depresi shiela

70
LAPORAN PRESENTASI KASUS JIWA Topik: EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK + GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID Disusun oleh: Shiela Stefani, dr. Pendamping: Ryan Ramdhan, dr. PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RSUD KABUPATEN BEKASI 1

Upload: calvindra-leenesa

Post on 07-Dec-2015

253 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hahahahahaha

TRANSCRIPT

LAPORAN PRESENTASI KASUS JIWA

Topik:

EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK +

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID

Disusun oleh:

Shiela Stefani, dr.

Pendamping:

Ryan Ramdhan, dr.

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD KABUPATEN BEKASI

PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

BERITA ACARA PRESENTASI

1

Pada hari ini, Jumat 10 Oktober 2014 telah dipresentasikan oleh :

Nama : dr. Shiela Stefani

Topik : Jiwa

Judul : Episode depresi berat tanpa gejala psikotik + gangguan kepribadian

skizoid

Pendamping : dr. Ryan Ramdhan

Wahana : RSUD Kabupaten Bekasi

No. Nama Peserta Presentasi

1. dr. Ayu Anggraini Putri

2. dr. Astriliana Febrianawati Hidayat

3. dr. Renny Anggraeni

4. dr. Aloysius Dwi Ernawan

5. dr. Theresa Sugiarti Oetji

6. dr. Tia Santika

7. dr. Yuvita Oetamerk

8. dr. Paulin Yuliana

9. dr. Randy Achmad

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Presentan

(dr. Ryan Ramdhan) (dr. Shiela Stefani)

2

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdri. P

Usia : 25 tahun

No. Medrek : 539082

Alamat : Kp. Pulo Rt 04/37 Sumberjaya, Tambun Selatan

Status : Belum Kawin

Pendidikan terakhir : D3 management

Pekerjaan : Pegawai Swasta di PT

Agama : Islam

Tanggal masuk : 13 Agustus 2014, pk.21.50

1.2. ANAMNESIS

Heteroanamnesa dari sepupu laki-laki terdekat Os, pacar Os, dan teman

kerja Os (perempuan)

Keluhan Utama : Os tidak sadarkan diri setelah bertengkar hebat dengan

pacarnya.

Anamnesis Khusus :

Os datang diantar ke UGD karena tidak sadarkan diri setelah bertengkar

hebat dengan pacarnya. Sebelumnya Os marah-marah kepada pacarnya di pinggir

jalan depan kos-kosan teman kerjanya. Menurut sepupunya, Os memang sering

bertengkar dengan pacarnya, dan sering hilang kesadaran setelahnya namun dia

tidak tahu masalah penyebabnya karena Os tidak pernah cerita. Menurut teman

dan pacarnya, Os hanya marah biasa karena masalah kecil, biasanya setelah marah

dan hilang kesadaran, sekitar 5 menit Os sadar kembali, namun sekarang sudah

setengah jam Os tidak bangun juga, sehingga teman dan pacar Os membawanya

ke UGD.

3

Autoanamnesis (Os bangun setelah 20 menit di UGD)

Os tidak ingat saat hilang kesadaran dan dibawa ke UGD. Os hanya ingat

sedang bertengkar dengan pacarnya di depan kos-kosan. Os bercerita bahwa dia

bertengkar dengan pacarnya karena ketauan selingkuh dengan teman kerjanya. Os

sudah curiga sejak 1 tahun yang lalu, namun belum ada bukti yang bisa

menyalahkan pacarnya. Os sudah pacaran selama hampir 2 tahun. Os dekat

dengan teman kerjanya, dan tidak menyangka temannya akan selingkuh dengan

pacarnya, namun Os makin curiga mereka selingkuh sejak 3 bulan terakhir karena

pacar Os jadi jarang berkunjung/mengajak pergi. Os sudah pernah melakukan

hubungan seksual dengan pacarnya, dan pacarnya berkata akan bertanggung

jawab dengan menikahi Os, namun hingga saat ini pacarnya tidak juga

mengajaknya menikah. Pernah Os meminta pacarnya untuk tanggung jawab,

namun berakhir dengan bertengkar sehingga Os tidak pernah menanyakan hal itu

lagi. Hari ini Os datang ke kos temannya dan melihat bahwa pacarnya juga sedang

disana. Os langsung marah di tempat kejadian kepada pacarnya. Setelah itu Os

mengaku tidak ingat lagi kejadiannya.

