dasar teori penilaian prestasi kerja

45
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian kinerja Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2000) menyatakan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau sekelompok orang. Bernardin dan Russel, (2000) menyatakan kinerja adalah catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode pekerjaan tertentu. Simamora, (2004) menyatakan kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Rivai, (2008) menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan 11

Upload: adhitya-setyo-pamungkas

Post on 30-Nov-2015

771 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian kinerja

Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang

dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap

karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk

tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk

meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2000) menyatakan

kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk

pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang

dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau

sekelompok orang.

Bernardin dan Russel, (2000) menyatakan kinerja adalah catatan perolehan

yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu

periode pekerjaan tertentu. Simamora, (2004) menyatakan kinerja mengacu

kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan

karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan

sebuah pekerjaan. Rivai, (2008) menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata

yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh

karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan

11

Page 2: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk

mencapai tujuannya.

Dari beberapa uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah

hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang

diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh

organisasi.

2.1.2. Penilaian kinerja

Dharma, (2001) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1) Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan

2) Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan

3) Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah

direncanakan.

Selanjutnya Simamora, (2004) menyatakan bahwa : “Penilaian kinerja

seyogyanya tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka

ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan

sering mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi

pertengahan periode”.

Mitchell (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan bahwa : “kinerja

meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.

1) Quality of work

2) Promptness

3) Initiative

12

Page 3: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

4) Capability

5) Communication

Sedangkan Simamora, (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan

sesungguhnya dinilai atas lima dimensi.

1) Mutu 2) Kuantitas

3) Penyelesaian proyek

4) Kerjasama 5) Kepemimpinan

Tohardi, (2002) mengajukan unsur-unsur kinerja yang dinilai adalah

sebagai berikut.

1) Kesetiaan (loyalitas)

2) Prestasi kerja

3) Tanggung jawab

4) Ketaatan

5) Kejujuran

6) Prakarsa

7) Kepemimpinan

Berkaitan dengan pengukuran tersebut, Swanto (1999) mengemukakan

pengukuran kinerja secara umum, yang kemudian diterjemahkan dalam penilaian

perilaku secara mendasar, sebagai berikut.

1) Kuantitas kerja

2) Kualitas kerja

13

Page 4: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

3) Pengetahuan tentang pekerjaan

4) Pendapat atau pernyataan

5) Keputusan yang diambil

6) Perencanaan kerja

7) Daerah organisasi kerja

Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam suatu penilaian

kinerja karyawan dimana hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang

akan dimulai.

Bernardin dan Russel (dalam Martoyo, 2000) mengajukan enam kriteria

primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebagai berikut.

1) Quality

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan

mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2) Quantity

Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah, jumlah unit,

jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3) Timeliness

Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang

dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang

tersedia untuk kegiatan yang lain.

4) Cost Effective

Yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan,

teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau

pengurangan kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya.

14

Page 5: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

5) Need for Supervisor

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu

fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk

mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6) Interpersonal Import

Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik

dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kriteria karyawan

telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan, sekaligus melihat besarnya

penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan aktual dengan

hasil yang diharapkan. Oleh karena itu adanya suatu standar yang baku merupakan

tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.

Dalam perusahaan jasa, pengukuran kinerja yang digunakan disesuaikan

dengan situasi dan kondisi kerja. Menurut Swanto (1999) terdapat 7 poin penilaian

perilaku kinerja, dimana ke 7 pengukuran kinerja tersebut yang dijadikan dasar

oleh perusahaan sebagai alat ukur kinerja adalah kuantitas kerja. Kuantitas kerja

ini dalam bentuk satuan rupiah. Walaupun demikian dari ke 7 poin penilaian kerja

tersebut saling berkaitan dan pada dasarnya dapat dinilai atau diukur pada setiap

poin tersebut. Namun pada dasarnya ke 7 poin tersebut dapat dicerminkan oleh

satu poin yaitu kuantitas kerja yang merupakan hasil akhir dari kinerja yang

dilakukan oleh karyawan.

Castetter (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan beberapa organisasi

untuk mengetahui tingkat kinerja (personil yang tidak efektif) dan sumber utama

15

Page 6: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

kinerja yang tidak efektif adalah dengan memperhatikan/menilai beberapa faktor,

diantaranya seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Beberapa Faktor Untuk Mengetahui Tingkat Kinerja

(Pegawai Yang Tidak Efektif)

Faktor Organisasi Faktor Individu Faktor SosialA. Selama Bekerja– Keterlambatan– Kehadiran– Pelatihan– Penurunan produktivitas– Perombakan rencana/jadwal – Peningkatan tanggung jawab kepengawasan– Kekeliruan dan ketidak- efisienan

Pengaruh karier

Pengaruh kemampuan

- Ketidakpuasan klien

- Hubungan masyarakat- Kredibilitas dan

abilitas sistem untuk memberikan pelayanan efektif

B. Di Luar Pekerjaan– Kehilangan investasi– Semangat – Rekruitment– Seleksi dan penempatan– Kekurangan biaya – Perombakan rencana/jadwal– Kompensasi sebenarnya

Pengaruh sosial

Pengaruh keluarga

Pengaruh psikologis

Kekurangan dalam hal kualitas pelayanan pendidikan

Hasil gagal diperoleh sesuai dengan standar

Sumber : Sedarmayanti, (2001)

Faktor tersebut merupakan faktor tangible maupun intangible yang

berhubungan dengan kinerja yang tidak efektif. Terjadinya ketidakefektifan

kinerja seorang pegawai, salah satunya disebabkan oleh faktor tersebut dalam

tabel. Untuk menentukan apakah seorang pegawai memiliki kinerja yang efektif

atau tidak, perlu dikaji lebih dalam tentang seberapa jauh faktor tersebut

mempunyai dampak terhadap kondisi tertentu. Apabila pengkajian terhadap faktor

yang berpengaruh tersebut dapat dilakukan, maka hal tersebut dapat

mengeliminasi kinerja seorang pegawai yang tidak efektif. Kinerja dapat dinilai

dari apa yang dilakukan oleh seorang pegawai dalam kerjanya. Dengan kata lain,

16

Page 7: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

kinerja individu adalah bagaimana seorang pegawai melaksanakan pekerjaannya

atau untuk kerjanya. Kinerja pegawai yang meningkat akan turut mempengaruhi/

meningkatkan prestasi organisasi tempat pegawai yang bersangkutan bekerja,

sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.

