekretaris Komisi Informasi Pusat Republik

3

Jalannya Rapat:

KETUA RA

PAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Om Swastiastu, Namo Budaya.

Selamat datang rekan-rekan kami dari Komisi Informasi Pusat dan para Anggota Komisi

I. Sambil menunggu Anggota Komisi I banyak yang masih OTW. Maklum sekarang lagi pertempuran akan segera dimulai, tinggal beberapa saat lagi, jadi banyak yang masih di dapil. Tapi tidak apa-apa, kita jalan terus. Mudah-mudahan semua pekerjaan kita sukses dan selamat.

Sebelum kita mulai RDP ini biasanya kita tanya, apakah kita sidangnya terbuka atau tertutup. Karena kalau tidak terlalu rahasia banget terbuka saja. Apalagi KIP.

Bagaimana Pak Gede ini, terbuka ya? Oke, Pak Gede dan teman-teman, dengan demikian Rapat Dengar Pendapat (RDP)

Komisi I dengan Komisi Informasi Pusat, Selasa 22 Januari 2019 di buka dan dinyatakan terbuka.

(RAPAT : SETUJU)

(Rapat di buka pukul: 11.00 WIB)

Bapak/Ibu sekalian, Bapak Ketua Komisi I, Pak Doktor Abdul Haris, yang saya hormati; Rekan-rekan dari KIP,

Hari ini kita sengaja mengadakan rapat dengar pendapat membahas beberapa hal

penting. Terutama masalah evaluasi pencapaian kinerja KIP ini pada tahun 2018. Silakan dengar nanti paparan dari Pak Gede. Dua, rencana kerja KIP Pusat ini untuk tahun 2019 seperti apa. Kemudian, realisasi anggaran KIP Tahun 2018 dan tindak lanjut pemeriksaan/temuan BPK Tahun 2018. Dan isu-isu aktual lainnya yang kita pandang perlu. Nanti setelah paparan dari KIP ini kita berharap masih ada waktu untuk kita bisa pendalaman. Artinya mungkin dari kami dari Anggota Komisi I ada yang bertanya atau menyampaikan saran dan lain-lain, nanti kita lihat, mudah-mudahan ini bisa kita atur berjalan dengan baik.

Jadi dengan demikian silakan Pak Gede, silakan memaparkan. Sambil kita juga menunggu anggota yang lain, tidak apa-apa, kita silakan, kita akan memberikan waktu kepada Pak Gede.

Silakan Pak Gede.

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Terima kasih Ketua.

Indonesia, Bambang Sigit Nugroho. 4. Anggota Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Arif Adi Kuswardono. 5. Anggota Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Romanus Ndau. 6. Anggota Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Cecep Suryadi. 7. Anggota Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Wafa Patria Umma. 8. Anggota Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,

Syahyan. Beserta Jajaran.

4

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. Selamat pagi menjelang siang. Shalom, Om Swastiastu Namo Budaya. Salam sejahtera.

Puji syukur kehadlirat Tuhan di awal tahun ini kita dapat berkumpul dalam keadaan sehat wal’afiat, mudah-mudahan kita semua dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa dan kita bisa bekerja sesuai dengan tupoksi kita masing-masing, dan selalu dalam anugeah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sesuai dengan undangan dari Komisi I DPR, yang saya hormati Pimpinan Komisi I DPR bersama dengan para Anggota Komisi I DPR, sahabat-sahabat Komisioner dan PLT serta jajaran yang saya cintai, kami hadir dengan full team, Pak Pimpinan.

Kalau kami kan sesuai dengan undangan. Kalau undangannya kata ‘perwakilan’, kemarin-kemarin kami datang perwakilan. Sekarang kami datang full team. Yang mungkin sudah kenal, di sebelah kanan saya Pak Wakil (Pak Hendra), sebelah Pak Hendra adalah Pak Romanusbau (Komisioner Bidang Penelitian dan Dokumentasi). Sebelah Pak Romanus adalah Mas Sahyan, ini adalah PAW (Pengganti Antar Waktu). Di sebelah Pak Sahyan adalah Mas Arif Adi Kuswardono, Komisioner bidang PSI. Dan di sebelah saya adalah sekrerariat, Pak Sigit (Plt. Ses). Di sebelah Pak Sigit adalah Pak Cecep Suryadi, Komisioner Bidang Lembaga. Dan yang paling pojok yang cantik sendiri, karena hanya perempuan satu, yaitu Ibu Wafa Patria Ummah. Dan jajaran tim. Jadi kami hadir dengan full team.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Tidak ada lawannya Ibu ya.

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Karena cuma satu Pak, monopoli. Terima kasih Pak Ketua. Sesuai dengan agenda rapat pada siang hari ini adalah pemaparan dari kami terkait

Laporan Kinerja Komisi Informasi Pusat Tahun 2018, Rencana Kerja KPI di Tahun 2019, Realisasi Anggaran Tahun 2018, serta tindak lanjut terhadap temuan BPK, dan isu-isu aktual lainnya. Kami akan memulainya dari capaian target, yaitu laporan capaian target di tahun 2018.

Sesuai RPJMN yang diberikan kepada Komisi Informasi, uraiannya adalah 3 (tiga) RPJM yang kami harus capai semaksimal mungkin, yaitu adalah tentang layanan penyelesaian sengketa informasi. Itu dibebankan kepada kami targetnya 65 persen jumlah sengketa/diselesaikan 65 persen dari jumlah sengketa. Adapun jumlah sengketa yang kami terima itu yang kami dapati adalah 2.863. 2863 adalah 80 persen lebih itu adalah dari masa sebelumnya. Jadi karena kami juga harus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang belum diselesaikan/dituntaskan oleh periode sebelumnya. Salah satunya adalah penyelesaian sidang sengketa informasi. Target RPJM nya adalah 65 persen.

Di dalam kami melakukan aktifitas, dari target 65 persen itu di tahun 2018 secara akumulatif kami menyelesaikan sengketa sebanyak 2.182 register. Jadi capaiannya adalah sekitar 76,21 persen.

Sekedar informasi buat Pimpinan Komisi I dan para Anggota Komisi I yang saya hormati, bahwa memang dari awal kami hadir di Komisi Informasi Pusat bertujuh memang sengketa informasilah yang menjadi pertanyaan kepada kami semua. Secara normatif jika sidang sing adjudikasi non litigas secara normal mungkni tidak akan mencapai target, karena terlalu banyaknya jumlah register. Oleh karena itu kami melakukan suatu terobosan yang tidak keluar dari norma-norma hukum. Kami membuat suatu keputusan, kami mengkaji bagaimana menyelesaikan sengketa-sengketa itu, sehingga keluarlah SK keputusan tentang VR (Vexatious Request). Apa itu, dari kajian kami dari 2.863 sengketa itu kami lihat banyak yang permohonan informasinya berulang-ulang, lalu permohonan informasinya juga tidak dengan sesungguhnya sesuai dengan aturan yang ada di Pasal 4 Peraturan Komisi Informasi tentang Penyelesaian dan

5

Sengketa. Oleh karena itu dengan diskusi dengan kajian dan mendatangkan para ahli, dan diskusi publik, kami mengadakan. Setelah sekitar 6 bulan kurang lebihnya kami mengeluarkan SK VR. Dengan SK VR itulan kami menyelesaikan jumlah register yang 2.863. Nanti datanya akan menyusul kami sampaikan. Itu paling tidak kami memberikan gambaran secara umum dulu.

Lalu yang berikutnya adalah monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang KIP. Ini juga target yang dibebankan RPJMN kepada Komisi Informasi, yaitu 75 persen badan publik. Dalam melakukan monitoring kepatuhan badan publik kami setiap tahunnya melakukan monitoring evaluasi dalam metode yang telah kami sesuaikan dengan peraturan. Dan akhirnya adalah penyampaian kepada Pemerintah. Biasanya lazimnya penyampaian tiap tahun kepada Presiden atau Wakil Presiden dan di Istana Bapak Presiden. Terakhir, 2018, adalah di Istana Bapak Wakil Presiden, Bapak Jusuf Kalla, kami menyampaikan hasil dari monitoring kepatuhan badan publik.

Capaian target kami itu 62,83 persen dari jumlah badan publik. Memang ini bukan berarti kami tidak sesuai dengan target dari RPJM. Di tengah akan kami jelaskan bagaimana posisi kenapa tidak mencapai target. Karena untuk monitoring ini bukan hanya pihak Komisi Informasi saja yang bekerja, tapi juga harus dari badan publiknya yang harus juga berpartisipasi.

Lalu RPJMN yang ketiga adalah sosialisasi keterbukaan informasi publik ke masyarakat. Ini target 2018 adalah 1.000 orang, dan 400 badan publik. Dan kami sudah mencapainya di tahun 2018.

Lanjut kami kepada data. Ini adalah data yang ada pada kami di mulai di halaman 5, permohonan dan penyelesaian sengketa dari tahun 2019. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik itukan tahun 2008. 2009 Komisi Informasi Pusat di bentuk, setelah itu berjenjang ke provinsi. Jadi register itu dimulai dari tahun 2010 hingga 2018. Kami paparkan datanya. Dan dari data yang ada terjadi peningkatan, dari tahun 2010, 2011, hingga 2018. Itulah permohonan penyelesaian sengketa dari tahun ke tahun.

Yang tergambar biru itu adalah kami menyelesaikan. Yang merah itu adalah permohonan register, artinya permohonan sidang sengketa terhadap Komisi Informasi di tingkat pusat.

Lalu berikutnya adalah tentang kinerja kami dari Januari 2018 sampai Desember 2108. Di data tersebut kami menyampaikan bahwa yang coklat adalah yang kami selesaikan, dan yang hijau adalah permohonan.

Sedikit kami gambarkan bahwa, di September penyelesaian sidang sengketa itu 111. Sebelumnya itukan terlihat Agustus cuma 3, Juli cuma 2, Juni 4, Mei malah 2.

Kenapa di dalam September mencapai seratusan, kami kami sudah menerobos itu dengan melakukan VR, dengan SK VR kami menyelesaikan sidang sengketa tersebut. Dan puncaknya adalah di bulan Desember, yaitu kami penyelesaian 1.054, sehingga tadi terakumulasi sidang sengketa yang bisa kami selesaikan dari jumlah register 2.863 kami bisa selesaikan 2.182, dan tersisa hanya 681. Itu dari data yang kami berikan kepada Pimpinan dan para Anggota. Jadi 76 persen kami sudah laksanakan sesuai dengan RPJMN, dan bahkan melebihi RPJMN dalam penyelesaian sidang sengketa informasi publik.

Kami lanjutkan dengan RPJMN yang kedua, yaitu monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang KIP. Disini kami mengklasifikasikan badan publik sesuai dengan undang-undang pada 7 (tujuh) klasifikasi, yaitu perguruan tinggi, BUMN, lembaga non struktural, lembaga negara dan lembaga pemerintahan, pemerintah provinsi, kementerian, dan partai politik. Dari jumlah itu, itu jumlahnya 460 badan publik berbasis pada questioner yang kami susun dan kami buat sesuai dengan regulasi peraturan yang ada, kami memberikan questioner tersebut kepada semua badan publik. Dari badan publik mengembalikan questioner tersebut, dari situlah kami melakukan visitasi, melakukan penelitian, dan melakukan penilaian.

Questioner yang kembali kepada komisi informasi sebanyak 289 badan publik dari 460 badan publik. Jadi hitungan 62,83 persen adalah 289 tersebut dari jumlah badan publik sebesar 460. Jika kita mengacu kepada RPJMN adalah memang dibebankan kepada kami itu sebesar 75 persen. Tetapi disini ingin kami memberikan gambaran bahwa, disebelah kanannya itu, kalau mengacu dari tahun ke tahun tingkat partisipasi badan publik dalam monitoring kepatuhan terhadap badan publik, dari tahun 2015 itu 47 persen. Karena basis metodenya sama, tidak ada perubahan signifikan, berbasis pada questioner yang kita berikan kepada semua badan publik.

6

Itu tahun 2015 47 persen. Tahun 2016 itu 51 persen. Di tahun 2017 itu 39,29 persen. Dan di tahun 2018 terjadi peningkatan yang signifikan, yaitu 62,83 persen. Jadi memang kalau berbasis pada data pertahun tentunya di tahun 2018 terjadi partisipasi peningkatan dari badan publik dari 39,29 menjadi 62 itu adalah suatu hal yang menurut kami perlu di appreciate kepada badan publik. Tetapi memang terkait dengan RPJMN yang 75 persen tersebut itu belum dapat kita penuhi, dikarenakan memang badan publiknya yang berjumlah 460 hanya 289. Disitulah basis kami menghitung tercapainya target atau tidak.

Lalu ada yang menarik dari prosentase ini adalah persentase yang tertinggi itu adalah partai politik, yang kedua adalah dari kementerian, dan yang ketiga adalah lembaga negara dan lembaga pemerintahan non kementerian. Dari jumlah partai politik itu berjumlah 16, 15 partai politik terlibat aktif di dalam proses monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi publik. Begitu juga kementerian, dari 34 kementerian itu 31 kementerian mengikuti proses monitoring dan evaluasi. Jadi ada 3 kementerian yang tidak mengikuti, sehingga prosentasenya hanya 91. Itu yang tertinggi. Sementara yang terendah itu adalah pada posisi lembaga non struktural.

Berikutnya adalah Badan Usaha Milik Negara dari 111 yang berpartisipasi aktif .....adalah 56. Jadi prosentasenya hanya 50 persen, padahal Badan Usaha Milik Negara adalah salah satu badan publik yang harus transparan dan akuntabel dalam era sekarang ini.

Lalu bagaimana terhadap partai politik yang sebelumnya hanya mungkin pada posisi tidak terlalu besar, sekarang prosentasenya meningkat? Karena kami melakukan beberapa treatment, diantaranya adalah kami mendatangi setiap partai politik untuk terlibat secara aktif. Lalu yang kedua, kami juga melakukan event/ deklarasi keterbukaan informasi publik dengan partai-partai politik.

Data yang berikutnya adalah itu implementasi keterbukaan informasi terhadap badan-badan publik yang ingin kami sampaikan. Jadi dari jumlah 400 sekian itu kami proses monitoring evaluasi itu setelah diklasifikasikan 7 badan publik kami menilai/ memberikan penghargaan itu pada klasifikasi informatif, kami menilai, di penghujungnya kami menilai, itu yang paling tertinggi adalah informatif, yang kedua menuju informatif, yang ketiga cukup informatif, yang keempat kurang informatif dan tidak informatif.

Disini tergambar bahwa badan publik perguruan tinggi negeri saja yang informatif. Dari sekian ratus perguruan tinggi yang informatif hanya satu badan publik, yaitu Institut Pertanian Bogor. Menuju informatif ada 7, cukup informatif 18.

Lalu Badan Usaha Milik Negara yang informatif hanya 2 badan publik, menuju informatif 2 badan publik, cukup informatif 3 badan publik. Dan yang paling banyak adalah tidak informatif. Tidak informatif artinya tidak mengembalikan questioner, tidak berpartisipasi di dalam monitoringan dan evaluasi yang kewenangannya diberikan oleh regulasi kepada Komisi Informasi Pusat. BUMN itu 95 badan publik. Lembaga non struktural 3 badan publik, informatif, menuju informatif dua, cukup informatif 3, kurang informatif 4, dan tidak informatif 74.

Lalu data-data yang lainnya, seperti lembaga pemerintah non kementerian informatifnya 3, menuju informatif 10, cukup informatif 6, dan kurang informatif 7, tidak informatif 19.

Pemerintah provinsi informatifnya 4, menuju informatif 5, cukup informatif 6, badan publik kurang informatif 6 badan publik, tidak informatif 13 badan publik.

Kementerian yang informatif hanya 2 badan publik. Menuju informatif 10 badan publik, cukup informatif 8 badan publik, kurang informatif 6 badan publik, tidak informatif 8.

Dan di tutup dengan partai politik, yang informatif 5 partai politik. Kita pada klasifikasi nilai cukup informasi 9, kurang informatif 6, dan tidak informatif 1.

Jadi dari prosentase itu yang paling besar masih tidak informatif sebesar 65,87 persen. Jadi inilah sedikit potret atau gambaran terhadap badan publik yang ada di Indonesia per tahun 2018 yang hasilnya sudah kami sampaikan kepada publik dan kepada Bapak Wakil Presiden di Istana Wakil Presiden.

