departemen teknik mesin fakultas teknik...
TRANSCRIPT
1
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
UJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI
MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR CAMPURAN
SOLAR DENGAN ZAT ADITIF (1,2,4-trimethylbenzene)
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
PANDAPOTAN MARULI TUA HUTAPEA NIM. 05 0401 023
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
2
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
UJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI
MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR CAMPURAN
SOLAR DENGAN ZAT ADITIF (1,2,4-trimethylbenzene)
PANDAPOTAN MARULI TUA HUTAPEA NIM. 050401023
Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh : DepartemenTeknik Mesin Dosen Pembimbing,
Fakultas Teknik USU Ketua,
Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri
NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003
Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT.
3
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
UJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI
MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR CAMPURAN
SOLAR DENGAN ZAT ADITIF (1,2,4-trimethylbenzene)
PANDAPOTAN MARULI TUA HUTAPEA
NIM. 05 0401 023
Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi
Periode Ke-552 tanggal 7 November 2009
Disetujui Oleh:
Pembanding I Pembanding II Ir. A. Halim Nasution ,MSc NIP.195403201981021001 NIP. 194510271974121001
Ir. Isril Amir
4
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
UJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI
MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR CAMPURAN
SOLAR DENGAN ZAT ADITIF (1,2,4-trimethylbenzene)
PANDAPOTAN MARULI TUA HUTAPEA
NIM. 05 0401 023
Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji
NIP.197209232000121003
Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT.
Penguji I Penguji II Ir. A. Halim Nasution ,MSc
NIP.195403201981021001 NIP. 194510271974121001
Ir. Isril Amir
Diketahui Oleh Ketua Departemen Teknik Mesin
NIP.196412241992111001 Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri
5
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N
TUGAS SARJANA
N A M A : PANDAPOTAN MARULI TUA HUTAPEA
N I M : 0 5 0 4 0 1 0 2 3
MATA PELAJARAN : MOTOR BAKAR
SPESIFIKASI :
DIBERIKAN TANGGAL : 06/ 07 / 2009 SELESAI TANGGAL : 27/ 10 / 2009
MEDAN, 6 Juli 2009.
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,
Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri
NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003
Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT.
AGENDA : 885/TS/2009 DITERIMA TGL : PARAF :
LAKUKAN PENEITIAN PENGUJIAN
PERFORMANSI MOTOR DIESEL DENGAN
BAHAN BAKAR SOLAR DICAMPUR
DENGAN ZAT ADITIF (1,2,4-trimethylbenzene)
DARI : - LITERATUR
- BUKU REFERENSI
- LAPANGAN/LABORATORIUM
6
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN
KARTU BIMBINGAN
No : 885 / TS / 2009 TUGAS SARJANA MAHASISWA
Sub. Program Studi : Konversi Energi Bidang Tugas : Motor Bakar Judul Tugas : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan
Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene)
Diberikan tanggal : 06-07-2009 Selesai Tgl : 27-10-2009 Dosen Pembimbing : Tulus B Sitorus ,ST,MT. Nama Mhs :Pandapotan M H NIM : 050401023
No Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN
Tanda Tangan Dosen Pembimbing
1 06-07-2009 Survei
2 09-07-2009 Spesifikasi tugas skripsi
3 02-08-2009
Studi literature dan lakukan uji (test) laboratorium
4 10-09-2009 Hasil (data sheet) uji laboratorium
5 12-09-2009 Lanjutkan analisis data
6 09-10-2009
Buat perhitungan performansi dan analisa gas buang
7 20-10-2009
Perbaiki diagram dan grafik hasil analisa data
8 25-10-2009 Buat kesimpulan dan saran
9 27-10-2009 ACC untuk diseminarkan
Diketahui, KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FT USU Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001
7
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia
yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana
ini.
Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
mencapai gelar sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin,
Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul Skripsi ini yaitu “Uji
Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar
Dengan Zat Aditif ( 1,2,4-trimethylbenzene ) "
Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT. , selaku dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam
menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
2. Bapak DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik USU.
3. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas
Teknik USU.
4. Orang tua penulis,P.hutapea dan R.Br.Siregar , Yang selalu memberikan
penulis nasehat-nasehat serta doa selama studi di Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik USU.
5. Kakak/adik tercinta penulis, atas doa dan bimbingan yang selalu menyertai
penulis, semoga kita tetap dapat bersatu.
6. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 05, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, “Solidarity Forever”.
7. Staff Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin yang telah
membantu dan membimbing penulis selama pengujian di Laboratorium.
8
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis
ucapkan banyak terima kasih.
Medan, Oktober 2009
Penulis,
Pandapotan M.Hutapea
9
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. .iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ....... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ...... vi
DAFTAR NOTASI . ................................................................................................ ..... vii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pengujian ........................................................................................... 2
1.3 Manfaat pengujian ......................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Pengujian ............................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Performansi Motor Bakar Diesel ............................................................. 5
2.1.1 Torsi dan daya ............................................................................... 5
2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) ................................................. 6
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR) ......................................... 6
2.1.4 Efisiensi volumetris ....................................................................... 7
2.1.5 Efisiensi thermal brake .................................................................. 8
2.2 Teori Pembakaran .................................................................................... 8
2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar ................................................................ 9
2.3 Bahan Bakar Diesel ............................................................................... 11
2.4 Zat Aditif .............................................................................................. 12
2.4.1 Manfaat Zat Aditif ....................................................................... 12
2.5 Emisi Gas Buang ................................................................................... 14
10
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat ............................................................................... 17
3.2 Bahan Dan Alat ........................................................................................... 17
3.2.1 Bahan ................................................................................................. 17
3.2.2 Alat ..................................................................................................... 17
3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 18
3.4 Metode Pengolahan Data ............................................................................. 18
3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ............................................ 18
3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel ......................................... 22
3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ................................................... 27
BAB 4. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ............................................................ 29
4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Bensin ............................................... 35
4.2.1 Torsi ..................................................................................................... 36
4.2.2 Daya ..................................................................................................... 37
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik .......................................................... 41
4.2.4 Rasio perbandingan udara bahan bakar ............................................. 44
4.2.5 Efisiensi volumetris ............................................................................ 48
4.2.6 Efisiensi termal brake ................................................................... 51
4.3 Pengujian Emisi Gas Buang .................................................................. 55
4.3.1 Kadar carbon monoksida (CO) dalam gas buang ............................. 55
4.3.2 Kadar unburned hidro carbon (UHC) dalam gas buang .................... 56
4.3.3 Kadar carbon dioksida (CO2) dalam gas buang ................................ 58
4.3.4 Kadar sisa oksigen (O2) dalam gas buang ........................................ 61
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 63
5.2 Saran .................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 65
LAMPIRAN
11
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar ......................................................................... 11
Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah ............................................ 22
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4A 001 Instrumentation Unit ........................................... 23
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter ........................... 34
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk torsi ......................................................... 36
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk daya ......................................................... 39
Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk Sfc ............................................................ 43
Tabel 4.5 Data hasil perhitungan untuk AFR .......................................................... 47
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan untuk efisiensi volumetris ................................... 50
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan untuk efisiensi termal brake ................................. 52
Tabel 4.8 Kadar CO dalam gas buang .................................................................... 55
Tabel 4.9 Kadar UHC dalam gas buang.................................................................. 57
Tabel 4.10 Kadar CO2 dalam gas buang .................................................................. 59
Tabel 4.11 Kadar sisa oksigen (O2) dalam gas buang .............................................. 61
12
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Bom kalorimeter ................................................................................ 18
Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar .................................. 21
Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)....................................................................... 22
Gambar 3.4 TD4 A 001 Instrumentation Unit........................................................ 23
Gambar 3.5 Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel ..................... 26
Gambar 3.6 Auto logic gas analizer ....................................................................... 27
Gambar 3.7 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel ............... 28
Gambar 4.1 Grafik HHV/HHV vs jenis bahan bakar ............................................. 35
Gambar 4.2 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ......................... 37
Gambar 4.3 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg.......................... 40
Gambar 4.4 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ............................ 44
Gambar 4.5 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ............................................. 45
Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg .......................... 48
Gambar 4.7 Grafik Efisiensi volumetris vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ... 51
Gambar 4.8 Grafik thermal vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ...................... 53
Gambar 4.9 Grafik kadar CO vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ................... 56
Gambar 4.17 Grafik kadar UHC vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg .............. 58
Gambar 4.19 Grafik kadar CO2 vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg ................ 60
Gambar 4.21 Grafik kadar O2 vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg .................. 62
13
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DAFTAR NOTASI
LAMBANG KETERANGAN SATUAN
AFR Air fuel ratio
fC Faktor koreksi
vC Panas jenis bom calorimeter j/gr. 0 C
HHV Nilai kalor atas bahan bakar kj/kg
LHV Nilai kalor bawah bahan bakar kj/kg
M Persentase kandungan air dalam bahan
ma Laju aliran massa udara kg/jam
mf Laju aliran bahan bakar kg/jam
n Putaran mesin rpm
bη Efisiensi termal brake
vη Efisiensi volumetric
aρ Kerapatan udara kg/m 3
P B Daya keluaran Watt
Qlc Kalor laten kondensasi uap air kj/kg
Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kWh
S gf Spesifik gravity
T Torsi N.m
ft Waktu untuk menghabiskan bahan bakar detik
fV Volume bahan bakar yang diuji ml
sV Volume langkah torak m 3
14
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada saat ini, mutu bahan bakar solar semakin menurun diakibatkan oleh
harga minyak yang semakin tinggi, persediaan bahan bakar yang semakin
berkurang, dan persyaratan gas buang motor diesel. Oleh karena itu, mutu
penyalaan bahan bakar ketika dinjeksikan kurang baik.