2.1.3 Metode-metode penilaian kinerja

Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar yang

jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah teridentifikasinya unsur-

unsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang merupakan tolok ukur

seseorang melaksanakan pekerjaannya. Standar yang telah ditetapkan tersebut

harus mempunyai nilai komparatif yang dalam penerapannya harus dapat

berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang karyawan dengan

karyawan lain yang melakukan pekerjaan sejenis.

Metode penilaian prestasi kinerja pada umumnya dikelompokkan menjadi

3 macam, yakni: (1) Result-based performance evaluation, (2) Behavior-based

performance evaluation, (3) Judgment-based performance evaluation, sebagai

berikut, (Robbins, 2003).

1) Penilaian performance berdasarkan hasil (Result-based performance

evaluation). Tipe kriteria performansi ini merumuskan performansi pekerjaan

berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil-hasil akhir

(end results). Sasaran performansi bisa ditetapkan oleh manajemen atau oleh

kelompok kerja, tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan

produktivitas mereka, maka penetapan sasaran secara partisipatif, dengan

17

Page 8: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan

produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif, yang

biasanya dikenal dengan istilah Management By Objective (MBO), dianggap

sebagai sarana motivasi yang sangat strategis karena para pekerja langsung

terlibat dalam keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Para pekerja akan cenderung menerima tujuan-tujuan itu sebagai

tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih bertanggung jawab untuk dan selama

pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan itu.

2) Penilaian performansi berdasarkan perilaku (Behavior Based Performance

Evaluation). Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana (means)

pencapaian sasaran (goals) dan bukannya hasil akhir (end result). Dalam

praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuran-

ukuran performansi yang berdasarkan pada obyektivitas, karena melibatkan

aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS

(behaviorally anchored rating scales) dibuat dari critical incidents yang

terkait dengan berbagai dimensi performansi. BARS menganggap bahwa para

pekerja bisa memberikan uraian yang tepat mengenai perilaku atau perfomansi

yang efektif dan yang tidak efektif. Standar-standar dimunculkan dari diskusi-

diskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis di tempat kerja. Sesudah

serangkaian session diskusi, skala dibangun bagi setiap dimensi pekerjaan.

Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi diantara para penilai maka BARS

diharapkan mampu mengukur secara tepat mengenai apa yang akan diukur.

BARS merupakan instrumen yang paling bagus untuk pelatihan dan produksi

18

Page 9: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

dari berbagai departemen. Sifatnya kolaboratif memakan waktu yang banyak

dan biasa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific, tidak dapat

dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi lain.

3) Penilaian performansi berdasarkan judgement (Judgement-Based

Performance Evaluation) Tipe kriteria performansi yang menilai dan/atau

mengevaluasi perfomansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang

spesifik, quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation,

initiative, dependability, personal qualities dan yang sejenis lainnya. Dimensi-

dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe yang satu ini.

(1) Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode

waktu yang ditentukan;

(2) Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian dan kesiapannya;

(3) Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

ketrampilannya;

(4) Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama

anggota organisasi).

(5) Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya;

(6) Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-

tamahan dan integritas pribadi.

2.1.4 Hambatan penilaian kinerja

19

Page 10: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat

menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi,

dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab

kesalahan dalam penilaian kinerja (Sedarmayanti, 2009) sebagai berikut.

1) Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan

mempengaruhi pengumuman kinerja.

2) Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang

menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja

cenderung dibuat rata-rata.

3) Bisa terlalu lemah dan bisa terlalu keras. Bisa terlalu lemah disebabkan

oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik

dalam evaluasi. Bisa terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental

dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar

kinerja tidak jelas.

4) Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi (seperti

faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status social)

dapat mengubah penilaian.

5) Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling

akhir. Kegiatan terakhir baik/buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

2.1.5 Manfaat penilaian kinerja

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Sedarmayanti (2009) mengemukakan

adalah sebagai berikut.

1) Meningkatkan prestasi kerja.

20

Page 11: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh

umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.

2) Memberikan kesempatan kerja yang adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan

menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah

sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan mereka.

4) Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan

perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.

5) Keputusan promosi dan demosi

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.

6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain

pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan

tersebut.

7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya

penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

21

Page 12: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, yang berada di bawah kontrol

walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun

produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini

disebabkan oleh dua faktor (As’ad,1998), yaitu: faktor individu dan situasi kerja.

Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.

1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan,

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh

setiap individu.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan

semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam

organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan

lingkungan eksternal dan internal.

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja, dapat disampaikan sebagai berikut.

22

Page 13: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

1) Penelitian oleh Mawar (2007), yang mengungkapkan betapa pentingnya

mengelola sumber daya manusia dan menunjukkan pula bahwa sukses atau

tidaknya sebuah organisasi sangat tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki

oleh organisasi tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

kompensasi, pelatihan, kepemimpinan dan lingkungan kerja secara simultan

mempengaruhi kinerja pegawai PT. Askes (Persero) Kantor Cabang

Denpasar.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008), menyatakan bahwa lingkungan

kerja, stress kerja dan konflik kerja secara simultan berpengaruh terhadap

kinerja karyawan di PT. Bank Sri Partha Kantor Pusat Denpasar.

3) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa

karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja

secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja

karyawan.

4) Penelitian yang telah dilakukan oleh Wiarti (2004), menyimpulkan bahwa

secara bersama-sama pelatihan, motivasi dan kepuasan kerja mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada PDAM Kabupaten

Jembrana

5) Penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2005), Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh kemampuan intelektual terhadap kinerja di

Telekom Malaysia. Penelitian ini mengindikasikan pengaruh signifikan positif

antara kemampuan intelektual terhadap kinerja.

23

Page 14: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

6) Penelitian yang dilaksanakan oleh Arnami (2009), menyimpulkan bahwa

lingkungan kerja, Stres kerja dan kompensasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Wijaya Tribwana.

Lingkungan kerja dan stres kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan

terhadap kinerja karyawan karyawan PT. Wijaya Tribwana. Kompensasi

berpengaruh posoitif tidak signifikan terhadap kinerja karyawan dan motivasi

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT.

Wijaya Tribwana.

7) Penelitian oleh Sudiarta (2007), menyimpulkan bahwa variabel pendidikan

dan pelatihan, motivasi, kompensasi, kepemimpinan, penegakan disiplin dan

kepuasan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan PDAM Kota Denpasar.

