data enyu gerontik kate fiks

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ke 5 di seluruh dunia, Menurut WHO di prediksikan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ke 3 di seluruh dunia. Data prevalensi PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalensi PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5 – 9% pada individu di atas 45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalensi PPOK bervariasi dari 7,8%-32,1% dibeberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3% yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam, Indonesia sendiri pada penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung disease (GOLD) 2009, PPOK adalah penyakit yang dapat di cegah dan di obati dengan efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat keparahan pada tiap pasien. PPOK merupakan panyakit yang memburuk secara lambat, dan obstruksi saluran nafas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis 1

Upload: bee-daniel

Post on 13-Aug-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

other

TRANSCRIPT

Page 1: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit

penyebab kematian ke 5 di seluruh dunia, Menurut WHO di prediksikan pada tahun

2020 akan menjadi penyebab kematian ke 3 di seluruh dunia. Data prevalensi PPOK

pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun

2000, prevalensi PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5 – 9% pada individu di atas

45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalensi PPOK bervariasi dari 7,8%-

32,1% dibeberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%

yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam,

Indonesia sendiri pada penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia

Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung disease (GOLD)

2009, PPOK adalah penyakit yang dapat di cegah dan di obati dengan efek

ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat keparahan

pada tiap pasien. PPOK merupakan panyakit yang memburuk secara lambat, dan

obstruksi saluran nafas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan

usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan bahkan

sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah

Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan

usia harapan hidup penduduk dunia yang berdampak pada jumlah anggota masyarakat

yang berusia lanjut lebih banyak. Serta pergeseran pola penyakit infeksi yang

menurun sedangkan penyakit degenerative meningkat, serta meningkatnya factor-

faktor lingkungan yang dapat mencetus timbulnya bermacam penyakit. Lingkungan

tersebut mencetus timbulnya suatu penyakit karena terjadi perubahan anatomik-

fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostatis

martial, kemudian dapat timbul homeostatis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling

akhir terjadi kematian sel. Salah satu factor lingkungan adalah industrialisasi,

1

Page 2: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

kebiasaan merokok dan populasi udara, yang mana merokok merupakan salah satu

faktor risiko terbesar PPOK.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh lansia dengan PPOK.

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran PPOK (definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan

gejala, penatalaksanaan) pada lansia.

b. Mengetahui asuhan keperawatan PPOK pada lansia.

c. Mengetahui pengkajian ADL pada penderita PPOK dengan

menggunakan indeks Barthel

d. Mengetahui pengkajian mental pada penderita PPOK dengan

menggunakan SPMSQ dan MMSE.

1.3. Manfaat

a. Dapat memberikan informasi tentang penyakit PPOK

b. Dapat memberikan informasi tentang pengkajian ADL dan mental menggunakan

indeks Barthel, SPMSQ, dan MMSE pada pasien PPOK

c. Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan lansia dengan PPOK

2

Page 3: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau yang biasa di kenal dengan

COPD adalah penyakit paru yang dapat di cegah dan di obati dengan efek

ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat keparahan

pada tiap pasien, penyakit ini di tandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi

paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya, disetai efek ekstrapan

yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Ketiga penyakit yang membentuk

satu kesatuan yang di kenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-

paru dan asthma bronchiale. Pada bronkitis kronik merupakan suatu kondisi yang

ditandai dengan batuk disertai dahak selama paling sedikit tiga bulan dalam dua tahun

berturut-turut, dan pada emfisema terjadi pelebaran rongga udara distal sampai

bronkiolus terminal disertai destruksi septa alveolar.

Selain itu penyakit paru obstruksi kronik dapat dijelaskan yaitu kelainan paru

yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi

yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami

perubahan dalam masa observasi beberapa waktu

2.2. Etiologi

Keterbatasan aliran udara kronik yang khas pada PPOK disebabkan oleh suatu

campuran dari penyakit saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif) dan destruksi

parenkim (emfisema), dengan kontribusi relatif yang bervariasi pada setiap orang.

