dampak psikososial pada seorang pasien morbus hansen tipe … · 2017. 6. 4. · penyakit kusta...

16
1 PRESENTASI KASUS Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe Borderline Tuberkuloid Oleh : Aditya Permana dr. IGAA Dwi Karmila, Sp.KK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 01-Aug-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

1

PRESENTASI KASUS

Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien

Morbus Hansen Tipe Borderline Tuberkuloid

Oleh :

Aditya Permana

dr. IGAA Dwi Karmila, Sp.KK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2016

Page 2: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

2

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 3

BAB II. KASUS …………………………………………. ………………… 3

BAB III. PEMBAHASAN................................................................................ 9

SIMPULAN………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 15

Page 3: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

3

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik

yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini terutama menyerang kulit

dan saraf tepi, namun dapat juga menyerang semua organ tubuh kecuali sistem saraf pusat.1

Kusta umumnya ditemukan di negara berkembang dan bersifat endemik hampir di

seluruh dunia. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) yang diterima dari

115 negara di seluruh dunia, prevalensi penyakit kusta tercatat pada trimester pertama tahun

2013 adalah sebesar 189.018 kasus dan deteksi kasus baru selama tahun 2012 adalah sebesar

232.857 kasus. Jumlah kasus terbanyak ditemukan di Asia Tenggara yaitu sebesar 125.167

kasus. Insiden teringgi penyakit kusta terdapat di India dengan jumlah kasus sebesar 134.752

kasus, diikuti oleh Brazil sebesar 33.303 kasus dan Indonesia sebesar 18.994 kasus pada

tahun 2012.2 Sementara itu, berdasarkan data registrasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Sanglah, terdapat 107 kasus baru penyakit kusta selama kurun waktu 3 tahun sejak tahun

2013 hingga 2015.3

Penularan kusta diyakini terjadi karena adanya kontak kulit yang erat dan dalam

jangka waktu yang lama, juga diduga melalui infeksi saluran nafas atas. Oleh karena itu, bagi

penderita yang pekerjaannya mengharuskan mereka melakukan kontak yang erat dan dalam

jangka waktu yang lama dengan orang- orang yang terlibat dalam pekerjaannya, diperlukan

upaya pengobatan dan pencegahan yang efektif dan efisien untuk mencegah risiko

penularan.5

Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan RI yang diterima dari berbagai

daerah di Indonesia, dilaporkan bahwa jumlah penderita kusta terbanyak memiliki pekerjaan

sebagai petani ( 40%), diikuti oleh buruh (27,5%), tidak berkerja ( 22,4%), swasta (5,1%)

dan jumlah penderita kusta terendah memiliki perkerjaan sebagai PNS ( 5%).6

Kusta merupakan penyebab utama terjadinya neuropati perifer dan kecacatan di antara

penyakit infeksi, sehingga memiliki dampak psikologis akibat stigma dan diskriminasi, serta

dampak sosial dan ekonomi akibat kecacatan yang ditimbulkannya. Walaupun mekanisme

penularan kusta telah sedikit banyak diketahui, penyakit kusta tetap merupakan salah satu

penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks akibat stigma di

masyarakat yang menyebabkan penderita dikucilkan dalam pergaulan.6

Berikut dilaporkan suatu kasus Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid dengan

dampak psikologis pada seorang petugas Dinas Kesehatan.

Page 4: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

4

BAB II

KASUS

Seorang laki-laki,berusia 40 tahun, suku Bali, warga negara Indonesia, dengan nomor rekam

medis 15.06.58.89, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah pada tanggal 19

Januari 2016 membawa rujukan dari seorang spesialis Kulit dan Kelamin dengan suspek

Morbus Hansen. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama berupa bercak putih pada daerah

kedua lengan sejak 3 bulan yang lalu. Bercak awalnya muncul pada lengan kiri, dan

padadaerah bercak tersebut tidak dirasakan gatal maupun nyeri. Keluhan ini disertai dengan

perasaan tebal pada daerah bercak tersebut. Saat itu, pasien membeli salep anti jamur dan

menggunakannya selama beberapa minggu dan keluhan dirasakan tidak mengalami perbaikan

dan semakin lama muncul bercak putih baru pada daerah lengan kanan yang disertai dengan

perasaan tebal pada daerah bercak yang tersebut. Pasien memutuskan untuk berobat ke dokter

spesialis kulit, dan pasien disarankan untuk berobat ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP

Sanglah Denpasar untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih lanjut.

