demam tifoid
DESCRIPTION
Pengaruh Tingkat Kebersihan Terhadap Penyakit Demam TifoidTRANSCRIPT
A. Latar Belakang
Dinas Kebersihan sebagai sebuah unit organisasi yang memiliki fungsi
melaksanakan kegiatan pelayanan kebersihan kepada masyarakat. Dalam
Peraturan Walikota Mataram Nomor : 19/PERT/2008 tentang Rincian Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan Kota Mataram, dinyatakan bahwa Dinas
Kebersihan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kebersihan
Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebersihan
Dengan bentuk-bentuk kegiatan berupa:
Penyusunan program kerja di bidang kebersihan.
Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di bidang
kebersihan.
Bimbingan penyuluhan kepada masyarakat untuk peran serta dalam
memelihara dan menjaga kebersihan lingkungan.
Pelayanan kebersihan dan jasa penyedotan air limbah kepada
masyarakat, instansi pemerintah dan swasta.
Pemungutan Retribusi terhadap jasa pelayanan kebersihan baik
langsung maupun tidak langsung dan penyedotan kakus.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kebersihan.
Pengelolaan dukungan teknis dan administrasi.
Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan dinas.
Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa tugas pokok dan fungsi Dinas
Kebersihan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat di bidang kebersihan
yaitu : “Pelayanan terhadap pengelolaan sampah dan pelayanan terhadap
pengelolaan air limbah/tinja”.
Sarana dan prasarana:
Pick Up Kijang : 1 Buah
Dump Truck : 27 Buah
Pick Up Panther : 7 Buah
Arm Roll : 17 Buah
Whell Loader : 1 Buah
Bull Dozzer : 2 Buah
Truck Tinja : 4 Buah
Kontainer : 70 Buah
Kereta Dorong : 69 Unit
Transfer Depo : 9 Buah
TPS : 104 Buah
TPA (Dengan luas 8,6 Hektar) : 1 Buah
Untuk kondisi kebersihan lingkungan di kota mataram, berbicara
mengenai lingkungan, pastinya tidak luput dari masalah persampahan. Mengkaji
dan mengelola masalah persampahan merupakan suatu keharusan diberbagai
negara baik negara maju maupun negara berkembang. Demikian halnya di Kota
Mataram, masalah sampah menjadi salah satu prioritas pembangunan Kota
Mataram, dengan masuknya program pembangunan sarana perkotaan, dimana
salah satu masalahnya adalah penanganan masalah persampahan. Pengelolaan
sampah di Kota Mataram ditangani oleh Dinas Kebersihan Kota Mataram. (1)
Menurut data Dinas Kebersihan, pelayanan kebersihan kepada masyarakat
telah menjangkau 82,6% wilayah Kota Mataram atau telah menjangkau 19
kelurahan dari 23 kelurahan yang ada sebelum pemekaran wilayah menjadi 50
kelurhanan saat ini. Sedangkan tingkat pelayanan pengangkutan sampah ke TPA
sudah mencapai 60% dari jumlah timbulan sampah yang ada di Kota Mataram.
Namun hingga saat ini peranserta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan
masih belum optimal, ini dibuktikan dengan masih rendahnya kesadaran dan
kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungannya, misalnya :
membuang sampah tidak pada tempatnya, tetapi membuang sampah justru di
sungai atau di jalan raya, sampah yang dibuang tidak menggunakan kantong
bahkan tidak dipisahkan.
Berdasarkan data yang ada dinyatakan bahwa timbulan sampah di Kota
Mataram pada tahun 2009 setiap harinya mencapai 1.080 m3/hari yang berasal
dari permukiman, pasar komersil, perkantoran, fasilitas umum, sampah jalan,
kawasan industri, saluran drainase dan lain-lain. Dengan volume tersebut yang
dan prasarana yang ada sekitar 75,98%. Sedangkan sisanya ditanggulangi dengan
kebijakan kerja tambahan dan pemusnahan yang dilakukan secara langsung oleh
masyarakat.