Inflamasi kronik menyebabkan perubahan struktural dan penyempitan saluran napas

kecil. Destruksi parenkim paru, juga oleh proses inflamasi, menyebabkan hilangnya

perlekatan alveolar pada saluran napas kecil dan menurunkan recoil elastis paru,

sebaliknya perubahan-perubahan ini mengurangi kemampuan saluran napas untuk

tetap terbuka selama ekspirasi. Keterbatasan aliran udara karena adanyaobstruksi

paling baik diukur dengan spirometri.

3

Page 4: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Pada dasarnya etiologi penyakit ini belum di ketahui, penyakit ini di kaitkan

dengan factor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain :

a. Merokok yang berlangsung lama. Faktor ini adalah faktor penyebab yang di

anggap paling dominan.

b. Polusi udara.

c. Infeksi paru yang berulang.

d. Umur.

e. Jenis kelamin.

f. Defisiensi alfa-1 antitripsin.

g. Defisiensi anti oksidan.

2.3. Klasifikasi

Stage Karateristik

I. Mild COPD/

PPOK ringan

FEV1/FVC < 70%

FEV1 ≥ 80% prediksi dengan atau tanpa gejala

II. Moderate COPD/

PPOK sedang

FEV/1FVC < 70%

50% < FEV1 < 80% prediksi dengan atau tanpa gejala

III. Severe COPD/

PPOK berat

FEV1/FVC < 70%

30% < FEV1 < 50% prediksi dengan atau tanpa gejala

IV. Very severe

COPD/ PPOK

sangat berat

FEV1/FVP < 70%

FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50%

prediksi disertai gagal napas kronik atau gagal jantung kanan

4

Page 5: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

2.4. Patofisiologi

5

trauma Kelainan neurologis bronkitis

G3 syaraf pernafasan dan otot pernafasan

permeabilitas mambran alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan endothelium kapiler

Penumpukan cairan alveoli Cairan masuk ke intertitial

Odem pulmo Peningkatan tahanan jalan nafas

Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan

Bersihan jalan nafas tidak efektif

massa paru

cairan surfaktan

G3 pengembangan paru (atelektasis) kolaps alveoli

Ventilasi & perfusi tidak seimbang

Hipoksemia, hiperkapnia

Tindakan primer A, B, C, D & E

Ventilasi mekanik

Resiko infeksi Resiko cidera

G3 pertukaran gas

O2

, Co2

, disnea, sianosis

Ketidaktahuan pasien dan kelurga dalam menangani penyakit

Difisit pengetahuan

Page 6: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

2.5. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan badan

b. Batuk

c. Sesak napas

d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

e. Mengi atau wheezing

f. Ekspirasi yang memanjang

g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

h. Penggunaan otot bantu pernapasan

i. Suara napas melemah

j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

k. Edema kaki, asites dan jari tabuh

2.6. Faktor resiko

Disseluruh dunia, merokok merupakan faktor resiko yang paling umum untuk

PPOK, meskipun pada banyak negara, populasi udara yang di hasilkan dari

pembakaran kayu dan bahan bakar lain juga teridentifikasi sebagai faktor resiko

PPOK

2.6.1. Faktor genetik

Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi

dari alpha- 1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang

terbanyak beredar dalam sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan namun

paling sering dijumpai pada ras yang berasal dari North Europe. Penyebab

genetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 2q, perubahan dari

6

Page 7: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1), microsomal epoxide hydrolase

1 (mEPHX1), dan tumor necrosis factor alpha (TNFa)

2.6.2. Paparan inhalsi

Asap rokok yang terinhalasi baik secara pasif maupun aktif serta debu dan zat

kimiawi seperti uap, iritan, debu jalanan, gas buang kendaraan bermotor, asap

kompor merupakan contoh dari populasi yang sering terinhalasi dan

menyebabkan PPOK.

2.6.3. Pertumbuhan dan perkembangan paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses-proses yang terjadi selama

kehamilan, kelahiran, dan paparan pada masa anak-anak. Berkurangnya

pencapaian fungsi paru yang maksimal dapat mengidentifikasi indiviu tersebut

memiliki risiko yang meningkat terhadap berkembangnya PPOK. Semua

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama kehamilan dan masa

anak-anak potensial dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PPOK.

