desain dan arsitektur
DESCRIPTION
sttt.punyak orang ga boleh di downloadTRANSCRIPT
A.Desain dan Arsitektur pada Masa Kolonial (1930-an)
1). Desain Bangunan
Ada sejumlah infrastruktur dan bangunan yang merepresentasikan
gagasan Sukarno tentang nasionalitas dan kebanggaan sebagai bangsa,
diantaranya adalah gedung Conefo (Conference of the New Emerging
Forces, yang tidak jadi diselenggarakan), dan sekarang menjadi gedung
MPR DPR gedung Ganefo – Senayan (sekarang Gelora Bung Karno),
Masjid Istiqal, dan Monumen Nasional (Monas). Fenomena ini, tentu dapat
dibaca sebagai upaya Sukarno untuk melepaskan diri dari citra
kolonialisme yang membelenggu, suatu diskontinuitas, dan tampil sebagai
bangsa merdeka yang modern.
Bung Karno bukan hanya sebagai negarawan hebat, tetapi juga
sebagai arsitek yang berkarakter. Bung Karno merupakan karyawan
magang di biro arsitek milik Prof. CP. Wolff Schoemaker yang juga dosen
sehingga menghasilkan desain “kemuncak atap” atau gada-gada.
Beberapa gaya atap Eropa, seperti hipped roof, mansard, dan dormer
windows, dikombinasikan sedemikian rupa, sehingga muncul bentuk yang
pas ber ciri khas Indonesia. Inspirasi penggunaan motif padma datang dari
kemegahan Borobudur, Prambanan, diwarnai pula dengan semangat
kepahlawanan Diponegoro.
Gedung Sate saat ini berfungsi sebagai kantor gubernur Propinsi Jawa
Barat yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.22 Bandung. Gedung Sate pada
Zaman Belanda dikenal dengan nama bangunan Gouvernements
Bedrijven atau Pusat Instansi Pemerintahan. Gedung Sate dirancang oleh
arsitek Belanda Ir. J. Gerber dan awal bangunan dimulai dengan peletakan
batu pertama pada tanggal 27 Juli 1920.
Langgam arsitektur Gedung Sate terinspirasi gaya bangunan Timur
dan Barat. Ada ciri khas Italia, Mesir, Jawa, Bali dll. Dan sebagaimana
umumnya bangunan resmi, selain mengungkapkan kesan anggun, indah,
megah, dan monumental, penantaan bangunan pada umumnya berbentuk
simetris. Selain itu juga adanya pemakaian elemen lengkungan yang
ritmis, berulang-ulang (repetisi) sehingga menciptakan “irama arsitektur”
yang menyenangkan, indah dan unik. Bagian atasnya yang menjulang
menyerupai tusukan sate, karenanya secara popular rakyat memberi nama
gedung itu “Gedung Sate”.
Rumah Ibu Mulyo Subroto beralamat di Jl. Jend. Sudirman No. 93
Yogyakarta. Bangunan ini sejak pertama kali didirikan memang
dipergunakan sebagai rumah tinggal. Semula bangunan ini dihuni oleh
orang Belanda yang bernama Leo Hose, kemudian pada tahun 1946—
1950, bangunan ini dihuni oleh Menteri Muda Pertahanan Aruji Kartawinata
pada masa Kabinet Syahrir II ingá Kabinet Amir Syarifudin. Selanjutnya
rumah tersebut dibeli oleh Keluarga Mulyo Subroto pada tahun 1950.
Rumah Ibu Mulyo Subroto ini berciri arsitektur bangunan indis, tampak dari
bentuk pintu dan jendelanya, yaitu pintu rangkap berbentuk krepyak yang
dilengkapi dengan teralis besi dan kaca di bagian atas. Bangunan
menghadap ke selatan. Bangunan pernah direnovasi pada tahun 1992,
yaitu terdapat penambahan bangunan pada bagian belakang rumah dan di
sisi kanan depan bangunan utama. Perubahan juga dilakukan pada bagian
lantai dimana semula lantai asli berupa plesteran semen diganti dengan
tegel keramik. Selain itu pada halaman depan juga dilakukan perubahan
yang semula berupa permukaan tanah segar menjadi paving conblock.
2). Desain Pakaian
Kebaya terus berevolusi seiring dengan
berkembangnya zaman. Menurut sejarahnya, awal mula
kebaya yakni pada abad ke-15 Masehi, yang mana
pada saat itu kebaya merupakan busana perempuan
Indonesia, terutama perempuan Jawa, yang berupa
atasan yang dikenakan bersama dengan kain.