Berkembangnya teknologi otomotif dewasa ini menjadikan teknologi
kendaraan juga semakin berkembang, termasuk pada sistem pembakaran dimana
sistem memiliki tingkat kompresi rasio yang tinggi sehingga memerlukan jenis
bahan bakar yang sesuai agar pembakaran tersebut berjalan dengan sempurna.
Pemilihan jenis bahan bakar yang tidak sesuai, akan mengakibatkan proses
pembakaran yang tidak sempurna. Hal tersebut secara tidak langsung akan
menghasilkan efek negatif berantai pada mesin, mulai dari timbulnya kerak pada
ruang bakar, tenaga mesin yang tidak maksimal, meningkatnya emisi gas buang,
borosnya konsumsi BBM, yang pada akhirnya akan berakibat pada naiknya biaya
perawatan mesin. Dengan kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini, pemakai
BBM khususnya di Indonesia berusaha menekan konsumsi BBM mereka secara
ekonomis dengan cara menggunakan jenis BBM dengan kualitas lebih rendah.
Solar merupakan jenis bahan bakar cair yang digunakan dalam proses
pembakaran pada motor bakar. Solar yang dijual di pasaran merupakan campuran
sejumlah produk yang dihasilkan dari berbagai proses. Melalui proses
pencampuran (blending) tersebut maka sifat dari bahan bakar dapat diatur untuk
memberikan karakteristik operasi seperti yang diinginkan. Salah satu sifat yang
harus dipunyai dari bensin adalah Cetane Number dari bahan bakar tersebut.
Angka setana adalah angka yang menunjukkan berapa besar tekanan maksimum
yang bisa diberikan di dalam mesin sebelum solar terbakar secara spontan. Di
dalam mesin, campuran solar dan udara (berbentuk gas) bisa terbakar sendiri
secara spontan sebelum diinjeksikan. Jadi, semakin tinggi angka setananya,
semakin lama solar itu terbakar spontan.
15
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Bahan bakar harus mempunyai Cetane Number yang sesuai dengan yang
di persyaratkan oleh motor. Motor dengan perbandingan kompresi yang lebih
tinggi memerlukan angka oktan yang lebih tinggi untuk mengurangi terjadinya
knocking. Untuk menaikkan Cetane Number dari suatu bahan bakar biasa
diperoleh dengan memberikan Zat aditif (Zat aditf penambah cetane).
Salah satu cara alternatif yang dapat dipakai untuk memperoleh bahan
bakar dengan angka setana yang tinggi adalah dengan menggunakan Zat aditif
yang merupakan zat yang dapat meningkatkan Cetane number dari suatu bahan
bakar. Oleh karena itu dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh perubahan
konsentrasi Zat aditif untuk mengetahui peningkatan unjuk kerja motor diesel
yang optimum dan kadar polutan dari emisi gas buang motor yang rendah.
Sehingga dari percobaan yang dilakukan dapat diperoleh data-data yang dapat
memberikan kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap
konsentrasi campuran solar dengan Zat aditif.
1.2 TUJUAN PENGUJIAN
1. Untuk memperoleh perbandingan nilai kalor bahan bakar campuran solar
dengan zat aditif terhadap solar murni.
2. Untuk memperoleh perbandingan unjuk kerja motor diesel yang
menggunakan bahan bakar campuran solar dengan zat aditif terhadap solar
murni.
3. Untuk memperoleh konsentrasi dari beberapa senyawa gas (emisi) yang
ditemukan dalam gas buang motor diesel berbahan bakar campuran solar
dengan zat aditif dibandingkan dengan solar murni.
1.3 MANFAAT PENGJUIAN
1. Untuk memperoleh campuran yang paling optimal dari solar dengan zat
aditif yang akan digunakan sebagai bahan bakar motor diesel.
2. Untuk memperoleh kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bahan
bakar yang diuji yaitu campuran bahan bakar solar dengan zat aditif
.
16
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
1.4 RUANG LINGKUP PENGUJIAN
1. Zat aditif yang digunakan adalah zat aditif jenis 1,2,4-Trimethylbenzene
tipe STP Fuel Treatment & Injector Cleaner.
2. Bahan bakar yang digunakan adalah solar dan bahan bakar yang
merupakan campuran dari solar dan zat aditif dengan konsentrasi
campuran; zat aditif berbanding solar,100:4000 disebut bahan bakar C1:40,
zat aditif berbanding solar, 200:4000 disebut dengan C2:40, zat aditif
berbanding solar, 300:4000 disebut dengan C3:40.
3. Alat uji yang digunakan untuk menghitung nilai kalor pembakaran bahan
bakar campuran zat aditif dengan solar adalah ”Bomb Kalorimeter”
4. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor diesel
adalah motor diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001
), pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.
5. Unjuk kerja motor diesel yang dihitung adalah :
- Daya (Brake Power)
- Rasio perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio)
- Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion)
- Efisiensi Volumetris (Volumetric Efficiency)
- Efisiensi termal brake (Brake Thermal Efficiency)
6. Pada pengujian unjuk kerja motor diesel, selain variasi bahan bakar juga
dilakukan variasi putaran mesin dan beban yang meliputi :
- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm, 2600-rpm,
dan 2800-rpm.
- Variasi beban : 10 kg, dan 25 kg.
7. Pengujian terhadap emisi gas buang dilakukan terhadap konsentrasi empat
jenis gas meliputi CO2, CO, HC, dan O2 yang terkandung dalam gas
buang pada empat jenis bahan bakar yaitu campuran zat aditif dengan solar
C1 : 40, C2:40, C3:40 dan solar, dengan :
- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm, 2600-rpm,
dan 2800-rpm.
- Variasi beban : 10 kg, dan 25 kg.
17
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka
dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dalam lima
bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang
lingkup pengujian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang
diperoleh dari literatur untuk mendukung pengujian. BAB III METODOLOGI
PENELITIAN, berisi metode pengujian, peralatan dan perlengkapan yang
digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan. BAB IV DATA
DAN ANALISA, berisi data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap
data hasil pengujian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan
dari hasil pengujian dan saran-saran.
18
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL
Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.
Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar
yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel
bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.
Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara
meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus
bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan
sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga
disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).
Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1,
jauh lebih tinggi dibandingkan motor bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1.
Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira-kira 25 %)
dibanding motor bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi
menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.
2.1.1 Torsi dan daya
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan
dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat
dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah
mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya
rem (Brake Power).
BP = Tn60
..2π ..................... (2.1)
dimana : BP = Daya keluaran (Watt)
n = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (N.m)
19
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.
Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam
satuan kg/jam, maka :
Sfc = B
f
Pxm 3
.10 ................. (2.2)
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).
.
fm = laju aliran bahan bakar (kg/jam).
Besarnya laju aliran massa bahan bakar (.
fm ) dihitung dengan persamaan
berikut:
360010.. 3
xt
Vsgm
f
fff
−
= ........... (2.3)
dimana : fsg = spesific gravity (dari tabel 2.4).
fV = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
ft = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji
(detik).
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)
Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur
dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini
disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :
AFR = .
.
f
a
m
m ................. (2.4)
dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).
Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan
membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter
calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara
20
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
1013 milibar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara
yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :
fC = 3564 x aP x 5,2
)114(
a
a
TT +
…….. (2.5)
Dimana : Pa = tekanan udara (Pa)
Ta = temperatur udara (K)
2.1.4 Efisiensi Volumetris
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi
isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka
itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan
sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari
perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)
pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika
memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik ( vη ) dirumuskan dengan
persamaan berikut :
vη = raklangkah to olumesebanyak v udaraBerat
terisapyangsegar udaraBerat ..... (2.6)
Berat udara segar yang terisap = n
ma 2.60
.
..................... (2.7)
Berat udara sebanyak langkah torak = aρ . sV ........ (2.8)
Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi
volumetris :
vη = n
ma
.60.2
.
. sa V.
1ρ
........................ (2.9)
dengan : aρ = kerapatan udara (kg/m3)
sV = volume langkah torak = 0,492 x 10-3 (m3). [spesifikasi mesin]
Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat
diperoleh dari persamaan berikut :
aρ = a
a
TRP.
………..............… (2.10)
21
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)
2.1.5 Efisiensi Thermal Brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi
mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja
maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar.
Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal
efficiency, bη ).
bη = masuk yang panasLaju
aktualkeluaran Daya ..............(2.11)
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Q = .
fm . LHV ...........(2.12)
dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)
Jika daya keluaran ( BP ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar .
fm dalam
satuan kg/jam, maka :
bη = LHVm
P
f
B
.. . 3600 ..........(2.13)
2.2 TEORI PEMBAKARAN
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar
setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas
sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable)
yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain
namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S).
Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan
campuran dari oksigen dan nitrogen.
Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran.
Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi
elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung
dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen
22
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon
dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan
bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon
monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh
pembentukan karbon dioksida.
Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang
diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
Dulong :
HHV = 33950 C + 144200
−
82
2OH + 9400 S ........(2.14)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar
H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
23
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan
bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...................(2.15)
LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical
Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan
SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor
bawah (LHV).
24
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
2.3 BAHAN BAKAR DIESEL
Penggolongan bahan bakar motor diesel berdasarkan jenis putaran
mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan
kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis
ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk
kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin
yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya
digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak
diesel.
Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya
menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik
seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
NO P R O P E R T I E S L I M I T S TEST METHODS
Min Max I P A S T M
1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298
2. Color astm - 3.0 D-1500
3.
Centane Number or
Alternatively calculated Centane
Index
45
48
-
- D-613
4.
