daya buih dan emulsifier
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan bahan pangan yang mengandung sumber protein hewani
penting bagi kehidupan manusia. Susu mempunyai nilai gizi yang sempurna karena
mengandung sumber zat-zat makanan yang penting. Komponen utama penyusun susu
adalah air, protein, lemak, mineral dan vitamin-vitamin.
Selain susu, telur juga merupakan bahan pangan yang memberikan
sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi manusia. Telur mengandung
zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Banyak pakar kesehatan menganjurkan
untuk mengkonsumsi susu dan telur untuk mencukupi kebutuhan gizi serta menjaga
kesehatan.
Susu dan telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak akibat aktivitas
mikroorganisme dan faktor-faktor luar seperti suhu, zat kimia, keasaman dan
sebagainya. Kerusakan tersebut dapat berupa terjadinya penggumpalan, timbulnya
bau tengik, dan terjadinya pembusukan bahan pangan. Kerusakan tersebut dapat
merusak kandungan gizi yang ada di dalam bahan dan menurunkan kualitas bahan
pangan tersebut.
Pengolahan bahan pangan sangat diperlukan agar kerusakan susu dapat
dihambat dan dicegah. Dengan pengolahan dan penganekaragaman produk, daya
simpan bahan pangan relative lebih lama dan dapat menambah nilai ekonomis.
Produk olahan susu dan telur sangat beraneka ragam, seperti mentega, keju, es krim,
yoghurt, susu psteurisasi, dan lain-lain. Namun jika ditinjau dari nilai gizinya, bahan
segar mempunyai nilai gizi yang tinggi dibandingkan dengan produk olahan karena
masih belum mengalami perubahan akibat perlakuan selama proses dan penambahan
bahan-bahan lain.
2.7 Tinajuan Pustaka Daya Buih Telur
Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa buih merupakan dispersi
koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat. Cherry dan
McWaters (1981), menyatakan bahwa mekanisme pembentukan buih diakibatkan oleh
adanya proses pengocokan yang mengakibatkan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul
protein sehingga rantainya lebih panjang. Dengan terbukanya ikatan dalam molekul
protein maka udara akan masuk dan ditahan sehingga membentuk gelembung buih.
Volume putih telur dapat mengembang dengan pengocokan karena protein terdenaturasi
dan menggumpal di sekitar sel-sel udara yang baru terbentuk.
Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika
dikocok. Semakin cepat pengocokan maka udara yang terperangkap oleh sel telur
semakin banyak sehingga buih yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat
aslinya (Sirait, 1986). Seiring dengan peningkatan udara yang tertangkap dalam sel telur
maka buih menjadi lebih stabil dan volume buih tampak mengikat. Kestabilan buih
merupakan ukuran kemampuan buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama
waktu tertentu (Stadelmen dan Cotterill, 1995).
Vickie dan Elizabeth (2008) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi daya buih, antara lain :
Suhu - Suhu telur mempengaruhi kemampuan ketahanan telur. Pada suhu kamar,
telur memiliki tegangan permukaan lebih sedikit dan lebih mudah dikocok
daripada telur dingin yang memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Namun,
pada suhu kamar, Salmonella dapat tumbuh dan menyebabkan penyakit.
pH - Penambahan zat asam dapat menurunkan pH buih telur mendekati titik
isoelektrik protein. Asam harus ditambahkan dalam proses pengocokan setelah
telur mencapai fase buih dan memiliki sel udara besar. Jika zat asam seperti cream
tartar ditambahkan ke putih telur mentah pada awal proses pengocokan, volume
lebih sedikit tapi stabilitas lebih besar karena intramolekul obligasi terkoagulasi.
Garam - Garam akan menambah rasa. Penambahan garam akan menunda
pembentukan buih, dan jika ditambahkan di awal proses pengocokan,
menghasilkan buih kering dengan volume dan stabilitas lebih sedikit. Garam
harus ditambahkan ke buih putih telur pada tahap berbusa atau setelah tahap
berbusa.
Gula - Gula dapat menciptakan buih yang halus dan stabil. Penambahan gula
diawal pengocokan menyebabkan ikatan antarmolekul dari protein telur
berkurang. Oleh karena itu, penambahan gula akan menghasilkan busa telur yang
stabil tapi memiliki volume lebih sedikit.
