definisi ta’ziyah - toko buku eceran harga … · web viewtugas komponen mata kuliah oleh...

24
Disusundalam Rangka Memenuhi Tugas Komponen Mata Kuliah OLEH KELOMPOK : 11 NAMA: NIM: 1. ANTI HASIBUAN : 06. 311 332 2. RINA NIRWANA : 06. 311 352 JURUSAN TARBIYAH SEM - IV /PRODI: PAI-1 DOSEN PEMBIMBING: Drs. ARMYN HASIBUAN, M.Ag NIP. 19620924 199403 1 005 1

Upload: dinhnhi

Post on 26-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Disusundalam Rangka Memenuhi Tugas Komponen

Mata Kuliah

OLEHKELOMPOK : 11

NAMA: NIM:

1. ANTI HASIBUAN : 06. 311 332

2. RINA NIRWANA : 06. 311 352

JURUSAN TARBIYAHSEM - IV /PRODI: PAI-1

DOSEN PEMBIMBING:

Drs. ARMYN HASIBUAN, M.AgNIP. 19620924 199403 1 005

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERIPADANGSIDIMPUAN

T/A. 2009/2010

1

AKHLAK SEORANG MUSLIM DALAM MELAYAT JENAZAH

A. PENGERTIAN TA’ZIYAH

Kata “ta’ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda

turunan) dari kata kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al-aza’u. Yaitu sabar

menghadapi musibah kehilangan.1

Dalam terminologi ilmu fikih, “ta’ziyah” didefinisikan dengan beragam

redaksi, yang substansinya tidak begitu berbeda dari makna etimologinya :

1. Penulis kitab Radd Al-Mukhtar mengatakan : “Bertaz’iyah kepada ahlul

mayyit (keluarga yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka

supaya bisa bersabar, dan sekaligus mendo’akanya”.

2. Imam Al-Khirasyi di dalam syarahnya menulis : “Ta’ziyah, yaitu menghibur

orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh

Allah, sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya.

3. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang

tertimpa musibah agar lebih bersabar, dan meghiburnya supaya

melupakannya, meringankan tekanan kesedihan dan himpitan musibah yang

menimpanya” .2

Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu

Qudamah, hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam. “Barangsiapa berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya

pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut” [Hadits Riwayat Tirmidzi 2/268).

Dalil lainnnya, Abdullah bin Amr bin Al-Ash menceritakan, bahwa pada

suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Fathimah

Radhiyallahu ‘anha : “Wahai Fathimah ! Apa yang membuatmu keluar rumah?”

1 Muhammad Nashiruddin al-Albany, Hukum Mengurus Jenazah, (Jakarta: Media Dakwah, 2005), hlm. 127.2 ? Ibid.

2

Fathimah menjawab, “Aku berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini”

[Hadits Riwayat Abu Dawud 3/192].

Disamping pahala, juga terdapat kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Antara

lain :

1. Meringankan beban musibah yang diderita oleh orang yang dilayat

2. Memotivasinya untuk terus bersabar menghadapi musibah, dan berharap

pahala dari Allah Ta’ala

3. Memotivasi untuk ridha dengan ketentuan atau qadar Allah Ta’ala, dan

menyerahkannya kepada Allah

4. Mendo’akannya agar musibah tersebut diganti oleh Allah dengan sesuatu

yang lebih baik.

5. Melarangnya dari berbuat nihayah (meratap), memukul, atau merobek

pakaian, dan lain sebagainya akibat musibah yang menimpanya.

6. Mendo’akan mayit dengan kebaikan

7. Adanya pahala bagi orang yang berta’ziyah. 3

B. ADAB SEORANG MUSLIM DALAM BERTA’ZIYAH

Adapun beberapa adab seorang muslim dalam melayat mayit adalah sebagai berikut :4

1. Jika ia telah meninggal dunia, maka dianjurkan memejamkan mata-nya, menutupinya, dan memohonkan rahmat kepada Allah untuknya.Sebagaimana Hadist Rasulullah Saw.