Viscosity Kinematic at 100 0C
cST
or Viscosity SSU at 100 0C secs
1.6
35
5.8
45 D-88
5. Pour Point 0C - 65 D-97
6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552
7. Copper strip (3 hr/100 0C) - No.1 D-130
8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189
25
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
9. Water Content % wt - 0.01 D-482
10. Sediment % wt - No.0.01 D-473
11. Ash Content % wt - 0.01 D-482
12.
Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOH/gr
-Total Acid Number mgKOH/gr
-
-
Nil
0.6
13. Flash Point P.M.c.c 0F 150 - D-93
14. Distillation :
- Recovery at 300 0C % vol
40
-
D-86
Sumber : www.Pertamina.com
2.4 Zat aditif
Zat aditif merupakan bahan yang di tambahkan pada bahan bakar
kendaraan bermotor, baik motor bensin maupun motor diesel. Zat aditif digunakan
untuk memberikan peningkatan sifat dasar tertentu yang telah dimilikinya seperti
aditif anti detonasi solar untuk bahan bakar motor diesel. Juga untuk
meningkatkan kemampuan bertahan terhadap terjadinya oksidasi pada pelumas.
Kebutuhan Zat Aditif pada masa sekarang telah menigkat dengan pesat
dikarenakan perubahan komposisi solar yang timbul oleh karena tiga alasan
utama, yaitu:
1. Perubahan Harga Minyak
2. Persyaratan Gas Buang Kendaraan.
3. Persyaratan Konsumsi Bahan Bakar
Manfaat Zat aditif
Adapun manfaat dari Zat aditif untuk meningkatkan performansi mesin
mulai dari durabilitas, akselerasi sampai power mesin. Kegunaan lain dari Zat
aditif adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan karburator/injektor pada saluran bahan bakar.
Endapan yang terjadi pada karburator umumnya terjadi karena adanya
kontaminasi pada bahan bakar. Kontaminasi ini bisa terjadi misalnya karena
tercampur dengan minyak tanah, tercampur dengan logam maupun senyawa
lain yang disebabkan oleh proses kimia tertentu di saluran bahan bakar.
26
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Entah karena disengaja atau tidak, proses kimia ini dapat menghasilkan residu
dan mengendap saat berada di saluran bahan bakar. Ketika kendaraan sedang
tidak digunakan, maka tidak terjadi aliran bahan bakar ke ruang bakar. Dalam
karburator/injector, kondisi diam ini memberi kesempatan residu dan deposit
untuk mengendap. Bahkan dalam jangka waktu yang lama dapat melekat pada
dinding-dinding karburator dan saluran bahan bakar, sehingga walau bahan
bakar sudah mengalir, deposit ini tidak terbawa ke ruang bakar.
2. Mengurangi karbon/endapan senyawa organik pada ruang bakar
Karbon/endapan senyawa organik terjadi ketika bahan bakar tidak terbakar
sempurna. Semakin sering terjadi pembakaran yang tidak sempurna, karbon
ini akan melekat dan semakin tebal. Kita mengetahuinya dengan bentuk kerak
yang melekat pada ruang bakar. Jika kerak ini sudah begitu tebal dan keras,
bukan tidak mungkin akan bergesekan dengan piston atau ring piston. Secara
tidak langsung akan berpengaruh pada rasio kompresi, karena volume ruang
bakar berubah atau kompresi yang bocor.
3. Menambah tenaga mesin
Secara umum, tenaga mesin dihasilkan dari pencampuran udara dan bahan
bakar, lalu di ledakkan dalam ruang bakar. Namun hal ini akan tidak maksimal
jika bahan bakar mengalami penurunan kualitas. Kualitas udara juga
berpengaruh, tapi kita asumsikan semua spare part dalam kondisi normal, jadi
udara bersih bisa didapat-kan setelah melalui saringan udara. Seperti telah
dijelaskan, penurunan kualitas bahan bakar terjadi karena adanya kadar air
yang berlebih dan atau terkontaminasinya bahan bakar dengan zat lain
4. Mencegah korosi.
Dalam bahan bakar sendiri memang mengandung kadar air, akan tetapi dalam
batas tertentu. Dengan kondisi wilayah tropis yang lembab, kadar ini dapat
meningkat hingga melebihi batas. Air ini menyebabkan meningkatnya
kemungkinan reaksi dengan udara dan logam tangki penyimpanan. Selain itu
menyediakan media bagi bakteri aerob dan anaerob untuk berkembang biak
dalam tangki dan saluran bahan bakar. Bakteri ini dapat menguraikan sulphur
yang terkandung dalam bahan bakar, secara tidak langsung ion sulphur akan
mengikat logam tangki sehingga tercipta korosi.
27
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Setiap bahan bakar minyak mengandung sulphur dalam jumlah sedikit, namun
keberadaan sulphur ini tidak diharapkan, dikarenakan sulphur ini bersifat
merusak. Dalam proses pembakaran sulphur akan teroksidasi dengan oksigen
menghasilkan senyawa SO2 dan SO3 yang jika bertemu dengan air akan
mengakibatkan korosi. Padahal dalam pembakaran yang sempurna pasti akan
dihasilkan air. Jika dua senyawa tersebut bertemu maka akan menimbulkan
korosi baik di ruang bakar maupun di saluran gas buang.Jika didiamkan korosi
ini akan merusak tangki bahan bakar, tangki menjadi berlubang. Korosi ini
pun bahkan bisa ter bawa ke ruang bakar dan meninggalkan residu/kerak
karbon jika tidak terbakar sempurna. Selain menghasilkan korosi kadar air ini
dapat meninggalkan gum (senyawa berbentuk seperti lumut kecoklatan) yang
menempel pada dinding tangki.
5. Menghemat BBM dan mengurangi emisi gas buang
2.5 EMISI GAS BUANG
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan
lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.
28
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan
dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di
atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan
bercampur dengan udara bebas.
a.) Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan
udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat
juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan
kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
Apabila butir–butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam
silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka
akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat
atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur
tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada
didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat
dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor
akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat
dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang
keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.
b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena
campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus
bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang
pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak
hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu
pemanasan.
29
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan
bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara
silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by
gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas
mampu bakar.
c.) Carbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang
terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen)
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran
udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi
selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran
kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
d.) Oksigen (O2)
Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen
tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan
mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.
30
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitan dari bulan
Juli sampai bulan Agustus
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar solar dan
campuran solar-zat aditif dengan kadar :
1. 4 liter solar + 100 ml zat aditif ( C1:40 ).
2. 4 liter solar + 200 ml zat aditif ( C2:40 ).
3. 4 liter solar + 300 ml zat aditif ( C3:40 ).
3.2.2 Alat
Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :
1. Motor diesel 4-langkah 4-silinder (TecQuipment TD4A 001).
2. Bom kalorimeter untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.
3. Untuk emisi gas buang menggunakan alat uji auto gas analizer.
4. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci
L, obeng, tang, palu, kertas amplas dan lain sebagainya.
5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk
menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 100 ml.
6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum
masuk dan setelah keluar air cooler.
31
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan
pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing
pengujian.
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian – penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan dan data mengenai karateristik bahan bakar
solar dari PERTAMINA.
3.4 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam
rumus empiris, kemudian data hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi
dan grafik.
3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah
alat uji “Bom Kalorimeter”.
1 2 3
4
5
Gambar 3.1 Bom kalorimeter.
32
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Keterangan Gambar :
1. Tabung oksigen.
2. Termometer.
3. Elektrometer.
4. Tabung kalorimeter.
5. Tabung bom.
Peralatan yang digunakan meliputi :
- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom.
- Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.
- Tabung gas oksigen.
- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang
dimasukkan ke dalam tabung bom.
- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.
- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin.
- Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.
- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai
penyala pada tabung bom.
- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji.
- Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.
- Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada
dudukannya.
Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.
2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada
pada penutup bom.
3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,
serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan
bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.
4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi
bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat.
33
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).
6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.
7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.
8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik.
9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk.
10. Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.
11. Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.
12. Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan
mencatat temperatur air pendingin pada termometer.
13. Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.
14. Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan
lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .
15. Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima)
menit dari penyalaan berlangsung.
16. Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk
pengujian berikutnya.
17. Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut–turut.
Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2
34
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar.
Mulai
Berat sampel bahan bakar 0,15 gram Volume air
pendingin: 1250 ml Tekanan oksigen 30
Bar
Melakukan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)
Menyalakan bahan bakar
Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)
Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Menghitung HHV bahan bakar : HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 ( J/kg )
Pengujian = 5 kali
HHVRata - rata = 5
5
1 iiHHV
=Σ
( J/kg)
Selesai
a b
a b
35
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel
Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan motor diesel 4-langkah
4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ).
Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)
Tabel 3.1 Spesifikasi Motor Diesel TD4A 4-langkah
TD111 4-Stroke Diesel Engine
Type TecQuipment TD4A 001
Langkah dan diameter 3,125 inch-nominal dan 3,5 inch
Kompresi ratio 22 : 1
Kapasitas 120,003 inch3 (1,967 liter)
Valve type clearance 0,012 inch (0,30 mm) dingin
Firing order 1-3-4-2
Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel laboratorium motor bakar
Departemen Teknik Mesin USU.
36
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Mesin ini juga dilengkapi dengan TD4 A 001 Instrumentation Unit dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Gambar 3.4 TD4 A 001 Instrumentation Unit.
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4 A 001 Instrument Unit
TD4 A 001 Instrument Unit
Fuel Tank Capasity 10 liters
Fast Flow Pipette Graduated in 8 ml, 16 ml and 32 ml
Tachometer 0–5000 rev/min
Torque Meter 0–70 Nm
Exhaust Temperature Meter 0–1200 0C
Air Flow Manometer Calibrated 0–40 mm water gauge
Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Diesel
Pada pengujian ini, akan diteliti performansi motor diesel serta komposisi
emisi gas buang . Pengujian ini dilakukan pada 6 tingkat putaran mesin, yaitu :
1000,1400,1800,2200,2600 dan 2800 rpm serta 2 variasi beban yaitu : 10 kg dan
25 kg.