Lemak - Lemak dapat mencegah terjadinya koagulasi karena lipoprotein dalam
lemak akan berikatan dengan protein albumen sehingga mencegah koagulasi
protein pada putih telur. Secara fisik lemak dapat mengganggu keselarasan
protein disekitar udara. Jika lemak masuk ke dalam putih telur, stabilitas buih
akan menurun.
Liquid - Penambahan cairan seperti air dapat mencairkan putih telur,
meningkatkan volume dan kelembutan busa, namun buih kurang stabil.
Pati - Pati membantu dalam mengontrol koagulasi protein dan memiliki manfaat
untuk melembutkan meringues. Pati harus dimasak terlebih dahulu dan kemudian
dimasukkan ke dalam meringue.
Tinajuan Pustaka Emulsifier
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik.
Kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi (Gaman dan
Sherrington, 1992). Lesitin merupakan campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak
yang meliputi fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inosil dan lain sebagainya
(Tranggono dkk, 1989). Selain kuning telur, gelatin dan albumen pada putih telur
merupakan protein yang bersifat sebagai emulsifier. Winarno (1992) menyatakan bahwa
kuning telur merupakan pengemulsi yang lebih baik daripada putih telur karena
kandungan lesitin pada kuning telur terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-
protein.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Daya Buih Telur
Stopwatch
Mixing bowl
Electric mixer
Sendok
Neraca
Beaker glass
Wadah plastic
b. Emulsifier
Beaker glass
Sendok
Panci
Kompor
Pan
Spatula
Gelas ukur
3.1.2 Bahan
c. Daya Buih Telur
Telur segar
Telur yang telah didiamkan 30 menit
Telur suhu refrigerant (utuh)
Telur suhu refrigerant yang telah didiamkan 30 menit (telah dibuka)
Minyak goring
Mentega cair
Air
3.2.4 Daya Buih Telur
Putih telur segar
Dikocok hingga permukaan kaku
Hitung lama pengocokan
Pindahkan ke dalam beaker glass
Beri label “ Tanpa Cream of Tartar”, “Tanpa “Jus lemon”, “Tanpa minyak
sayur”
Dikocok hingga berbuih
Tambahkan 1/8 sendok teh cream of
tartar
Dikocok kembali hingga permukaan kaku (Dengan
kecepatan yang sama dengan awal)
Hitung lama pengocokan
Pindahkan ke dalam beaker glass
Beri label “ Dengan Cream of Tartar”, “Dengan “Jus lemon”, “Dengan minyak
sayur”
Disimpan 30 menit dalam suhu ruang
Amati volume buih awal
Amati volume buih akhir
Disimpan 30 menit dalam suhu ruang
Amati volume buih awal
Amati volume buih akhir
Tambahkan 1/2 sendok teh minyak
sayur
Tambahkan 1/2 sendok teh jus
lemon
Amati :Waktu pengocokan yang diperlukan oleh masing-masing sampelPerbedaan masing-masing perlakuan (segera setelah mixing dan 30 menit setelah mixing).Sampel yang memiliki volume terbesar (segera setelah mixing dan 30 menit setelah mixing).Sampel yang paling mengempis (30 menit setelah mixing).Sampel yang lebih stabil
3.2.5 Emulsifier
Kuning Telur
Masukkan ke dalam beaker glass
Kocok selama + 2 menit
Minyak
Air
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Dicampur dan kocok hingga merata
Panaskan campuran dengan panas yang rendah dan diaduk-aduk
Sistem emulsi
4.1.4 Daya Buih Telur
Kec.Putih Telur
Lama
Kocokan
Vol
Awal
Vol
AkhirKeterangan
2
(medium)
Putih Telur
(kontrol)02.28 menit 60 ml 59 ml
- Volume sedikit
- Tidak stabil
2
(medium)
Putih Telur
+ 1/8 ST cream of
tartar
02.00 menit 180 ml 180 ml
- Kaku
- Volume besar
- Stabil
2
(medium)
Putih Telur
+ ½ ST minyak
sayur
02.00 menit 60 ml 53 ml- Volume sedikit
- Tidak stabil
2
(medium)
Putih Telur
+ ½ ST Jus Lemon02.00 menit 240 ml 240 ml
- Kaku
- Volume besar
- Stabil
4.1.5 Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Suhu Kuning Telur Volum Telur Vol Air + minyak Kualitas Emulsi
Ruang KT 10 10 (9,04) +++
Kulkas 10°C KT 10 10 (8,50) ++++
SegarKT + air
dan lemak10 10 (8,10) +++++
Segar kulkas KT 10 10 (7,48) ++
Fungsi Perlakuan Daya Buih Telur
Pada praktikum ini digunakan 4 butir telur. 1 telur digunakan sebagai kontrol dan
3 telur lainnya diberi perlakuan, antara lain penambahan cream of tartar, minyak sayur
dan jus lemon. Untuk kontrol, putih telur dikocok menggunakan mixer dengan kecepatan
medium hingga membentuk buih dan permukaannya menjadi kaku. Penggunaan
kecepatan medium pada pengocokan putih telur bertujuan untuk menghindari terjadinya
denaturasi yang berlebih akibat panas yang timbul akibat kecepatan yang tinggi. Catat
waktu pengocokan yang diperlukan. Buih putih telur yang telah terbentuk dipindah
kedalam beaker glass dan diberi label “kontrol”. Volume awal buih diamati dan dicatat,
kemudian disimpan pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah 30 menit, volume buih
telur diamati dan dicatat.