Luas daerah pelayanan dalam tiga tahun terakhir tidak ada perubahan
yakni luas jangkauan pelayanan sampah di Kota Mataram berkisar 82,70% atau
dengan luas ± 5.070 Ha dari luas Kota Mataram yang 6.130 Ha. Sedangkan
jumlah penduduk yang terlayani sekitar 276.645 jiwa atau sekitar ± 76,30% dari
total jumlah penduduk Kota Mataram pada Tahun 2009, meningkat dibandingkan
dengan tahun 2008, jumlah penduduk yang terlayanai sebesar 264.888 jiwa atau
74.90%.Volume timbulan sampah harian berdasarkan petikan data tahun 2010
adalah sebesar 1087 m3, dengan perkiraan sumber sampah dari rumah tangga
sebesar 550m3, sampah sejenis sampah rumah tangga 530 m3, sampah spesifik
sebesar 3m3 serta sampah dari sumber lainnya sebesar 4 m3. Sedangkan proporsi
komposisi sampah berdasarkan jenis sampah, yakni sampah organik hanya
31.30% dan sampah non-organik sebesar 68.70%, proporsi tersebut tergambar
dalam diagram dibawah ini. (1)
Diagram. Proporsi komposisi Timbulan sampah
Dengan begitu menumpuknya timbulan sampah di kota mataram,
pemerintah melalui dinas kenersihan kota mataram menerapkan pola pengelolaan
sampah yang berkembang saat ini di Kota Mataram adalah sebagai berikut: (1)
Sistem individual langsung yaitu pengumpulan sampah yang
dilakukan secara door to door dengan mendatangi sumber sampah,
dimana sampah tersebut akan diangkut dengan menggunakan truk
biasa atau dump truk.
Sistem individual tak langsung yaitu pengumpulan sampah yang
dilakukan secara door to door yang dilakukan oleh petugas
kebersihan dengan menggunakan gerobak serta truk kecil dan
sampah yang ada ditampung di tempat penyimpanan sementara
yang berupa container kapasitas 6 - 8 m3, dan kemudian sampah
yang terkumpul tersebut dipindahkan ke tempat penampungan
sementara .
Sistem Komunal yaitu pengumpulan sampah yang dilakukan oleh
masing-masing penghasil sampah dan dibuang ke tempat-tempat
yang telah disediakan oleh dinas kebersihan. Sebagai tempat
penampungannya berupa kontainer, kemudian di buang ke TPA.
Selain itu dilakukan penanganan secara langsung oleh para
penghasil sampah, yaitu dengan dibakar atau ditimbun pada lahan–
lahan kosong.
Gambaran produksi sampah, Permasalahan lingkungan yang umum terjadi
di perkotaan adalah pengelolaan sampah perkotaan yang kurang baik. Sampah
yang merupakan bagian sisa aktifitas manusia perlu dikelola dengan baik agar
tidak menimbulkan berbagai permasalahan terhadap kehidupan manusia maupun
gangguan pada lingkungan seperti pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit,
menurunnya estetika dan sebagai pembawa penyakit. Pengelolaan sampah di
kota-kota di Indonesia sampai saat ini belum mencapai hasil yang optimal.
Berbagai kendala masih dihadapi dalam melaksanakan pengelolaan sampah
tersebut baik kendala ekonomi, sosial budaya maupun penerapan teknologi.
Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain
perilaku dan pola hidup masyarakat masih cenderung mengarah pada peningkatan
laju timbulan sampah yang sangat membebani pengelola kebersihan, keterbatasan
sumber daya, anggaran, kendaraan personil sehingga pengelola kebersihan belum
mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan
Sumber permasalahan sampah selalu hadir, baik di tempat pembuangan
sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), maupun saat
pendistribusiannya. Berikut beberapa faktor penyebab penumpukan sampah yaitu:
Volume sampah sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya
tampung TPA sehingga melebihi kapasitasnya
Jarak TPA dan pusat sampah relatif jauh hingga waktu untuk
mengangkut sampah kurang efektif.
Fasilitas pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu
mengangkut seluruh sampah. Sisa sampah di TPS berpotensi
menjadi tumpukan sampah.
Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah.
Masyarakat sering membuang sampah di sembarang tempat
sebagai jalan pintas.
Kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai
pengelolaan dan pengolahan sampah serta produknya.