2.2. Motivasi

24

Page 15: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

2.2.1. Pengertian motivasi

Motivasi merupakan dorongan batin yang menjadi titik tolak bagi setiap

organisasi dalam melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Agar

lebih jelasnya mengenai pengertian motivasi dalam organisasi terutama untuk

mendorong semangat kerja karyawan dibawah ini akan diuraikan beberapa

pengertian mengenai motivasi.

Sukarno (2005) menyatakan motivasi adalah hasrat atau kemauan untuk

melakukan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi. Dengan demikian,

motivasi merupakan bagian integral dalam upaya mengoptimalkan pengendalian

manajemen suatu organisasi. Gorda, (2004) menyatakan motivasi merupakan

serangkaian dorongan yang dirumuskan secara sengaja oleh pimpinan perusahaan

yang ditujukan kepada karyawan agar mereka bersedia secara ikhlas melakukan

perilaku tertentu yang berdampak pada peningkatan kinerja dalam rangka

pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Simamora,

(2004) menyatakan motivasi (motivation) adalah dorongan psikologis yang

mengarahkan seseorang menuju sebuah tujuan. Rivai, (2008) menyatakan

motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu

untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.

25

Page 16: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Hasibuan (2007) menyatakan motivasi merupakan suatu cara bagaimana

mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan

memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mengwujudkan

tujuan perusahaan. Robbins (2003) menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang

dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan

individual.

Dari keenam pendapat tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa motivasi

merupakan:

1) suatu kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan tertentu;

2) suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja

secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus

tercapai;

3) sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku;

4) sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri;

5) sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja;

2.2.2. Jenis motivasi

Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan bahwa motivasi dapat

dibagi menjadi dua, sebagai berikut.

1) Motivasi positif

Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang

lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan

26

Page 17: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Ada beberapa cara

positif yang bisa digunakan untuk memotivasi karyawan, sebagai berikut.

(1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Cara ini sering diabaikan oleh pimpinan sebagai alat motivasi yang sangat

berguna. Umumnya pimpinan akan memberikan suatu teguran atau kritik

apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, akan tetapi

pimpinan tidak memberikan suatu penghargaan atau pujian apabila

karyawan bekerja dengan baik. Padahal bagaimanapun juga pujian atau

penghargaan terhadap pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan

menyenangkan karyawan yang bersangkutan.

(2) Informasi

Seseorang pada umumnya ingin mengetahui latar belakang atau alasan

suatu tindakan. Karena sifat ingin tahu tersebut, maka pemberian

informasi tentang mengapa suatu perintah diberikan bisa memberikan

suatu motivasi yang positif. Selain itu pemberian informasi yang jelas

akan berguna untuk menghindari adanya gosip, desas-desus dan

sebagainya.

(3) Persaingan

Umumnya orang senang bersaing dengan jujur. Sikap ini sebenarnya dapat

dimanfaatkan oleh para pimpinan dengan memberikan rangsangan

(motivasi) persaingan yang sehat dalam melaksanakan pekerjaan diantara

para karyawan.

(4) Partisipasi

27

Page 18: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Apabila karyawan dilibatkan dalam kejadian-kejadian di perusahaan, maka

karyawan-karyawan tersebut akan termotivasi untuk bekerja dengan baik

di perusahaan tersebut. Karena karyawan tersebut merasa punya arti

penting bagi perusahaan. Selain itu karyawan juga merasa ikut memiliki

perusahaan.

(5) Kebanggaan

Pemberian tantangan yang wajar pada karyawan terhadap pekerjaan

mereka dapat menimbulkan motivasi positif bagi karyawan. Karena

apabila karyawan tersebut berhasil mengalahkan tantangan tersebut dalam

arti dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan akan menimbulkan rasa

puas dan bangga dalam diri karyawan.

(6) Uang

Dalam banyak hal alasan utama bagi karyawan untuk bekerja adalah untuk

mendapatkan uang. Oleh karena itu, uang merupakan alat motivasi yang

berguna untuk memuaskan kebutuhan ekonomi karyawan.

(7) Integrasi

Tujuan dan kepentingan masing-masing karyawan maupun tujuan

kelompok, tujuan sosial dan tujuan organisasi perlu diintegrasikan untuk

mencapai tujuan akhir organisasi. Sehingga karyawan akan merasa

diperlakukan secara adil, merata dan layak.

2) Motivasi negatif

Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar

mau melakukan sesuatu yang kita inginkan lewat kekuatan. Model motivasi

negatif, pada hakekatnya menggunakan unsur ancaman untuk memaksa

28

Page 19: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

seseorang melakukan sesuatu. Motif yang timbul pada karyawan adalah untuk

melindungi agar kenikmatan yang telah diperoleh (seperti gaji yang tinggi,

penghargaan, dsb) tidak berkurang.

Seorang pimpinan hendaknya menerapkan kedua jenis motivasi

tersebut pada perusahaan. Masalah utama dari penggunaan kedua jenis

motivasi tersebut adalah proporsi penggunaannya dan kapan kita akan

menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan

mengakibatkan seseorang segera berkehendak, mereka akan lebih banyak

menggunakan motivasi negatif. Sebaliknya kalau pimpinan percaya

kesenangan akan menjadi dorongan bekerja, ia akan menggunakan motivasi

positif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi harus mempertimbangkan

situasi dan orangnya.

Hasibuan (2007) menyatakan motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu

motivasi positif dan motivasi negatif.

29

Page 20: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

1) Motivasi positif (insentif positif) manajer memotivasi bawahan dengan

memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi

positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada

umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

2) Motivasi negatif (insentif negatif) manajer memotivasi bawahannya dengan

memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaanya kurang baik

(prestasinya rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan

dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum,

tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Wursanto (1999) menyatakan motivasi itu sendiri muncul dalam dua

bentuk dasar, sebagai berikut.

1) Motivasi Instrinsik

Merupakan suatu proses yang timbul di dalam diri seseorang yang akan

mendorong untuk bertindak guna mencapai apa yang diinginkan sehingga

dapat memberi kepuasan. Motivasi ini dapat berupa pengakuan, kemajuan,

tanggung jawab, kemungkinan berkembang, dll.

2) Motivasi Ekstrinsik

Merupakan keseluruhan pemberian penggerak dari seseorang kepada orang lain

sehingga mau bertindak dalam pencapaian tujuan, juga akan tergantung pada

dorongan yang menyebabkan seseorang itu mau bertindak. Motivasi ini berupa

upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, dll.