2.6.4. Stres oksidatif

Paru secara berkesinambungan terpapar pada oksidan yang dihasilkan baik

secara endogenos dari fagosit maupun secara eksogenos dari polutan udara

atau rokok tembakau. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan

berubah, akan terjadi stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya

menghasilkan efek membahayakan secara langsung pada paru tetapi juga

mengaktivasi mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.

2.6.5. Jenis kelamin

Peranan jenis kelamin dalam menentukan risiko PPOK masih tidak jelas.

Dahulu, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan mortalitas

PPOK lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan. Penelitian dari negara

maju menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sekarang ini hampir sama antara

laki-laki dan perempuan, yang kemungkinan merefleksikan perubahan pola

merokok tembakau. Beberapa penelitian menganggap bahwa perempuan lebih

mungkin terkena efek rokok tembakau daripada laki-laki.

2.6.6. Infeksi

Infeksi dapat berkontribusi pada ptogenesis dan progresi PPOK, dan

kolonisasi bakteri berhubungan dengan inflamasi saluran udara, dan memiliki

peran yang signifikan dalam eksaserbasi. Riwayat infeksi saluran napas

7

Page 8: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

semasa kecil berhubungan dengan berkurangnya fungsi paru dan

meningkatkan gejala-gejala respiratori pada masa dewasa. Mungkin ada

peningkatan diagnosis infeksi berat pada anak yang memiliki penyakit dasar

hiperesponsif saluran napas, yang dianggap sebagai faktor risiko untuk PPOK.

Infeksi HIV mempercepat onset emfisema yang berhubungan dengan rokok.

Inflamasi paru yang diinduksi HIV memiliki peran dalam proses tersebut.

Riwayat tuberkulosis diketahui berhubungan dengan obstruksi saluran napas

pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.

2.6.7. Status sosial ekonomi

Terdapat bukti bahwa risiko berkembangnya PPOK berhubungan secara

terbalik dengan status sosial ekonomi. Hal itu masih tidak jelas,

bagaimanapun, jika pola ini merefleksikan keterpaparan terhadap polutan

udara indoor dan outdoor, kepadatan, nutrisi buruk, atau faktor lain yang

berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah

2.6.8. Nutrisi

Peranan nutrisi sebagai faktor risiko independen untuk PPOK tidak jelas.

Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan

ketahanan otot pernapasan, melalui mengurangi massa otot pernapasan dan

kekuatan serat otot yang tersisa. Hubungan kelaparan dan status

anabolik/katablik dengan perkembangan emfisema telah terbukti dalam

penelitian eksperimental pada hewan. CT scan paru pada perempuandengan

malnutrisi kronik akibat anorexia nervosa menunjukkan perubahan mirip

emfisema

2.6.9. Asma

Asma mungkin merupakan faktor risiko bagi PPOK, walaupun buktinya tidak

konklusif. Dalam suatu laporan kohor longitudinal dari Tucson

Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, orang dewasa dengan

asma ditemukan memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi mendapat PPOK

daripada orang yang tidak menderita asma. Penelitian longitudinal lain pada

orang denan asma menemukan bahwa sekitar 20% subjek menunjukkan tanda-

tanda fungsional PPOK, keterbatasan aliran udara irreversibel, dan koefisien

transfer menurun.

8

Page 9: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

2.7. Pemeriksaan penunjang

2.7.1. Faal paru

a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi di tentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%

b. Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

c. Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

2.7.2. Darah rutin

Hb, Ht, Leukosit

2.7.3. Radiologi

a. Foto thorak PA dan lateral berguna untuk menyingirkan penyakit paru lain

CT-Scan resolusi tinggi

b. Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau

bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

c. Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru

2.7.4. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang di tandai oleh pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan

2.7.5. Ekokardiografi

9

Page 10: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Menilai fungsi jantung kanan

