della epilepsi
TRANSCRIPT
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 1/23
MAKALAH FARMASI
EPILEPSI
OLEH :
Della Kusumaning Putri
G99122030
KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 2/23
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di
masyarakat, karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial
dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan
sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk
menjauhi penderita epilepsi. Bagi orang awam, epilepsi dianggap sebagai penyakit
menular (melalui buih yang keluar dari mulut), penyakit keturunan, menakutkan
dan memalukan (Djoenaidi, 2000).
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang
umur dan ras. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum
diperoleh gambaran bahwa insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak
insiden terdapat pada golongan anak dan lanjut usia (Baker, 1999).
Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara,
tetapi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya
mendapatkan insidens 20 - 70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2
per 100.000 pada populasi umum. Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3
- 0,4 % di antaranya menderita epilepsi. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Epilepsi merupakan masalah pediatrik
yang besar dan lebih sering terjadi pada usia dini dibandingkan usia selanjutnya
(Djoenaidi, 2000).
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 3/23
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi
Epilepsi yakni cetusan muatan neuron SSP abnormal, berlebihan,
sinkron, intermiten, paroksismal, unprovoked (Harsono, 2001).
B. Gejala klinis
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak
tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderitamengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung
kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang
mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan
bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis
anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat
menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.
Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami déjà vu
(merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu).
Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu
(misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan
dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.
Kejang parsial ( psikomotor ) kompleks dimulai dengan hilangnya
kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit.Penderita
menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh
dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu
memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan
berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik , grand mal ) biasanya dimulai
dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik
ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah
mengalami kelainan fungsi.
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 4/23
3
Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal
di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan
fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh
terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan
kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di
seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan
hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa
mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah.
Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum
usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal.
Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya
berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon
terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana
kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak
mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya
menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan
otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
(Mardjono, 2003)
C. Pengobatan
Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun
natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu.
Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak
memerlukan pengobatan. Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau
dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah
terjadinya kejang lanjutan. Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang
kambuhan, sisanya biasanya hanya mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan
biasanya diberikan kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan.
Status epileptikus merupakan keadaan darurat, karena itu obat anti-
kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena. Obat anti-kejang sangat
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 5/23
4
efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek samping. Salah satu diantaranya
adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak menyebabkan
hiperaktivitas . Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau
fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum berdasarkan
resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-kejang
harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah jumlah obat anti-
kejang di dalam darah (Harsono, 2001).
Drug of choice berdasarkan tipe kejang :
Jeni s Bangki tan Pil ih an Per tama Pil ih an Kedua
Parsial
Sederhana
Kompleks
Umum Sekunder
Fenitoin
Karbamazepin
Fenobarbital
Klobazam,Gabapentin,
Lamotrigin,Primidon,
Tiagabin,Topiramat,
Vigabatrin,Valproat
Serangan Umum
Tonik-klonik
Fenitoin
Fenobarbital
Valproat
Karbamazepin
Vigabatrin,Klobazam,
Gabapentin,Lamotrigin,
Primidon,Tiagabin,
Topiramat
Absans/Lena Valproat
Etosuksimid
Asetazolamid,
Klobazam,Felbamat,
Lamotrigin,Topiramat
Tonik,
atonik,klonik
Valproat Klobazam,Felbamat,
Lamotrigin,Topiramat.
Mioklonik Valproat Asetazolamid,
klobazam,klonazepam,
felbamat,lamotrigin,
topiramat.
Juvenile
Myoclonic
Valproat Topiramat,lamotrigin
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 6/23
5
Sindrom
Lennox-Gestaut
Topiramat
FelbamatLamotrigin
Valproat,fenobarbital,
BZDs,ZNS
Sindrom West Hormonal
Valproat
Vigabatrin
Topiramat,lamotrigin,
ZNS,BZDs,piridoksin
a. Parsial
Sederhana karbamazepin 20 mg/kgbb/hari, fenobarbital (luminal) 5
mg/kgbb/hari
Kompleks karbamazepin 20 mg/kgbb/hari, fenobarbital 5
mg/kgbb/hari
Umum sekunder sama dengan atas
b. Umum
Tonik klonik (grandmal) : asam valproat, karbamazepin 20
mg/kgbb/hari, fenitoin
Mioklonik : asam valproat 60 mg/kgbb/hari
Lena/petit mal : asam valproat 60 mg/kgbb/hari
Pengobatan dihentikan setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, dilakukan
secara perlahan selama beberapa bulan.
1. Pengobatan Psikososial
Penjelasan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan
bebas kejang. Penderita epilepsi juga dapat bermasyarakat secara normal.