Minimnya edukasi dan manajemen diri yang baik mengenai
pengolahan sampah secara tepat.
Lingkungan yang sehat sudah barang tentu menjadi sebuah lingkungan
idaman dimana setiap orang ingin hidup di dalamnya. Namun begitu, sampah bisa
merusak lingkungan idaman tersebut dan menjadikannya sebuah lingkungan yang
bukan hanya tidak sehat namun juga tidak nyaman untuk ditinggali.
Sebagai contoh, sampah yang dibuang sembarangan ke sungai seperti
bungkus makanan, bungkus deterjen, dan berbagai jenis sampah lain, bisa
mengotori sungai tersebut serta menjadikan air di sungai tersebut tidak sehat.
Tidak sehatnya air sungai tentu bukanlah berita yang bagus mengingat banyak
masyarakat yang memanfaatkan air sungai untuk mencuci, mandi, dan bahkan
tidak jarang ada sebagian dari masyarakat kita yang merebus air dan memasak
menggunakan air yang diambil dari sungai.
Selain mencemari sungai, sampah juga bisa mencemari tanah dan tentu
saja, tercemarnya tanah juga merupakan suatu kabar buruk bagi masyarakat. Jika
tanah sudah tercemar, maka tanah tersebut akan menjadi tidak sehat dan tentu
saja, tidak sehatnya tanah bisa berakibat pada banyak hal. Sebagai contoh, jika
tanah tercemar, maka air tanah pun akan turut tercemar dan menjadi tidak sehat.
Tak hanya menjadikan air tanah tidak sehat, tanah yang tercemar juga bisa
menjadikan tanaman yang tumbuh diatasnya menjadi tidak sehat pula. Hal
tersebut tentu merupakan kabar buruk mengingat air tanah dan tanaman seperti
buah dan sayuran merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah sebagai
berikut:
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus
yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic
fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing
pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan
binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira
40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah
terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah
yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan
akumulator.
B. Epidemiologi dan Patogenesis Demam Tifoid
Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Paling banyak
ditemukan di negara Chile, Peru, India, Pakistan, Indonesia, Nigeria, dan Afrika
Utara dan negara-negara lain yang memiliki sanitasi yang buruk dan persediaan
air minum yang tidak terlindungi.
Stastistik yang terbaru mengemukakan bahwa terjadi setidaknya 16 juta
kasus baru demam tifoid setiap tahunnya di seluruh dunia dengan 600.000
kematian. Angka kejadian, penyebaran dan penderita demam typhoid berbeda
pada negara berkembang dengan negara maju. Pada negara maju angka kejadian
jauh lebih sedikit, di Amerika Serikat dilaporkan 400 kasus/tahun dalam
perbandingan 0.2 / 100.000 populasi. Di daerah selatan Eropa antara 4.3–
14.5/100.000 populasi. Sedangkan pada Negara berkembang dapat mencapai 500
kasus dalam 100.000 populasi dan angka kematian yang tinggi.
Demam tifoid dan paratifoid jarang ditemukan secara epidemik, lebih
bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari 1
kasus pada orang-orang serumah. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air
yang tercemar Salmonella typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier
merupakan sumber penularan tersering di daerah non-endemik.
Gambar Distribusi menurut Umur dari Tifoid dan Paratifoid
Penyebab demam tifoid
Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella enterica serotipe typhi
yangmerupakan basil gram negatif. Penularan bakteri ini terjadi secara fecal oral
melalui makananyang terkontaminasi dan mengalami masa inkubasi dalam tubuh
penderita selama 7-14 hari. Selama masa inkubasi tersebutmungkin akan
ditemukan gejala prodormal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyerikepala,
pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis seperti
demam,gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran. (2,3)
Salmonella typhi (S. typhi) mempunyai beberapa macam antigen yaitu
antigen O(somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida yang biasa disebut
endotoksin yang terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen
ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid),
antigen H (yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini
mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi
tidak tahan terhadap panas dan alkohol), antigen Vi (yang terletak pada kapsul
(envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis).