2.7.6. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang

tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi

akut pada penderita PPOK di Indonesia

2.7.7. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

2.7.8. Analisis gas darah

Untuk menilai : gagal nafas kronik stabil dan gagal nafas akut pada gagal

nafas kronik

2.7.9. Uji latih kardiopulmoner

a. Sepeda statis (ergocycle)

b. Jentera (treadmill)

c. Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

2.7.10. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK

terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

2.7.11. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison

atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu

peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada

PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian

kortikosteroid

2.8. Penatalaksanaan

2.8.1. Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK

Derajat Penatalaksaan

I Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik,kerja cepat, Xantin) bila perlu

II 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapipemeliharaan

10

Page 11: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

b. LABAc. Simptomatik

2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Simptomatikd. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis ataueksasebasi

2. Rehabilitasi

IV 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Simptomatikd. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau

eksasebasi berulang2. Rehabilitasi (edukasi,nutrisi, rehabilitasi respirasi)3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas4. Ventilasi mekanis non invasive5. Pertimbangkan terapipembedahan

2.8.2. Penatalaksanaan Umum

Tujuan penatalaksanaan :

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

1. Edukasi

11

Page 12: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK

adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah

menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat

penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi

penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivitas sehari-hari

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala priority dengan bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu

diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan : macam obat dan jenisnya, cara penggunaannya

yang benar (oral, MDI atau nebuliser), waktu penggunaan yang tepat (rutin

dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis obat yang tepat

dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen : kapan saja oksigen harus digunakan, berapa

dosisnya, mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya : Menjelaskan

mengenai tanda eksaserbasi, yaitu : batuk atau sesak bertambah, sputum

bertambah, dan sputum berubahwarna.

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

12

Page 13: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.

2. Obat - Obatan a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).

Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada

penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat

lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam -

macam bronkodilator :

1. Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari ).

2. Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang bentuk injeksi subkutan atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

3. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

4. Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau

puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang

diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan 13

Page 14: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika (diberikan bila terdapat infeksi). Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : - amoksisilin dan makrolid

- Lini II : - amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid

Perawatan di Rumah Sakit, dapat dipilih: Amoksilin dan klavulanat,

Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti

pseudomonas yaitu Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi, Sefalosporin

generasi IV per injeksi.

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai

pemberian rutin

f. Antitusif, diberikan dengan hati – hati

3. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal

yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

Manfaat oksigen yaitu untuk: mengurangi sesak, memperbaiki aktiviti,

mengurangi hipertensi pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit,

memperbaiki fungsineuropsikiatri, meningkatkan kualiti hidup

Indikasi terapi oksigen:

PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

14

Page 15: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,

perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep

apnea, penyakit paru lain

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi

oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal

napas kronik. Sedangkan dirumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi

akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk

penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil

terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian

oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan

mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan

meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah

atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas

akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik Ventilasi mekanik dapat dilakukan

dengan cara :

ventilasi mekanik dengan intubasi

ventilasi mekanik tanpa intubasi

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia

kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan

menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan

perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan

Kadar albumin darah

Antropometri

15

Page 16: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan

memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam

program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang

disertai :Simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualiti

hidup yang menurun

2.9. Komplikasi

1. Gagal napas Gagal napas kronik Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang3. Kor pulmonal

16

Page 17: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Kasus

3.2.Tn. D asal desa Tanggul Jahe Rt 04 Rw 01 Malang, usia 70 tahun, masuk rumah sakit

Ben Buyar diantarkan anaknya tanggal 30 Desember 2012 karena sesak nafas yang

terus menerus. Keadaan umum, mimik klien cemas, lemah dan gelisah tetapi klien

masih bisa di ajak bicara. Keluarga mengatakan “Tn. D batuk terus menerus terutama

pada malam hari dan terdengar bunyi ngik-ngik ,sehingga menyebabkan beliau susah

tidur, beliau juga sering merokok ketika dirumah, padahal sudah di tegur untuk

berhenti”. Tn. D semakin sering merokok sejak istrinya meninggal 7 tahun yang lalu.