30

Page 21: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

2.2.3. Asas motivasi

Adapun yang mendorong manusia bekerja adalah harapan untuk dapat

imbalan yang pantas dengan tenaga maupun pikiran yang telah dikeluarkan.

Hampir bisa dipastikan setiap perbuatan manusia didasarkan atas keinginan untuk

mendapatkan balasan yang setimpal dengan demikian setiap pimpinan

berkewajiban memperhatikan dan memahami para bawahannya terutama yang

berhubungan dengan daya dorongan pada setiap bawahannya tersebut.

Oleh karena manusia tidak ada yang sama, maka cukup sulit untuk

merumuskan motivasi yang dapat berlaku untuk semua bawahan dan berlaku

setiap saat. Justru kesulitan inilah yang mendorong para pimpinan perusahaan

untuk mencari jalan dalam memotivasi bawahannya yang mempunyai banyak

perbedaan. Oleh karena itu dalam memotivasi bawahannya seorang pimpinan

harus mengetahui asas-asas motivasi.

Hasibuan (2007) menyatakan bahwa ada 6 (enam) asas motivasi, sebagai

berikut.

1) Asas mengikutsertakan

Artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan

kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses

pengambilan keputusan.

2) Asas komunikasi

Artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-

cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.

31

Page 22: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

3) Asas pengakuan

Artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar

kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

4) Asas wewenang yang didelegasikan

Artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa

dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu

dengan baik.

5) Asas adil dan layak

Artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “asas

keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.

6) Asas perhatian timbal-balik

Artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan

harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang

saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4.. Teori motivasi

Pada dasarnya teori motivasi dibagi menjadi tiga yaitu: teori isi, teori

proses dan teori pengukuhan.

1) Teori isi (content theory)

Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di

dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Bagi

seorang pimpinan teori ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan karyawan

32

Page 23: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

dengan mengamati perilaku mereka dan memilih cara yang dapat digunakan

agar mereka mau bertindak sesuai dengan keinginannya.

Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan teori ini juga menjawab

pertanyaan tentang kebutuhan apa yang diperlukan oleh bawahan untuk

mencapai kepuasan dan dorongan apa saja yang menyebabkan bawahan atau

karyawan itu berprilaku.

(1) Teori hierarki kebutuhan dari Maslow

Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan individu tersusun dalam

suatu hierarki atau tingkatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut terlihat pada

Gambar 2.1.

Aktualisasi DiriKebutuhan Penghargaan

Kebutuhan SosialKebutuhan KeamananKebutuhan Fisiologis

Sumber : Stoner, (1999)

Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

a) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup

seseorang seperti makan, minum, udara, perumahan, dll. Keinginan untuk

memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja

giat. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan utama, tetapi merupakan

tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah.

b) Kebutuhan keamanan (security) dan keselamatan (safety)

33

Page 24: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari

ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.

c) Kebutuhan sosial

Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka membutuhkan pergaulan

dengan orang lain dan untuk diterima sebagai bagian dari orang lain.

d) Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise

dari karyawan dan masyarakat lingkungannya atas hasil pekerjaannya

selama ini.

e) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan,

kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi

kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.

Maslow memandang kebutuhan ini sebagai hierarki yang paling tinggi.

(2) Teori kebutuhan akan prestasi McClelland

McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat

memotivasi gairah bekerja, sebagai berikut.

a) Kebutuhan akan prestasi

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang karena mendorong seseorang untuk

mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta

energi yang dimiliknya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.

b) Kebutuhan akan hubungan

34

Page 25: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Kebutuhan akan hubungan merangsang gairah kerja sebab setiap individu

mempunyai empat kebutuhan, sebagai berikut.

(a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain

(b) Kebutuhan akan perasaan dihormati

(c) Kebutuhan akan perasaan maju

(d) Kebutuhan akan perasaan ikut serta

c) Kebutuhan akan kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja

seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan

atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

(3) Teori X dan Y menurut Douglas McGregor

McGregor (dalam Hasibuan 2007) menyatakan ada dua pendekatan

yang dapat diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing pendekatan itu

mendasarkan diri pada serangkaian asumsi mengenai sikap manusia yang

diberi nama teori X dan teori Y.

Teori X berasumsi bahwa orang-orang pada umumnya lebih suka

diarahkan, enggan memikul tanggung jawab dan lebih menginginkan

keselamatan diatas segalanya. Penerapan teori X ini bagi manajer tercermin

pada sikap pandangan terhadap karyawan berupa :

a) Karyawan pada dasarnya tidak kreatif, tidak berinisiatif, tidak suka

bertanggung jawab sehingga manajer harus selalu memberikan pengarahan

dan petunjuk kepada karyawannya.

35

Page 26: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

b) Karyawan pada dasarnya tidak mau bekerja dan akan senantiasa berusaha

untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari

pekerjaan yang menjadi tugasnya.

c) Karyawan terpaksa harus diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberi

ancaman dan hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai.

Teori Y berasumsi bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas

dan dapat dipercaya. Penerapan teori Y bagi manajer tercermin dalam sikap

dan tindakan sebagai berikut.

a) Sedapat mungkin karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan bernisiatif.

b) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan

tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain tetapi juga

mencari tanggung jawab sendiri.

c) Pelaksanaan dan pengawasan intern tidak banyak dilakukan, tetapi lebih

banyak diadakan persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan

kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan sendiri.

McGregor (dalam Hasibuan, 2007) menyatakan motivasi kerja

karyawan yang didasari oleh teori X hanya untuk mendapatkan uang atau

kebutuhan finansial saja, serta selalu menginginkan rasa aman. Dasar motivasi

kerja karyawan yang didasari oleh teori Y adalah pengendalian dan

penempatan diri sendiri. Penerapan teori ini memberi kelonggaran yang lebih

besar kepada karyawan untuk bernisiatif dalam mengembangkan kreasi-kreasi

mereka, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian

tujuan organisasi.

36

Page 27: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Penerapan teori Y ini menjadikan manajer lebih bersifat terbuka dan

berusaha memberikan informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan

kerja.

2) Teori proses (process theory)

Teori ini menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap

individu dimotivasi. Teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana

seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik

saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik untuk esok hari. Jadi hasil yang

dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang,

hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin.

3) Teori pengukuhan (reinforcement theory)

Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi.

Tetapi teori ini menjelaskan tentang bagaimana perilaku di masa yang lalu

mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses

belajar.

