desentralisasi fiskla arah kebijakan 2014
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Diploma IV Kurikulum Khusus BPKPKelas 8B
Aditya Wahyu Kusuma WardanaDaniel Wawone Yunior Basar
Ivan Dwi JatmikoRestu Kurnia Natalia
Yusniar Yuliana Wardani
1
KEBIJAKAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
TA 2014
Kebijakan Anggaran Transfer ke Daerah RAPBN 2014
Kebijakan anggaran Transfer ke Daerah dalam tahun 2014 diarahkan untuk mendukung
kesinambungan pembangunan di daerah dan meningkatkan kualitas pelaksanaan
program/kegiatan yang menjadi prioritas daerah berdasarkan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) yang telah ditetapkan untuk masing-masing bidang. Secara rinci tujuan dari alokasi
anggaran Transfer ke Daerah dalam tahun 2014 adalah untuk:
1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah serta mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan
daerah, serta antardaerah;
2. Meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan ketepatan waktu pengalokasian dan
penyaluran anggaran Transfer ke Daerah;
3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan
publik antardaerah;
4. Mendukung kesinambungan fiskal nasional;
5. Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan pembangunan
daerah;
6. Meningkatkan perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan;
dan
7. Meningkatkan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap jenis dana transfer tertentu
guna meningkatkan kualitas belanja daerah.
A. Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dalam tahun 2014, kebijakan DBH diarahkan untuk (1)
Melaksanakan kebijakan penetapan jenis dan persentase pembagian Dana Bagi Hasil sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan; (2) Melaksanakan kebijakan penyaluran Dana Bagi
Hasil berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan PNBP (SDA) serta menyelesaikan kurang
bayar DBH; (3) Menetapkan alokasi DBH secara tepat waktu sesuai dengan rencana
penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil; (4) Menyempurnakan proses perhitungan
secara transparan dan akuntabel melalui mekanisme rekonsiliasi data.
2. Dana Alokasi Umum
2
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besaran DAU Nasional ditetapkan dalam APBN
yaitu sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN neto. Kebijakan PDN neto senantiasa
mempertimbangkan unsur-unsur pengurang PDN dengan tetap menjaga peningkatan riil
alokasi DAU setiap tahun.
Kebijakan alokasi DAU ke daerah dilakukan dengan menggunakan formula yang
didasarkan pada data dasar perhitungan DAU. Penggunaan formula tersebut mengalami
perubahan sejak diberlakukannya secara efektif Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 pada tahun 2006, yaitu pada penyempurnaan
komponen alokasi minimum (AM) dan kesenjangan fiskal (KF). Sebelum tahun 2006,
formula DAU terbagi menjadi dua komponen utama, yaitu AM dan alokasi DAU
berdasarkan KF. AM dihitung berdasarkan komponen lumpsum dan proporsional belanja
pegawai. Selanjutnya, sejak tahun 2006, komponen AM dan KF tersebut disempurnakan
menjadi alokasi dasar (AD) dan celah fiskal (CF). Alokasi DAU berdasarkan CF tersebut
merupakan komponen ekualisasi kemampuan keuangan antardaerah, yang merupakan
selisih kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal masing-masing daerah. Penyempurnaan telah
dilakukan pada penjumlahan dua komponennya, yaitu AD dan CF sebagaimana tercantum
dalam pasal 45 PP Nomor 55 tahun 2005 : (1) daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih
besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal; (2) daerah
yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar;
(3) daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari
alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah
fiskal; (4) daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama
atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.
Besaran DAU yang didistribusikan kepada provinsi dan kabupaten/kota dalam RAPBN
2014, berdasarkan pada:
a. Alokasi Dasar (AD), yang dihitung atas dasar jumlah gaji PNSD, antara lain meliputi
gaji pokok ditambah dengan tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan
peraturan penggajian pegawai negeri sipil serta mempertimbangkan kebijakan-
kebijakan terkait penggajian dan pengangkatan CPNSD; dan
b. Celah fiskal (CF), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan
Fiskal tercermin dari variabel jumlah penduduk, luas wilayah (meliputi luas wilayah
darat dan luas wilayah perairan/laut), indeks kemahalan konstruksi, indeks 3
pembangunan manusia, dan PDRB per kapita. Kapasitas Fiskal diwakili oleh variable
PAD, DBH Pajak, DBH CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau), dan DBH
SDA (tidak termasuk DBH SDA Dana Reboisasi).
