deviasi septum hidung

15
Pendahuluan Hidung tersumbat merupakan permasalahan tersering pada pasien otorhinolaryngological . Sumbatan hidung ini adalah salah satu gejala khas dari pasien deviasi septum hidung (DSH). Deviasi septum hidung (DSH) merupakan kondisi dimana nasal septum (septum hidung) secara signifikan tidak terletah ditengah- tengah, bengkok, dan mengecilkan saluran nafas. Bentuk septum yang menghalangi saluran nafas tersebutlah yang menjadi penyebab keluhan hidung tersumbat pada pasien DSH. Pasien DSH sering mengalami sinusitis dan epistaksis yang berulang akibat kondisi sumbatan hidung tersebut. kondisi ini dapat terjadi karena sumbatan hidung menyebabkan mucocilliary system terganggu sehingga risiko sekret mucus tertumpuk dalam sinus meningkat. DSH juga dapat menyebabkan pasien mengalami henti nafas ketika tidur (sleep apnea). Prevalensi kejadian DSH di dunia cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Gray terhadap 2380 anak, mendapatkan 59% mengalami DSH sementara pada orang dewasa hingga 79%. Tingginya prevalensi dan buruknya keluhan yang ditimbulkan DSH, membuat penyakit ini penting untuk dibahas lebih detail. Penatalaksanaan pasien DSH dapat berupa pengobatan yang dapat meringankan keluhan dan tindakan operasi yang secara langsung membenahi posisi septum hidung. Obat-obatan seperti dekongestan dan anti-histamin hanya dapat mengurangi keluhan pasien sementara oleh karena, obat ini tidak dapat memperbaiki keadaan septum yang abnormal. Tindakan operasi untuk membenahi septum hidung (septoplasty) dapat menghilangkan keluhan pasien 1

Upload: adi-pee

Post on 19-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Deviasi Septum Hidung

Pendahuluan

Hidung tersumbat merupakan permasalahan tersering pada pasien otorhinolaryngological.

Sumbatan hidung ini adalah salah satu gejala khas dari pasien deviasi septum hidung (DSH).

Deviasi septum hidung (DSH) merupakan kondisi dimana nasal septum (septum hidung)

secara signifikan tidak terletah ditengah-tengah, bengkok, dan mengecilkan saluran nafas.

Bentuk septum yang menghalangi saluran nafas tersebutlah yang menjadi penyebab keluhan

hidung tersumbat pada pasien DSH.

Pasien DSH sering mengalami sinusitis dan epistaksis yang berulang akibat kondisi

sumbatan hidung tersebut. kondisi ini dapat terjadi karena sumbatan hidung menyebabkan

mucocilliary system terganggu sehingga risiko sekret mucus tertumpuk dalam sinus

meningkat. DSH juga dapat menyebabkan pasien mengalami henti nafas ketika tidur (sleep

apnea). Prevalensi kejadian DSH di dunia cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Gray

terhadap 2380 anak, mendapatkan 59% mengalami DSH sementara pada orang dewasa

hingga 79%. Tingginya prevalensi dan buruknya keluhan yang ditimbulkan DSH, membuat

penyakit ini penting untuk dibahas lebih detail.

Penatalaksanaan pasien DSH dapat berupa pengobatan yang dapat meringankan

keluhan dan tindakan operasi yang secara langsung membenahi posisi septum hidung. Obat-

obatan seperti dekongestan dan anti-histamin hanya dapat mengurangi keluhan pasien

sementara oleh karena, obat ini tidak dapat memperbaiki keadaan septum yang abnormal.

Tindakan operasi untuk membenahi septum hidung (septoplasty) dapat menghilangkan

keluhan pasien DSH secara permanen, tetapi tindakan operasi ini berisiko menimbulkan

beberapa komplikasi pada hidung pasien.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menelusuri lebih lanjut literatur yang

membahas mengenai DSH yang berkaitan dengan etiologi, patofisiologi, faktor risiko,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan prognosis.

diharapkan dengan terselesaiknaya essay ini, pemahaman para calon dokter terhadap DSH

dapat meningkat.

