dasar - bab 1_1-23

23
DRAFT Pendahuluan 1 1 Pendahuluan 1.1 Konsep Struktur Beton Bertulang 1.1.1 Material Beton Bertulang Pada awalnya manusia membuat konstruksi rumah, jembatan dan lainnya dengan menggunakan material tanah, kayu dan batu. Jenis material konstruksi yang digunakan kemudian berkembang pada bahan beton dan baja, yang sampai saat inipun masih digunakan (Gambar 1.1). Material beton bertulang pada dasarnya merupakan gabungan material beton dan baja tulangan. Penggabungan ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan material beton dalam menahan tarik. Penggabungan ini hanya akan berhasil bila baja tulangan yang digunakan memiliki karakteristik lekatan yang baik pada material beton dan diberi panjang pengangkuran yang memadai di dalam beton. Material beton bertulang banyak digunakan pada konstruksi bangunan di Indonesia. Material ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan material bangunan lainnya, diantaranya: 1. Lebih murah. 2. Mudah dibentuk (terkait dengan fungsi arsitektur). Gambar 1.1 Evolusi Material Konstruksi

Upload: adii-munnahar

Post on 18-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Beton

TRANSCRIPT

  • DRAFT

    Pendahuluan 1

    1 Pendahuluan

    1.1 Konsep Struktur Beton Bertulang

    1.1.1 Material Beton Bertulang

    Pada awalnya manusia membuat konstruksi rumah, jembatan dan lainnya

    dengan menggunakan material tanah, kayu dan batu. Jenis material

    konstruksi yang digunakan kemudian berkembang pada bahan beton dan

    baja, yang sampai saat inipun masih digunakan (Gambar 1.1).

    Material beton bertulang pada dasarnya merupakan gabungan material

    beton dan baja tulangan. Penggabungan ini bertujuan untuk mengatasi

    kelemahan material beton dalam menahan tarik. Penggabungan ini hanya

    akan berhasil bila baja tulangan yang digunakan memiliki karakteristik

    lekatan yang baik pada material beton dan diberi panjang pengangkuran

    yang memadai di dalam beton.

    Material beton bertulang banyak digunakan pada konstruksi bangunan di

    Indonesia. Material ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan

    material bangunan lainnya, diantaranya:

    1. Lebih murah.

    2. Mudah dibentuk (terkait dengan fungsi arsitektur).

    Gambar 1.1 Evolusi Material Konstruksi

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 2

    3. Ketahanan terhadap api yang tinggi.

    4. Mempunyai kekakuan yang tinggi.

    5. Biaya perawatan yang rendah.

    6. Material pembentuknya mudah diperoleh.

    Namun, ada kekurangan material beton dibandingkan material bangunan

    lainnya, yaitu dalam hal;

    1. Kekuatan tariknya rendah.

    2. Membutuhkan bekisting atau cetakan serta penumpu sementara selama

    konstruksi.

    3. Rasio kekuatan terhadap berat yang rendah.

    4. Stabilitas volumenya relatif rendah.

    1.1.2 Prinsip Dasar Struktur Beton Bertulang

    Beton merupakan material yang kuat dalam menahan tekan, namun lemah

    dalam menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika

    beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat

    tarik materialnya.

    Pada struktur balok beton tanpa tulangan yang tergambar di bawah ini,

    momen yang timbul akibat beban luar pada dasarnya ditahan oleh kopel

    gaya-gaya dalam tarik dan tekan. Balok tersebut dapat runtuh secara tiba-

    tiba dan total jika retak terbentuk pada zona tarik penampang (Gambar 1.2).

    Pada balok beton bertulang, tulangan baja ditanam di dalam beton

    sedemikian rupa sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan

    momen pada penampang retak dapat dikembangkan pada tulangan baja

    (Gambar 1.3).

    Gambar 1.2 Distribusi Tegangan pada Penampang sebelum Retak

  • DRAFT

    Pendahuluan 3

    Gambar 1.3 Distribusi Tegangan pada Penampang Retak

    Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa untuk mengatasi kelemahan beton

    dalam menahan tarik maka ditambahkan tulangan baja pada bagian

    penampang balok beton yang berpotensi mengalami tarik saat balok

    menahan beban.

    1.1.3 Konsep Perancangan

    Struktur yang didesain pada dasarnya harus memenuhi kriteria-kriteria

    sebagai berikut.

    a. Kuat dalam menahan beban yang direncanakan

    b. Memenuhi persyaratan kemampuan layanan

    c. Memiliki durabilitas yang tinggi

    d. Kesesuaian dengan lingkungan sekitar

    e. Ekonomis

    f. Mudah perawatannya

    Langkah-langkah dalam perancangan struktur dapat diuraikan seperti pada

    Gambar 1.4.