�م وعن لمة أ ي س ل عنها الله� رض الت: ) دخ قول� لمة أبي على وسلم عليه الله صلى الله رس� سق وقد عنه الله رضي ه� ش� ه�, ث�م بصر� ال: فأغمض ق

3 ? Muhammad As-Sunde, Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul Artikel Fiqih Ta’ziyah, (Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah, 2006), hlm. 4.4 ? Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz lihat di http//:www.alislamu.com

3

وح "إن بض, اتبعه� إذا الر ج ق� " فض اس البصر� من نال: "ال ه, فق دع�وا أهل ك�م على ت س ر. إال أنف� بخي

إن ة ف ن� المالئك ؤم ون". ث�م ما على ت� ول� ال: تق� قم ر "الله� ع ألبي اغف لمة, وارف ه� س في درجت

ح ديين, وافس ه� المه ر في ل و ره, ون ه� قب ه, ل فيسلم رواه� ( عقبه في واخل�فه� م�

Artinya : “Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumah Abu Salamah sewaktu matanya masih terbuka, lalu beliau memejamkan matanya. Kemudian berkata: "Sesungguhnya ruh itu bila dicabut maka pandangannya mengikutinya." Maka menjeritlah orang-orang dari keluarganya, lalu beliau bersabda: "Janganlah kamu berdoa untuk dirimu sendiri kecuali demi kebaikan, karena sesungguhnya malaikat itu mengamini apa yang kamu ucapkan." Kemudian beliau berdoa: "Ya Allah berilah ampunan kepada Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya ke tingkat orang-orang yang mendapat petunjuk, lapangkanlah baginya dalam kuburnya, terangilah dia didalamnya, dan berilah penggantinya dalam turunannya." Riwayat Muslim.

2. Keluarganya (ahlinya) supaya bersegera dalam melaksanakan prosesi jenazah,tidak perlu disemayamkan sampai berhari-hari.

3. Bagi keluarganya juga di haruskan untuk cepat-cepat menyelesaikan hutang yang ditang-gung oleh si mayit (jika ia berhutang).

4. Dan dibolehkan membuka wajah orang yang meninggal, lalu

mencium dahinya (antara dua matanya), dan bagi keluarga yang ditinggal

supaya bersabar atas takdir Allah yang menimpanya, janganlah mereka marah

(meratapi) atas musibah tersebut. Hadist Rasulullah Saw. :

ديق بكر أبا ) أن وعنها قبل عنه الله رضي الص رواه� ( موته بعد وسلم عليه الله صلى النبي

الب�خاري

4

Artinya : “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu mencium Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah beliau wafat. Riwayat Bukhari.

5. Disunnahkan berwudhu bagi orang yang mengangkat jenazah atau membawanya dan tidak wajib baginya mandi. Jenazah hendaknya di bawa dengan tenang , khusyu' sambil mengingat akhirat dan kematian.

6. Disunnahkan memasukkan mayit ke dalam kubur, dengan meletakkan di atas lambung kanannya, serta posisi wajah menghadap ke kiblat, seraya mengucapkan, basmalah , dan atas jalan Rasulullah."

7. Setelah itu ditimbun dengan tanah, kubur hendaknya dibiarkan apa adanya, yakni tidak boleh dimarmer atau di semen, kuburan juga tidak boleh ditinggikan atau di bangun, lalu dicat atau dikapur.Sebagaimana Hadist Nabi Muhammad Saw. :

بي ان با البن عليه ونصب لحد له الحد الن نص. شبر من نحوا االرض من قبره ورفع

Artinya : “ Bahwa Nabi Saw. Membuatkan liang lahat buatnya dan menancapkan batu bata merah di atasnya dan meninggikan kuburannya dari permukaan tanah kira-kira sejengkal.5

8. Bagi orang yang hadir di kuburan hendaknya jangan terburu-buru untuk bubar, namun supaya diam sejenak untuk mendo’akan mayit dengan cara masing-masing berdo’a sendiri-sendiri, bukan salah seorang berdo’a lalu diamini oleh yang lainnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi

5 ? Muhammad Nasyiruddin, Op.cit., hlm. 116.

