data refisian

Upload: smile-ismail

Post on 19-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

15

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang masalahKebudayaan adalah keseluruhan cara hidup masyarakat, yang dipilah-pilah menjadi tiga kategori, yaitu : gagasan, tindakan, dan hasil tindakan. Berdasarkan pada pengkategorian demikan maka Koentjaraningrat mendefinidikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia (Koentjaraningrat, 1990:180).Budaya merupakan suatu gerak, suatu dinamika dan suatu perkembangan yang terus-menerus pada sejarah kehidupan manusia. Kehidupan akan berkembang selama masyarakat pendukungnya masih ada. Perkembangan kebudayaan disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal berupa berupa pergantian generasi dan pertambahan penduduk, sedangkan factor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kebudayaan seperti masuknya kebudayaan dari luar. Kebudayaan selalu dalam rangka kehidupan masyarakat atau dalam rangkan hidup bermasyarakat, dimaksudkan kebudayaan tidak terjadi dan berkembang pada orang-seorang, melainkan dalam konteks bermasyarakat. Demikian halnya, kebudayaan dijadikan milik diri manusia dengan belajar, dimaksudkan bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang bersifat given, melainkan sesuatu yang berasal dari manusia sendiri sebagai hasil dari upayanya dalam rangka berpikir, bertindak, dan berproduksi. Salah satu sumber kebudayaan nasional adalah kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah merupakan penyempurnaan dan berguna bagi kebutuhan dan kebudayaan nasional Indonesia. Kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah mempunyai hubungan timbal balik sehingga pembinaan dan pemeliharaan tidak dapat dipisahkan.

Kejung merupakan salah satu kebudayaan masyarakat madura khususnya di Kabupaten Sumenep, mempunyai peranan besar dalam kehidupan sosial budaya masyarakat setempat, yakni pengungkapan alam pikiran dalam hal ini sebagai pendukung nilai kebudayaan, serta penunjang perkembangan khususnya pada Fakultas bahasa dan sastra Indonesia Universitas Kanjuruhan Malang.Dalam hal ini sebagai kekayaan sastra, Kejung yang merupakan bagian dari sastra lisan yaitu salah satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai budaya, norma-norma, norma-norma, nilai etika dan moral,(etika dan moral tidak akan lepas dari norma masyarakat pemakainya), serta mengandung nilai-nilai kearifan lokal masyarakat pendukungnya. Dengan mengetahui makna dari setian kata yang digunakan dalam Kejung tersebut, kita dapat mengetahui gambaran mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat tertentu, dan dapat pula membina pergaulan serta pengertian bersama-sama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka ragam kebudayaan dalam pembangunan nasional yang terus berkembang. Dalam Kebudayaan Kejung, dapat pula diketahui nilai-nilai kearifan pada suatu ruang lingkup masyarakat. Misalnya, kearifan atau kebijakan apa saja yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk menghormati dan menghargai hidup dengan lebih seksama. Misalnya nilai kearifan pada Adu ale-Adu eman, Pade nyanglek-Pade nyaman tretan adalah kerjasama yang hasilnya kita nikmati bersama, nilai ini memberikan fibrasi bagi sikap dan perilaku mengakui eksistensi seraya memiliki sikap gotongroyong atau rasa solidaritas yang tinggi dalam bermasyarakat. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan kebudayaan masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan sebagai pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

Mengacu kembali kepada definisi kearifan, yang juga berarti kecerdasan, kearifan dalam budaya juga merupakan bentuk kecerdasan yang dihasilkan oleh masyarakat pemilik kebudayaan bersangkutan. Sebuah kearifan lokal sebuah kecerdasan yang dihasilkan berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri sehingga menjadi milik bersama. Sehingga pengembangan dan penerapan kearifan local menjadi sangat penting. (FX. Rahyono 2009-7)

Pendapat FX. Rahyono diatas dapat disimpulkan bahwa setiap manusia memiliki sifat arif, dimana mereka juga memiliki ketrlibatan langsung secara emosional dalam proses dan penghayatan kearifan lokal yang mereka ciptakan bersama

Sejarah menunjukkan, masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan lokal sendiri. Misalnya saja (untuk tidak menyebut yang ada pada seluruh suku dan etnis di Indonesia), suku Batak kental dengan keterbukaan, Jawa nyaris identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari itu, masing-masing memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka.

Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi melalui berproses panjang sehingga akhirnya terbukti bahwa, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka.Berikut contoh Kebudayaan Kejung yang terdapat di Masyarakat Madura Kabuapaten Sumenep:1). Gendheng Dumik

Gendheng Dumik ini biasanya diadakan atau waktu pelaksanaannya pada saat Mantenan, dalam acara formal seperti ini biasanya terdapat dua hiburan yang wajib diadakan oleh tuan rumah tau yang mengadakan acara mantenan (resepsi) yaitu; Gendheng Dumik dan Ajhing (Londrok).