    Ada dua metode dasar untuk merancang elemen struktur beton bertulang

    yaitu:

    1. Metode Tegangan Kerja

    Unsur struktur didesain terhadap beban kerja sedemikian rupa

    sehingga tegangan yang terjadi lebih kecil daripada tegangan yang

    diizinkan, yaitu:

    (1.1)

    Metode tegangan kerja sudah tidak diakomodasi di dalam SNI Beton

    yang berlaku saat ini.

    2. Metode Kuat Ultimit

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 4

    Dengan metode ini, unsur struktur didesain terhadap beban terfaktor

    sedemikian rupa sehingga unsur tersebut mempunyai kuat rencana

    (Rn) yang lebih besar daripada kuat perlu (Su) akibat beban terfaktor, yaitu:

    nu RS (1.2)

    Gambar 1.4 Langkah-langkah Perancangan

    1.1.3.1 Perencanaan Batas

    Dalam desain elemen beton bertulang, ada beberapa kondisi batas yang

    dapat dijadikan pembatas desain, yaitu:

    1. Kondisi batas ultimit, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor di

    bawah ini, yaitu:

    a. Hilangnya keseimbangan lokal atau global.

    b. Rupture, yaitu hilangnya ketahanan lentur dan geser elemen-elemen

    struktur.

    c. Keruntuhan progressive akibat adanya keruntuhan lokal pada

    daerah sekitarnya.

    d. Pembentukan sendi plastis.

    e. Ketidakstabilan struktur.

    f. Fatigue.

    2. Kondisi batas kemampuan layanan, yang menyangkut berkurangnya fungsi

    struktur seperti:

  • DRAFT

    Pendahuluan 5

    a. Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan.

    b. Lebar retak yang berlebih.

    c. Vibrasi yang mengganggu.

    3. Kondisi batas khusus, yang menyangkut kerusakan/keruntuhan akibat

    beban abnormal, dapat berupa:

    a. Keruntuhan pada kondisi gempa kuat.

    b. Kebakaran, ledakan atau tabrakan kendaraan.

    c. Korosi atau jenis kerusakan lainnya akibat lingkungan.

    Perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi batas di atas disebut

    perencanaan batas. Konsep perencanaan batas ini sudah digunakan sebagai

    prinsip dasar pada peraturan beton Indonesia (SNI Beton).

    1.1.4 Prosedur Desain Berdasarkan SNI Beton

    Elemen struktur dan struktur harus selalu didesain untuk dapat memikul

    beban berlebih dengan besaran tertentu, di luar beban yang diharapkan

    terjadi dalam kondisi normal. Kapasitas cadangan tersebut diperlukan

    untuk mengantisipasi kemungkinan adanya faktor-faktor overload (beban

    berlebih) dan faktor-faktor undercapacity.

    Overload dapat terjadi akibat:

    1. Perubahan fungsi struktur

    2. Underestimate pengaruh beban karena penyederhanaan perhitungan

    3. Urutan dan metode konstruksi

    Undercapacity dapat terjadi akibat:

    1. Variasi kekuatan material,

    2. Workmanship yang kurang baik,

    3. Tingkat pengawasan yang lemah.

    Berdasarkan prosedur desain yang baku, kekuatan (resistance) elemen

    struktur harus selalu lebih besar daripada pengaruh beban, sehingga:

    Resistance Pengaruh Beban

    Untuk mengantisipasi kemungkinan lebih rendahnya resistance (kekuatan)

    elemen struktur daripada yang diperhitungkan/direncanakan dan kemung-

    kinan lebih besarnya pengaruh beban daripada yang direncanakan maka

    diperkenalkan faktor-faktor reduksi kekuatan, yang nilainya < 1, dan faktor-

    faktor beban, yang nilainya > 1, sehingga:

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 6

    Rn 1S1 + 2S2 + (1.3)

    di mana: Rn = kuat nominal

    Si = pengaruh beban-beban kerja

    = faktor reduksi

    i = faktor-faktor beban

    Prosedur desain yang memperhitungkan adanya faktor-faktor beban dan

    resistance seperti di atas disebut sebagai metode desain kuat ultimit (batas).

    Prosedur desain ini pada dasarnya merupakan metode perencanaan kondisi

    batas, di mana perhatian utama ditekankan pada kondisi batas ultimit.

    Pemeriksaan kondisi batas servisabilitas (kemampuan layanan) dilakukan

    setelah desain awal diperoleh.

    Filosofi dasar desain ini terdapat pada SNI Beton Pasal 9.1.1 dan 9.1.2, yang

    bunyinya adalah:

    9.1.1 Struktur dan komponen struktur harus direncanakan

    hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum

    sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi

    beban dan gaya terfaktor yang sesuai dengan ketentuan tata cara

    ini.

    Dalam Pasal 9.1.1 di atas, kuat rencana identik dengan Rn, sedangkan kuat perlu mengacu pada pengaruh beban terfaktor, yaitu 1S1 + 2S2 +

    9.1.2 Komponen struktur juga harus memenuhi ketentuan

    lain yang tercantum dalam tata cara ini untuk menjamin

    tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat

    beban layan.