Pasien menyangkal adanya riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit

alergi, asma, kencing manis, sakit kuning, dan sakit ginjal disangkal penderita. Pasien tidak

pernah mengoleskan minyak ataupun agen topikal lainnyasebelum munculnya keluhan di

kulit.

Riwayat keluhan serupa di keluarga tidak ada. Riwayat alergi obat, kencing manis,

penyakit kuning, dan keganasan dalam keluarga disangkal.

Pasien adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kesehatan yang sering

bertugas bersama delapan orang di dalam ruangan. Dikatakan oleh pasien, bahwa dirinya

sempat bercerita kepada beberapa temannya di dalam ruangan tersebut dan disarankan

berobat ke dokter spesialis kulit. Sejak saat itu, pasien merasa bahwa teman-temannya

tersebut seperti menjaga jarak dengan dirinya.

Pasien lahir dan tinggal di daerah Klungkung selama 11 tahun dan di sekitar tempat

tinggalnya terdapat tetangga yang memiliki kelainan kulit seperti yang diderita pasien. Pasien

kemudian pindah mengikuti orangtuanya ke Denpasar dan tinggal di sana hingga saat ini.

Saat ini pasien telah menikah dan memiliki tiga orang anak. Saat ini pasien tinggal dengan

kedua orangtuanya, istri, serta tiga orang anaknya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos

mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu aksiler

36,60C, berat badan 78 kg, tinggi badan 175 cm. Pada status generalis didapatkan kepala

Page 5: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

5

normosefali, pada pemeriksaan kedua mata tidak tampak anemia dan ikterus, alis mata tidak

tampak madarosis, tidak terdapat lagoftalmus. Pada pemeriksaan telinga, hidung, dan

tenggorok tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung

S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak didapatkan murmur. Pemeriksaan paru didapatkan suara

nafas vesikuler, tidak didapatkan ronkhi ataupun wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan

bising usus dalam batas normal, tidak terdapat distensi, hepar dan lien tidak teraba.

Pemeriksaan ekstremitas didapatkan teraba hangat dan tidak didapatkan edema. Pembesaran

kelenjar getah bening tidak ditemukan. Pemeriksaan rambut, kuku, dan kelenjar keringat

tidak ditemukan adanya kelainan.

Status dermatologi pada regio antebrachii dekstra dan sinistra didapatkan adanya

makula hipopigmentasi, multipel, berbatas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter antara 2-3

cm. (gambar 1)

Gambar 1 : Lesi pada lengan dekstra dan sinistra

Pemeriksaan saraf tidak ditemukan penebalan saraf perifer. Pemeriksaan sensibilitas

pada daerah lesi terdapat penurunan terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu. Pemeriksaan

Voluntary Muscle Test (VMT) tidak ditemukan adanya kelemahan.

Diagnosis pasien adalah suspek Morbus Hansen tipetuberkuloid polar dengan

diagnosis banding Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid. Direncanakan pemeriksaan

penunjang berupa hapusan sayatan kulit (slit-skin smear), darah lengkap, kimia darah (SGOT,

SGPT, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu), serta biopsi kulit.

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit pada cuping telinga kanan dan kiri serta pada lesi

di daerah lengan tidak ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA).

Diagnosis kerja pasien adalah Morbus Hansen suspek tipe tuberkuloid polar dengan

diagnosis banding Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid. Penatalaksanaan yang

diberikan adalah vitamin B1 100 mg, B6 200 mg, B12 200 μg 1 kali sehari. Terapi Multi

Drug Treatment (MDT) menunggu hasil pemeriksaan darah dan biopsi kulit

Page 6: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

6

Pasien dan keluarga diberi konsultasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai

penyakit yang diderita dan penyebabnya, kemungkinan penularan, perlunya pemeriksaan

penunjang dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, terapi yang diberikan, pentingnya

keteraturan pengobatan dan kontrol.

PENGAMATAN LANJUTAN I (26 Januari 2016)

Penderita datang kontrol dengan membawa hasil biopsi dan pemeriksaan darah. Pada

anamnesis didapatkan bahwa keluhan bercak pada daerah kedua lengan masih ada dan tidak

didapatkan bercak yang baru. Keluhan berupa rasa tebal pada daerah bercakmasih

dirasakanoleh pasien.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu aksiler

36,30C. Status generalis pasien dalam batas normal.