Pasien juga harus taat dan patuh terhadap pengobatan
(Sudomo, 2004).
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 7/23
6
D. Mekanisme Kerja Obat
Diazepam
1. Bentuk sediaan obat : ampul
2. Nama paten : valium 100 mg/cap; valdimex 5 mg/ml
3. Dosis :
Untuk mengatasi status epileptikus pada orang dewasa, disuntikkan 0,2
mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit secara lambat. Dosis ini dapat
diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa
jam. Dosis maksimal 20-30 mg.sedangkan pada anak-anak dapat diberikan
diazepam IV dengan dosis 0,15-0,3 mg/kgBB selama 2 menit dan dosis
maksimal 5-10 mg.
4. Mekanisme kerja : peningkatan inhibisi GABA. Diazepam berikatan
dengan reseptor GABA menyebabkan pembukaan kanal klorida. Klorida
masuk ke dalam sel dalam jumlah yang banyak mengakibatkan
peningkatan potensiasi elektrik sepanjang membran. Hal ini berarti sel
sukar teraktivasi.
5. Indikasi : status epileptikus
6. Kontraindikasi : asma
7. Efek samping :
Efek samping berat dan berbahaya dan menyertai penggunaan diazepam
IV adalah obstrusi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot. Di
samping itu dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi,
henti jantung, kantuk (Kustiowati, 2003).
Natrium fenitoin
1. Bentuk sediaan obat : capsul (100 mg) dan ampul (50 mg/ml)
2. Nama paten : dilantin cap
3. Dosis : dewasa 300 mg/hari; anak-anak 5 mg/kgBB/hari
4. Mekanisme kerja :
Berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP dengan cara
inhibisi kanal Na+
pada membran sel akson. Fenitoin juga mempengaruhi
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 8/23
7
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya
menggiatkan pompa Na +, K +, Ca 2+ neuron dan mengubah neurotransmitor
NEPI, asetilkolin, GABA.
5. Metabolisme: absorbsi fenitoin diberikan secara peroral berlangsung
lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis diekskresi bersama ginjal
dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam.
6. Indikasi :
a. Bangkitan tonik-klonik atau epilepsi grand mal
b. Epilepsi psikomotor
c. Bangkitan parsial sederhana atau epilepsi fokal
d. Status epileptikus
7. Efek samping :
a. Pada susunan saraf pusat : diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus,
tremor
b. Pada saluran cerna dan gusi : nyeri ulu hati, anoreksia, mual
muntah, edema gusi
c. Pada kulit : ruam morbiliform
d. Lain-lain : hepatotoksisitas (ikterus, hepatitis), anemia
megaloblastik.
Karbamazepin
1. Bentuk sediaan obat : tablet 200 mg
2. Nama paten :
3. Dosis :
a. Usia < 6 tahun : 100 mg/ hari
b. Usia 6-12 tahun : 2 x 100 mg/ hari
c. Dewasa : 2 x 200 mg/hari
d. Dosis pemeliharaan : dewasa 800-1200mg/kgBB; anak 20-30
mg/kgBB
4. Mekanisme kerja : obat ini bekerja dengan mekanisme yang kurang dapat
dimengerti
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 9/23
8
5. Metabolisme :
6. Indikasi : bangkitan parsial kompleks, bangkitan tonik klonik
7. Kontraindikasi :
8. Efek samping : rasa ngantuk, mual, anemia, neutropenia, pusing, vertigo.
Algoritma penatalaksanaan
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 10/23
9
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RM
Usia : 28 tahun
Alamat : Colomadu Karanganyar
Agama : Islam
Status : Belum menikahPekerjaan : Penjaga warung
No. RM : 01546XXX
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan kondisi tidak sadarkan diri setelah mengalami
mengalami bangkitan kejang 20 menit yang lalu. Menurut keluarga kejang
berlangsung kurang dari 5 menit, bentuk kejang kelojotan pada kedua lengan
dan tungkai dengan mata mendelik ke atas dan mulut berbusa, setelah kejang
pasien langsung tidak sadarkan diri dan keluarga segera membawa pasien ke
RS. Menurut keluarga pasien mengalami kejang setelah menonton TV cukup
lama. Pasien memang ada riwayat epilepsi sejak kelas 1 SMP, namun
sudah cukup lama tidak ada bangkitan. Saat ini pasien lebih sering tidur dan
enggan berbicara dengan orang di sekitarnya. Pasien masih bekerja sebagai
penjaga warung di rumahnya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Riwayat serupa : pasien punya riwayat epilepsi sejak kelas 1 SMP
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat DM : disangkal
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 11/23
10
Riwayat hipertensi : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat serupa : tidak ada yang mengalami keluhan serupa
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien sebelumnya mendapatkan pengobatan kejang selama dua tahun dengan
dua jenis obat.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Merokok (-), minum alkohol (-), obat-obatan terlarang (-), pasien masih
bekerja sebagai penjaga warung di rumahnya, namun satu bulan terakhir lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah dengan menonton TV.
C. ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (-), kejang (-)
b. Sistem Indera
- Mata : berkunang - kunang (-), pandangan dobel (-),
penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
- Telinga : pendengaran berkurang (-), telinga berdenging (-
), keluar cairan (-), darah (-), nyeri (-)
c. Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-),
gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi
(-) tidur mendengkur (-)
f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-)
g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), susah
BAB (-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 12/23
11
(-), nafsu makan berkurang (-), ampek (-), tinja
lunak, warna kuning.
h. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-)
i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-),
j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-),
sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-/-), sakit sendi lutut kiri (-),
kelemahan (-/-)
l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak
stabil (-)
m. Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-).
D. PEMERIKSAAN FISIK
Status GeneralisKeadaan umum : sakit sedang, gizi kesan cukup
Vital sign
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 37,7º C
VAS : 4
Status Neurologis
a. Kesadaran : apatis, GCS E 2V3M5
b. Fungsi luhur : dalam batas normal
c. Fungsi vegetatif : IV line
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 13/23
12
d. Fungsi sensorik : sulit dievaluasi
e. Fungsi motorik dan reflek :
Kekuatan Tonus R.fisiologis R.patologissde sde N N +2 +2 - -
sde sde N N +2 +2 - -
f. Nervus Cranialis
1. N. I : dalam batas normal
2. N. II : dalam batas normal3. N. III, IV, VI : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),
4. N. V : refleks kornea (+/+)
5. N.VII : dalam batas normal
6. N. VIII : dalam batas normal
7. N. IX : gag refleks (+)
8. N. X : gag refleks (+)
9. N.XI : dalam batas normal10. N. XII : dalam batas normal
i. Meningeal Sign
- Kaku kuduk : (-)
- Tanda Brudzinski I : (-)
- Tanda Brudzinski II : (-)
- Tanda Brudzinski III : (-)- Tanda Brudzinski IV : (-)
- Tanda Kernig : (-/-)
j. Provokasi test
- Laseque : (-/-)
- Patrick : (-/-)
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 14/23
13
- Contra Patrick : (-/-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Satuan Nilai normal
Hematologi RutinHb 14.8 g/dl 12.0 – 15.6
Hct 44 33 – 45
AL 9.9 103/ l 4.5 - 11.0
AT 305 103/ l 150 - 450
AE 4.98 106/ l 4.10 – 5.10
HemostatisPT 12 detik 10-15APTT 30.7 detik 20-40Kimia Klinik GD2PP 139 Mg/dl 80-140
GDP 130 mg/dl 70-110
SGOT 18 u/l 0-35
SGPT 13 u/l 0-45
Kreatinin 0.6 mg/dl 0.6 -1.1
Ureum 23mg/dl < 50
Asam urat 2.6 mg/dl 24-61
Protein total 5 mg/dl 6.2-8.1
Albumin 4.1 mg/dl 1.2-4.6
Globulin 0.9 mg/dl
Kolesterol total 176 Mg/dl 50-200
Serologi Hepatitis
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 15/23
14
F. RESUME
Pasien wanita, berusia 28 tahun datang dengan kejang sejak 20 menit SMRS
kejang berlangsung kurang dari 5 menit, bentuk kejang kelojotan pada kedua
lengan dan tungkai dengan mata mendelik ke atas dan mulut berbusa, setelah
kejang pasien langsung tidak sadarkan diri, menurut keluarga pasien
mengalami kejang setelah menonton TV cukup lama, riwayat epilepsi sejak
kelas 1 SMP. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hasil-hasil dalam batasnormal, dan pada pemeriksaan neurologis GCS 10 (E2V3M5)
G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan CT-Scan
H. DIAGNOSISK : Bangkitan tonik klonik
T : neuron SSP
E : ketidakseimbangan gamma glutamate dan GABA
I. TATALAKSANA
1. Tujuan
a. Mencegah kejang berulang
b. Memperbaiki psikis pasien
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien
2. Terapi
a. nonmedikamentosa
Edukasi: memberikan penjelasan kepada pasien mengenai
penyakit yang dialaminya dan memberikan anjuran meminum
HbsAg Nonreaktif
non reaktif
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 16/23
15
obat secara teratur dan kemungkinan bangkitan berulang.
