dasar teori laporan aokm p2

13
ANALISIS Mg-STEARAT DALAM SEDIAAN BEDAK METODE KOMPLEKSOMETRI I. TUJUAN Menganalisis kandungan Mg Stearat dalam sediaan bedak secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri). II.DASAR TEORI Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, murah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titrimetri kurang spesifik. Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang akan diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)nya diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Kesetaraan kimia ini dapat diketahui dari persamaan reaksinya. Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu erlemeyer atau gelas piala. Pada cara yang khusus dapat dilakukan sebaliknya. Pekerjaan mereaksikan ini disebut dengan titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut titran. Ada 2 macam larutan baku yang biasa digunakan dalam titrasi , yaitu 1. Larutan baku primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimbangan, pelarutan, dan penyimpanan.

Upload: citra-kurnia-solihat

Post on 02-Dec-2015

168 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori Laporan AOKM P2

ANALISIS Mg-STEARAT DALAM SEDIAAN BEDAK

METODE KOMPLEKSOMETRI

I. TUJUAN

Menganalisis kandungan Mg Stearat dalam sediaan bedak secara kualitatif dan

kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri).

II. DASAR TEORI

Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan,

murah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah

bahwa metode titrimetri kurang spesifik.

Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan

mengukur volume, sejumlah zat yang akan diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar)

yang kadar (konsentrasi)nya diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif.

Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar

bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Kesetaraan kimia

ini dapat diketahui dari persamaan reaksinya.

Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya,

misalnya labu erlemeyer atau gelas piala. Pada cara yang khusus dapat dilakukan sebaliknya.

Pekerjaan mereaksikan ini disebut dengan titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan

dapat pula disebut titran.

Ada 2 macam larutan baku yang biasa digunakan dalam titrasi , yaitu

1. Larutan baku primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada

proses penimbangan, pelarutan, dan penyimpanan.

Adapun syarat – syarat larutan baku primer :

Mempunyai kemurnian yang tinggi

Rumus molekulnya pasti

Tidak mengalami perubahan selama penimbangan

Berat ekivalen yang tinggi (Agar kesalahan penimbangan dapat diabaikan)

Larutan stabil didalam penyimpanan

Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara

menimbang.

Contoh senyawa yang dapat dipakai untuk standar primer adalah:

Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaAsO2

yang dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan

iodine I2, dan cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.

Page 2: Dasar Teori Laporan AOKM P2

Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat,

isopropanol atau DMF.

Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.

Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam

perklorat dan asam asetat.

Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.

Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3

Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi

larutan natrium nitrit.

2. Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentralisinya ditentukan dengan jalan

pembekuan dengan larutan atau secara langsung tidak dapat diketahui kadarnya dan

kestabilannya didalam proses penimbangan, pelarutan dan penyimpanan.

Adapun syarat – syarat larutan baku sekunder :

Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer

Berat ekivalennya tinggi

Larutan relatif stabil didalam penyimpanan

Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut dengan titik ekivalen teoritis

(stokiometris) yang berarti bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara

kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi.

Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas.

Ini dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan).

Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat

lain) yang disebut indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan menandakan titrasi

harus diakhiri disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari

buret sekian millimeter.

Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoretis.

Dalam kenyataannya selalu ada perbedaan kecil. Beda ini disebut dengan kesalahan titrasi yang

dinyatakan dengan millimeter larutan baku. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan

sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-kecilnya.

Untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Reaksinya harus berlangsung cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang

diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan

stokiometris.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia

atau fisika.

Page 3: Dasar Teori Laporan AOKM P2

4. Harus ada indikator jika syarat 3 tidak terpenuhi. Indikator juga dapat diamati dengan

pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri/konduktrimetri)

Penggolongan Volumetri (Titrimetri)

Analisis secara volumetrik dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan reaksi kimia

Berdasarkan reaksi kimia yang terjadi selama titrasi , volumetrik dapat dikelompokkan

menjadi 4 jenis :

Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari at yang bersifat

asam atau basa, baik dalam lingkungan air maupun dalam lingkungan bebas air

(TBA = Titrasi Bebas Air)

Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan electron. Penetapan kadar senyawa

berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri, serimetri,

iodi-iodometri, iodatometri, serta bromatometri.