Status dermatologi pada regio antebrachii dekstra dan sinistra didapatkan

makulahipopigmentasi, multipel, berbatas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter antara 2-3 cm

(Gambar 2)

Gambar 2: Lesi pada lengan dekstra dan sinistra

Pemeriksaan saraf tidak ditemukan penebalan saraf perifer. Pemeriksaan sensibilitas

masih didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu pada dearah bercak di kedua

lengan.Pemeriksaan Voluntary Muscle Test (VMT) tidak ditemukan adanya kelemahan.

Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 19 Januari 2016, didapatkan eritrosit 5,22

106/µL (4,4-5,9); hemoglobin 17,3 d/dl (13,2-17,3); hematokrit 45 % (40-52); trombosit : 223

103/µL (150-440); leukosit 5,32 10

3/µL (3,8-10,6); neutrofil 3 10

3/µL (1,8-6,98); limfosit

Page 7: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

7

1,64 103/µL (1,26-3,35); monosit 0,37 10

3/µL (0,29-0,95); eosinofil 0,1 10

3/µL (0,03-0,59);

basofil 0,01 103/µL (0,01-0,07) Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 32 IU/L

(<33); SGPT 48 IU/L (<50). Dari pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan : BUN 11,21

mg/dL(6-20), kreatinin 1,1 mg/dL (0,7-1,2). Dari pemeriksaan gula darah didapatkan hasil 95

mg/dL (<200)

Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit tanggal 19 Januari 2016 secara

mikroskopik didapatkan sediaan kulit terdiri dari epidermis dan dermis. Epidermis terdiri dari

epitel permukaan skuamous. Pada subepitel tampak gambaran granuloma dengan kumpulan

yang didominasi oleh sel epiteloid histiosit dan sel plasma di sekitar pembuluh darah dan

kelenjar ekrin. Hampir seluruh struktur granuloma tanpa diliputi oleh sel limfosit di bagian

tepi. Struktur granuloma tidak mengandung sel datia Langhan’s. Simpulan gambaran

morfologi sesuai untuk Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid.(gambar 3)

Gambar 3: Gambaran histopatologis menunjukkan gambaran morfologi MH tipe BT

Diagnosis pasien adalah follow up Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah MDT pausibasiler paket I, vitamin B1 100 mg, B6

200 mg, B12 200 μg 1 kali sehari (peroral).

Pasien dan keluarga diberi konsultasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai

penyakit dan hasil pemeriksaan penunjang, terapi yang diberikan dan rencana pemberian

MDT sebanyak 6 paket, pentingnya kepatuhan minum obat, efek samping obat yang mungkin

terjadi, dan kontrol secara rutin.

PENGAMATAN LANJUTAN II ( 3 Februari 2016)

Penderita datang untuk kontrol. Pada anamnesis didapatkan bahwa keluhan bercak pada

daerah kedua lengan masih ada dan tidak didapatkan bercak yang baru. Keluhan berupa rasa

tebal pada daerah bercak dirasakan mengalami sedikit perbaikan dibandingkan sebelumnya

oleh pasien. Tidak didapatkan keluhan berupa demam, mual, muntah, maupun BAK

berwarna merah. Pasien juga mengatakan bahwa telah terjadi perbaikan di dalam suasana

Page 8: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

8

lingkungan kerjanya setelah pasien menjelaskan mengenai penyakit kusta, cara penularannya,

serta penatalaksanaan pada penyakit kusta kepada teman-teman kerjanya.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu aksiler

36,30C. Status generalis pasien dalam batas normal.

Status dermatologi pada regio antebrachii dekstra dan sinistra didapatkan makula

hipopigmentasi, multipel, berbatas tegas, bentuk bulat, ukuran diameter antara 2-3 cm

(Gambar 4

Gambar 4: Lesi pada lengan dekstra dan sinistra

Pemeriksaan saraf tidak ditemukan penebalan saraf perifer. Pemeriksaan sensibilitas

masih didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu pada dearah bercak di kedua

lengan. Pemeriksaan Voluntary Muscle Test (VMT) tidak ditemukan adanya kelainan.

Diagnosis pasien adalah follow up Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah MDT pausibasiler paket I dilanjutkan, vitamin B1

100 mg, B6 200 mg, B12 200 μg 1 kali sehari (peroral).

Pasien dan keluarga diberi konsultasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai

perkembangan penyakit, terapi yang diberikan dan rencana pemberian MDT sebanyak 6

paket, pentingnya kepatuhan minum obat, efek samping obat yang mungkin terjadi, dan

kontrol secara rutin.