Gendheng Dumik terdiri dari lima orang; dimana dua orang sebagai pemukul atau penabuh Gendang 1 dan Gendang 2, satu lagi sebagai pemukul Gong (Gung), satu lagi sebagai peniup Seruni (Saroni), dang satu orang lagi sebangai Penyair (Tokang Kejung).1) Cerita rakyat Asal mula Bunga dan Mengi (Asal-Usul Terjadinya Padi dan Jagung). . Si bala wuri lalu memohon kepada saudara dan saudarinya tersebut dan suatu saat bala wuri megajak Bunga dan Mengi ke suatu tempat, bala wuri melempar sebuah batu, saat mengi menunduk hendak mengambil batu itu, Bala wuri lalu memotong Mengi dan mencincangnya halus-halus dan Ia meminta agar tubuhnya yang sudah dicincang dan potongan tubuh lainnya dihamburkan ke seluruh kebun mereka. Hasilnya yang yang tumbuh adalah padi, jagung, umbi-umbian, dan semua tanaman yang bias di makan oleh manusia. Dan di sekitar tempat kejadian itu, dikenal dengan nama tempat yang di beri nama Bunga dan Mengi, dan di tempat itu jika ada orang yang memotong bambu itu maka timbulah angin topan yang datangnya dari Bunga Mengi..2) Cerita rakyat Patigolo ArakianSetelah beberapa hari tinggal di Motokron, pada suatu tengah malam mereka mengadakan pesta, tiba-tiba seorang pemudi bernama Hadung Boleng Tenibab Odi melihat ada nyala api di puncak Ile Mandiri. Hadung Boleng menceritakan hal tersebut kepada teman-temannya, termasuk Patigolo. Tetapi teman-temannya tersebut tidak menghiraukannya. Mereka mengaanggap bahwa api itu adalah suanggi atau roh jahat (ape menaka) atau ape nitun lolon, karena hampir tiap malam mereka melihat api tersebut. Maka, Patigolo pun bertekad untuk pergi melihat apa yang sebenarnya terjadi di tempat tersebut. 3) Cerita rakyat Tuak Wutun Pulau Siput AwololongPada suatu malam, ketika tarian Hamang sedang berlangsung, Anjing tersebut secara merta-merta lolos dari dalam lingkaran tersebut dan berlari menuju sebuah rumah penduduk yang terdekat, anjing itu kemudian mengambil sebuah alas periuk yang dianyam dari daun lontar lalu dipakenya sebagai pengganti topi kenobo kolilolo dan kembalilah ia ketengah tengah lingkaran tarian Hamang yang kian meriah. Anjing tersebut tiba tiba bersuara dengan lagu sebagai berikut awo,awo, elali kawok o,uti mata lika tawa lekem mekali kawok, o wow owl au bera akam jae,jae bera nau. Arti syair anjing itu adalah hai anjing kau adalah makhluk terhina dalam keseharian kehidupan di tungku periuk tubuhmu, kau letakkan kemaluanmu dekat alas tungku yang senantiasa mengorek abu dapur4) Cerita rakyat Tuan MaDalam cerita tuan ma ini, terdapat nilai kearifan local yang berkaitan dengan keagamaan yang mana diadakannya prosesi Jumad Agung setiap tahun oleh masyarakat Timur,mulai dari lembata,adonara,solor,dan larantuka, yang bertempat di Kota Larantuka. Berikut kutipannya : Setelah masyarakat mengenal agama katolik, dan raja larantuka di babptis,Ia pun menyerahkan kerajaan larantuka kepada bunda maria.ia pun memberI gelar tertinggi pada bunda Maria sebagai raja orang larantuka.Masyarakat larantuka setiap tahunnya mengadakan perarakan atau devosi kepada bunda yg oleh masyarkat di sebut tuan ma itu. Karena dia tempat berteduh, dan melalui Dia-lah kita sampai pada yesus. Di mana prosesi ini dilakukan dengan mengarak patung Tuan Ma keliling kota, untuk mengenang kematian Tuhan Yesus Kristus, dan juga masyarakat lembata dan lainnya melakukan devosi khusuS kepada Bunda Maria, karena mereka percaya, bahwa melalui Bunda Maria, kita akan sampai kepada Yesus Allah Beserta Kita.Dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia berbagai bentuk penelitian terhadap sastra daerah terutama sastra lisan yang berbentuk cerita rakyat masih kurang, dan itu tidak mustahil akan terabaikan sehingga lama kelamaan akan hilang tanpa bekas. Selama ini kurangnya perhatian pada cerita rakyat disebabkan oleh berbagai hal, yakni salah satunya adalah, orang mengira bahwa cerita rakyat itu tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Di sisi lain, cerita rakyat semacam ini dalam lingkungan masyarakat Indonesia dewasa ini, kurang mendapat tempat dan bahkan hampir punah, karena tergusur oleh cerita-cerita yang diimpor dari Negara-negara luar. Kenyataan semacam ini tentunya harus diwaspadai. Jika tidak, maka pada suatu ketika warisan nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia semacam ini, akan terkikis oleh pengaruh budaya yang dating dari luar, yang tetntunya akan menimbulkan dampak lanjut terhadap pergeseran karakter serta jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis cerita-cerita rakyat yang terdapat pada masyarakat Demong, di Kabupaten Lembata. Dari cerita-cerita rakyat tersebut, peneliti hanya meneliti tentang nilai kearifan lokal yang terdapat pada cerita rakyat Kisah Terjadinya Bunga dan Mengi(Asal mula padi dan jagung), Kisah Patigolo Arakian,Tuak Wutu Awololong dan Prosesi Upacara Tuan Ma. Dalam cerita-cerita rakyat tersebut, terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang harus diketahui oleh masyarakat. Penelitian yang berjudul Nilai Kearifan Lokal Yang Terdapat dalam Cerita Rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata ini memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri maka layak untuk diteliti. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya mencari laporan tentang nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat pada masyarakat Demong di Kabupaten Lembata. Tetapi ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian sejenis, yakni sama-sama meneliti tentang kearifan lokal, yaitu Hawasi, dari Fakultas Sastra Universitas Guna Darma, Jakarta (2007), Kun Zachrun Istanti dari STAIN Purwekerto (2007), sebagai Ketua Umum Program Studi Sastra Indonesia Pascasarjana Gadjah Mada. Ada pun Penelitian berjudul Menggali Keberadaan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Masyarakat Jawa bagi Pembangunan Peradaban Indonesia di Masa Depan, mengupas tentang nilai kearifan lokal yang terkandung Dalam Sastra Mistik Jawa, Sedangkan penelitian berjudul Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal, mengidentifikasi tentang nilai-nilai karakter berbasis budaya.Kedua penelitian tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan dari kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kearifan lokal. Perbedaannya adalah kedua penelitian tersebut masing-masing membahas tentang kearifan lokal dalam sastra mistik Jawa dan mengidentifikasi nilai-nilai karakter berbasis budaya, sedangkan penelitian ini membahas tentang nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat. 1.2 Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian yang berjudul Nilai Kearifan Lokal Yang Terdapat Dalam Cerita Rakyat di Masyarakat Demong Kabupaten Lembata ini memiliki rentangan masalah yang sangat luas. Adapun masalah yang terkait dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut, dan bagaimanakah tingkat pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kearifan lokal tersebut yang terdapat dalam cerita rakyat di Masyarakat Demong kabupaten Lembata.2. Batasan Masalah

Karena luasnya cakupan masalah serta terbatasnya waktu, maka peneliti membatasi masalah nilai-nilai kearifan lokal ini pada Bagaimana nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata ?3. Rumusan Masalah

a. Masalah Umum

Bagaimana nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata ?

b. Masalah Khusus

Berdasarkan rumusan masalah di atas, masalah khusus penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(1) Bagaimana Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan kejung.?(2) Bagaimana Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan keagamaan yang terdapat dalam kebudayaan Kejung pada masarakat Madura ?(3) Bagaimana Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan sistem pengetahuan dalam Kejung pada Masyarakat Madura ? 1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kearifan lokal yang terdapat pada Kebudayaan Kejung. 2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran objektif tentang :

(1) Nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan adat - istiadat yang terdapat dalam Kejung di Kabupaten Sumenep.

(2) Nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan keagamaan yang terdapat dalam Kebudayaan Kejung pada Masyarakat Madura.(3) Nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan sistem pengetahuan yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata.1.4 Manfaat penelitian

Dari tujan di atas penulis dapat mengambil beberapa manfaat penelitian : 1. Bagi Pembaca

Dari hasil penelitian ini, diharapkan agar pembaca dapat memahami dan mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada cerita rakyat.

2. Bagi Lembaga kependidikan

Penelitian ini juga bermanfaat untuk lembaga pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu-ilmu sastra lisan di sekolah manapun. 3. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, penulis dapat menambah wawasan tentang nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada cerita-cerita rakyat di wilayah nusantara. 1.5 Penegasan Istilah 1. Kearifan lokal adalah sebagai sebuah system dalam tatanan kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan yang hidup di dalam masyarakat local (Endraswara, Dkk, 2010:1).2. Cerita rakyat adalah bagian karya sastra yang berupa legenda atau bentuk-bentuk cerita lain yang berkembang dikalangan masyarakat tertentu yang disebarluaskn secara lisan dan tulisan.

3. Masyarakat Demong adalah masyarakat yang berdomisili di ujung timur Pulau Flores dan biasa disebut dengan masyarakat Lembata, dengan berbagai suku-suku.

4. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat, dan lain-lain kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 5. Adat istiadat adalah perilaku budaya dan aturan-aturan yang telah berusaha diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Hal-hal yang telah terbentuk sebagai panutan dimasyarakat adalah hukum adat istiadat yang berupa peraturan, peraturan yang harus dipatuhi bagi warga sekitar. Dan bagi yang melanggarnya akan dikenakan sangsi dari kepala suku6. Keagamaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran, system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan pada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.BAB II

KAJIAN PUSTAKADari penelitian ini dapat digunakan teori yang dalam hal ini kaitannya dengan penelitian yang berjudul Nilai Kearifan Lokal yang Terdapat dalam Cerita Rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata. 2.1 Konsep FolklorIstilah folklor merupakan pengindonesiaan kata bahasa Inggris folklore. Ditinjau dari etimologinya, folklore berasal dari dua kata dasar yaitu kata folk dan lore. Dari kedua kata itu berarti ada ketergantungan satu sama lain, sehingga membentuk makna foklor. Folk, merujuk pada kelompok populasi. Folk juga berarti kolektif, kolektif tersebut disebut juga vulgus in populo, yang sering kontras dengan istilah masyarakat. Masyarakat dimaknai sebagai kolektif yang memiliki peradaban. Folk dipandang tak beradab, hal semacam ini, sebenarnya tidak begitu relevan, oleh karena di era sekarang, folk telah berkembang ke arah beradab (Endraswara, 2013:20).Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Purwadi (2009: 2) yang menyatakan bahwa folklor terdiri dari dongeng, cerita, hikayat, kepahlawanan, adat-istiadat, lagu, tata-cara, kesusastraan, kesenian dan busana daerah. Semua itu milik masyarakat tradisional kolektif. Perkembangan folklor mengutamakan jalur lisan. Dari waktu ke waktu bersifat inovatif atau jarang mengalami perubahan. Dengan uraian pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa folklor atau cerita rakyat yang diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut di dalam suatu kolektif masyarakat yang mempunyai cerita berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 395) dijelaskan bahwa folklor merupakan adat-istiadat dan cerita hikayat yang diwariskan turun-temurun, tetapi tidak dibukukan. Folklor juga merupakan ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita-cerita rakyat yang tidak dibukukan. Pendapat lain dikemukakan oleh Endraswara (2010: 3-4), bahwa folklor merupakan wujud budaya dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan (oral) dan berguna bagi pendukungnya. Lebih lanjut, folklor juga meliputi berbagai hal, seperti pengetahuan, asumsi, tingkah laku, etika, perasaan, kepercayaan dan segala praktik-praktik kehidupan tradisional, serta memiliki fungsi tertentu bagi pemiliknya.Berdasarkan pengertian di atas, maka folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu kelompok, masih bersifat tradisional dan dilaksanakan secara turun-temurun. Folklor yang terdapat dalam upacara merti dhusun termasuk dalam adat-istiadat (tradisi) yang berkembang dimasyarakat dan berupa ritual. Merti dhusun merupakan tradisi yang sudah bertahun-tahun berkembang di dalam masyarakat. Tradisi merti dhusun ini, merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun sejak nenek moyang yang masih dilaksanakan sampai sekarang. Hal ini sesuai dengan kajian teori yang tertuang dalam landasan teori tentang teori folklor.Folk yang sama artinya dengan kata kolektif (collectivity), menurut Alan Dundes (James Danandjaja, 2002:1), folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersamanya. Di samping itu yang paling penting adalah bahwa mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Jadi folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat.

Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.Jadi folklor adalah sebagain kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun diantara kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.Seperti yang dikemukakan oleh James Danandjaja dalam bukunya Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, Dan Lain-Lain, bahwa ciri-ciri folklor adalah sebagai berikut:

(1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan. Yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.

(2) Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetapatau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

(3) Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

(4) Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

(5) Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.

(6) Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

(7) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.

(8) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu spontan.

Menurut Brunvand, seorang ahli folklore Amerika Serikat folklor digolongkan ke dalam tiga kelompok (1) Folklor Lisan, yaitu folklor yang banyak diteliti orang. Bentuk folklor lisan dari yang sederhana, yaitu ujaran rakyat (folk speech), yang bisa dirinci dalam bentuk julukan, dialek, ungkapan, dan kalimat tradisonal, pertanyaan rakyat, mite, legenda, nyanyian rakyat, dan sebagainya.(2) folklore adat kebiasaan yang mencakup jenis folklore lisan dan non lisan. Misalkan kepercayaan rakyat, adat-istiadat, pesta rakyat, permainan rakyat.(3) folklore material, seni kriya, arsitektur, busana, makanan, dan lain-lain (Endraswara, 2013:23). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok folklor lisan ini antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat julukan, pangkat tradisional, dan kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, dan pepatah, ; (c) pertanyaan tradisonal, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) nyanyian rakyat; dan (f) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng. Folklor sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Kepercayaan rakyat misalnya, takhyul, terdiri dari pernyataan yang berifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap punya makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan material yang dianggap berkhasiat untuk melindungi diri atau dapat membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentuk-bentuk folklor yang termasuk dalam kelompok ini, selain kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini di bagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat(bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi), kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obatan-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa), dan musik rakyat.2.2 Genre Prosa RakyatSastra tradisional di Indonesia sangat luas dan beragam. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai sastra sendiri, khususnya pada masyarakat Demong. Melihat jumlah bahasa yang ratusan di kepulauan Wilayah Nusantara ini dapat dibayangkan kekayaan khazanah sastra tradisional yang dimiliki Indonesia. Dalam Basccom (melalui Danandjaya 1984:50) menyebutkan bahwa genre prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan yang dimaksud dengan legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Dongeng merupakan sebuah kisah atau cerita yang lahir dari hasil imajinasi, rekaan atau khayalan manusia. Rekaan atau khayalan tersebut tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Melalui dongeng tersebut, khayalan manusia memperoleh kebebasan menjadi kisahan kehidupan, barangkali tidak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang tak masuk akal boleh terjadi dalam dongeng. Misalkan saja, dongeng Kancil dan Gajah yang menokohkan seekor kancil yang mampu memperdaya gajah. Diakui atau tidak, seringkali ada kesamaan atau kemiripan di antara dongeng di berbagai wilayah. Menurut Levi-Strauss, kemiripan beberapa unsure atau sebagian tokoh, bukanlah sebuah kebetulan. Kemiripan tersebut juga bukan merupakan sebuah hasil kontak satu sam lain antar penulis dongeng (Endraswara, 2003:111).Legenda seringkali dipandang sebagai sejarah kolektif (folk hitory), walaupun sejarah itu karena tidak tertulis telah mengalami distori, sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan sifat aslinya. Legenda biasanya bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Selain itu, legenda acapkali tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus (cycle), yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu. Ciri-ciri yang membedakan antara legenda atau mite, tidak sepenuhnya jelas, sebab pada kenyataanya kadang-kadang suatu cerita sukar ditentukan jenisnya, masalahnya dalam cerita itu terkandung unsur mite, legende, dan dongeng secara tumpang tindih. 1. Jenis-Jenis Legenda

Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai cirri-ciri mirip seperti mite, dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia walaupun ada kalanya memiliki sifat-sifat yang luar biasa. Tempat terjadinya legenda ini berada di dunia. Legenda bersifat migratoris, artinya berpindah-pindah dan dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda.Jan Harold Brunvand membagi legenda menjadi empat kelompok, yaitu:(1) Legenda Keagamaan

Yang termasuk dalam golongan ini adalah legenda orang-orang suci (Orang Nasrani. Legenda demikian itu jika telah diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography (legends of the saints), yang berarti tulisan, karangan, atau buku mengenai penghidupan orang saleh. Walaupun hagiografi sudah ditulis, namun ia masih tetap hidup diantara rakyat sebagai tradisi lisan. Selain legenda mengenai orang-orang suci, legenda-legenda yang juga termasuk dalam golongan legenda kepercayaan adalah cerita-cerita mengenai kemuzizatan, wahyu, permintaan melalui sembahyang, kaul yang terkabul. Bentuk lain dari legenda kepercayaan adalah apa yang disebut sebagai Kitab Suci Rakyat (the bible of the folk). Misalnya cerita mengenai terjadinya Adam dan Hawa. Menurut legenda tersebut terjadi sewaktu Nabi Adam tertangkap basah oleh Allah, ketika makan buah terlarang di Taman Firdaus. Karena kagetnya, sebagian buah itu tersangkut dikerongkongannya. (2) Legenda Alam Gaib Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami sesorang. Fungsi legenda semacam ini terang adalah untuk meneguhkan kebenran takhyul atau kepercayaan rakyat.

Berhubung legenda alam gaib ini merupakan pengalaman pribadi seseorang, maka ahli folklor Swedia terkenal C.W. von Sydow memberi nama khusus, yaitu memorat.Walaupun merupakan pengalaman pribadi seorang, namun isi pengalaman itu mengandung banyak motif cerita tradisional yang khas ada pada kolektifnya. Di Jawa Timur misalnya, orang-orang yang pernah melihat hantu selalu menggambarkannya dengan bentuk-bentuk yang sudah ada dalam gambaran kepercayaan kolektifnya. Umpanya orang-orang yang sering pergike hutan pada umumnya telah mengalami bertemu dengan hantu gaib, dan juga terdapat pada dua dunia (Alam gaib) yang dapat tumbuh dari bentuk ukuran kecil menjadi besar sekali dalam waktu singkat. Hantu itu mereka sebut gendruwo.Dapat dikatakan bahwa memorat adalah legenda alam gaib, yang merupakan pengalaman sesorang, yang erat hubungannya dengan suatu kepercayaan. (3) Legenda Perseorangan adalah cerita mengenai cerita-cerita tokoh tertentu, yang dianggap oleh benar-benar pernah terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal adalah legenda tokoh Panji Laras. Contoh lain legenda perseorangan adalah dari pulau Bali, yakni legenda tokoh populer di sana, yang bernama Jayaprana.