5

wasalam bersabda, “Mohonlah ampunan untuk saudaramu (mayit yang baru selesai di makamkan) dan mohonkanlah untuknya agar Allah menetapkannya (dengan kalimat tauhid) karena dia sekarang sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim).

9. Disyariatkan untuk ta'ziah (mengibur) keluarga mayit dengan kalimat-kalimat yang baik dan sesuai, dan ta'ziah ini boleh sampai tiga harinya. Contoh kalimat untuk menghibur/ membesarkan hatinya misalnya: "Sungguh hanya milik Allah apa-apa yang Dia ambil, sama juga apa yang Dia berikan adalah milikNya, segala sesuatu adalah hanya milikNya, dan pasti ada batasnya sampai ajal yang telah ditentukan, maka sabarlah dan mohonlah pahala atas musibah ini." Dan kalimatkalimat lain semisal yang tidak menyelisihi syari'at, namun pada intinya adalah untuk menguatkan hati keluarga yang ditinggal supaya bersabar, menerima dan ridha dengan takdir Allah, sehingga tidak larut dalam kesedihan yang berkepanjangan.6

Seyogyanya menjauhi dua hal, sekalipun mayoritas masyarakat

melakukannya, yaitu:

1. Melakukan ta’ziyah dengan cara berkumpul di tempat tertentu, misalnya di

rumah, di kuburan, atau di masjid.

2. Orang yang sedang berduka cita menyediakan makanan kepada orang-orang

yang melayat.7

Sebab kedua hal diatas berbenturan dengan hadits Dari Jabir bin Abdullah

al-Bajali r.a. berkata. “Dahulu kami biasa menganggap bahwa berkumpul di

rumah keluarga yang ditimpa kematian dan membuat makanan seusai pemakaman

6 ? Ibid.7 ? Muhammad Nashiruddin al-Albany, Op.cit., hlm, 131.

6

termasuk niyahah, meratap (yang telah dilarang).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah

no:1308 dan Ibnu Majah I: 514 no:1612).

Justru yang sesuai dengan sunnah Nabi saw. hendaklah sanak kerabat dan

tetangga membuatkan makanan dan mencukupi kebutuhan keluarga orang yang

sudah ditimpa musibah.

Hal ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Ja’far r.a. berkata, ketika

datang berita wafatnya Ja’far tatkala ia gugur dalam medan perang, Nabi saw.

bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far; karena telah datang

kepada mereka suatu perkara yang membuat mereka sibuk, atau telah datang

kepada mereka apa-apa yang membikin mereka sibuk.” (Hasan : Shahihul

Jami’us Shaghir 1015, ‘Aunul Ma’bud I: 406 no: 3116, Tirmidzi II: 234 no:1003

dan Ibnu Majah VIII:514 no:1610).

C. MENJENGUK MAYAT DAN MENDO’AKANNYA

Disyariatkan bagi setiap muslim melakukan ta'ziyah kepada keluarga yang

ditinggal wafat, dengan cara yang sekiranya dapat menghibur keluarga yang

dilayat dan dapat meringankan beban kesedihannya, menganjurkannya agar ridha

dan bersabar serta tabah sebagaimana yang pernah diajarkan dan diucapkan oleh

Rasulullah saw..  Jika tidak, maka dengan mengucapkan kata-kata yang baik,

yang kiranya dapat mewujudkan tujuan yang baik dan tidak bertentangan dengan

syari'at.