Os mengatakan sering hilang kesadaran seperti ini hanya jika bertengkar

dengan pacarnya. Os bertengkar minimal 1x dalam sebulan sejak 1 tahun terakhir,

namun tidak selalu hilang kesadaran. Os tinggal 1 rumah dengan adik laki-lakinya

(belum menikah) yang berusia 22 tahun. dan mengatakan bahwa adiknya sering

membohongi Os, baik itu masalah di rumah, keluarga, maupun yang berhubungan

dengan pekerjaan Os. Ayah Os tinggal dilluar pulau, jarang mengunjungi (tidak

mengunjungi dalam 3 tahun terakhir) maupun kontak dengan Os dan adiknya. Ibu

Os sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit. Setiap Os mendapat masalah,

Os selalu teringat ibunya dan menangis. Sebelum ibunya meninggal, Os selalu

cerita tentang masalahnya dan menerima masukan dari ibunya, Os tidak pernah

dekat dengan ayahnya. Os tidak memiliki teman dekat/keluarga yang bisa diajak

cerita, orang yang paling dekat dengan Os adalah sepupu laki-lakinya, namun

masalah ini sepupunya tidak tahu. Os masih bisa masuk kerja, kecuali seminggu

terakhir sudah tidak masuk kerja 3 hari, namun tidak semangat karena malas

bertemu teman kerjanya. Sudah 2 bulan terakhir Os sulit tidur, tidak napsu makan

4

dan berpikir ingin mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya sudah tidak

bahagia. Os marah dan tersinggung ketika diberitahu untuk konsultasi ke dokter

spesialis jiwa atau psikolog.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os tidak pernah berobat / konsultasi ke dr. Sp.KJ

maupun psikolog. Tidak memiliki penyakit apapun / mengalami trauma

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Usaha Berobat : tidak pernah berobat / minum obat penenang sebelumnya.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : tidak kooperatif, bicara sendiri, melantur, mata tidak mau

dibuka, respon terhadap nyeri +. Setelah 20 menit di UGD, Os sadar penuh dan

dapat menceritakan masalahnya.

Penampilan umum : Sedih, menangis

Tanda Vital

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 98 x / menit, reguler, ekual, isi cukup

Respirasi : 22 x / menit, tipe thorakoabdominal

Suhu : 36.7 0C (aksiler)

Pengukuran

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Status Gizi : Baik (BMI: 19.5)

5

Pemeriksaan Sistemik

o Kepala : Bentuk – Ukuran simetris kiri = kanan

Mata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -,

pupil bulat, isokor, diameter 3mm refleks cahaya +/+

THT : tidak tampak kelainan

o Leher : tidak tampak kelainan

o Thorax :

o Pulmo: Bentuk dan pergerakan simetris, Retraksi (-), VBS kanan =

kiri, Rhonki -/-, Wheezing -/-

o Jantung: Bunyi Jantung Murni, reguler, murmur (-)

o Abdomen : datar, Bising usus (+) normal, Soepel, nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak membesar

o Anggota Gerak : akral hangat, CRT <2 detik

o Neurologis

Nervus Cranialis : baik

Sensorik/motorik : baik

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -/-

1.4. STATUS PSIKIKUS

Roman muka : bingung, sedih (murung)

Kontak/rapport : +/adekuat

Orientasi : Tempat/waktu/orang : baik

Perhatian : baik

Persepsi Ilusi / Halusinasi : tidak ada

Ingatan : antegrade amnesia

Intelegensia : kesan tidak terganggu

Pikiran Bentuk : realistik

Jalan : bloking

Isi : tidak ada waham

6

Penilaian Norma sosial : kurang baik

Wawasan penyakit : buruk

Emosi/afek (mood) : appropriate (sedih/murung-menangis)

Dekorum Sopan santun : kurang baik

Cara berpakaian : buruk

Kebersihan : buruk

Kematangan jiwa : imatur

Tingkah laku : agitasi, agresivitas motorik

Bicara : bloking

1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah

7

8

2 juli 2014 Nilai normal

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

LED

12.3 gr/ dL

37.1 %

8600/mm3

226.000/mm3

4.0 juta/mm3

18 mm/jam

(12-16 gr/dL)

(35-50 %)

(3500-10.000/mm3)

(150-400 rb/mm3)

(3.8-5.8 juta/mm3)

(<20 mm/jam)

Diff. Count B 0

E 0

N.B 1

N.S 83

L 14

M 2

(0)

(0-3)

(2-6)

(50-70)

(20-40)

(2-8)

GDS

SGOT

SGPT

Ureum

Kreatinin

GFR

107 mg/dL

16 U/L

11 U/L

18 mg/dL (H)

0.7 mg/dL (H)

114

(<170 mg/dL)

(<32 U/L)

(<31 U/L)

(15-45 mg/dL)

(0.5-0.9 mg/dL)

(>90)

1.6. DIAGNOSIS

Aksis I Sindroma Klinik : F32.2 Episode depresi berat tanpa

gejala psikotik

Diagnosis Banding : F33.2 Gangguan depresif berulang,

episode kini berat tanpa gejala psikotik

Aksis II Gangguan kepribadian : F60.0 Gangguan kepribadian

skizoid

Gangguan perkembangan : tidak ada diagnosis

Aksis III Kondisi medik umum : tidak ada diagnosis

Aksis IV Masalah psikososial : pacar selingkuh, masalah

keluarga, tidak punya teman baik/keluarga yang bisa diajak

cerita

Aksis V Penilaian fungsi secara global : GAF scale 50-41 Gejala

berat (serious), disabilitas berat.

