dermatitis kontak alergi
DESCRIPTION
mengenai dermaititis kontakTRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
DERMATITIS KONTAK ALERGI
OLEH :
Khaira Mardhatillah 1006733032
MAGISTER HERBAL
FAKULTAS FARMASI
DEPOK
2012
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
Dermatitis Kontak Alergi
1. Definisi
Dermatitis merupakan epido-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif
tampak inflamasi eritema, vesikulsi, eksudasi dn pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfi
tersebut tidk selalu timbul pAda saat yang sama. Penyakit bertendensi resisif dan menjadi
kronis (Arief Mansjoer : 86. 2002)
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi(R.S. Siregar : 109. 2002). Dermatitis
kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang
beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang
mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan
sebelumnya(Dorland, W.A. Newman : 590. 2002)
2. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis
yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan reaksi
hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasnaya timbul sebagai
dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan
penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak terjadi
paparan ulang. Reaksi yang paling umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi terhadap
poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabakn kontak alergik adalah
setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis
statis(Baratawijaya, Karnen Garna. 2006)
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
3. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV.
Reaksi hipersensititas di kulit timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi
karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh
makrofag dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan
antigejn yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik
dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau fase sensitisasi. Fase
ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini
dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah
alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya
sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada
umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa
bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung
antara 24-48 jam(Djuanda, Adhi. 2004)
4. Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak
jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin
penyebabnya juga campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan dan
seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi eksematosa
berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini menunjukkan
aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah
akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya
terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat
meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan
shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga
dengan cream, sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada
kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.
5. Diagnosis
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat dan pemeriksan klinis yang
teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita
memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari logam(nikel). Data yang
berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi,
penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya
dermatitis atopik, psoriasis).
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisi dan pola kelainan kulit
seringkali dapat diketahui kemugnkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan
hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan
kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau senyawa yang
berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan dermatitits kontak.
Anamnesis harus terpusat kepada sekitar ppaparan tehadap alergen yan gumum. Untuk
mengidentifikasi agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang baik. Seperti
Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi yang meliputi beberapa tahapan berikut.
1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan
penyakit dengan alergi.
2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan
terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan
difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak
untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit
dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya
dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.
5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan
ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes
provokasi nasal dan tes provokasi bronkial (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).
Penatalaksanaan Penyakit Alergi
Pada pasien perlu dijelaskan tentang jenis urtikaria, penyebabnya (bila diketahui), cara-cara
sederhana untuk mengurangi gejala, pengobatan yang dilakukan dan harapan di masa
mendatang. Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab, bahan
pencetus atau antigen.
Penatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini pertama, kedua, dan ketiga.
Pengobatan lini pertama adalah penggunaan antihistamin berupa AH1 klasik yang bekerja dengan
menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan penggunaan kortikosteroid,
sementara pengobatan lini ketiga adalah penggunaan imunosupresan (Baskoro et.al, 2007).
6. Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis, dermtitis
seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding yang utama ialah dengan dermatitits kontak iritan.
Dalam keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah
dermatitis tersebut karena kontak alergi(Goldstein, Adam. 1998)
a. Eksema numularis, yaitu ditandai dengan plak diakret, terskuama, kemerahan, berbentuk
uanga logam, dan gatal, serupa dengan dermtitis kontak tetapi tanpa riwayat paparan
terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada konfigurasi lainnya.
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
b. Eksema pada tangan, yaitu tidak ada alergen yang dapt dikenali. Sering keadaan ini
hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi dengna uji tempel. Dermatitis kontak
dapat memperparah eksema tangan yang sudah ada sebelumnya
c. Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian tengah agak
menyembuh
d. Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa eritema,
erosi, dan ada lesi satelit.
7. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya pencegahn
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang
timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada dermtitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema, edema. Bula atau vesikel,
serta ekskluatif, misalnya predinson 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda
setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.