37
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengkalibrasian
terhadap torquemeter yang terdapat pada instrumentasi mesin uji dengan langkah–
langkah sebagai berikut :
1. Menghubungkan unit instrumentasi mesin kesumber arus listrik.
2. Memutar tombol span searah jarum jam sampai posisi maksimum.
3. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada bagian lengan beban.
4. Memutar tombol zero, hingga jarum torquemetre menunjukkan angka nol.
5. Memastikan bahwa penunjukan angka nol oleh torquemeter telah akurat
dengan mengguncangkan mesin kembali.
6. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
7. Mengguncangkan/menggetarkan mesin sampai posisi jarum torquemeter
menunjukkan angka yang tetap.
8. Melepaskan beban dari lengan beban.
Pengkalibrasian ini dilakukan setiap kali akan dilakukan pengujian
sebelum mesin dihidupkan. Setelah dilakukan pengkalibrasian, maka pengujian
dapat dilakukan dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1. Menghidupkan pompa air pendingin dan memastikan sirkulasi air pendingin
mengalir dengan lancar melalui mesin.
2. Menghidupkan mesin dengan cara menekan tombol starter, memanaskan
mesin selama 15–20 menit pada putaran rendah (± 1500 rpm).
3. Mengatur putaran mesin pada 1500 rpm dengan menggunakan tuas kecepatan
dan memastikannya melalui pembacaan tachometer.
4. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
5. Menutup saluran bahan bakar dari tangki dengan memutar katup saluran
bahan bakar sehingga permukaan bahan bakar didalam pipette turun.
6. Mencatat waktu yang dibutuhkan mesin untuk menghabiskan 100 ml bahan
bakar dengan menggunakan stopwatch dengan memperhatikan ketinggian
permukaan bahan bakar didalam pipette.
38
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
7. Mencatat torsi melalui pembacaan torquemeter, temperatur gas buang melalui
exhaust temperature meter, dan tekanan udara masuk melalui air flow
manometer.
8. Membuka katup bahan bakar sehingga pipette kembali terisi oleh bahan bakar
yang berasal dari tangki.
9. Mengulang pengujian untuk variasi putaran dan beban mesin.
Diagram alir pengujian performansi motor diesel yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.
39
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 3.5 Diagram alir Pengujian performansi motor diesel
Volume Uji bahan bakar : 100 ml Temperatur udara :
27 OC Tekanan udara: 1 bar Putaran: n rpm Beban: L kg
Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar. Mencatat Torsi Mencatat temperatur gas buang Mencatat tekanan udara masuk mm
H2O
Selesai
Mengulang pengujian dengan beban, putaran yang berbeda.
Menganalisa data hasil pembacaan alat ukur dengan rumus empiris
Mulai
40
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO2, O2, HC
dan CO yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar . Pengujian ini
dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor diesel dimana gas
buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian diukur untuk
mengetahui kadar emisi dalam gas buang. Pengujian emsi gas buang yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat auto logic gas analizer .
Gambar 3.6 Auto logic gas analizer
41
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 3.7 Diagram alir Pengujian emisi gas buang motor diesel
Menyambungkan perangkat autogas
analizer ke komputer
Mengosongkan kandungan gas dalam auto logic gas analizer
Menunggu kira-kira 2 menit hingga pembacaan stabil dan melihat
tampilannya di komputer
Memasukkan gas fitting kedalam knalpot motor bakar
Mulai
Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda
Selesai
42
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan
T2) yang telah diperoleh pada pengujian “Bom Kalorimeter” selanjutnya
digunakan untuk menghitung nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dengan
persamaan berikut :
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv ( kj/kg ) Lit. 11 Hal 12
dimana:
HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0C )
T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0C )
Cv = Panas jenis bom kalorimeter ( 73529,6 kj/kg 0C )
Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )
Pada pengujian pertama bahan bakar solar , diperoleh :
T1 = 26,65 0C
T2 = 27,75 0C, maka:
HHV(solar) = (27,75 – 26,65 – 0,05 ) x 73529,6
= 77206,08 kj/kg
Standar nilai kalor solar adalah 40297,32 kj/kg (sumber :spesifikasi bahan
bakar gas dan cair,Pertamina,2001), karena dalam pengujian solar menggunakan
bom kalorimeter didapat HHV sebesar 66911,936 kJ/kg, maka pada pengujian ini,
digunakan faktor koreksi (Fk) sebesar :
6022,0936,6691132.40297
=
Sehingga harga nilai kalor bahan bakar menjadi :
HHV(solar) = 77206,08 kj/kg × 0,6022
= 46493,5 kj/kg
43
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Keterangan : C1:40 = Campuran100 ml aditif + 4000 ml solar
C2:40 = Campuran 200 ml aditif + 4000 ml solar
C3:40 = Campuran 300 ml aditif + 4000 ml solar
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:40
diperoleh :
T1 = 26,15 0C
T2 = 27,21 0C, maka:
HHV(C1:40) = (25,87-24,81 – 0,05 ) × 73529,6
= 74264.896 kj/kg × 0,6022
= 44722,32 kj/kg
Diketahui nilai rata-rata HHV untuk C1:40 adalah 49720,347 dan nilai kalori meter
zat aditif ( STP ) dari hasil uji bomb kalorimeter di laboratorium yaitu sebesar
41209,5168kj/kg maka diperoleh :
HHV(C1:40) = kg/kj82,420432
kg/kj5168,41209kg/kj347,49720=
+
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40,
diperoleh :
T1 = 24,24 0C
T2 = 25,24 0C, maka:
HHV(C2:40) = (25,24 – 24,24 – 0,05 ) × 73529,6
= 69853,120 kj/kg × 0,6022
= 46766,7 kj/kg
HHV(C2:40) = kg/kj51,430582
kg/kj5168,41209kg/kj663,46766=
+
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C3:40
diperoleh :
T1 = 26.11 0C
T2 = 27.17 0C, maka:
HHV(C3:40) = (27.31 – 26.32 – 0,05 ) × 73529,6
= 74264,896 kj/kg × 0,6022
= 41469,92 kj/kg
44
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
HHV(C3:40) = kg/kj11,425292
kg/kj5168,41209kg/kj92,41469=
+
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung nilai kalor pada
pengujian kedua hingga kelima. Selanjutnya untuk memperoleh harga nilai kalor
rata–rata bahan bakar digunakan persamaan berikut ini :
HHVRata - rata = 5
5
1 iiHHV
=Σ
( kj/kg )
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan serta hasil
perhitungan untuk nilai kalor pada pengujian pertama hingga kelima dan nilai
kalor rata–rata bahan bakar solar, campuran zat aditif dengan solar C1:40, C2:40,
C3:40 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa harga HHV campuran zat aditif
dengan solar lebih tinggi dari solar, hal ini diakibatkan adanya peningkatan nilai
cetane dalam bahan bakar campuran zat aditif dengan solar.
Dalam pengujian ini diasumsikan gas buang yang keluar dari knalpot
mesin uji masih mengandung uap air (uap air yang terbentuk dari proses
pembakaran bahan bakar yang belum sempat mengalami kondensasi didalam
silinder sebelum langkah buang terjadi) sehingga kalor laten kondensasi uap air
tidak diperhitungkan sebagai nilai kalor pembakaran bahan bakar (LHV, Low
Heating Value). Hal ini berarti untuk mendapatkan nilai LHV, maka nilai kalor
bahan bakar yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya (HHV, High Heating
Value) dengan menggunakan bom kalorimeter harus dikurangkan dengan
besarnya kalor laten kondensasi uap air yang terbentuk dari proses pembakaran.
LHV = HHV – Qlc
Dimana :
LHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar (kj/kg)
Qlc = kalor laten kondensasi uap air.
45
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Dengan mengasumsikan tekanan parsial yang terjadi pada knalpot mesin
uji adalah sebesar 20 kN/m2 (tekanan parsial yang umumnya terjadi pada knalpot
motor bakar), maka dari tabel uap diperoleh besarnya kalor laten kondensasi uap
air yaitu sebesar 2400 kJ/kg. Bila diasumsikan pembakaran yang terjadi adalah
pembakaran sempurna maka besarnya uap air yang terbentuk dari pembakaran
bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
% Berat H dalam bahan bakar = )(
..
ZYX OHCMRHARy x 100 %
dimana :
x,y, dan z = konstanta (jumlah atom)
AR H = Berat atom Hidrogen
)( ZYX OHCMR = Berat molekul ZYX OHC
Massa air yang terbentuk = ½ x y x (% berat H dalam bahan bakar) x massa bahan
bakar
Harga LHV untuk solar (C12
H26
) dihitung dengan cara :
% berat H dalam solar=2612
.HMRC
ARHyX100 %
= ( ) ( ) %1001.2612.12
1.26 X+
= 15,29 %
Jumlah uap air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg solar :
kgkg 9877,11100
29,152621
=⋅⋅⋅
Kalor laten kondensasi uap air dari pembakaran tiap 1 kg solar :
lcq solar = 2400 kj/kg .1,9877 kg
= 4770,48 kj per 1 kg solar
Besarnya LHV solar :
LHV solar = HHV solar - Q lc solar
= 40294.32kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 35523,84 kj/kg
46
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Sedangkan harga LHV untuk bahan bakar yang merupakan campuran
antara zat aditif dengan solar dihitung dengan menggunakan kalor laten
kondensasi uap air solar, sebab kalor laten kondensasi uap air pada zat aditif
diabaikan (www.stp.com) lihat pada lampiran.
