demam tifoid
DESCRIPTION
demam tifoidTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air, dan sanitasi yang buruk (Ameh &
Abantanga, 2011).1
Menurut data dari WHO tahun 2004, kejadian demam tifoid didunia sekitar
21,6 juta kasus dan terbanyak di Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan angka
kematian sebesar 200.000 kasus. Setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia
Tenggara, dengan angka kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit
demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis
termasuk Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus
pertahun, dan angka kematian 3,1 sampai 10,4%.2
Angka kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2%
dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4% per 10.000
penduduk. Prevalensi demam tifoid di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007
adalah 1,60%. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000
penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760 sampai 810 kasus per
100.000 penduduk (Riskesdas, 2007).3
Komplikasi yang paling sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan
dan perforasi usus. Demam tifoid merupakan penyebab utama dari perforasi usus
non-traumatik di negara-negara berkembang (Pujar et al, 2013). Perforasi
gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding
lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah
Perforasi Tifoid 1
peritonitis). Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan bedah, termasuk didalamnya perforasi akibat
tifoid. Perforasi sebagai komplikasi dari demam tifoid terlihat pada 10-15%
pasien di negara-negara tropis dengan tingkat kematian sebesar 9-43% (Abro et al,
2012).4
Perforasi Tifoid 2
BAB II
Tinjauan Pustaka
DEMAM TIFOID
2.1 DEFINISI
Infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh karena mikroba
Salmonella typhosa.5
2.2 PATOGENESIS4,5
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terinfeksi kuman.
Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung, tetapi sebagian lagi akan
lolos dan memasuki usus serta berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-
sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria.
Di lamina propria maka kuman akan dimakan oleh sel – sel makrofag.
Kuman yang termakan sel makrofag sebagian masih bertahan hidup dan akan
terbawa ke bagian Peyer Patch di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus toraksikus maka kuman ini akan
dibawa masuk kedalam sirkulasi darah (menyebabkan bakterimia
asimptomatis) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh dan
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan
gejala sistemik.
Didalam hati, kuman akan masuk dalam kandung empedu,
berkembang biak dan bersama dengan cairan empedu disekresikan secara
intermittent kedalam lumen usus. Proses yang sama selanjutnya akan terulang
kembali, berhubung makrofag sudah aktif dan teraktifasi serta hipertrofi maka
saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
Perforasi Tifoid 3
inflamasi yang selanjutnya akan menyebabakan reaksi infeksi sistemik perut
seperti demam, malaise, mual, muntah, instabilitas vaskular, gangguan
mental, dan koagulasi.
Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasi jaringan (S. Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski
hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasi organ, serta nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat akumulasi sel-sel mononuklear
dalam dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan, dan gangguan orga lainnya.
2.3 MANIFESTASI KLINIS5,6
Penegakkan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar dapat
diberika terapi yang ideal dan meninimalisir komplikasi yang akan terjadi.
Anamnesa, pemeriksaan fisik, serta ditambah dengan pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium yang baik maka merupakan dasar menegakkan diagnosa
demam tifoid. Pemeriksaan laboratorium meliputi uji widal, darah lengkap,
dan kultur darah.
2.4 GEJALA KLINIK8
Masa tunas demam tifoid sekitar 10 sampai 14 hari. Gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi mulai yang ringan, sedang, sampai yang berat. Dari
yang asimptomatis hingga yang khas dan bahkan disertai dengan komplikasi
hingga kematian.
Perforasi Tifoid 4
Pada minggu pertama perjlaanan penyakit ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
mual, muntah, obstipasi atau diare bahakan rasa tidak nyaman pada perut.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat, sifatnya
meningkat perlahan – lahan terutama di sore hari dan petang hari. Dalam
minggu kedua gejala semakin bertambah jelas, berupa demam, bradikardi
relatif, lidah kotor berselaput, hingga hepatosplenomegali, meteorismus,
gangguan mental.
2.5 KOMPLIKASI9
A. INTESTINAL
Pada Peyer Patch yang terinfeksi dapat terbentuk luka atau tukak
yang berbentuk lonjong atau memanjang dalam sumbu usus. Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka
perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga
dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan
dari kedua faktor. Sekitar 25 % penderita tifoid menderita perdarahan
minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Secara klinis,
perdarahan akut darurat bedah, ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/ jam dengan faktor hemostasis dalam batas
normal.