Kebaya juga pernah menjadi lambang emansipasi
perempuan Indonesia, sehubungan dengan pakaian
yang dikenakan oleh tokoh kebangkitan perempuan
Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Sehingga pada tanggal
21 April setiap tahunnya, para siswi, remaja putri, dan para ibu yang tampil
dengan mengenakan busana tradisional, di antaranya adalah busana
kebaya.
Menurut Ria Pentasari, penulis buku Chic in Kebaya, asal muasal
kebaya erat hubungannya dengan bangsa Arab, Tiongkok dan Portugis,
karena kata kebaya dianggap berasal dari ketiga bangsa tersebut.
Seorang sejarawan, Denys Lombard menulis dalam bukunya Nusa Jawa:
Silang Budaya(1996) bahwa kata kebaya berasal dari bahasa Arab ‘kaba’
yang artinya pakaian, yang hingga saat ini istilah abaya juga masih
digunakan untuk pakaian tunik panjang khas Arab.
Sedang pendapat yang lain menyatakan bahwa kebaya dibawa oleh
orang Portugis di Malaka. Tidak hanya dikenakan oleh perempuan Melayu,
tapi juga dikenakan oleh perempuan Cina peranakan. Namun kebaya
yang dikenakan oleh perempuan Cina peranakan ini sedikit berbeda
potongan dan cara memakainya, yang kemudian kebaya ini dikenal
dengan nama kebaya encim. Ada juga yang mencatat bahwa kebaya
berkaitan erat dengan pakaian panjang wanita pada masa kekaisaran Ming
di Tiongkok. Gaya ini pengaruhnya kemudian menyebar ke Asia Selatan
dan Tenggara sekitar abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi melalui
penyebaran penduduk dataran Tiongkok. Lalu menyebar pula ke Malaka ,
Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi.
Perkembangan kebaya erat pula kaitannya dengan penyebaran
agama Islam di Indonesia sekitar abad ke-15 Maasehi, terlihat pada
perkembangan kerajaan-kerajaan Jawa kuno ke masa Kesultanan atau
Kerajaan Islam di pulau Jawa. Pada tahun 1600, kebaya secara resmi
dikenakan oleh keluarga kerajaan, hal ini ditunjukkan dalam dokumentasi
lama Kerajaan Islam Cirebon, Surakarta maupun Yogyakarta.
Pada masa penjajahan Belanda, kebaya dikelompokkan berdasarkan
kelas sosialnya. Keluarga keraton dan para bangsawan mengenakan
kebaya dari bahan sutera, beludru atau brokat. Sedang perempuan
Belanda atau keturunan Indo mengenakan kebaya berbahan katun dengan
potongan lebih pendek. Adapun orang Eropa pada saat itu di Indonesia
mengenakan kebaya dari katun halus dengan hiasan brokat di pinggir. Dan
rakyat biasa menggunakan kebaya dari katun atau tenun yang murah,
demikian menurut Ferry Setiawan.
Pada abad ke-19, kebaya dikenakan oleh semua kelas sosial sehari-
harinya, baik perempuan Jawa maupun peranakan Belanda. Bahkan
kebaya sempat menjadi busana wajib bagi perempuan Belanda yang hijrah
ke Indonesia pada saat itu. Pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis
kebaya yang banyak dikenakan masyarakat:
1. Kebaya Encim, yaitu kebaya yang dikenakan oleh perempuan Cina
peranakan di Indonesia.
2. Kebaya Putu Baru, yaitu kebaya bergaya tunik pendek yang berwarna-
warni dengan motif cantik.
Sejarah mencatat bahwa kebaya sempat naik dan turun pamornya
sejak awal keberadaannya di Indonesia. Setelah kebaya meluas tidak
hanya dikenakan oleh perempuan Indonesia, tapi pada masa penjajahan
Belanda kebaya juga dikenakan oleh para bangsawan, perempuan
Belanda, dan juga orang-orang keturunan Eropa yang pada saat itu tinggal
di Indonesia. Dengan bermulanya penjajahan Jepang di Indonesia, kebaya
mengalami penurunan disebabkan oleh kondisi sosial yang kurang
bersahabat. Sehingga jumlah pembuatan kebaya turun drastis karena jalur
perdagangan tekstil pada waktu itu terputus. Apalagi saat itu kebaya
diasosiasikan sebagai pakaian yang dikenakan oleh perempuan Indo yang
ditahan dan perempuan pekerja paksa.