    Pasal 9.1.2 di atas mengharuskan adanya pengontrolan lendutan dan lebar

    retak pada komponen struktur yang sudah didesain.

    1.1.4.1 Beban Terfaktor dan Kuat Perlu

    SNI Beton Pasal 9.2 menguraikan tentang faktor-faktor beban dan

    kombinasi-kombinasi beban terfaktor untuk perhitungan pengaruh-

    pengaruh beban.

    Kombinasi-kombinasi beban terfaktor tersebut adalah:

    Kombinasi beban mati dan beban hidup:

    U = 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) (Pers. (9-2) SNI Beton)

    Jika pengaruh angin ikut diperhitungkan:

  • DRAFT

    Pendahuluan 7

    U = 1,2D + 1,6(L atau R) + (L atau 0,5W) (Pers. (9-3) SNI Beton)

    U = 1,2D + W + L + 0,5(A atau R) (Pers. (9-4) SNI Beton)

    atau

    U = 0,9D + W (Pers. (9-6) SNI Beton)

    diambil pengaruh yang terbesar.

    Jika pengaruh gempa harus diperhitungkan:

    U = 1,2D + E + L (Pers. (9-5) SNI Beton)

    atau

    U = 0,9D + E (Pers. (9-7) SNI Beton)

    di mana: D = beban mati

    L = beban hidup

    A = beban hidup atap

    R = beban hujan

    W = beban angin

    E = beban gempa

    Kombinasi beban terfaktor lainnya dapat dilihat pada Pasal-pasal:

    9.2.2 untuk pengaruh beban kejut (impact),

    9.2.3 untuk pengaruh suhu (), rangkak, susut dan settlement (),

    9.2.4 untuk kombinasi dengan tekanan hidraulik,

    9.2.5 untuk kombinasi dengan tekanan tanah lateral,

    9.2.7 untuk kombinasi dengan gaya jacking baja prategang.

    Kuat perlu atau pengaruh beban terfaktor (seperti momen, geser, torsi dan

    gaya aksial) dihitung berdasarkan kombinasi beban terfaktor U di atas.

    Kuat perlu atau pengaruh-pengaruh beban terfaktor tersebut biasanya

    ditulis dengan simbol-simbol Mu (momen), Vu (geser), Tu (torsi) dan Pu

    (aksial), di mana subscript u menunjukkan bahwa nilai-nilai M, V, T, dan P

    tersebut didapat dari beban-beban terfaktor U.

    1.1.4.2 Kuat Rencana

    Kuat rencana suatu komponen struktur (Rn) didapat dengan mengalikan kuat nominal Rn dengan faktor reduksi kekuatan . Berdasarkan SNI Beton pasal 9.3 nilai faktor reduksi kekuatan adalah sebagai berikut.

    1. Penampang terkendali tarik 0,90

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 8

    Penampang dinamakan terkendali tarik jika regangan netto pada baja

    tarik terjauh dari serat tekan terluar, t, sama dengan atau lebih besar dari 0,005, pada saat serat tekan terluar beton mencapai batas

    regangannya, yang diasumsikan = 0,003 (Gambar 1.5).

    2. Penampang terkendali tekan:

    Penampang dinamakan terkendali tekan jika regangan netto pada baja

    tarik terjauh dari serat tekan terluar, t, sama dengan atau lebih kecil dari batas regangan terkendali tekan, pada saat serat tekan terluar beton

    mencapai batas regangannya (yang diasumsikan = 0,003).

    Batas regangan terkendali tekan adalah regangan tarik netto pada baja

    tulangan pada kondisi regangan seimbang, di mana untuk baja tulangan

    mutu 400 MPa dan semua baja tulangan prategang, dapat ditetapkan =

    0,002.

    a. Komponen struktur dengan tulangan pengekang spiral 0,75

    hanya bila,

    rasio volumetrik tulangan spiral, s, tidak kurang dari

    yt

    c

    ch

    g

    sf

    f

    A

    A

    = 145,0

    di mana Ag = luas penampang kotor beton

    Ach = luas penampang inti yang dilingkupi oleh

    serat terluar baja tulangan pengekang spiral

    fc = kuat tekan beton

    fyt = kuat tarik baja tulangan pengekang spiral

    Leng

    an m

    om

    en

    Gambar 1.5 Terminologi Tegangan-Regangan pada Beton dan Baja

    Tulangan

  • DRAFT

    Pendahuluan 9

    kuat tarik baja tulangan pengekang spiral, fyt, tidak lebih besar

    dari 700 MPa, dan

    bila digunakan tulangan pengekang spiral dengan mutu, fyt > 400

    MPa, panjang sambungan-lewatan baja-baja tulangan yang

    dikekang tidak mengikuti ketentuan SNI Beton pada Pasal

    7.10.4.5(a).

    b. Komponen struktur dengan tulangan sengkang lainnya 0,65

    3. Untuk penampang di mana regangan tarik netto pada baja tarik terjauh

    dari serat tekan terluar beton, t, berada di antara batas regangan penampang terkendali tekan dan batas regangan penampang terkendali

    tarik (zona transisi, pada Gambar 1.6), boleh ditingkatkan secara linier dari nilai untuk penampang terkendali tekan hingga 0,9 seiring peningkatan t dari batas regangan penampang terkendali tekan (= 0,002 untuk baja mutu 400 MPa) hingga 0,005 (Gambar 1.6).