Endotoksin yang berasal dari antigen O yang berada dalam sirkulasi diduga
menyebabkan demam dan gejala toksik pada demam tifoid yang lama. Kehadiran
endotoksin dapat merangsang produksi sitokin. Produksi sitokin inilah yang dapat
menyebabkan gejala-gejala sistemik. Gejala tersebut antara lain demam,
muntah,sakit kepala, anoreksia, diare, konstipasi. (2,3)
Demam merupakan gejala sistemik yang palingsering muncul pada kasus
demam tifoid. Endotoksin menginduksi perubahan dalamsel sumsum tulang.
Lipopolisakarida juga menyebabkan penurunan yang cukup signifikan pada
eritrosit, leukosit, trombosit, hemoglobin dan persen hematokrit. Dengan
kondisitersebut maka layanan rawat inap di rumah sakit sangat dianjurkan pada
penyakit demam tifoid.
Cara Penularan
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi: pasien dengan demam tifoid
dan yang lebih sering karier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011
kuman per gram tinja. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan
masih terus mengekskresikan S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari
satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi terjadinya karier.
Manusia merupakan reservoir alami dari Salmonella typhi. Penularan dapat
langsung atau tidak langsung . Penularan paling sering melalui makan dan air
yang terkontaminasi kuman Salmonella. Higienis dan sanitasi yang buruk
meningkatkan penyebaran kuman Salmonella dan ini banyak terjadi di negara
berkembang. Banyak kontaminasi makanan dan minuman didapat dari lalat yang
hinggap dan membawa kuman tifoid. Transmisi kongenital dari demam tifoid
dapat terjadi melalui infeksi transplasenta oleh ibu yang bakteremia kepada janin.
Masuknya Bakteri ke dalam Tubuh
Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh lewat mulut melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dibutuhkan jumlah bakteri 105-109
untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagian bakteri akan mati oleh asam
lambung. Bakteri yang tetap hidup akan melewati lambung melewati usus halus
(ileum dan jejunum), bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang
baik maka kuman akan menembus dinding usus dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawah ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, myalgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque Peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
C. Analisa pengaruh lingkungan terhadap jenis penyakit
Vektor pembawa bibit penyakit (Vektor demam tifoid)
Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman dapat
berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier yang bias masuk ke
dalam tubuh manusia melalui air dan makanan.Kontaminasi dapat terjadi pada
sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran
manusia.(2,3)
Vektor mekanis dari demam tifoid ialah Lalat yang merupakan perantara
penularan yang dapa tmemindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di
dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak dan memperbanyak diri.
Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang biak.
Apabila respon immunitas (Imunoglobulin A) usus kurangbaik maka bakteri akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di
lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama
makrofag.
Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, kemudian
dibawa ke Plaques peyeri di illeum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening
mesenterika. Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag
masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit
danberkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi
kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua
yangmenimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi. Di dalam hati bakteri masuk
ke dalam kandung empedu, berkembangbiak dan diekskresikan ke dalam lumen
usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan
sebagian lagi menembus usus. (2,3)
Keadaan lingkungan, Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan
pada penularan demam tifoid adalah: (5)
o Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh
anak.
o Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan
pada penularan tifoid. Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya:
makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-
sayuran dan buahbuahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia,
makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak masak, dan sebagainya.
o Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran,
dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
o Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.
o Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.
o Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna.
o Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid
Dari sisi lingkungan hidup :
o Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
o Pembuangan kotoran manusia yang higienis
o Pemberantasan lalat
o Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual
makanan
Faktor Sanitasi Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid
o Sarana Air Bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh
manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-
60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk
bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara
lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara
30-60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat
penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan
minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air
tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, perhatian
air dikaitkan sebagai faktor perpindahan atau penularan penyebab
penyakit. Air membawa penyebab penyakit dari kotoran (feces) penderita,
kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan, susu dan
minuman. Air juga berperan untuk membawa penyebab penyakit infeksi
yang biasanya ditularkan melalui air yaitu typus abdominalis. Manusia
menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus,
produksi pangan, papan, dan sandang. Mengingat bahwa berbagai
penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat manusia
memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air bersih bagi
masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan air
Setiap rumah tangga harus memiliki persediaan air bersih dalam
jumlah cukup, meskipun kebutuhan air bersih setiap rumah tangga
berbeda-beda. Di daerah yang padat penduduknya, kebutuhan sumber air
bersih tentu saja semakin banyak. Kebutuhan air bersih yang berasal dari
jenis sarana yang dianggap memenuhi persyaratan antara lain melalui
sistem perpipaan, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan
terlindung. Namun demikian untuk menjamin tersedianya air bersih yang
berkualitas secara berkala Departemen Kesehatan melakukan pemantauan
terhadap kualitas sampel air minum dari PDAM maupun air bersih dari
jenis sarana lainnya yang dilaksanakan secara berkala
o Sarana Pembuangan Tinja
Sarana pembuangan tinja yaitu tempat yang biasa digunakan untuk
buang air besar, berupa jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang
mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat
jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
Jamban sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Tidak mencemari sumber air bersih (jarak antara sumber air
bersih dengan lubang penampungan minimal 10 meter).
Tidak berbau.
Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
Tidak mencemari tanah disekitarnya.
Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
Penerangan dan ventilasi yang cukup.
Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
Tersedia air, sabun dan alat pembersih.
Dalam perencanaan pembuatan jamban, perhatian harus diberikan
pada upaya pencegahan keberadaan vektor perantara penyakit demam
tifoid yaitu pencegahan perkembangbiakan lalat. Peranan lalat dalam
penularan penyakit melalui tinja (fekal-borne diseases) sangat besar. Lalat
rumah selain senang menempatkan telurnya pada kotoran kuda atau
kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia
yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian.
Jamban yang paling baik adalah jamban yang tinjanya segera
digelontorkan ke dalam lubang atau tangki dibawah tanah. Disamping itu,
semua bagian yang terbuka ke arah tinja, termasuk tempat duduk atau
tempat jongkok, harus dijaga selalu bersih dan tertutup bila tidak
digunakan.
Pengelolaan kotoran manusia yang tidak memenuhi syarat dapat
menjadi sumber penularan penyakit yang mengancam kesehatan
masyarakat banyak. Oleh karena itu kotoran manusia perlu ditangani
dengan seksama.(5)
Intervensi terhadap lingkungan untuk menurunkan insidensi beberapa jenis
penyakit(4)
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi.Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui
mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Penularan salmonella thypi dapat
ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan
melalui feses. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
o PENCEGAHAN
Dilihat dari aspek kilinik pengobatan terhadap penyakit salmonellosis
mungkin dapat disembuhkan, tetapi apabila dilihat dariaspek bakteriologik,
menghilangkan bakteriyang ada dalam alat pencernaan merupakan sesuatu
yang sulit, karena bakteri sudah berada dalam sirkulasi sistem empedu dan
secara intermiten bakteri dapat berpindah kedalam lumen alat pencernaan
bersama empedu tersebut.
Kondisi inilah yang menyebabkan bekas penderita salmonellosis masih
berbahaya,karena dalam fecesnya masih terdapat bakteri yang mungkin sekali
mencemari lingkungandan dapat menginfeksi hewan dan manusia,oleh karena
itu masih harus tetap diwaspadai bekas penderita salmonellosis sebagai
sumber penularan.
Tindakan sanitasi dan higienik merupakan tindakan yang tepat untuk
dilakukan dan tindakan ini adalah tindakan yang paling murah untuk
dilakukan. Pencegahan lain yang bisa dilakukan yaitu dengan
mengidentifikasi dengan benar, bahwahewan yang baru masuk dari
peternakan lainbebas salmonellosis. Vaksin salmonellosistelah dibuat dan
dipasarkan baik yang aktif (dibuat dari salmonella avirulen) maupun yang
pasif.