3) Desain Mata Uang
Coin Perak th.1929 dari masa penjajahan Belanda di Indonesia
(Nederlandsch Indie),coin Wilhelmina 1
Gulden yang digunakan sebagai alat
pembayaran di masa itu.Coin ini asli
terbuat dari Perak (Silver) dan adalah
nominal yang lebih kecil dari coin seri
Wilhelmina dengan nominal terbesar
yaitu 2 1/2 Gulden.
Perkataan “rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang
India. Indonesia telah menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun
1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden
Hindia Belanda.
4) Desain Poster
Teknologi percetakan juga mengalami perkembangan. Hal tersebut
ditandai oleh penggunaan klise dari bahan logam, seperti timah, kuningan,
tembaga, karet, serta bahan ‘nylon print’ kemudian banyak dipergunakan
oleh percetakan besar, di antaranya percetakan Albrecht & Co di Batavia.
Kemajuan teknologi percetakan dan usaha penerbitan, meningkatkan pula
kreativitas para perancang grafis iklan surat kabar, majalah dan ilustrasi
perbukuan. Secara khusus perusahaan periklanan besar ‘Aneta’ dan
‘Excelsior’ mendatangkan perancang grafis dari negeri Belanda, yaitu Frist
Adolph Oscar van Bemmel. Ia dikenal sebagai seorang juru gambar,
desainer poster, desainer produk, ilustrator dan kartunis, selama di
Indonesia yang berdomisili di Bogor dan Jakarta. Bemmel bekerja di biro
iklan ‘Aneta’. Beberapa karyanya dimuat di majalah ‘De Reflector’ (1918),
‘De Zweep’ (1922,1923) dan ‘De Java Bode (1926), dan Cornelis Van
Deutekom. Ia dikenal sebagai seorang pelukis, juru gambar, desainer
poster, dan seniman iklan. Ia datang ke Indonesia pada tahun 1920-an dan
bekerja di beberapa surat kabar Jakarta, Surabaya dan Malang. Karya-
karyanya dapat dijumpai pula di majalah ‘De Zweep’, ‘D’Orient’ (1922 dan
1923), serta karya kartunnya dimuat majalah ‘De Java-Bode’ dan
mingguan ‘De Nar’ (1929,1931,1932).
Perkembangan desain grafis memperlihatkan kemajuan teknik
maupun gaya visual yang lebih modern pada awal abad ke-20. Hal
tersebut dapat dicermati pada pelbagai perkembangan poster film,
pengumuman, iklan, kemasan maupun karya cetak lainnya, seperti terlihat
pada iklan
‘Tembaco van Nelle’ (M van Meeteren Brouwer), ‘Fly to Java by KNILM’ (J.
Lavies), ‘Sumatra Java Rotterdamsche Llyod’ (JAW von Stein), ‘See Bali’
(J.Korver), ‘Faroka de Indische Sigaret’ (J. van der Vliet), ‘Obat Korrengzal
Woods’(JJ van der Heijden).
Gambar 2. (a & b) Iklan wisata ‘Holland Oost-Azie Lijn’ karya J.Lavies
tahun 1937 dan iklan wisata ‘Fly to Java by KNILM’ karya J. Lavies tahun
1937; (c & d) Iklan ‘Tembaco van Nelle’ karya M. van Meerteren Brouwer
tahun 1932.
..
Gambar 3. (a) Iklan yang menawarkan kamera bermerk ‘Leica’ , iklan ini
dimuat dalam majalah Java Express (1938); (b) Iklan yang menawarkan
salep kulit dibuat pada tahun 1930
5) Desain Iklan
Iklan pertama di Hindia Belanda: 17 Agustus 1744
Perintis tumbuhnya iklan di Hindia Belanda adalah Jan Pieterzoen
Coen. Dia pendiri Batavia dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun
1619-1629. Dalam masa pemerintahannya, ia mengirim berita ke
pemerintah setempat di Ambon dengan judul Memorie De Nouvelles, yang
mana salinannya ditulis dengan tulisan tangan pada tahun 1621. Tulisan
tangannya yang indah ternyata merupakan refleksi dari naluri bersaing
antara pemerintah Hindia Belanda dengan Portugis. Kedua negara
rupanya terlibat dalam perebutan hasil rempah-rempah dari kepulauan
Ambon, dan Jan Pieterzoen Coen‘menulis’ iklan untuk melawan aktivitas
perdagangan oleh Portugis. Lebih dari satu abad kemudian, setelah Jan
Pieterzoen Coen meninggal, tulisan tangannya diterbitkan kembali di surat
kabar Batavia Nouvelles pada tanggal 17 Agustus 1744. Batavia Nouvelles
merupakan surat kabar pertama di Hindia Belanda. Dengan demikian, iklan
yang dimuatnya pun merupakan iklan pertama di Hindia Belanda.
