dampak krisis ekologi terhadap strategi nafkah … · konsep krisis ekologi 7 konsep rumahtangga...

99
DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIGANJENG, KECAMATAN PADAHERANG, KABUPATEN PANGANDARAN KUNTI MAY WULAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vuongnguyet

Post on 10-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI

NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIGANJENG,

KECAMATAN PADAHERANG, KABUPATEN

PANGANDARAN

KUNTI MAY WULAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Krisis Ekologi

terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan

Padaherang, Kabupaten Pangandaran adalah benar karya saya dengan arahan dari

dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan

Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Kunti May Wulan

NIM I34100007

Page 3: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

ABSTRAK

KUNTI MAY WULAN. Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah

Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten

Pangandaran. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN

Fenomena krisis ekologi yang terjadi di Desa Ciganjeng berupa banjir melanda

area persawahan hingga pemukiman setiap tahun. Banjir menyebabkan eksistensi

rumahtangga petani sebagai pelaku utama dalam ekologi terancam dan untuk

mempertahankan keberlanjutan kehidupan, mereka memiliki strategi nafkah.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak krisis ekologi terhadap

strategi nafkah rumahtangga petani. Metode penelitian ini adalah penelitian survei

menggunakan kuesioner dan pendekatan kualitatif menggunakan studi kasus dan

observasi sebagai penunjang data kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan terhadap 35 responden rumahtangga petani maka ditemukan bahwa

krisis ekologi menyebabkan rumahtangga petani harus memiliki strategi nafkah,

yaitu: strategi alokasi sumberdaya manusia, strategi pola nafkah ganda, strategi

migrasi, strategi intensifikasi pertanian, strategi berhutang dan strategi investasi

non pertanian. Strategi nafkah tersebut dilakukan dengan memainkan lima aset

modal nafkah. Selain itu, walaupun rumahtangga petani diguncang krisis ekologi

namun mereka tetap bertahan karena memiliki kelentingan nafkah yang tinggi.

Kata kunci: krisis ekologi, strategi nafkah, rumahtangga petani, kelentingan

nafkah

ABSTRACT

KUNTI MAY WULAN. The Impact of Ecological Crisis on Livelihood Strategies

of Farm Household in the Ciganjeng Village, Padaherang Subdistrict,

Pangandaran. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN.

The phenomenon of ecological crisis that occured in Ciganjeng Village is the

flood stricken rice fields and settlement every year. Flooding caused the existence

of farm households as the main actors in the ecology are threatened and to

maintain the sustainability of their lives, they have livelihood strategies. This

study was conducted to analyze the impact of the ecological crisis on livelihood

strategies of farm household. This research method is a survey research using

quetionnaires and qualitative approach using case studies and observations as

supporting quantitative data. Based on a study of 35 respondents farm households,

it was found that the ecological crisis caused farm households should have

livelihood strategies, which are: human resource allocation strategy, multiple

livelihood strategy, migration strategy, agricultural intensification strategy, dept

strategy and non agricultural invesment strategy. Livelihood strategis are made by

playing five livelihood assets. In addition, although the ecological crisis rocked

farm households but they still survive because they have a high livelihood

resiliency.

Keywords: ecology crisis, livelihood strategy, farm household, livelihood

resiliency

Page 4: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI

NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIGANJENG,

KECAMATAN PADAHERANG, KABUPATEN

PANGANDARAN

KUNTI MAY WULAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 5: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

Judul Skripsi : Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten

Pangandaran

Nama : Kunti May Wulan

NIM : I34100007

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan MSc.Agr

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Page 6: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

Judul Skripsi : Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran

Nama : Kunti May Wulan NIM : 134100007

Disetujui oleh

Dr Ir Ar

Tanggal Lulus: 2 7 JAN 2014

Page 7: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa

Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran” ini dengan baik.

Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada

Bapak Dr Ir Arya Hadi Dharmawan MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi maupun

pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan, saran, dan masukan

selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan

juga kepada Ibu Dr Eka Intan Kumala Putri, Mba Dyah Ita Mardyaningsih, serta Mba

Rizka Amalia yang telah memberikan masukan dan saran. Selain itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yuyuk, Bapak Kaib, dan seluruh aparat Desa

Ciganjeng, Ibu Onih selaku Ketua PKK Desa Ciganjeng, Ibu Turiah dan semua warga

Desa Ciganjeng yang telah membantu penulis selama pengumpulan data.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta, Bapak

Arbain dan Ibu Supartini, serta tante, Indah Yani, dan seluruh keluarga besar, yang

selalu berdoa, melimpahkan kasih sayangnya, serta memberi dukungan semangat dan

material untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman-

teman akselerasi KPM angkatan 47 yang selalu saling mengingatkan dan memberikan

dukungan agar kita bisa lulus dan wisuda bersama-sama. Tidak lupa penulis berterima

kasih kepada sahabat-sahabat tersayang, Atrina DP, Astri S, Aulia RA, Regina A,

Fauziah Z, Anna NC, Fia Afiani Z, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu disini

serta semua teman-teman penulis di KPM angkatan 47, IAAS LC IPB, BEM KM IPB

2013 terutama Kementerian KOMINFO yang telah senantiasa memberi semangat dan

menemani penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga kepada

semua pihak yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan, dan

kerjasamanya selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014

Kunti May Wulan

NIM. I34100007

Page 8: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 7

Tinjauan Pustaka 7

Konsep Krisis Ekologi 7

Konsep Rumahtangga Petani 8

Konsep Nafkah 8

Konsep Kelentingan 11

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Konseptual 13

Definisi Operasional 13

METODE PENELITIAN 15

Lokasi Dan Waktu 15

Penentuan Responden Dan Informan Penelitian 16

Teknik Pengumpulan Data 16

Teknik Analisis Data 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Gambaran Desa Ciganjeng 19