(4) Legenda SetempatYang termasuk ke dalam golongan legenda ini adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk tipografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang, dan sebagainya.Legenda setempat yang berhubungan dengan nama suatu tempat adalah Legenda Kuningan. Legenda setempat yang berhubungan dengan nama tempat adalah Asal Mula Nama Banyuwangi. Legenda setempat yang berhubungan dengan bentuk topografi suatu tempat antara lain, Legenda Tangkuban Perahu, Legenda Asal Mula Nama Tengger dan Terjadinya Gunung Batok. 2. Fungsi Legenda

Menurut Wiiliam R. Boscom (dalam Danandjaja, 1994:19) fungsinya adalah (a) sebagai system proyeksi (projective system) yang merupakan alat pencermin angan-angan kolektif; (b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (c) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device); dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Melihat fungsi legenda bagi masyarakat pendukungnya, berarti berupaya menemukan manfaat legenda bagi masyarakat pendukungnya. Manfaat ini dapat ditelusuri melalui sikap dan tingkah laku yang dilakukan da diyakini oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa ritus yang berkembang di masyarakat timbul akibat adanya legenda yang dimitoskan. 2.3 Teori Antropologi SastraMenurut Endraswara pendekatan antropologi sastra termasuk ke dalam pendekatan arketipal, yaitu pendekatan karya sastra yang menekankan pada warisan budaya masa lalu-warisan budaya tersebut dapat terpantul dalam karyakarya sastra klasik dan modern, karena ,peneliti antropologi sastra dapat mengkaji keduanya dalam bentuk paparan etnografi (2003:109). Untuk memahami dan mengkaji corak kebudayaan dalam sebuah karya sastra termasuk cerita rakyat, dibutuhkan peran serta ilmu pengetahuan lain di luar sastra. Ilmu pengetahuan lain, seperti antropologi budaya difungsikan sebagai ilmu bantu dalam menganalisis. Penerapan antropologi budaya untuk menelaah karya sastra, selanjutnya disebut antropologi sastra. Antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra relevansi dengan manusia (antrophos). Dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra (Ratna, 2004:351). Antropologi sastra menekankan pada corak kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia yang tercermin dalam karya sastra. Pendekatan demikian merupakan pendekatan interdisipliner terbaru dalam dalam dunia sastra, karena dalam mendekati karya sastra, menekankan pada manusia sebagai agen kultural, system kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya (Ratna,2004:353).Pendekatan antropologi sastra lebih menekankan segi kebudayaannya, yang mana dipicuh oleh beberapa hal utama, yaitu : (a); baik sastra maupun antropologi menganggap bahasa sebagai objek penting, (b);mempermasalahkan relevansi manusia budaya, dan (c);mempermasalahkan tradisi lisan, khususnya cerita rakyat dan mitos. Aspek yang kedua sering menimbulkan masalah dalam membedakan bats-batas penelitian di antara disiplin antropologi dan sastra.Menurut Bernard analisis antropologi sastra memfokuskan perhatian pada hal-hal berikut :(1) Kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta sastra. Kebiasaan leluhur melakukan samedi, melantunkan pantun, mengucapkan mantra-mantra, dan sejenisnya menjadi fokus pnelitian.

(2) Peneliti akan mengungkap akar tradisi atau subkultur serta kepercayaan seorang penulis yang terpantul dalam karya sastra. Dalam kaitan ini tema-tema tradisional yang diwariskan turun-temurun akan menjadi perhatian tersendiri.(3) Kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat sastra etnografis, mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya sastra. Misalkan saja, mengapa orang Jawa taat menjalankan pepali yang termuat dalam Pepali Ki Ageng Sela.

(4) Peneliti juga perlu memperhatikan bagaimana proses pewarisan sastra tradisional dari waktu ke waktu.

(5) Kajian diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra tersebut.(6) Perlu dilakukan kajian terhadap simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat pengagumnya. Misalkan, peneliti dapat mengkaji mitos Nyi Lara Kidul yang terkenal sampai sekarang (melalui Endaraswara, 2003:109).Langkah-langkah fundamental yang perlu diperhatikan dalam menganalisis karya sastra dengan pendekatan antroplogi sastra antara lain adalah menentukan terlebih dahulu karya sastra yang banyak menampilkan aspek-aspek etnografis, yang merefleksikan kehidupan tradisi yang telah mengakar dihati pemiliknya;

(1) Meneliti pemikiran, gagasan, falsafah, mitos, legenda, dongeng, serta hal-hal gaib yang dipercayai masyarakat yang terpatul dalam karya sastra.(2) Menganalisis simbol-simbol ritual serta karakteristik tradisi budaya yang mewarnai masyarakat dalam karya sastra tersebut.Konsep antropologi sastra dan langkah-langkah teoritis pendekatan antropologi sastra sebagaimana penulis paparkan di atas, akan penulis gunakan untuk mengkaji nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat pada masyarakat Demong Kabupaten Lembata. 2.4 Konsep Kearifan Lokal Dalam kamus, keraifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata yaitu; keraifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh arif, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal juga dapat diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Sistem pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan; agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, bahasa dan komunikasi, serta kesenian Kearifan lokal dapat pula didefinisikan sebagai wahana ekspresi budaya manusia dan sastra, baik aspek budaya maupun sastra yang terkait dengan aspek keindahan. Folklor memuat sastra lisan yang amat banyak ragamnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Dundes (1968:117) bahwa Oral literature is part the more inclusive term folklore. Folklor includes both verbal and nonverbal form. Pendapat ini menegaskan bahwa folklore tidak hanya berupa hal-hal lisan (verbal) atau kata-kata saja, melainkan ada yang berupa materi tertentu.Menurut Jim Ife (dalam R. Cecep Eka P,2010:4) kearifan lokal memiliki enam dimensi, yaitu:

(1) Dimensi Pengetahuan Lokal. Setiap mayarakat di mana pun mereka berada selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. Pengetahuan lokal terkait dengan perubahan dan siklus iklim kemarau dan penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, dan kondisi geografi, demografi, dan sosiografi. (2) Dimensi Nilai Lokal. Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. (3) Dimensi Keterampilan Lokal. Keterampilan lokal bagi setiap masyarakat dipergunakan sebagai kemampuan bertahan hidup (survival). Keterampilan lokal yang paling sederhana seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga. (4) Dimensi Sumber Daya Lokal. Sumber daya lokal pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan. (5) Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal. Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintah kesukuan. Suku merupakan kesatuan hokum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing-masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Ada yang secara demokratis, dan ada juga yang melakukan secara hierarkis. (6) Dimensi Solidaritas Kelompok Sosial. Suatu masyarakat umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal untuk membentuk solidaritas lokal. Setiap masyarakat mempunyai media untuk mengikat warganya dapat dilakukan melalui ritual keagamaan atau acara dan upacara adat lainnya.

Sebagai bagian dari kebudayaan tradisional, kearifan lokal merupakan satu aset warisan budaya. Melalui kearifan local inilah kita bias mempunyai motivasi menggali kearifan local sebagai isu sentral secara umum adalah untuk mencari identitas bangsa dan daerah yang mungkin hilang karena proses persilangan dialektiis atau karena akulturasi budaya (melalui Endraswara, 2013:149). Dalam konteks ini, karena terjadi modernisme dan globalisasi kearifan lokal berorientasi pada (1) keseimbangan dan harmoni manusia, alam, dan budaya; (2) kelestarian dan keragaman alam dan kultur; (3) konservasi sumber daya alam dan warisan budaya. 2.5 Profil Masyarakat Demong Kabupaten LembataDemong dalam hal ini memiliki 2 suku, yaitu suku Paji dan suku Demong sendiri. Pada tahun 1927 di sebuah tempat yang bernama Wulandoni terjadilah sengketa batas wilayah antar suku Demong(Lamalera) dan suku Paji(Lebala). Perang ini berlangsung selama satu minggu sehingga menelan korban dari kedua belah pihak. Sengketa itu semakin memanas dan akhirnya berita ini pun sampai di telinga raja Larantuka.Karangora adalah tempat dimana terjadi perdamaian antara Suku Demong dan suku paji yang dilakukan oleh raja Larantuka sendiri. Keputusan yang dibuat oleh raja Larantuka adalah satu ekor kerbau dari suku Demong dan 12 ekor kambing dari Suku Paji untuk perdamaian, semua ini dilakukan dan disaksikan oleh Raja Larantuka yang bertempat di Karangora.

Sebagai bukti perdamaian terdapat satu rumpun bambu yang ditanam dengan sumpah dan masih ada hingga saat ini. Dan sampai saat inipula kedua suku tersebut telah bersatu menjadi sebuah kecamatan dan desa. Orang Demong memiliki bahasa persatuan yag disebut bahasa Demong, dengan pelbagai dialek atau logat yg berbeda tetapi mengandung pengertian yg sama pula. Orang Demong memiliki banyak bahasa,memang pada awalnya, hanya ada satu bahasa yang digunakan yaitu bahasa Lamaholot, namun dengan adanya percampuran penduduk dari suku-suku lain, dalam hal ini terutama suku Paji dan Demong,sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari yang di kenal dengan bahasa Paji juga bahasa Demong sendiri.