Itu terkait dengan implementasi keterbukaan informasi publik. Kami lanjutkan dengan laporan kinerja di RPJMN tentang Sosialisasi Keterbukaan

Informasi Publik kepada masyarakat dan badan publik. Yang sudah kami lakukan capaian targetnya adalah 1.000 dan 400 badan publik. Disitu tergambar dari data yang kami berikan, kami melakukan dialog interaktif pada saat hari APN, diseminasi undang-undang, kepada LSM, tokoh ormas, masyarakat, dan akademisi. Lalu mengadakan hari Keterbukaan Informasi

7

Nasional (KIN), mengadakan forum diskusi media cetak dan online, melakukan diseminasi Undang-Undang KIP, mengadakan dialog interaktif, dan melakukan right to know day. Disitulah bentuk advokasi, sosialisasi, dan edukasi yang kami laksanakan. Adapun kegiatannya bisa tergambar di data. Tempat dan lokasinya di slide berikutnya itu ada nanti terlihat pada diskusi publik di lakukan di Padang dan hal-hal yang tadi sudah kami sampaikan.

Terkait itu semua, di sisi lain Komisi Informasi Pusat pada tahun 2018 juga menghasilkan rumusan peraturan yang kami selesaikan. Seperti tadi di awal kami sampaikan, pertama adalah tentang Surat Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2018 tentang prosedur penghentian perkara untuk permohonan yang tidak beri’tikad baik atau bersungguh-sungguh, yang kami istilahkan dengan SK VR yang tadi di depan sudah kami sampaikan. Dengan berbekal SK VR tersebut kami bisa menyelesaikan sidang sengketa yang jumlahnya ribuan.

Untuk menghasilkan SK VR tersebut kami melakukan serangkaian kegiatan yang memakan waktu sekitar kurang lebihnya 6 bulan, melibatkan para pakar, melakukan diskusi publik. Dan komunikasi koordinasi dengan lembaga peradilan, seperti PT UN dan hakim-hakim agung di Mahkamah Agung, keluarkan SK VR tersebut.

Yang kedua adalah Perki-1 Tahun 2018 tentang standar layanan informasi publik. Yang kami sebutkan namanya Perki Selip Desa. Perki adalah Peraturan Komisi Informasi yang menurut kewenangan konstitusi dapat kampanyei buat sesuai dengan kewenangannya, makanya kami membuat Perki (Peraturan Komisi Informasi) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Selip Desa.

Yang terakhir adalah Perki tentang standar layanan dan prosedur penyelesaian sengketa informasi pemilu dan pemilihan.

Bapak Pimpinan dan Bapak para Anggota yang kami hormati,

Di dalam kami menghasilkan ketiga regulasi tersebut itu memerlukan juga waktu yang

cukup panjang, diskusi yang cukup menarik, dan juga pemahaman dari masing-masing kami. Oleh karena itu kami selalu melibatkan pakar, dan tidak keluar dari norma-norma hukum yang ada.

Terkait dengan Perki yang terakhir, Perki tentang standar layanan dan prosedur penyelesaian sengketa informasi, itu sudah selesai juga kami selesaikan. Tinggal masuk kepada lembaran berita negara.

Kalau Perki 1 tentang Selip Desa itu sudah jelas, sehingga di dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1899 tanggal 31 Desember 2018. Itu Lembara Berita Negara, disitu tertulis 188, itu salah ketik. Nomor 1899 tanggal 31 Desember 2018 sesuai dengan Berita Negara Republik Indonesia.

Di tahun 2018, Komisi Informasi selain melaksanakan berbagai macam program, menghasilkan regulasi-regulasi yang telah kami sampaikan, kami juga bersinergi dengan kementerian ataupun lembaga lainnya. Itu kami bersinergi dengan Kominfo, jelas, karena Kominfo ini adalah terdekat dari kami. Terus juga dengan Kemendes, KSP (Kantor Staf Presiden), Bawaslu, KPU, dan NGO.

Untuk di Kemendes fokusnya kami bekerjasama, berkoordinasi, dan berkomunikasi, serta bersinergi pada Ditjen PPMD, yaitu kami melakukan perjanjian kerjasama. Komisi Informasi juga dilibatkan oleh Kemendes dalam transparansi dan informatif pada lomba desa se-Indonesia di seluruh Indonesia. Lalu juga kami susun rencana aksi program menuju desa transparan dan akuntabel. Lalu penyusunan modul dan buku saku selip desa serta sosialisasi Perki Selip Desa yang akan kami akan lakukan dalam on progress. Itu pada sinergi dengan Kemendes.

Lalu kalau dengan Kominfo itu khususnya di Direktorat Jenderal IKP dan APTIKA. Kami melaksanakan tahun 2018 baru pertamakali, yaitu monitoring evaluasi mudik pada saat mudik. Lalu dengan Kominfo/Dit. APTIKA kami bersama-sama di undang. Bersama-sama juga dengan para Anggota DPR, yaitu pada saat pertunjukkan rakyat.

Lalu dengan KPU/Bawaslu kami melakukan MOU dan penyusunan Perki Pemilu. Kalau untuk NGO adalah, terutama NGO itu dengan IPC. MOU dengan Ford Foundation, yaitu ..... institute, yaitu adalah melakukan kerjasama MOU terkait MOU dengan ..... institute, Perki tentang standar layanan informasi publik. Dan terhadap IPC kami melakukan diskusi kerjasama dalam penyusunan Selip bagi penyelenggara pemilu.

8

Ini ingin kami sampaikan di data tersebut bentuk sinergi KI Pusat dengan NGO seperti apa, dengan KPU seperti apa, dengan Kominfo seperti apa yang barusan kami selesaikan.

Terhadap sinergi dengan KSP ini Komisi Informasi Pusat berbasis pada informasi publik berbasis elektronik, sehingga terimplementasinya SIMSI, yaitu Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi Publik. Kami melakukan sinergisitas dengan Kantor Staf Presiden. Kenapa kami melakukan itu, kami implementasi dari SIMSI (Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi Publik), yang mana juga dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Itu yang dengan KSP. Selain itu juga di dalam KSP ada open government Indonesia, itu juga berbasis untuk mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

Jadi itu ingin kami gambarkan di halaman 12 sinergisitas KI Pusat dengan kementerian ataupun lembaga-lembaga yang baru kami sampaikan tadi.

Berikutnya, sesuai dengan agenda rapat berikutnya adalah kami akan memaparkan rencana kerja di tahun 2019.

Di tahun 2019 berbasis pada output yang sudah ada pada Komisi Informasi. Itu ada 3 (tiga) awalnya, yaitu:

1. Penyelesaian sengketa informasi publik; 2. Pelaksanaan ketentuan keterbukaan informasi publik; 3. Layanan keterbukaan informasi. Standar normatifnya ada 3 (tiga). Tetapi karena tahun ini adalah tahun pemilu, dan terakhir juga kami melakukan RDP

dengan Pimpinan kami mengusulkan penambahan anggaran untuk berpartisipasi dan ikut mendukung kesuksesan pemilu di tahun politik ini, maka di poin ke-4 (empat) kami timbulkan pengawalan keterbukaan informasi pemilu. Itu di point ke-4 (empat). Program apa yang ingin kami adalah diseminasi keterbukaan informasi dalam proses pemilu, dialog interaktif pemilu, edukasi penyelesaian sengketa informasi pemilu. Dikarenakan kami punya Perki tentang pemilu tadi.

Mohon ijin kami ingin menjelaskan secara singkat poin-poin yang ada di kotak tersebut, Pimpinan, kami mengusulkan penambahan anggaran untuk berpartisipasi dan ikut mendukung kesuksesan pemilu di tahun politik ini. Maka di poin ke-4 kami timbulkan pengawalan keterbukaan informasi pemilu.

Program apa yang ingin kami inikan adalah diseminasi keterbukaan informasi dalam proses pemilu, dialog interaktif pemilu, edukasi penyelesaian sengketa informasi pemilu. Dikarenakan kami punya Perki tentang pemilu tadi.

Mohon ijin kami ingin menjelaskan secara singkat poin-poin yang ada di kotak tersebut, Pimpinan. Pada posisi penyelesaian sengketa informasi publik standarnya kami melakukan sidang ajudikasi. Seperti normalnya menyelesaikan tersisanya sidang 681 register jika ada permohonan informasi yang baru.

Kalau peningkatan kapasitas perencanaan informasi adalah bagaimana Komisi Informasi menyarankan peningkatan kapasitas penyelesaian sengketa informasi kepada teman-teman di Komisi Informasi provinsi dan kabupaten/kota.

Lalu, penyusunan peraturan keterbukaan informasi. Kami juga menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik dan pelaksanaan petunjuk teknis dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang KIP, terutama pada posisi sidang sengketa.

Diseminasi peraturan keterbukaan informasi adalah Komisi Informasi setelah menyusun regulasi yang tadi kami sampaikan, kami juga mensosialisasikannya kepada Komisi Informasi provinsi dan kabupaten/kota, sehingga terjadi pemahaman yang sama Komisi Informasi di seluruh republik ini.

Kompilasi putusan komisi yaitu maksudnya adalah mendokumentasikan putusan-putusan dan mengkaji/memerika sengketa-sengketa yang ada di untuk dijadikan suatu referensi atau acuan.

Yang berikutnya adalah poin SIMSI, digital management system. Itu adalah SIMSI (Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi), adalah bagaimana kami meningkatkan pelayanan permohonan sengketa informasi publik dengan pengembangan SIMSI agar

9

masyarakat mudah dalam mengajukan sengketa informasi, serta kami juga dapat memantau perkembangan penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi di seluruh Indonesia.

Yang berikutnya adalah sistem layanan informasi berbasis elektronik. Ini karena adanya peraturan tadi yang kami sampaikan, SPBE, memberikan amanah agar terlaksananya pelayanan informasi berbasis pada elektronik. Itu gambaran besar tentang penyelesaian sengketa informasi.

Lalu terkait pelaksanaan keterbukaan informasi publik kami melakukan monitoring bahan evaluasi. Seperti tadi kami sampaikan, setiap tahunnya, di mulai dari tahun 2011 kami melakukan monev yang berujung kepada pelaporan kepada Bapak Presiden/Wakil Presiden, serta memberikan award atau anugerah kepada badan-badan publik yang informatif. Itu setiap tahunnya monev.

Di tahun 2018 kami juga melakukan monev terhadap arus mudik yang bersinergi dengan IKP. Mudah-mudahan di tahun 2019 Dirjen IKP juga bersama dengan kami, sehingga kami tetap melaksanakan monev arus mudik, yang mana monev arus mudik ini adalah memberikan informasi-informasi penting bagi pemudik, khususnya para pemudik lebaran. Kalau di monev mudik tidak semua badan publik, hanya yang terkait dalam hal arus mudik. Kalau monev yang setiap tahunnya memang 460 badan publik. Kalau untuk monev mudik itu berjumlah sekitar 9, yaitu Angkasa Pura, Kepolisian, Kementerian Perhubungan, Pertamina, Jasa Marga, dan yang lainnya. Jadi hanya 9 badan publik. Yang ujungnya juga kami memberikan penilaian/memberikan apresiasi kepada 9 badan publik yang terlibat dalam arus mudik. Itu untuk monev mudik.

Kajian implementasi Undang-Undang KIP kita juga ingin mengawali menyusun indeks keterbukaan informasi publik. Kenapa kami ingin menyusun indeks keterbukaan informasi publik, untuk melihat gambaran harapan publik terhadap keterbukaan informasi. Yang kedua juga bagaimana data yang ada terhadap pemanfaatan dari keterbukaan informasi publik yang pada intinya Komisi Informasi memerlukan data yang akurat. Itulah yang akan dijadikan indeks di dalam pengkajian implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Lalu di kotak berikutnya adalah harmonisasi dan akselerasi keterbukaan informasi publik, bagaimana kami mengharmonisasi dan mengakselerasi dengan badan-badan publik yang lain yang terkait dengan keterbukaan informasi publik, yang terkait dengan transparansi dan akuntabilitas.

Yang berikutnya di pelayanan ketentuan keterbukaan informasi adalah koordinasi Komisi Informasi. Ini rutin kami lakukan, yaitu yang disebut rapat koordinasi nasional, dan rapat kerja teknis. Itu seluruh Komisioner Komisi Informasi se-Indonesia berkumpul di satu tempat.

Lalu yang berikutnya, yang terakhir, di pelaksanaan ketentuan keterbukaan informasi publik adalah pembentukan Komisi Informasi. Mengacu ke Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik bahwa Komisi Informasi provinsi wajib ada. Sampai dengan tahun 2018 itu masih ada dua yang belum provinsi, yaitu Provinsi NTT dan Maluku Utara.

Di awal tahun 2018 ada 4 provinsi yang belum ada Komisi Informasi Provinsi, yaitu Provinsi Papua Barat, Provinsi Kaltara (Kalimantan Utara). Jadi awalnya 4, Provinsi Kaltara, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku Utara, Provinsi NTT. Perjalanan waktu selama tahun 2018 2 provinsi terbentuk, yaitu Komisi Informasi Papua Barat dan Komisi Informasi Kaltara. Yang tersisa adalah/yang belum adalah Provinsi Maluku Utara dan Provinsi NTT.

Di dalam prosesnya, 2 provinsi itu, yaitu Maluku Utara dan NTT, di penghujung tahun kemarin perwakilan Komisi Informasi itu langsung datang sendiri dan berkomunikasi/berkoordinasi dengan pemda setempat, yaitu NTT dan Maluku Utara untuk mencari tahu kenapa kedua provinsi tersebut belum membentuk Komisi Informasi yang diamanatkan oleh undang-undang.

Setelah berkomunikasi dan berkoordinasi mendapat jawaban bahwa tahun ini kedua pemda tersebut berkeyakinan dan memastikan bahwa akan di bentuk Komisi Informasi Provinsi di Maluku Utara dan NTT. Yang pertama adalah NTT setelah dilakukan komunikasi dan koordinasi melayangkan surat kepada Komisi Informasi Pusat untuk meminta perwakilan dari Komisi Informasi Pusat menjadi panitia seleksi. Karena ranah regulasinya memang untuk membentuk Komisi Informasi harus ada keterlibatan dari Komisi Informasi Pusat.

Kalau untuk Maluku Utara memang kami di periode sebelumnya ini juga sudah ada perwakilan, itu yang dilaksanakan/diamanahkan oleh periode sebelum kami. Tetapi karena sesuatu dan lain hal secara teknis pembentukan timsel Maluku Utara itu mengalami

10

hambatan/macet. Dan di penghujung tahun kemarin perwakilan Komisi Informasi Pusat langsung datang ke Maluku Utara untuk menyiapkan segala sesuatunya. Dan Pemprov Maluku Utara memberikan keyakinan/memberikan gambaran untuk tahun ini bisa diadakan Komisi Informasi Provinsi Maluku Utara.

Itu sekedar gambaran untuk yang pembentukan Komisi Informasi. Poin ketiga adalah layanan keterbukaan informasi. Ini adalah membangun jaringan

komunikasi dan publikasi dengan berbagai media, melakukan dialog interaktif, lalu seperti biasa melakukan edukasi dan advokasi. Pemanfaatan informasi kepada publik dan masyarakat desa, melakukan desiminasi misalkan kepada mahasiswa, tokoh masyarakat, atau ormas, desiminasi tentang Perki Selip Desa yang tadi kami sampaikan.

Lalu di poin layanan keterbukaan informasi juga ada Pekan Nasional Keterbukaan Informasi Publik. Pekan Nasional Keterbukaan Informasi Publik di penghujung tahun kami melakukan RDP dengan Komisi I ini, program inilah yang salah satu program yang kami tawarkan. Karena nanti di dalam event-nya kami juga mengajak stake holder terkait, misalkan para Anggota Komisi I DPR, dalam melaksanakan sosialisasi keterbukaan informasi publik. Bentuk kegiatannya kita kemas bisa dengan workshop, diskusi publik, dan hal-hal yang lain seperti pameran. Direncanakan untuk memulainya itu di daerah Sumatera dan Jawa. Kami melibatkan mengajak bersama juga dengan stake-stake holder terkait. Itu pada Pekan Nasional Keterbukaan Informasi Publik.

Lalu yang berikutnya adalah, karena ini tahun pemilu, pengawalan keterbukaan informasi pemilu kami melakukan desiminasi keterbukaan informasi. Dalam pemilu kami melakukan edukasi kepada jajaran komisioner KI daerah dalam rangka mempersiapkan dan menerima penyelesaian sengketa informasi tahapan pemilu. Lalu kami juga melakukan dialog interaktif pemilu. Lalu kami juga melakukan edukasi penyelesaian sengketa informasi pemilu.

Jadi di beberapa daerah itu memang sudah ada terjadi sidang sengketa informasi publik terkait pemilu. Beberapa daerah, seperti Jakarta, Lampung, serta salah satu daerah di kabupaten Jawa Tengah.