Besarnya LHV C1:40 :
LHVC1 :40 = HHVC1 : 40 - Q lc solar
= 42043,82 kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 37273,34 kj/kg
Besarnya LHV C2:40 :
LHVC2:40 = HHVC2 :40 - Q lc solar
= 43058,51kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 38288,03 kj/kg
Besarnya LHV C3:40 :
LHVC3:40 = HHVC3 :40 - Q lc solar
= 42529,11 kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 37758,63 kj/kg
47
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter
BAHAN
BAKAR
No.
Penguji
an
T1(OC) T2(OC) HHV
(kj/kg)
HHV
rata-rata
(kj/kg)
LHV
rata-rata
(kj/kg)
C1:40
1 24.81 25.87 44722.32
42043.82
37273.34
2 25.87 26.87 41911.08
3 26.89 27.98 45881.61
4 27.99 28.97 41028.75
5 25.21 26.21 41911.08
C2:40
1 24.24 25.24 46766.7
43058.51
38288.03
2 25.25 26.34 51197.2
3 26.35 27.38 48243.5
4 27.38 28.46 50704.9
5 25.10 26.12 47751.2
C3:40
1 26.32 27.31 41469.92
42529.11
37758.63
2 27.32 28.4 45440.44
3 28.41 29.52 46763.95
4 24.71 25.72 42352.25
5 25.76 26.81 44116.93
Solar
murni
1 26.65 27.75 46493.5
40294.32
35526.84
2 27.75 28.61 35866.42 3 28.68 29.70 42951.14 4 25.71 26.57 35866.42 5 26.95 27.91 40294.37
48
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Perbandingan nilai kalor atas (HHV) masing-masing dapat dilihat pada gambar di
bawah.
Nilai kalor vs Bahan bakar
40297,3
42043,8243058,5
42529,1
35526,84
37758,6338288,0337758,63
34000
36000
38000
40000
42000
44000
HH
V/L
HV
kj/k
g
HHV solar HHV C1:40 HHV C2:40 HHV C3:40
LHV solar LHV C1:40 LHV C2:40 LHV C3:40
Gambar 4.1 Grafik HHV/LHV vs jenis bahan bakar
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa harga HHV dan LHV campuran
zat aditif dengan solar lebih tinggi dari solar, hal ini diakibatkan adanya
peningkatan nilai cetane dalam bahan bakar campuran zat aditif dengan solar.
4.2 Pengujian Performansi Motor Diesel
Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji motor diesel 4-
langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 001) melalui unit instrumentasi dan
perlengkapan yang digunakan pada saat pengujian antara lain :
♦ Putaran (rpm) melalui tachometre.
♦ Torsi (N.m) melalui torquemetre.
♦ Tinggi kolom udara (mm H2O), melalui pembacaan air flow manometre.
♦ Temperatur gas buang (oC), melalui pembacaan exhaust temperature metre.
♦ Waktu untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar (s), melalui pembacaan
stopwatch.
49
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
4.2.1 Torsi
Pada tabel 4.2 dapat dilihat besarnya torsi untuk masing–masing pengujian
daya mesin baik dengan menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan
perbandingan C1:40, C2:40 C3:40 maupun solar murni pada berbagai kondisi
pembebanan dan putaran.
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk torsi
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Torsi (Nm)
Solar
murni C1: 40 C2: 40 C3 : 40
10
1000 32 34 37 35 1400 43 45 50 46 1800 47.5 51 57 50 2200 48 53 58 53 2600 48 53 59 52 2800 48 54 60 54
25
1000 75.5 76 79 76 1400 78 80 85 83 1800 81 84 89 85 2200 84 87 91 88 2600 87 91 93 91 2800 88 91 93 90
• Pada pembebanan 10 kg , torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 32 N.m.
Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan
bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada putaran 2800 sebesar
60 N.m.
• Pada pembebanan 25 kg , torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm yaitu 75,5 N.m.
Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan
bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada putaran 2800 sebesar
93 N.m.
50
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada putaran
1000 rpm dan beban 10 kg yaitu sebesar 32 N.m. Sedangkan torsi tertinggi terjadi
ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada
beban 25 kg dan putaran 2800 sebesar 93 N.m.
Torsi vs Putaran
0
20
40
60
80
100
1000 1400 1800 2200 2600 2800
Putaran (rpm)
Tor
si (N
m)
s olar beban 10kg
C 1:40 beban 10kg
C 2:40 beban 10kg
C 3:40 beban 10kg
s olar beban 25kg
C 1:40 beban 25kg
C 2:40 beban 25kg
Gambar 4.2 Grafik Torsi vs putaran untuk beban 10 Kg dan beban 25 Kg.
Torsi mengalami kenaikan pada C1:40 dan C2:40, akan tetapi menurun pada
C3:40. Hal ini dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar juga semakin menurun.
4.2.2 Daya
Besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing jenis bahan bakar
pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
BP = Tn60
..2π
dimana : BP = Daya keluaran (Watt)
n = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (N.m)
Dengan memasukkan harga torsi yang telah diperoleh sebelumnya pada pengujian
seperti yang terdapat pada tabel 4.2, maka :
51
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Untuk jenis bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:40 dan beban 10 kg
pada setiap putaran
- N = 1000 rpm
BP = 34601000..2 xπ
= 3559 W
= 3,559 kW
- N = 1400 rpm
BP = 45601400..2 xπ
= 6594 W
= 6,594 kW
- N = 1800 rpm
BP = 51601800..2 xπ
= 9608 W
= 9,608 kW
Dengan cara perhitungan yang sama untuk setiap jenis bahan bakar, variasi
putaran dan beban, maka hasil perhitungan daya untuk setiap kondisi tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.3.
52
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk daya
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Daya (kW)
Solar
murni C1 : 40 C2 : 40 C3: 40
10
1000 3.349 3.559 3.873 3.663 1400 6.301 6.594 7.327 6.741 1800 8.949 9.608 10.739 9.420 2200 11.053 12.204 13.355 12.204 2600 13.062 14.423 16.056 14.151 2800 14.067 15.826 17.584 15.826
25
1000 7.902 7.955 8.269 7.955 1400 11.430 11.723 12.455 12.162 1800 15.260 14.067 16.768 16.014 2200 19.342 20.033 20.954 20.263 2600 23.676 24.764 25.308 24.764 2800 25.790 26.669 27.255 26.376
• Pada pembebanan 10 kg , daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar solar yaitu sebesar 3,349 kW. Sedangkan daya
tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif
dengan solar C2:40 pada putaran 2800 sebesar sebesar 17,584 kW.
• Pada pembebanan 25 kg , daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm sebesar 7,902 kW.
Sedangkan daya tertinggi terjadi saat menggunakan bahan bakar campuran zat
aditif dengan solar C2:40 pada putaran 2800 sebesar 27,255 kW
Daya terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada beban
10 kg dan putaran 1000 rpm yaitu 3, 349 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi
ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada
putaran 2800 dan beban 25 kg yaitu sebesar 27,255 kW.
53
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Daya vs Putaran
0
5
10
15
20
25
30
1000 1400 1800 2200 2600 2800
putaran ( rpm )
Day
a ( k
W )
solar beban 10kg
C1:40 beban 10kg
C2:40 beban 10kg
C3:40 beban 10kg
solar beban 25kg
C1:40 beban 25kg
C2:40 beban 25kg
C3:40 beban 25 kg
Gambar 4.3 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Dapat dilihat pada gambar 4.3 di atas, campuran zat aditif dengan solar
C1:40 pada setiap putaran daya mengalami kenaikan dibandingkan dengan solar
murni, begitu juga terhadap campuran: C2 40. Namun, pada campuran C3:40 daya
mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan campuran sebelumnya akan
tetapi masih berada diatas daya solar murni.
Besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat.
Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi
akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar
dengan udara. Jika konsumsi bahan bakar dan udara diperbesar maka akan
semakin besar pula daya yang dihasilkan mesin. Semakin cepat poros engkol
berputar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan.
54
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik
Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific fuel consumption, Sfc) dari
masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Sfc = B
f
Pxm 3
.10
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)
.
fm = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar (.
fm ) dihitung dengan
persamaan berikut :
360010.. 3
xt
Vsgm
f
fff
−
=
dimana :
fsg = spesific gravity
fV = Volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
ft = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik).
Harga fsg untuk zat aditif adalah 0,81 dan untuk solar adalah 0,857,sedangkan
untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara zat aditif dengan solar, harga
fsg -nya dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan berikut :
fsg Cxx = ( C x 0,81 ) + ( S x 0,857 )
Dengan:
C = Persentase kandungan zat aditif dalam bahan bakar campuran
S = Persentase kandungan solar dalam bahan bakar campuran
Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dengan perbandingan C1:40
maka :
fsg (C1:40) = [(100/4100) x 0,81] + [(4000/4100) x 0,857]
= 0,856
55
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dengan perbandingan C2:40
maka :
fsg (C2:40) = [(200/4200) x 0,81] + [(4000/4200) x 0,857]
= 0,854
Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dengan perbandingan C3:40
maka :
fsg (C3:40) = [(300/4300) x 0,81] + [(4000/4300) x 0,857]
= 0,853
Dengan memasukkan harga fsg = 0,856, harga ft yang diambil dari percobaan
sebelumnya harga fV yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan bakar untuk
pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif dengan solar yaitu C1:40
adalah :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm
.
fm = 458
10100.856,0 3−x x 3600
= 0,673 kg / jam
Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung
harga konsumsi bahan bakar spesifiknya (Sfc).