Dalam pandangan teori ini, individu bertingkah laku tertentu karena di

masa lalu mereka belajar bahwa perilaku tersebut akan menghasilkan akibat

yang menyenangkan ataupun akibat yang tidak menyenangkan. Karena

individu lebih suka pada akibat yang menyenangkan, maka mereka akan

mengulangi perilaku yang akan mengakibatkan konsekuensi yang

menyenangkan.

2.2.5. Faktor yang berhubungan dengan motivasi

37

Page 28: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan motivasi adalah

sebagai berikut.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Suhardi (2006), menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang cukup kuat antara kepuasan kerja pegawai akan pekerjaannya

dengan motivasi kerja pegawai.

2) Penelitian yang dilakukan oleh McCrarey (2005), menyatakan bahwa untuk

memotivasi tenaga kerja dengan budaya yang sederhana, ada banyak hal yang

dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan membantu dengan tim,

lakukan dengan sederhana, tentukan goal perusahaan, satu kata dalam

penghargaan. Hal penting dalam penyelenggaran ini adalah program

menurunkan “turnover” meningkatkan modal dan juga kepuasan karyawan

disamping itu juga dengan menciptakan lingkungan kerja yang

menyenangkan akan dapat meningkatkan motivasi, loyalitas dan sikap

produktivitas karyawan.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Timmreck (2001), yang berjudul Managing

Motivation and Developing Job Satisfaction in The Healt Care Work

Environment, menyatakan ada dua aspek dalam pekerjaan yang masing-

masing memberikan kontribusi bagi kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek

pertama adalah pekerjaan itu sendiri, terkadang pekerja yang dilakukan sangat

membosankan, membuat jenuh dan dapat membuat pekerja menjadi stres, ada

juga pekerjaan yang sangat sulit dan menuntut kekuatan fisik yang

kemungkinan akan memicu ketidakpuasan dalam bekerja dikarenakan

pekerjaan yang dilakukan sangat tidak menyenangkan dan membosankan.

38

Page 29: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Sementara, aspek yang kedua adalah hubungan antara individu yang terjadi di

dalam lingkungan pekerjaan tersebut. Banyak perusahaan meyakini kunci

bagi motivasi adalah dengan memberikan uang, bonus sebagai hadiah bagi

para pekerja.

2.3. Penempatan

2.3.1. Pengertian penempatan

Semua karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi

harus segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan

keahlian yang dimilikinya. Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia

untuk mengurus hal ini adalah penempatan (placement) karyawan. Hasibuan,

(2007) menyatakan penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari

seleksi, yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada

jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority

kepada orang tersebut. Dengan demikian, calon karyawan itu akan dapat

mengerjakan tugas-tugasnya pada jabatan bersangkutan. Penempatan yang tepat

merupakan motivasi yang menimbulkan antusias dan moral kerja yang tinggi bagi

karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Jadi, penempatan karyawan yang tepat

merupakan salah satu kunci untuk memperoleh prestasi kerja optimal dari setiap

karyawan selain moral kerja, kreativitas dan prakarsanya juga akan berkembang.

Rivai (2008) menyatakan penempatan karyawan berarti mengalokasikan

para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan

baru. Kepada para karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan

39

Page 30: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan pada

posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.

Sedangkan Tohardi, (2002) menyatakan penempatan adalah menempatkan

seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan atau pengetahuannya

di organisasi atau perusahaan atau dengan kata lain proses mengetahui karakter

atau syarat-syarat yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (tugas)

selanjutnya menjadi orang (pekerjaan/pegawai) yang cocok dengan pekerjaan

yang ada dalam arti kata orang tersebut sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang

ada dalam job spesification.

2.3.2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tenaga kerja

Tohardi (2002) menyatakan dasar yang digunakan untuk melakukan

penempatan adalah job analysis yang tergambar pada job description dan job

specification. Dari job specification tergambar persyaratan apa yang diperlukan

untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Sementara karakteristik pekerjaan

tergambar dalam job description.

Hasibuan (2007) menyatakan penempatan ini harus didasarkan job

description dan job specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada

prinsip “Penempatan orang-orang yang tepat pada tempat yang tepat dan

penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat“ atau “The right man in

the right place and the right man behind the right job”

Lebih lanjut Tohardi (2002) menyatakan hal-hal penting yang mesti

diperhatikan sebagai dasar penempatan kerja adalah sebagai berikut.

40

Page 31: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

1) Lowongan kerja

Dasar pertama dari penempatan adalah pekerjaan. Apakah ada lowongan

pekerjaan ? jika ada lowongan pekerjaan tersebut, berapa orang yang

dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Kebutuhan untuk satu macam (tingkat

pekerjaan) dapat satu orang dan dapat juga seribu orang.

2) Dari informasi lowongan pekerjaan yang ada di atas, selanjutnya kita lihat job

deskripsinya, maksudnya ada apa tugas dan tanggung jawab orang yang akan

mengerjakan pekerjaan tersebut, demikian juga wewenangnya, siapa yang

menjadi atasan, bawahan dan sebagainya yang dapat dibaca pada job

description pekerjaan itu. Selanjutnya dilihat karakter orang yang bagaimana

yang cocok untuk mengerjakan pekerjaan itu, hal itu dapat dibaca pada job

specification.

3) Selanjutnya dasar yang ketiga adalah mencari orang, calon pekerja, calon

pegawai yang sesuai atau cocok dengan tuntutan pekerjaan yang ada. Dalam

mencari orang tersebut dapat digunakan konsep dari penarikan dan seleksi.

4) Setelah proses mendapatkan orang selesai, selanjutnya menempatkan orang

tersebut pada pekerjaan yang ada di organisasi atau perusahaan.

Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa sebelum menempatkan tenaga

kerja di tempat mereka bekerja terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa

faktor sebagai berikut.

1) Latar Belakang Pendidikan

41

Page 32: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Latar belakang pendidikan mempunyai kaitan erat dengan hasil seleksi yang

telah dilaksanakan oleh manajer SDM. SDM yang memiliki latar belakang

pendidikan tertentu biasanya akan terlihat prestasinya pada seleksi tentang

bidang yang dikuasainya. Dengan kata lain hasil seleksi dapat memperkuat dan

meyakinkan manajer SDM untuk menempatkan orang yang bersangkutan pada

tempat yang tepat. Di samping itu, latar belakang pendidikan dengan prestasi

akademis yang diraihnya dapat menjadi acuan pemberian beban kerja dan

tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Prestasi akademik yang telah

dicapai oleh tenaga kerja selama mengikuti jenjang pendidikan harus

mendapatkan pertimbangan dalam penempatan, dimana tenaga kerja

seharusnya melaksanakan tugas dan pekerjaan serta mengemban wewenang

dan tanggung jawab. Prestasi akademis yang menjadi pertimbangan bukan saja

prestasi pada jenjang pendidikan terakhir, tetapi lebih dari itu dengan melihat

perkembangan prestasi akademis sebelumnya.

2) Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sama yang telah dialami sebelumnya

perlu mendapat perhatian dan pertimbangan dalam penempatan tenaga kerja.

Kenyataan menunjukkan bahwa adanya kecendrungan makin lama bekerja

makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh tenaga kerja yang bersangkutan.

Pengalaman bekerja banyak memberikan kecenderungan bahwa yang

bersangkutan memiliki keahlian dan keterampilan yang relatif tinggi.

Sebaliknya, terbatasnya pengalaman bekerja yang dimiliki akan makin rendah

tingkat keahlian dan keterampilannya. Perusahaan akan memperoleh nilai

42

Page 33: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

tambah apabila SDM atau tenaga kerja yang diterimanya sudah memiliki

pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja yang sudah dimiliki seseorang lebih

banyak membantunya dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan

pendidikan yang diikutinya.

3) Kesehatan Fisik dan Mental

Tes kesehatan berdasarkan laporan dari dokter yang dilampirkan pada surat

lamaran pekerjaan dan tes kesehatan khusus yang diselenggarakan dalam

seleksi tenaga kerja tidak menjamin yang bersangkutan benar-benar sehat

jasmani dan rohani. Kadang-kadang hasil pengujian kesehatan yang dilakukan

oleh tim dokter hanya formalitas saja. Oleh karena itu, faktor kesehatan fisik

dan mental perlu mendapatkan pertimbangan dalam penempatan tenaga kerja.

Karena tanpa pertimbangan yang matang pasti akan muncul hal-hal yang dapat

merugikan perusahaan. Pekerjaan-pekerjaan yang berat dan berbahaya hanya

mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai fisik sehat dan kuat.

Demikian juga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tingkat kejujuran yang

tinggi diperlukan orang-orang yang memiliki mental yang sehat. SDM yang

fisiknya lemah, tetapi berotak cerdas dapat ditempatkan pada bidang

administrasi, pembuatan konsep-konsep atau perhitungan dan analisis yang

memerlukan ketekunan dan kecerdasan yang luar biasa. Usahakan pekerjaan

yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan fisik dan mental.

4) Status Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan tenaga kerja adalah hal yang sangat

penting. Selain untuk kepentingan tenaga kerja, juga sebagai bahan

43

Page 34: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

pertimbangan manajer tenaga kerja dalam menempatkan tenaga kerja yang

bersangkutan. Misalnya, tenaga kerja wanita yang telah bersuami dan

mempunyai anak perlu mendapat pertimbangan. Sebaiknya tenaga kerja

tersebut tidak ditempatkan jauh di tempat tinggal suaminya. Kadang-kadang

status perkawinan sumber daya manusia menjadi bahan pertimbangan dalam

penerimaan SDM dan penempatannya. Karena banyak pekerjaan yang

memerlukan tenaga kerja dengan status perkawinan yang mensyaratkan sumber

daya manusia yang belum menikah.

5) Faktor Umur

Yang memerlukan pekerjaan bukan saja tenaga kerja muda yang baru lulus

sekolah, tetapi juga tenaga kerja yang sudah umur tua. Dalam rangka

penempatan tenaga kerja, faktor usia kerja yang lulus seleksi perlu

mendapatkan pertimbangan. Hal ini untuk menghindarkan rendahnya

produktivitas tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang usianya agak

tua sebaiknya ditempatkan pada pekerjaan yang tidak begitu mempunyai resiko

dan bahaya tinggi dan tanggung jawab berat. Dengan demikian, tenaga kerja

usia tua ditempatkan pada pekerjaan dengan tuntutan fisik yang ringan.

Sebaliknya tenaga kerja dengan usia yang masih muda dan energik diberikan

tugas dan pekerjaan yang lebih berat dan resiko yang lebih besar. Dari segi

fisik tenaga kerja muda masih prima dan mampu melaksanakan tugas yang

berat.

6)Faktor Jenis Kelamin

44

Page 35: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Jenis kelamin tenaga kerja perlu menjadi bahan pertimbangan dalam

penempatannya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan gerak fisik tertentu yang

lebih cocok adalah tenaga kerja pria. Seperti tenaga satpam, waker, tukang

kebun, pesuruh, sedangkan untuk pekerjaan sekretaris, loket pelayanan, kasir,

penerima tamu, operator telepon yang lebih cocok adalah wanita. Demikian

juga untuk pekerjaan malam hari, lebih cocok tenaga kerja pria, karena tenaga

kerja wanita yang dipekerjakan pada malam hari lebih banyak mendatangkan

resiko tinggi daripada manfaat yang diperolehnya.

7) Minat dan Hoby

Dalam penempatan tenaga kerja perlu mempertimbangkan minat dan hoby

yang bersangkutan. Seseorang akan bekerja rajin, tekun, disiplin dan produktif

bila apa yang dikerjakan ditekuni dengan baik sesuai dengan minat dan

hobinya. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai

dengan minat dan hobinya akan bersedia bekerja walaupun penuh dengan

tantangan dan rintangan dan bahkan berani mengorbankan apa yang ada pada

dirinya untuk pekerjaannya. Oleh karena itu, diusahakan agar menempatkan

tenaga kerja sesuai dengan minat dan hobinya.

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Subawa (2005), menyatakan

bahwa penempatan, lingkungan kerja, pengawasan atasan langsung dan

kompensasi secara bersama-sama mempengaruhi disiplin pegawai pada

Sekretariat Daerah Kabupaten Badung secara signifikan. Demikian juga

penempatan, lingkungan kerja, pengawasan atasan langsung dan kompensasi

45

Page 36: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

secara parsial berpengaruh positif terhadap disiplin pegawai pada Sekretariat

Daerah Kabupaten Badung.

2.4. Karakteristik Pekerjaan

2.4.1. Pengertian karakteristik pekerjaan

Dalam suatu organisasi keberadaan pekerjaan disusun mulai dari desain

pekerjaan, yaitu penetapan kegiatan-kegiatan individu atau kelompok karyawan

secara organisasi (Handoko, 2004) Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-

penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan

keperilakuan. Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi

pedoman dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan.