Untuk perlakuan dengan penambahan cream of tartar, putih telur dikocok selama
5 menit dengan kecepatan medium, lalu ditambah cream of tartar sebanyak 1/8 sendok.
Setelah penambahan asam, buih putih telur dikocok kembali dengan kecepatan medium.
Pada praktikum ini, dilakukan pengocokan kembali selama 2 menit. Pindah buih putih
telur dalam beaker glass, kemudian diberi label “Dengan cream of tartar”. Volume awal
buih diamati dan dicatat. Kemudian buih putih telur disimpan selama 30 menit pada suhu
ruang. Volume akhir buih diamati dan dicatat. Lakukan prosedur yang sama untuk
perlakuan dengan minyak sayur dan jus lemon. Minyak sayur dan jus lemon yang
ditambah sebanyak ½ sendok.
Penambahan asam seperti cream of tartar dan jus lemon bertujuan untuk
menurunkan pH buih putih telur hingga mendekati titik isoelektrik protein. Pada titik
isoelektrik protein, reaktivitas molekul pada protein menurun dan mereduksi kemampuan
protein untuk berikatan satu sama lain sehingga mencegah terjadinya koagulasi. Dengan
demikian kestabilan buih putih telur terjaga. Sedangkan penambahan minyak atau lemak
dapat mencegah terjadinya koagulasi protein pada putih telur karena lipoprotein pada
lemak akan berikatan dengan protein albumen. Lemak juga dapat mengganggu
keselarasan protein sekitar sel udara sehingga dengan adanya lemak dapat menurunkan
stabilitas buih.
Fungsi Perlakuan Emulsfier
Pada praktikum ini digunakan 4 butir telur dengan perlakuan yang berbeda, yaitu
telur segar, telur utuh disimpan dalam kulkas dan dipecah ketika akan dilakukan
praktikum, kuning telur yang disimpan dalam kulkas, dan kuning telur yang disimpan
dalam suhu ruang. Fungsi penggunaan telur dengan perlakuan yang berbeda untuk
mengetahui perbedaan tingkat emulsi pada masing-masing bahan.
Masing-masing kuning telur dimasukkan ke dalam beaker glass dan dikocok
selama ± 2 menit. Kemudian masing-masing telur dalam beaker glass ditambah minyak
dan air setelah itu kocok. Tujuan pengocokan adalah untuk menghomogenkan bahan.
Bahan yang telah disiapkan dipanaskan diatas penangas dengan dengan panas yang
rendah dan diaduk. Tujuan pemanasan adalah untuk membentuk emulsi. Amati
perubahan yang terjadi, catat waktu dan volume kuning telur yang telah teremulsi dengan
minyak dan air.
Analisis Data Daya Buih Telur
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak dan
asam seperti cream of tartar, atau jus lemon terhadap daya buih telur. Semua putih telur
dikocok dengan kecepatan medium (2) dan didiamkan selama 30 menit. Putih telur
dengan penambahan cream of tartar, jus lemon dan minyak pengocokan dilakukan selama
2 menit.