Untuk pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif dengan solar yaitu
C1:40 adalah :
Beban : 10 kg
Putaran : 1000 rpm
Sfc = 559.3
10673,0 3x
= 189,070 g/kWh
56
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Dengan cara yang sama untuk setiap jenis pengujian, pada putaran dan beban
yang bervariasi, maka hasil perhitungan Sfc untuk kondisi tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk Sfc
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Sfc (g/kWh)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 306.026 189.070 167.838 172.480 1400 293.199 160.596 143.214 157.637 1800 294.661 157.990 143.864 154.496 2200 357.863 172.948 159.860 164.457 2600 357.863 184.188 170.966 183.901 2800 342.685 187.233 173.110 192.119
25
1000 117.595 82.250 77.140 79.925 1400 137.021 91.276 85.115 84.727 1800 137.531 109.531 91.221 91.750 2200 147.689 105.359 101.186 99.048 2600 135.741 112.106 107.502 105.086 2800 132.920 115.550 111.684 108.807
• Pada pembebanan 10 kg , Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada putaran
1400 rpm yaitu sebesar 143,214 g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi saat
menggunakan solar murni pada putaran 2200 dan 2600 rpm yaitu sebesar
357,863 g/kWh.
• Pada pembebanan 25 kg , Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan bahan
bakar campuran zat aditif dengan solar C2:40 pada putaran 1000 rpm yaitu
sebesar 77.14 g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi pada saat mesin
menggunakan solar murni pada putaran 2200 rpm sebesar 147,689 g/kWh.
57
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 4.4 Grafik Sfc vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg.
Besarnya Sfc sangat dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar (lihat Tabel 4.1),
semakin besar nilai kalor bahan bakar maka Sfc semakin kecil dan sebaliknya.
4.2.4 Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR)
Rasio perbandingan bahan bakar (air fuel ratio) dari masing–masing jenis
pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut :
AFR = .
.
f
a
m
m
dimana :
AFR = air fuel ratio .
am = laju aliran massa udara (kg/jam)
Besarnya laju aliran udara (.
am ) diperoleh dengan membandingkan
besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow
manometer (Tabel 4.2) terhadap kurva viscous flow metre calibration.
Pada pengujian ini, dianggap tekanan udara (Pa) sebesar 100 kPa ( ≈1 bar)
dan temperatur (Ta) sebesar 27 0C. kurva kalibrasi dibawah dikondisikan untuk
pengujian pada tekanan udara 1013 milibar dan temperatur 20 0C, maka besarnya
laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi berikut :
58
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
fC = 3564 x aP x 5,2
)114(
a
a
TT +
= 3564 x 1 x 5,2)27327()]114()27327[(
+++
= 0,946531125
Gambar 4.5 Kurva Viscous Flow Meter Calibration (lit.10 hal 3-11).
Untuk tekanan udara masuk = 10 mm H2O dari kurva kalibrasi diperoleh
laju aliran massa udara sebesar 11,38 kg/jam, setelah dikalikan faktor koreksi (Cf),
maka laju aliran massa udara yang sebenarnya :
am.
= 11,38 x 0,946531125
= 10,7715242 kg/jam
Maka untuk pengujian bahan bakar campuran zat aditif dengan campuran
solar C1:40 dengan beban 10 kg dan putaran 1000 rpm dimana tekanan udara
masuk = 4 mm H2O didapat dari kurva kalibrasi laju aliran massa udara dengan
cara interpolasi yaitu :
Misalkan am.
untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:40 pada
beban 10 kg dan putaran 1000 rpm adalah X kg/jam, maka
59
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
)7715242,10(.104
=X
= 4,308 kg/jam
Dengan cara perhitungan yang sama, maka diperoleh harga laju aliran
massa udara ( am.
) untuk masing–masing jenis bahan bakar pada tiap variasi beban
dan putaran seperti pada tabel 4.5 . Dengan diperolehnya harga laju aliran massa
bahan bakar, maka dapat dihitung besarnya rasio udara bahan bakar (AFR).
• Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:40, beban : 10 kg
dan putaran : 1000 rpm
AFR = 0,6734,308
= 6,404
Hasil perhitungan AFR untuk masing – masing bahan bakar pada tiap
variasi beban dan putaran dapat dilihat pada table 4.5 .
60
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Tabel 4.5 Data hasil perhitungan untuk AFR
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
AFR
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 3.678 6.404 6.629 6.819 1400 4.081 7.629 5.646 7.603 1800 4.698 9.224 8.715 9.252 2200 4.902 9.951 9.081 9.929 2600 5.646 10.542 10.006 10.762 2800 6.145 10.724 10.262 10.628
25
1000 4.057 5.762 6.755 6.777 1400 4.815 7.550 5.588 7.840 1800 6.159 8.739 8.803 9.164 2200 6.599 9.441 9.398 9.929 2600 8.547 10.088 10.096 10.555 2800 9.112 10.486 10.439 10.697
• Pada pembebanan 10 kg, AFR terendah terjadi pada solar murni pada
putaran 1000 rpm yaitu sebesar 3.678. Sedangkan AFR tertinggi terjadi
pada bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 2600
rpm yaitu sebesar 10,762.
• Pada pembebanan 25 kg, AFR terendah terjadi pada solar murni pada
putaran 1000 rpm yaitu sebesar 2,793. Sedangkan AFR tertinggi terjadi
pada bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 2800
rpm yaitu sebesar 10,697.
AFR terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar murni pada beban 10
kg dengan putaran mesin 1000 rpm yaitu sebesar 3,678. Sedangkan AFR tertinggi
terjadi ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C3:40
pada beban 10 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 10.762.
Perbandingan AFR masing – masing bahan bakar pada tiap variasi beban dan
putaran dapat dilihat pada grafik yang terletak pada gambar 4.6
61
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
AFR vs Putaran
0
2
4
6
8
10
12
1000 1400 1800 2200 2600 2800
Putaran (rpm)
AFR
s olar beban10kg
C 1:40 beban 10kg
C 2:40 beban10kg
C 3:40 beban10kg
s olar beban25kg
C 1:40 beban25kg
C 2:40 beban25kg
C 3:40 beban25kg
Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg.
Semakin tinggi putaran dan beban mesin, maka semakin besar ratio
perbandingan udara bahan bakar. Ini disebabkan karena pada putaran dan beban
maksimal mesin mengalami overlap (kelebihan putaran) dimana pada saat ini
terjadi proses pembakaran yang sangat cepat dimana diperlukan bahan bakar
dengan jumlah besar, sehingga diperlukan udara yang besar pula untuk
mengimbangi bahan bakar tadi.
4.2.5 Efisiensi Volumetris
Efisiensi volumetris (volumetric efficiency) untuk motor bakar 4-langkah
dihitung dengan rumus berikut :
vη = n
ma
.60.2 .
sa V.1
ρ
dimana :
am = Laju aliran udara (kg / jam)
aρ = Kerapatan udara (kg/m3)
sV = volume langkah torak (m3) =0,492 x 10-3 m3 [berdasarkan spesifikasi mesin].
Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat
diperoleh dari persamaan berikut :
aρ = a
a
TRP.
62
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)
Dengan memasukkan harga tekanan dan temperatur udara yaitu sebesar
100 kPa dan 27 0C, maka diperoleh massa jenis udara yaitu sebesar :
aρ = )27327.(287
000.100+
= 1,161440186 kg/m3
Dengan diperolehnya massa jenis udara maka dapat dihitung besarnya
effisiensi volumetris ( vη ) untuk masing–masing pengujian bahan bakar pada
variasi beban dan putaran.
Untuk pengujian menggunakan campuran zat aditif dengan solar C1:40 pada
putaran 1000 rpm :
vη = 1000.60
4,308.2 . x100,5. 1,161441
13-
= 0,07026
= 24,732 %
Harga efisiensi volumetris untuk masing–masing pengujian yang dihitung
dengan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan diatas dapat dilihat pada
tabel 4.6.
63
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan untuk efisiensi volumetris
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Efisiensi Volumetris (%)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 21.640 24.732 24.732 24.732 1400 30.914 33.123 24.290 33.123 1800 39.502 44.654 42.937 42.937 2200 50.587 54.803 50.587 51.992 2600 58.262 61.829 60.640 61.829 2800 60.725 65.141 64.037 66.245
25
1000 21.640 21.640 24.732 24.732 1400 30.914 33.123 24.290 33.123 1800 41.219 48.304 42.937 42.937 2200 49.182 51.992 51.992 51.992 2600 60.640 61.829 60.640 60.640 2800 64.037 66.245 65.141 62.933
• Pada beban 10 kg, efisiensi volumetris tertinggi terjadi ketika
menggunakan campuran zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 2800
rpm yaitu sebesar 66,245%, dan terendah pada saat menggunakan bahan
bakar solar pada putaran 1000 rpm sebesar 21,640%.
• Pada beban 25 kg, efisiensi volumetris tertinggi terjadi ketika
menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:40 pada
putaran 2800 sebesar 66,245%. Effisiensi volumetris terendah terjadi
ketika menggunakan solar pada putaran 1000 rpm yaitu 21,640%.
Perbandingan efisiensi volumetris dari masing–masing pengujian pada tiap
variasi putaran dapat dilihat dari gambar di bawah ini
64
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Efisiensi Volumetris vs Putaran
0
10
20
30
40
50
60
70
1000 1400 1800 2200 2600 2800
Putaran (rpm)
Efis
iens
i Vol
umet
ris (
%) s olar beban10kg
C 1:40 beban 10kg
C 2:40 beban10kg
C 3:40 beban10kg
s olar beban25kg
C 1:40 beban25kg
C 2:40 beban25kg
C 3:40 beban25kg
Gambar 4.7 Grafik Effisiensi volumetris vs putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Efisiensi volumetris menunjukkan perbandingan antara jumlah udara yang
terisap sebenarnya terhadap jumlah udara yang terisap sebanyak volume langkah
torak untuk setiap langkah isap.