Dalam hal ini dijelaskan oleh hadits berikut: Dari Usamah bin Zaid r.a.

berkata, ketika kami duduk-duduk di samping Nabi saw., tiba-tiba datanglah

utusan dari salah seorang puterinya kepada beliau menjemput dan menyampaikan

informasi kepadanya, bahwa bayi atau puteranya tengah menghadapi kematian.

Lantas Rasulullah saw. bersabda (kepada orang tersebut), "Kembalilah

kepadanya, lalu disampaikanlah kepada, 'Sesungguhnya milik Allah apa saja

7

yang diambil-Nya; karena itu hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala

dari-Nya!"' (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:150 no:1284 dan Muslim II:635

no:923).

Dan ketika ta’ziyah, rasulullah Saw., mendo’;akan mayit tersebut

sebagaimana dalam hadist berikut ini :

ول قMMالت: قMMال عنها الله رضي سلمة أم عن MMرس ه خMMيرا؛ فقولMMوا الميت أو المMMريض حضMMرتم : (إذا الل

) قMMالت: فلما تقولMMون ما على يؤمنMMون المالئكة فMMإنول فقلت: يا ؛ النMMبي أتيت سلمة أبو مات MMالله! إن رس

هم قد سلمة أبا MMه لي اغفMMر مMMات. قMMال: ( قMMولي: الل ول هو من الله فأعقبني ) فقلت حسنة عقبى منه وأعقبني

لي خير مسلم. . رواه منه: محمداDari Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata : “Rasulullah

shallallahu `alaihi wasallam bersabda : “Bila kamu menghadiri orang sakit atau

mayat maka ucapkanlah hal yang baik, karena sesungguhnya para malaikat

mengaminkan apa yang kamu ucapkan, ia berkata : “Tatakala Abu Salamah

wafat, aku mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wasallam seraya berkata : “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah wafat”, ia bersabda :

“Ucapkanlah:

هم حسنة عقبى منه وأعقبني وله لي اغفر الل( Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan beri aku pengganti yang baik), lalu

Allah memberiku ganti orang yang lebih baik daripadanya, yaitu Muhammad

shallallahu `alaihi wasallam ”. (HR. Muslim).

ول قMMالت: دخل عنها الله رضي سلمة أم عن MMرس ... ثم فأغمضه ، بصMMره شق وقد سMMلمة أبي على الله

هم لمة ألبي اغفMMMر قMMMال: ( الل MMMع سMMMه وارفMMM في درجتين MMه لنا واغفMMر الغابرين في عقبه في واخلفه المهدي ول

8

) رواه فيه له ونور قبره في له وافسح العالمين رب يامسلم.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata : “Rasulullah

shallallahu `alaihi wasallam masuk melayat Abu Salamah di saat itu matanya

terbuka, lalu beliau memejamkannya kemudian beliau ia berdo`a :

هم ين في درجته وارفع سلمة ألبي اغفر الل المهMMديMMه في واخلفMMه MMه لنا واغفMMر الغMMابرين في عقب رب يا ولفيه له ونور قبره في له وافسح العالمين

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkat derajatnya bersama orang-orang yang diberi hidayah, dan Engkaulah sebagai ganti untuk orang yang ditinggalkannya, ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya, dan berilah cahaya”. HR. Muslim. 8

D. MELAKUKAN HAL-HAL YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT

Adapun hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan oleh orang yang ditinggal mayit

ataupun kerabat yang melayat mayit adalah sebagai berikut:

1. Do’a seorang muslim untuknya. Ini didasarkan pada firman Allah

SWT, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan

Anshor), mereka berdo’a, 'Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-

saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah

Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang

beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha

Penyayang.'" (Al-Hasyr:10).

Disamping itu, berdasarkan sabda Nabi saw., "Do’a seorang muslim untuk

saudaranya dari kejauhan (tidak berhadapan) adalah mustajab (terkabulkan),

di atas kepalanya ada seorang malaikat yang mewakili, setiap mendo’akan

kebaikan untuk saudaranya, berkatalah sang malaikat itu, 'Semoga do’amu

8 M. Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan Dan Selamatan Kematian ?, (Jakarta : Pustaka Al-Riyadh, 2006), hlm. 78.