Memenuhi amanat UU Nomor 33 Tahun 2004, DAU dalam RAPBN 2014
diarahkan untuk :
a. mendukung fungsi DAU sebagai alat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
dan mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah (horizontal imbalances);
b. menetapkan besaran DAU sekurang-kurangya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri
(PDN) neto yang ditetapkan dalam APBN sesuai ketentuan perundaang-undangan;
c. meningkatkan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari
lembaga/instansi yang berwenang;
d. menetapkan proporsi DAU sebesar 10 persen untuk semua provinsi dan 90 persen untuk
semua kabupaten/kota dari besaran DAU nasional;
e. tetap melanjutkan penerapan prinsip non hold harmless;
f. menerapkan formula DAU secara konsisten yaitu Alokasi Dasar (AD) ditambah Celah
Fiskal (CF) sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004; dan
g. menghitung alokasi DAU bagi Daerah Otonom Baru (DOB) dengan split atau membagi
secara proporsional dengan daerah induk menggunakan jumlah penduduk, luas wilayah,
dan belanja pegawai.
Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pemerataan alokasi dana antardaerah dalam
mengatasi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah, maka akan terus menerapkan
kebijakan perhitungan DAU untuk memperoleh tingkat ekualisasi terbaik antardaerah,
dengan menggunakan indikator Williamson Index (WI) sebagai parameter tingkat
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Hal ini berarti bahwa makin kecil angka
indikator WI, maka tingkat variasi pendapatan daerah makin diperkecil dan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah akan makin baik.
Dalam rangka meningkatkan fungsi DAU sebagai equalization grant maka
diformulasikan kebijakan penentuan proporsi komponen DAU yang lebih memberikan porsi
CF lebih besar dari AD dalam besaran DAU dalam formula, yaitu dengan mengurangi
proporsi AD terhadap pagu formula DAU. Makin kecil peran AD dalam formula DAU,
maka makin besar peran formula berdasarkan CF sehingga DAU memiliki peran besar
dalam mengoreksi kesenjangan fiscal antardaerah. Adanya penguatan peran CF dalam
formula DAU, dapat menghasilkan tingkat pemerataan yang lebih baik dengan penggunaan
tolok ukur kesenjangan fiskal.4
3. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan
pencapaian sasaran nasional. Pengalokasian DAK dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria
sebagai berikut:
a. Kriteria Umum, yang dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi dengan Belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah;
b. Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah;
c. Kriteria Teknis, disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan
didanai dari DAK yang dirumuskan melalui indeks teknis oleh K/L terkait.
Kebijakan DAK TA 2014 adalah sebagai berikut:
a. Membantu daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar
masyarakat untuk mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM);
b. Membantu daerah dalam membiayai kegiatan tertentu dalam rangka pencapaian sasaran
prioritas nasional;
c. Menyempurnakan penyusunan kebijakan DAK yang berbasis hasil (output) sesuai
dengan RPJMN;
d. Meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) agar lebih tepat sasaran
dan tepat waktu;
e. Meningkatkan sinkronisasi dan sinergitas pelaksanaan DAK baik di pusat maupun di
daerah;
f. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui
koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan
(mulai dari Musrenbangda);
g. Mendukung upaya percepatan pelaksanaan kegiatan di daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya output dan outcome yang diharapkan;
h. Menggunakan kinerja pelaporan pelaksanaan DAK dari daerah sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengalokasian DAK berikutnya; dan
i. Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK.
Arah kebijakan dan lingkup kegiatan setiap bidang DAK TA 2014 adalah sebagai
berikut:5
1) DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah
Arah kebijakan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah adalah meningkatkan
kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah
pemekaran, daerah induk, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta daerah lainnya
yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. DAK Prasarana Pemerintahan
Daerah diharapkan dapat membantu penyelenggaraan dan pencapaian SPM dalam hal
penyediaan prasarana pemerintahan. Prasarana tersebut selain untuk meningkatkan
kredibilitas pemerintah daerah, diharapkan juga mendukung sasaran dan indikator
keberhasilan reformasi birokrasi dan tata kelola, yang merupakan Prioritas Nasional, melalui
peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (integritas pelayanan publik di
daerah). Untuk keberlanjutan atas pemanfaatan kegiatan, pemerintah daerah melalui SKPD
terkait harus menyatakan komitmennya untuk menyediakan biaya operasional dan
pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada sesuai dengan umur ekonomis bangunan.