    4. Alternatif lain,

    Bila Lampiran B pada SNI Beton digunakan, untuk komponen

    struktur di mana

    fy 400 MPa,

    konfigurasi penulangan bersifat simetris, dan

    (d d)/h 0,7,

    maka nilai boleh ditingkatkan secara linier hingga 0,9 seiring berkurangnya nilai Pn dari 0,1Agfc ke nol.

    Gambar 1.6 Variasi dengan Regangan Tarik Bersih Baja Tarik Terluar, t, dan c/dt untuk Baja Mutu 400

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 10

    Untuk komponen struktur bertulang lainnya, nilai boleh diting-katkan secara linier hingga 0,9 seiring berkurangnya nilai Pn dari 0,1Agfc atau Pb (ambil nilai terkecil) ke nol.

    5. Geser dan torsi 0,75

    6. Tumpuan pada beton 0,65

    Kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik dan model Strut dan

    Tie.

    Catatan:

    d = jarak dari serat tekan terluar ke centroid tulangan tekan,

    d = jarak dari serat tekan terluar ke centroid tulangan tarik,

    h = tinggi total penampang,

    Pn = kuat aksial nominal untuk nilai eksentrisitas tertentu,

    Pb = kuat aksial nominal pada kondisi balance.

    1.2 Material Beton

    1.2.1 Hubungan Tegangan-Regangan Beton

    Beton merupakan material komposit yang terbuat dari kumpulan agregat

    (halus dan kasar) yang saling terikat secara kimiawi oleh produk hidrasi

    semen Portland. Bahan dasar beton, yaitu pasta semen dan agregat,

    merupakan bahan yang mempunyai sifat tegangan-regangan yang linier

    dan getas dalam menahan gaya tekan. Material yang getas cenderung

    mengalami retak tarik yang tegak lurus terhadap arah regangan tarik

    maksimum. Pada saat menahan beban uniaksial tekan, beton idealnya

    mengalami retak-retak yang arahnya paralel terhadap arah tegangan tekan

    maksimum. Namun kenyataannya, di saat sampel silinder beton dibebani

    gaya tekan uniaksial pada pengujian tekan di laboratorium, keruntuhan

    yang terjadi cenderung membentuk pola kerucut (Gambar 1.7). Hal ini

    disebabkan oleh adanya pengaruh friksi yang timbul pada permukaan

    beton yang dibebani. Friksi ini terjadi antara permukaan beton dan

    permukaan platen baja dari mesin uji tekan.

    Walaupun beton terbuat dari bahan yang bersifat linier elastik, namun

    kenyataannya hubungan tegangan-regangannya cenderung bersifat non-

    liniear, bahkan pada saat menahan beban yang kecil sekalipun (Gambar

    1.8). Hal ini disebabkan oleh adanya retak-retak yang terbentuk antara

    bidang agregat dan pasta semen; retak ini disebut retak lekatan (bond

    cracks). Retak ini dapat terjadi sebelum beton dibebani dan umumnya

  • DRAFT

    Pendahuluan 11

    Gambar 1.7 Pola Retak Silinder Beton

    Gambar 1.8 Hubungan Tegangan Regangan Agregat, Beton dan Pasta

    disebabkan oleh fenomena susut pada beton (akibat perubahan suhu dan

    kelembaban). Karakteristik non-linier tersebut juga dapat ditimbulkan oleh

    beberapa faktor lainnya seperti riwayat pembebanan, efek jangka panjang,

    perilaku plastisitas akibat friksi internal, dan lain-lain (ASCE 1982).

    Perilaku beton pada saat dikenakan beban uniaksial tekan dapat digambar-

    kan sebagai berikut (Gambar 1.9);

    1. Pada saat beban tekan mencapai 3040% fc, perilaku tegangan regangan

    beton pada dasarnya masih linier. Retak-retak lekatan (bond crack) yang

    sebelum pembebanan sudah terbentuk, akan tetap stabil dan tidak

    berubah selama tegangan tekan yang bekerja masih dibawah 30% fc (fc

    merupakan kekuatan batas tekan beton).

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 12

    Gambar 1.9 Hubungan Tegangan Regangan Beton

    2. Pada saat beban tekan melebihi 30 40% fc, retak-retak lekatan mulai

    terbentuk. Pada saat ini, mulai terjadi deviasi pada hubungan tegangan-

    regangan dari kondisi linier.