Selain itu keluarga mengatakan klien tidak nafsu makan selama di rumah. Pada

pemeriksaan fisik di dapatkan BB : 50 kg, TB: 167 cm, N: 88x/menit, TD:

140/110mmHg, RR: 30x/menit, T: 37.5°C Adanya nafas pendek (dispnea) dan

terdengar ronki di paru kanan. Bentuk dada tampak seperti tong (Barrel Chest). Klien

mengatakan pernah terkena bronkitis 5 tahun yang lalu. pada pemeriksaaan penunjang di

peroleh PH 7.1, PO2 75 mmHg, Pco2 48 mmHg, leukosit 11,8x10^3/UL. Sputum (+)

17

Page 18: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pengkajian

IV.1.1. Pengkajian Riwayat

a. Nama : Tn. D

b. Umur : 70 tahun

c. Alamat : Desa Tanggul Jahe Rt 04 Rw 01 Malang

d. Jenis kelamin : pria

e. Suku : -

f. Agama : -

g. Status perkawinan : duda

h. Pendidikan : -

i. Penanggung jawab : anak Tn D

IV.1.2. Pengkajian Psikogerontik

IV.1.2.1. Masalah Emosional

Pertanyaan tahap 1

a. Apakah klien mengalami sukar tidur? Iya, karena klien batuk

terus-menerus terutama pada malam hari.

b. Apakah klien merasa gelisah ? Iya, karena klien sesak nafas dan

tidak tahu cara mengatasinya

c. Apakah klien murung atau menangis sendiri? Tidak

d. Apakah klien sering was-was atau kawatir ? Tidak

Pertanyaan tahap 2

a. Apa keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam

1 bulan terakhir? Tidak

b. Apa ada masalah atau banyak fikiran? Tidak

c. Apa ada gangguan atau masalah dengan orang lain? Tidak

18

Page 19: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

d. Apa menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter?

Tidak

e. Apa cenderung mengurung diri? Tidak

IV.1.2.2. Tingkat Kerusakan Intelektual

Dengan menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status

Quessioner)

Benar Salah No. Pertanyaan

1. Tanggal berapa hari ini?

2. Hari apa sekarang ?

3. Apa nama tempat ini?

4. Dimana alamat anda?

5. Berapa umur anda?

6. Kapan anda lahir?

7. Siapa presiden Indoneseia saat ini?

8. Siapa nama Presiden Indonesia sebelumnya?

9. Siapa nama ibu anda?

10. Kurangi 3 dari 20 dan terus kurangi 3 dari

masing-masing hasil angkanya sampai habis!

Total 6

Interpretasi

Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat

IV.1.2.3. Identifikasi Aspek Kognitif

Dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)

Aspek

kognitif

Nilai

max.

Nilai

klien

Kriteria

Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar (tahun, musim,

tanggal, hari, bulan) sekarang

19

Page 20: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

5 4 Dimana kita sekarang berada? (negara,

kota, RS, lantai)

Registrasi 3 2 Anda menyebutkan 3 nama objek (kursi,

meja, kertas) kemudian minta klien

mengulangnya setelah anda tanya

Perhatian

dan

kalkulasi

5 1 Minta klien berhitung mulai dari 100,

kemudian di kurangi 7 dan hentikan setelah

jawaban ke 5 atau sebagai alternatif

pengganti, eja kata “DUNIA” dari belakang

ke depan

Mengingat 3 2 Minta klien menyebutkan benda-benda

yang disebutkan pada poin registrasi

Bahasa 2 2 Menanyakan pada klien tentang benda

(sambil menunjukkan benda)

1 1 Minta klien untuk mengulangi kata “tak ada

jika, dan, atau, tetapi”

3 2 Minta klien untuk mengikuti perintah 3

langkah : “ambil secarik kertas dengan

tangan kanan anda, lipat menjadi dua, dan

taruh di lantai”

1 1 Perintah klien untuk melakukan hal berikut

(baca dan ikuti perintah ini “tutup mata

anda”)