1.7. TATALAKSANA DI IGD

Oksigen 2Lpm

IVFD RL + neurosanbe 1 amp : 20 tpm

R/ Diazepam tab 2 mg 1x1

Motivasi pasien dan keluarga untuk konsultasi ke dokter spesialis

jiwa/psikolog

1.8. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 4,6

2.1. Kelainan Afektif 1,2

Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek

(mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder.

Afek bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode

ini bisa timbul pada orang yang sama, karena itu dinamai “psikosis manik-

depresif”. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika

episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar.

Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat

diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh

adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood,

merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” seseorang, khususnya yang

dihayati secara batiniah.

Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi

dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir

mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat

aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur,

aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu

menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III:

F30 Episode Manik

F30.0 Hipomania

F30.1 Mania tanpa gejala psikotik

F30.8 Mania dengan gejala psikotik

F30.9 Episode Manik YTT

F31 Gangguan Afektif Bipolar

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala

psikotik

10

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala

psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau

sedang

.30 Tanpa gejala somatik

.31 Dengan gejala somatik

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa

gejala psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat

dengan gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar ytt

F32 Episode Depresif

F32.0 Episode depresif ringan

.00 Tanpa gejala somatik

.01 Dengan gejala somatik

F32.1 Episode depresif sedang

.10 Tanpa gejala somatik

.11 Dengan gejala somatik

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

F32.8 Episode depresif lainnya

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan

.00 Tanpa gejala somatik

.01 Dengan gejala somatik

F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang

10 Tanpa gejala somatik

11

.11 Dengan gejala somatik

F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala

psikotik

F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan

gejala psikotik

F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi

F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya

F33.9 Gangguan depresif berulang YTT

F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap

F34.0 Siklotimia

F34.1 Distimia

F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap

lainnya

F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTT

F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya

F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya

.00 Episode afektif campuran

F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang

lainnya

.10 Gangguan depresif singkat berulang

F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDT

F39 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) YTT

2.2. Definisi 1

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai

masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif,

gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar

serta bipolar.

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

12

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.

Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia)

maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari

pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

2.3. Insidensi 1,3

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur

hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan

primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi

sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki

gangguan depresif berat.

1. Jenis Kelamin

Perempuan 2x lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya

perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara

laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang

ketidakberdayaan.

Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan

depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-

lak. Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih rentan

terkena depresi dibandingkan laki-laki. Walaupun alasan adanya perbedaan

tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai

keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor

psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari.

Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa prevalensi

yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya

ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi

otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi

PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi

13

dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan

orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.

2. Usia

Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50

tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia.

Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun.

Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan

penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah

kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara

usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama

masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis

menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat

pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Pada penelitian lain yang

dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi

terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada

kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH

(2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada

kelompok usia >18 tahun (10%).

3. Status Perkawinan

Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan

interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita

yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita

depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding

terbalik untuk laki-laki.

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang

yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai

atau berpisah. Penelitian yang dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan

14

bahwa prevalensi tertinggi dari depresi didapatkan pada pasangan yang

bercerai atau berpisah.

4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya

Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan

depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah

perkotaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An

Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok responden

dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi yaitu

sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi

terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar

(9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada

responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%).

Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi

pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif

dengan terjadinya gangguan depresif.

2.4. Etiologi 1

Etiologi depresi terdiri dari:

1. Faktor genetik

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan

gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar,

suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika

adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk

menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan

memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada

sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak

15

saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2

sampai 3 kali lebih besar.

2. Faktor Biokimia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam

metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin

dan dopamine (Gambar 2.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain

faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain

yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino

khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi

neurendokrin dan neuroanatomis.

Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan oleh

kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan

lain pada pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal

melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan,

penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing

Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.

Gambar 2.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

16

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a. Hipotesis Katekolamin

Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada

reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang

menimbulkan depresi lambat.

Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun dalam

urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan meningkat di

saat mereka gembira.

b. Hipotesis Indolamin

Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-hidroxitriptamin (5

HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam

LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-

Triptofan, yang mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.

3. Faktor Hormon

Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan

kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien

depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini

didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar,

waham dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.

Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan puerperium atau

menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi.

Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini

menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting

dalam menentukan etiologi.

4. Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama

hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian

depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat.

17

Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih ramah dari

rata-rata.

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan

dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar,

mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa

mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran

depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model

yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka

respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang

belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan

dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor

lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang

mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita

mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota

keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana

pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka

anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap

gangguan depresif.

5. Faktor Lingkungan

Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih banyak

peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak memuaskan dan

mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului

oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan

berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan

orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya.

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,

pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit

kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.

Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan

campuran yang membuat gangguan depresif muncul.

18

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa

kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama

gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk

menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode

pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan

yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional

berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir

dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang

lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa

adanya stresor external.

2.5. Klasifikasi 2,4

Berikut merupakan beberapa gejala depresi (ringan, sedang dan berat)

berdasarkan PPDGJ – III :

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :

- Afek depresi (sedih, murung, lesu, menangis)

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala lainnya :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d) Pandangan masa depan suram dan pesimis

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan terganggu

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke

hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat

memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana

19

pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan variasi individual

yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama di masa remaja.

Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada

waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana

perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh ciri tambahan seperti iritabilitas,

minum alkohol berlebih, perilaku histerionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau

obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk

episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode

lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung

cepat.

Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan

memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna

klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau

kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi

emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan,

bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih

parah pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang

nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan secara

mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari

berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok. Biasanya,

sindrom somatik ini hanya dianggap ada apabila sekitar empat dari gejala itu pasti

dijumpai.

Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya

digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif

berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif

berulang.

F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan,

dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling

20

khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala

lainnya di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada

gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlangsung ialah

sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.

Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang

gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan

sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.

F32.1 Episode depresif sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang

ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan

sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok,

namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi

gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.

Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi

kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah

tangga.

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan

atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri

terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin

mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus

berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada

episode depresif berat.

Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan

sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan

beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting

(misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau

tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal

demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat

21

dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-

kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari

2 minggu.

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan

mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali

pada taraf yang sangat terbatas.

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat

tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan

subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di

atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan

pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau

olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran

atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada

stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi

atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia

katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini

hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala

psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan

depresif berulang.

F32.8 Episode depresif lainnya

Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran

yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan

diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya

termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi

22

dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan

campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang

bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat pada

pelayanan rumah sakit umum).

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana

dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat

adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas

yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria

hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya

dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan,

lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat

bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding

dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode

masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6

bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya

sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat

depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,

kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai

tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh

sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap

dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria.

Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang

mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan

mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya

harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar.

2.6. Gambaran Klinik 1,2,4

23

Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya

energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya

sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada

mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang

normal.

Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi

dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir

mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat

aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur,

aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu

menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk,

2010).

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga

pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah

sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup

lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang

tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan

mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang

sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh

tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan

tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi

untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,

khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari

karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan

peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan

menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.

2.7. Diagnosis

Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk kepada

DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental

and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ (2003), gangguan afektif berupa

24

depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang,

dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang,

dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang

episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik,

episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi.

DSM-IV mendefinisikan sejumlah gangguan psikiatrik yang dapat

diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan berisi kriteria

diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan

kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis yang cocok dan

memenuhi sejumlah kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik

politetik, tidak perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk membuat diagnosa).

DSM-IV telah memperbaiki reabilitas diagnosis (kemungkinan orang yang

berbeda akan membuat diagnosis yang sama pada pasien yang sama), tetapi hanya

mempunyai dampak yang sederhana terhadap validitas. Hal ini boleh jadi karena

DSM-IV telah memecah kondisi psikiatrik menjadi terlalu banyak bagian-bagian

dan setiap bagian tidak mewakili suatu kondisi yang sah. Walaupun DSM-IV

dapat dipergunakan lintas kultural, penggunaannya pada situasi tertentu

memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan gejala-gejala.

Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV juga

menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi penting

lainnya, yaitu:

1. Aksis I : Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas.

2. Aksis II : Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental

3. Aksis III : Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan

gangguan mental

4. Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, bisaanya

selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian, seperti tidak

punya pekerjaan, perceraian, problem keuangan, korban penelantaran

anak dan lain-lain.

25

DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam badan

teks dan didalam appendiks. Gangguan-gangguan tersebut adalah sindrom yang

berhubungan dengan depresi, berupa gangguan depresif ringan (minor depressive

diorder), gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik

pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai

keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada

gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai

keparahan gejala yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat tetapi

hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi kriteria

diagnostik untuk gangguan depresif berat.

DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat

secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan

depresi, dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif berat.

a. Depresif Berat dengan Ciri Psikotik

Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan penyakit

yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.

b. Depresif Berat dengan Ciri Melankolik

Kepentingan yang potensial untuk mengenali ciri melankolik dari gangguan

depresif berat adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok pasien yang

dinyatakan oleh beberapa data adalah lebih responsive terhadap terapi

farmakologi daripada pasien nonmelankolik.

c. Depresif Berat dengan Ciri Atipikal

Diperkenalkannya tipe depresi dengan ciri atipikal yang didefinisikan secara

resmi adaah sebagai respons terhadap penelitian dan data klinis yang menyatakan

bahwa pasien atipikal memiliki karakteristik yang spesifik dan dapat diramalkan.

Ciri atipikal klasik adalah makan berlebihan dan tidur berlebihan.

2.8. Diagnosis Banding 2,4

26

1) Gangguan Skizofrenia

Terutama katatonik, tetapi tiap jenis skizofrenia dapat terlihat atau

menjadi depresi selama atau setelah satu episode. Adanya penyesuaian

premorbid yang buruk, gangguan proses pikir formal dengan waham

yang tersusun baik dan halusinasi yang komplek, tidak ada riwayat

siklik, dan tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gangguan

afektif, menyokong dugaan suatu skizofrenia.