Setelah obat habis pasien harap kontrol kembali.
b. medikamentosa
Na phenitoin cap mg 100 3x1
Fenobarbital tab mg 30 2x1
J. RESEP
R/ Diazepam inj No.I
cum disposable syringe cc 3
∫ imm
R/ Fenitoin Na cap mg 100 No.XXI
∫ 3 dd tab I
Pro : Ny. RM (28 th)
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 17/23
16
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Diazepam
Diazepam digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status
epileptikus. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang
dewasa disuntikkan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam
IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang
waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Dosis maksimal 20-30 mg.
Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunakan diazepam
IV ialah obstruksi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot. Disamping
itu dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi, henti jantung,
dan kantuk. (Utama dan Gan, 2007)
Pada kasus Ny. RM diatas, Ny. S didiagnosis general seizure tonik klonik
dan masuk dalam kriteria status epileptikus karena kejang berlangsung selama
lebih dari 5 menit dan diantara dua serangan tidak disertai recovery atau
pemulihan kesadaran. Status epileptikus tonik klonik umum merupakan suatu
keadaan yang membahayakan jiwa.
Diazepam merupakan obat yang paling efektif pada beberapa pasien
untuk menghentikan serangan dan diberikan secara langsung dengan dosis
intravena total 20-30 mg pada orang dewasa. Efek diazepam tidak lama, tetapi
30-40 menit pada interval bebas kejang memberikan suatu awal terapi yang
lebih berarti. Pasien yang tidak dalam keadaan kejang, terapi diazepam dapat
dihilangkan dan segera diobati dengan obat berjangka panjang seperti fenitoin.
Pengobatan status epileptikus yang paling tepat adalah fenitoin intravena,
efektif, dan nonsedatif. Diberikan dengan dosis tunggal intravena 13-18
mg/kgBB pada orang dewasa. Untuk pasien yang tidak responsif pada fenitoin,
fenobarbital dapat diberikan dalam dosis besar, 100-200 mg IV sampai jumlah
total 400-800 mg (Katzung, 2002).
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 18/23
17
Obat pilihan utama terdiri dari fenobarbital atau fenitoin. Dua-duanya
baik sekali dan murah harganya. Fenitoin mempunyai sifat-sifat yang unggul,
yaitu tidak membuat orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi
overdose yang fatal dan bila dihentikan tidak akan membangkitkan status
epileptikus. Efek samping yang kurang enak ialah sakit epigastrik, dermatitis,
anemia, hipertrofi gusi, hirsutismus, nistagmus, dan ataksia (Sidharta, 2009).
Jika pasien tidak mau dirawat di RS dan diberikan fenitoin maka terapi
dimulai dengan dosis tinggi yaitu 10-15 mg/kgBB/hari untuk orang dewasa
atau 200-400 mg/hari dan 5-8 mg/kgBB/hari untuk anak-anak di bawah 6 tahun
(Sidharta, 2009).
Anak-anak, bayi, dan wanita lebih baik diobati dengan fenobarbital,
mengingat efek buruk kosmetik dari fenitoin. Sedangkan efek samping
fenobarbital hanya mengantuk saja. Dosis fenobarbital untuk anak-anak di
bawah 6 tahun ialah 3-5mg/kgBB/hari atau 60-120 mg/hari (Sidharta, 2009).
Bila serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-obat
tersebut di atas baik secara kombinasi maupun obat tunggal, dapat digunakan
primidone (Sidharta, 2009). Primidone efektif untuk semua bangkitan kecuali
bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik klonik yang telah refrakter
terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam kombinasi dengan
fenitoin (Utama dan Gan, 2007). Dosis untuk anak dibawah umur 6 tahun ialah
10-25 mg/kgBB/hari. Sedangkan orang dewasa 300-600 mg/hari. Dosis
permulaan harus rendah misalnya 100-150 mg/hari. Efek samping primidone
dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis, dan anemia (Sidharta, 2009).
Di bawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai fenobarbital dan
fenitoin:
1. Fenobarbital
Fenobarbital sebagai antiepilepsi bekerja dengan membatasi penjalaran
aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital
merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis
efektifnya relatif rendah. Efek samping yang terjadi adalah efek sedatif.
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 19/23
18
Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang
demam pada anak. Dosis anak ialah 100-300 mg/hari sedangkan dewasa dua
kali 120-250 mg/hari. (Utama dan Gan, 2007)
2. Fenitoin
Obat yang dipilih sebagai antiepilepsi pada kasus diatas adalah fenitoin.