2) DAK Bidang Pendidikan
Arah kebijakan DAK Bidang Pendidikan adalah sebagai berikut: (1) Dialokasikan
untuk mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun
yang bermutu dan merata, serta mendukung pelaksanaan program Pendidikan Menengah
Universal; (2) Diprioritaskan untuk pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya bagi
sekolah yang kekurangan ruang kelas, rehabilitasi ruang kelas rusak beserta perabotnya,
pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, pembangunan ruang belajar lainnya,
penyediaan buku teks pelajaran/perpustakaan/referensi, dan penyediaan sarana penunjang
mutu pendidikan yang cukup, layak, dan merata; serta (3) Sasaran program DAK Bidang
Pendidikan TA 2014 yang meliputi SD/SDLB, SMP/SMPLB dan SMA/SMK baik negeri
maupun swasta, yang secara bertahap diarahkan dalam rangka pemenuhan standar
pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
3) DAK Bidang Kesehatan
Arah kebijakan DAK Bidang Kesehatan adalah meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kefarmasian dalam
rangka akselerasi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang difokuskan
untuk menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan anak, penanggulangan
masalah gizi serta pengendalian penyakit (menular dan tidak menular) dan penyehatan
lingkungan terutama bagi penduduk miskin dan penduduk di Daerah Tertinggal, Perbatasan,
dan Kepulauan (DTPK) melalui peningkatan sarana prasarana dan peralatan kesehatan di
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Puskesmas dan jaringannya, RS Provinsi/Kabupaten/Kota 6
serta penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan, vaksin yang berkhasiat, aman
dan bermutu untuk mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang
Kesehatan Tahun 2014.
4) DAK Bidang Keluarga Berencana
Arah kebijakan DAK Bidang Keluarga Berencana adalah untuk meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui (1) peningkatan daya
jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan; (2)
peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB; (3) peningkatan sarana pelayanan
advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; (4) peningkatan sarana
pembinaan tumbuh kembang anak; dan (5) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan
informasi berbasis teknologi informasi.
5) DAK Bidang Infrastruktur Air Minum
Arah kebijakan DAK Bidang Infrastruktur Air Minum adalah (1) Meningkatkan
cakupan pelayanan air minum layak dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan air
minum di kawasan perkotaan, perdesaan, termasuk daerah tertinggal; (2) Mendukung
kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan
kawasan perbatasan; dan (3) Mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014
khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang
Penanggulangan Kemiskinan.
6) DAK Bidang Infrastrukur Sanitasi
Arah kebijakan DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi adalah (1) Mempercepat pemenuhan
pelayanan akses aman sanitasi melalui penyediaan prasarana sarana yang mencakup
pengelolaan air limbah dan persampahan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan sanitasi; (2) Mendukung kebijakan
keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan
perbatasan; dan (3) Mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014
khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang
Penanggulangan Kemiskinan.
7) DAK Bidang Infrastruktur Irigasi
Arah kebijakan DAK Bidang Infrastruktur Irigasi adalah (1) Mengembalikan fungsi dan
meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk mendukung sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan,
yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton pada tahun 7
2014; (2) Penanganan Jaringan Irigasi melalui alokasi DAK diarahkan untuk pencapaian
SPM Provinsi/Kabupaten/Kota; dan (3) Mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative
policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan.
8) DAK Bidang Infrastruktur Jalan
Arah kebijakan DAK Bidang Infrastruktur Jalan adalah:
a. Mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan Provinsi,
Kabupaten dan Kota yang menghubungkan outlet pelabuhan dan bandara dalam
memperlancar distribusi penumpang, barang dan jasa, serta hasil produksi yang
mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar
pertumbuhan ekonomi regional;
b. Menunjang aksesibilitas dan keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam
mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan (MP3EI);
c. Menangani jalan dan jembatan melalui pemeliharaan Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten,
dan Jalan Kota dan pembangunan Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota secara
selektif;
d. Mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah
tertinggal dan kawasan perbatasan; dan
e. Mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas
Nasional 6 di Bidang Infrastruktur.
9) DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat
Arah kebijakan DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat adalah meningkatkan
kualitas pelayanan, terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di provinsi,
kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat
kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20 persen pada akhir tahun 2014 dan
menurunkan jumlah korban luka-luka sebesar 50 persen hingga akhir tahun 2014.
10) DAK Bidang Perumahan Dan Kawasan Permukiman
Arah kebijakan DAK Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah
meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) perumahan dan kawasan
permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kabupaten/kota.
11) DAK Bidang Transportasi Perdesaan
Arah kebijakan DAK Bidang Transportasi Perdesaan adalah (1) Meningkatkan
pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya
pertumbuhan ekonomi daerah, dan diharapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan 8
memberikan stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan sosial dan
ekonomi; (2) Mengembangkan sarana dan prasarana wilayah yang memiliki nilai strategis
dan diprioritaskan pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan kawasan yang memiliki sektor
basis potensial seperti KSCT, KAPET, KSPN dan KPI yang meliputi sektor pertanian,
perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan; (3) Untuk keberlanjutan atas pemanfaatan
kegiatan, pemerintah daerah melalui dinas terkait harus menyatakan komitmennya untuk
membiayai operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai masa umur
ekonomis.
12) DAK Bidang Energi Perdesaan
Arah kebijakan DAK Bidang Energi Perdesaan adalah diversifikasi energi. Secara
khusus, DAK energi perdesaaan akan memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat
untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap energi modern.
13) DAK Bidang Pertanian
Arah kebijakan DAK Bidang Pertanian adalah diarahkan untuk mendukung pencapaian
target surplus beras 10 juta ton tahun 2014, dan peningkatan produksi komoditas pertanian
strategis lainnya, dengan melakukan refokusing kegiatan DAK Bidang Pertanian 2014 pada
pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana dasar pertanian di Provinsi dan Kabupaten/
Kota.
14) DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
Arah kebijakan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan adalah meningkatkan sarana dan
prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, dan data
statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan,
serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di
pulau-pulau kecil.
15) DAK Bidang Kehutanan
Arah kebijakan DAK Bidang Kehutanan adalah (1) Peningkatan operasionalisasi
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP); (2) Peningkatan Daya Dukung DAS; (3) Perlindungan Hutan dan Kawasan
Esensial; (4) Pemberdayaan masyarakat.
16) DAK Bidang Lingkungan Hidup
Arah Kebijakan DAK Bidang Lingkungan Hidup adalah (1) Mendorong pelaksanaan
SPM bidang Lingkungan Hidup daerah; (2) Mendorong penguatan kapasitas
kelembagaan/institusi pengelola lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan
sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan 9
pencemaran lingkungan; (3) Menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup
di daerah; dan (4) Mendukung kegiatan yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim.
17) DAK Bidang Sarana Perdagangan
Arah Kebijakan DAK Bidang Sarana Perdagangan adalah meningkatkan kuantitas dan
kualitas sarana perdagangan untuk meningkatkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan
pokok masyarakat dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional pengamanan
perdagangan dalam negeri, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal
tersebut dicapai dengan (1) Memantapkan ketersediaan dan kondisi sarana distribusi untuk
mendukung kelancaran dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga daya
beli dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga, terutama di daerah yang memiliki potensi
dan aktivitas perdagangan yang dilakukan secara reguler, serta daerah dengan kondisi sarana
distribusi yang tidak memadai secara kuantitas dan kualitas; (2) Meningkatkan kuantitas dan
kualitas peralatan, sarana dan fasilitas penunjang kegiatan tertib ukur sebagai upaya
perlindungan konsumen, terutama di daerah yang memiliki potensi alat-alat Ukur, Takar,
Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang cukup besar yang belum dapat ditangani serta
daerah dengan kondisi peralatan, sarana dan fasilitas kemetrologian yang minim; dan (3)
Memperluas sarana penyimpanan komoditas bagi petani dan pengusaha kecil dan menengah
sebagai upaya mendapatkan harga terbaik dan menciptakan alternatif sumber pembiayaan
untuk meningkatkan kesejahteraan, terutama di daerah sentra komoditas yang termasuk
dalam Sistem Resi Gudang (SRG).
18) DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
Arah kebijakan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal adalah
mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN
2010- 2014, yaitu “meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber
daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur
perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan
berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari
daerah lain yang relatif lebih maju.”
19) DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
Arah kebijakan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan adalah
mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diamanatkan dalam RKP
2014 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya
pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi 10
lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh
Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Selanjutnya, terdapat DAK Tambahan yang dialokasikan kepada daerah tertinggal
tersebut, kewajiban penyediaan dana pendamping diatur sebagai berikut:
a. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, tidak diwajibkan menyediakan dana
pendamping;
b. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendampin
paling sedikit 1 persen;
c. Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping
paling sedikit 2 persen; dan
d. Kemampuan Keuangan Daerah Tinggi, diwajibkan menyediakan dana pendamping
paling sedikit 3 persen.
Daerah Otonom Baru (DOB)
Dana perimbangan untuk Dana Otonom Baru belum dialokasikan secara mandiri,
namun masih dihitung dari daerah induknya, mengingat belum tersedianya data yang
memadai dan belum terbentuknya perangkat daerah.
Untuk perhitungan alokasi dana perimbangan dilakukan sebagai berikut:
a. Dana Bagi Hasil (DBH)
Alokasi DBH PPh Perorangan dan DBH PBB nonmigas yang diperoleh daerah induk
dibagi kepada DOB sesuai dengan rencana penerimaan. Sementara itu, alokasi DBH PBB
Migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan
jumlah penduduk dan luas wilayah. Alokasi DBH Pajak hasil pemerataan yang diperoleh
daerah induk dibagi kepada DOB secara merata. Selanjutnya alokasi DBH CHT yang
diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah
penduduk.
Alokasi DBH SDA yang diperoleh provinsi atau kabupaten induk dibagi kepada DOB
secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah, sedangkan alokasi
DBH SDA hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara
merata.
b. Dana Alokasi Umum
Penghitungan DAU untuk daerah otonom baru dilakukan secara proporsional antara
daerah induk dan daerah pemekaran berdasarkan data: (1) jumlah penduduk; (2) luas 11
wilayah; dan (3) belanja pegawai.
c. Dana Alokasi Khusus
Sesuai dengan Undang-undang pembentukannya, kepada DOB diprioritaskan
mendapatkan alokasi DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah dengan tetap
memperhatikan criteria pengalokasian. Ketentuan tersebut juga berlaku bagi daerah induk
yang ibukota pemerintahannya menjadi bagian DOB. Sementara itu, untuk DAK bidang
lainnya akan dialokasikan pada tahun berikutnya dengan memperhatikan ketersediaan data
penghitungan dalam pengalokasian DAK dan kesiapan perangkat daerah untuk
melaksanakan kegiatan DAK.
B. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
1. Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat direncanakan dalam RAPBN
2014 dengan besaran setara 2 persen dari DAU nasional untuk memenuhi amanat Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua menjadi undang-undang. Penggunaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua
dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Imbangan alokasi Dana Otonomi Khusus setara 2 persen DAU nasional antara Provinsi
Papua dan Papua Barat disepakati bersama DPR RI sebesar 70 persen dan 30 persen. Selain
itu, dialokasikan juga dana tambahan infrastruktur, yang besarannya disepakati antara
Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang
penggunaannya diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh dalam RAPBN 2014 direncanakan
besarannya setara 2 persen dari DAU nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penggunaannya diarahkan untuk
mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat,
pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
2. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Dana Keistimewaan DIY diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY
yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme Transfer ke Daerah. Dana
Keistimewaan DIY merupakan dana yang disediakan dan dialokasikan oleh Pemerintah
dalam rangka penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan
keistimewaan adalah kewenangan tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain kewenangan 12
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Kewenangan
Keistimewaan DIY dituangkan dalam Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) dan
dilaksanakan berdasarkan asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi,
kebhinnekatunggalikaan, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan
pendayagunaan kearifan lokal. Kewenangan dalam urusan keistimewaan yang dimaksud
meliputi: (1) Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan
Wakil Gubernur; (2) Kelembagaan Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta; (3) Kebudayaan;
(4) Pertanahan; dan (5) Tata ruang.