2) Gangguan Skizoafektif

Suatu gangguan psikotik yang memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi

beberapa saat bertumpang tindih dengan gejala – gejala mood mayor.

3) Gangguan Cemas Menyeluruh

Pertama terlihat ansietas yang sangat menonjol. Pasien dengan cemas

hendaknya selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya depresi.

2.9. Pemeriksaan Penunjang 1,3,4

Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa

instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu

memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh

pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:

a. Beck’s Depression Inventory

b. Hamilton Depression Scale

c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur

keparahan dan kedalaman dari gejala – gejala depresi seperti yang tertera dalam

the American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of

Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis.

BDI dapat digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke

atas, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan

dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi.

BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi

lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai

27

dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II

menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,

perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum,

ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk

bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran

tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat

badan dan kehilangan libido.

2.10. Terapi 1,5

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada

sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan

diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana

pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi

juga kesehatan pasien selanjutnya.

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi

psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya

berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat

dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis

yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter

mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin

terganggu.

1. Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek

farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa

pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi

tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat

pada antidepresan.

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses

farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek

farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali

(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja

28

untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin

dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan

etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem

neurotransmitter di otak. Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi

generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan

antidepresi golongan ketiga (SRNIs).

a. Trisiklik

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai

pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik

ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer,

tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik

tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut,

yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena

mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik

sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang

murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam

formulasi generik.

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake

neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga

bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier

menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai

implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive

terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin

akan lebih responsive terhadap amin tersier.

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu.

Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif

katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan

5-HT dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini

pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi

29

tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi

dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju,

anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati

terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme

obat di hati.

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama

pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. Obat golongan ini

mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh

klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs

sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh

karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang

memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan

histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila

SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan

efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan

gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda

vital.

d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir

sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat

dari reuptake norepinefrin.

Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada

beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada

pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih

jelas pada gambar di bawah ini.

30

Gambar 2.2 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

No. Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis/hari

1 Amitriptilin* Amitriptilin Tab 25mg 75-150mg

2 Imipramine* Tofranil Tab 25mg 75-150mg

3 Maprotiline** Ludiomil Tab 10-25mg

Tab 50-75mg

75-150mg

4 Mianserin** Tovlon Tab 10mg 30-60mg

5 Trazodone*** Trazone Tab 50-

150mg

100-200mg

6 Mirtazapine*** Remeron Tab 30mg 15-45mg

7 Sertraline # Zoloft Tab 50mg 50-100mg

8 Fluoxetine # Prozac Cap 20mg 20-40mg

9 Meclobemide ^ Aurorix Tab 150mg 300-600mg

31

10 Duloxetine @ Cymbalta Capl 30-60mg 30-60mg

11 Venlafaxine @ Efexor-XR Cap 75mg 75-150mg

12 Amoxapine Asendin Tab 100mg 200-300mg

13 Tianeptine Stablon Tab 12,5mg 25-50mg

14 Clomipramine Anafranil Tab 25mg 75-150mg

15 Paroxetine Seroxat Tab 20mg 20-40mg

16 Fluvoxamine Luvox Tab 50mg 50-100mg

17 Citalopram Cipram Tab 20mg 20-60mg

*golongan trisiklik : efek samping sedasi, otonomik, kardiologi relatif besar

untuk pasien muda (sehat), bermanfaat untuk agitated depression)

**golongan tetrasiklik : efek samping sedasi lebih kuat, otonomik dan kardiologi

relatif kecil diberikan pada pasien usia lanjut, sindrom depresi dengan gejala

anxietas, dan insomnia yang menonjol

***golongan atipikal : idem golongan tetrasiklik

# golongan SSRI : efek samping sedasi, otonomik, kardiologi sangat minimal

untuk pasien retarded depression, usia dewasa dan usia lanjut

^ golongan MAOI – reversible : efek samping hipotensi ortostatik relatif sering

@ golongan SNRI : idem golongan SSRI

Efek samping obat anti depresi:

sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

menurun, kemampuan kognitif menurun)

efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,

konstipasi, sinus takikardi)

efek anti adrenergic alfa (perubahan EKG, hipotensi)

efek neurotoksik (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya

berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.

2. Terapi Non Farmakologis

32

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan

depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku.

NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan

sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang

baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan

respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3)

disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap

farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik

terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.

Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan

pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan

terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya

dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada

satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan

menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang

kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua,

masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau

memperberat gejala depresif sekarang.

2.11. Prognosis 1,3,4

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang

dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak

diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang

diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3

bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan

depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama.

Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik

yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan,

tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan

33

kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang

singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator

prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta

gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan

kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.

Depresi pada Anak-anak dan Remaja

Fobia sekolah dan sifat manja pada orangtua yang berlebihan mungkin

merupakan gejala depresi pada anak-anak. Prestasi akademik yang buruk,

penyalahgunaan zat, perilaku antisosial, promiskuitas seksual, membolos, dan

melarikan diri mungkin dapat menjadi gejala depresi pada remaja.