Itulah yang tadi kami dorong supaya Perki Pemilu cepat selesai dan bisa selesai, sehingga bisa dijadikan rujukan hukum oleh teman-teman komisioner seluruh Indonesia. Artinya, pada posisi ke-4, karena ini tahun pemilu adalah peran dari Komisi Informasi di dalam mensukseskan tahun politik ini, disinilah kami ingin buktikan dengan melakukan diseminasi, melakukan dialog, melakukan edukasi, dan hal-hal yang lainnya terkait pemilihan umum di poin ke-4.

Yang berikutnya adalah realisasi anggaran Komisi Informasi Pusat di tahun 2018. Disini tergambar dari tahun ke tahun. Bagi kami, komisioner, peran dari anggaran ini adalah kami serahkan sepenuhnya kepada jajaran sekretariat yang memang paham benar dengan tata kelola anggaran. Karena sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Pasal 29, sekretariat adalah memberikan dukungan administratif, dukungan tata kelola, dukungan keuangan terhadap pelaksanaan kinerja Komisi Informasi.

Tergambar disini realisasi anggaran 2015, 2016, 2017, hingga 2018. Memang kami juga pada kesempatan ini menghaturkan terima kasih pada RDP terakhir, dari pagu yang yang 18 miliar diberikan kepada kami setelah melakukan RDP kami mendapatkan tambahan menjadi 20 miliar di tahun 2019. Jadi memang ada peningkatan meskipun tidak signifikan. Mudah-mudahan di tahun 2020 ada perubahan yang lebih signifikan lagi terhadap Komisi Informasi. Mudah-mudahan, Pak Pimpinan.

Lalu tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK tahun 2019. Disini kami gambarkan dalam bagan bahwa BPK belum melakukan pemeriksaan atas realisasi tahun anggaran tahun 2018 di tahun 2018. Tahun 2018 BPK telah mengeluarkan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Kementerian Kominfo memberikan di tahun anggaran 2017. Hasil dari tahun 2017 itu menyatakan bahwa Komisi Informasi Pusat tidak terdapat temuan, itu menurut keterangan BPK.

Di penutup, sesuai dengan agenda rapat, itu ada isu-isu aktual lainnya yang akan kami tindaklanjuti/implementasikan, yaitu isu yang kami angkat adalah indeks keterbukaan informasi publik yang tadi di depan sudah kami sampaikan bahwa kami memerlukan data yang valid, data yang akurat, terhadap keberadaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, terhadap Komisi Informasi yang ada di seluruh Indonesia itu berbasis pada data, dan bagaimana

11

partisipasi masyarakat dan badan publik terhadap keterbukaan informasi publik. Ini yang tergambarkan dalam indeks nanti.

Isu yang aktual lainnya yang akan kami angkat adalah meningkatkan transparansi secara sektoral, yaitu yang pemilu, tentang pemilih, tentang desa, dan tentang pendidikan. Tentang pemilu tadi sudah kami sampaikan di poin 4 tentang kegiatan atau event kami di tahun pemilu. Tentang desa juga tadi kami sudah melakukan di tahun 2018, tinggal kami lanjutkan dengan Kementerian Desa.

Dan di bidang pendidikan. Pada bidang pendidikan kami juga memfokuskan pada transparansi akuntabilitas pada pengelolaan keuangan sekolah, dana pendidikan yang ada di badan publik, serta informasi pelayanan pendidikan. Itu di tingkat sektoral pendidikan.

Dari paparan yang kami sampaikan terhadap kinerja di tahun 2018 dan rencana program di tahun 2019 kami ber-7 bersama dengan jajaran sekretariat bahu membahu saling mengisi, saling mengasih, saling asah, saling asuh, untuk melaksanakan program tersebut. Dan kami juga berkeyakinan sadar bahwa apa yang kami perbuat dan apa yang kami lakukan adalah untuk kemajuan Indonesia Raya, sehingga kami berkomitmen ber-7 bersama dengan jajaran sekretariat memaksimalkan apa yang akan jadi program kami meski dengan segala keterbatasan, terutama pada posisi anggaran.

Itu saja dari saya, Pimpinan dan para Anggota Dewan yang saya hormati.

Wassalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Terima kasih Pak Gede. Dari hasil paparan tadi kita sangat mengharapkan, dua daerah lagi yang belum punya

Komisi Informasi Daerah istilahnya. Bukan KIP lagi ya, KID mungkin ya. Mungkin karena KID itu, KID itu artinya kan anak kecil mungkin, mungkin tidak mau dia. Tinggal dua ya, Maluku Utara dengan NTT? Mudah-mudahan dalam tahun ini bisa selesai.

Kami apresiasi pelayanan untuk menyelesaikan sengketa yang kelihatannya bagus. Cuma sayangnya dalam kepedulian badan publik yang lainnya belum maksimal kelihatannya, masih banyak yang belum mau berpatisipasi. Mungkin karena belum mengerti atau bagaimana.

Yang kami sangat berharap lagi, tahun politik inikan 17 April ini sudah pemilu serentak pemilihan presiden bersama-sama dengan pemilihan legislatif. Sama-sama, ini aneh baru terjadi baru sekali ini. Aneh sih tidak, tapi baru kali ini terjadi di negeri kita. Ini pasti banyak masalah. Dan sampai saat ini kami monitor Anggota Komisi I waktu kita turun ke dapil hampir belum ada masyarakat ini dapat sosialisasi dari KPU. Bagaimana sih. Pelaksanaan pemilu kan dengar-dengar ada yang mengatakan hanya memilih presiden saja, ini tidak tahu kalau ada DPR, DPD kan. Kemudian dengar-dengar juga dapat kartu suara warnanya 5.

Berkali-kali kita tanyakan masyarakat sudah ada sosialisasi KPU? Belum Pak. Apalagi kalau ada orang Madura kan. Kartu itukan ada abu-abu (Presiden), kuning (DPR RI), merah (DPD/Dewan Perwakilan Daerah), kemudian ada lagi nanti biru (DPD Tingkat I), hijau (DPD Tingkat II). Kalau jakarta cuma 4. Ini nanti bisa kacau.

Saya tentara dulu Pak. Pakaian saya kan hijau Pak. Saya di Jawa Timur dinasnya. Setiap ketemu orang Madura “selamat siang, assalaamu’alaikum Bapak baju biru”, padahal saya baju hijau kan. Makanya perlu sosialisasi ini. Coba di cek, bahasa Madura hijau itu biru.

Belum lagi nanti ada orang gila ikut memilih, ini bagaimana ini. Ini KIP juga tanggung jawab itu bagaimana informasi ini bisa terbuka dan sampai kepada masyarakat secara bagus.

Padahal tinggal 80 berapa hari lagi coba. Ini masyarakat banyak yang belum tahun. Pertama di kira hanya memilih presiden saja. Yang kedua tidak tahu ada 5 warna ini. Yang ketiga orang gila ikut memilih, padahal kalau menurut Islam orang gila itu nanti habis, tidak ada dosa, tidak ada pahala, habis. Ini di kita kelihatannya melebihi agama ini, saya khawatir juga ini.

Ini catatan kita, mudah-mudahan tolonglah dalam rangka bersinergi dengan kementerian/lembaga lainnya, ini tolong Pak. Karena kami yang jalan terus ini. Apalagi sekarang ini, ada/tidak ada dana pokoknya turun ke dapil. Kita ngomong apa di tanya bagaimana caranya, yang tahu kan KPU harusnya. Bawaslu tahu lah. Ini sampai sekarang ini saya bingung ini, belum

12

ada. Apa di sengaja biar amburadul pemilunya, kita juga tidak tahu. Tapi saya berharap tolong nanti KIP ini bisa mengkoordinasikan dengan KPU atau badan lembaga lain yang terkait dengan itu biar segera. Ini tinggal 80 hari. Belum libur, belum bayar hutang, belum mikir macam-macam, nanti pening itu, nanti tambah banyak masalahnya. Inilah yang kita harapkan.

Dan terakhir memang selamat lah, walaupun kecil ada kenaikan anggaran dari 17, 18, sekarang jadi 20. Ini memang lembaga KL terkecil ya memang KIP sama KPI, sekitar itu saja, 20, turun naik-turun naik. Padahal kita maunya lebih. Tapi mudah-mudahan lah itu harapan kita. Kita sekarang serahkan kepada Anggota Komisi I kalau ada yang mau bertanya dan lain-lain untuk pendalaman. Tolong nanti di catat, di dengar.

Yang pertama, Bapak Profesor Doktor Bachtiar Aly. Silakan Pak Prof. Kalau sudah pakai ‘Prof’ lagi ya. Nanti berikutnya Pak Hidayat Nurwahid.

Silakan Prof.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A):

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

Pimpinan, Anggota Komisi I yang terhormat; Ketua KIP beserta segenap jajaran yang saya muliakan.

Saya sebenarnya ada semacam kegundahan, karena ada satu tim yang merupakan tim

verifikasi Pemerintah yang sejak tahun yang lalu itu telah melakukan pendataan untuk melihat lembaga-lembaga/institusi yang di bentuk oleh Pemerintah ataupun atas kehendak masyarakat yang sedang di evaluasi. Jadi artinya itu sudah pernah jadi wacana yang cukup ramai karena di anggap kita banyak sekali komisi, banyak sekali institusi, dan sebagainya.

Saya dalam kesempatan yang baik ini sekedar bertanya saja sederhana, bagaimana nanti Ketua KIP dan segenap jajarannya itu ketika ada tim ini cepat atau lambat nanti akan didatangi menanyakan apa relevansinya bahwa komisi ini harus kita pertahankan. Kelihatannya sederhana itu pertanyaan. Tapi kalau itu tidak bisa di jawab dengan profesional, dengan logika, dengan kepentingan publik dan sebagainya, itu akan terancam dileburkan ataupun dibubarkan dan sebagainya. Dan kita tentunya sebagai mitra kerja dari Komisi I kan tidak nyaman. Makanya sangat perlu kita ingin memberikan perhatian ini supaya jangan lengah. Makanya kita pun waktu melihat anggarannya sangat terbatas ini ada keinginan untuk mengkatrol dana itu. Tapi kan juga harus ditunjukkan kinerjanya apa, mengapa, dan harus di tambah dananya itu.

Jadi seperti kata Pak Ketua tadi, ini adalah anggaran yang paling minimal yang merupakan mitra kerja kita. Kita disini biasa tentang triliun sudah. Pokoknya sudah kelas berat lah soal anggaran itu. Tapi itu juga pembahasannya juga sangat alot sehingga ada penambahan-penambahan. Jadi menurut saya tidak hanya sekedar kita eksis, tapi kita semakin kerja keras memberikan prestasi, tapi juga bisa meyakinkan memang kita patut juga untuk menambah anggaran. Kita tidak ada keberatan untuk menambah anggaran itu. Asal memang hitungan-hitungannya masuk akal, memang untuk kepentingan publik, untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan masyarakat.

Tapi yang lebih penting lagi itu yang saya ingin tanyakan, bagaimana Pimpinan menjelaskan bahwa institusi ini/komisi ini masih relevan untuk kita pertahankan, dan manfaat langsung.

Sekedar perkenalan, saya ingin tanya apakah kantornya masih di dekat istana itu, atau sudah pindah? Dulu kan kantornya pernah dekat istana kan yang di depan itu, masih ya? Sudah pindah? Kemana?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Di Wisma BSG, pindah sedikit saja, di Jalan Abdul Muis Wisma BSG. Sebelumnya kan di

dekat Harmoni tadi.

13

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A): Saya beberapa tahun yang lalu saya pernah menjadi saksi ahli. Saya mewakili Badan

Narkotika Nasional yang pada waktu itu di gugat karena dia punya diskresi dalam rangka masalah penangkapan, dalam rangka untuk mengadakan penggeledahan, dan sebagainya. Menjadi sengketa, itu di bawa kesana. Dan kita ketahui yang menggugat itu adalah sindikat narkoba yang dia keberatan betul itu kenapa BNN punya. Dan itu di bahas. Bahkan sidangnya di kantor itu, dan kantor itu sanga tidak representatif. Itu kantornya sebenarnya seperti kantor gudang di Tanjung Priok. Saya tidak tahu sekarang mungkin kantornya sudah lebih baik, mungkin kita sudah waktunya juga untuk berkunjung kesitu. Jadi kita termasuk yang mengusulkan kantornya jangan disinilah.

Jadi itu saja pertanyaan yang sangat sederhana, tapi tolong diberikan penjelasan, sehingga orang awam kita di tanya apa itu KIP orang langsung tahu bisa menjawabnya.

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Wa’alaikumsalaam. Terima kasih Prof. Kita lanjutkan saja dengan Pak Hidayat Nurwahid. Silakan, Pak Hidayat.

F-PKS (Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.): Terima kasih Pak Ketua. Rekan-rekan Pimpinan, rekan-rekan Anggota Komisi I yang saya hormati; Bapak/Ibu sekalian Pimpinan dan Anggota daripada Komisi Informasi Pusat yang

semuanya saya hormati.

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semuanya.

Pertama tentu kita apresiasi atas laporan yang disampaikan oleh Ketua Komisi Informasi

Pusat ini, semuanya telah disampaikan dengan sangat gamblang, sangat runut, dan sesuai juga dengan prinsip tentang keterbukaan informasi, jadi Insya Alloh tidak ada yang ditutup-tutupi disini.

Saya harus apresiasi juga terkait dengan masalah penyerapan anggaran, ada grafik yang terus meningkat dari tahun 2015, 2016, 2017, 2018. Selalu terjadi peningkatan, dari 79 persen ke 86 persen, dan sekarang ke 98,4 persen. Sekalipun anggaran tidak sangat besar tapi tentu saja penyerapan anggaran secara lebih maksimal tentu sangat di apresiasi. Dan kalau boleh di sebut tentang mengapa pada tahun 2018 anggaran bisa terserap sampai ke 98,4 persen sementara pada tahun sebelumnya tidak terserap sebanyak itu. Apakah ada jurus terobosan tertentu atau ada mekanisme apa yang kemudian bisa dilakukan sehingga bisa menghadirkan sebuah kinerja yang sangat bagus. Karena jarang juga lembaga negara yang bisa menyerap anggaran di atas 95 persen. Jadi saya kira kalau ini nanti bisa disampaikan menjadi bagian dari keterbukaan informasi agar di tiru oleh lembaga-lembaga negara yang lain sehingga bisa memaksimalkan serapan anggaran.

Jadi kita, Bapak/Ibu sekalian, sudah membuat suatu rancangan anggaran, tentu dengan pemikiran dan rapat yang berkepanjangan. Juga dengan DPR, Komisi I, kita rapatkan membahas ini dengan Kementerian Keuangan. Tentu wajarnya setelah bertungkus lumus/kita berjungkir balik membahas masalah ini ya wajarnya adalah untuk di serap secara maksimal. Tapi jarang sekali lembaga negara yang bisa menyerap di atas 95 persen, ini malah 98 persen. KIP kita

14

sampaikan apresiasi. Tapi sangat bagus kalau bisa disampaikan kiatnya apa, jurusnya apa, sehingga bisa melakukan penyerapan anggaran pada tingkat yang maksimal.

Kemudian juga disampaikan disini tentang temuan dan tindak lanjut daripada temuan daripada BPK. Disini di halaman 18 disebutkan ‘atas hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2017 oleh BPK, Komisi Informasi Pusat tidak terdapat temuan’. Kemudian yang ingin saya tanyakan, jadi kualifikasinya apa? Apakah di sebut Wajar Dengan Pengecualian, Wajar Tanpa Pengecualian, atau apa? Biasanya BPK kemudian membuat kualifikasi itu. Dan ini tentu juga penting untuk kami ketahui, supaya dengan cara itu maka kami yakin bahwa tidak ada temuan. Dan kemudian pun juga serapan sangat tinggi, dan itu semuanya sesuai dengan aturan, dan karenanya Wajar Tanpa Pengecualian. Kami perlu informasi itu Pak.

Kemudian disini disebutkan tentang, di halaman 8, monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Disini disebutkan bahwa dari sekian banyak lembaga, ada 7 kelompok lembaga, perguruan tinggi, Badan Usaha Milik Negara, lembaga non struktural, termasuk kementerian, termasuk juga partai politik, maka prosentase terbagus di partai politik 93,75 persen, dari 16 questioner yang terkirimkan yang kembali ada 15. Ini saya kira kalau dikomunikasikan ke publik bagus juga ini di tengah begitu banyak hal yang publik di suguhi dengan begitu massive-nya tayangan informasi seolah-olah partai politik adalah pihak yang paling tidak dipercaya di tingkat nasional. Tapi ternyata justru partai politik lah yang responnya paling bagus untuk melaksanakan ketentuan tentang KIP ini. Saya kira ini juga penting untuk dikomunikasikan dalam hal yang kaitannya dengan, sekarang tahun politik, hubungannya dengan kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga demokrasi, dan lembaga demokrasi itu pasti salah satu yang ada di garda terdepannya adalah partai politik. Kalau partai politik tidak di percaya, kemudian masyarakat malas untuk kemudian berpartisipasi dalam pemilu, bahkan mungkin golput. Kalau mayoritasnya golput hanya karena salah paham tentang partai politik, nanti hasil pemilu kita legitimasinya rendah. Kalau legitimasi pemilu kita rendah, hasilnya rendah, nanti pun saya khawatirkan hasilnya tidak menjadikan Indonesia lebih bagus.