Sujak (1990) menyatakan manajer (pimpinan) dapat merangsang kepuasan

kerja bawahan dengan cara mengetahui karakteristik pekerjaan menjadi tugas-

tugas dalam pekerjaan yang bervariasi, lebih menuntut tanggung jawab dan

memungkinkan pemberian timbal balikan (umpan balik) secara jelas bagi prestasi

kerja yang telah diperoleh karyawan sebagai salah satu alat motivasi individu agar

mereka mau menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya sebaik

mungkin dan dengan hasil yang optimal.

2.4.2. Pengukuran karakteristik pekerjaan

Hacman dan Oldham dalam Sujak (1990) menyatakan bahwa

karakteristik pekerjaan meliputi; variasi ketrampilan, identifikasi tugas,

signifikansi tugas, otonomi tugas dan umpan balik. Luthans (2005) menjelaskan

inti karakteristik pekerjaan sebagai berikut :

46

Page 37: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

1) Keaneka ragaman ketrampilan, adalah tingkat variasi kegiatan-kegiatan dan

ketrampilan yang dibutuhkan oleh seorang pemegang kerja dalam

menyelesaikan tugasnya.

2) Identitas pekerjaan, adalah tingkat sejauhmana penyelesaian pekerjaan secara

keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagi kinerja seseorang.

3) Signifikansi tugas atau pentingnya pekerjaan, adalah tingkat sejauh mana

pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik

orang itu merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama

maupun orang lain dilingkungan sekitar.

4) Otonomi, adalah tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai

pengertian ketidak tergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk

menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan

untuk menyelesaikannya.

5) Umpan balik, adalah tingkat kinerja dari kegiatan kerja dalam memperoleh

informasi tentang keefektifan kegiatannya.

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan

adalah sebagai berikut.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Sarminah (2006), yang mengkaji pengaruh

variabel demografi, karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

perputaran SDM. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa karakteristik

pekerjaan dan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap perputaran tenaga

kerja. Demikian juga variabel demografi yakni umur berpengaruh negatif

terhadap perputaran tenaga kerja.

47

Page 38: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

2) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa

karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja

secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja

karyawan.

3) Penelitian yang dilaksanakan oleh Wirawati (2009), menyimpulkan bahwa

faktor kompensasi, faktor suasana organisasi, faktor kepemimpinan dan faktor

karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan

terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Kasmil Kosmos Bali.

2.5. Lingkungan Kerja

Masalah lingkungan kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting.

Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran operasi perusahaan. Salah

satu cara yang ditempuh agar karyawan dapat juga melaksanakan tugasnya adalah

memperbaiki lingkungan kerja di tempat kerja. Lingkungan kerja yang buruk

merupakan salah satu penyebab penggunaan waktu yang tidak efektif.

Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap para

kinerja karyawan dan jalannya operasi perusahaan, sehingga dengan demikian

baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat

produktivitas perusahaan. Lingkungan kerja yang baik tentu akan dapat

meningkatkan produktivitas kerja para karyawan begitu pula sebaliknya

lingkungan kerja yang buruk akan mengakibatkan produktivitas kerja karyawan

ikut menurun.

2.5.1. Pengertian lingkungan kerja

48

Page 39: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Berikut ini akan disajikan beberapa pendapat dari para ahli tentang

pengertian lingkungan kerja. Nitisemito (2000) menyatakan lingkungan kerja

adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi

dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Misalnya : kebersihan,

musik dan lain-lain. Manullang, (2000) bahwa lingkungan kerja fisik adalah

kondisi-kondisi pekerjaan yang menyenangkan terlebih lagi semasa jam kerja

akan memperbaiki moral pegawai dan kesungguhan bekerja. Peralatan-peralatan

yang baik dan perlindungan terhadap para bahaya, ventilasi yang baik, penerangan

yang cukup dan kebersihan, bukan saja menambah kegairahan kerja tetapi pula

akan meningkatkan efisiensi. Lingkungan kerja perusahaan dapat diartikan

sebagai keseluruhan faktor-faktor ekstern maupun intern yang dapat

mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa

lingkungan kerja adalah keseluruhan dari faktor intern dan ekstern yang

mempengaruhi karyawan di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari-

hari.

2.5.2. Faktor-faktor lingkungan kerja

Nitisemito (dalam Tohardi 2002) menyatakan hubungan antar pimpinan

dengan pegawai, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja,

emosi dan situasi kerja merupakan lingkungan kerja sosial yang perlu mendapat

perhatian dalam usaha meningkatkan kinerja pegawai.

Sedangkan Tohardi, (2002) menyatakan yang termasuk ke dalam

lingkungan kerja fisik adalah ruangan, penerangan, gangguan dalam ruang kerja

49

Page 40: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

(noisy), keadaan udara (kelembaban, temperatur, sirkulasi udara), warna,

kebersihan, sedangkan yang termasuk linkungan kerja non fisik adalah hubungan

antar karyawan dan hubungan karyawan dengan atasan.

Adanya penjelasan dari faktor-faktor lingkungan kerja adalah sebagai

berikut.

1) Ruangan

Ruangan atau ruang tempat bekerja harus didesain sedemikian rupa,

jangan sampai ruangan memberikan kesan tidak nyaman, kumuh, berantakan

dan sebagainya. Sebagai contoh ruangan kantor, disusun dengan perabot seperti

meja, kursi, lemari, lukisan dan sebagainya yang berantakan, hal tersebut akan

mempengaruhi pada aliran kerja, dimana menyangkut perpindahan bahan yang

dikerjakan oleh masing-masing pegawai yang otomatis berpengaruh pula

kepada efisiensi dan efektivitas kerja. Untuk Itu ruangan harus ditata

sedemikian rupa yang mengacu kepada aliran kerja, guna meraih peningkatan

efisiensi, efektivitas atau produktivitas kerja.

2) Penerangan

Penerangan yang baik dapat memberikan kepuasan dalam bekerja dan

tentunya akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disebabkan karena

penerangan yang baik tentunya akan memudahkan para pekerja dalam

melakukan aktivitas untuk melihat. Untuk itu jika penglihatan pekerja menjadi

tidak jelas akibat penerangan yang tidak baik, maka dapat menganggu

ketepatan dan kecepatan dalam bekerja, untuk itu pekerjaan yang menjadi tidak

efisien dan efektif yang pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja

pegawai.