Kenyataan ini menunjukkan, bahwa surat kabar dan iklan lahir tepat
bersamaan di Hindia Belanda.
• Yang berperan dalam memediakan kembali iklan tersebut di Hindia
Belanda adalah karyawan sekretariat dari kantor Gubernur Jenderal
Imhoff, Jourdans.
• Surat kabar Batavia Nouvelles hanya berusia dua tahun.
• Negeri Belanda, sejak abad ke-16 merupakan pusat penulisan silografi
(tulisan tangan indah) di Eropa. Tulisan ini digunakan juga untuk
penulisan iklan dalam bentuk poster.
6) tokoh
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas
bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.
Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama
M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono,
seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan
kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang
bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[2], maka
ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan
langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat
menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A.
Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua
saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya,
Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese
Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi
setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar
sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal
dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak
mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik
pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi
berada pada status sosial yang rendah.
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh
Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang
diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah
wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali
mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-
suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil
membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu
karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya
semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini
melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara
buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar
dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah
dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis
Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de
Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-
Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,
Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M.
Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti
keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan
sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten
Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung
Pramuka.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13
September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini
meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan
Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh
Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah
tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga
Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
B. Masa Orde Lama
1) Desain Bangunan
Tepatnya 17 Agustus 1945, Indonesia memperoleh kemerdekaannya.
Dimana Indonesia akhirnya terbebas dari belenggu penjajahan.
Terkait dengan momen bersejarah tersebut, Bandung memiliki (salah
satu) peninggalan bersejarah, yaitu Gedung Merdeka. Terletak diJalan
Asia Afrika nomor 6 Gedung Merdeka didirikan tahun 1895. Dan berturut-
turu tdari tahun 1920 dan 1928 dilakukan renovasi/ pembaharuan hingga
kebentuk yang sekarang ini.
Gedung Merdeka awalnya bernama SOCITEIT CONCORDIA, yang
merupakan hasil rancang bangun dua orang arsitek berkebangsaan
Belanda bernama Van Gallen Last dan C.P. Wolff Schoemaker.
Keduanya adalah Guru Besar pada Technische Hoge school (Sekolah
Teknik Tinggi), yaitu ITB sekarang; yang pada awalnya dipergunakan
sebagai tempat rekreasi oleh sekelompok masyarakat Belanda yang
berdomisili dikota Bandung dan sekitarnya.
Pada masa pendudukan tentara Jepang, Gedung Concor dia
diberi nama DAI TOA KAMAN dan fungsinya sebagai pusat kebudayaan.
Sesungguhnya hanya sebagai tempat kegiatan yang bertalian dengan
kesenian dan hiburan.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik. Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, Gedung Concor dia dijadikan markas para
pemuda Indonesia di Kota Bandung guna menghadap itentara Jepang
yang pada waktu itu tidak bersedia untuk menyerahkan kekuasaannya.
2) Desain Pakaian
Pada tahun 1940 an, kebaya pernah dipilih oleh Presiden
Soekarno sebagai kostum nasional. Pada saat itu kebaya dianggap
sebagai busana tradisional perempuan Indonesia. Kebaya juga pernah
menjadi lambang emansipasi perempuan Indonesia, sehubungan
dengan pakaian yang dikenakan oleh tokoh kebangkitan perempuan
Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Sehingga pada tanggal 21 April setiap
tahunnya, para siswi, remaja putri, dan para ibu yang tampil dengan
mengenakan busana tradisional, di antaranya adalah busana kebaya.
3) Desain mata uang
Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai
dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak
terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada
tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada
tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia
Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami
penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai
empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber
hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani,
karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan
Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir
Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan
pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang
telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh
pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing
Uang Hindia Belanda Uang Jepang Uang De Javache Bank
pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum
adanya penyelesaian politik. Oleh karena AFNEI tidak mencabut
pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946
pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik
Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak
saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang
De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian
hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Rakyat
ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini
mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada
pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya
didukung AFNEI.