Salah satu problem ini adalah karena publik mempersepsikan bahwa partai politik itu lembaga yang paling tidak dipercaya. Konon menurut surveinya begitu. Padahal ternyata kalau salah satu ukurannya adalah dari yang dilakukan oleh KPI justru partai politik adalah yang paling responsif dan dengan respon yang tertinggi di banding dengan lembaga-lembaga yang lain.

Jadi saya berharap untuk temuan ini juga dipublikasikan, bagian daripada keterbukaan publik, rakyat perlu mengetahui tentang bahwa partai politik ternyata tidak segelap yang dibayangkan, mereka juga punya komitmen yang sangat kuat untuk menghadirkan yang lebih baik lagi.

Di halaman 10 disini disebutkan tentang sosialisasi keterbukaan informasi publik kepada masyarakat dan badan publik. Di poin sebelum terakhir itu ada program atau kegiatan tentang dialog interaktif dengan tema mencegah hoax di RRI.

Tentu keterbukaan publik memang bisa menghadirkan kondisi yang mungkin sebagiannya jadi kebablasan, jadilah hoax. Mengira semuanya harus terbuka, semaunya serba bisa disampaikan, disampaikanlah semuanya, jadi hoax. Pertanyaan saya, kenapa hanya dengan RRI Pak? Sekarang itu publik atau rakyat sebagian besar sebagian besar sumber informasi yang mereka ambil adalah bukan dari RRI, tapi dari TV, dan terutama TV yang kemudian memang dinikmati oleh masyarakat. Saya tidak perlu sebut apa TV nya. Tapi radio itu tidak lagi menjadi rujukan utama.

Jadi kalau kemudian memang ada keseriusan untuk menghadirkan sosialisasi tentang keterbukaan informasi publik kepada masyarakat/kepada publik mestinya yang dipergunakan adalah lembaga yang memang dirujuk oleh publik. RRI ya di rujuk lah, tapi dia tidak lagi yang dominan. Yang paling di rujuk adalah TV. Selain dari media-media online. Jadi mengapa juga tidak dengan media online.

Atau mengajak misalnya, inikan salah satu yang kemudian dilakukan oleh banyak pihak untuk sosialisasi adalah menggandeng pihak-pihak yang bisa memberikan semacam rekomendasi, atau menjadi endorsement/yang bisa memberikan endorsement. Kemudian para endorser itu dilibatkan, terutama dalam dialog. Mungkin kan sebagian dari para endorser ini mereka bisa punya follwer sampai puluhan juta. Kita di MPR pun menggunakan mereka, dalam sosialisasi empat pilar MPR RI kita juga mempergunakan mereka untuk memudahkan

15

komunikasi dengan masyarakat melalui beliau-beliau yang memang sudah punya follower berjuta-juta orang itu. Ini juga saya kira penting. Jadi selain dengan RRI mestinya juga dengan lembaga-lembaga yang di rujuk oleh publik, TV, maupun media online. Yang sekarang anak-anak yang di sebut dengan generasi milenial itu mereka sangat familiar dengan para endorser yang mereka sangat siap juga sesungguhnya untuk kemudian bekerjasama.

Yang terakhir untuk program tahun 2019, ini kaitannya dengan masalah pemilu tentu saja, pengawalan keterbukaan informasi pemilu. Ini ada di halaman 14, juga ada di halaman 20. Jadi yang ingin saya tanyakan adalah, bagaimana bentuk kegiatan dari pengawalan keterbukaan informasi pemilu. Apakah KIP ini akan masuk juga?

Inikan begini, sebagian pihak mempertanyakan transparansi terkait dengan keuangan atau dana yang dipergunakan oleh capres atau cawapres. Inikan mereka melapor bahwa mereka dananya sekian puluh miliar, latar belakangnya sumbangan dari si A, si B, si C. Kemudian kan ada yang mempertanyakan apa benar. Apakah ini masuk dalam domainnya KIP? Ada yang menuntut keterbukaan informasi terkait dengan pendanaan kampanye misalnya. Misalnya juga tentang partai-partai misalnya, atau calon anggota dewan misalnya, kemudian ada yang mempertanyakan “Bapak ini sumber pendanaan Anda darimana?”, misalnya. Apakah ini masuk lingkup yang akan difasilitasi oleh KIP untuk kemudian rakyat/publik berhak untuk mendapatkan informasi yang mereka perlukan.

Misalnya juga, sekarang salah satu yang ramai pagi ini adalah tentang penetapan DPT di Papua. KPU menetapkan DPT Papua itu 3 juta 500 ribu sekian pemilih. Para BPS menyebutkan jumlah penduduk di Papua itu hanya 3 juta 300 ribu sekian. Tentu namanya penduduk bukan hanya yang sudah punya hak pilih, termasuk yang tidak punya hak pilih, atau yang belum punya hak pilih. Bagaimana ini, penduduknya saja termasuk yang anak-anak itu hanya 3 juta 300, masa DPT nya 3 juta 500? Ini sudah dikritisi berkali-kali, tapi KPU tidak bergeming. Apakah ini masuk dalam kerangka di KIP untuk rakyat mendapatkan informasi yang seterbuka mungkin. Kenapa KPU tidak mau mengoreksi, padahal angka-angka tadi angka tentang jumlah penduduk Papua itu rujukannya adalah kepada BPS, dan BPS lah satu-satunya lembaga yang qualified, kredibel, konstitusional untuk mensensus jumlah penduduk kita di Indonesia. Apakah ini masuk dalam kerangka program KIP di tahun 2019 di pengawalan keterbukaan informasi publik.

Misalnya juga, banyak orang mempermasalahkan tentang sistem dari IT nya KPU. Mereka minta untuk di buka itu sesungguhnya bagaimana sistemnya supaya tidak ada dusta di antara kita semuanya, supaya nanti kita bisa yakini bahwa semuanya berjalan dengan sebaiknya dan kemudian tidak ada kemudian hal yang bisa menghadirkan kecurigaan dikaitkan dengan masalah kecurangan atau apapubn namanya yang bisa berdampak kepada legitimasi atau delegitimasi daripada hasil pemilu. Apakah ini juga masuk dalam kerangka kerja daripada KIP. Karena tuntutan semacam itu sudah ada dimana-mana, tapi tetap saja belum ada tindak lanjut daripada KPU untuk merespon dan memuaskan publik atas pertanyaan yang mereka ajukan.

Terima kasih.

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Nurwahid. Ini menarik ya, terutama Papua ini. Belum lagi ada sistem token. Saya punya

masyarakat seribu, catat seribu. Ketua suku ngomong begitu, “saya punya masyarakat seribu”. Enak sekali, itukan tidak terbuka namanya. Padahal KIP ini terbuka.

Silakan Pak Biem Triani Benjamin. Selanjutnya nanti Pak Timbul setelah ini.

F-GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.SC., M.M): Sedikit saja. Terima kasih.

16

Pimpinan, rekan-rekan Komisi I; Bapak Ketua KIP, Pak Gde Narayana, sahabat saya warga Jakarta Pusat; Komisioner yang lain KIP yang saya hormati,

Terima kasih atas paparannya tadi yang sudah dijelaskan gamblang. Akan tetapi

memang informasi publik ini masih belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat kita. Tadi sudah disampaikan oleh rekan-rekan, apalagi dalam rangka sekarang ini keterbukaan pemilu ini, soal KPU dan lain-lainnya. Kita harapkan memang KIP (Komisi Informasi Pusat) ini bisa lebih terbuka daripada lembaga perguruan dan badan lainnya yang memang harus membuka informasi itu sendiri.

Tadi memang dikatakan/disampaikan bahwa jumlah questioner 134 dari perguruan tinggi yang disampaikan, jumlah questioner yang kembali 94, dan lain-lainnya itu. Termasuk juga partai politik. Tetapi kan kita juga tidak tahu ini, artinya belum mengetahui dengan pasti, misalnya 134-94 itu yang mana saja, yang tidak mana saja, partai politik yang mana saja, dari lembaga kementerian juga. Inikan memang perlu juga buat masyarakat.

Apalagi kita yang di Komisi I, Anggota, yang memang perlu juga tahu mitra-mitra kita khususnya. Misalnya kementerian yang berkaitan dengan Komisi I, kita tahu semua itu, dan ini memang kita harapkan itu. Nanti mungkin bisa dilampirkan lagi. Karena memang ini juga buat bahan kita. Misalnya, apakah mitra kita sudah benar-benar terbuka dari kementerian-kementerian yang mitra kita, dan juga lembaganya. Itu yang satu ya bahwa kita harapkan memang KIP ini bisa lebih membuka informasi ke publik, terutama ke Komisi I.

Lalu yang mau saya tanyakan, tadi ada Kokmisi Informasi Daerah, itu anggarannya darimana? Apakah memang seperti KPI yang memang anggarannya terserah daerah saja, itukan kasihan juga. Jadi ada daerah-daerah yang memang akomodir itu, tetapi ada daerah-daerah yang tidak. Sehingga KPI itu ada beberapa daerah yang terbengkalai, ini jangan sampai juga KIP (Komisi Informasi Pusat) seperti itu. Ada tapi tidak di support pendanaannya. Di pusat tidak ada, APBD nya juga tidak ada, tidak dicantumkan disitu. Itu mengenai anggaran.

Lalu yang memang kita harapkan juga KIP ini dalam rangka kita ikut membangun Indonesia yang kekinian memang harus kita buka juga. Misalnya tadi, pemilu, lalu juga sekarang BPJS dari Kementerian Kesehatan, itu sangat diharapkan oleh masyarakat. Ini seperti apa sih bahwa kok ada permasalahan-permasalahan seperti ini. Kita/masyarakat sangat berharap ada informasi yang memang di buka. Dan kita harapkan inikan di Komisi Informasi Pusat bisa menjembatani hal-hal yang seperti itu.

Saya rasa itu dari saya, agak ringan. Ini ada hari keterbukaan informasi publik itu ya, itu kapan. Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN), lalu juga ada hari right to know day (Hari Hak Untuk Tahu Sedunia). Itu biar kita pahami, dia juga tahu ya kapan kira-kira dilaksanakan.

Yang terakhir, tadi ada workshop KIP di daerah-daerah. Baik sekali dilakukan di tempat-tempat kami, di dapil. Karena memang kita di Komisi I ini perlu juga supaya konsituen paham tentang apa yang kita lakukan. Jadi langsung saja kalau memang bisa dilaksanakan di masing-masing dapil itu akan bagus sekali setiap anggota.

Saya rasa itu, Pak Ketua, terima kasih atas perhatiannya.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Biem. Jadi memang kita juga belum tahu anggaran yang di daerah ya. Kalau KPI itu

anggarannya oleh pemda setempat/daerah. Tapi kita ada usulkan supaya jadi satu dengan APBN. Karena sampai sekarang KPI di daerah itu kasihan, ada yang terima 5 juta, ada yang tidak terima gaji, ada yang 300. Ini aneh-aneh, macam-macam, sesuai dengan kekuatan daerah. Mudah-mudahan nanti KIP tidak seperti itu, kasihan. Padahal jumlahnya sama, 9 komisioner ya. Hanya 5? Bukan 9? Saya pikir kan KPI 9 kan.

Kita lanjutkan oleh Pak Timbul Manurung. Setelah itu Pak Supiadin. Silakan, Pak Timbul.

F-HANURA (DRS. TIMBUL P. MANURUNG):

17

Terima kasih.

Bapak Pimpinan Rapat; Bapak-bapak yang dari KIP dan Bapak-bapak semua Anggota Komisi I.

Kami tidak banyak mempertanyakan, tapi yang pertama mengenai tadi sudah

dipaparkan mengenai program kerja yang telah dilaksanakan saya kira sudah cukup bagus. Termasuk juga mengenai rencana kerja pada tahun 2019, tentu itu selalu berpedoman kepada anggaran yang ada tentunya. Tinggal bagaimana Pimpinan KIP ini untuk bisa mengelola itu dengan baik, karena bagaimanapun harus ada pertanggungjawabannya kepada rakyat. Seperti sekarang kita ini bicara di dalam forum ini adalah untuk kita bisa mengetahui sejauhmana sudah dilaksanakan maupun yang akan direncanakan.

Kemudian berikut ada hal yang ingin saya tanyakan berkait dengan sosialisasi tentunya. Sebagaimana kita tahu bahwa KIP ini boleh dikatakan belum merakyat, belum kelihatan eksistensinya di masyarakat/publik. Apalagi ini menyangkut soal informasi publik. Ini kaitannya dengan beberapa waktu yang lalu saya lihat ada semacam pertemuan di Jawa Barat mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan informasi dari pemda-pemda. Saya pikir ini adalah karena kurang sosialiasi sebetulnya sehingga pemda itu tidak mau secara terbuka. Padahal sudah ada undang-undangnya, harus dia rela atau tidak. Apalagi ada ancaman hukumannya kan, apabila dia tidak memberikan maka ada sanksi sebagaimana di atur dalam Pasal 52 hingga Pasal 56 ancaman hukumannya. Jadi ini keluhan dari teman-teman Bapak-bapak semua di KPI. Saya tidak tahu apakah sudah ada laporan dari daerah. Ini salah satu contoh di Jawa Barat, jadi betapa sulitnya mereka mendapatkan informasi. Apalagi menyangkut anggaran dari pemda-pemda setempat, padahal itukan harus terbuka sebetulnya.

Inilah yang barangkali yang ingin saya sampaikan. Antara pusat dengan daerah betul-betul bersinergi, terutama di dalam sosialisasi ini. Untuk sosialisasi perlu ada aturan-aturan yang lebih teknis lagi untuk diketahui. Mungkin di atur dalam peraturan KIP sehingga masyarakat betul-betul sadar bahwa saya punya hak untuk bisa mendapatkan informasi dari instansi-instansi yang bersifat publik.

Itu saja yang ingin saya sampaikan, terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Timbul Manurung. Kita lanjutkan Pak Jenderal Supiadin. Nanti setelahnya Pak Dr. Jazuli Juwaini. Silakan,

Pak Supiadin.

F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA): Terima kasih Pimpinan. Terima kasih untuk KIP yang sudah menyampaikan presentasinya. Saya merasakan ada perubahan yang signifikan cara KIP mempresentasikan kinerjanya.

Mudah-mudahan ini saya minta dipertahankan dan terus dilanjutkan kepada waktu-waktu yang akan datang.

Saya hanya fokus masalah pemilu, saya ingin tahu sejauhmana KIP memonitor kinerja lembaga-lembaga yang terkait dengan sosialisasi untuk pelaksanaan pemilu. Apakah itu KPU, KPUD, pemerintah daerah. Karena sampai terakhir minggu kemarin saya pulang dari dapil itu hampir mayoritas masyarakat tidak mengerti. Untunglah kita ini, caleg-caleg, sejak awal sudah mensosialisasikan tentang surat suara, walaupun belum di cetak. Kita merekayasa saja itu contoh-contoh surat suara itu kita hitung 16 partai, kira-kira di bikin empat baris. Ternyata benar empat baris.

Kenapa ini perlu kita sampaikan, karena memang pemilu sekarang ini, pilpres dan pileg ini, jadi satu. Ini sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia. Dan ini bisa membawa efek yang bisa fatal. Kalau yang lalu, pileg dan pilpres itu, dibedakan waktunya, sehingga konsentrasi

18

masyarakat itu juga terpusat. Sekarang pileg dulu, semua konsentrasinya ke pileg. Mana caleg jagoan saya, mana caleg yang bagus. Sekarang konsentrasi jadi dua, pilpres dan pileg. Tadi Pimpinan Rapat sudah mengatakan, ini salah-salah lima surat suara itu yang di coblos itu cuma yang abu-abu itu, punya presiden. Kenapa, pilihannya jelas hanya dua, dan pakai foto.