Adanya bermacam-macam bahasa ini, sangat dipengaruhi oleh letak geografis. Meskipun demikian, perbedaan ini bukanlah sebuah penghalang dalam menciptakan dan melestrarikan budaya orang Lembata khususnya masyarakat Demong, justru perbedaan ini menjadi sumber kekayaan, aset dan daya tarik baik bagi masyarakat Demong sendiri maupun bagi masyarakat suku yang lainnya. Orang Lembata bagian selatan menggunakan bahasa Labala-Boto, sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Kedang digunakan oleh orang Lembata bagian Timur. Sedangkan di kota Larantuka sendiri , para penduduknya menggunakan bahasa nagi ( perpaduan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu).

Orang Demong memliki kebudayaan yang disebut Ritus budaya. Budaya yang berdiri sampai sekarang yg memantulkan nilai sebagai lambang kepribadian dan pedoman hidup bagi masyarakat Demong. Di sini nilai itu selalu berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, seperti pada kalimat Lera Wulan Tanah Ekan no-on matan (matahari sebagai kekuatan di langit,dan tanah dan lingkungan sebagai kekuatan dibumi). Dia melihat semua perbuatan manusia, sekalipun tersembunyi. Hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Semua nilai atau pandangan hidup tersebut harus di jaga, di pertahankan, dan dilestarikan.BAB III

METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan untuk meneliti tentang Nilai Kearifan Lokal Yang Terdapat Dalam Cerita Rakyat Pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata adalah (a) rancangan penelitian, (b) data dan sumber data, (c) instrumen penelitian (d) teknik pengumpulan data, (f) teknik analisis data, dan (f) prosedur penelitian. 3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini bertujuan agar peneliti dapat mendeskripsikan data-data secara sistematis, nyata dan sesuai dengan rumusan masalah yang akan diteliti. Berdasarkan paradigmanya, penelitian ini menggunakan Metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif merupakan metode yang memaparkan atau menggambarkan sesuatu dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Sedangkan metode kualitatif adalah digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan (Arikunto, 1993:234). 3.2. Data dan Sumber Data

1. Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf dari kutipan cerita dalam cerita rakyat Masyarakat Lamaholot Kabupaten Flores Timur. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan. Selain itu, peneliti juga menggunakan data yang telah terdokumentasi dalam bentuk rekaman dan foto-foto. 2. Sumber Data Sumber data pada penelitian ini adalah penutur atau informan yang menuturkan tentang cerita rakyat di Masyarakat Demong. Disini peneliti mewawancarai informan atau tokoh masyarakat, juga melalui perekaman yang dilakukan lewat komunikasi pada masyarakat Demong di Lembata Kabupaten Lembata. 3.3. Instrumen PenelitianDalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian sekaligus sebagai pengumpul data. Adapun tafsiran-tafsiran dalam hal ini pemahaman dan penghayatan terhadap sumber data, peneliti memerlukan instrument bantu yang berupa tabel tabel penelitian yaitu.a. Tabel nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan adat istiadat.

NoAspek yang ditelitiDataKode

1Nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Terjadinya Bunga dan Mengi (Asal mula padi dan jagung).

2Nilai kearifan lokal yang dalam cerita rakyat Kisah Patigolo Arakian

3Nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Kisah Tuak Wutun Pulau Siput Awololong

b. Tabel nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan agama.

NoKode DataDatadeskriptif

1Nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Prosesi Pelaksanaan Upacara Tuan Ma.

c. Tabel Nila Kearifan lokal yang berkaitan denga Sistem PengetahuanNoKode DataDatadeskriptif

1Nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Terjadinya Bunga dan Mengi (Asal mula padi dan jagung).

2Nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Terjadinya Bunga dan Mengi (Asal mula padi dan jagung).

3.4. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data adalah (1) wawancara; (2) perekaman; (3) studi pustaka.1. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah teknik wawancara yang tidak terstruktur, artinya wawancara yang bersifat bebas, santai dan bebas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada informan untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan. Dalam hal ini, informan mendapat kebebasan untuk mengeluarkan pengetahuan, keyakinan dan lain sebagainya.Dalam penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk memperoleh informasi mengenai cerita rakyat yang terdapat di masyarakat Demong Kabupaten Lembata. 2. Perekaman

Perekaman dilakukan untuk merekam semua pernyataan informan yang ada di Flores_Kabupaten Lembata. Perekaman digunakan menjaring data mengenai cerita rakyat pada masyarakat Demong Kabupaten Lembata. Karena terbatasnya waktu , maka penulis mengambil data, dalam hal ini cerita rakyat melalui proses komunikasi antara penulis dengan informan untuk direkam. Teknik perekaman ini dipilih dengan tujuan agar semua pernyataan dari informan atau nara sumber dapat terekam secara lengkap dan jelas.

3. Studi kepustakaan

Dalam penelitian ini, studi kepustakaan dipergunakan untuk memperoleh semua data atau informasi dari catatan. Transkrip, buku, surat kabar, artikel, dan sebagainya yang berhubungan dengan objek yang dikaji.

3.5. Teknik Analisis DataMenurut Miles dan Huberman (dalam Prof. Dr. Sugiyono, 2008:246) analisis data penelitian kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan pokok, yaitu (1) reduksi data; (2) penyajian data dan verifikasi; (3) penarikan kesimpulan. Reduksi data meliputi identifikasi, klasifikasi, dan kodefikasi. Pada tahap identifikasi kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap data-data yang telah tersedia, yaitu cerita rakyat yang terdapat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata. Hal yang diidentifikasi dari data tersebut adalah data yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Demong. Tahap klasifikasi peneliti menggolongkan data yang telah diidentifikasi berdasarkan kriteria dan pokok permasalahannya. Dan pada tahap pengkodean peneliti melakukan pengkodean terhadap data yang telah diklasifikasikan. Penyajian data disesuaikan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu; (1) bagaimanakah nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan adat-istiadat yang terdapat dalam cerita rakyat pada masyarakat Demong Kabupaten Lembata?; (2) Bagaimanakah nilai kearifan lokal yang berkaiatan dengan religiunitas yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Demong Kabupaten Lembata?; (3) Bagaimanakah nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan system pengetahuan dalam cerita rakyat pada masyarakat Demong Kabupaten Lembata?. Pada tahap akhir peneliti melakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil penelitiannya berdasarkan data-data yang telah dianalisis. 3.6. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tentang Nilai Kearifan Lokal Yang terdapat dalam cerita rakyat pada Masyarakat Lamaholot Kabupaten Lembata terdiri dari tiga tahap yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian. 1. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini, peneliti melakukan kegiatan yang meliputi; (1) pemilihan judul penelitian, (2) mengadakan studi pustaka, (3) pembuatan proposal penelitian,2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan ini meliputi kegiatan; (1) pengumpulan data, (2) pengolahan data, (3) penyajian data, dan (4) penyimpulan hasil pengolahan data. 3. Tahap Penyelesaian Tahap penyelasian ini meliputi; (1) Penulisan laporan hasil penelitian, (2)Revisian laporan penelitian, (3) Menggandakan laporan penelitian, dan (4) Penyerahan laporan penelitian. BAB IV

PEMBAHASANPada bab IV ini, akan dibahas tentang Nilai Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat di Masyarakat Demong Kabupaten Lembata. Pembahasannya sebagai berikut :4.1 Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan Adat-Istiadat dalam Cerita Masyarakat Demona Kabupaten Lembata1) Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan Adat-Istiadat dalam Cerita Masyarakat Demona Kabupaten LembataDalam cerita itu terdapat kutipan yang mencerminkan kearifan lokal yang berkaitan dengan adat istiadat.