1 0 Perintah klien untuk menulis satu kalimat

1 1 Perintah klien untuk menyalin gambar

Total 30 20

IV.1.3. Pengkajian ADL

No. Kriteria Bantuan Mandiri Keterangan

1. Makan

2. Minum

3. Berpindah dari kursi roda

20

Page 21: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

ke tempat tidur dan

sebaliknya, termasuk duduk

di tempat tidur

4. Kebersihan diri mencuci

muka, menyisir rambut dan

menggosok gigi

5. Mandi

6. Berjalan di permukaan datar

7. Naik turun tangga

8. Berpakaian

9. Mengontrol defekasi

10. Mengontrol berkemih

Total 80 Ketergantungan

moderat

Penilaian 0-20 : ketergantungan penuh 21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung 62-90 : ketergantungan moderat 91-99 : ketergantungan ringan 100 : mandiri

IV.1.4. Pengkajian Posisi dan Keseimbangan

No. Tes koordinasi Keterangan Nilai

1. Berdiri dengan postur normal 4

2. Berdiri dengan postur normal, menutup mata 4

3. Berdiri dengan kaki rapat 4

4. Berdiri dengan satu kaki 3

5. Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke posisi netral 2

6. Berdiri, lateral, dan fleksi trunk 2

7. Berjalan, tempatkan tumit salah satu kaki di

depan jari kaki yang lain

2

8. Berjalan sepanjang garis lurus 3

9. Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai 3

10. Berjalan menyamping 4

21

Page 22: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

11. Berjalan mundur 4

12. Berjalan mengikuti lingkaran 4

13. Berjalan pada tumit 3

14. Berjalan dengan ujung kaki 3

Jumlah 45

Keterangan 4 : mampu melakukan aktivitas dengan lengkap 3 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan 2 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal 1 : tidak mampu melakukan aktivitasNilai 42-54 : mampu melakukan aktivitas 28-41 : mampu melakukan sedikit bantuan 14-27 : mampu melakukan bantuan maksimal 14 : tidak mampu melakukan

4.2. Pemeriksaan Fisik

4.2.1. Keadaan umum

Tingkat kesadaran : compos mentis

GCS : 4-5-6

TTV : N: 88x/menit

TD: 140/110mmHg

RR: 30x/menit

T: 37.5°C.

BB & TB : BB : 50 kg & TB : 167 cm

Keluhan : sesak nafas

4.2.2. Head To Toe

a. Kepala

Warna : hitam/beruban/campuran

Kebersihan : bersih/kotor

Distribusi : jarang/lebat/sedang

Kerontokan Rambut : ya/tidak

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan : gatal-gatal

b. Mata

22

Page 23: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Bentuk : simetris/asimetris

Konjungtiva : anemis/tidak

Sklera : ikterik/tidak

Strabismus : ya/tidak

Penglihatan : kabur/terang

Peradangan : ya/tidak

Katarak : ya/tidak

Penggunaan kaca mata : ya/tidak

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan : tidak bisa melihat dengan jelas/kabur

c. Hidung

Bentuk : simetris/asimetris

Peradangan : ya/tidak

Penciuman : terganggu/tidak

Jika terganggu, jelaskan :

Keluhan lain : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

d. Mulut dan Tenggorokan

Kebersihan : baik/buruk/sedang

Mukosa : kering/lembab

Peradangan/stomatitis : ya/tidak

Gigi : caries/tidak, ompong : ya/tidak

Radang gusi : ya/tidak

Kesulitan mengunyah : ya/tidak

Kesulitan menelan : ya/tidak

e. Telinga

Bentuk : simetris/asimetris

Kebersihan : baik/buruk/sedang

Peradangan : ya/tidak

Pendengaran : terganggu/tidak

Jika terganggu, jelaskan : tidak bisa mendengar dengan jelas

Keluhan lain : ya/tidak

Jika ya, jelaskan : -

23

Page 24: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

f. Leher

Posisi trachea : simetris/asimetris

Pembesaran kelenjar thyroid : ya/tidak

JVD : ya/tidak

Kaku kuduk : ya/tidak

g. Dada

Bentuk dada : normal chest/barrel chest/pigeon chest

Retraksi : ya/tidak

Suara nafas : vesikuler/tidak

Wheezing : ya/tidak

Ronchi : ya/tidak

Suara jantung tambahan : ada/tidak

Ictus cordis : ICS 5

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

h. Abdomen

Bentuk : distended/flat/lainnya

Nyeri tekan : ya/tidak

Kembung : ya/tidak

Supel : ya/tidak

Bising usus : ada/tidak, frekwensi :15 X/menit

Massa : ya/tidak di regio :