Fenitoin merupakan golongan hidantoin yang merupakan obat utama untuk
hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Fenitoin diindikasikan
terutama untuk bangkitan tonik klonik dan bangkitan parsial.
Farmakodinamik
Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran
rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini, khususnya
menggiatkan pompa Na +, K +, Ca 2+ neuron dan mengubah neurotranmitor
NEPI, asetilkolin, dan GABA.
Farmakokinetik
Pemberian secara per oral mengalami absorpsi secara lambat dan sesekali
tidak lengkap. Pemberian secara IM menyebabkan fenitoin mengendap
ditempat suntikan kira-kira 5 hari dan absorpsi berlangsung lambat.
Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih
lama, tetapi mula kerjanya lebih lambat daripada fenobarbital.
Metabolit fenitoin akan di ekskresi melalui ginjal.
Interaksi obat
Interaksi fenitroin dengan fenobarbital atau karbamazepin akan
menyebabkan fenitoin menurun kadarnya karena fenobarbital atau
karbamazepin menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang
kadar fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam
metabolisme.
Efek samping
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 20/23
19
Efek samping yang dapat ditimbulkan dari fenitoin adalah keracunan pada
SSP, saluran cerna, gusi dan kulit, sedangkan yang lebih berat
mempengaruhi kulit, hati, dan sumsum tulang.
Dosis
Kadar plasma untuk terapi fenitoin terdapat antara 10-20µg/ml. Ketika
terapi oral sudah dimulai, dosis dewasa biasanya 300 mg/hari tanpa
memperlihatkan berat badan. Jika kejang berlanjut, dosis yang lebih tinggi
biasanya diperlukan untuk mendapatkan kadar plasma dalam batas-batas
terapi yang lebih tinggi.
(Utama dan Gan, 2007)
Sedangkan di bawah ini adalah alternatif obat yang digunakan untuk epilepsi
tonik klonik
2. Karbamazepin
Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan
tonik klonik. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Efek
samping yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing,
vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat
meningkat akibat dosis berlebih.
Dosis anak di bawah 6 tahun 100 mg/hari, 6-12 tahun 2x 100 mg/hari,
dewasa: dosis awal 2x 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditinggkat
secara bertahap. Dosis pemeliharaan 800-1200 mg.hari. (Utama dan Gan,
2007)
3. Asam valproat
Asam valproat terutama untuk terapi epilepsi umum dan kurang efektif
terhdap epilepsi fokal. Efek antikonvulsi valproat didasarkan meningkatnya
kadar GABA di dalam otak. Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni
bangkitan lena yang disertai oleh bangkitan tonik klonik. Sedangkan
terhadap epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Terapi
dimulai dengan dosis awal 3x 200 mg/hari dengan dosis harian berkisar 0,8-
1,4 g.
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 21/23
20
Valproat telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena,
tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati.
(Utama dan Gan, 2007)
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 22/23
21
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Epilepsi merupakan suatu manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik
abnormal, berlebihan, dan sinkron dari SSP, terutama korteks serebri, yang
berupa serangan paroksismal berulang dan timbul tanpa provokasi.
2. Pengobatan epilepsi terdiri atas pengobatan kausatif (terapi penyebab primer) dan antikonvulsi. Pengobatan dilakukan dalam jangka panjang
(tergantung kondisi dan kepatuhan pasien) dan dihentikan setelah 2-5 tahun
pasien bebas kejang. Terapi farmaka harus dipantau karena efek samping
dan reaksi hipersensitivitas obat yand dapat terjadi pada pasien yang
sensitif.
B. Saran1. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan CT scan kepala untuk
mengetahui penyebab kejang (menyingkirkan penyebab sekunder karena
penyakit lain, misalnya neoplasma, perdarahan intrakranial, metabolik)
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit, terapi, dan prognosis
3. Edukasi untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur
4. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan tes fungsi hepar karena
efek samping pengobatan dapat menyebabkan gangguan hepar dan kelainan
darah.
8/10/2019 Della Epilepsi
http://slidepdf.com/reader/full/della-epilepsi 23/23
22
DAFTAR PUSTAKA
Baker GA, Brooks J, Buck D, Jacoby A. The Stigma of Epilepsy a European
Perspective. Epilepsia 1999; 41(1): 98-104.
Djoenaidi, Benyamin. Diagnosis of Seizure and Epilepsy Syndromes. Epilepsia.
2000; 5(1):1-17 .
Harsono. Epilepsi. Edisi pertama. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
2001
Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) (2003) : Pedoman
Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.
Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan
Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi, Agoes A (editor); 129-148.
Sudomo A. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf . Surakarta: BEM FK UNS Press