9

itu dikabulkan dan bagimu yang semisalnya.'" (Shahih: Shahihul Jami’ no:

3381 dan Muslim IV:2094 no:2733). 9

2. Membayar hutang mayat, oleh siapa saja.10

Hadist Rasulullah Swa.

ريرة أبي وعن الله صلى النبي عن عنه الله رضي ه�ؤمن قال: ) نفس� وسلم عليه علقة الم� بدينه, حتى م�

نه� أحمد�, والترمذي رواه� ( عنه� ي�قضى وحسArtinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda: "Ruh orang mati itu tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya." Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi.

3. Membayarkan nadzar mayat, baik nadzar dalam bentuk berpuasa

ataupun lainnya, berdasarkan hadits dari Sa’ad bin Ubadah r.a. bahwa ia

pernah minta nasihat kepada Rasulullah saw., yaitu ia berkata, “Sesungguhnya

ibuku telah meninggal dunia dan dia mempunyai nadzar (janji).“ Maka

Rasulullah bersabda, “Tunaikanlah (hutang) nadzar ibumu itu!” (Muttafaqun

‘alaih : Fathul Bari V:389 no: 2761, Muslim III: 1260 no:1638, ‘Aunul

Ma’bud IX:134 no:3283, Tirmidzi III:51 no:1586 dan Nasa’i VII:21).

4. Segala amal shalih yang dilakukan anak yang shalih. Allah saw.

berfirman, “Dan bahwasanya segenap manusia tiada memperoleh apapun

selain apa yang telah diusahakannya." (An-Najm:39)

Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan seorang

adalah dari hasil jerih payahnya (sendiri), dan sesungguhnya anak (kandung)

adalah bagian dari usahanya.“ (Shahih: Irwa-al Ghalil no:1626, ‘Aunul

Ma’bud IX:444 no : 3511 dan ini lafadznya, Tirmidzi II: 406 no : 1369, Ibnu

Majah II: 723 no: 2137 dan Nasa’i VII: 241).

5. Apa-apa yang ditinggalkannya berupa amal jariyah dan amal shalih

lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka 9 ? Ibid.10 ? Ibid., hlm. 82.

10

terputuslah segala amalnya, kecuali tiga (hal); (pertama) berupa amal

jariyah, (kedua) ilmu yang bermanfaat, atau (ketiga) anak shalih yang

mendoakannya.” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 793, Muslim III: 1255 no:

1631, ‘Aunul Ma’bud VIII : 86 no: 2863, Tirmidzi II: 418 no: 1390, dan

Nasa’i VI: 251). 11

E. MENYOLATKAN DAN MENGUBUR MAYAT

1. Mensholatkan Mayit

Hukum menshalatkan mayit adalah fardhu kifayah berdasarkan hadist Zaid

bin Kholid al-Jihny :

Artinya : “Bahwasanya salah satu sahabat Nabi Saw. gugur diperang Khaibar. Mereka melaporkannya kepada Rasulullah Saw. lalu beliau berkata Shalatkanlah sahabatmu, karena perintah tersebut wajah orang-orang berubah. Beliau berkata: “Sesungguhnya sahabatmu menggelapkan sesuatu waktu perang. Kemudian kami periksa barang-barangnya dan kami temukan tas kulit buatan Yahudi yang harganya tidak sampai dua dirham.12

Maksud hadist diatas adalah bahwa sahabat Rasulullah yang mengikuti

perang khaibar tersebut telah meninggal dunia bukan mati karena syahid

dimedan perang melainkan dia mati di dalam peperangan karena

menggelapkan suatu barang milik musuh. Dan oleh sebab itu maka dia di

hukumkan seperti wafatnya orang lain pada umumnya dan tidak dihukumkan

mati syahid. Dan Oleh sebab itulah Rasulullah saw. menyuruh para sahabanya

untuk menshalatkan sahabat yang wafat tersebut.