1

Page 2: Deviasi Septum Hidung

Anatomi Normal dan Definisi Deviasi Septum Hidung

Nasal Septum (septum hidung) adalah pembagi nasal cavity secara vertikal menjadi dua

bagian. Nasal septum tersusun atas cartilage dan segmen tulang. Bagian septum cartilage

merupakan lempengan pipih yang berbentuk segi empat ireguler dan berartikulasi dengan:

a. premaxilla inferiorly;

b. vomer posteroinferiorly;

c. perpendicular plate of the ethmoid bone posterosuperiorly (Metta & Ralph 2005;

Hansen, 2010).

Gambar 1. Anatomi nasal septum (septum hidung)

Deviasi septum hidung (DSH) merupakan kondisi dimana septum hidung secara signifikan

tidak terletah ditengah-tengah, bengkok, dan mengecilkan saluran nafas. Kebanyakan orang

memiliki septum yang memang tidak terletak ditengah-tengah, namun ketidak seimbangan ini

sangat kecil, dan hanya mengganggu sedikit dari jalur pernafasan. Oleh sebab itu hanya 80%

orang yang menyadari mengalami ketidak sejajaran septum nasi (Baumman 2007; Johnson,

2012; Rehman et all, 2012).

2

Page 3: Deviasi Septum Hidung

Epidemiologi, Etiologi dan Faktor Risiko

DSH dapat disebabkan oleh tiga hal yakni akibat kelainan kongenital/herediter, akibat trauma

dan akibat penuaan. DSH yang disebabkan kelainan kongenital/herediter diperkirakan terjadi

akibat abnormalitas proses kelahiran atau murni terdapat kelainan genetik pembentuk hidung.

DSH yang disebabkan trauma dapat terjadi akibat kegagalan remodeling cedera cartilage dan

tulang hidung membentuk septum secara simetris. Sementara DSH pada penuaan terjadi

akibat semakin buruknya kemampuan regenerasi cartilage hidung. (Johnson,2013; Rehman et

all, 2012; Spiegel & Numa, 2008).

Faktor risiko dari DSH dapat dianalisa dari ketiga sebab DSH. Risiko DSH yang

terjadi sejak lahir akan meningkat pada ibu primipara (ibu yang melahirkan bayi hidup

pertama kali), bayi berat badan lebih dari normal yang lahir melalui jalur vagina, dan posisi

bayi sungsang. Sementara risiko DSH akibat trauma akan meningkat bila seseorang tidak

menggunakan sabuk pengaman dalam mengendarai kendaraan bermotor dan mengikuti jenis

olahraga yang banyak kontak tubuh antar pemain (contact sport) (Johnson, 2012, Spiegel &

Numa, 2008).

Prevalensi kejadian DSH di dunia cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Gray

terhadap 2380 anak, mendapatkan 27% mengalami DSH bilateral dan 31% mengalami

unilateral. Van der Veken mendapatkan prevalensi DSH pada anak-anak mengalami

peningkatan dari 16% menjadi 75% seiring dengan meningkatnya usia anak dari 13 ke 14

tahun. Sementara prevalensi kasus DSH pada orang dewasa ditemukan rerata kasus hingga

79%. Penelitian radiologis lain dalam populasi kontrol mendapatkan rerata kasus DSH lebih

rendah, yakni 19,5% dan 24% (Rehman et all, 2012).

Tipe Deviasi Septum Hidung dan Patofisiologinya Masing-masing

Walaupun pasien DSH umumnya tidak memiliki riwayat trauma ketika lahir, namun posisi

abnormal fetus dalam kandungan (seperti posisi sungsang) dapat memberikan kompresi

persisten terhadap hidung dan rahang bagian atas. Keadaan ini menyebabkan pergeseran dari

septum dapat terjadi. Pergeseran atau dislokasi ini lebih sering terjadi pada primipara (ibu

yang melahirkan bayi hidup pertama kali). Dislokasi yang terjadi menyebabkan pembentukan

hidung tak simetris. Pada DSH yang melibatkan semua komponen septum disebabkan oleh

3

Page 4: Deviasi Septum Hidung

kompresi pada maxilla sesuai dengan teori birth molding sedangkan, deformitas pada anterior

cartilago dari quadrilateral septal cartilage disebabkan oleh trauma secara langsung.