4) Poster pada Masa Orde Lama
ORI
Uang NICA
Ontel menjadi gambaran kesederhanaan seorang Vanlith. Rohaniwan
Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan di Jawa. Kemungkinan
besar anda tak asing dengan nama Mgr. Soegijapranata (uskup pribumi
pertama dan pahlawan nasional), Yos Sudarso (pahlawan nasional),
Cornelius Simanjuntak (komponis dan pahlawan nasional), I.J. Kasimo
(pendiri Partai Katolik dan menteri zaman Orde Lama) atau yang sekarang
masih hidup: Frans Seda. Mereka dan masih banyak tokoh lain telah
mengambil perannya sendiri-sendiri dalam masyarakat. Satu yang
menyatukan, sama-sama pernah mengenyam pendidikan di (dulu) sekolah
guru Muntilan. Bahkan, ungkapan yang hingga kini masih sering diucapkan,
“Betlehem van Java (Muntilan sebagai Betlehem tanah Jawa),”tak juga bisa
dipisahkan dari pendiri sekolah ters Fransiskus Georgius Yosephus van
Lith.Gambar di atas merupakan ilustrasi sebuah cover buku yang mengulas
gaya pendidikan Romo Vanlith.
5)
Prangko pada Masa Orde Lama
Pada tahun 1959-1965 banyak prangko yang diterbitkan seperti
Prangko Biasa, Prangko Peringatan,Prangko Istimewa dan Prangko Amal.
Untuk memperingati Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959 yang
menyatakan berlakunya kembali Undang-undang dasar 1945 ,
dikeluarkanlah pada tanggal 17-8-1959 Prangko Peringatan “Berlakunya
kembali UUD 1945″ prangko tersebut terdiri dari 4 buah dengan harga 20
sen,50 sen,75 sen, Sampul Hari Pertama diterbitkan dengan harga Rp
7,50,-. Pada tanggal 26-10-1959 diterbitkan Prangko Peringatan seri
Konperensi Kolombo ke II berhubung diadakannya Konperensi Rencana
Kolombo ke II di Yogyakarta.Dalam tahun 1960 dikeluarkan Prangko
Peringatan seri ” Kongres Pemuda Seluruh Indonesia “, tahun Pengunsi
Sedunia, seri Hari Kesehatan Sedunia.” Pembasmian Malaria” dan
prangko amal seri “Hari Sosial’ dan prangko biasa seri Presiden dan seri
Hasil Bumi. Pada tahun 1962 bertalian dengan Asian games ke IV di
Jakarta tanggal 22 Agustus 1962 s.d 6 September 1962 diterbitkan seri
Asian Games.Pada tahun 1963 diantaranya diterbitkan seri Bendera
Merah Putih, dan pada tahun 1964 diterbitkan seri Presiden,Transport
dan Komunikasi.
Selama masa Demokrasi Terpimpin ini Jawatan PTT,PN Postel dan
PN Pos dan Giro mempunyai fungsi sosial dalam pengumpulan
dana bagi badan-badan sosial memberikan hasil bersih dari harga
tambahan prangko- prangko amal kepada badan-badan social.
6) Tokoh
Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur pada 6 Juni 1901. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo yang berprofesi sebagai
seorang guru di Surabaya, Jawa Timur. Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai,
berasal dari Buleleng, Bali. Sekitar tahun 1914, Soekarno lulus
Sekolah Dasar Bumi Putera di Mojokerto yang kemudian dilanjutkan
ke Sekolah Dasar Belanda dan mendapatkan ijazah calon pegawai
negeri rendahan. Setelah itu, Soekarno melanjutkan pendidikannya ke
HBS (Hoogere Burger School), Surabaya.Selepas lulus HBS tahun
1920, Soekarno berangkat ke Bandung untuk melanjutkan di THS
(Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang
menjadi ITB). Pada tahun 1926 atau ketika berumur 25 tahun,
Soekarno berhasil menyelesaikan kuliahnya dan berhak menggunakan
gelar Civile Ingeniuer (Insinyur Sipil).Setelah lulus kuliah, Soekarno
dan rekannya, Anwari, mendirikan Biro Insinyur Soekarno dan Anwari
pada tahun 1928. Kemudian pada Agustus 1932, Ia mendirikan Biro
Insinyur Soekarno & Roosseno. Biro itu memberikan jasa
perencanaan dan juga menjadi pemborong. Mula-mula biro itu
berkantor di Jalan Banceuy Nomor 18, Bandung. Kemudian pindah ke
gedung di Jalan Dalem Kaum, Bandung. Soekarno yang merupakan
sarjana lulusan teknik sipil, mendapatkan kemampuan merancang
secara otodidak. Semasa kuliah, ia mendapat bimbingan dari Profesor
CP Wolff Schoemaker dalam mata kuliah Menggambar Arsitektur. Ia
juga sempat magang sebagai juru gambar di biro arsitek milik sang
profesor. Pada masa magang inilah, Soekarno diberikan kesempatan
mengembangkan desain paviliun Hotel Preanger yang sedang
direnovasi.