    3. Pada saat tegangan mencapai 7590% kekuatan batas, retak-retak

    lekatan tersebut merambat ke mortar sehingga terbentuk pola retak

    yang kontinu. Pada kondisi ini, hubungan tegangan-regangan beton

    semakin menyimpang dari kondisi linier.

    Hubungan tegangan-regangan beton tersebut dapat dinyatakan melalui

    persamaan Hognestad, yaitu;

    =

    2

    2c

    c

    c

    ccc f

    (1.4)

    di mana: c = regangan tekan beton

    c = regangan tekan beton pada tegangan fc

    c = tegangan tekan beton pada regangan c

    fc = kuat tekan uniaksial beton

    Gambar 1.10 memperlihatkan rangkuman hasil penelitian terkait dengan

    respons material beton mutu normal hingga tinggi (rentang fc = 21-73 MPa)

    terhadap kondisi tegangan tekan uniaksial dan triaksial simetris (Imran

    1994, Imran and Pantazopoulou 1996). Pada penelitian yang dilakukan,

    material beton dikekang secara aktif. Ada 2 plot yang disajikan pada

    Gambar 1.10, yaitu plot tegangan aksial versus regangan aksial dan plot

    regangan volumetrik versus regangan aksial. Konsisten dengan

    pembahasan sebelumnya, pada kurva tekan uniaksial terlihat bahwa

    hubungan tegangan-regangan tekan aksial beton pada awalnya bersifat

    linier elastik. Perilaku awal yang bersifat linier elastik ini juga jelas terlihat

    pada kurva pertumbuhan volume beton, sebagaimana dapat diamati pada

  • DRAFT

    Pendahuluan 13

    Gambar 1.10 Perilaku Beton untuk Berbagai Level Confinement (Imran

    dan Pantazopoulou 1996)

    Gambar 1.10 (di mana sumbu vertikal pada plot regangan volumetrik

    menggambarkan perubahan volume per satuan volume awal). Untuk

    material elastik yang tak terkekang, kemiringan kurva tersebut adalah 1-2, di mana adalah nilai awal rasio Poisson untuk material beton.

    Perilaku tekan beton akan mulai menyimpang dari kondisi linier seiring

    dengan mulai terjadinya retak-retak pada beton, yang pada awalnya, untuk

    beton normal, timbul pada daerah interface antara agregat dan pasta semen.

    Penjalaran retak-retak ini memperlemah tahanan beton terhadap beban

    yang bekerja sehingga terbentuk kurva tegangan-regangan yang

    melengkung. Keretakan diperkirakan terjadi pada regangan tekan aksial

    sebesar -cr/, di mana cr regangan retak beton akibat tegangan tarik uniaksial. Setelah melewati batas retak ini, rasio regangan lateral terhadap

    aksial meningkat secara konsisten, yang pada dasarnya memperlihatkan

    kecenderungan perilaku material beton yang telah rusak, yang terus

    mengembang (ekspansif). Akibat laju pengembangan lateral yang terus

    meningkat, volume beton yang pada mulanya mengalami kontraksi

    (penyusutan) akan berubah kembali menjadi seperti sebelum dibebani

    (tanpa perubahan volume) dan bahkan dapat menjadi ekspansif.

    Berdasarkan hasil rangkaian uji uniaksial dan triaksial simetris, disimpul-

    kan bahwa nilai regangan volumetrik tersebut mencapai nilai nol pada

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 14

    kondisi tegangan puncak (Imran dan Pantazopoulou 1996). Pada rentang

    tegangan pasca puncak, regangan volumetrik material beton bersifat

    ekspansif, yang mengindikasikan pengembangan (dilatancy) yang tidak

    terkontrol.

    Material beton menunjukkan perilaku mekanik yang lebih baik jika diberi

    kekangan (confinement). Adanya confinement tersebut menyebabkan termo-

    bilisasinya tegangan tekan lateral pada saat beton menahan beban tekan

    aksial, sehingga timbul kondisi tegangan tekan tiga arah atau, dalam batas-

    batas tertentu, tegangan tekan triaksial simetris. Semakin tinggi nilai

    tekanan lateral yang termobilisasi akibat kekangan, semakin membaik

    perilaku beton yang dihasilkan. Hal ini ditandai dengan tertundanya

    mekanisme ekspansi yang terjadi (lihat plot hasil uji triaksial simetris

    (kekangan aktif) pada Gambar 1.10). Pada pengujian triaksial simetris,

    sampel beton terlebih dahulu dikekang permukaan lateralnya dengan

    mengaplikasikan tekanan hidrolik aktif yang nilainya dipertahankan

    konstan selama pemberian tekanan aksial.

    Berdasarkan plot pada Gambar 1.10 tersebut dapat disimpulkan bahwa

    beton mengalami peningkatan kekuatan dan deformability (kemampuan

    untuk berdeformasi) seiring dengan meningkatnya beban lateral yang

    dikenakan pada beton. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa laju dan

    besarnya proses penambahan atau pengembangan deformasi lateral akibat

    retak-retak yang terjadi pada mikrostruktur beton terhambat oleh adanya

    aplikasi tegangan lateral pada permukaan beton.