Ditinjau dari tabel hasil pengamatan, buih telur yang digunakan sebagai kontrol
memiliki volume awal setelah pengocokan selama 2.26 menit sebesar 60 mL dan volume
akhir 59 ml. Setelah pengocokan, terbentuk buih yang halus namun volume buih yang
terbentuk sedikit dan kurang stabil. Pada putih telur yang ditambah 1/8 sendok teh cream
of tartar memiliki volume awal setelah pengocokan sebesar 180 ml dan volume akhir
tetap yaitu 180 ml. Buih yang terbentuk halus dan kaku, sedangkan volume buih yang
terbentuk banyak dan lebih stabil. Pada putih telur yang ditambahkan ½ sendok teh jus
lemon memiliki volume awal sebesar 240 ml dan volume akhir tetap yaitu 240 ml. Buih
yang terbentuk halus dan kaku, volume buih yang terbentuk banyak dan lebih stabil.
Sedangkan putih telur yang ditambah ½ sendok teh minyak sayur memiliki volume awal
60 ml dan volume akhir 53 ml.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa putih telur dengan penambahan
asam seperti cream of tartar dan jus lemon memiliki buih yang lebih stabil dan volume
yang terbentuk lebih besar. Sedangkan putih telur dengan penambahan minyak sayur
memiliki buih yang kurang stabil jika dibandingkan dengan telur yang ditambah asam.
Hal ini sesuai dengan literatur yaitu penambahan asam dalam proses pengocokan putih
telur memiliki manfaat untuk menjaga kestabilan buih putih telur. Hal ini dikarenakan
penambahan asam seperti cream of tartar dan jus lemon dapat menurunkan pH buih putih
telur hingga mendekati titik isoelektrik protein. Pada titik isoelektrik protein, reaktivitas
molekul pada protein menurun dan mereduksi kemampuan protein untuk berikatan satu
sama lain sehingga mencegah terjadinya koagulasi. Dengan demikian kestabilan buih
putih telur terjaga dan buih tidak mudah mengempis.
Sedangkan penambahan minyak atau lemak dapat mencegah terjadinya koagulasi
protein pada putih telur karena lipoprotein pada lemak akan berikatan dengan protein
albumen. Lemak juga dapat mengganggu keselarasan protein sekitar sel udara sehingga
dengan adanya lemak dapat menurunkan stabilitas buih. Jika lemak tercampur dalam
putih telur, akan ada banyak gelembung busa dan volumenya berkurang.
Analisis Data Emulsifier
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan telur dengan
perlakuan yang berbeda terhadap tingkat emulsi. Ditinjau dari tabel hasil pengamatan,
kuning telur yang disimpan pada suhu ruang selama 30 menit memilki tingkat
homogenitas yang cukup +++ setelah dipanaskan. Pada kuning telur yang disimpan pada
suhu refrigerant memiliki tingkat homogenitas yang lebih baik ++++ jika dibandingkan
dengan kuning telur yang disimpan pada suhu ruang. Pada telur segar, memiliki tingkat
homogenitas yang paling baik +++++. Sedangkan pada telur utuh yang disimpan pada
suhu refrigerant memiliki tingkat homogenitas yang paling rendah ++.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa telur utuh merupakan emulsifier
yang baik jika dibandingkan dengan telur dengan perlakuan yang berbeda.Hal ini dapat
disebabkan karena kuning telur masih dalam keadaan segar dan masih terlindungi oleh
cangkang sehingga tidak terjadi perubahan sifat pada kuning telur. Pada kuning telur
yang disimpan pada suhu ruang menyebabkan telur mengalami perubahan sifat dan
lesitin pada telur telah rusak, mengakibatkan daya emulsi berkurang. Sedangkan pada
telur yang disimpan dalam suhu refrigerant, kuning telur mengalami perubahan sifat dan
tegangan permukaan pada telur meningkat sehingga menurunkan daya emulsi.
DAFTAR PUSTAKA BUIH dan EMULSIFIER
Gaman., Sherrington. 1992. Egg Science and Technology.4th ed. teh Avi Publishing Co.
Inc. New York.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, Murdiati, Sudarmadji, Rahayu, Naruki dan Astuti. 1989. Bahan tambahan pangan (food additive). Yogyakarta: Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.
Vickie, A.V., Elizabeth, W.C. 2008. Ezsentials of Food Science Third Editioin. Texas: The Univercity of Texas
Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995. Egg Science and Technology.4th ed. teh Avi
Publishing Co. Inc. New York.
Cherry, J. P . and K.H. Mc. Wetters. 1981. Whippability and Aeration. In : J. P. Cherry.
Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D.
C.0
Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengolahan Peternakan, Bogor.