Pertumbuhan yang berbeda pada septum nasi dan palatum menyebabkan septum mengalami

tekanan (Baumman 2007; Rehman et all, 2012).

Berdasarkan morfologi patologis yang terjadi, DSH dapat diklasifikasikan menjadi 6

kelompok (tabel 1). Trauma dapat mengakibatkan cedera pada bagian hidung lateral atau

frontal. Cedera pada lempeng nasal septum ini dapat membentuk tulang hidung yang pipih

dan miring, segmentasi overriding, robekan pada lapisan mukosa dan fraktur pada nasal

spine. Septum nasi yang tidak simetris terjadi akibat kegagalan remodeling cartilage dan

tulang hidung setelah mengalami cedera (Baumman 2007).

Tabel 1. Klasifikasi deviasi septum nasi dan keadaan patologis yang menyertai

4

Page 5: Deviasi Septum Hidung

Gamabar 2. Morfologi dari 6 tipe DSH

Manifestasi Klinis

Gejala dari DSH yang paling umum adalah kongesti pada cavum nasi. Kongesti yang terjadi

lebih dominan di satu sisi dan disertai dengan kesulitan bernafas. Manifestasi lain dari DSH

adalah terjadinya infeksi sinus yang berulang, epistaxis, nyeri pada wajah, sakit kepala,

postnasal drip, nafas yang berat dan mendengkur ketika tidur. DSH juga dapat menyebabkan

pasien mengalami henti nafas ketika tidur (sleep apnea) (Spiegel & Numa, 2008; webMD,

2012).

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Dalam anamnesis umumnya pasien DSH mengeluh mengalami hidung tersumbat, gatal,

bersin, dan sering mengalami aqueous rhinorrhea. Untuk memeriksa hidung diperlukan

spektulum hidung dengan sebelumnya diberikan agen vasokonstriktif. Hal-hal yang perlu

diamati adalah ditemukanya pergeseran dari septum hidung, hipertrofi dari concha hidung,

hyperemia, paleness, cyanosis dari mukosa hidung atau degenerasi concha, untuk

menyingkirkan dugaan terjadinya infeksi. Untuk lebih memastikan diagnosa DSH diperlukan

pemeriksaan endoskopi hidung dan CT-Scan (Baumman 2007; Johnson, 2012; Rehman et all,

2012).

Terdapat beberapa diagnosis banding dari DSH, yaitu:

a) Polyp hidung: pertumbuhan berlebih dari mukosa hidung yang terdorong ke arah

lumen cavum nasi. Polyp juga meyebabkan hidung pasien tersumbat. Perbedaan polyp

dan DSH dapat ditemukan melalui pemeriksaan CT-Scan atau biopsy (Lalwani,

2008).

b) Septal hematoma: merupakan perdarahan yang sering terjadi secara bilateral diantara

subperichondrial plane of the septum. Apabila perdarahan ini dibiarkan, fibrosis dari

septal cartilage akan terjadi, sehingga akan terdapat deformitas saddle nose. Tanda

khas hematoma ditemukanya edema septal yang parah dan rasa halus yang terlokalisir

(Lalwani, 2008).

c) Hypertrophied turbinate’s : merupakan pembesaran concha yang memberikan gejala

hidung tersumbat, mirip dengan gejala DSH (Willat, 2009).

5

Page 6: Deviasi Septum Hidung

Penatalaksanaan

Pengobatan pada pasien DSH hanya diberikan bila ketidakseimbangan pembagian septum

nasi sangat berat. Keluhan pada pasien DSH dapat diredakan dengan menggunakan

decongestant dengan mekanisme mengurangi kongesti pada hidung. Kongesti hidung yang

berkurang dapat melancarkan aliran udara dalam cavum nasi. Antihistamin juga dapat

digunakan untuk mencegah timbulnya keluhan alergi seperti rhinorrhea. Obat lain yang dapat

mengurangi keluhan pasien DSH adalah nasal steroid sprays yang bekerja dengan

mekanisme meredakan inflamasi serta menghambat rhinorrhea. Secara keseluruhan, obat-

obatan hanya dapat melegakan keluhan pasien DSH sementara tetapi tidak dapat

memperbaiki deviasi septum (webMD, 2012).