Ini juga KPU saya bingung ini. Dalam surat suara untuk 2019 ini mengapa ada pembedaan isi surat suara. Ada yang pakai foto, ada yang tidak pakai foto. Kenapa pilpres pakai foto, mengapa DPD RI pakai foto, kemudian DPR RI tidak pakai foto. 2014 saya ingat betul itu DPR RI itu pakai foto, sehingga 2014 saya kampanye itu besar-besaran foto, foto dibesarkan. Di baliho-baliho itu foto saja yang besar, namanya kecil. Sekarang terbalik, sekarang sosialisasi di daerah nama digedein, fotonya kecil saja. Namanya saja digedein itu, sehingga dari jauh dari 100 meter itu sudah kebaca itu.

Ini contoh bagaimana kita, supaya rakyat tahu. Saya khawatir dengan lima surat suara, pileg dan pilpres jadi satu, rakyat tidak mau pusing “ah presiden saja yang kita coblos, sudah jelas, nyata”. Pasti, begitu dia pegang lima surat suara, yang pertama dia buka pasti surat suara pilpres, karena jelas pesertanya cuma dua pasang, fotonya juga jelas. Caleg nanti dulu lah. Kadang-kadang dia mikir, caleg yang di pilih juga setelah jadi tidak datang juga ke desa, tidak datang juga ke tengah rakyat. Itu fakta itu, fakta. Dia pikir “ah presiden saja jelas”, walaupun dia tidak datang ke desa tapi jelas dia, kan begitu, bisa mengambil keputusan. Ini fakta-fakta di lapangan. Jadi saya tanya:

“Pak, sudah tahu surat suara?” “Belum”. “Sudah tahu berapa partai yang ikut pileg?” “Belum”. Padahal sudah sejak Oktober itu kita kampanye tertutup di mulai. Untunglah kita-kita ini,

caleg-caleg yang inkomben ini, berusaha, karena punya tanggungjawab menjelaskan. Jadi oleh karena itu saya ingin tahu sejauhmana KIP melihat kinerja lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah sampai di daerah itu yang termonitor melakukan sosialisasi? Saya tidak melihat itu. Karena di desa-desa yang kita datangi mereka sama sekali.

“Sudah pernah ada yang menjelaskan?” “Tidak Pak”. Terus bagaimana, kan begitu. Jadi ini saya tolong seberapa besar hasil monitor KIP terhadap kinerja lembaga-lembaga

yang bertanggungjawab untuk mensosialisasikan pemilu. Karena kalau tidak ini akan menjadi tidak baik bagi pemilu kita.

Jadi banyak surat suara sekarang baru mulai di cetak. Kemarin diisukan sudah di coblos 70 juta. Saya bingung nyoblos 70 juta bagaimana caranya itu. Itu perlu berapa tahun untuk nyoblos 70 juta itu. Kalau yang nyoblos 10 orang, 70 juta itu bagaimana nyoblosnya 10 orang itu, tidak tidur-tidur dia. Ini berbagai berita-berita yang bisa mengacaukan pemilu. Oleh karena itu saya pikir kita tidak lihat partai, tidak lihat apa, tapi bagaimana sekarang.

Rakyat itu tahu persis haknya. Jangankan pilpres, pileg saja kita pasang baliho. Sudah pasangnya di tengah-tengah rakyat, di tanya sama rakyat:

“Kenal tidak itu yang di baliho itu?” “Tidak”, katanya. Padahal di pasang sudah di muka hidungnya, tiap hari dia lewat. “Kenal tidak sama foto itu?” “Tidak”, katanya. Apakah dia memang bukan pendukung tidak mengerti saya. Tapi tanya: “Kenal tidak itu?” “Tidak”, katanya. Ini contoh. Akhirnya saya pikir percuma juga ini pasang-pasang baliho, pasang-pasang

spanduk, ternyata mereka tidak mau tahu itu. Ini saya kira, Pak Gede, masalah ini perlu menjadi perhatian, perlu segera di teliti betul, supaya KIP bisa memberikan satu pemikiran pendapat apa sebenarnya yang terjadi di daerah-daerah itu sampai dengan masyarakat itu belum sepenuhnya paham tentang pelaksanaan rencana pemilu ke depan ini.

19

16 partai bayangkan. Anggota DPR saja berarti 160. Di dapil saya itu 10 anggota DPR nya, kali 16 partai, 160, bagaimana rakyat mengingat 160 itu. Dulu saja 12 setengah mati mengingatnya. Sekarang 16. Jadi memang ini luar biasa kondisi sekarang yang tiba-tiba KPU dijadikan satu, pilpres sama pileg. Kita juga terkaget-kaget ini jadikan satu ini.

Ini saya kira apa yang ingin saya sampaikan kepada KIP sesuai dengan yang dipresentasikan ini tentang pengawalan tentang keterbukaan informasi pemilu. Saya hanya fokus disitu saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Supiadin. Akhirnya yang jadi KPU itu kita, kemarin kita malah yang menjelaskan ke masyarakat.

Kundapil itu ada programnya dari negara, kita kundapil. Karena belum ada orang yang menjelaskan seperti Pak Supiadin tadi, akhirnya kita yang menjelaskan begini-begini.

Sedikit-sedikit kampanye. Bagaimana tidak kampanye. Bapak dari mana, masa saya bilang dari Golkar, saya kan Gerindra. Itu kampanye itu. Bapak ikut tidak? Masa saya bilang tidak, ya ikut. Nomor berapa? Masa saya bilang nomor 11, saya nomor 2. Ini banyak ya, Pak Gede ya.

Sekarang silakan Pak Dr. Jazuli Juwaini. F-PKS (Dr. H. JAZULI JUWAINI, LC., M.A.):

Assalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pak Ketua dan teman-teman Anggota Komisi I; Komisioner Komisi Informasi Pusat yang saya hormati.

Pertama-tama saya mengapresiasi dengan rencana kerja yang di buat, khususnya untuk

di tahun 2019 ini bagaimana KIP lebih konsern terhadap keterbukaan informasi terkait pemilu ini. Saya kira ini penting. Tadi teman-teman sudah memberikan comment, masukan, dan seterusnya. Saya juga hanya sekedar ingin memberikan tambahan masukan saja. Karena PR yang paling besar buat KIP ini sebelum mengumumkan yang lain, KIP nya itu sendiri banyak yang belum kenal. Saya yakin dari 560 anggota DPR pun tidak semua tahu ada KIP ini. Jadi saya kira ini juga PR besar buat KIP untuk mensosialisasikan dirinya, mensosialisasikan peran dan fungsinya. Kita minta libatkan pemilih media untuk sama-sama mensosialisasikan.

Memang untuk sebuah program besar itu, Pak Ketua, pasti itu mentoknya di anggaran. Ketika anggaran mereka tidak diberi yang cukup tidak bisa ngapa-ngapain. Kayak kambing disuruh lari tapi ekornya dipegangin, macam mana dia bisa lari, tidak ada lagi dia bisa lari. Pasti itu, sebelum Bapak menjawab, pasti Bapak sudah mengatakan itu, dan Ibu-ibu.

Karena itu menurut saya ke depan kalau kita ingin KIP ini memang betul-betul punya daya yang kuat mungkin Komisi I juga harus bicara dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan secara proporsional mereka ini harus diberikan anggaran.

Dan dalam sosialisasi, selain lewat media, mungkin juga bisa melibatkan teman-teman parlemen, karena masing-masing basisnya anggota DPR inikan dapilnya jelas. Dia sudah tahu ada dapilnya, segmentasinya jelas semua. Saya kira itu bisa juga sama-sama melakukan sosialisasi. Peran dan fungsi sebelum kita mengatakan apa yang harus dilakukan itu kepada publik.

Di daerah ketika anggarannya itu terbatas, kadang-kadang juga pemda itu juga banyak yang tidak terlalu respect, umpamanya kalau anggarannya dari daerah, ini juga makin susah. Apalagi kalau nanti kerjaannya di daerah itu ngorek-ngorek informasinya daerah, itu juga jadi persoalan tersendiri lagi. Bahkan, mohon maaf ini Pak, yang di daerah-daerah itu P nya itu bisa berubah jadi ‘Palak’, jadi mereka memalak akhirnya ujung-ujungnya untuk mem-pressure, menekan. Mungkin tadi, karena uangnya juga tidak cukup, tidak memadai.

20

Ini menurut saya juga bagian yang harus dijadikan perhatian kita semuanya. Tentu bukan hanya Bapak-bapak disitu, tapi juga menurut saya di Komisi I ini. Jangan lembaga ini asal ada. Kita menghambur-hamburkan juga tidak mungkin, karena uang kita terbatas. Pasti itu bahasanya Menteri Keuangan nanti. Tapi yang proporsional lah kira-kira sesuai dengan tuntutan kerjanya kira-kira seperti apa. Jangan rutin sekian, kalau mau naik naik sekian. Jadi orang di lihat tentang fungsi dan tugasnya itu seperti apa. Kalau dulu kan istilahnya anggaran itu berbasis kinerja, saya kira ini juga penting menurut saya.

Sekali waktu mungkin perlu mempresentasikan lembaga ini kepada Komisi I, terutama menjelang pembahasan anggaran. Jangan setelah di plot oleh Kementerian Keuangan, PAGU, mungkin sebelum itu disisipkan. Idealnya yang proporsional dan logik bisa melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai amanat undang-undang itu yang obyektif itu seperti apa. Karena saya melihat, terus terang saja, baru saja kita ingat ketika komisi ini di. KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Silakan, karena pertanyaannya ada yang seirama, dari Pak Supiadin sama dengan saya. Silakan Pak Gede dan teman-teman, silakan ditanggapi.

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Terima kasih Ketua. Terima kasih juga kepada para Anggota yang memberikan pendapat, masukan, dan

saran kepada kami yang nanti akan kami kaji dan kami tindaklanjuti. Pertama tentunya dari Ketua sendiri tadi bicara tentang KI Provinsi. Seperti yang kami

sudah sampaikan bahwa kami optimis mudah-mudahan tahun ini bisa ada di provinsi yang belum ada, yaitu Maluku Utara dan NTT. Tadi progress-nya sudah kami sampaikan bahwa memang start awalnya adalah surat dari pemda dulu kepada kami untuk membentuk timsel. Terbentuknya timsel adalah berdasarkan SK dari pemda/pemprov, setelah itu berjalan sesuai dengan regulasi yang ada.

Terkait PSI memang tupoksi dari Komisi Informasi banyak yang berasumsi yang paham tentang Komisi Informasi dikiranya hanya menyelesaikan sidang sengketa ajudikasi non litigasi. Memang di dalam Pasal 28 Undang-Undang KIP juga dijelaskan seperti itu. Memang benar juga bahwa Komisi Informasi adalah menyelesaikan sidang sengketa informasi, oleh karena itu merupakan salah satu tugas utama dari Komisi Informasi, kami berikhtiar semaksimal mungkin.

Disini ada komisioner bidang PSI, yaitu Mas Arief Hadi Kuswardono, yang bersama dengan kawan-kawan yang lain, bersama dengan tim-tim sekretariat juga, bahu-membahu untuk menyelesaikan sidang sengketa yang tadi sudah kami laporkan.

Kalau dengan terkait tahun politik, seperti yang juga kami sampaikan dan juga pendapat beberapa masukan dari para Anggota, mungkin bahwa pada posisi Komisi Informasi, ini sekalian menjawab Prof. yang saya hormati, Prof. Bachtiar Aly, ini dalam frame saya selaku mahasiswa ini, jadi yang kami pahami bahwa kalau menurut saya Komisi Informasi itu penting dan strategis darimana? Pertama adalah, reformasi bermula dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar. Semua anak bangsa bersepakat, itu rujukannya Pasal 28.f tentang hak untuk mendapat/ memperoleh informasi. Kalau itu di cabut, cabut dulu Undang-Undang Dasar 28.f.

Yang kedua adalah, negara kita adalah negara demokrasi. Di dalam demokrasi menurut cendekiawan, informasi itu bagian yang terpenting dari demokrasi. Kalau tidak demokrasi, informasi tertutup. Jadi negara kita adalah negara demokrasi. Informasi adalah bagian yang terpenting dari demokrasi, itu informasi. Informasi apa, informasi publik tentunya, bukan informasi private.

Yang ketiga, yang ketiga ini sering ini di dengung-dengungkan oleh setiap kandidat apa, visi-misinya adalah good governance. Bicara good governance adalah parameternya transparansi dan akuntabilitas, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Bicara transparansi dan akuntabilitas itu ruh kewenangan dari Komisi Informasi. Kalau bicara pemilu ruhnya di KPU, Bawaslu, dia penyelenggara. Tidak mungkin Komisi Informasi yang bicara. Bicara tentang korupsi tidak mungkin juga, itu ada KPK. Bicara hak asasi manusia, Komnas HAM. Bicara

21

transparansi dan akuntabilitas itu adalah kewenangan, itu adalah regulasi konstitusi yang diberikan kepada kami, Komisi Informasi. Sebatas itu yang kami ketahui pentingnya dan urgent-nya tentang Komisi Informasi.

Masalahnya, memang mind set dari masyarakat kita itu pasca reformasi terjadi, kalau meng-adopt istilahnya kawan saya, Romanus Endau ini, itu lonjakan budaya pemikiran, dari yang tertutup menjadi terbuka. Apa, kenyamanan berkurang. Kalau tertutup kan enak, nyaman. Kalau terbuka, transparan, agak berkurang. Begitu yang sering saya bahasakan dalam sosialisasi. Ini terkait langsung ke pentingnya.

Jadi kami, Komisi Informasi, di seluruh Indonesia siap jika ada tim pendataan itu, dan kami akan memberikan itu. Kapan pun teman-teman dari tim datang untuk mendata, memverifikasi, kami siap dengan segala pertanyaan, dengan jawaban, dengan dokumen yang ada. Itu untuk menggambarkan jawaban tadi.

Sehingga di dalam ranah itu bahwa kalau bicara pemilu, ini terkait juga dengan hal-hal yang lain yang dari masukan dan pendapat dari Bapak-bapak yang saya hormati, tentunya posisinya adalah di penyelenggara pemilu. Di dalam Undang-Undang Pemilu itu adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP, serta aparat yang terakhir adalah pemerintahan, misalkan pemerintahan daerah dan Mendagri misalnya. Dimana posisi KI? Posisi Komisi Informasi adalah pada transparansi akuntabilitas pelaksanaan pemilu. Pada posisi apa? Informasi publiknya. Informasi publik apa, seperti tadi dicontohkan, KPU/Bawaslu harus menginformasikan setaip tahapan, setiap yang terkait dengan proses kebijakan kepada publik. Artinya kepada publik, kepada media. Disitulah monitoring dan evaluasi yang kami lakukan terhadap penyelenggara pemilu.

Jadi bentuk kami seperti tadi, memonitor, melihat, sejauhmana KPU/Bawaslu yang menyampaikan kepada publik, terkait tadi contoh-contoh tadi, publik agar paham, publik agar tahu. Jadi disitulah informasi publik. Mekanisme Komisi Informasi hanya pada badan publik itu menyampaikan informasi publiknya kepada publik. Sementara, andai saja suatu badan publik sudah menyampaikan informasi terjadi reaksi, kan kita sifatnya pasif, delik aduan, itulah terjadi sidang sengketa. Jika tidak terjadi masalah, kami hanya melakukan komunikasi/koordinasi dan menilai saja terhadap badan publik tersebut. Tetapi kalau ada masalah, tanpa diadukan ke kami, kami juga tidak bisa memberikan satu sikap. Makanya sikap itu berupa adanya sidang ajudikasi non litigasi yang berkekuatan hukum putusan itu. Putusan itu berkekuatan hukum tetap yang kami selesaikan di dalam setiap sidang sengketa.

Jadi masyarakat disini, atau pemohon dalam istilah kami itu, itu harus mempertanyakan itu dulu kepada badan publik. Tadi saya sampaikan ruh daripada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik kan ada 3 (tiga):

1. Transparansi; 2. Akuntabilitas pada badan publik; dan 3. Melibatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat bisa berupa organisasinya berbadan hukum. Bisa pribadinya

sendiri itu mempertanyakan: “Hai KPU, kenapa ini DPT nya tidak masuk akal?”, misalkan seperti itu. Ini DPT jumlah penduduk. 5 DPT nya 7. Kan bukan kami yang menjawab kenapa bisa

terjadi itu, itukan urusan KPU. Warga itu tanyakan ke badan publik. Apabila tidak berkenan, di jawab pun tidak berkenan, itu bisa terjadi sidang sengketa. Jadi disitulah pada saat terjadi sidang kita menghasilkan keputusan.

Kenapa bisa terjadi hal-hal yang seperti tadi, adanya perbedaan data, adanya logika hukum yang tidak sampai, disitulah mekanisme melalui sidang ajudikasi non litigasi.