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

i. Genetalia

Kebersihan : baik/tidak

Haemoroid : ya/tidak

Hernia : ya/tidak

Keluhan : ya/tidak

Jika ya, jelaskan :

j. Ektermitas

Massa/tonus otot : 5 (skala 1-5)

Kekuatan otot

24

Page 25: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

0 : lumpuh

1 : ada kontraksi

2 : melawan kontraksi

3 : melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan

4 : melawan grafitasi dengan tahanan sedikit

5 : melawan grafitasi dengan kekuatan maksimum

Postur tubuh : scoliosis/lordosis/kiposis

Gaya berjalan : gait/normal

Rentang gerak : maksimal/terbatas

Jelaskan : Klien bisa bergerak bebas

Deformitas : ya/tidak

Jelaskan :

Tremor : ya/tidak

Edema : ya/tidak, Jenis : pitting edema/tidak

Penggunaan alat bantu : ya/tidak, jenis....

Nyeri persendian : ya/tidak

Paralysis : ya/tidak

Flebitis : ya/tidak

Klaudikasi : ya/tidak

Refleks

Kanan KiriBiceps + +

Triceps + +Patela + +Achiles + +

Ket. : Refleks + : normal Rekleks - : menurun/meningkat

k. Integumen

Kebersihan : baik/buruk/sedang

Warna : pucat/tidak

Kelembaban : kering/lembab

Lesi/luka : ya/tidak

25

Page 26: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

Perubahan tekstur : ya/tidak

Gangguan pada kulit : ya/tidak, jelaskan

26

Page 27: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

4.3. Analisa data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS :- Klien mengeluh sesak nafas- Keluarga klien mengatakan Tn. D

batuk berdahak terus menerus terutama pada malam hari

DO : - Ronchi di paru kanan- RR : 30x/menit- TD : 140/110 mmHg- N : 88x/menit- S : 37,5 oC

2. DS : Klien mengeluh sesak nafas DO: - pH 7,1 (7,35-7,45)- PaO2 75 mmHg (80-100)- PaCO2 48 mmHg (35-45)- Ronchi di paru kanan- Nafas pendek (dispnea)

3. DS:

1. Tertahannya sekresi.2.3.4.5.6.7.8.

9. Kurangnya suplai oksigen.

Produksi Sputum

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Gangguan pertukaran gas

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

27

Page 28: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

- Keluarga klien mengatakan Tn. D batuk berdahak terus menerus terutama pada malam hari

- Keluarga klien mengatakan Tn. D tidak nafsu makan selama di rumah

DO: - Klien tampak lemah- Klien tidak tertarik untuk makan

4. DS:-DO:- T : 37,50C- Leukosit 11,8 x 103/ul (4-10 x 103/ul)

5. DS:- Keluarga klien mengatakan tidak

mengetahui tentang penyakit klien.DO:- Klien tampak cemas terhadap

penyakitnya

Proses penyakit kronis.

Kurangnya informasi.

tubuh

Resiko tinggi terhadap infeksi

Defisit pengetahuan tentang PPOM

4.4. Diagnosa

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum

28

Page 29: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.

e. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurangnya informasi

4.5 Intervensi (NIC/NOC)

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan

tertahannya sekresi

Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas

Hasil yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan

bunyi nafas bersih / jelas

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki

bersihan jalan nafas

Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan

sekret.

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,

misal : mengi, krekels, ronki.

2. Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio

inspirasi/ekspirasi

3. Catat derajat dispnea, misal keluhan sesak, gelisah,

distres pernafasan dan penggunaan otot bantu nafas

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal:

peninggian kepala tempat tidur, duduk dan

sandaran tempat tidur.

5. Bantu untuk mengambil posisi batuk yang nyaman

dan ajarkan teknik batuk efektif.

6. Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai selama

ekshalasi

7. Minimalkan polusi lingkungan seperti debu, asap,

dll.

8. Bantu latihan nafas abdomen / bibir

9. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi.