B. PERFORASI USUS
Terjadi pada sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanyan
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang umum terjadi, maka
Perforasi Tifoid 5
penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di derah kuadran kanan bawah yang menyebar ke
seluruh perut dan akan disertai dengan tanda-tanda ileus obstruksi.
Bila pada foto polos abdomen 3 posisi, detemukan udara bebas pada
rongga peritoneum atau subdiafragma maka cukup untuk menegakkan
perforasi usus. Bising usus melemah, pekak hati mengilang,
ditemukan adanya udara bebas intraabdomen. Tanda perforasi lain
adalah nadi cepat lemah, tekanan darah turun bahkan syok,
leukositosis dengan pergeseran ke kiri juga menuokong perforasi.
Beberapa faktor yang meningkatkan kejadian perforasi adalah
umur (biasanya 20 sampai 30 tahun), lama demam, medalitas terapi,
beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
mengatasi S. Thypi saja tetapi juga untuk mangatasi kuman yang
bersifat fakultatif dan anaerob pada flora usus. Umumnya diberikan
antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan
penisilllin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan
gentamisin atau metronidazol. Cairan harius diberikan dalam jumlah
yang cukup dan pasien dipuasakan dan dipasang NGT. Transfusi
darah diberikan bila terdapat perdarahan hebat akibat perforasi.
C. EKSTRA INTESTINAL
Meliputi komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis
tifosa, miokarditis, neuropsikiatrik, serta sepsis.
Perforasi Tifoid 6
PERFORASI USUS
2.6 DEFINISI PERFORASI10
Perforasi Saluran Cerna, yang umumnya juga dikenal sebagai
perforasi usus, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya
suatu lubang pada dinding lambung, usus halus atau usus besar, yang
menyebabkan kebocoran isi usus kedalam rongga perut.
2.7 ETIOLOGI11
A. Perforasi usus dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Trauma tajam abdomen seperti pada luka tusuk oleh pisau.
Usus halus paling sering cedera pada rongga intra abdominal karena
bentuknya yang melingkar di abdomen dan menempati daerah rongga
peritoneal.
2. Trauma tumpul abdomen.
Trauma berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, sindrome
pemakaian sabuk pengaman.
3. Obat-obatan seperti aspirin, non steroidal anti inflammatory drugs
(NSAIDs), dan steroid.
4. Adanya kondisi pencetus.
Ulkus peptikum, apendisitis akut, divertikulitis akut. Apendisitis akut,
penyebab paling sering perforasi usus halus pada pasien lanjut usia.
5. Cedera usus halus berhubungan dengan endoskopi.
Perforasi Tifoid 7
6. Infeksi bakteri.
Infeksi bakteri seperti demam tifoid bisa menyebabkan perforasi usus
halus sekitar 5%.
7. Perforasi usus halus oleh keganasan intra abdominal.
8. Substansi kimia.
Masuknya substansi kimia secara kebetulan atau disengaja bisa
menyebabkan perforasi akut usus halus dan peritonitis.
9. Benda asing bisa menyebabkan perforasi esophagus, lambung dan usus
halus dengan infeksi intra abdominal, peritonitis, dan sepsis.
2.8 PATOFISIOLOGI10,11
A. PERFORASI BEBAS
Pelepasan cairan asam lambung atau duodenum ke dalam
rongga peritoneal disebut fase peritonitis kimiawi. Jika kebocoran
tidak ditutup maka partikel makanan ikut masuk dalam rongga
peritoneal dan menjadi tempat berkembang biak bakteri disebut
peritonitis bakterial. Pasien dapat bebas dari gejala untuk beberapa
jam diantara peritonitis kimiawi dan peritonitis bakterial karena reaksi
peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang. Bakteri
sedikit ditemukan pada duodenum. Sedangkan pada jejunum dan
ileum mengandung organisme aerobik (Escherichia coli) dan
persentase tinggi organisme anaerobik (Bacteroides fragilis).
Perforasi Tifoid 8
B. PERFORASI LOKALISATA
Adanya bakteri dalam rongga peritoneal merangsang sel
inflamasi akut. Peradangan akut hebat menginduksi perlekatan dengan
organ sekeliling dan omentum melokalisasir daerah inflamasi dengan
membentuk phlegmon. Hipoksia yang timbul pada daerah tersebut
menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob dan kelemahan aktivitas
bakterisidal dari granulosit. Aktivitas fagositosis granulosit meningkat,
degradasi sel, cairan di jaringan interstitial hipertonik membentuk
abses, efek osmotik jaringan interstitial tinggi menyebabkan
perpindahan banyak cairan ke daerah abses kemudian terjadi
pembesaran abses abdominal. Jika tidak diobati bisa terjadi
bakteremia, sepsis generalisata, kegagalan organ multiple dan terjadi
syok.