Efisiensi volumetris antara bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dan solar
relatif sama,pengaruh penggunaan bahan bakar campuran zat aditif terhadap
efisiensi volumetrik relatif tidak ada, efisiensi volumetrik hanya dipengaruhi oleh
kondisi kerja dari motor diesel.
4.2.6 Efisiensi Termal Brake
Efisiensi termal brake (brake thermal eficiency, bη ) merupakan
perbandingan antara daya keluaran aktual terhadap laju panas rata–rata yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Efisiensi termal brake dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
bη = LHVmP
f
B
. . 3600
dimana:
bη = Efisiensi termal brake
LHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar (kJ/kg)
65
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Setelah diperoleh harga LHV untuk masing-masing bahan bakar maka
dapat dihitung besarnya efisiensi termal brake ( bη ).
• Untuk bahan bakar cmpuran C1:40, beban 10 kg pada putaran 1000 rpm
bη = 3600/37273/673.0
559,3×
⋅ kgkjjamkgkW
= 0,510760276
= 51,076%
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung efisiensi termal brake
masing-masing bahan bakar pada tiap variasi beban dan putaran. Hasil
perhitungan efisiensi termal brake dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan untuk efisiensi termal brake
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Efisiensi Thermal Brake (%)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 33.108 51.076 56.023 55.259 1400 34.569 60.139 65.673 60.461 1800 34.388 61.131 65.354 61.726 2200 28.319 55.836 58.814 57.975 2600 28.312 52.428 54.996 51.852 2800 29.567 51.587 54.314 49.634
25
1000 86.192 117.480 121.863 119.253 1400 73.960 105.817 110.478 112.578 1800 73.669 88.166 103.045 103.935 2200 68.602 91.656 92.933 96.259 2600 74.646 86.159 87.451 90.740 2800 76.235 83.575 84.186 87.622
• Pada pembebanan 10 kg, effisiensi termal brake terendah terjadi pada solar
murni pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 28,312 %. Sedangkan
effisiensi termal brake tertinggi terjadi pada campuran antara zat aditif
dengan solar C2:40 pada putaran 1400 rpm yaitu sebesar 65,673 %.
66
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
• Pada pembebanan 25 kg, effisiensi termal brake terendah terjadi pada solar
murni pada putaran 2200 rpm yaitu sebesar 68,602 %. Sedangkan
effisiensi termal brake tertinggi terjadi pada campuran antara zat aditif
dengan solar C2:40 pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 121,863 %.
Efisiensi termal brake terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar
solar pada beban 10 kg dan putaran mesin 2600 rpm yaitu sebesar 28,312%.
sedangkan efisiensi termal brake tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan
bakar campuran antara zat aditif dengan solar C2:40 pada beban 25 kg dan putaran
1000 rpm yaitu sebesar 121,863 %.
Perbandingan efisiensi termal brake masing-masing bahan bakar pada tiap
variasi beban dan putaran dapat dilihat pada grafik yang terletak pada gambar 4.8
Gambar 4.8. Grafik Effisiensi termal break vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg
67
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Efisiensi termal dari bahan bakar campuran antara zat aditif dengan solar
relatif lebih besar dari efisiensi termal solar, hal ini dapat ditunjukkan dengan
lebih besarnya nilai kalor dari campuran antara zat aditif dengan solar
dibandingkan dengan solar.
Kenaikan putaran poros pada beban konstan cenderung mengurangi
efisiensi termal, untuk beban konstan daya efektif daya yang dihasilkan relatif
konstan dan kenaikan putaran poros akan mempersingkat waktu proses
pencampuran bahan bakar–udara, sehingga pembakaran berlangsung kurang baik,
hal ini akan menghasilkan energi pembakaran yang lebih kecil dan cenderung
mengurangi efisiensi termal.
Pada kondisi penambahan beban pada putaran poros konstan akan terjadi
penambahan kandungan oksigen yang terikat pada campuran antara zat aditif
dengan solar sebanding dengan penambahan massa bahan bakar, hal ini akan
menyebabkan semakin banyak bahan bakar yang terbakar dan daya efektif yang
lebih besar, sehingga meningkatkan efisiensi termal.
68
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
4.3 Pengujian Emisi Gas Buang
4.3.1 Kadar Carbon Monoksida (CO) dalam gas buang
Data hasil pengukuran kadar CO dari gas buang hasil pembakaran ke
tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8 Kadar CO dalam gas buang.
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Kadar CO (%)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 0.042 0.037 0.030 0.025
1400 0.071 0.059 0.051 0.043
1800 0.074 0.058 0.055 0.042
2200 0.081 0.075 0.061 0.055
2600 0.069 0.056 0.040 0.038
2800 0.066 0.055 0.049 0.045
25
1000 0.048 0.038 0.035 0.030
1400 0.064 0.058 0.050 0.045
1800 0.087 0.076 0.059 0.065
2200 0.099 0.080 0.072 0.066
2600 0.099 0.090 0.081 0.075
2800 0.100 0.090 0.085 0.080
• Pada pembebanan 10 kg kadar CO terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1000 rpm yaitu
0,025 %. Sedangkan kadar CO tertinggi terjadi saat menggunakan solar pada
putaran 2200 rpm yaitu sebesar 0,081 %.
• Pada pembebanan 25 kg, kadar CO terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1000 rpm yaitu
0,030 %. Sedangkan kadar CO tertinggi terjadi saat menggunakan solar pada
putaran 2600 rpm yaitu sebesar 0,099 %.
Perbandingan kadar CO yang terdapat dalam gas buang masing-masing
pengujian dapat dilihat pada gambar berikut :
69
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 4.9 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
CO muncul akibat kurang optimalnya proses pembakaran sehingga
bahan bakar tidak terbakar karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila
campuran bahan bakar lebih tinggi dibanding campuran stoikiometris(campuran
udara dengan bahan bakar), Hal terjadi pada saat beban rendah dan output
maksimum saat akselerasi.
Berdasarkan analisa grafik kadar CO terendah pada saat putaran 2600
rpm, sehingga dapat disimpulkan pada putaran inilah injeksi bahan bakar dan
udara sangat baik.
4.3.2 Kadar Unburned Hidro Carbon (UHC) dalam gas buang
Emisi Hidro Carbon dalam gas buang menunjukkan adanya bahan
bakar yang tak terbakar, hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh
campuran lokal udara dan bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.
Dalam bahan bakar biodisel ada oksigen yang terikat langsung pada bahan bakar
biodiesel, oksigen ini akan mempengaruhi campuran lokal udara dan bahan bakar,
sehingga lebih dapat dibakar.
Data hasil pengukuran kadar CO dari gas buang hasil pembakaran ke tiga tipe
pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9 Kadar UHC dalam gas buang.
70
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Kadar UHC (ppm)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 8 6 5 4
1400 6 5 4 3
1800 13 11 9 8
2200 12 10 9 8
2600 7 5 4 3
2800 8 6 6 5
25
1000 6 4 4 3
1400 8 6 5 3
1800 13 11 10 7
2200 18 16 14 12
2600 21 19 17 15
2800 21 19 18 16
• Pada pembebanan 10 kg, kadar UHC terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1400 dan 2600
rpm sebesar 3 ppm. Sedangkan kadar UHC tertinggi terjadi saat
menggunakan solar pada putaran 1800 rpm yaitu sebesar 13 ppm.
• Pada pembebanan 25 kg, kadar UHC terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1000 dan 1400
rpm yaitu 3 ppm . Sedangkan kadar UHC tertinggi terjadi saat
menggunakan solar pada putaran 2600-2800 rpm yaitu sebesar 21 ppm.
Perbandingan kadar UHC yang terdapat dalam gas buang masing-
masingsampel pengujian dapat dilihat pada gambar berikut :
71
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 4.10 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Unburned Hidro Carbon (UHC) timbul tidak hanya karena campuran
bahan bakar udara yang tinggi (konsumsi bahan bakar lebih besar dibanding
udara), tetapi bisa juga karena campuran yang rendah pada suhu pembakaran
rendah dan lambat misalnya pada saat idel (mesin berputar bebas ) atau waktu
pemanasan mesin. Tidak sempurnanya pembakaran dimana bahan bakar tidak
terbakar seluruhnya karena kekurangan udara akan menyebabkan timbulnya UHC.
Mesin diesel adalah mesin yang memanfaatkan tekanan udara kompresi yang
tinggi untuk proses pembakaran.
Akibat beban terlalu besar maka proses pembakaran tidak efisien terlihat
pada grafik beban 25 kg banyak bahan bakar yang tidak terbakar yang di
tunjjukan naiknya grafik UHC.
4.3.3 Kadar Carbon Dioksida (CO2) dalam Gas Buang
Pembakaran bahan bakar hidrokarbon selalu menghasilkan emisi CO2
dari proses pembakaran yang lengkap. Proses pembakaran yang berlangsung
dengan baik akan sangat ditentukan oleh kecukupan oksigen dalam campuran
udara-bahan bakar dan pencampuran udara-bahan bakar.
Data hasil pengukuran kadar CO2 dari gas buang hasil pembakaran ke
tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.10
.
72
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Tabel.410. Kadar CO2 dalam gas buang
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Kadar Carbon Dioksida (%)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 3.65 3.57 3.20 2.99
1400 4.97 4.79 4.63 4.29
1800 5.68 5.49 5.30 4.98
2200 6.79 6.65 6.41 6.29
2600 7.06 6.66 6.39 6.36
2800 6.74 6.48 6.18 6.01
25
1000 2.97 2.82 2.35 2.00
1400 3.15 3.01 2.96 2.75
1800 3.56 3.41 3.22 3.00
2200 3.97 3.83 3.71 3.50
2600 4.22 4.01 3.90 3.76
2800 4.29 4.13 3.92 3.87
• Pada pembebanan 10 kg, kadar CO2 terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1000 rpm yaitu
sebesar 2,99 %. Sedangkan kadar CO2 tertinggi terjadi saat menggunakan
solar pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 7,06 %.