Page 9: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

9

BAB III

PEMBAHASAN

Penyakit kusta disebut juga sebagai Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan

yaitu dr. Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus

Hansen.7 Penyakit kusta merupakan suatu infeksi kronik granulomatosa yang terutama

menyerang kulit dan sistem saraf tepi. Kuman penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium

leprae yang merupakan kuman berbentuk batang, tahan asam, bersifat obligat intraseluler

terutama pada jaringan bersuhu dingin. Kuman ini tidak dapat dibiakkan dalam media buatan

dan membutuhkan waktu 11-13 hari untuk membelah diri. Waktu replikasi yang lama ini

menyebabkan masa inkubasi yang panjang dari penyakit kusta.8 Masa inkubasi pada manusia

cukup panjang, minimal 2-3 tahun dengan rata-rata masa inkubasi antara 5-7 tahun, meskipun

dapat berlangsung hingga puluhan tahun.9Masa inkubasi tipe tuberkuloid yaitu 2-5 tahun, dan

tipe lepromatosa berkisar antara 8-12 tahun.10

Kusta dapat mengenai seluruh kelompok umur. Kusta paling sering terjadi pada

kelompok umur 20-30 tahun dengan perbandingan laki-laki dibanding wanita adalah sebesar

2:1. Terjadinya penyakit kusta dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu manusia sebagai pejamu

utama, Mycobacterium leprae sebagai agen dan faktor lingkungan. Faktor yang penting dari

pejamu adalah daya tahan tubuh dan respon imunitas seluler, serta adanya peran kerentanan

genetik. Faktor yang penting dari agen adalah masa inkubasi Mycobacterium leprae yang

panjang dan bervariasi mulai dari beberapa minggu hingga 20 tahun, sehingga menyulitkan

untuk mengetahui kapan seseorang terinfeksi kuman ini.10,11

Faktor lingkungan terkait MH

adalah lahir dan tinggal pada daerah endemik, anggota keluarga dengan MH, kemiskinan,

serta migrasi dari daerah rural ke urban.11

Sampai saat ini cara penularan kusta belum diketahui dengan pasti. Penularan

penyakit kusta dipercaya terjadi melalui kontak kulit yang lama dan erat, droplet infeksi yang

berasal dari saluran nafas. Jalur utama keluar masuknya basil M.leprae adalah melalui

mukosa nasal dan kontak kulit. Manusia sebagai reservoir alami satu-satunya dapat dikatakan

sebagai sumber utama penularan dan karenanya seluruh pasien yang belum diobati

merupakan sumber infeksi yang penting. Meskipun demikian pasien kusta tipe multibasiler

(MB) dianggap lebih bersifat infeksius dibandingkan tipe pausibasiler (PB).12

Penderita pada kasus adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun. Pasien lahir dan

tinggal di Banjarangkan, Klungkung selama 11 tahun dan di sekitar tempat tinggalnya

terdapat tetangga yang memiliki kelainan kulit seperti yang diderita pasien. Pasien kemudian

Page 10: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

10

pindah mengikuti orangtuanya ke Denpasar dan tinggal di sana hingga saat ini. Saat ini

pasien telah menikah dan memiliki tiga orang anak. Saat ini pasien tinggal dengan kedua

orangtuanya, istri, serta tiga orang anaknya.

Diagnosis MH didasarkan pada penemuan paling sedikit 1 dari 3 tanda kardinal MH,

yaitu bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi dan ditemukannya BTA pada hapusan

sayatan kulit (slit-skin smear). Bercak kulit dapat berupa makula atau plak, hipo atau

hiperpigmentasi, eritematosa atau berwarna tembaga, dengan permukaan kasar dan kering

pada sebagian kasus ataupun halus dan berkilat pada kasus lainnya. Pemeriksaan sensibilitas

dapat dijumpai hilangnya sensasi kutaneus yang seringkali bersifat parsial, baik terhadap rasa

raba (anestesia), nyeri (analgesia), atau terhadap suhu (dingin dan panas). Saraf tepi yang

terlibat pada penyakit MH dapat mengalami pembesaran dengan atau tanpa rasa nyeri dan

gangguan fungsi pada daerah yang dipersarafi (sensoris, motoris, dan otonom), walaupun

pada kasus yang dini pembesaran saraf mungkin tidak didapatkan.13

Ditemukannya BTA

pada hapusan sayatan kulit menggunakan metode pengecatan Ziehl-Neelsen atau auramin-