    Adanya tegangan lateral pada beton menyebabkan semakin daktailnya pola

    keruntuhan yang terjadi. Dengan adanya tegangan lateral yang bekerja,

    penjalaran/perambatan retak yang menyebabkan adanya dilatasi volume

    menjadi terhambat. Akibatnya, proses penurunan kapasitas tegangan

    setelah material mencapai respon maksimum berlangsung secara bertahap

    dengan kemiringan kurva yang landai. Bila tegangan lateral akibat

    kekangan yang diaplikasikan telah melebihi nilai tertentu, material beton

    tidak akan mengalami penurunan kekuatan setelah tercapainya beban

    puncak. Nilai tertentu tersebut adalah titik transisi dari respons getas ke

    daktail. Plot pertumbuhan volume, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.10,

    menggambarkan bahwa derajat ekspansi pada beton untuk level regangan

    tekan aksial tertentu menurun dengan meningkatnya tegangan kekangan

    yang bekerja. Dalam kasus ini, mekanisme ekspansi diimbangi oleh restraint

    lateral yang ditimbulkan oleh mekanisme kekangan.

  • DRAFT

    Pendahuluan 15

    Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh besar

    kecilnya tegangan lateral yang bekerja terhadap peningkatan kekuatan dan

    daktilitas yang dihasilkan ternyata merupakan fungsi mutu beton yang

    digunakan (Imran 1994). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa setiap

    material beton dengan karakteristik yang unik pada dasarnya memiliki

    permukaan keruntuhan yang juga unik. Hasil uji triaksial untuk rentang

    mutu beton yang lebih tinggi (mencapai fc = 91,4 MPa) juga menyimpulkan

    hal yang sama (Imran dkk. 1998, 1999 dan 2001).

    Perilaku beton pada saat dikenakan beban uniaksial tarik agak sedikit

    berbeda dengan perilakunya dalam menahan beban uniaksial tekan.

    Perilaku mekanik material beton yang dikenakan gaya tarik uniaksial

    adalah sangat getas; kuat tariknya hanyalah berkisar 10% nilai kuat tekan

    uniaksialnya. Hubungan tegangan-regangan tarik beton umumnya bersifat

    linier sampai terjadinya retak yang biasanya langsung diikuti oleh

    keruntuhan beton (Gambar 1.11). Pada umumnya, batas elastisitas beton

    yang dikenakan gaya tarik berkisar 60 hingga 80% kuat tariknya. Di bawah

    kondisi pembebanan ini, keretakan akan terbentuk dengan arah tegak lurus

    terhadap arah beban yang bekerja. Jika retak telah terbentuk, material akan

    mengalami degradasi kekuatan yang sangat signifikan, yang merupakan

    indikasi respons yang tidak stabil.

    Kuat tarik beton dapat diperoleh melalui:

    Pengujian tarik langsung (Gambar 1.12a).

    Pengujian tarik tidak langsung:

    Uji lentur (Gambar 1.12b).

    Uji belah (Gambar 1.12c).

    Uji double punch (Gambar 1.12d).

    Gambar 1.11 Hubungan Tegangan Regangan Tarik Beton

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 16

    Gambar 1.12 Metode-metode Pengujian Tarik Beton (Collins and

    Mitchell, 1994)

    Dalam SNI Beton, hubungan kuat tarik langsung, fcr, terhadap kuat tekan

    beton, fc, adalah sebagai berikut.

    ccrff = 33,0 (lihat butir 11.3.3.2 SNI Beton) (1.5)

    Sedangkan hubungan modulus keruntuhan lentur, fr, terhadap kuat tekan

    beton, ada 2 jenis, yaitu:

    Untuk perhitungan defleksi (Persamaan 9-10 pada butir 9.5.2.3 SNI

    Beton)

    ccr ff= 62,0 (MPa) (1.6)

    Untuk perhitungan kuat geser balok prategang (Persamaan 11-11 pada

    butir 11.3.3.1 SNI Beton)

  • DRAFT

    Pendahuluan 17

    crff = 5,0 (MPa) (1.7)

    Modulus Elastisitas Beton

    Berdasarkan SNI Beton butir 8.5, modulus elastisitas beton dapat ditentu-

    kan dengan persamaan berikut:

    ( ) ccc fWE = 043,0*5,1 (MPa) (1.8)

    di mana Wc = 1500 2500 kg/m3 (berat satuan beton berat normal)

    Untuk beton normal, modulus elastisitas boleh diambil sebagai berikut.

    cc fE = 4700 (MPa) (1.9)

    Modulus elastisitas ini didefinisikan sebagai slope dari garis lurus yang

    ditarik, dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan tekan sebesar 0,45fc

    pada kurva tegangan-regangan beton.