50

Page 41: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Untuk itulah diperlukan adanya penerangan yang baik karena akan

memberikan keuntungan, seperti yang dikemukakan oleh Assauri dikutip

Tohardi, (2002) menyatakan ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari

adanya penerangan yang baik, sebagai berikut.

(1) Menaikkan produksi dan menekan biaya

(2) Memperbesar ketepatan sehingga akan memperbaiki kualitas dari barang

yang dihasilkan.

(3) Meningkatkan pemeliharaan gedung dan pabrik secara umum

(4) Mengurangi tingkat kecelakaan yang terjadi

(5) Memudahkan pengamatan/pengawasan

(6) Memperbaiki moral para pekerja

(7) Lebih mudah untuk melihat, sehingga lebih memudahkan untuk

melanjutkan kegiatan produksi oleh para pekerja terutama para pekerja

yang telah tua umurnya dan mengurangi ketegangan mata di antara para

pekerja.

(8) Penggunaan ruang lantai (floor space) yang lebih baik.

(9) Mengurangi turn over buruh/pegawai

(10) Mengurangi terjadinya kerusakan dari barang-barang yang dikerjakan dan

mengurangi hasil yang perlu dikerjakan kembali.

Dikatakan selanjutnya oleh Tohardi, (2002) bahwa ciri-ciri dari

penerangan yang baik (good linghting) adalah sebagai berikut.

(1) Sinar atau cahaya yang cukup

(2) Sinar yang tidak berkilau atau menyilaukan

51

Page 42: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

(3) Tidak terdapat kontras yang tajam

(4) Cahaya terang

(5) Distribusi cahaya yang merata

(6) Warna yang sesuai

3) Gangguan Dalam Ruangan Kerja (Noisy)

Bunyi ribut atau noisy dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja,

untuk itu suara-suara ribut (bising) harus diredam kalau perlu dihilangkan

sama sekali. Turunnya konsentrasi dalam bekerja dapat berdampak kepada

stress para pegawai dan jika ini terjadi tentunya dapat menurunkan

produktivitas kerja karyawan.

4) Keadaan Udara

Berbicara mengenai kondisi udara, maka ada dua hal yang menjadi

fokus perhatian yaitu kelembaban, suhu (temperatur) dan sirkulasi udara

(ventilasi).

(1) Kelembaban

Wignjosoebroto (dalam Tohardi, 2002) menyatakan kelembaban adalah

banyaknya air yang terkandung di dalam udara yang dinyatakan dalam

persen. Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh

temperatur udaranya. Suatu keadaan dimana temperatur udara yang sangat

panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari

tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lainnya

adalah semakin cepat denyut jantung karena makin aktifnya peredaran

darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

(2) Temperatur

52

Page 43: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

Bahwa tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mempertahankan

keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi diluar tubuh

tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan

temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak

melebihi 20 persen untuk kondisi panas, dan 35 persen untuk kondisi

dingin. Dalam keadaan normal setiap anggota tubuh manusia mempunyai

temperatur yang berbeda-beda, seperti pada bagian mulut kurang lebih 37

derajat celcius, pada bagian dada kurang lebih 35 derajat celcius, pada

bagian kaki kurang lebih 28 derajat celsius.

(3) Sirkulasi Udara

Wignjosoebroto dalam Tohardi, (2002) menyatakan bahwa : “udara di

sekitar kita mengandung sekitar 21 persen oksigen, 78 persen nitrogen,

0,03 persen karbondioksida dan 0,79 persen gas lainnya”. Oksigen

merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama

untuk menjaga kelangsungan hidupnya (untuk proses metabolisme). Udara

di sekitar kita dikatakan kotor apabila keadaan oksigen di dalam udara

tersebut telah berkurang dan bercampur gas-gas lainnya yang

membahayakan kesehatan tubuh. Sirkulasi udara dengan memberikan

ventilasi yang cukup akan dapat menggantikan udara yang kotor dengan

udara yang bersih.

5) Warna

Warna ruangan (tembok dan perabotnya) mempunyai pengaruh terhadap gairah

dan semangat kerja para pegawai di dalam ruangan tersebut. Wignjosoebroto

(dalam Tohardi, 2002) menyatakan warna adalah warna tembok ruangan dan

53

Page 44: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

interior yang ada di sekitar tempat kerja. Warna yang berbeda-beda akan

memberi pengaruh yang lain pula terhadap manusia seperti :

(1) Warna merah

Warna merah akan bersifat merangsang

(2) Warna kuning

Warna kuning akan memberikan kesan luas, terang dan leluasa

(3) Warna hijau atau biru

Warna hijau atau biru akan memberi kesan sejuk, aman dan menyegarkan

(4) Warna gelap

Warna gelap akan memberikan kesan sempit

(5) Warna terang

Warna terang akan memberi kesan leluasa (luas)

Dengan adanya sifat-sifat warna itu maka pengaturan warna ruangan tempat

bekerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan

kerjanya.

6) Kebersihan

Kebersihan merupakan syarat guna menjaga kesehatan, dan

pelaksanaannya harus dilakukan secara kontinyu. Dalam setiap kantor

hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja dengan lingkungan

kerja yang bersih pasti akan menimbulkan rasa senang dan rasa senang ini

akan dapat mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih tenang, bersemangat

dan bergairah. Kalau seseorang pegawai bekerja pada suatu tempat yang penuh

debu dan bau yang tidak enak, apabila pekerjaan tersebut memerlukan

54

Page 45: Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

konsentrasi yang cukup tinggi, maka pegawai tersebut akan merasa terganggu

sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam lingkungan kantor hendaknya masalah kebersihan sudah

ditanamkan yang berupa tanggung jawab bagi semua pegawai dan bukan

membebankan masalah kebersihan tersebut pada petugas saja, melainkan

semua pegawai menyadari bahwa kebersihan lingkungan kantor perlu dijaga

bersama.

7) Hubungan Antar Karyawan

Tulus (1999), menyatakan bahwa: “Hubungan antar karyawan dalam

perusahan juga ikut menentukan semangat dan kegairahan kerja karyawan”.

8) Hubungan Karyawan dengan Atasan

Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan akan dapat

memudahkan kinerja karyawan dalam menjalankan aktivitas kerja dan tugas-

tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Tjatur (2005), menyatakan bahwa

lingkungan kerja, teladan pimpinan dan kompensasi, secara bersama - sama

mempunyai pengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan dan lingkungan

kerja mempunyai pengaruh dominan terhadap disiplin kerja karyawan di Dinas

Kesehatan Kab. Bangli.

55