DSH dapat ditangani dengan tindakan operasi pada septum yang abnormal

(septoplasty) hingga perbaikan hidung (rhinoplasty). Indikasi operasi dilaksanakan bila

terjadi sumbatan jalan nafas yang signifikan, sinusitis kronis dan epistaksis yang terjadi terus-

menerus. Dalam septoplasty, nasal septum pasien akan direposisikan ulang sehingga benar-

benar terletak di tengah-tengah hidung. Tindakan ini memerlukan pemotongan dan

mengambil sedikit bagian septum sebelum disusun kembali dalam posisi yang sesuai.

Banyaknya modifikasi yang dilakukan dokter bedah bergantung pada tingkat keparahan

DSH. Septoplasty dapat menghilangkan keluhan pasien DSH yang berkaitan dengan

penyimpangan posisi septum, seperti epistaxis, hidung tersumbat. Meskipun kedua keluhan

tersebut dapat diobati dengan septoplasty, namun keluhan penyerta lain seperti sinus dan

alergi tidak dapat diobati dengan teknik ini. Rhinoplasty dilaksanakan bersamaan dengan

septoplasty. Rhinoplasty memiliki tujuan yang berbeda dengan septoplasty yaitu, membentuk

ulang hidung pasien (Matthias, 2007; webMD, 2012).

Prognosis dan Komplikasi

DSH yang tidak tertangani dapat menyebabkan sinusitis, epistaksis dan rhinitis yang

berulang. Sebaliknya, bila DSH ditangani melalui prosedur septoplasty dan rhinoplasty

terbukti membuat lebih dari 90% pasien dapat kembali bernafas dengan normal. Literatur lain

menyatakan kesalahan prosedur dan indikasi yang kurang tepat justru mengakibatkan

beberapa komplikasi yang membahayakan setelah tindakan septoplasty dilakukan.

Komplikasi ini antara lain: infeksi, hematoma, abses, Intranasal adhesions (synechia),

perforasi septum, gangguan penciuman, dan perubahan bentuk luar hidung (Matthias, 2007;

Hansen, 2010).

6

Page 7: Deviasi Septum Hidung

Pencegahan dan KIE

Pencegahan DSH dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko trauma hidung. Salah

satu cara untuk menghindarinya adalah dengan menggunakan sabuk pengaman ketika

mengendarai kendaraan bermotor. Pada atlet yang mengikuti olahraga yang memungkinkan

terjadinya banyak kontak tubuh antar pemain (seperti rugby, hookey, dan lainya) disarankan

untuk menggunakan pelindung kepala (helm). Pasien yang telah mengalami DSH perlu

diberikan edukasi mengenai allergen dan cara menghindarinya, agar tidak terjadi rhinitis

yang berulang (Rehman et al, 2012).

7

Page 8: Deviasi Septum Hidung

Kesimpulan

Deviasi septum hidung (DSH) merupakan kondisi dimana septum hidung secara signifikan

tidak terletah ditengah-tengah, bengkok, dan mengecilkan saluran nafas. Keadaan ini

disebabkan oleh tiga hal yakni akibat kelainan kongenital/herediter, akibat trauma dan akibat

penuaan. Risiko kejadian DSH akan meningkat bila salah satu atau ketiga hal tersebut terjadi.

Prevalensi kejadian DSH di dunia cukup tinggi. Diperkirakan 58% anak-anak dan

79% orang dewasa mengalami DSH. Khusus untuk prevalensi DSH pada anak-anak

mengalami peningkatan dari 16% menjadi 75% seiring dengan meningkatnya usia anak dari

13 ke 14 tahun. Meskipun prevalensi DSH cukup tinggi, namun hanya sedikit pasien DSH

mengalami gangguan hidung yang signifikan.