    Untuk perhitungan tegangan-regangan dengan menggunakan persamaan

    nonlinier c c (persamaan Hognestad) yang dijelaskan sebelumnya, modulus yang digunakan adalah modulus tangent awal, yaitu;

    c

    cct

    fE

    =2

    (1.10)

    1.2.2 Susut, Rangkak, dan Pengaruh Temperatur

    Susut

    Susut adalah pemendekan beton selama proses pengerasan dan pengering-

    an pada temperatur konstan. Nilai susut meningkat seiring dengan bertam-

    bahnya umur beton (Gambar 1.13).

    Gambar 1.13 Susut Beton

    Susut dipengaruhi oleh:

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 18

    rasio volume terhadap luas permukaan beton,

    ada tidaknya tulangan pada beton,

    komposisi beton,

    humiditas lingkungan, dan lain-lain.

    Regangan susut aksial pada beton antara waktu ta sampai t dapat diperkira-

    kan dari rumus berikut;

    ( ) ( )ascsoacs tttt ,, = (1.11)

    di mana:

    ( ) RHcmscso f = (1.12)

    ( ) 6109160

    += x

    f

    ff

    cmo

    cmsccms (1.13)

    dccm Sff 34,1' += Sd = Deviasi Standar (1.14)

    sc = 50 untuk semen tipe I,

    = 80 untuk semen tipe III,

    fcmo = 10 MPa.

    =

    3

    1 55,1o

    RHRH

    RH , untuk 40% < RH < 99% (1.15)

    25,0+=RH , untuk RH 99%

    RH = Relative Humidity dalam persen, dan RHo = 100%.

    Pada persamaan cs di atas, s dapat dinyatakan sebagai berikut.

    ( ) ( )( ) ( )

    +

    =

    12

    1

    //350

    /,

    ttthh

    ttttt

    aoe

    aas (1.16)

    di mana: he = u

    Ac2 (1.17)

    Ac = luas penampang

    u = keliling penampang yang terpapar atmosfer

    ho = 100 mm

    t = umur beton dalam hari

    ta = umur beton dalam hari pada saat susut mulai terjadi

    (biasanya diambil sebagai umur beton setelah selesai-

    nya masa perawatan)

  • DRAFT

    Pendahuluan 19

    t1 = 1 hari

    Rangkak

    Pada saat beton dibebani akan terjadi regangan elastik. Jika beban tetap

    bekerja dalam jangka waktu yang lama, akan terjadi regangan rangkak yang

    terus meningkat dengan bertambahnya waktu atau umur beton (Gambar

    1.14).

    Koefisien rangkak, , didefinisikan sebagai nilai rasio regangan rangkak terhadap regangan elastik, yaitu;

    cf

    cr

    = (1.18)

    Besarnya koefisien rangkak tergantung pada:

    rasio tegangan yang bekerja terhadap kekuatan beton,

    humiditas lingkungan,

    ukuran elemen struktur,

    komposisi beton,

    umur beton saat mulai dibebani.

    Jika tegangan c yang bekerja pada beton pada waktu to tetap konstan sampai waktu t, maka regangan rangkak yang terjadi antara t to adalah;

    ( ) ( )( )

    ( )oc

    ococR tt

    E

    ttt ,

    28,

    = (1.19)

    di mana: Ec(28) = modulus elastisitas beton pada umur 28 hari

    (t, to) = oc (t, to) (1.20)

    Koefisien o pada persamaan di atas diberikan oleh:

    Gambar 1.14 Rangkak pada Beton

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 20

    ( ) ( )ocmo tf RH= (1.21)

    di mana:

    ( ) 3/1o

    /46,0

    RH

    RH1

    1oe

    RHhh

    += (1.22)

    ( )( ) 5,0/

    3,5

    cmocm

    cmff

    f = (1.23)

    ( )( ) 2,01/1,01

    ttto +

    = (1.24)

    Sedangkan c (t, to) didefinisikan sebagai berikut.

    ( ) ( )( )

    3,0

    1H

    1

    /

    /,

    ++

    =

    ttt

    ttttt

    o

    ooc

    (1.25)

    1500250RH

    RH2,11150

    18

    o

    H +

    +=

    o

    e

    h

    h (1.26)

    Pemendekan total komponen struktur beton polos pada waktu t akibat

    regangan elastik dan rangkak dengan tegangan konstan c yang bekerja pada waktu to adalah:

    ( ) ( ) ( )ttt CRocfc +=

    ( )( )

    ( )( )

    +=

    28

    ,1 c

    c

    o

    oc

    oE

    tt

    tEt

    (1.27)

    Jika tegangan berubah secara perlahan dengan bertambahnya waktu, maka

    perhitungan regangan rangkak dapat dilakukan dengan menggunakan

    modulus efektif, Ecaa (t, to), yaitu:

    ( ) ( )

    ( ) ( )( )

    ( )oc

    oco

    ococaa

    ttE

    tEtt

    tEttE

    ,28

    ,1

    ,

    +

    = (1.28)

    di mana (t, to) adalah koefisien penambahan umur, yaitu:

    ( )5,0

    5,0

    1,

    o

    oo

    t

    ttt

    += (1.29)

    Regangan aksial saat t pada kolom yang dibebani gaya konstan P pada

    umur to adalah:

  • DRAFT

    Pendahuluan 21

    ( )( )0

    0,

    ,ttEA

    Ptt

    caatraa

    c = (1.30)

    Pengaruh Temperatur

    Koefisien pemuaian beton c dipengaruhi oleh komposisi beton, kandungan moisture dan umur beton. Nilai beton juga sangat dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan dalam campuran dan nilainya berkisar antara 6

    106/oC (batu kapur) sampai 13 106/oC (batu kuarsa). Jika jenis agregat

    tidak diketahui, nilai c dapat diambil sebesar 10 x 106/ oC. Regangan akibat perubahan suhu dihitung sebagai berikut.

    TcCT = (1.31)

    Regangan Total pada Beton

    Regangan total saat t pada beton yang dibebani secara uniaksial dengan

    beban konstan c(to) pada to adalah;

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( )ttttt cTcsCRocfc +++= (1.32)

    1.3 Material Baja Tulangan

    Material beton lemah dalam tarik sehingga material beton digunakan

    bersama-sama dengan material baja tulangan atau kawat baja yang

    menahan tegangan tarik. Dalam SNI Beton, baja tulangan yang dapat

    digunakan pada elemen beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan

    atau kawat baja saja. Belum ada peraturan yang mengatur penggunaan

    tulangan selain baja tulangan atau kawat baja tersebut pada beton

    bertulang.

    Ada dua jenis tulangan baja yang terdapat di pasaran, yaitu tulangan polos

    (BJTP) dan tulangan ulir/sirip (BJTS). Tulangan polos biasanya mempunyai

    tegangan leleh minimum sebesar 240 MPa sedangkan tulangan ulir

    umumnya mempunyai tegangan leleh minimum sebesar 400 MPa. Diameter

    baja tulangan ulir yang tersedia di pasaran dapat dilihat pada Tabel 1.1.

    Spesifikasi baja tulangan yang umum digunakan di antaranya adalah

    ASTM A 615M (1993a) dan ASTM A 706M (1993b).

    Tabel 1.1 Tulangan Ulir dan Ukurannya

    Pengaruh Pengaruh Pengaruh Pengaruh

    tegangan rangkak susut suhu

  • DRAFT

    Imran dkk, Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang 22

    Jenis Diameter Nominal* Berat per meter

    (mm) (Kg)

    D10 10 0,617

    D13 13 1,042

    D16 16 1,578

    D19 19 2,226

    D22 22 2,984

    D25 25 3,853

    D29 29 5,185

    D32 32 6,313

    D36 36 7,990

    Catatan:

    Diameter nominal tulangan ulir sama dengan diameter tulangan polos yang mempunyai berat per satuan panjang yang sama dengan berat/satuan panjang

    tulangan ulir.

    Tulangan polos yang umum terdapat di pasaran adalah 6, 8, 10, 12,

    14, dan 16. Sedangkan untuk tulangan ulir, hampir semua ukuran yang

    ada pada tabel di atas ada di pasaran. Berdasarkan SNI Beton Pasal 3.5, baja

    tulangan yang boleh digunakan pada elemen struktur beton haruslah

    tulangan ulir; tulangan polos diperkenankan untuk digunakan hanya untuk

    tulangan spiral atau baja prategang. Penggunaan baja tulangan polos dapat

    menghasilkan perilaku elemen struktur yang kurang baik (Meas dkk. 2012).

    Sifat tegangan-regangan tulangan baja dapat diidealisasikan dalam bentuk

    tegangan-regangan bilinier seperti tergambar di bawah ini (Gambar 1.15).

    Gambar 1.15 Hubungan Tegangan-Regangan Baja

    Berdasarkan SNI Beton Pasal 8.5.2, modulus elastisitas tulangan non-

    pratekan Es boleh diambil sebesar 200.000 MPa.

  • DRAFT

    Pendahuluan 23

    Koefisien thermal untuk tulangan baja umumnya adalah 11,5 106/oC.

    Namun untuk mempermudah, nilai baja terkadang diambil sama dengan nilai beton, yaitu: s = 10 10-6 /oC.

    Selain tulangan baja tunggal, pada elemen-elemen struktur pelat atau

    dinding sering juga digunakan tulangan wiremesh (jaring kawat) yang

    terdiri atas kumpulan kawat polos atau ulir yang dilas satu sama lain

    sehingga membentuk pola grid. Tulangan jaring kawat ini umumnya

    mempunyai tegangan leleh minimum sebesar 500 MPa. Ukuran diameter

    kawat yang tersedia di pasaran adalah 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.

    Ukuran standar lembaran jaring kawat umumnya adalah 5,4 m 2,1 m.