Pada tahun 1926-1945, selain paviliun Grand Hotel Preanger, karya
arsitektur Soekarno dapat dijumpai pada beberapa rumah di sekitar Jl.
Gatot Subroto, Jl Palasari, dan Jl. Dewi Sartika, Bandung. Sedangkan
salah satu rancangan tata ruang kota karya Soekarno pada tahun
1945-1950 adalah rancangan skema Kota Palangkaraya yang digagas
tahun 1957. Pada periode ini ditemukan juga tugu monumental
sebagai bagian tata ruang kota seperti Tugu Proklamasi Jakarta, Tugu
Muda Semarang, Tugu Alun-Alun Bunder Malang, Tugu Pahlawan
Surabaya serta gagasan Tugu Monumen Nasional Jakarta. Pada 27
Januari 1962, Soekarno dianugerahi gelar doktor oleh almamaternya
(ITB). Ada enam jasa Soekarno yang dianggap membuat dia layak
diberi gelar doctor honoris causa. Pertama, pembangunan Gedung
Pola, tempat mempertontonkan Cetak Biru Pembangunan Semesta
Berencana kepada masyarakat. Garis besar fungsi bangunan itu
dirancang oleh Soekarno dan diwujudkan oleh arsitek Friedrich
Silaban. Kedua, pembangunan kompleks Asian Games, kompleks
olahraga terbagus di Asia pada masa itu. Kemudian pembangunan
Hotel Indonesia, pembuatan Jalan Jakarta-Bypass, serta
pembangunan Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional. Lalu
dibangunlah Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Ambarukmo di
Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, dan Bali
Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Juga Tugu Selamat Datang dan
Monumen Nasional. Untuk menyongsong Asian Games, dibangun
kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga dinamakan
Gelora Bung Karno. Setelah sekian lama menderita sakit gagal ginjal
dan dikarantina di Wisma Yuso, akhirnya pada tanggal 21 Juni 1970,
Soekarno menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto.
Soekarno meninggal pada usia 69 tahun.
C. Masa Orde Baru
1) Desain Bangunan
Soeharto yang menggantikan Sukarno, berupaya menghapus
apa yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Ingatan kolektif bangsa
dicuci dengan citra, bentuk, dan perhatian baru. Keriuhan revolusi
digantikan oleh derap pembangunan. Perspektif tentang bagaimana
bangsa ini akan dibawa juga berbeda, karena Suharto menegaskan
tata tertib sebagai pengisi ruang kota melalui penciptaan ketakutan
massal di jalan. Demikianlah, Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
digagas sebagai cerminan dari konsep pemersatu bangsa “bhineka
tunggal ika”, suatu keragaman artifisial dari kekayaan bentukan fisik
arsitektur tradisional, yang lalu dipusatkan di Jakarta. Sementara itu,
Masjid Pancasila menyebar ke mana-mana, menyatukan wujud baku
masjid, bentuk segi lima, melalui tuturan yang mengacu dari
kebudayaan Jawa.
2) Desain Pakaian
Desain pakaian pada masa orde baru sudah mulai
berkembang. Namun rasa tradisionalisme terhadap budaya pakaian
Indonesia semakin berkurang. Kebaya yang dianggap sebagai
pakaian adat Indonesia pada masa ini sudah jarang dikenakan.
Masuknya pengaruh luar dan modernisme mempengaruhi desain
pakaian pada masa ini. Pada masa Orde Baru, perempuan pekerja
tidak diperkenankan untuk mengenakan kebaya. Kebaya hanya boleh
dikenakan pada acara teretentu oleh Organisasi Perempuan Dharma
Wanita. Pada tahun 1970-an, kiblat dunia mode Indonesia berpaling
ke Eropa dan Amerika Serikat karena pengaruh budaya popnya
mengalir deras dan kuat. Sehingga pada saat itu kebaya dianggap
ketinggalan zaman, dan mulai ditinggalkan dan hanya dikenakan pada
acara resmi atau pada acara resepsi.