Depresi pada Lanjut Usia

Depresi lebih sering terjadi pada lanjut usia dibandingkan populasi umum.

Berbagai penelitian telah melaporkan angka prevalensi terentang dari 25 sampai

50%. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa depresi pada lanjut usia mungkin

berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit

fisik yang menyertai, dan isolasi sosial.

34

BAB III

PEMBAHASAN

A. Diskusi Keluhan Utama

Heteroanamnesis :

Os datang diantar ke UGD karena tidak sadarkan diri setelah bertengkar

hebat dengan pacarnya. Sebelumnya Os marah-marah kepada pacarnya di pinggir

jalan depan kos-kosan teman kerjanya. Menurut sepupunya, Os memang sering

bertengkar dengan pacarnya, dan sering hilang kesadaran setelahnya namun dia

tidak tahu masalah penyebabnya karena Os tidak pernah cerita. Menurut teman

dan pacarnya, Os hanya marah biasa karena masalah kecil, biasanya setelah marah

dan hilang kesadaran, sekitar 5 menit Os sadar kembali, namun sekarang sudah

setengah jam Os tidak bangun juga, sehingga teman dan pacar Os membawanya

ke UGD.

Autoanamnesis (Os bangun setelah 20 menit di UGD, bercerita sambil

menangis)

Os tidak ingat saat hilang kesadaran dan dibawa ke UGD. Os hanya ingat

sedang bertengkar dengan pacarnya di depan kos-kosan. Os bercerita bahwa dia

bertengkar dengan pacarnya karena ketauan selingkuh dengan teman kerjanya. Os

sudah curiga sejak 1 tahun yang lalu, namun belum ada bukti yang bisa

menyalahkan pacarnya. Os sudah pacaran selama hapir 2 tahun. Os dekat dengan

teman kerjanya, dan tidak menyangka temannya akan selingkuh dengan pacarnya,

namun Os makin curiga mereka selingkuh sejak 3 bulan terakhir karena pacar Os

jadi jarang berkunjung/mengajak pergi. Os sudah pernah melakukan hubungan

seksual dengan pacarnya, dan pacarnya berkata akan bertanggung jawab dengan

menikahi Os, namun hingga saat ini pacarnya tidak juga mengajaknya menikah.

Pernah Os meminta pacarnya untuk tanggung jawab, namun berakhir dengan

bertengkar sehingga Os tidak pernah menanyakan hal itu lagi. Hari ini Os datang

ke kos temannya dan melihat bahwa pacarnya juga sedang disana. Os langsung

35

marah di tempat kejadian kepada pacarnya. Setelah itu Os mengaku tidak ingat

lagi kejadiannya.

Os mengatakan sering hilang kesadaran seperti ini hanya jika bertengkar

dengan pacarnya. Os bertengkar minimal 1x dalam sebulan sejak 1 tahun terakhir,

namun tidak selalu hilang kesadaran. Os tinggal 1 rumah dengan adik laki-lakinya

(belum menikah) yang berusia 22 tahun. dan mengatakan bahwa adiknya sering

membohongi Os, baik itu masalah di rumah, keluarga, maupun yang berhubungan

dengan pekerjaan Os. Ayah Os tinggal dilluar pulau, jarang mengunjungi (tidak

mengunjungi dalam 3 tahun terakhir) maupun kontak dengan Os dan adiknya. Ibu

Os sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit. Setiap Os mendapat masalah,

Os selalu teringat ibunya dan menangis. Sebelum ibunya meninggal, Os selalu

cerita tentang masalahnya dan menerima masukan dari ibunya, Os tidak pernah

dekat dengan ayahnya. Os tidak memiliki teman dekat/teman yang bisa diajak

cerita, orang yang paling dekat dengan Os adalah sepupu laki-lakinya, namun

masalah ini sepupunya tidak tahu. Os masih bisa masuk kerja, kecuali seminggu

terakhir sudah tidak masuk kerja 3 hari, namun tidak semangat karena malas

bertemu teman kerjanya. Sudah 2 bulan terakhir Os sulit tidur, tidak napsu makan

dan berpikir ingin mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya sudah tidak

bahagia. Os marah dan tersinggung ketika diberitahu untuk konsultasi ke dokter

spesialis jiwa atau psikolog.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os tidak pernah berobat / konsultasi ke dr. Sp.KJ

maupun psikolog. Tidak memiliki penyakit apapun / mengalami trauma

sebelumnya.

Usaha Berobat : tidak pernah berobat / minum obat penenang sebelumnya.

Penjelasan:

Berikut merupakan beberapa gejala depresi (ringan, sedang dan berat)

berdasarkan PPDGJ – III :

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :

36

- Afek depresi (sedih, murung, lesu, menangis)

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala lainnya :

h) Konsentrasi dan perhatian berkurang

i) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

j) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

k) Pandangan masa depan suram dan pesimis

l) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

m) Tidur terganggu

n) Nafsu makan terganggu

Pada episode depresif berat, tiga gejala utama pada episode depresif harus

ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat. Episode depresif biasanya seharusnya

berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan

beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis

dalam waktu kurang dari 2 minggu. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom

somatik hampir selalu ada pada episode depresif berat.