2.9 MANIFESTASI KLINIS12
Adanya riwayat klinis demam tifoid
Biasanya terjadi pada minggu ketiga penyakit
nyeri perut hebat ;dikuadran kanan bawah
Tekanan sistolik menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik,dapat
terjadi syok
Perut distensi
Bising usus↓- hilang
Pekak hati hilang
Defans muskuler
Perforasi Tifoid 9
2.10 Pemeriksaan fisik11
Ø Tanda vital
Ø Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi : terdapat luka eksternal/tidak, pola pernafasan pasien, pergerakan
abdomen ketika bernafas, distensi abdomen dan perubahan warna (pada
pasien perforasi ulkus peptikum, pasien berbaring kaku biasanya dengan
fleksi pada lutut dan abdomen keras seperti papan)
2. Palpasi : berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, serta kekakuan
dinding perut. Takikardia, demam, dan kekakuan abdomen bisa dicurigai
sebagai peritonitis.
3. Perkusi : shifting dulnes untuk adanya cairan/darah dan bila ada udara
bebas terdapat perubahan suara pekak hati.
4. Auskultasi : bising usus pada peritonitis umum tidak ada.
2.11 Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen; udara bebas pada rongga peritoneum atau
subdiafragma kananà definit diagnostik à perforasi usus
Perforasi Tifoid 10
2.12 DIFFERENSIAL DIAGNOSA10
1.Ulkus peptikum
2.Pankreatitis akut
3.Kolesistitis
4.Apendisitis akut
5.Demam tifoid
2.13 PEMERIKSAAN PENUNJANG10
1.Darah lengkap
2.Kultur darah untuk organisme aerobik atau anaerobik.
3.Pencitraan :
A. Radiografi adalah pilihan pertama untuk membantu diagnosa perforasi
usus halus. Dengan foto polos abdomen 3 posisi (tegak/setengah
duduk, supine/terlentang, left lateral decubitus). Temuan yang
mengarah untuk perforasi adalah :
Ø Posisi tegak/setengah duduk.
Ada udara bebas yang terjebak pada daerah subdiafragma
kanan.
Ø Posisi supine/telentang
1. Bila ada cairan bebas extraluminer, dapat terlihat diantara 2
loop usus dan di daerah praperitoneal.
Perforasi Tifoid 11
2. Terlihatnya garis psoas/psoas shadow :
Muncul sebagai struktur oblique memanjang dari kuadran
kanan atas ke umbilikus, terutama ketika terdapat jumlah
gas yang besar disalah satu sisi /kedua sisi ligamen.
Ø Posisi left lateral decubitus (LLD)
Terdapat udara bebas terutama bila jumlah udara sedikit,
yang tidak terlihat pada posisi tegak.
B. USG (Ultrasonografi)
1. Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan
dengan perforasi.
2. Dapat diketahui lokasi perforasi.
3. Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas,
ginjal, ovarium, adrenal, uterus.
C. Laparaskopi
Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien
dengan nyeri abdomen akut.
2.14 TERAPI13
1.Bedah (Laparotomi Eksplorasi)
Tindakan operasi pada perforasi tifoid dapat berupa:
Penutupan primer
Reseksi, end to end anastomose,
Reseksi ileostomi,
Perforasi Tifoid 12
Hemikolektomi kanan.
Penutupan primer
Pasien stabil
Perforasi tunggal
Kontaminasi feses cavum abdomen yang minimal
Reseksi, end to end anastomose
Pasien stabil
Perforasi multiple
Kontaminasi feses cavum abdomen yang minimal
Reseksi dan ileostomi.
multipel perforasi
kontaminasi feses massif pada kavum peritoneum
pasien yang kritis
Hemikolektomi Kanan
Perforasi pada ileum terminal sejauh ≤ 5 cm dari ileocaecal junction dan
perforasi multiple
perforasi di caecum
2.Medikamentosa
Perforasi Tifoid 13
Untuk mengurangi infeksi setelah operasi dan pada pasien infeksi intra
peritoneal dan septikemia.
a.Metronidazole, biasanya di kombinasi dengan aminoglikosida,
bisa untuk gram negatif dan anaerobik.
b.Gentamisin, untuk gram negatif.
c.Cefotetan dan cefoxitin generasi kedua cephalosporin.
d.Cefoferazone sodium, generasi ketiga cephalosporin.