3) Desain Mata Uang pada Masa Orde Baru
Desain mata uang
pada masa orde baru tergolong lebih sederhana dibanding desain mata uang
pada masa sebelumnya. Bahan yang digunakan ialah alumunium berkualitas
yang tidak terlalu mahal. Namun penggunaannya lebih praktis, karena
massanya juga lebih ringan dari uang sebelumnya.
4) Tokoh
Soeharto
Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, (ER, EYD:
Suharto) (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan
Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27
Januari 2008 pada umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang
kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno. Di dunia internasional,
terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan
populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal
yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum di
muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan.
Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer
pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat
terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto
menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan
memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan
lebih dari 500.000 jiwa.
Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno,
dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh
MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada
tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri
pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan
Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa.
Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai
presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini.
Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto
membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan
infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara
Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap
sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah $AS 15
milyar sampai $AS 35 milyar. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal
karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit
berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di
Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008
Friedrich Silaban
Friedrich Silaban atau Friedrich Silaban Ompu ni Maya lahir di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara pada 16 Desember 1912. Pada tahun 1931 Silaban bekerja di kantor Kotapraja Jakarta sebagai juru gambar bangunan dan magang di biro arsitek milik warga Belanda. Dari sinilah cikal bakal Silaban mempelajari teknik arsitekturnya yang berciri khas gaya internasional.
Tidak pernah sedikitpun terlintas di benak Silaban untuk bisa memenangkan lomba desain masjid. Karena Silaban beragama Kristen, jadi bukan tidak mungkin beliau tidak dipercayai untuk mendesain sebuah masjid ide Menteri Agama K.H. Wahid Hasyim ketika itu. Dengan mengusung tema “Ketuhanan” akhirnya Silaban keluar jadi seorang pemenang. Ternyata, design yang ia ajukan disetujui oleh Presiden Soekarno.
Tahap pembangunan Masjid Istiqlal sendiri molor hingga bertahun-tahun. Banyaknya kendala sehingga membuat pembangunan masjid itu sempat tertunda. Akhirnya, Silaban punya nazar kalau masjid rancangannya disetujui pembangunannya hingga selesai, Silaban akan mencium kaki Presiden.
Akhirnya, pada tahun 1978, presiden RI saat itu, Soeharto meresmikannya dan Silaban menepati janjinya untuk berlutut di lantai dan mencium kaki Pak Harto.
“Jangan kultus individu,” kata Pak Harto saat itu. Namun, Silaban tak perduli. Silaban berujar dia harus membayar nazarnya tersebut. (Majalah Tempo)
Masjid Istiqlal sendiri dapat menampung 100 ribu lebih jemaah dengan luas lantai 7,2 hektar. Total dana pembangunannya mencapai angka 7 trilyun rupiah. Masjid Istiqlal mempunyai kubah utama berdiameter 45 meter dengan berat 86 ton yang disangga dengan 12 tiang setinggi 26 meter dengan garis tengah 2,6 meter. Inilah karya Silaban yang paling dia banggakan. Silaban sangat senang ketika beliau masih sempat melihat buah karyanya yang sangat megah akhirnya selesai dibangun.
Tetapi berbagai kalangan kelas arsitek mengritik buah karya Silaban ini. Seperti, tiang di tengah masjid yang berjumlah 12 dianggap mubazir. Juga lahan kosong yang ada diluar dan dalam masjid menjadi “ruang terbuang”.
Namun terlepas dari semua itu, Masjid Istiqlal adalah kebanggaan bangsa Indonesia pada saat ini. Masjid yang terletak di dekat Monas ini hampir selalu ada di dalam agenda kunjungan tamu-tamu negara. Misalnya, Presiden Barack Obama dan Presiden Austria Heinz Fischer yang berkunjung ke Masjid Istiqlal baru-baru ini.
Silaban berujar masjid rancangannya memakai bahan stainless steel yang bisa bertahan hingga seribu tahun. Kini, masjid megah itu menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara berdiri kokoh di kota Jakarta. Siapa yang menyangka kalau sang arsitek adalah seorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan arsitektur secara formal.
Dari tangan emas Silaban, lahir juga karya-karya megah yang ada di Jakarta seperti Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Markas TNI Angkatan Udara, Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata. Karya Silaban juga terdapat di Sumatera Utara seperti Gedung Universitas Nommensen Medan dan Gedung BNI Medan. Sementara di Bogor, salah satu karyanya adalah Rumah Dinas Walikota, Bogor.