Tanggung jawab dalam mengimplementasikan ukuran jaminan keamanan
dalam rantai produksi makanan harus menjadi tanggung jawab industri,
organisasi dan pemerintah. Pada industri pakan ternak selain bertanggung
jawab terhadap kualitas pakan yang dihasilkan jugaharus mampu menjamin
bahwa pakan yang dihasilkannya bebas dari salmonella. Pada kegiatan
budidaya, program monitoring yang intensif perlu diterapkan baik untuk
rumah ternak maupun peternak. Di rumah potong, pemeriksaan kesehatan
secara visual dilakukan oleh petugas kesehatan hewan, dan contoh dagingnya
harus diuji jika dicurigai terkena salmonellosis.
o PENGOBATAN
Tindakan yang cepat diperlukan pada salmonellosis dalam stadium
septikemia. Septikemia sebaiknya adiatasi dengan antibiotik spektrum
luas. Chloramphenicol adalah antibiotik pilihan yang tepat untuk
mengobati septicemia, tetapi telah menghasilkan strain-strain yang
resisten. Oleh karena itu uji kepekaan antibiotik perlu dilakukan.
Ampicillin dan trimethoprimsulfamethoxazole kini digunakan. Untuk
gastroenteritis, yang paling penting dilakukan ialah penggantian cairan
dan elektrolit yang hilang.
o ASPEK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bakteri salmonella ada di dalam alat pencernaan penderita dan
dapat dikeluarkan ketika penderita menderita diare. Karena itu hewan
penderita harus diisolasi, tidak boleh digembalakan, karena akan
berarti membiarkan bakteri salmonella tersebar di padang
penggembalaan umum dan menulari hewan lainnya.
Pemerintah seharusnya selalu memberikan sertifikat bebas
salmonellosis kepada perusahaan-perusahaan penghasil bibit ternak
manapun, terutama ternak unggas. Pemerintah juga berwenang
memeriksa pabrik-pabrik makanan ternak, yang juga harus bebas dari
salmonella.
Pedoman berikut perlu diperhatikan dalam rangka pencegahan salmonellosis:
Hewan yang dicurigai sebagai pembawa(carrier) perlu segera didiagnosis
secarapasti (definitif). Kalau positif perlu diksingkirkan, diasingkan (diisolasi)
atau segera diobati sampai tuntas. Untuk memeriksakan kesembuhan dengan
benar, hewan harus diperiksa ulang beberapa kali sebelum benar-benardapat
dibebaskan.
Pemberian antibiotik dalam makanan dan atau minuman dapat dipertimbangkan
dengan mengingat akan efek buruknya salmonella.
Lalu lintas hewan di daerah terjangkit salmonellosis harus diawasi dengan ketat.
Sumber makan dan minum harus benar-benar bebas dari kontaminasi
keluaran(ekskresi) hewan tersangka.
Kandang dan peralatan harus dicuci bersih dan didientifikasi.
Barang dan peralatan yang tercemar oleh keluaran penderita jangan dipakai.
Karyawan yang langsung memelihara ternak harus diberi informasi dengan baik
agar melakukan tindakan kebersihan diri dan melindungi diri dengan pakaian
(sarung tangan, sepatu boot, masker dan lain-lain) ketika didalam kandang atau
merawat penderita.
Apabila ada vaksin dapat dipertimbangkan.
D. Referensi
1. Kelompok kerja AMPL Kota Mataram. BUKU PUTIH SANITASI :Profil Sanitasi
Kota Mataram. 2010 Available at:
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencaaan/sanitasi/pokja/bp/kota.mataram/BAB
%203%20Profil%20Sanitasi%20Kota%20Mataram.pdf
2. Syamsul Arifin Edi Hartoyo & Dwi Srihandayani. Hubungan Tingkat Demam
Dengan Hasil Pemeriksaan Hematologi Pada Penderita Demam Tifoid. Universitas
Lambung Mangkurat. 2010
3. Suprapto, S. Faktor Risiko Pejamu Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid
(Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang). Diss. Program Pasca sarjana Undip,
2012.
4. Masniari P, Iyep Komala, dan Susan M.N. Bahaya Salmonella Terhadap Kesehatan.
2014. available at: http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/eng/pdf/all-pdf/peternakan/
fullteks/lokakarya/lkzo05-34.pdf pada 21 Juni 2015.
5. Rakhman, Arief, Rizka Humardewayanti, Dibyo Pramono. Faktor – Faktor Risiko
yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam Tifoid pada Orang Dewasa.
Berita Kedokteran Masyarakat. 25 : 4. 2009.