2.15 KOMPLIKASI13
1.Abses abdominal yang terlokalisasi.
2.Peritonitis.
3.kegagalan organ multiple dan syok septik.
a.Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam
aliran darah menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor,
demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan
endotoksemia), leukositosis atau leukopenia, takikardia, dan kolaps
sirkulasi.
b.Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa
dibawah ini:
1. Peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Kerusakan endothelium kapiler.
3. Hilangnya volume darah sirkulasi.
Perforasi Tifoid 14
4. Depresi miokardial dan syok.
c.Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya
daripada gram positif, karena gram negatif bisa menimbulkan
endotoksemia.
4.Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH.
5.Perdarahan mukosa gastroinstestinal
biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple dan berhubungan
dengan defek pada mukosa lambung.
6.Obstruksi instestinal mekanik
Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan setelah operasi.
2.16 PROGNOSIS12
Resiko kematian meningkat pada :
1.Usia tua
2.Penyakit yang menyertai
3.Malnutrisi
4.Adanya komplikasi lanjut.
Perforasi Tifoid 15
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang.
Komplikasi yang paling sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan dan perforasi usus. Demam tifoid merupakan penyebab utama dari perforasi usus non-traumatik di negara-negara berkembang.
Perforasi Saluran Cerna, yang umumnya juga dikenal sebagai perforasi usus, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya suatu lubang pada dinding lambung, usus halus atau usus besar, yang menyebabkan kebocoran isi usus kedalam rongga perut.
Penyebab perforasi saluran cerna yang lebih umum antara lain appendisitis, divertikulitis, penyakit ulkus, batu empedu atau infeksi kandung empedu. Penyebab yang tidak terlalu umum adalah inflammatory bowel disease, penyakit Crohn (peradangan pada saluran pencernaan) dan kolitis ulseratif (ulkus pada usus besar).
Perforasi Tifoid 16
Daftar Pustaka
1. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever.
Lancet 2005; 366: 749-62.
2. Bhutta ZA. Typhoid fever: current concepts. Infect Dis Clin Pract
2006; 14: 266-72.
3. Parry CM. Epidemiological and clinical aspects of human typhoid
fever [Internet]. 2005 [cited 2011 Mar 3]. Available from:
www.cambridge.org
4. Pohan HT. Management of resistant Salmonella infection. Paper
presented at: 12th Jakarta Antimicrobial Update; 2011 April 16-17;
Jakarta, Indonesia.
5. Vollaard AM, Ali S, Van Asten HAGH, Widjaja S, Visser LG, Surjadi
C, et. al. Risk factors for typhoid and paratyphoid fever in Jakarta,
Indonesia. JAMA 2004; 291: 2607-15.
6. Ochiai RL, Acosta JC, Danovaro-Holliday MC, Baiqing D,
Bhattacharya SK, Agtini M, et al. A study of typhoid fever in fi ve
Asian countries: disease burden and implications for controls. Bull
World Health Organ. 2008;86:260-8.
7. Typhoid fever. Surgery in Africa-Monthly Review [Internet]. 2006 Feb
11 [cited 2011 Mar 3 ]. Available from:
http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/typhoid_fever.htm
8. Zulkarnain I. Diagnosis demam tifoid. In: Zulkarnain I, Editors. Buku
panduan dan diskusi demam tifoid. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000: p.6-12.
9. Mehta KK. Changing trends in typhoid fever. Medicine Update
10. Adeniran JO, Taiwo JO, Abdur-Rahman LO. Salmonella intestinal
perforation: (27 perforations in one patient, 14 perforations in
another) Are the goal posts changing?. J Indian Assoc Pediatr Surg
2005;10:248-251
Perforasi Tifoid 17
11. Br J Surg. 1981 May;68(5):341-2. Eggleston FC, Santoshi B.
12. Shah AA; Wani KA; Wazir BS Department of Surgery, Sher-i-
Kashmir Institute of Medical Sciences, Srinagar (J&K), India.
13. The ideal treatment of the typhoid enteric perforation - resection
anastomosis Int Surg - 1999 Jan-Mar; 84(1): 35-8
Perforasi Tifoid 18