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat

tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan

subkategori dari gangguan depresif berulang.

B. Diskusi Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

Kesadaran : tidak kooperatif, bicara sendiri, melantur, mata tidak mau

dibuka, respon terhadap nyeri +. Setelah 20 menit di UGD, Os sadar penuh dan

dapat menceritakan masalahnya.

37

gangguan kepribadian skizoid

Penampilan umum : Sedih, menangis

afek depresi

Tanda Vital (normal)

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 98 x / menit, reguler, ekual, isi cukup

Respirasi : 22 x / menit, tipe thorakoabdominal

Suhu : 36.7 0C (aksiler)

Pengukuran (normal)

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Status Gizi : Baik (BMI: 19.5)

Pemeriksaan Sistemik (normal, tidak ada kelainan organik)

o Kepala : Bentuk – Ukuran simetris kiri = kanan

Mata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -,

pupil bulat, isokor, diameter 3mm refleks cahaya +/+

THT : tidak tampak kelainan

o Leher : tidak tampak kelainan

o Thorax :

o Pulmo: Bentuk dan pergerakan simetris, Retraksi (-), VBS kanan =

kiri, Rhonki -/-, Wheezing -/-

o Jantung: Bunyi Jantung Murni, reguler, murmur (-)

o Abdomen : datar, Bising usus (+) normal, Soepel, nyeri tekan (-),

hepar / lien tidak membesar

o Anggota Gerak : akral hangat, CRT <2 detik

o Neurologis

Nervus Cranialis : baik

38

Sensorik/motorik : baik

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -/-

STATUS PSIKIKUS (mendukung diagnosis depresi berat tanpa gejala psikotik)

Roman muka : bingung, sedih (murung)

Kontak/rapport : +/adekuat

Orientasi : Tempat/waktu/orang : baik

Perhatian : baik

Persepsi Ilusi : tidak ada

Halusinasi : tidak ada

Ingatan : antegrade amnesia

Intelegensia : kesan tidak terganggu

Pikiran Bentuk : realistik

Jalan : bloking

Isi : tidak ada waham

Penilaian Norma sosial : kurang baik

Wawasan penyakit : buruk

Emosi/afek (mood) : appropriate (sedih/murung-menangis)

Dekorum Sopan santun : kurang baik

Cara berpakaian : buruk

Kebersihan : buruk

Kematangan jiwa : imatur

Tingkah laku : agitasi, agresivitas motorik

Bicara : bloking

Psikodinamika

Os adalah seorang anak perempuan berusia 25 tahun. Os merupakan anak

pertama dari 2 bersaudara. Ibu Os sudah meninggal 3 tahun yang lalu, ayah Os

tinggal di luar pulau, dan sudah tidak mengunjungi maupun kontak dengan Os

39

selama 3 tahun terakhir. Sejak itu Os tinggal berdua saja dengan adik laki-

lakinya yang berusia 22 tahun (belum menikah).

Sebelum ibunya meninggal, Os selalu cerita tentang masalahnya dan

menerima masukan dari ibunya, Os tidak pernah dekat dengan ayahnya. Os

tidak memiliki teman dekat/keluarga yang bisa diajak cerita, orang yang paling

dekat dengan Os adalah sepupu laki-lakinya.

Os bertengkar dengan pacarnya karena pacar Os ketauan selingkuh dengan

teman kerjanya. Os sudah curiga sejak 1 tahun yang lalu, namun belum ada

bukti yang bisa menyalahkan pacarnya. Os dekat dengan teman kerjanya, dan

tidak menyangka temannya akan selingkuh dengan pacarnya, namun Os makin

curiga mereka selingkuh sejak 3 bulan terakhir karena pacar Os jadi jarang

berkunjung/mengajak pergi. Os sudah pernah melakukan hubungan seksual

dengan pacarnya, dan pacarnya berkata akan bertanggung jawab dengan

menikahi Os, namun hingga saat ini pacarnya tidak juga mengajaknya

menikah. Pernah Os meminta pacarnya untuk tanggung jawab, namun berakhir

dengan bertengkar sehingga Os tidak pernah menanyakan hal itu lagi. Hari ini

Os datang ke kos temannya dan melihat bahwa pacarnya juga sedang disana.

Os langsung marah di tempat kejadian kepada pacarnya. Setelah itu Os

mengaku tidak ingat lagi kejadiannya. Os mengatakan sering hilang kesadaran

seperti ini hanya jika bertengkar dengan pacarnya. Os bertengkar minimal 1x

dalam sebulan sejak 1 tahun terakhir, namun tidak selalu hilang kesadaran.

Os masih bisa masuk kerja, kecuali seminggu terakhir sudah tidak masuk

kerja 3 hari, namun tidak semangat karena malas bertemu teman kerjanya.

Sudah 2 bulan terakhir Os sulit tidur, tidak napsu makan dan berpikir ingin

mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya sudah tidak bahagia.