Untuk deramatitis kontka alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid
topikal. Secara bertahap, dpat diakukan hal-hal dibawah ini :
a. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhlan pasien dari paparan, walaupun seringkal hal
ini sukar, khususnya pada kasus kronik.
b. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal degan penggunaaan tunggal atau dalam
bentuk kombinasi:
1) Kompres, pertama-tama gunakan kompres dingin dengan air keran dingin atau larutan
burrow untuk lesi-lesi eksudtif dan basah. Kenakan selama 20 menit tiga kali sehari.
Hindari panas disekitar lesi.
2) Antihistamin oral
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
3) Lasio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin sangat
berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak
seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan antara
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
lain lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan
fenol 0,25% dapat dibeli dengan resep dokter.
4) Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau bila
kortikosteroid oral merupakn kontraindikasi. Kortikosteroid topikal poten diperlukan
untuk mengurangu reaksi dermatitis kontak alergi
5) Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik sistemik atau yang
mengenai wajah atau pada kasus di man rasa gatal tidak dapat dikontrol dengan
tindakan-tindakan lokal.
6) Obati setiap infeksi bakteri sekunder.
7) Perintahkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas, misalnya benadril topikal
atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi atau
iritasi tambahan.
8) Pasien dengan penyakit kronik yang tidak membrikan respons terhadap terapi dan
penghindaran semua penyebab yang dicurigai harus dirujuk ke ahli kulit atau ahli
alergi untuk tes tempel.
8. Pemeriksaan Pembantu
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan eosinofil darah tepi
b. Pemeriksaan imminoglobulin E
1). Uji tempel (patch test)
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila
memungkinkan setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di
punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong
kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan
impermeabel, kemudian ditrekat degan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka
setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan
baru memebrri reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan
urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reakssi karena alergi
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
kontak atau krena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam( reksi tipe decresendo),
sedangkan reaksi alergik kontak makin meningkat.
2). Uji tusuk (prick test)
3). Uji gores (scratch test)
9. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen.
10. Obat anti alergi berbasis herbal
Beberapa tanaman obat diketahui memiliki efek sebagai stabilizer sel mast dalam penapisan
secara in vitro, dan memiliki potensi untuk dikembangkan.
A. legundi (Vitex trifolia L). Daun legundi banyak dijumpai dalam komponen jamu
tradisional untuk asma. Penelitian membuktikan bahwa ekstrak daun legundi memiliki
aktivitas menghambat kontraksi trakea yang diinduksi histamin pada metode organ
terisolasi. Secara in vitro, ekstrak daun legundi juga berefek menekan pelepasan histamin
menggunakan suatu model sel mast. Uji-uji preklinik mendukung suatu dugaan bahwa
daun legundi memiliki sekaligus efek anti-histamin dan stabilisasi sel mast. Untuk itu,
sangat menarik untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi obat alternatif maupun
suplemen terapi standar bagi penatalaksanaan penyakit alergi. Penggunaan kombinasi
antara dua ekstrak tanaman dapat memberikan efek sinergistik yang menguntungkan.
ekstrak daun legundi dikombinasikan dengan ekstrak rimpang temulawak.
Gambar 1. Vitex trifolia L
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
B. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dengan komponen utamanya
kurkumin. Kurkumin, merupakan senyawa aktif yang terdapat pada Curcuma sp. yang
mempunyai efek sebagai anti radang dan anti alergi.
C. Bawang putih (Allium sativum) dan bawang merah (Allium cepa). Kedua tanaman
mengandung quercetin, zat kimia anti-inflamasi dan anti histamin.
D. Jelantang ( Urtika dioica)akar dan ekkstrak daun ini telah digunakan selama bertahun-
tahun untuk pengobatan berbagai penyakit reaksi alergi. Ini disebakan sifat anti
Histaminnya.
Gambar 2. Urtika dioica
Khaira Mardhatillah 1006733032Patogenesis Kulit
DAFTAR PUSTAKA
Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI.
Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria dan Angiodema
Djuanda, Adhi. 2004. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta FKUI.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.
Goldstein, Adam. 1998. Dermatologi Praktis. Jakarta : Hipokrates.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: FKUI. 2005.
Siregar, R.S, Prof.Dr. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2002.