rhodamin mengkonfirmasi diagnosis MH.1

Pada kasus, pasien mengeluhkan adanya bercak putih pada daerah kedua lengannya

dengan perasaan tebal pada daerah bercak tersebut tanpa adanya rasa gatal ataupun nyeri.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya makula hipopigmentasi berbatas tegas dengan

permukaan kering. Terdapat penurunan sensibilitas terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu pada

daerah lesi. Pada pemeriksaan saraf tidak ditemukan penebalan saraf perifer. Uji kekuatan

otot tidak didapatkan penurunan kekuatan otot. Pada pemeriksaan hapusan sayatan kulit tidak

ditemukan basil tahan asam (BTA) pada daerah cuping telinga dan lesi. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didapatkan memenuhi kriteria diagnosis

MH.

Ridley dan Jopling mengembangkan suatu klasifikasi spektrum MH yang terperinci

berdasarkan gambaran klinis, imunologis, dan histopatologis penyakit yang ditentukan oleh

respon imun seluler terhadap M.leprae.14

Terdapat dua bentuk polar yang stabil, yaitu tipe TT

dengan respon imun seluler yang baik, BTA yang sedikit, lesi yang lokalisata dan penderita

yang tidak terlalu infeksius, serta tipe LL dengan respon imun seluler yang rendah, BTA yang

sangat banyak, lesi difus dan penderita yang sangat infeksius.15

Terdapat bentuk borderline

yang tidak stabil di antara kedua bentuk polar tersebut, yaitu tipe BT,BB, dan BL yang dapt

mengalami up atau downgrading ke arah bentuk tuberkuloid atau lepromatosa yang stabil.1

Tipe BT, mempunyai respon imunologi yang cukup kuat untuk melawan infeksi, sehingga

penyakit tersebut bersifat terbatas dan pertumbuhan basiler terhambat. Akan tetapi, respon

Page 11: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

11

host tidak cukup kuatuntuk menyembuhkan penyakitnya. Tipe ini dikatakan tidak stabil,

sehingga dapat mengalami upgrading menjadi tipe TT atau downgrading menjadi tipe BL.

Lesi kulit tipe ini berupa makula, plak, papul, multipel, dengan bentuk anular, berbatas tegas,

distribusi asimetris, dengan permukaan kering bersisik, dan didapatkan hilangnya sensibilitas

yang jelas. Pada pemeriksaan BTA didapatkan hasil negatif atau +1. Secara histopatologi,

lapisan limfositiktidak berkembang baik, sel datia Langhans tidak ada atau dalam jumlah

yang sedikit, dan terdapat eksositosis fokal.1,4

Pada tipe TT, mempunyai respon imunologi

yang paling kuat di antara semua tipe. Tipe ini dikatakan tuberkuloid polar, yaitu tuberkuloid

100%, merupakan tipe yang stabil, sehingga tidak mungkin berubah tipe. Lesi kulit pada tipe

ini berupa makula, dapat soliter atau multipel, dengan bentuk anular, berbatas tegas, distribusi

asimetris, dengan permukaan kering bersisik, dan didapatkan hilangnya sensibilitas yang

jelas. Pada pemeriksaan BTA didapatkan hasil yang hampir selalu negatif.1,4

Pada kasus, didapatkan lesi kulit multipel yang hampir simetris berupa makula

hipopigmentasi berbatas tegas, bentuk anular, dengan kulit pada lesi kering, dengan jumlah

lesi kurang dari 5. Didapatkan keterlibatan saraf yang tidak simetris berupa gangguan fungsi

sensoris yang tidak terlalu banyak pada daerah lesi. Pada hapusan sayatan kulit tidak

didapatkan BTA. Hasil biopsi kulit didapatkan gambaran granuloma dengan kumpulan yang

didominasi oleh sel epiteloid histiosit dan sel plasma di sekitar pembuluh darah dan kelenjar

ekrin. Hampir seluruh struktur granuloma tanpa diliputi oleh sel limfosit di bagian tepi.

Struktur granuloma tidak mengandung sel datia Langhan’s. Simpulan gambaran morfologi

sesuai untuk Morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid.Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang histopatologis, diagnosis banding MH tipe TT dapat

disingkirkan dan dapat ditegakkan diagnosis MH tipe BT.