Si bala wuri lalu memohon kepada saudara dan saudarinya tersebut dan suatu saat bala wuri megajak Bunga dan Mengi ke suatu tempat, bala wuri melempar sebuah batu, saat mengi menunduk hendak mengambil batu itu, Bala wuri lalu memotong Mengi dan mencincangnya halus-halus dan Ia meminta agar tubuhnya yang sudah dicincang dan potongan tubuh lainnya dihamburkan ke seluruh kebun mereka. Hasilnya yang yang tumbuh adalah padi, jagung, umbi-umbian, dan semua tanaman yang bisa di makan oleh manusia. Dan di sekitar tempat kejadian itu, dikenal dengan nama tempat yang di beri nama Bunga dan Mengi, dan di tempat itu jika ada orang yang memotong bambu itu maka timbulah angin topan yang datangnya dari Bunga Mengi. Di tempat itu juga jika pada musim panen tiba juga harus di buat dengan upacara khusus demi persatuan suku (atau mereka semua sebagai saudara dan saudari).Pada kutipan tersebut mengandung nilai-nilai keutamaan yang dijunjung tinngi oleh orang suku demong, yang mana pada perayaan syukur sebelum panen, ada keawajiban bagi para anggota masyarakat untuk mempersebahkan sebagian hasil panen itu sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan sebelum menikmati hasil panen tersebut. Adapun doa yang dilantunkan sebagai berikut :Bapa Lera Wulan lodo hau Bapak Lera Wulan turunlah ke siniEma Tanah Ekan gere haka Ibu Tanah Ekan bangkitlah ke sini

Tobah tukan Duduklah di tengah

Pae bawan Hadirlah di antara kami

Ola di ehin kae (Karena) kerja ladang sudah berbuah

Here di wain kae (Kerena) menyadat tuak sudah berhasil

Goong molo Makanlah terlebih dahulu

Menu wahan Minumlah mendahului kami

Nein kame mekan Barulah kami makan

Dore menu urin Barulah kami minum kemudian2) Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan adat- istiadat dalam Cerita Rakyat Patigolo ArakianDalam Cerita rakyat ini, menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bernama Patigolo yg menemukan pasangan hidupnya dan menurunkan keturunan orang flores, pada suku padji-demong juga pada suku orang larantuka.Terlihat dalam kutipan berikut : Setelah beberapa hari tinggal di Motokron, pada suatu tengah malam mereka mengadakan pesta, tiba-tiba seorang pemudi bernama Hadung Boleng Tenibab Odi melihat ada nyala api di puncak Ile Mandiri. Hadung Boleng menceritakan hal tersebut kepada teman-temannya, termasuk Patigolo. Tetapi teman-temannya tersebut tidak menghiraukannya. Mereka mengaanggap bahwa api itu adalah suanggi atau roh jahat (ape menaka) atau ape nitun lolon, karena hampir tiap malam mereka melihat api tersebut. Maka, Patigolo pun bertekad untuk pergi melihat apa yang sebenarnya terjadi di tempat tersebut. Patigolo pun mempersiapkan segala sesuatunya seperti bekal dalam perjalanannya, dan beberapa kain sarung (tenunan Timor), serta arak. Maka naiklah ia ke puncak Ile Mandiri. Setelah beberapa lama mencari tempat tersebut, Patigolo akhirnya menemukan tempat yang menurutnya ada penghuninya, karena di tempat tersebut ada tulang-tulang binatang, ada tungku perapian, dan juga ada tempat duduk.

Setelah beberapa lama Patigolo menunggu di bawah pohon di tempat tersebut, dari jauh terdengar suara dan deruh angin yang sangat besar dan menakutkan. Suaru dan deruh angin tersebut kian mendekat kearah Patigolo. Patigolo pun ketakutan, dan akhirnya ia pun memanjat pohon besar tersebut untuk bersembunyi, sekaligus melihat suara dan bunyi apa yang datang tersebut. Pada suatu hari, keduanya duduk bersama sambil minum arak yang dibawa oleh Patigolo. Makhluk asing tersebut pun akhirnya mabuk dan tak sadarkan diri dalam beberapa hari. Pada kesempatan itu, Patigolo mengambil pisaunya dan mencukur buluh diseluruh tubuh makhluk asing tersebut dan memakaikan dia kain sarung yang dibawa olehnya. Tidak lama kemudian, makhluk asing tersebut yang ternyata adalah seorang perempuan pun sadarkan diri. Ia merasa kaget dengan keberadaan dirinya sekarang yang mengenakan kain sarung. Patigolo pun memperkenalkan dirinya kepada perempuan tersebut, dan perempuan tersebut pun memperkenalkan dirinya juga kepada Patigolo. Namanya adalah Watowele (Watoweleatan Utan). Setelah itu, keduanya hidup bersama sebagai suami istri. Dalam cerita diatas terdapat nilai kearifan lokal yakni untuk mengenang para leluhur yakni patigolo. Setiap tahun mengadakan ritual khusus untuk menghormati da mengenang para leluhur. Ritual tersebut dilaksanakan sebagai ujud rasa terima kasih kepada Tuhan lewat perantara para leluhur.Dalam upacara tersebut mereka membawa barang2 berupa sirih pinang,kain sarung asli,belaon (anting jaman dulu),tuak,rokok (tembakau jaman dulu),selain itu upacara ini dilakukan pemotongan hewan seperti babi kambing dan ayam. Hewan yang dikurbankan untuk memberi makan para leluhur.3) Nilai Kearifan lokal yang berkaitan dengan adat-istiadat dalam cerita rakyat Tuak Wutu Pulau Siput AwololongDalam cerita itu terdapat kutipan yang mencerminkan kearifan lokal yang berkaitan dengan adat istiadat.

Kutipannya sebagai berikut :Dikisahkan pada suatu saat di Tuak Wutun Awololong diadakan pesta besar. Seluruh penduduk Tuak Wutun Awololong terlibat dalam pesta yang meriah tersebut. Berhari hari lamanya pesta itu berlangsung. Baik siang maupun malam hari pesta rakyat itu dimeriahkan oleh aneka tarian adat seperti Hamang dan tarian tradisional lainnya. Pada suatu malam, ketika tarian Hamang sedang berlangsung, Anjing tersebut secara merta-merta lolos dari dalam lingkaran tersebut dan berlari menuju sebuah rumah penduduk yang terdekat, anjing itu kemudian mengambil sebuah alas periuk yang dianyam dari daun lontar lalu dipakenya sebagai pengganti topi kenobo kolilolo dan kembalilah ia ketengah tengah lingkaran tarian Hamang yang kian meriah. Anjing tersebut tiba tiba bersuara dengan lagu sebagai berikut awo,awo, elali kawok o,uti mata lika tawa lekem mekali kawok, o wow owl au bera akam jae,jae bera nau. Arti syair anjing itu adalah hai anjing kau adalah makhluk terhina dalam keseharian kehidupan di ttungku periuk tubuhmu, kau letakkan kemaluanmu dekat alas tungku yang senntiasa mengorek abu dapur.Mendengar syair yang keluar dari mulut seeokor anjing yang tak berakal budi itu,seluruh peserta mendadak takjub dan penuh ketakutan karena hal itu seharusnya tak boleh terjadi. Tuak Wutu Awololong mendadak gempar dan panik,dan pada saat bersmaan muncul deru angin dan gelombang air pasang yang melanda seluruh kampong Tuak Wutu Awololong. Tuak Wutu Awololong tenggelam tersapu air laut.