Tetapi apakah kita bisa memberikan hukuman/punishment kepada badan publik? Sepanjang yang saya pahami tidak ada di ranah regulasi. Kami hanya melakukan monitoring evaluasi kepada badan publik. Tetapi punishment itu ataupun pemberian hukuman, itu pada putusan itupun bukan punishment, putusan yang berujung pada informasi ini di buka atau tidak. Informasi ini publik harus tahu atau tidak. Paling pada posisi itu.

Jadi kalau kami di minta untuk memberikan punishment terhadap suatu badan publik tertutup kewenangan regulasinya tidak ada. Tetapi apa yang kami lakukan? Kami menyampaikan kepada pimpinan publiknya. Makanya tadi ada monitoring evaluasi yang kami sampaikan langsung kepada petinggi negara ini, yaitu presiden, dengan harapan dari presiden yang turun ke

22

bawah kepada badan-badan publik. Di provinsi kepada gubernur, di walikota kepada kabupaten, itu ranah regulasi maksud tujuan daripada melakukan monitoring evaluasi.

Lalu, saya mungkin sekalian bersama-sama dengan yang lain, kalau terkait dengan tadi, untuk Prof. tadi saya sudah sampaikan betapa pentingnya Komisi Informasi. Pentingnya bukan komisi, keterbukaan informasi publik. Era terkini, transparan dan akuntabilitas adalah suatu keniscayaan. Tidak mungkin di tutup-tutupi. Tapi yang seperti apa yang transparan, seperti apa yang akuntabel, itu ada ranah-ranahnya. Ada informasi yang harus di buka, ada informasi yang dikecualikan. Tidak mungkin juga tentang pertahanan dan keamanan kita buka, tentang kekayaan alam kita buka, tidak, itu harus masuk ranah dikecualikan. Itupun ada prosesnya untuk masuk pada ranah informasi dikecualikan.

Kalau terkait anggaran nanti mungkin dari pihak sekretariat yang ingin menjelaskan. Kalau terkait dengan pemilu, kami dari setahun yang lalu sudah melakukan MOU dengan teman-teman KPU/Bawaslu. Ada tadi MOU yang sudah kami sampaikan. Di dalam MOU itu ada turunannya, mungkin perjanjian sama.

Salah satu produk dari MOU itu adalah sinergisitas kita dalam membuat peraturan Komisi Informasi tentang penyelesaian sengketa yang standar layanan dan penyelesaian sengketa pemilu, jadi Perki Pemilu istilahnya. Itu salah satu hasil yang kita capai. Karena ranahnya, kita kan membuat peraturan Komisi Informasi. Tentang apa, tentang pemilu itu.

Lalu yang kedua adalah, ini juga kita berkomunikasi misalkan dalam hal KPU melakukan sosialisasi seperti yang Ketua tadi sampaikan. Itu mestinya KPU dan Bawaslu kan mengajak kami untuk bersosialisasi. Tapi kan kami tidak minta-minta. Tapi untuk transparan dan akuntabilitas itu adalah kewenangan dari Komisi Informasi untuk menyampaikan.

Lalu apa ikhtiar kami? Ikhtiar kami adalah tadi, bekerjasama, bersinergi dengan Kemendes, dengan KSP, dengan Kominfo. Salah satunya adalah seperti Pak Jazuli tadi, dengan Kominfo adalah ada event Pertunra (Pertunjukkan Rakyat), disitulah kami bersosialisasi kepada masyarakat. Karena anggaran terbatas di Komisi Informasi, kami melakukan ikhtiar.

Ada juga Bang Benjamin waktu itu, saya bersama dengan Ban Biem di Kemayoran di tanah kelahirannya Bang Biem ini, saya sama-sama anak Kemayoran sama Bang Biem. Jadi itu model-model Pertunra yang tadi Bang Jazuli katakan, mungkin juga Anggota Dewan yang pernah lakukan bersama dengan kami. Apa artinya disitu, kami mensosialisasikan, kami menginformasikan pentingnya akan keterbukaan informasi publik. Itu biasanya yang ..... adalah bidang lembaga, disini ada Pak Cecep Suryadi yang biasanya ..... itu. Konteks seperti itulah.

Kami tidak hanya berpaku kepada anggaran, tetapi juga mencari kiat-kiat bagaimana supaya Komisi Informasi, keterbukaan informasi publik di kenal oleh masyarakat. Kalau terhadap badan publik memang rata-rata sudah tahu lah, sudah paham. Cuma hanya pelaksanaan yang musti di dorong lebih giat lagi. Tetapi kepada masyarakat.

Terakhir dalam kajian kami, untuk memperkenalkan Komisi Informasi kepada masyarakat kita akan membentuk tim yang profesional dalam hal humas. Jadi nanti sekretariat bersama dengan kami akan membentuk tim humas mensosialisasikan, menginformasikan kepada masyarakat melalui media, melalui medsos, ataupun melalui yang lain untuk lebih di kenal, disamping hal-hal yang lainnya.

Kembali kepada pemilu. Tadi kami sudah sampaikan apa bentuk ikhtiar yang akan kami laksanakan. Pengawalan keterbukaan informasi pemilu itu pasti kami laksanakan. Itulah bentuk partisipasi, bentuk keterlibatan aktif dan konkrit dari Komisi Informasi dalam menjaga dan mengawal suksesi pemilu ini. Ada desiminasi keterbukaan informasi dalam proses pemilu, tadi saya sudah jelaskan. Dialog interaktif, dan juga edukasi penyelesaian sengketa pemilu.

Terkait penyelesaian sengketa pemilu yang terakhir kami dapat informasi adalah di Jakarta. Itupun sudah diselesaikan dengan teman-teman KI Provinsi Jakarta. Jadi ada beberapa daerah yang memang sudah terjadi sidang sengketa informasi. Oleh karena itu kami mendorong supaya Perki tentang pemilu ini cepat selesai. Karena bukan pada posisi kami sekarang, adalah pada posisi harmonisasi.

Terkait tentang masih susahnya mendapat akses informasi publik di daerah Jawa Barat, ini memang kalau laporan secara resmi kepada kami belum, tetapi posisi ini adalah posisi Komisi Informasi Provinsi di Jawa Barat. Memang bisa saja badan publik itu tadi, seperti saya katakan, frame-nya masih frame pada masa-masa yang dulu, yaitu belum transparan, belum berkehendak

23

untuk transparan, sehingga proses mengakses informasi menjadi hambatan. Mekanismenya adalah tadi seperti saya katakan bahwa masyarakat pada saat ingin mengetahui suatu informasi, kalau dia tidak di jawab memang terjadi sidang sengketa, meski sebenarnya sidang sengketa adalah ekses dari tertutupnya suatu badan publik. Dari situ kita akan melihat toast itu akan mencerminkan bahwa badan publik suatu, X misalkan, itu tertutup atau terbuka dengan adanya putusan-putusan dari Komisi Informasi.

Memang harus di dorong. Seperti tadi, tujuan daripada hadirnya keterbukaan informasi publik adalah salah satunya good governance. Bicara good governance semua badan publik harus bersepakat. Dari badan publiknya, dari pimpinan badan publiknya harus bersepakat untuk melaksanakan good governance. Apa good governance itu yaitu, transparansi dan akuntabilitas. Dan tidak bisa di pungkiri bahwa era sekarang, transparansi dan akuntabilitas adalah satu hal yang mesti dilakukan.

Lalu kalau untuk Pak Supiadin, terima kasih atas masukannya Pak Jenderal. Nanti dalam ke depan kami akan berikhtiar kami untuk melaksanakan pengawalan pemilu dengan baik.

Terkait KPU dan Bawaslu memang apa yang sudah kami monitor? Monitor itu kami lakukan pada mainstream adalah setiap tahunnya. Yang kedua adalah, karena ini tahun pemilu kita melakukan monitoring dan evaluasi terhadap badan-badan publik tersebut. Tetapi monitoring dan evaluasi itukan sifatnya hanya memonitor. Mungkin berupa rekomendasi saja, berupa catatan saja, tapi tidak ada sesuatu punishment atau apa terhadap badan publik.

Yang diinginkan oleh kita semua adalah badan publik itu yang sudah memahami dan sudah tahu tentang keterbukaan informasi publik itu menjalankan pelaksnaaan keterbukaan informasi publik. Garda terdepan dari keterbukaan informasi publik adalah PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Sepanjang yang saya pahami dan saya ketahui, KPU dan Bawaslu di dalam monitoring dan evaluasi yang kami lakukan di tahun 2018 itu mendapat appreciate dari kami. Artinya, PPID nya sebenarnya sudah berjalan cukup baik.

Terkait adanya kasus-kasus yang tadi disampaikan tentunya kita akan memberikan semacam komunikasi dan koordinasi terhadap teman-teman komisioner, meski sebenarnya itu adalah ranah dari KPU dan Bawaslu itu sendiri. Kita hanya pada ranah transparansi dan akuntabilitas pada setiap badan publik.

Kalau terkait tadi Bang Biem terima kasih atas pendapatnya. Kami ingin jelaskan bahwa KI Provinsi itu anggarannya adalah melalui APBD, kalau pusat melalui APBN. Lalu kita juga ada yang di sebut KIN tadi itu adalah tanggal 30 April. Tanggal 30 April adalah tanggal disahkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada tahun 2008. 30 April 2008 itu hari KIN. Kalau Right To Know Day itu tanggal 28 September.

Tadi terkait dengan poin ketiga itu, Pekan Nasional Keterbukaan Informasi Publik, tadi kami sudah sampaikan. Pada posisi itu mungkin kami mengajak bersama stake holder, dalam hal ini mungkin Komisi I DPR, untuk bersama-sama. Seperti halnya kalau di Kominfo itu Petunra, bersama-sama turun ke bawah untuk bersosialisasi. Cuma memang slot-nya mungkin belum banyak seperti Petunra. Kami sudah merancang itu untuk di beberapa daerah, yaitu Sumatera dan Jawa. Mudah-mudahan kita bisa melaksanakan itu dalam waktu dekat. Yang jelas itu adalah di tahun 2019.

Lalu kalau terkait data-data yang tadi Bang Biem sampaikan, itu sebenarnya pada saat di Istana Wapres semua badan publik sudah kami sampaikan badan publik apa yang ada pada posisi informatif, menuju informatif, dan tidak informatif. Dan itu sudah beredar di media-media. Yang kedua, di website juga mungkin nanti bisa di lihat badan publik-badan publik mana yang masuk kategori itu. Karena di website kami mungkin nanti bisa di download. Kebetulan website kami juga sekarang sedang dalam upgrade, dalam waktu dekat akan selesai, mungkin data itu bisa masuk, jadi terlihat dengan jelas posisi badan publik X berada di kualifikasi mana. Itu untuk menjelaskan terkait data-data badan publik.

Memang kalau untuk terakhir, Bang Jazuli, terima kasih masukannya Bang Jazuli. Memang kalau bicara anggaran itu agak bernafas juga. Terutama untuk teman-teman KI Provinsi. Tapi memang sepanjang yang kami ketahui, anggaran untuk teman-teman KI di masing-masing provinsi ada lah dengan APBD nya, meskipun juga tidak besar. Artinya, kami berikhtiar, dengan seberapa anggaran posisi Komisi Informasi dalam hal pelayanan informasi publik harus tetap dilaksanakan, harus tetap dijalankan sesuai dengan amanah, meski memang

24

anggarannya adalah minimalis. Harapan kita ke depan, dengan penguatan dari kelembagaan itu anggaran mungkin bisa bertambah.

Jadi memang kalau terkait dengan beberapa kegiatan, yang tadi disampaikan oleh Bang Jazuli itu, modelnya ada kita turun ke bawah bersama dengan stake holder terkait. Itu tadi seperti yang saya jelaskan pada posisi keterbukaan informasi publik. Pada layanan informasi itukan ada diskusi. Nanti formatnya akan kami kemas. Di poin keempat ada desiminasi, ada dialog interaktif pemilu. Itu juga bisa melibatkan stake holder terkait untuk masalah kepemiluan. Itu terkait program yang ditanyakan oleh Bang Jazuli.

Jadi menyampaikan apa yang tadi disampaikan oleh Bapak-bapak para Anggota Komisi I yang terhormat, baik berupa masukan, saran, dan pendapat, akan kami catat, akan kami tindaklanjuti.

Terkait tahapan pemilu, kami hanya pada posisi yang mengawal keterbukaan informasi publik. Andai satu badan publik di anggap tidak transparan/akuntabel, silakan mempertanyakan ke badan publik. Setelah tidak di jawab, baru bisa bersengketa dengan kita. Sementara kita tidak ada diberikan kewenangan untuk memberikan punishment.

Ikhtiar-ikhtiar yang sudah kita lakukan tadi saya sudah jelaskan. Paling tidak kita dari setahun yang lalu melakukan MOU, melakukan kerjasama, melakukan komunikasi dan koordinasi. Contoh kecilnya saja, pada saat tema debat capres. Memang terjadi komunikasi dan informasi. Itupun hanya sebatas Pimpinan. Paling tidak kami ingin memasukkan disitu tema-tema yang sesuai dengan transparansi dan akuntabilitas, sehingga publik memahami. Itulah bentuk komunikasi koordinasi antar kelembagaan.

Kalau terkait kasus-kasus yang tadi disampaikan oleh Bapak-bapak Anggota Dewan yang terhormat, kami menyarankan untuk mempertanyakan langsung itu kepada badan publik. Apabila tidak di jawab, atau apabila tidak berkenan dengan jawaban, bisa langsung kami sengketakan. Itu mekanismenya sesuai dengan regulasi.

Saya rasa itu dari saya, terima kasih.

F-NASDEM (MAYJEN TNI (PURN) SUPIADIN ARIES SAPUTRA): Pendalaman, Pimpinan. Begini, Pak Gede, apa yang saya tanyakan itu belum terjawab. Kan KIP itu punya tugas,

salah satunya dalam konteks pemilu itu mengawal keterbukaan. Artinya, KIP itu harus menjamin bahwa masyarakat itu berhak untuk mendapatkan informasi yang benar. Itu yang saya maksud.

Pertanyaan saya, sejauhmana KIP itu monitor di daerah. Kan punya KIP daerah, sejauh mana monitor? Ini ternyata kami cek di lapangan KPUD itu belum melaksanakan tugasnya dengan baik, belum memberikan informasi yang benar.

Terus misalnya tentang model-model sosialisasi yang dilakukan KPU. Saya di daerah tidak menemukan baliho-baliho, spanduk-spanduk, sebagai wujud sosialisasi tentang pemilu. Memang di televisi nasional sering. Tapi pertanyaan kita kan, apa iya 100 persen rakyat Indonesia itu bisa memonitor semua stasiun televisi? No. Di Garut Selatan saja hanya beberapa TV yang bisa mereka monitor. Kecuali mereka punya Indovision. Kita tahu lah di daerah itukan rakyat itu kemampuannya terbatas. Jangankan pasang Indovision, mau pasang antena TV saja harus pasang bambu sampai 20 meter. Itupun masih belum bisa menangkap siaran.

Jadi maksud saya, Pak Gede, apakah KIP itu menempatkan orang di lapangan, atau melakukan satu monitoring di lapangan. Ini mau pemilu ini, apakah KIP pernah wawancara dengan masyarakat sejauhmana mengetahui tentang pemilu. Kalau misalnya KIP menemukan ternyata belum semua, kan KIP berhak bertanya kepada KPU pusat. Karena apa, rakyat berhak mendapatkan informasi yang benar dan terbuka.

Jadi bukan mekanisme tadi yang ingin saya tanyakan, tapi jawaban pasti. Output-nya yang saya inginkan adalah, karena tadi KIP belum menjawab secara substansial, output-nya bagi saya tolong, waktu masih ada, KIP turun ke daerah. Bila perlu sekali-sekali KIP pusat kirim orang turun ke daerah, cek apakah sosialisasi pemilu ini sudah benar dilaksanakan oleh KPU maupun KPUD. Kan bisa kita mengambil sample. Apakah para kepala desa juga sudah melakukan sosialisasi? Dan faktanya tidak. Jadi kita tidak bisa KPU itu hanya berkilah di TV nasional kami sudah begini, sudah begitu, tapi faktanya di daerah spanduk saja tidak pernah kita lihat, baliho

25

kita tidak pernah lihat yang dalam rangka sosialisasi pemilu. Artinya kan KIP punya kewenangan untuk memonitor itu. Manfaatkan KIP di daerah. Apakah juga KIP Provinsi sudah turun ke kabupaten-kabupaten. Saya tidak tahu apakah kabupaten punya KIP sekarang. Belum? Apalagi belum, berarti kan perlu ini KIP Provinsi. Bila perlu KIP pusat sekali-sekali turun ke salah satu misalnya kabupaten yang terpadat penduduknya. Atau ambil dapil saja misalnya, dapil yang terpadat pemilihnya. Seperti dapil saya itu hampir 4 juta pemilihnya, 2 kabupaten, 1 kota, Garut-Tasik-Tasik, dengan kondisi geografisnya yang berbukit-bukit. Bukan seperti Kerawang yang rata begitu, tapi berbukit-bukit yang orang mau ke gunung saja tidak berani. Karena kadang-kadang, jangankan mobil, motor saja susah sampai. Apalagi suruh jalan kaki. Sementara rakyat kita ini butuh informasi. Juga termasuk misalnya RRI, televisi, kan perlu di monitor oleh KIP sudah belum lembaga-lembaga ini melakukan sosialisasi tentang pemilu dengan benar, sehingga rakyat memperoleh informasi yang benar-benar tidak salah, tidak missed informasi.