11 ? Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, tt.), hlm. 373 — 377.12 ? Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Op.cit., hlm. 75.

11

Dan adapun orang yang tidak dishalatkan adalah pada 2 keadaan, yaitu

: Anak kecil yang belum balig dan para syuhada’ yang wafat dimedan

perang.13

2. Mengubur Jenazah

Dilarang mengubur jenazah dalam beberapa keadaan darurat berikut ini,

kecuali memang dalam betul-betul kondisi darurat, yaitu :

1. Pada tiga waktu terlarang,

Sebagaimana hadist dari Uqbah bin Amir r.a.,  ia berkata "Ada tiga waktu

Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur

jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari

tegak berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari

menjelang terbenam hingga tenggelam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah

no:1233, Muslim I:568 no:831, ‘Aunul Ma'bud VII: 481 no:3176,

Tirmidzi II:247 no:1035, Nasa'i I:275 dan Ibnu Majah I: 486 no:1519).

Waktu-waktu yang diharamkan diatas adalah disebut dengan waktu tahrim

ataupun waktu yang diharamkan shalat sunat mutlak dan menguburkan

jenazah. Karena pada waktu-waktu tersebut para pemeluk agama

penyembah matahari sedang melakukan ibadah dengan menyembah

matahari. Maka Islam melarang ummatnya shalat dan mengubur jenazah

pada waktu-waktu terlarang tersebut adalah untuk menghindari

kesamaan/penyerupaan waktu beribadah Islam dengan non Islam tersebut.

2. Di kegelapan Malam

Hadist dari Jabir r.a. ia berkata, "Bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi SAW mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali orang yang karena terpaksa melakukannya. (Shahih: Shahih Nasa'i no:1787, Muslim II:651 no:943, ‘Aunul Ma'bud VIII : 423 no:3132, Nasa'i IV:33 tanpa lafadz, "GHAIRI THAA-IL (tidak cukup menutupi seluruh badan).

13 ? Ibid.

12

Manakala diharuskan melakukan pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Bahwa Rasulullah saw.  pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam kubur." (Hasan : Ahlamul Janaiz hal.141 dan Tirmidzi II: 260 no:1063).

Dan juga wajib Mendalamkan, Melapangkannya Dan Membaguskan

Liang lahat mayit. Sebagaimana Hadist dari Hisyam bin Amri r.a. bertutur,

sesuai perang Uhud, banyaklah yang gugur dari kaum muslimin dan banyak

pula prajurit yang luka-luka. Kemudian kami bertanya, "Ya Rasulullah, untuk

menggali lubang bagi setiap korban tentu berat bagi kami, lalu apa yang

engkau perintahkan kepada kami?" Maka, Rasulullah bersabda "Galilah

lubang, lebarkanlah, perdalamkanlah, baguskanlah, dan kebumikanlah dua

atau tiga mayat dalam satu kubur, dan dahulukanlah di antara mereka, orang

yang paling menguasai al-Qur'an! Maka adalah ayahku satu diantara tiga

dari mereka yang paling banyak menguasai al-Qur'an. Maka ia pun

didahulukan." (Shahih: Ahlamul Janaiz hal.146, Nasa'i IV:80, ‘Aunul Ma'bud

IX: 34 no:3199, Tirmidzi III:128 no : 1766).

Dan hendaklah yang mengurusi dan yang menurunkan mayat ke liang

lahad adalah kaum laki-laki, bukan kaum wanita, sekalipun jenazah yang

dikebumikan adalah perempuan. Sebab itulah yang berlaku sejak masa Nabi

saw. dan yang dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini.