4.2 Nilai Kearifan lokal yang berkaitan dengan ReligiunitasNilai Kearifan lokal yang berkaitan dengan religiunitas dalam cerita rakyat Tuan MaDalam cerita yang berjudul Tuan Ma ini, dikisahkan ada seorang anak laki-laki yang bernama Resiona,yang berniat untuk memilih kulit siput atau kerang dipantai. Sesampainya di pantai ia bertemu dngan seorang perempuan yang berparas cantik. Ia pun menanyankan siapa gerangan perempuan cantik tersebut dan berasal dari manakah perempuan cantik tersebut. Perempuan cantik itu tidak menjawabnya, malah membungkuk dan menulis dengan jari tangannya di pasir, tiga kata yang tidak dimengerti oleh Resiona. Pada saat itu masyarakat itu sendiri masih kafir, belum mengenal agama. Setelah selesai membaca tulisan yang ia sendiri tidak mengerti,ia mengangkat mukanya dan tryata perempuan tersebut berubah menjadi patung. Resiona menjadi bingung iapun akhirnya memagari tulisan tersebut dengan batu dan kayu agar tidak terhapus oleh terjangan ombak,dan membawa patung tersebut pulang kerumahnya. Berita bahwa Resiona menemukan patung di pantai pun terdengar sampai ke telinga raja Lewonama (Larantuka). Ia pun memerintahkan agar patung trsbt disimpan di Korke (Rumah Adat). Pada waktu itu masyarakat masih Kafir, maka mereka memberi sesajen setiap perayaan panen sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan tangkapan dari laut. Sampai dengan pada suatu hari datanglah seorang paderi Ordo Dominikus dari Portugal. Ia diminta oleh resiona untuk membaca tiga kata yang ditulis oleh patung tersebut. Ternyata tulisan tersebut adalah Reinha Rosario Maria. Setelah membaca tulisan tersebut paderi tersebut pun diantar ke Korke untuk melihat patung tersebut. Paderi tersebut langsung mengenali patung itu dan dengan penuh rasa haru ia berkata ya inilah Dia, Reinha Rosari. Dia sendiri yang menuliskan namanya di pasir,yakni Maria Reinha Rosari yang dikenal juga sebagai Maria Dolorosa,atau Bunda Kedukaan atau Mater Misercordia. Peristiwa dan sejarah masa silam Tuan Ma di pantai Kebis Larantuka meninggalkan jejak yang sampai saat ini tetap dilestarikan. Tempat patung Tuan Ma disimpan untuk melantunkan kidung2 pujian yang diikuti dengan prayaan misa kudus yang dihadiri oleh ribuan jemaat dengan berlutut didepan altar sambil menyalakan lilin. Sebelum memasuki perarakan patung keliling kota larantuka pada hari jumad agung, pesan semana Santa sejak hari rabu yang disebut Rabu Trewa atau rabu terbelenggu untuk mengenang yesus kristus kala dikhianati Yudas Iskariot dan dibelenggu tentara romawi kemudian diseret keliling kota Nazareth. Pada malam rabu trewa, warga di luar kapela membunyikan berbagai peralatan untuk menggambarkan kegaduan degan memukul tutupan kaleng atau menyeret sehelai seng untuk mengenang kegaduhan saat yesus diarak.Usai rabu trewa,ritual berikutnya adalah perayaan kamis putih yang ditandai denga kegiatan tikam turo atau memasang tiang-tiang untuk tempat lilin sepanjang jalur yang akan dilewati selama prosesi jumad agung mengarak patug tuan ma dan arca Yesus keliling kota larantuka dengan berdoa dan melantunkan lagu2 Maria tanda perkabungan WafatNya Tuhan Yesus Kristus.Usai kegiatan tikam Turo,umat berduyun- duyun ke kapela Tuan Ma dan Tuan Ana (arca Yesus) untuk mengikuti upacara Muda Tuan. Muda tuan merupakan acara memandikan patung Tuan Ma yang dilakukan keluarga raja Larantuka dan beberapa orang pilihan. Saat inilah diyakini warga Larantuka, orang orang tertentu aka diselimuti keharuan ketika mengenkan opa atau jubah putih perlambang kesucian.Mereka adalah orang orang pilihan yang mendapat anugerah untuk memandikan patung Tuan Ma. Suatu ritual kuna dalam ruangan yang telah dijaga kerahasiaan selama sudah lebih dari 5 abad. Tidak semua orang bias mengikuti acara Muda Tuan. Namun hanya sosok yang dianggap bijaksana dan pernah terpilih sebagai pengurus konferia. Merekapun harus bersaksi dibawah sumpah kristus untuk merahasiakan pengalaman yang dialami sepanjang ritual karena diyakini dapat menemui ajal jika membuka rahasia itu. Prosesi Jumad Agung yang mengukuhkan Larantuka sebagai kota Reinha Rosari ini belum selesai. Pada pukul 19.00 waktu setempat, usai misa Agung cium salib yesus, ribuan umat katolik larantuka dan para peziarah berkumpul di halaman gereja katedral untuk mengarak patung Bunda Maria yang biasa disebut Tuan Ma bersama Arca Yesus yang disebut Tuan Ana keliling kota Larantuka yang melambangkan perhentian jalan salib yesus hingga wafat disalib. Peristiwa ini mengingatkan umat umat katolik untuk merenungkan penderitaan yesus sampai wafat di salib bersama Bunda Maria (ibu Yesus). Suasana hening disaat menyinggahi 8 (delapan) armida untuk mendengarkan ovos (ratapan Bunda Maria). Delapan armada tersebut adalah armida misericodiae, Armida Tuan Meninu, Armida santo philipus Balela, Armida Tuan Trewa, Armida Mater Dolorosa, Armida Benteng Daud, Armida Kuce dan Armida Tuan Ana.Sabtu dalam pekan suci adalah Sabtu Kudus karenanya masyarakat setempat menyebutnya sebagai Sabtu Santo. Tak ada kegiatan istimewa di hari ini, para pelaku utama Prosesi maupun pendampingnya dapat istirahat dan tidur, apabila segala barang kudus telah masuk kediamannya masing-masing, entah itu milik kapela induk ataupun yang lainnya, yang mana dibangun kemarin harus dibongkar semuanya. Di kapela Tuan Ma, Raja larantuka wajib hadir menyaksikan seremonial penutupan oleh confreria. Masyarakat yang ingin mencium Tuan Ma dan Tuan Ana masih diberi kesempatan terakhir sebelum penutupan benar-benar dinyatakan selesai dan akan dibuka lagi tahun mendatang.Prosesi mengarak patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (arca Yesus) berlangsung hingga sabtu dini hari, hal ini terjadi karena banyaknya peziarah yang mengikuti prosesi tiap tahunnya. Kesaksian sejumlah peziarah yang sebelumnya dating dengan ujud khusus,selalu terkabulkan sehingga setiap tahunnya jumlah peziarah meningkat karena setiap peziarah selalu dating kembali untuk mengucapkan syukur bersama keluarga atau sahabat.

Tradisi Religiunitas ini dari dari dahulu sampai dengan sekarang ini masih tetap dijaga dan dipelihara oleh masyarakat Larantuka. Dan mereka percaya bahwa melaui Bunda Maria, kita akan sampai kepada Yesus Kristus, Allah beserta kita. Tuan Ma (Bunda Maria) merupakan Ibu Bagi Masyarakat Larantuka. Devosi kepada Bunda Maria merupakan satu wujud dan bentuk penghormatan kepada Bunda Maria (Yohanes Fernandes, 2001:5-40)4.3 Nilai Kearifan lokal yang berkaitan dengan Sistem Pengetahuan dalam Cerita Rakyat Masyarakat Demong Kabupaten Lembata.1. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan system pengetahuan dalam Cerita Rakyat Bunga dan Mengi.Sistem pengetahuan yang terdapat pada masyarakat Demong dalam cerita Bunga dan Mengi tampak pada perubahan-perubahan musim yang barawal dari alam, misalnya musim hujan dan musim kemarau. Perubahan pada dua jenis musim tersebut hampir semua dipelajari oleh masyarakat Demong sebagai pengetahuan untuk keperluan bercocok tanam dan sesudah bercocok tanam.Hal itu terlihat pada kutipan berikut :

Bila selesai menumbuk padi, salah seorang akan mengambil air ,sirih dan pinang pada waktu senggang.ia juga akan menganyam sebuah tikar dari daun lontar.Dan jika pada musim tanam, ia juga turut ke ladang untuk menanam, dan setelah hasil panen di adakan ritual makan padi baru sebagai tanda penghormatan pada leluhur bawah hasil panen berhasil

2. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan system pengetahuan dalam cerita rakyat Patigolo ArakianSelain pengetahuan tentang perubahan musim, masyarakat suku Demong dalam Cerita Patigolo Arakian ini juga menguasai konsep pengetahuan yang berkaitan dengan jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka. Pengetahuan tersebut sangat penting artinya dalam membantu memudahkan hidup mereka sehari-hari, seperti makan, minum, tidur, pengobatan, dan sebagainya. Jenis tumbuhan bambu misalnya dimanfaatkan suku masyarakat Demong Kabupaten Lembata untuk membuat tabung air, ranting-ranting kayu menjadi kayu bakar, sejenis batang kayu dimanfaatkan untuk membuat lesung dan alu, yang kegunaannya untuk menumbuk padi, seperti yang terdapat dalam penggalan kutipan berikut:Nawi (bambu tempat penadah air tuak/nira) tidak terisi dan selalu kosong. Bahkan hampir setiap setiap pagi kedapatan bambu tempat penadah air tuak selalu jatuh dari atas pohon tuakKepercayaan akan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam tampak dalam sikap orang-orang suku Demong terhadap benda-benda tertentu, seperti barang-barang warisan nenek moyang, pohon-pohon bersar yang diangaap keramat dan berbahaya. Tempat-tempat tersebut diyakini sebagai tempat tinggal para nenek moyang dan roh-roh. Berada di tempat itu orang harus bersikap sopan dan hormat. Rasa peresatuan dengan dunia mistis tersebut membuat orang merasa tentram, aman, dan tidak mengalami gangguan.Menurut Felysianus Sanga seorang Budayawan Lamaholot, sesunggunya inti keyakinan terhadap simbol-simbol itu, terletak pada sebuah nilai keutamaan yaitu : Kemurniaan Hidup yang ditunjukan tidak hanya pada diri sendiri, tetapi juga sesame manusia, lingkungan alam, dan dunia supranatural. Dalam upaya mencapai kemurnian hdup,masyarakat meyakini beberapa nilai dasar yang harus dipegang teguh yaitu : (1) kebenaran, (2) kejujuran, (3) keadilan, dan (4) kepastian. Implementasi dari keempat nilai diatas, arah kehidupan masyarakat berorientasi pada : (1) keselamatan hidup, (2) kekeluargaan, (3) kerja sama, (4) kecukupan hidup, dan (5) kedamaian. Nilai nilai kearifan local semacam inilah yang secara atau tidak, ikut menentukan disamping agama, budaya dan pendidikan sebagai pengendali orientasi hidup setiap masyarakat. .

BAB V

PENUTUPDalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang (1) kesimpulan dari penelitian, (2) saran saran. Kesimpulan dalam bab ini dimaksudkan untuk memberi jawaban tentang hasil penelitian, sedangkan saran saran dimaksudkan untuk memberi tanggapan terhadap hasil penelitian.5.1 Kesimpulan5.1.1 Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan adat Istiadat dalam cerita Rakyat Demong Kabupaten Lembata.1. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan adat istiadat dalam Cerita Rakyat Bunga Dan MengiDi tempat itu juga jika pada musim panen tiba juga harus di buat dengan upacara khusus demi persatuan suku (atau mereka semua sebagai saudara dan saudari)

Pada kutipan tersebut mengandung nilai-nilai keutamaan yang dijunjung tinngi oleh orang suku demong, yang mana pada perayaan syukur sebelum panen, ada keawajiban bagi para anggota masyarakat untuk mempersebahkan sebagian hasil panen itu sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan sebelum menikmati hasil panen tersebut.2. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan dengan adat istiadat dalam cerita rakyat Patigolo ArakianSetelah beberapa lama Patigolo menunggu di bawah pohon di tempat tersebut, dari jauh terdengar suara dan deruh angin yang sangat besar dan menakutkan. Suaru dan deruh angin tersebut kian mendekat kearah Patigolo. Patigolo pun ketakutan, dan akhirnya ia pun memanjat pohon besar tersebut untuk bersembunyi, sekaligus melihat suara dan bunyi apa yang datang tersebutDalam cerita diatas terdapat nilai kearifan lokal yakni untuk mengenang para leluhur yakni patigolo. Setiap tahun mengadakan ritual khusus untuk menghormati da mengenang para leluhur. Ritual tersebut dilaksanakan sebagai ujud rasa terima kasih kepada Tuhan lewat perantara para leluhur.3. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan dengan adat istiadat dalam cerita rakyat Tuak Wutun Pulau Siput AwololongMendengar syair yang keluar dari mulut seeokor anjing yang tak berakal budi itu,seluruh peserta mendadak takjub dan penuh ketakutan karena hal itu seharusnya tak boleh terjadi. Tuak Wutun Awololong mendadak gempar dan panik,dan pada saat bersamaan muncul deru angin dan gelombang air pasang yang melanda seluruh kampung Tuak Wutun Awololong. Tuak Wutun Awololong tenggelam tersapu air laut

5.1.2 Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan Religiunitas dalam cerita rakyat Demong Kabupaten LembataNilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan Sstem Religiunitas dalam Cerita Rakyat Tuan Ma.Tradisi Religiunitas ini dari dari dahulu sampai dengan sekarang ini masih tetap dijaga dan dipelihara oleh masyarakat Larantuka. Dan mereka percaya bahwa melaui Bunda Maria, kita akan sampai kepada Yesus Kristus, Allah beserta kita. Tuan Ma (Bunda Maria) merupakan Ibu Bagi Masyarakat Larantuka. Devosi kepada Bunda Maria merupakan satu wujud dan bentuk penghormatan kepada Bunda Maria (Yohanes Fernandes, 2001:5-40)5.1.3 Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan Sistem Pengetahuan dalam Cerita Rakyat Masyarakat Demong Kabupaten Lembata1. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan dengan sistem Pengetahuan dalam Cerita Rakyat Bunga Dan MengiSistem pengetahuan yang terdapat pada masyarakat Demong dalam cerita Bunga dan Mengi tampak pada perubahan-perubahan musim yang barawal dari alam, misalnya musim hujan dan musim kemarau. Perubahan pada dua jenis musim tersebut hampir semua dipelajari oleh masyarakat Demong sebagai pengetahuan untuk keperluan bercocok tanam dan sesudah bercocok tanam.

Hal itu terlihat pada kutipan berikut :

Bila selesai menumbuk padi, salah seorang akan mengambil air ,sirih dan pinang pada waktu senggang.ia juga akan menganyam sebuah tikar dari daun lontar.Dan jika pada musim tanam, ia juga turut ke ladang untuk menanam, dan setelah hasil panen di adakan ritual makan padi baru sebagai tanda penghormatan pada leluhur bawah hasil panen berhasil

2. Nilai Kearifan Lokal yang berkaitan dengan dengan system Pengetahuan dalam Cerita Rakyat Patigolo ArakianSelain pengetahuan tentang perubahan musim, masyarakat suku Demong dalam Cerita Patigolo Arakian ini juga menguasai konsep pengetahuan yang berkaitan dengan jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka. Pengetahuan tersebut sangat penting artinya dalam membantu memudahkan hidup mereka sehari-hari, seperti makan, minum, tidur, pengobatan, dan sebagainya. Jenis tumbuhan bambu misalnya dimanfaatkan suku masyarakat Demong Kabupaten Lembata untuk membuat tabung air, ranting-ranting kayu menjadi kayu bakar, sejenis batang kayu dimanfaatkan untuk membuat lesung dan alu, yang kegunaannya untuk menumbuk padi, seperti yang terdapat dalam penggalan kutipan berikut:Nawi (bambu tempat penadah air tuak/nira) tidak terisi dan selalu kosong. Bahkan hampir setiap setiap pagi kedapatan bambu tempat penadah air tuak selalu jatuh dari atas pohon tuakKepercayaan akan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam tampak dalam sikap orang-orang suku Demong terhadap benda-benda tertentu, seperti barang-barang warisan nenek moyang, pohon-pohon bersar yang diangaap keramat dan berbahaya. Tempat-tempat tersebut diyakini sebagai tempat tinggal para nenek moyang dan roh-roh. Berada di tempat itu orang harus bersikap sopan dan hormat. Rasa peresatuan dengan dunia mistis tersebut membuat orang merasa tentram, aman, dan tidak mengalami gangguan.

5.2 Saran saranBagian ini mengemukakan saran saran yang berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan hasil penelitian ini. Adapun saran saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :1. Bagi Guru Bahasa Indonesia

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh guru Bahasa Indonesia dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SMP/MTs dan SMA ,lebih khususnya lagi pada pembelajaran apresiasi sastra khususnya sastra lisan.

2. Bagi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Hasil penelitian ini dapat digunakan mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Prosa Fiksi, Sastra Bandingan juga mata kuliah Kajian Foklor Nusantara sebagai bahan referensi.

3. Bagi Penikmat Karya Sastra

Diharapkan agar jangan hanya membaca karya sastra yang modern seperti cerpen, novel, puisi dan sebagainya, tetapi juga membaca cerita rakyat daerah, karena disitu banyak mengandung nilai nilai yang bermanfaat bagi pengembangan diri. Juga terdapat nilai kearifan local yang ada di daerahnya, khususnya masyarakat Lembata (Demong),dengan mempertahankan tradisi tradisi yang diwariskan oleh para leluhur, dalam hal ini menunjukan kepribadian kita sebagai masyarakat Lamaholot ataupun Paji dan Demong.