Faktor predisposisi :

o Pacar Os tidak mau bertanggung jawab untuk menikahi Os

o Ibu sudah meninggal

o Hidup terpisah dengan ayahnya

o Adik laki-laki Os sering membohongi Os

o Tidak memiliki teman yang bisa dipercaya

40

o Memiliki kepribadian premorbid : skizoid

Faktor pencetus : Pacar Os ketauan selingkuh oleh Os

C. Diskusi Pemeriksaan Penunjang (normal)

Pemeriksaan Darah

41

2 juli 2014 Nilai normal

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

LED

12.3 gr/ dL

37.1 %

8600/mm3

226.000/mm3

4.0 juta/mm3

18 mm/jam

(12-16 gr/dL)

(35-50 %)

(3500-10.000/mm3)

(150-400 rb/mm3)

(3.8-5.8 juta/mm3)

(<20 mm/jam)

Diff. Count B 0

E 0

N.B 1

N.S 83

L 14

M 2

(0)

(0-3)

(2-6)

(50-70)

(20-40)

(2-8)

GDS

SGOT

SGPT

Ureum

Kreatinin

GFR

107 mg/dL

16 U/L

11 U/L

18 mg/dL (H)

0.7 mg/dL (H)

114

(<170 mg/dL)

(<32 U/L)

(<31 U/L)

(15-45 mg/dL)

(0.5-0.9 mg/dL)

(>90)

D. Diskusi Tatalaksana

Oksigen 2Lpm

IVFD RL + neurosanbe 1 amp : 20 tpm

R/ Diazepam tab 2 mg 1x1

Motivasi pasien dan keluarga untuk konsultasi ke dokter spesialis

jiwa/psikolog

diberikan untuk menenangkan pasien dan agar teman Os yang membawa Os ke

UGD tidak panik. Diazepam diberikan malam hari agar Os bisa tidur dan

istirahat.

E. Diskusi Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan

pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati

berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati

berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan

hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif

berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak

penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik

dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak

adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan

kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang

singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator

prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta

gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan

kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.

42

BAB IV

DISKUSI PRESENTASI

1. dr. Ryan : Mengapa differential diagnosisnya gangguan depresif berulang,

episode kini berat tanpa gejala psikotik?

Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya digunakan

untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya

harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang.

Pada pasien ini riwayat depresi sebelumnya tidak diketahui, jadi kita masih

mendiagnosis banding dengan gangguan depresif berulang.

2. dr. Ayu : Mengapa pasien bisa sampai tidak sadarkan diri?

Ada 2 faktor yang mungkin menyebabkan pasien tidak sadarkan diri. Yang

pertama karena gejala somatik yang terdapat pada pasien dengan gangguan

depresif berat. Yang kedua mungkin saja pasien malingering untuk mencari

perhatian orang lain.

3. dr. Renny : Apakah pasien perlu dirawat di RSJ?

Jika pasien masih tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, maka hanya

perlu rawat jalan, konsultasi dan kontrol rutin dengan dokter spesialis

kejiwaan.

4. dr, Astriliana : Obat apa yang cocok untuk diberikan untuk pasien?

Golongan trisiklik karena memiliki efek samping sedasi, otonomik, kardiologi

relatif besar untuk pasien muda (sehat), bermanfaat untuk agitated

depression).

5. dr. Aloysius : Apa pengaruh kepribadian skizoid dengan penyakit pasien?

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia

luar dengan penilaian pesimistik (kepribadian skizoid), jika mereka mengalami

stres besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog

43

menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai

riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya.

Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika

menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran

dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan

maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di

keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya.

44

BAB V

KESIMPULAN

Gangguan depresi berat merupakan salah satu bentuk gangguan mood.

Gangguan mood adalah suatu kelompok klinis yang ditandai oleh hilangnya

perasaan kendali dan pengalaman subyektif adanya penderitaan berat. Pasien

dengan mood terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan

bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang

kematian atau bunuh diri.

Gejala non psikotik dapat ditegakkan bila tidak terdapat adanya gejala

psikotik seperti waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa,kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan

pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfaktorik

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau

daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.

Penatalaksanaan pasien dengan gangguan mood harus diarahkan kepada

beberapa tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan

evaluasi diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya

untuk gejala, tetapi kesehatan jwa pasien kedepan juga harus diperhatikan.

Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa

memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada

diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terap sebelumnya.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock. BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th ed

Philadelphia Tokyo Lippincott Williams and Wikins 2007. 528 - 535,569 - 572

2. Maslim, Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III, 2001 Jakarta. 64 - 65

3. Rowley, James A, emedicine from WebMD, November 2008

www.wikipedia.com/depresi-berat

4. Rindang Sitarani Putri. 2010 “Ilmu Kedokteran Jiwa”.Jurnal fkumyecase.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=Episode+Depresi+Berat+Tanpa+Gejala+Psikotik&highlight=gangguan

%20depresi%20berat

5. Departeman Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

UI..Farmakologi dan Terapi.Jakarta : Gaya Baru. 2007.171 - 175

46