Dan dalam mengubur mayat sanak kerabat sang mayat  lebih berhak

menguburnya, berdasar firman Allah:

Artinya : "Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam kitab Allah." (QS. Al-Ahzab:6)

Dan dalam membaringkan mayat hendaknya sang mayat di baringkan

dalam liang lahat dengan posisi lambung kanan di bawah dan menghadap ke

arah kiblat, sementara kepala dan kedua kakinya menghadap ke arah kanan

13

dan kiri kiblat. Inilah yang dipraktikkan ummat Islam sejak masa Rasulullah

saw.  hingga masa kita sekarang ini.

Dan orang meletakkan jenazah ke dalam liang kuburnya membaca,

"bismillahi wa ‘alaa sunnati rasuulillaah." atau "bismillahi wa'alaa millati

rasuulillah."

"Dari Ibnu Umar r.a. Nabi saw. apabila memasukkan mayat ke dalam

lubang kubur, beliau mengucapkan, "Bismillahi Wa'alaa Sunnati

Rasuulillaah" (Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti sunnah

Rasulullah)." (Tirmidzi II: 255 no: 1051).

Dan dianjurkan bagi orang-orang yang hadir ke kuburan agar

melemparkan tiga kali genggaman tanah dengan kedua tangannya usai

penutupan liang lahatnya. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa

Rasulullah saw. telah menshalati jenazah, kemudian mendatangi kuburannya,

lalu melemparkan tiga kali genggaman tanah dari arah bagian kepalanya."

(Ibnu Majah I : 499 no: 1565).14

F. KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah ini tentang adab seorang muslim dalam

merawat mayit, penulis menarik beberapa kesimpulan berikut :

1. Bertaz’iyah kepada ahlul mayyit (keluarga yang ditinggal mati)

maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus

mendo’akanya”.

2. Jika ia telah meninggal dunia, maka dianjurkan memejamkan mata-nya, menutupinya, dan memohonkan rahmat kepada Allah untuknya.

3. Keluarganya (ahlinya) supaya bersegera dalam melaksanakan prosesi jenazah,tidak perlu disemayamkan sampai berhari-hari.

14 ? Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Loc.cit.

14

4. orang yang mengangkat jenazah atau membawanya hendaknya dalam keadaan berudhuk. Danm jenazah hendaknya di bawa dengan tenang , khusyu' sambil mengingat akhirat dan kematian.

5. Keluarga mayit hendaknya segera membayar hutang mayat dan

membayarkan nadzar mayat, baik nadzar dalam bentuk berpuasa ataupun

lainnya, jika memang ada.

6. Bagi orang yang hadir di kuburan hendaknya jangan terburu-buru untuk bubar, namun supaya diam sejenak untuk mendo’akan mayit dengan cara masing-masing berdo’a sendiri-sendiri, bukan salah seorang berdo’a lalu diamini oleh yang lainnya.

7. Orang yang sedang berduka cita hendaknya tidak menyediakan

makanan kepada orang-orang yang melayat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Sufyan Raji, Bid’ahkah Tahlilan Dan Selamatan Kematian ?, Jakarta :

Pustaka Al-Riyadh, 2006.

Al-Albany Muhammad Nashiruddin, Hukum Mengurus Jenazah, Jakarta: Media

Dakwah, 2005.

Al-Khalafi, Abdul 'Azhim bin Badawi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,

atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-

Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil Jakarta: Pustaka As-Sunnah, tt.

15

As-Sunde, Muhammad, Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul

Artikel Fiqih Ta’ziyah, Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah, 2006.

Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz lihat di

http//:www.alislamu.com

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

A. Pengertian Ta’ziyah ......................................................................................... 1

B. Adab Seorang Muslim Dalam Berta’ziyah ...................................................... 2

C. Menjenguk Mayat Dan Mendo’akannya ......................................................... 5

D. Melakukan Hal-Hal Yang Bermanfaat Bagi Mayit ......................................... 6

E. Menyolatkan Dan Mengubur Mayat ................................................................ 8

16

F. Kesimpulan ......................................................................................................

...........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

17

i