Ini sebetulnya yang saya ingin sampaikan, itu yang saya inginkan. Jadi bukan mekanisme KIP, tidak. Itu mekanisme kita sudah tahu. Tapi kerja nyata di lapangan sudahkah? Misalnya sekarang saya ingin tanya, apakah KIP sudah menemukan berapa persen kinerja KPU dalam menyampaikan informasi kepada publik tentang pemilu. Kan bisa di lihat itu. Ini yang saya inginkan itu.

Saya kira itu, terima kasih. KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Silakan, Pak Gede, dilanjutkan. Saya jamin Pak, DKI Jakarta saja saya turun hampir semua tidak tahu. Apalagi di daerah

itu. Ini tanda tanya besar ini. Ini memang saat-saat kritis seperti ini, Pak Gede. Saya khawatir petinggi-petinggi KPU kita itu merasa sudah beres semua. Ini kita mengharap KIP ini, mudah-mudahan informasi untuk rakyat ini bisa sampai dengan bagus. Ini pemilu tinggal berapa hari lagi, hanya 2 bulan.

Silakan, Pak Gede, dilanjutkan tanggapannya.

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Terima kasih Ketua. Terima kasih Pak Jenderal Supiadin, terima kasih juga atas masukan/ pendapat seperti

yang tadi kami sampaikan. Sesuai dengan pendapat tadi kami akan tindaklanjuti dalam waktu dekat, karena kami punya KI-KI provinsi. Memang secara konkrit nanti tinggal kami koordinasi dulu dengan sesama KI provinsi untuk memformulasikan bagaimana bentuk monitoring evaluasi terkait pemilu dalam waktu dekat. Karena kami kan punya mainstream untuk komunikasi dan koordinasi dengan KI-KI provinsi.

Mungkin kalau di Indonesia KI provinsi tinggal dua daerah itu yang belum. Mungkin seperti saran Bapak, mungkin kami yang KI Pusat yang akan terjung langsung. Kalau KI kabupaten/kota belum semuanya.

Intinya adalah seperti yang tadi disampaikan oleh Pimpinan Komisi bahwa di Jakarta yang paling dekat saja juga belum tentu. Langkah konkritnya adalah output-nya yang seperti disampaikan dan disarankan oleh Pak Supiadin adalah jajaran KI seluruh Indonesia akan melakukan langkah-langkah konkrit terkait dengan pengawalan sosialisasi informasi pemilu. Dalam waktu dekat ini kami akan laksanakan untuk tahapan pemilu itu tadi. Itu menurut saya ya, Pak Supiadin.

Saya rasa itu, Ketua. Dan, Pimpinan, yang saya rasa dari tadi saya memberikan gambaran mungkin saya sudah mengecek, kalau menurut saya tidak ada lagi. Silakan, ini masalah anggaran.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A.):

26

Pas di singgung masalah anggaran, saya termasuk yang ingin mengusulkan sebaiknya di hitung dengan baik anggaran yang di daerah itu semua, jangan ada ketergantungan sama provinsi, karena itu juga memang akan melemahkan independensi kemandirian daripada KIP sendiri. Begitu itu uang di kasih oleh gubernur maka anda harus berinduk semang kepada gubernur. Tidak semua gubernur yang berjiwa besar untuk terima kondisi itu.

Kenapa saya katakan itu menjadi penting? Sebenarnya KIP ini kalau di pikir ruang lingkupnya lebih besar daripada itu yang tadi Anda menjelaskannya bersifat akademis. Tapi lebih daripada itu, ini ada hubungan dengan bisnis intelijen. Bisa membayangkan tidak, misalnya saya orang berasal dari Aceh, daerah pemilihan say Aceh. Aceh itukan paling banyak sumber mineral macam-macam disitu. Bisa tidak saya datang kepada KIP untuk tanya “eh, yang ada di Nagaraya, yang ada di Aceh Tengah, yang ada di Aceh Utara, itu isinya apa saja?”. Bisa tidak Anda bocorkan pada calon investor? Atau sebagai seorang akademisi hanya ingin tahu resources yang dimiliki oleh daerah itu. Tapi lembaga pemerintah biasa ada juga sebagian tahu, ada sebagian tidak mau memberitahu. Padahal itu hak warga negara juga tahu bahwa di tempat dia itu kaya betul. Tapi tiba-tiba ada investor asing bekerjasama dengan satu perusahaan tahu-tahu di bilang “kami akan mengeruk, kami akan mengeksploitasi, kami akan mengerjakan”, masyarakat tidak tahu. Disitu timbul gejolak, orang protes, “kok tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba kelambu bergoyang-goyang, tiba-tiba anda datang kemari mau mengeksploitasi disini, kami tidak pernah tersosialisasikan”. Itu yang saya katakan ruang lingkup bisnis intelijen yang mau tidak mau sedikit banyak harus diketahui oleh KIP. Dia tidak hanya sekedar pengetahuan tentang persoalan yang bersifat formal kenegaraan, tapi justru yang lebih penting jaman sekarang ini.

Contoh lagi, kita sekarang lagi membangun luar biasa. tahu tidak KIP misalnya ada daerah-daerah tertentu yang sebenarnya incaran dari para investor yang tiba-tiba tanah itu tadinya sangat murah tahu-tahu meledak mahal sekali, rakyat disitu dia bingung “kami tidak dapat apa-apa kok tiba-tiba ada orang lain kami di beli dengan harga murah, setelah di bangun disini bisa apartemen, macam-macam industri”. Artinya saya ingin mengatakan, adalah hak KIP juga untuk minta uang lebih banyak kepada negara, karena Anda harus punya informan-informan di seluruh Indonesia. Informan ini secara profesional di bayar, cari tahu itu segala macam. Database itu harus dikumpulkan. Arsip nasional yang mengumpulkan apa yang sudah terjadi. Dia kumpulkan. Ada peristiwa-peristiwa konflik, DI TII, gerakan Aceh, dia punya data itu semua, dan itu akan di buka sekian puluh tahun kemudian atau 30 tahun, 20 tahun, ini loh sebenarnya yang terjadi. Sama seperti yang di sebut dengan Cornel Paper dimana Pak Harto pada waktu itu apa betul memancing atau Beliau tidak tahu. Orang di Amerika sudah tahu dia yang di sebut dengan Cornel University yang tadinya itu tidak bisa di buka dokumennya itu.

Itu yang saya maksudkan bisnis intelijen ini yang merupakan ruang lingkup baru. Dan Anda tidak usah segan-segan, tidak usah cari. Tidak mungkin orang anggota kita langsung tahu. Itu memang para-para profesional. Dan ketika Anda hire para profesional, Anda undang mereka, Anda minta informasi sama mereka, mereka tentu harus dibayarkan honornya, dan disitulah Anda harus punya uang.

Bisa terbayangkah kita? Sekarang Freeport inikan kita menganggap itu sudah bagian milik Indonesia. Tapi di balik Inalum itu berapa investor yang termasuk investor asing juga masih terlibat disitu. Bisa tidak kami tahu data itu? Itukan hanya terbatas. Jadi akhirnya kita formalitas, seolah-olah itu memang kita sudah memiliki, tapi akhirnya kita terjaring, kita terjerat juga kaki kita, itu namanya Inalum misalnya. Jadi yang diperlukan adalah berita di balik berita, background information-nya itu, disitu baru kekuatan daripada KIP.

Kalau Anda hanya memberikan satu data yang bersifat normatif, tidak ada istimewanya. Misalnya begini saya katakan, Anda mampu tidak mengantisipasi ketika pada tanggal setelah kita mengadakan pemilihan nanti, tanggal 17 April, kemudian langsung di hitung suaranya. Yang di hitung adalah suara pemilihan presiden. Dan kemudian setelah itu orang bubar. Kenapa tidak menarik? Sudah ada presiden baru. Apa yang menarik ketika bubar? Mampu tidak KIP memprediksi bahwa disitu juga bisa terjadi chaos dalam penghitungan suara legislatif. Jadi yang namanya saksi-saksi itu dia pun sudah tidak tertarik lagi. Atau dia kemudian di bajak “ngapain jadi saksi, tidak penting, kita sudah punya presiden baru”. Kemudian siapa yang menghitung, “cingcai-cingcai sajalah”. Sangat berbahaya. Anda sudah harus kawal dari sekarang. Karena

27

KPU, maaf saja, mungkin dia juga memang bagian daripada itu, atau dia juga tidak berpikir sampai kesitu. KIP sudah harus memberikan antisipasi itu.

Bagaimana dengan aparat-aparat keamanan kita, apakah betul mereka tetap netral? Apakah setelah pengumuman itu mereka tetap netral? Atau mereka “ah sudah tidak usah lah, jagoan kita kan sudah menang”. Anda tahu tidak sekarang apa yang terjadi, bahwa partai-partai yang tidak mendukung suatu policy tertentu dari katakanlah pemerintah sekali pun, itu dia tidak bisa melakukan kegiatan. Itu antara nyata dan tidak nyata. Tidak ada tertulis tapi dikatakan. Ini curhat dari teman saya. Saya ini kebetulan terus terang saja dari Partai Nasdem, jadi saya termasuk pendukung Pemerintah. Tapi ada kawan saya yang di seberang sana yang mengatakan, “Prof. kami kesulitan. Orang itu bilang sama saya begini, “dulu saya dukung Bapak, sekarang ada perintah dari atas saya tidak boleh lagi dukung Bapak, jadi saya tidak boleh kasih forum ini””. Itukan kita sebagai warga negara patut prihatin. Prihatin kan boleh-boleh saja, dia memang melaksanakan tugas negara. Dia melakukan tugas sosialisasi empat pilar, tapi sudah ada upaya-upaya untuk menghadang itu, karena dia bukan partai pendukung.

Saya terbuka, karena saya sebagai Anggota DPR wajib untuk menjelaskan itu di forum yang terhormat ini. Jadi jangan pikir bahwa kita sudah terbuka, sudah oke, tidak Pak. Itu bentuk-bentuk intimidasi politik itu tetap saja ada dimana-mana, dan itu orang merasa berhak untuk melakukan begitu. Inikan macam-macam. Adventurer politik juga banyak. Dia mau cari muka, cari makan. Kenapa hoax ini merajalela, itukan ada memang spesial biro yang merancang itu, ada agenda setting-nya mengapa di buat begitu.

Pernah tidak terpikir oleh kita hari-hari ini bagaimana penegakkan hukum tentang masalah prostitusi online, dan itu begitu cepatnya, begitu maraknya. Tahu-tahu sudah sekian banyak artis-artis itu mulai diumumkan. Nanti sebentar lagi akan terungkap bahwa di setiap partai ada artis-artis itu. Jadi pertama adalah pembusukan terhadap figur. Padahal kita juga tahu tidak sekarang pun artis itu juga main urusan esek-esek itu juga sudah lama dia. Tapi kenapa sekarang itu jadi demam orang di bikin. Tiada hari, tiada jam, kita bicara tentang artis yang mana sekarang kena. Nanti itu digelembungkan satu kali, di partai A, di partai B, dia punya perwakilan semua. Jadi apa, artinya parlemen kita tidak kredibel. Ketika parlemen tidak kredibel, lantas apa yang diharapkan dari DPR. Apa itu efeknya, lembaga kita akan merosot reputasinya, tidak dipercaya. Ketika tidak di percaya itu bahaya sekali. Itu yang ada disitukan orang-orang yang urusan-urusan online semua, padahal kan tidak, itu hanya segelintir orang.

Jadi ini hal-hal yang saya pikir yang istilah bahasa kerennya ‘bisnis intelijen’ tadi kita harus mengantisipasi hal seperti ini. Dan KIP patut untuk memberikan warning, ini sudahlah ini jangan di daur ulang terus, ini tidak usah. Atau KIP mengatakan “ngapain kita semua”, bagaimana sikap warga negara untuk mengantisipasi hoax itu. Ketika anda bereaksi dia semakin menjadi-jadi. Coba anda diam saja, ibaratnya anda tidak liput, mati kutu dia. Tapi karena kita bereaksi, dia terus. Dan orang ini memang ada yang memang tugas khusus dia untuk ngompori itu, dan kita terjebak dalam trap itu.

Jadi saya mengharapkan adalah KIP bisa melakukan diskusi yang lebih visioner lagi, lebih luas lagi. Dan jangan terjebak sama anggota anda saja. Undang saja pakar-pakar yang jago tentang ini. Undang anak-anak muda kita yang ahli tentang komputer, tentang internet, tentang segala macam itu. Hacker-hacker itu. Tidak ada salahnya kalau KIP mengundang hacker, tentu identitas mereka perlu disembunyikan. Bagaimana anda jadi hacker, siapa di belakang anda itu. Itukan menarik anda tahu. Nanti anda bikin analisis sendiri.

Jadi agenda setting inikan tidak tiba-tiba berita disatu surat kabar dengan headline-nya sedemikian rupa muncul. Itukan sebenarnya hanya alasan dari segelintir elit media yang menentukan headline hari ini itu, padahal itu bukan ketentuan publik. Kepentingan segelintir elit di media dan kepentingannya kaitannya dengan mungkin investornya dan sebagainya. You bikin improve balon, kita lihat pro kontranya.

Ini yang saya minta supaya KIP lebih membuka dirinya. Jadi terutama tentang pemilu ini. Pemilu ini anda bisa lihat kan bagaimana teknik kampanye, termasuk media melakukan kampanye, kemudian terjadi pembusukan terhadap figur tertentu, dan sebagainya. Saya termasuk orang yang ketika saya masih duta besar, untung saya punya mahasiswa-mahasiswa yang baik. Salah satu ustadz yang paling kondang hari ini, itu pernah belajar di Kairo, pernah belajar di Maroko, anda tahulah itu siapa. Saya bilang, anda bersikap netral saja, karena anda

28

calon ulama besar. Umat ini kecewa sama anda kalau anda tiba-tiba. Dia bilang, saya juga tidak di buka opsi untuk saya bisa leluasa untuk berdakwah, makanya saya terpaksa dalam posisi defensif. Tidak usah, anda bilang saja secara terbuka. Tapi jangan anda dijadikan tukang, anda jangan pernah jadi tukang, anda harus jadi arsitek. Biar saja orang lain itu jadi tukangnya, anda jadi arsiteknya. Itu yang saya bisa, karena saya punya akses dekat sama yang bersangkutan secara emosional, waktu saya duta besar saya punya hubungan baik.

Jadi maksud saya itu bisnis intelijen ini penting anda lakukan. Makanya saya setuju kalau angka ini pelan-pelan naik berapa miliar itu, itu anda bisa naikkan ke tinggi dengan anda mengundang menjadikan nara-narasumber baru yang harus secara profesional di bayar, dan anda harus mungkin beli alat-alatnya. Saya tidak mengatakan bahwa anda harus punya alat sadap, itu ada undang-undang menentukan. Tapi informasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak-pihak yang kontroversial sekali itu. Karena information itu it’s power. Information itu adalah ..... hari ini adalah information. Coba bayangkan akibat dari kemajuan teknologi dan informasi yang luar biasa, ibu-ibu kita masih belum bangu pagi tahu-tahu dia sudah selfi. Apa pula yang dia selfi, wajahnya tetap saja jelek, dia belum mandi. Tapi itukan terbawa dengan gaya hidup. Bagaimana kita sudah mulai makin terpisah. Orang bilang jauh di mata dekat di hati. Sekarang satu keluarga datang di suatu tempat duduk sama-sama, masing-masing sibuk dengan HP nya, dengan WA nya, tidak ada komunikasi sosial disitu lagi. Hancur kita sudah. Ini KIP mulai pelan-pelan memberikan pencerahan ini, supaya hak-hak warga negara itu tetap terpelihara, tapi selaturahmi sebagai bangsa jangan sampai terkikis gara-gara kemajuan informasi teknologi.