29

Page 30: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

2     Gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan kurangnya

suplai oksigen.

Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada

tubuh.

Kriteria hasil yang diharapkan :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan

oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam

rentang

normal + bebas gejala distres pernafasan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan

dalam tingkat kemampuan / situasi.

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan. Catat

penggunaan otot aksesori, nafass bibir,

ketidakmampuan bicara / berbincang.

2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk

memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

3. Dorong mengeluarkan sputum: Penghisapan bila

diindikasikan.

4. Kolaborasi dalam pengawasan GDA dan nadi

oksimetri

5. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan

indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

3 Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan

dengan produksi sputum.

Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien

secara adekuat

Kriteria hasil yang diharapkan :

- Menunjukkan peningkatan berat badan

menuju tujuan yang tepat.

- Menunjukkan perilaku perubahan pola

hidup untuk meningkatkan dan /

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini,

catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan

ukuran tubuh.

2. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan

tisu dan sputum

3. Membantu pasien untuk melakukan batuk efektif

4. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-

hari

5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan

30

Page 31: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

mempertahankan berat yang tepat. makanan yang mudah dicerna, nutrisi seimbang

4 Resiko tinggi terhadap infeksi

berhubungan dengan penyakit

kronis.

Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.

Kriteria hasil yang diharapkan :

- Menyatakan pemahaman penyebab / faktor

resiko individu

-  Mengidentifikasi intervensi untuk

mencegah / menurunkan resiko infeksi

- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup

untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

1. Awasi suhu

2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif,

perubahan posisi sering, dan masukan cairan

adekuat.

3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan

tisu dan sputum

4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat

5. Kolaborasi dalam mendapatkan spesimen dengan

batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram

kultur / sensitivitas.

6. Kolabirasikan tentang pemberian anti mikrobia

sesuai indikasi

5 Defisit pengetahuan tentang

PPOM berhubungan dengan

kurangnya informasi.

Tujuan :

Klien mampu untuk mengetahui tentang

pengertian/informasi PPOM.

Kriteria hasil yang diharapkan :

- Menyatakan pemahaman kondisi / proses

penyakit dan tindakan

1. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit

individu

2. Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas,

batuk efektif dan latihan kondisi umum.

3. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan

reaksi yang tak diinginkan

4. Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan

gigi

31

Page 32: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala

yang ada dari proses penyakit dan

menghubungkan dengan faktor penyebab

5. Diskusikan faktor yang meningkatkan kondisi mis:

udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu

ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol,

polusi udara.

6. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan

medik, foto rontgen dan kultur

32

Page 33: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau yang biasa di kenal dengan

COPD adalah penyakit paru yang di tandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi

paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya, disetai efek ekstrapan

yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.

Pada dasarnya etiologi penyakit ini belum di ketahui, penyakit ini di kaitkan

dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain : Merokok yang

berlangsung lama, Faktor ini adalah faktor penyebab yang di anggap paling dominan,

Polusi udara, Infeksi paru yang berulang, Umur, Jenis kelamin, Defisiensi alfa-1

antitripsin, Defisiensi anti oksidan.

Diagnosa prioritas yang muncul pada kasus ini yaitu Ketidakefektifan bersihan

jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

5.2. Saran

Setelah membaca makalah ini, penulis berharapa agar pembaca lebih memahami tentang

PPOK, penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu penulis

berharap agar pembaca mau memberi masukan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

33

Page 34: Data Enyu Gerontik Kate Fiks

DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi, S.Kep.,Ns. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.

Jakarta :Salemba Medika

Hermawan, Patrick dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem

Respiratori “Penyakit Paru Obstruksi Menahun (Ppom)“diakses dari http://jrpatrickgaskins.

blogspot.com/2011/05/makalah-gerontik-asuhan-keperawatan.html. diakases tanggal 15

Oktober 2011.

Janice dkk. 2010. Laporan Kasus: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). diakses dari

59792596-PPOK-LAPKAS.pdf. diakases tanggal 17 oktober 2011.

Perhimpunan dokterparu Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok )

Pedoman Diagnosis &Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses tanggal 15 Oktober

2011.

34