Sang arsitek yang gemar memakai sarung ini wafat pada 14 Mei 1984 diusia 71 tahun. Ia, seorang Nasrani yang melahirkan Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia.
Daftar Pertanyaan
1. Bachrudin Yusuf
Apakah perkembangan desain juga mengenai masyarakat lapisan
bawah? Adakah dampak positif dan negatif dari perkembangan
desain? Jelaskan?
Jawab :
Tentu saja perkembanganan desain juga mengenai masyarakat
lapisan bawah, seperti halnya desain pakaian. Namun
perkembangannya tidak secepat dibanding masyarakat lapisan
atas. Perkembangan desain juga mempunyai dampak positif,
misalnya lebih berkembangannya desain dari waktu ke waktu, tidak
ketinggalan zaman, dan bisa bersaing dikancah dunia. Sedangkan
dampak negatifnya antara lain, sedikit demi sedikit budaya asli
Indonesia akan terkubur, dan hilangnya rasa nasionalisme dan
ketradisionalan.
2. Anindita Anggrit
Apa perbedaan desain arsitektur pada orde lama dan kolonial?
Jawab :
Desain arsitektur pada masa colonial, banyak dibuat menyerupai
gaya Eropa. Dikarenakan pengaruh kekuasaan pemerintahan
Belanda yang saat itu menjajah Indonesia. Sedangkan pada masa
orde lama, desain arsitektur lebih cenderung menyerupai gaya
Amerika yang praktis dan memiliki nilai guna tinggi.
3. Riri Anjelina
Bagaimana desain poster pada masa orde baru? Adakah kaitannya
dengan politik?
Jawab :
Tentu ada kaitannya dengan politik. Desain poster pada masa orde
baru banyak menampilkan gampar-gambar politik, seperti poster
soeharto untuk kepentingan kampanyenya dan menyebarluaskan
pengaruh politiknya.
4. Pandu Dwi Luhur Pambudi
Bagaimanakah perkembangan desain grafis di Indonesia?
Jawab :
Perkembangan desain grafis di Indonesia memperlihatkan
kemajuan teknik maupun gaya visual yang lebih modern pada awal
abad ke-20. Hal tersebut dapat dicermati pada pelbagai
perkembangan poster film, pengumuman, iklan, kemasan maupun
karya cetak lainnya, seperti terlihat pada iklan ‘Tembaco van Nelle’
(M van Meeteren Brouwer), ‘Fly to Java by KNILM’ (J. Lavies),
‘Sumatra Java Rotterdamsche Llyod’ (JAW von Stein), ‘See Bali’
(J.Korver), ‘Faroka de Indische Sigaret’ (J. van der Vliet), ‘Obat
Korrengzal Woods’(JJ van der Heijden).
5. Apakah pengaruh politik terhadap desain perangko pada masa
orde baru? Dan bagaimana tanggapan masyarakat?
Jawab :
Pada masa orde baru pada desain perangko banyak menampilkan
foto-foto Soeharto, tujuannya untuk memperluas pengaruh
politiknya dan kekuasaannya. Dan tanggapan masyarakat terhadap
desain perangko sangat baik, hal itu dibuktikan dengan masyarakat
yang mengoleksi perangko dari tahun ke tahun.
DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/Pengaruh%20Revolusi%20Informasi%20terhadap
%20Arsitektur%20Perumahan%20di%20Indonesia%20%C2%AB
%20ARIEF%20Sabaruddin.htm
file:///D:/Desain%20Modern%20di%20Indonesia%20%C2%AB
%20Sosiologi%20Desain.htm
file:///D:/Arsitektur_dan_peninggalan_sejarah_di_Surakarta.htm
file:///D:/Desain%20Modern%20di%20Indonesia%20%C2%AB
%20Sosiologi%20Desain.htm
MENINJAU KETERKAITAN DESAIN DAN ARSITEKTUR
DENGAN POLITIK INDONESIA
Oleh :
Nama Kelompok : Kelompok 4 / XII IPA 1
1. Elisa Kusumaningrum (13)
2. Gandung Bahaudin (15)
3. Gitta Wahyu Cahyani (17)
4. Mella Rizka Ainun Nafis (22)
5. Meyga Barcel C.S. (23)
6. Septyan Bayu Prasetyo (31)
7. Shilfiana Rahayu (32)
8. Tomy Tri Yulianto (34)
9. Wahyu Hidayatul Khoiroh (35)
SMA NEGERI 3 JOMBANG
TAHUN PELAJARAN 2010-2011