Tujuan utama program pengendalian MH adalah deteksi dini pasien untuk memutus

rantai penularan dan menurunkan insiden penyakit, penatalaksanaan yang tepat, pencegahan

kecacatan dan rehabilitasi.10

Untuk kepentingan terapi MH dengan MDT, WHO membagi MH

menjadi tipe pausibasiler (PB) dengan BTA negatif dan multibasiler (MB) dengan BTA

positif.17

MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta. Kelompok pasien yang

membutuhkan MDT antara lain pasien baru yang didiagnosis kusta dan belum pernah

mendapatkan MDT, penderita yang mengalami relaps, default, pasien pindahan, dan ganti

klasifikasi.6,17

Regimen pengobatan MDT pada pasien MH tipe PB dewasa dalam 1 paketnya

terdiri dari rifampisin 600 mg yang diminum 1 kali sebulan di bawah pengawasan serta

dapson 100 mg perhari yang diminum sendiri. Lama pengobatan adalah sebanyak 6 paket

yang dihabiskan dalam jangka waktu 6 hingga 9 bulan.

Page 12: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

12

Pada kasus, penderita adalah penderita yang baru didiagnosis MH tipe BT dan tidak

ditemukannya BTA pada pemeriksaan hapusan sayatan kulit sehingga pada klasifikasi WHO

dimasukkan dalam MT tipe PB. Pasien mendapat terapi berupa MDT PB 6 paket, dimana

paket I dimulai pada tanggal 26 Januari 2016.

Permasalahan psikososial lebih sering terjadi pada pasien yang menderita penyakit

kronis seperti kusta. Tiap penyakit kronis membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh

sehingga memunculkan permasalahan psikososial dalam hidup pasien. Stigma sosial pada

kusta, membuat kondisi perkembangan psikososial dan perilaku penderitanya menjadi lebih

buruk.Saat seseorang didiagnosa menderita kusta, kondisi psikologis normalnya terpengaruh.

Reaksi negatif dari keluarga, teman-teman, dan komunitas memperburuk moralnya yang telah

menurun dan keadaan psikologis secara keseluruhan.18,19

Pada kasus, pasien mengatakan bahwa dirinya sempat menceritakan mengenai

keluhan yang dialaminya pada teman-teman kerjanya yang berada dalam ruangan yang sama

dengannya. Sejak saat itu, pasien merasa bahwa teman-teman kerjanya tersebut seperti

menjaga jarak dengan dirinya. Pasien juga mengatakan bahwa dirinya memiliki perasaan

takut terhadap penularan penyakit kusta yang dideritanya kepada keluarganya dan teman-

teman di sekitarnya.

Istilah “sosial” memiliki arti yang sangat luas. Arti sosial pada kamus adalah hidup

dalam kelompok, seseorang tidak menjalani hidup yang soliter. Proses sosial atau sosialisasi

adalah fenomena yang terjadi seumur hidup. Dimulai dari keluarga dan berlanjut melalui

sekolah, kontak dengan keluarga, teman-teman, teman kerja. Istilah reintegrasi sosial dan

ekonomi dimaksudkan untuk membuat penderita kusta kembali ke status sosial dan ekonomi

aslinya, atau untuk membawa mereka kembali pada peranan mereka dalam masyarakat

sehingga dapat hidup normal baik, dimana hal ini dapat dicapai melalui tindakan

rehabilitasi.18,19

Komunitas ahli kusta WHO mendefinisikan rehabilitasi sebagai perbaikan fisik dan

mental dari semua pasien yang dirawat dengan semaksimal mungkin sehingga mereka dapat

melanjutkan kembali posisi mereka di rumah, masyarakat, dan industri.18,19

Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik, membuat kondisi fisik

sekarang beradaptasi kembali dengan situasi kehidupan normal, berkumpul kembali dengan

keluarga dan komunitas, melanjutkan kehidupan sosial dan ekonominya yang normal.

Pengetahuan ilmiah tentang kusta mengenai penyebab, penyembuhan, dan deformitas

telah membantah keyakinan tradisional. Informasi ilmiah ini perlu disampaikan ke

masyarakat umum, yang sangat penting untuk membawa perubahan pada perilaku orang-

Page 13: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

13

orang terhadap penderita kusta. Normalisasi merupakan tujuan holistik. Hal ini tidak dapat

dicapai apabila hanya menitikberatkan pada permasalahan fisik dari penderita kusta semata.