Reaksi pengendapan (presipitasi)

Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut misalnya

pengendapan secara argentometri.

Reaksi pembentukan kompleks

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengkompleks

organic dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap.

Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode kompleksiometri.

2. Berdasarkan cara titrasi

Teknik volumetrik berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan menjadi:

Titrasi langsung

Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan

ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.

Titrasi kembali

Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian

kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2 sumber kesalahan

karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan menjadi lebih besar. Disamping

itu, cara ini juga memakan waktu yang lama.

3. Berdasarkan jumlah sampel

Berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri dibedakan menjadi:

Titrasi makro

- Jumlah sampel : 100-1000 mg

- Volume titran : 10-100 ml

Page 4: Dasar Teori Laporan AOKM P2

- Ketelitian : 0,02 ml

Titrasi semi mikro

- Jumlah sampel : 10-100 mg

- Volume titran : 1-10 ml

- Ketelitian : 0,001 ml

Titrasi mikro

- Jumlah sampel : 1-10 mg

- Volume titran : 0,1-1 ml

- Ketelitian : 0,001 ml

Titrasi Pembentukan Kompleks (Kompleksometri)

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks

(ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi

dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Contoh reaksi

titrasi kompleksometri :

Ag+ + 2 CN-  Ag(CN)2

Hg2+ + 2Cl-  HgCl2

(Khopkar, 2002).

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan

pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.

Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam,

sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan

ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.

Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain

titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi

kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat,

disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L M(H2O)(n-1) L + H2O

(Khopkar, 2002).

Banyak ion logam dapat ditentukan dengan titrasi menggunakan suatu pereaksi (sebagai

titran) yang dapat membentuk kompleks dengan logam tersebut.

Salah satu senyawa komplek yang biasa digunakan sebagai penitrasi dan larutan standar adalah

Page 5: Dasar Teori Laporan AOKM P2

ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA).

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah

satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat

berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya

atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,

misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang

mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam

molekul (Rival, 1995).

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar

ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,

dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang

menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan

tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam

larutan tersebut (Harjadi, 1993).

Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak

sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda

dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator

jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-

(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai

tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada

pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum

titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan

berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.

Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena

disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam

itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,

EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA

harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator

logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion

logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik

ekuivalen (Basset, 1994).

Page 6: Dasar Teori Laporan AOKM P2

Macam-Macam Titrasi Kompleksometri:1. Titrasi Langsung

Titrasi langsung meropakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai. Larutan

ion yang ditetapkan ditambah dengan bufer, misalnya bufer pH 10 lalu ditambahkan

indikator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan baku dinatrium edetat.

Untuk mencegah pengendapan logam hidroksida atau garam basa dengan bufer,

dilakukan pembentuk kompleks pembantu misalnya tartrat, sitrat, atau trietanol amin.

Pada titik ekuivalen, kadar ion logam yang ditetapkan berkurang dengan sekonyong-

konyong yang ditunjukan dengan perubahan pM=-log(Mn+) . titik akhir titrasi juga dapat

ditetapkan secara amperometri, konduktometri, spektrofotometri, atau potensiometri.

2. Titrasi Kembali

Cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada pH yang

dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya sulfat, kalsium

oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat dan ion logam

yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat dari pada dengan

indikator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan larutan baku dinatrium edetat

berlebihan kemudian larutan ditambah bufer pada pH yang diinginkan, dan kelbihan

dinatrium edetat dititrasi kembali dengan baku ion logam. Titik akhir ditunjukan dengan

pertolongan indikator logam.

3. Titrasi Substitusi

Cara ini dilakukan apabila ion logam tersebut tidak memberikan titik akhir yang jelas

apabila titrasi dilakukan secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika ion

logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih stabil daripada

logam lain seperti magnesium dan kalsium.