DSH dimulai dengan cedera pada lempeng nasal septum sehingga terjadi segmentasi

overriding, robekan pada lapisan mukosa dan fraktur pada nasal spine. Septum nasi yang

tidak simetris akan terbentuk akibat kegagalan remodeling cartilage dan tulang hidung

setelah mengalami cedera tersebut. Keadaan yang dapat menimbulkan cedera pada lempeng

nasal septum seperti posisi bayi abnormal, atau trauma langsung terhadap hidung.

Gejala dari DSH yang paling umum adalah kongesti pada cavum nasi. Kongesti yang

terjadi lebih dominan di satu sisi dan disertai dengan kesulitan bernafas. Gejala ini mirip

dengan gejala penyakit hidung lainya seperti polyp hidung, septal hematoma, dan

hypertrophied turbinate’s. Pemeriksaan fisik yang lebih cermat yang dibantu dengan CT-

Scan dapat membedakan DSH dengan penyakit hidung lain, sekaligus memastikan diagnosa

DSH.

Penatalaksanaan pasien DSH dapat berupa pengobatan yang dapat meringankan

keluhan dan tindakan operasi yang secara langsung membenahi posisi septum hidung. Obat-

obatan seperti dekongestan dan anti-histamin dapat meringankan keluhan penderita DSH

sementara. Penghilangan keluhan seara permanen hanya dapat dilakukan dengan tindakan

operasi untuk membenahi septum hidung (septoplasty) dan rhinoplasty. Prosedur septoplasty

dan rhinoplasty terbukti membuat lebih dari 90% pasien dapat kembali bernafas dengan

8

Page 9: Deviasi Septum Hidung

normal. Komplikasi dari tindakan ini dapat dihindari dengan melaksanakan tindakan sesuai

prosedur dan indikasi yang tepat.

Pencegahan DSH dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko trauma hidung

seperti dengan menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai kendaraan bermotor dan

menggunakan pelindung kepala (helm). Pasien yang telah mengalami DSH perlu diberikan

edukasi untuk menghindari allergen agar tidak terjadi rhinitis yang berulang.

9

Page 10: Deviasi Septum Hidung

Daftar Pustaka

Baumann, Ingo. (2010), “Quality of life before and after septoplasty and rhinoplasty”, GMS

Current Topics in Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery 2010, Vol. 9

_____________ and Baumann, Helmut. (2007), “A new classification of septal deviations”,

Journal Rhinology, Vol.45, pp.220-223

“Deviated septum”, (2011, July 16 – last uptade), (Mayoo Clinic), Available:

http://www.mayoclinic.com/health/deviated-septum/DS00977 (Accesed: 2013, June

20).

Hansen, Jhon T. (2010), Head and Neck, in : Netter’s Clinical Anatomy, Saunders,

Philadelphia, pp. 396,463

Johnson, Kimball (2012, August 13 – last update), “Deviated septum”, (WebMD), Available:

http://www.webmd.com/allergies/deviated-septum (Accesed: 2013, June 20).

Mehta, Dinesh & Ralph Jr., Walter M. (2005), Surgical Anatomy of the Nose and Paranasal

Sinuses, in: Water, Thomas R.Van De & Staecker, Hinrich. (eds) Otolaryngology:

Basic Science and Clinical Review, Thieme, New York, pp. 459-460

Matthias, Christoph. (2007), “Surgery of the nasal septum and turbinates”, GMS Current

Topics in Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery 2007, Vol. 6

Rehman A, Hamid S, Ahmad M, Rashid, AF. (2012), “A Prospective Study of Nasal Septal

Deformities in Kashmiri Population Attending a Tertiary Care Hospital”,

International Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery, Vol.1, pp.77-84

Spiegel, Jeffrey H. & Numa, William (2008), Nasal Trauma, in: Lalwani, Anil K. (ed)

Current Diagnosis & Treatment In Otolaryngology—Head & Neck Surgery, The

McGraw-Hill Companies, United States of America, pp. 248-255

10

Page 11: Deviasi Septum Hidung

Willatt, David. (2009), “The evidence for reducing inferior turbinates”, Journal Rhinology,

Vol.47, pp. 227-236

11