Perlu juga untuk membantu mereka mengatasi penyakitnya dalam kaitannya dengan

permasalahan psikologis, spiritual, sosial, dan ekonomi.18,19

Orang-orang yang membutuhkan rehabilitasi juga sangat beragam. Orang tersebut

dapat laki-laki atau perempuan, muda atau tua, berpendidikan dan tidak berpendidikan, kaya

atau miskin. Variasi yang luas di antara penderita kusta juga menekankan perlunya seleksi

dari penderita yang membutuhkan rehabilitasi. Oleh karena itu, sangat perlu untuk

dilakukannya tindakan pengelompokan penderita kusta secara luas untuk mengetahui siapa

yang akan membutuhkan, apa jenis bantuan yang akan diberikan, dan juga siapa yang tidak

sesuai untuk rehabilitasi.

Pengelompokan penderita kusta dibagi menjadi:18,19

1. Orang yang tidak memiliki deformitas, dan tidak memiliki permasalahan sosial dan

ekonomi serta dapat menjalani hidup normal.

2. Orang yang memiliki deformitas tapi tidak memiliki permasalahan sosial ekonomi

apapun serta dapat menjalani hidup normal.

3. Orang yang tidak memiliki deformitas tapi memiliki permasalahan sosial atau

ekonomi hanya karena mereka menderita kusta.

4. Orang dengan deformitas, yang kehidupan sosial ekonominya terancam.

5. Orang dengan deformitas yang posisi sosial ekonominya sudah terganggu. Kondisi

hidup normal mereka sangat terpengaruh.

6. Orang lanjut usia yang telah mengalami kemiskinan karena mengalami deformitas

berat dan penderitaan panjang sehingga kondisi sosial ekonomi mereka terganggu.

Berdasarkan pengelompokan penderita kusta tersebut, kelompok dengan kategori 1 dan

2 tidak memerlukan rehabilitasi apapun. Orang-orang yang termasuk kategori 3 memerlukan

konseling dan dukungan psikologis. Pada kelompok kategori 4 dan 5 dikatakan sangat

memerlukan rehabilitasi. Sedangkan pada kelompok kategori 6 yang telah berusia lanjut dan

mengalami deformitas, dikatakan bahwa mereka tidak memerlukan rehabilitasi dikarenakan

usia mereka yang telah lanjut disertai deformitas yang berat. Perawatan yang diperlukan pada

kelompok kategori ini berupa perawatan institusional.18,19

Penyakit kronik seperti kusta dikatakan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

WHO mencoba untuk memperkirakan kualitas hidup seseorang dengan menggunakan suatu

metode kuosioner WHOQOL-BREF. Metode ini dapat memperkirakan kualitas hidup

seseorang berdasarkan persepsi individu terhadap empat aspek, antara lain: kesehatan fisik,

Page 14: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

14

psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.20

Masing- masing aspek memiliki nilai

maksimal 100 dan semakin rendah nilai yang didapatkan dari masing-masing aspek

menandakan semakin rendahnya kualitas hidup seseorang pada aspek tersebut.20

Pada suatu

penelitian mengenai kualitas hidup seseorang yang dilakukan di Brazil, dengan metode ini,

dikatakan bahwa aspek psikologis dan hubungan sosial merupakan aspek yang memiliki nilai

terendah dibandingkan aspek lainnya pada seseorang yang menderita kusta.21

Pasien pada kasus merupakan pasien laki-laki berusia 40 tahun yang tidak mengalami

deformitas, namun memiliki permasalahan sosial berupa adanya perasaan bahwa teman-

teman kerjanya seperti menjaga jarak dengan dirinya. Berdasarkan metode kuosioner

WHOQOL-BREF, aspek psikologis dan hubungan sosial dari pasien memiliki nilai kurang

dari 75. (data terlampir). Berdasarkan pengelompokan, pasien ini termasuk kelompok

kategori 3 sehinggapasien beserta keluarga diberikan dukungan psikologis dan KIE mengenai

penyakit kusta, penyebab dan cara penularannya serta pentingnya minum obat dan kontrol

secara teratur.Didapatkan adanya perbaikan psikologis pada pasien setelah adanya perbaikan

di dalam lingkungan kerjanya.

Prognosis pada pasien adalah dubius ad bonam karena pasien memberikan respon terapi

yang baik. Tetapi tetap memerlukan observasi lebih lanjut dalam deteksi dini adanya

gangguan fungsi saraf dan komplikasi lainnya.

SIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus MH tipe BT pada seorang laki-laki berusia 40 tahun

yang bekerja sebagai PNS di Dinas Kesehatan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan

berupa bercak putih pada daerah kedua lengan disertai dengan rasa tebal pada daerah bercak

tersebut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya makula hipopigmentasi multipel, berbatas

tegas, bentuk anular disertai dengan penurunan rasa raba,nyeri, dan suhu. Dari pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan histopatologi didapatkan hasil yang sesuai untuk MH tipe BT.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah MDT pausibasiler, vitamin B1 B6 B12, dan KIE pada

pasien dan keluarganya mengenai penyakit kusta, penyebab dan penularan penyakit kusta,

pentingnya rutin minum obat dan kontrol secara teratur. Prognosis pasien pada kasus ini

adalah dubius ad bonam.

Page 15: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Delphine JL, Rea TH, and Modlin RL. Leprosy. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

8th

ed. USA : McGraw-Hill. 2012: p.2253-63.

2. World Health Organization. Weekly Epidemiological Record: Global Leprosy Situation

2013. Geneva, 2013; 35(88); 365-380.

3. Anonim. Buku Register Kunjungan Sub Bagian Morbus Hansen, Poliklinik Kulit dan

Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Denpasar; 2013-2015.

4. Soebono H., Suhariyanto B. Pengobatan Penyakit Kusta. In: Sjamsoe-Daili E.S., Menaldi

S.L., Ismiarto S.P., Nilasari H., editors. Kusta. 2nd

ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,

2003; 66-74.

5. Bryceson, A., Pfatzgraff R.E. Clinical Pathology. In: Leprosy. 3rd

ed. United States of

America : Churcill Livingstone, 1990; p.11-24.

6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Epidemiologi.

Dalam: Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI. 2012.

7. Kar KH, Sharma P. Leprosy Reactions. In: Kumar H, Kumar B. IAL Textbook of

Leprosy. New Delhi : Jaype; 2010; 269-289.

8. Pfaltzgraff RE, Ramu G. Clinical Leprosy. In: Hasting RC, Opromolla DVA, editors.

Leprosy. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone, 1994; p.237-87.

9. Sekar, Balaraman. Bacteriological Aspect. In: IAL Textbook of Leprosy. New Delhi :

Jaypee; 2010; p.74-86.

10. Saonere JA. Leprosy: an overview. J Infect Dis Immun 2011; 3(14): 233-43.

11. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. In: Khar HK, Kumar B, editors. IAL. Textbook of

Leprosy. New Delhi: Jaypee Brothers; 2010.p24-31

12. Worobec SM. Curret Approaches and Future Directions in The Treatment of Leprosy.

Research and Reports in Tropical Medicine. 2012; 3 : 79-91

13. Noto S, Schreuder PAM, Naafs B. The diagnosis of leprosy. Leprosy mailing list

archives 2011; 10:1-23.

14. Degang Y, Nakamura K, Akama T, Ishido Y, Luo Y, Ishii N, et al. Leprosy as a model

of immunity. Future Microbiol 2014; 9(1): 43-54.

15. Shahiduzzaman GKM, Kamal SM, Ahad MA, Islam R. Leprosy: an overview. Med

Today 2011; 23(1): 44-50.

Page 16: Dampak Psikososial Pada Seorang Pasien Morbus Hansen Tipe … · 2017. 6. 4. · Penyakit kusta atau dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit kronik yang disebabkan

16

16. Pardillo FEF, Fajardo TT, Abalos RM, Scollard D, Gelber RH. Methods for the

classification of leprosy for treatment purpose. Clin Infect Dis 2007; 44: 1096-9.

17. World Health Organization. Global leprosy situation, 2012. Wkly Epidemiol Rec 2012;

87(34): 317-28.

18. Gopal PK. Psychosocial aspects. In: Kar HK, Kumar B, editors. IAL textbook of leprosy.

New Delhi: Jaypee Brothers; 2010. P. 559 – 564

19. Bryceson, A., Pfatzgraff R.E. Social, psychological and vocational rehabilitation. In:

Leprosy. 3rd

ed. United States of America : Churcill Livingstone, 1990; p.183 – 189

20. Victoria State Government. Optional Modul 5 : Quality of Life (WHOQOL – Bref).

2013. www.turningpoint.org.au

21. Leite, IF. Arunda, AJCG de. Vasconcelos, DIB de et al. Jurnal of nursing : The quality of

life of patients with chronic leprosy. Juni, 2015.