• Pada pembebanan 25 kg, kadar CO2 terendah terjadi saat menggunakan
campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran 1000 rpm yaitu
2,00 % . Sedangkan kadar CO2 tertinggi terjadi saat menggunakan solar
pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 4,29 %.
Perbandingan kadar CO2 yang terdapat dalam gas buang tiap-tiap
pengujian dapat dilihat pada gambar berikut:
73
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
Gambar 4.11 Grafik Kadar CO2 vs Putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Jumlah emisi CO2 yang lebih besar pada solar jika dibandingkan terhadap
campuran antara zat aditif dengan solar menunjukkan bahwa adanya kemungkinan
bahwa solar mempunyai senyawa berat yang jumlah ikatan rantai karbon yang
lebih panjang, sehingga kemungkinan jumlah senyawa karbon yang terbakar lebih
banyak dan menghasilkan emisi CO2 yang besar.
Proses pencampuran udara-bahan bakar dimulai dari diinjeksikannya
bahan bakar kedalam silinder, kemudian butiran bahan bakar akan menguap dan
bercampur dengan udara, proses ini dipengaruhi oleh viskositas dan kemampuan
bahan bakar untuk dapat menguap. Bahan bakar campuran antara zat aditif dengan
solar mempunyai viskositas yang lebih kecil dari solar, sehingga pembentukan
butiran dan penguapan bahan bakar lebih mudah dan pencampuran udara-bahan
bakar berlangsung dengan baik.
Kenaikan putaran poros mempercepat proses pembakaran, sehingga bahan bakar
yang terbakar relatif lebih banyak dan emisi CO2 yang dihasilkan cenderung
bertambah besar seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas.
74
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) dalam Gas Buang
Data hasil pengukuran kadar sisa O2 dari gas buang hasil pembakaran ke
tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut :
Tabel 4.11 Kadar Sisa Oksigen (O2) dalam gas buang.
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Kadar Oksigen (%)
Solar
murni C1:40 C2:40 C3:40
10
1000 16.12 16.33 16.66 17.04
1400 14.03 14.29 14.60 14.91
1800 13.15 13.30 13.69 14.00
2200 11.82 12.25 12.50 13.03
2600 11.20 11.44 11.67 11.95
2800 11.97 12.30 12.49 12.57
25
1000 16.97 17.00 17.29 17.50
1400 16.58 16.65 16.75 16.86
1800 15.27 15.29 15.51 15.69
2200 15.42 15.49 16.11 16.50
2600 14.97 15.20 15.36 15.70
2800 14.99 15.11 15.35 15.59
• Pada pembebanan 10 kg, kadar O2 terendah terjadi saat menggunakan solar
pada putaran 2600 yaitu sebesar 11,20 %. Sedangkan kadar O2 tertinggi
terjadi saat menggunakan campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada
putaran 1000 rpm yaitu sebesar 17,04 %.
• Pada pembebanan 25 kg, kadar O2 terendah terjadi saat menggunakan solar
pada putaran 2600 rpm yaitu 14,97 % . Sedangkan kadar O2 tertinggi terjadi
saat menggunakan campuran antara zat aditif dengan solar C3:40 pada putaran
1000 rpm yaitu sebesar 17,50 %
Kadar sisa O2 terendah diperoleh ketika menggunakan solar pada putaran
2600 rpm yaitu 11,20 % pada pembebanan 10 kg, yang disebabkan karena
kurang optimalnya proses pembakaran. Kadar sisa O2 tertinggi terjadi saat
75
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
menggunakan campuran antara zat aditif dengan solar C1:40 pada putaran 1000
rpm yaitu sebesar 17,52 % pada pembebanan 25 kg.
Perbandingan kadar sisa O2 yang terdapat dalam gas buang masing-
masing sampel pengujian dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.12 Grafik Kadar O2 vs Putaran untuk beban 10 kg dan 25 kg
Proses pembakaran pada motor diesel berlangsung pada campuran udara-
bahan bakar yang rendah atau adanya udara (oksigen) berlebihan yang bertujuan
untuk menjamin kelangsungan proses pembakaran, sehingga dalam gas buang
hasil pembakaran masih mengandung O2. Sisa O2 gas buang dari pembakaran
campuran antara zat aditif dengan solar lebih besar dari pada solar, hal ini
dimungkinkan karena adanya kandungan oksigen yang terikat langsung pada
senyawa bahan bakar.
Pengaruh kenaikan putaran poros pada beban konstan cenderung
mengurangi jumlah sisa O2 gas buang, hal ini disebabkan pada kondisi tersebut
jumlah massa bahan bakar yang terbakar relatif lebih banyak, sehingga dengan
jumlah udara yang sama memerlukan lebih banyak oksigen untuk proses
pembakaran.
76
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN
1. Bahan bakar berbahan baku zat aditif dan solar (C1:40) HHV sekitar
42043,82 kj/kg, lebih tinggi 4,34 % dibanding solar yang memiliki HHV
sekitar 40294,32 kj/kg.
2. Bahan bakar berbahan baku zat aditif dan solar (C2:40) HHV sekitar
43058,51 kj/kg, lebih tinggi 6,85 % dibanding solar yang memiliki HHV
sekitar 40294,32 kj/kg.
3. Bahan bakar berbahan baku zat aditif dan solar (C3:40) HHV sekitar
42529,11 kj/kg, lebih tinggi 5,54 % dibanding solar yang memiliki HHV
sekitar 40294,32 kj/kg.
4. Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa campuran solar-zat
aditif (C2:40) memiliki nilai kalor yang paling tinggi, sedangkan pada
campuran solar-zat aditif ( C3:40 ) menurun,hal ini disebabkan karena
campuran zat aditif yang terlalu banyak, tetapi nilai kalornya masih lebih
tinggi dari solar murni.
5. Torsi mengalami kenaikan pada C1:40 dan C2:40, akan tetapi menurun pada
C3:40. Karena nilai kalor bahan bakar pada C3:40 juga menurun.
6. Daya mesin sangat berpengaruh dengan torsi yang dihasilkan oleh mesin.
Semakin besar torsi maka semakin besar pula daya mesin yang dihasilkan.
7. Berdasarkan hasil analisa data, konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) pada
setiap campuran lebih rendah dibandingkan dengan solar. Pada putaran
1800 rpm dan beban 10 kg penggunaan bahan bakar paling rendah.
8. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR) pada setiap campuran lebih
besar dibandingkan dengan bahan bakar solar, sebab waktu yang
digunakan untuk menghabiskan 100ml bahan bakar pada pengujian lebih
lama pada setiap campuran dibandingkan dengan solar.
77
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
9. Efisiensi Volumetris sedikit bertambah dengan penambahan kandungan
zat aditif dalam campuran bahan bakar. Efisiensi Volumetrik terkecil pada
pengujian motor diesel berbahan bakar solar.
10. Efisiensi termal dari bahan bakar campuran antara zat aditif dengan solar
relatif lebih besar dari efisiensi termal solar, hal ini dapat ditunjukkan
dengan lebih besarnya nilai kalor dari campuran antara zat aditif dengan
solar dibandingkan dengan solar.
11. Berdasarkan hasil pengujian emisi gas buang campuran zat aditif dengan
solar lebih baik dibanding dengan solar. Persentase kadar CO, UHC dan
CO2 mengalami penurunan dibandingkan solar. Sementara itu, persentase
kadar O2 pada campuran zat aditif dengan solar mengalami peningkatan
pada gas buang jika dibandingkan dengan solar.
5.2 SARAN
1. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya
dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi terhadap instrumentasi dan alat ukur
setiap kali pengujian akan dilakukan.
78
Pandapotan Maruli Tua Hutapea : Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene), 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arismunandar, Wiranto. Penggerak Mula Motor Bakar Torak : Penerbit ITB
Bandung, 1988.
2. Arismunandar, Wiranto dan Koichi Tsuda, Motor Diesel Putaran Tinggi,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1976..
3. Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ
Education and Trainning Ltd – Product Division 2000.
4. Priambodo, Bambang dan Maleev, V.L, Operasi dan Pemeliharaan Mesin
Diesel, Penerbit Erlangga, 1991.
5. Edi, Sigar, Buku Pintar Otomotif, Penerbit Pustaka Dela Pratasa, Jakarta,
1998.
6. Amir, Isril , Laboratorium Motor Bakar Teknik Mesin USU, Medan.
7. Soenarta, Nakolea dan Shoichi Furuhama, Motor Serba Guna, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2002.
8. Toyota Astra Motor, Training Manual Turbocharger dan Supercharger Step
3, Toyota Astra Motor.
9. Toyota Astra Motor, Buku Panduan Toyota New Team Step 1, Toyota Astra
Motor..
10. LIPI, Teknologi Indonesia volume 28 no.2, LIPI, 2009.
11. Rangkuti, Chalilullah, Panduan Praktikum Bom Kalorimeter, Laboratorium
Motor Bakar Teknik Mesin USU, Medan, 1996.
12. www.pertamina.com
13. www.id.wikipedia.org/wiki/katalis
14. www.autologicco.com
15. www.chemeng.ui.ac.id/wulan/Materi/port/BAHANCAIR.PDF
16. www.turbocalculator.com/turbocharger-supercharger.html
17. www.astm.org
18. www.osti.gov/bridge
19. www.members.fortunecity.com/lingkungan/artikel/timbal.htm
20. www.engineering tool box.com