Kalsium, timbal, dan raksa dapat ditetapkan dengan cara ini dengan indikator hitam

eriokrom dengan hasil yang memuaskan

4. Titrasi Tidak Langsung cara titrasi tidak langsung dapat digunakan untuk menentukan

kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh

barbiturat yang tidak bereaksi dengan EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat

diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah

pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks dipindahkan dengan cara penyaringan

dan dilarutkan kembali di dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku Zn(II)

dapat digunkan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini mengguankan indikator yang sesuai

untuk mendeteksi titik akhir titrasi.

Page 7: Dasar Teori Laporan AOKM P2

MONOGRAFI

Magnesium Stearat

MAGNESII STEARAS

Magnesium Stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik

padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium

palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8%

dan tidak lebih dari 8,3% MgO.

Pemerian : serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas; mudah melekat di kulit,

bebas dari butiran.

Kelarutan : tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter.

EDTA

C10H16N2O8

BM = 292.24264

Asam Etilendiamintetraasetat, banyak disingkat EDTA, adalah asam polyamino

karboksilat tidak berwarna, berbentuk padat, larut dalam air. EDTA banyak digunakan

untuk melarutkan limescale. Kegunaannya timbul karena perannya sebagai ligan

hexadentate “bergigi enam” dan pengkelat, yaitu kemampuannya untuk "menyita" ion

logam seperti Ca2 + dan Fe3 +. Setelah terikat dengan EDTA, ion logam tetap berada di

dalam larutan namun reaktivitasnya berkurang. EDTA diproduksi sebagai beberapa garam,

terutama dinatrium EDTA dan kalsium dinatrium EDTA.

Bentuk : Kristal.

Warna : Tidak berwarna sampai putih.

Natrium Hidroksida

NATRII HYDROXIDUM

NaOH, BM = 40,00

Natrium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5%

alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%.

Page 8: Dasar Teori Laporan AOKM P2

Pemerian : Putih, atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang

atau bentuk lain. Keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara.,

akan menyerap karbondioksida dan lembab.

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan alam etanol.

Asam Klorida

ACIDUM HYDROCHLORIDUM

HCl, BM = 36,46

Asam Klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0% b/b

HCl.

Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2

bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18.

Kalsium Karbonat

CALCII CARBONAS

CaCO3, BM = 100,09

Kalsium karbonat jika dikeringkan pada suhu 200 selama 4 jam mengandung kalsium

setara tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% CaCO3.

Pemerian : serbuk, hablur mikro, putih; tidak berbau; tidak berasa; stabil di udara.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; kelarutan dalam air meningkat dengan adanya

sedikit garam ammonium atau karbon dioksida; adanya alkali hidroksida menurunkan

kelarutan; tidak larut dalam etanol; larut dalam asam asetat 1 N, dalam asam klorida 3 N

dan dalam asam nitrat 2 N dengan membentuk gelembung gas.

Eriochrome Black T

C20H12N3NaO7S

BM = 461.379949

Page 9: Dasar Teori Laporan AOKM P2

Eriochrome Black T adalah indikator kompleksometri yang merupakan bagian dari titrasi

kompleksometri. Eriochrome Black T adalah zat warna azo. Eriochrome Black T juga

dikenal sebagai ET-00. (Eriochrome adalah merek dagang dari Ciba-Geigy).Dalam bentuk

terprotonasi nya, Eriochrome Black T berwarna biru. Dan berwarna merah ketika

membentuk kompleks dengan kalsium, magnesium, atau ion logam lainnya.

Bentuk : Serbuk.

Warna : Hitam.

Kelarutan : Larut dalam air panas.

Hidroksinaftol Biru

C20H11N2Na3O11S3

BM = 620.472448

Biru Hidroksinaftol adalah zat warna azo, yang digunakan untuk menentukan titik akhir

dalam titrasi kompleksasi logam.

Bentuk : Solid.

Warna : Abu-abu sampai ungu.

Kelarutan : Larut dalam air.