Saya rasa begitu, Pak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Profesor ya. Banyak yang menarik ya, terutama yang online-online tadi itu, prostitusi online. Tapi, Pak

Gede, belajar dari KPI banyak sekali masalah di daerah, KPID itu banyak sekali masalahnya. Makanya dalam undang-undang yang akan datang, kita sedang menyusun Undang-Undang Penyiaran ini, ini harus APBN. Karena banyak sekali.

Seperti yang disampaikan Profesor tadi, ada yang di bayar di daerah, ada yang tidak. Karena daerah itu tidak care tentang itu. Makanya memikirkan pembangunan fisik infrastruktur tidak ada itu. Makanya lebih baik sebelum selesai kita sudah hitung-hitung, nanti kalau kira-kira kalau kita gabung masuk APBN bagaimana ini. APBD sudahlah, susah. Kemarin ada tidak di gaji, sampai akhirnya ada dana hibah. Hibah itu hanya boleh sekali biasanya. Kalau dua-tiga kali bukan hibah namanya. Itu sedekah apa namanya itu. Tolonglah, Pak Gede.

Waktunya saya rasa sudah cukup. Ini masih banyak, ada Pak Kharis, ada Pak Sayan, ada Pak Romanus Sendau, banyak lagi ini. Ada Pak Hendar, ada Pak Cecep.

Silakan Pak secara singkat saja apa yang disampaikan Pak Profesor tadi.

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Terima kasih Ketua. Tadi dari Prof. itu merupakan suatu pencerahan inisiasi bagi kami, khususnya bagi saya

pribadi mendapat inisiasi, mendapat masukan blessing. Jadi mungkin ke depan dari masukan-masukan yang tadi dari para tokoh di tambah dengan Prof. itu akan kami kaji untuk kami tindaklanjuti. Dan tidak tertutup kemungkinan mungkin kami beberapa itu nanti akan ada komunikasi. Atau menghadirkan Prof. sendiri dalam kerangka menindaklanjuti pemahaman-pemahaman tadi.

Saya rasa itu dari saya. Kami artinya sudah berusaha menyampaikan. Ijin sebentar, mungkin tentang tadi ada pertanyaan WTP, tadi ada pertanyaan dari Pak

Hidayat Nurwahid.

PLT. SEKRETARIS KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (BAMBANG SIGIT NUGROHO):

29

Terima kasih Bapak Pimpinan Komisi I dan Anggota. Kami sampaikan bahwa, Komisi Informasi Pusat dari 4 tahun ini, pada tahun 2018 ini

penyerapannya 98,04 persen. Tadi ditanyakan oleh Pak Hidayat Nurwahid kiat apa yang dilakukan.

Dari evaluasi yang kita lakukan penyerapan yang di bawah 90 persen maka KIP melakukan pembenahan, baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal kami memperbaiki tata kelola SOP, kemudian konsistensi dari pelaksanaan anggaran, dan harmonisasi program, dan tentunya koordinasi yang baik antara komisioner dengan sekretariat. Itulah yang kami lakukan sehingga KIP bisa melakukan penyerapan sampai 98,04. Penyerapan ini adalah merupakan bagian dari penyerapan Kementerian Kominfo yang tahun 2018 ini melakukan penyerapan sampai dengan 94,52 persen.

Kemudian yang tadi dipertanyakan juga bagaimana tentang akuntabilitas. Kami sangat jaga akuntabilitas ini, sehingga pada tahun 2017 atas laporan keuangan maka opini yang dikeluarkan oleh BPK itu WTP. Opini adalah bagian dari opini Kementerian Kominfo. Tapi disampaikan oleh Pak Ketua bahwa di KIP tidak terdapat temuan terhadap 4 hal, yang pertama adalah pengendalian internal, kemudian kecukupan....., dan standar akutansi pemerintah yang kita lakukan dalam penyusunan laporan telah kita lakukan. Tentunya upaya ini kita akan lakukan perbaikan ke depan sehingga akan lebih baik dari sisi akuntabilitas maupun tata kelola keuangan.

Demikian, Bapak Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Terima kasih Pak Bambang Sigit Nugroho. Jadi masalah BPK tadi Wajar Dengan Pengecualian/Wajar Tanpa Pengecualian berapa

tadi itu, tadi tidak menemukan. Kan bukan itu sebenarnya. Bagaimana itu, Pak Bambang.

PLT. SEKRETARIS KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (BAMBANG SIGIT NUGROHO):

Jadi opini KIP itukan bagian dari opini yang secara integrasi di Kementerian Kominfo, karena dari sisi anggaran maupun program kita juga bagian dari anggaran maupun program yang ada di Kementerian Kominfo. Jadi opini tahun 2017 adalah WTP.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Terima kasih. Kalau BPK mengecek 15 miliar-20 miliar kecil mungkin ya. Baik, teman-teman sekalian, saya rasa ini sudah semakin siang, mungkin sudah saatnya

kita tutup. Tapi sebelumnya kita sampaikan sedikit draft kesimpulan hasil RDP kita, biar ada pertanggungjawaban secara hukum dan argumentasi. Coba disiarkan. Ini tadi dua kali mati lampu ya. Itulah tadi ciri-ciri negara masih miskin, jadi sering rusak. Kalau negara kaya tidak ada rusak-rusak lagi.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A.):

Sedikit protes, Pak Ketua. Negara kaya, tapi rakyat yang miskin.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Jadi Beliau walaupun Nasdem tapi memakai istilahnya Prabowo. Prabowo itu ada

indonesian paradox. Ini masuk paradox, negaranya kaya rakyatnya miskin. Yang kaya itu siapa

30

Pak, yang kaya tonggo-nya. Kaya gara-gara kita. Jepang, Korea, itu dari kita kayanya. Apalagi Singapore.

ANGGOTA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (ARIF ADI KUSWARDONO):

Mohon ijin, Pimpinan, minta waktu sebentar boleh?

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Silakan Pak Arif, monggo Pak Arif, sambil menunggu ini. Ini jadi negara miskin lagi ini.

ANGGOTA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (ARIF ADI KUSWARDONO): Terima kasih. Sambil menunggu layarnya menyala. Saya hanya ingin memberi sedikit penjelasan terkait dengan beberapa pertanyaan dari

Bapak-bapak Komisi I, yaitu tentang Perki Pemilu, Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan dan Prosedur Sengketa Informasi Pemilu.

Jadi memang kami mohon maaf karena kami start terlambat. Jadi ketika kami mengidentifikasi bahwa Perki ini harus di ubah itu kira-kira baru pada pertengahan 2018. Jadi ada alasan mengapa Perki tentang PPSIP ini harus di ubah. Satu yang paling mendasar adalah ada masalah dalam legal base-nya. Jadi undang-undang yang mendasari Perki yang lama, Perki 1/2014 itu sudah tidak relevan lagi. Seperti Undang-Undang 16 Tahun 2016, maaf, perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, atau kemudian undang-undang yang sebelumnya terkait dengan pemilihan Presiden, DPR, dan DPRD, dan DPD, karena sudah ada undang-undang yang lebih baru (Undang-Undang 16 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017).

Kemudian ada lesson dari Perki 1/2014, yaitu bahwa platform atau format Perki 1/2014 ternyata banyak membuat atau lebih banyak mengakibatkan Bawaslu dan KPU saling menggugat di Komisi Informasi. Sementara harapan kita adalah bahwa yang menggugat informasi itu adalah harusnya publik menuntut transparansi dari penyelenggara pemilu. Belajar dari kelemahan itu, atau melihat kelemahan itu, kami ingin memperbaiki dan kemudian mendorong.

Ada dua value/ada dua nilai yang ingin kami tingkatkan, yaitu peningkatan akses dan kualitas informasi publik kepemiluan, kemudian yang kedua mendorong penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang lebih baik. Mengapa kami mencoba untuk tetap, meskipun agak sedikit terlambat menginisiasi Perki Pemilu ini, karena kami melihat urgensinya Perki Pemilu ini tetap di butuhkan untuk 2020 untuk pilkada, dan kemudian terakhir mungkin 2023 untuk pilkada serentak untuk keseluruhannya. Jadi masih tetap relevan.

Jadi tadi apa yang disampaikan oleh Bapak-bapak disini akan kami catat. Dan memang salah satu konsern kita adalah meningkatkan akses dan kualitas informasi publik kepemiluan. Termasuk tadi soal sosialisasi, soal kemudian hak akses informasi pemilu, masyarakat, dan sebagainya.

Demikian, Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Ini memang negara miskin betul Pak, ini tidak muncul-muncul ini. Silakan nambah, ini waktu sudah habis.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A.): Ini tidak ada hubungan dengan negara miskin. Kenapa ini listrik tidak jalan? Itu sederhana saja, dalam sejarah saya jadi Anggota DPR sejak orde baru, baru kali ini

mati lampu. Ini tanda-tanda. Mungkin ada upaya sabotase dari informasi KIP itu, itu termasuk bisnis intelijen juga itu.

31

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Mungkin tanda-tanda harus ada yang di ganti mungkin kan.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A.): Tidak pernah kejadian itukan. Ini ada satu intermezzo, dalam acara sosialisasi ketemu masyarakat ada yang bilang

begini, ibu-ibu ini dengan jujurnya, dia bilang: “Bagaimana Pak”, dia bilang, “Saya ini bingung, datang Pak Anwar kasih saya 5 ribu, datang Pak Abdullah kasih saya 7 ribu, datang Bapak Sulaiman kasih 8 ribu, dia semua dapat bagian”. “Lantas apa yang Ibu lakukan?” “Ya saya terima semua Pak, disamping memang saya butuh” “Dan Ibu sempat berjanji?” “Ya saya juga kadung berjanji. Sekarang saya dilema dalam batin saya, apa yang saya harus lakukan. Apakah saya berikan suara saya kepada yang terbesar atau yang terkecil?” Saya bilang, “Ibu jangan bingung-bingung, semua saja ibu coblosin, dicoblosin semua nama-nama itu. Hasilnya tidak ada yang laku, itu suara rusak. Tapi Ibu jauh lebih mulia dibandingkan golput. Golput dia tidak menggunakan suara, dia tidak datang ke TPS. Tapi Ibu kan datang di TPS. Semua orang kasih uang sama Ibu, Ibu coblosin. Paling di hitung juga secara sistem ada suara yang rusak sekian. Itu saja kontribusi Ibu terhadap demokrasi. Tapi Ibu tetap mempunyai hak untuk mengeritik siapa yang Ibu pilih tadi yang tidak bertanggungjawab. Tapi kalau Ibu golput, tidak fair, Ibu tidak gunakan hak pilih Ibu mengeritik”

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Oke, Prof, saya rasa sudah cukup ya. Kita sudah sangat terlambat. Ini untung ada guru besar kita ini. Kalau Ambassador mantan dubesnya inginnya Beliau jadi dubes lagi, memang pengetahuannya banyak. Ini daripada kita menunggu tidak ada ujungnya, lebih baik kita bacakan saja, karena tidak terlalu berat ya.

Kesimpulan Rapat Dengar Pendapat

Komisi I DPR RI dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) Selasa, 22 Januari 2019.

1. Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan Komisi Informasi Pusat terkait

dengan Evaluasi Pencapaian Program Kerja KIP Tahun Anggaran 2018, Realisasi Anggaran KIP Tahun Anggaran 2018, serta Rencana Program Kerja Komisi Informasi Pusat Tahun 2019. Terkait dengan penjelasan tersebut, Komisi I DPR RI mendorong agar pencapaian kinerja KIP terus ditingkatkan di tahun mendatang;

Ini kelihatannya performa saja, tidak ada masalah. Setuju ya? Naiknya berapa miliar, kita ketok.

(RAPAT : SETUJU) 2. Komisi I DPR RI mendorong Komisi Informasi Pusat untuk terus meningkatkan

penyelesaian sengketa informasi serta mendorong monitoring serta memonitor kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang Komisi Informasi Pusat sehingga pelaksanaan tupoksi Komisi Informasi Pusat berjalan dengan baik;

32

Apa harus pakai ‘Pusat’ ya?, apa tidak hanya ‘Komisi Informasi’ saja? Tetap pakai ‘pusat’? Jadi saya ulang ya nomor 2 biar tidak kacau: ‘Komisi I DPR RI mendorong Komisi Informasi Pusat untuk terus meningkatkan penyelesaian sengketa informasi serta monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang Komisi Informasi Pusat sehingga pelaksanaan tugas Komisi Informasi Pusat berjalan lebih baik;

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Undang-undangnya ‘Keterbukaan Informasi Publik), Pimpinan. Namanya sama KIP,

tetapi kepanjangannya ‘Keterbukaan Informasi Publik’.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Jadi tetap, ‘Undang-Undang Komisi Informasi Pusat’, begitu?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Keterbukaan Informasi Publik.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Salah?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Jadi nama lembaganya Komisi Informasi Pusat, tapi nama undang-undangnya Undang-

Undang Keterbukaan Informasi Publik.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): ‘Komisi I DPR RI mendorong Komisi Informasi Pusat untuk terus meningkatkan

penyelesaian sengketa informasi serta monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang Komisi Informasi Pusat’, ‘terhadap pelaksanaan’?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Ijin, Ketua. Diperpanjang saja, jangan di singkat.

F-NASDEM (PROF. DR. BACHTIAR ALY, M.A.):

Di pusat apa memang biasa di singkat? Saya ada pertanyaan, itu Komisi Informasi Pusat memang disingkat itu ‘KI Pusat’?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

33

Kalau di dalam pasal di sebut, di undang-undang maksudnya KI Pusat, di provinsi di sebut KI Provinsi, kabupaten/kota di sebut KI Kabupaten/Kota.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.):

Coba saya baca lagi ya. Ini tidak selesai sampai subuh ini. ‘Komisi I DPR RI mendorong Komisi Informasi Pusat untuk terus meningkatkan

penyelesaian sengketa informasi serta monitoring kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Keterbukaan Informasi Publik’

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

2008 Pak.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): ‘(Undang-Undang KIP) sehingga pelaksanaan tupoksi Komisi Informasi Pusat berjalan

dengan baik’ Masih ada yang salah?

KETUA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (GEDE NARAYANA, S.E., M.SI.):

Sudah dibetulin.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Ini sudah benar ini. Tidak ada Undang-Undang

KIP, itu tidak. Undang-undang ini yang betul. Oke, setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) 3. Dalam rangka mensukseskan pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2019,

Komisi I DPR RI mendorong langkah Komisi Informasi Pusat untuk melakukan pengawalan keterbukaan informasi pemilu mencakup desiminasi keterbukaan informasi dalam proses pemilu, dialog interaktif pemilu, dan edukasi penyelesaian sengketa informasi pemilu’;

Setuju?

(RAPAT : SETUJU) 4. Komisi I DPR RI mendorong Komisi Informasi Pusat agar terus meningkatkan

sosialisasi keberadaan Komisi Informasi Pusat dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sehingga implementasi keterbukaan informasi untuk publik di lingkup kementerian/lembaga negara dapat ditingkatkan;

Karena banyak lembaga negara yang tidak mengerti KIP itu opo. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Alhamdulillaah, jadi ada 4 (empat) kesimpulan RDP kita hari ini.

34

ANGGOTA KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA (ARIF ADI KUSWARDONO): Ijin Pak, kalau tambah boleh tidak Pak? Usu Pak Jazuli tadi bagaimana sebelum penyusunan anggaran 2019 dimulai KIP

mempresentasikan ke Komisi 1 ruang lingkupnya sehingga dipahami dengan baik. Kalau berkenan, di poin 5 KIP akan mempresentasikan ruang lingkup kerja keterbukaan informasi kepada Komisi I sebelum penyusunan anggaran. Usulan dari Pak Jazuli tadi Pak kalau berkenan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT (ASRIL HAMZAH TANJUNG, S.IP.): Nanti kami pertimbangkan dulu. Ini sudah di ketok tadi, selesai. Kalau sudah di ketok

mungkin tidak bisa tambahan lagi. Tapi akan kita catat, mungkin yang akan datang sepert itu. Kita asal tidak menyalahi Undang-Undang MD3 saja kan, pasti kita di terima itu.

Sementara itu, Pak Gede, jadi kita terima kasih. Dengan demikian ini selesai. Tapi pertemuan kita tidak terakhir, masih ada lagi. Mudah-mudahan pertemuan kita mendapat ridho Alloh Subhaanahuata’aala.

Wabillaahitaufiq Wal Hidaayah Wassalaamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.

Sidang kita nyatakan di tutup.

KETOK PALU : 3 KALI (Rapat ditutup pukul: 13.45 WIB)

Jakarta, 22 Januari 2019 a.n. KETUA RAPAT

SEKRETARIS RAPAT,

SUPRIHARTINI, S.IP., M.Si. NIP. 19710106 199003 2 001