Dana Keistimewaan dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pengajuan
dari Pemerintah Daerah DIY. Dalam rangka penyediaan Dana Keistimewaan, Pemerintah
Daerah DIY wajib menyampaikan rencana kebutuhan anggaran yang dituangkan dalam
rencana program dan kegiatan tahunan serta 5 (lima) tahunan. Pembahasan teknis program
dan kegiatan yang didanai oleh Dana Keistimewaan DIY dilakukan antara Pemerintah
Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang
berkaitan dengan Keistimewaan DIY dan difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri selaku
koordinator. Hasil pembahasan teknis tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan
dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional untuk kemudian dianggarkan dalam APBN.
3. Dana Penyesuaian
Dana Penyesuaian ditujukan untuk mendukung program/kebijakan tertentu pemerintah
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, kegiatannya sudah menjadi urusan
daerah.
a. Tunjangan Profesi Guru PNSD
Salah satu arah kebijakan pembangunan pendidikan dalam tahun 2014 adalah
peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan.
Hal tersebut dilakukan antara lain melalui peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi
kompetensi, evaluasi, pelatihan pendidikan, dan penyediaan berbagai tunjangan guru.
Peningkatan profesionalitas guru tersebut senantiasa diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan guru. Salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan guru adalah berupa
pemberian Tunjangan Profesi Guru. Dalam penyalurannya, Tunjangan Profesi Guru
harus dilakukan secara efisien, efektif, dan terkendali.
Tunjangan Profesi Guru diberikan kepada Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD)
yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 13
b. Tambahan Penghasilan Guru PNSD
Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD diberikan kepada guru yang belum
mendapatkan Tunjangan Profesi Guru dengan besaran Rp250.000,00 per bulan yang
diberikan selama 12 bulan dalam setahun. Dalam RAPBN 2014.
c. Bantuan Operasional Sekolah
Dana BOS dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar sebagai
urusan daerah melalui penyaluran dana ke RKUD Provinsi, untuk selanjutnya
diteruskan ke sekolah dengan mekanisme hibah.
d. Dana Insentif Daerah
Dana Insentif Daerah (DID) ditujukan terutama dalam rangka pelaksanaan fungsi
Pendidikan yang menjadi urusan daerah dan dialokasikan kepada daerah berprestasi
dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Tujuan lain yang diharapkan dari
pengalokasian DID adalah untuk mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola
keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini Badan
Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah dan mendorong agar
daerah berupaya untuk selalu menetapkan APBD secara tepat waktu.
Penentuan daerah berprestasi dan penghitungan besaran alokasi dilakukan berdasarkan
criteria utama, kriteria kinerja, dan Batas Minimum Kelulusan Kinerja.
Kriteria utama merupakan kriteria yang harus dipenuhi sebagai penentu kelayakan
daerah penerima, meliputi: daerah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK dan penetapan Perda
APBD yang tepat waktu;
Kriteria kinerja meliputi Kinerja Keuangan, Kinerja Pendidikan, serta Kinerja
Ekonomi dan Kesejahteraan; dan
Batas Minimum Kelulusan Kinerja merupakan nilai minimum tertentu atas hasil
pembobotan terhadap masing-masing unsur penilaian terhadap kinerja daerah dari
Kinerja Keuangan, Kinerja Pendidikan, serta Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan.
e. Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi
Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) adalah dana yang
bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada provinsi, kabupaten,
dan kota daerah percontohan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi berdasarkan
hasil Verifikasi Keluaran. Verifikasi Keluaran adalah proses verifikasi atas keluaran
pelaksanaan DAK Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi, dan Infrastruktur Air
Minum yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 14
Pelaksanaan P2D2 dimaksud diharapkan dapat memberikan dampak bagi daerah, antara
lain yaitu:
Peningkatan akuntabilitas dan pelaporan DAK pada sektor infrastruktur;
Peningkatan pelaporan keuangan dan teknis serta verifikasi output; dan
Persentase output fisik dari infraktruktur yang diverifikasi meningkat.
Adapun daerah percontohan P2D2 tersebut meliputi provinsi, kabupaten, dan kota di 5
(lima) wilayah provinsi, yaitu Provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.
15
Matriks Kebijakan
0
1
x
[1] Ministry of Finance RI Fiscal Decentralization Assistance Team, Fiscal Decentralization Grand Design. Jakarta: Ministry Of finance, 2010.
[2] Pemerintah Republik Indonesia, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2014. Jakarta, 2014.
x
0