Kondisi Demografi 20

Penduduk dan Mata Pencaharian 20

Tingkat pendidikan 22

Kondisi Sosial 23

Krisis Ekologi 24

KARATERISTIK PETANI DI DESA CIGANJENG 27

Page 9: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

vi

Usia dan Tingkat Pendidikan Responden 27

Jenis Kelamin Responden 28

Status Perkawinan Responden 29

Ikhtisar 30

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI 31

Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumahtangga 31

Pendapatan Sektor Pertanian 32

Pendapatan Sektor Non Pertanian 33

Komposisi Pengeluaran Rumahtangga Petani 37

Saving Capacity Rumahtangga Petani 39

Ikhtisar 41

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI 43

Bentuk-Bentuk Penerapan Strategi Nafkah 43

Strategi Alokasi Sumberdaya Manusia dalam Rumahtangga 44

Strategi Pola Nafkah Ganda 46

Strategi Migrasi 49

Strategi Intensifikasi Pertanian 50

Strategi Berhutang 52

Strategi Investasi Non Pertanian 54

Tingkat Pemanfaatan Livelihood Asset 55

Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital) 55

Modal Fisik (Physical Capital) 56

Modal Manusia (Human Capital) 57

Modal Finansial (Financial Capital) 58

Modal Sosial (Social Capital) 58

Ikhtisar 60

KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI 63

Kelentingan Nafkah 63

Aspek-Aspek Kelentingan Nafkah 64

Saving Capacity 64

Ketersediaan Kesempatan Kerja di Luar 67

Kemampuan Akses terhadap Kesempatan Kerja Lain 68

Page 10: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

vii

Ketersediaan Modal Sosial 69

Ketersediaan Teknologi Pendukung 71

Natural Extraction Activities 72

Pengurangan Jatah Makan 73

Ikhtisar 74

SIMPULAN DAN SARAN 77

Simpulan 77

Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 81

RIWAYAT HIDUP 86

Page 11: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

viii

DAFTAR TABEL

1 Matriks perbandingan strategi nafkah rumahtangga berdasarkan 10

subyek penelitian

2 Luas lahan menurut penggunaannya di Desa Ciganjeng tahun 2012 20

3 Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Ciganjeng tahun 21

2012

4 Frekuensi dan persentase jenis kelamin responden rumahtangga 29

petani di Desa Ciganjeng tahun 2013

5 Frekuensi dan persentase status perkawinan responden rumahtangga 29

petani di Desa Ciganjeng tahun 2013

6 Frekuensi dan persentase kategori responden rumahtangga petani 31

berdasarkan rata-rata jumlah pendapatan per tahun tahun 2013

7 Jumlah saving capacity rumahtangga petani di Desa Ciganjeng 40

menurut kategori tingkat pendapatan tahun 2013

8 Frekuensi dan persentase pengalokasian sumberdaya dalam 45

rumahtangga dalam proses usaha tani di Desa Ciganjeng tahun 2013

9 Frekuensi dan persentase pilihan sumber dana rumahtangga 52

di Desa Cigenjeng tahun 2013

10 Frekuensi dan persentase pilihan berhutang petani di Desa 52

Ciganjeng tahun 2013

11 Variasi strategi nafkah rumahtangga petani menurut lapisan 54

rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013

12 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga 64

berdasarkan saving capacity di Desa Ciganjeng tahun 2013

13 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga 68

petani berdasarkan kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar

pertanian di Desa Ciganjeng tahun 2013

14 Frekuensi dan persentase rumahtangga petani berdasarkan 70

tingkat pemanfaatan jaringan berbasis genealogis di Desa

Ciganjeng tahun 2013

Page 12: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

ix

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 12

2 Kurva sebaran normal 17

3 Persentase penduduk Desa Ciganjeng berdasarkan jenis mata 22

pencaharian tahun 2012

4 Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciganjeng 23

tahun 2012

5 Persentase tingkat pendidikan responden rumahtangga petani di 27

Desa Ciganjeng tahun 2013

6 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng 32

dari sektor pertanian tahun 2013

7 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng 33

dari sektor non pertanian tahun 2013

8 Grafik persentase komposisi pendapatan rumahtangga petani di Desa 34

Ciganjeng tahun 2013

9 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng 36

tahun 2013

10 Grafik rata-rata pengeluaran rumahtangga petani per tahun di Desa 37

Ciganjeng tahun 2013 berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga

11 Grafik persentase komposisi pengeluaran pangan dan nonpangan 38

rumahtangga petani per tahun berdasarkan kategori tingkat

pendapatan rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013

12 Grafik perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran 39

rumahtangga petani per tahun di Desa Ciganjeng tahun 2013

13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

14 Peta wilayah Desa Ciganjeng 83

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 81

2 Lokasi penelitian 83

Page 13: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

x

3 Daftar kerangka sampling dan responden terpilih 84

4 Rencana kegiatan penelitian 85

Page 14: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

1

PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan

kegunaan penelitian. Sub bab latar belakang menguraikan pemikiran yang

melatarbelakangi penelitian ini sedangkan sub bab masalah penelitian

menguraikan hal-hal yang menjadi masalah penelitian ini. Sub bab tujuan

penelitan menguraikan hal-hal yang menjadi tujuan penelitian ini sedangkan sub

bab kegunaan penelitian menguraikan kegunaan dari penelitian ini untuk

akademisi, pembuat kebijakan, maupun pembaca pada umumnya.

Latar Belakang

Menurut Dharmawan (2007b), krisis ekologi adalah suatu keadaan di mana

sistem ekologi mengalami ketidakstabilan kesetimbangan pertukaran energi-

materi dan informasi yang mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi

distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme

lain dan alam lingkungannya. Krisis ekologi akan mengganggu keseimbangan

ekologi dan akhirnya akan mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama

dalam ekologi. Fenomena krisis ekologi ini terjadi dan mengancam seluruh

kawasan di Indonesia. Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

Jawa Barat, setiap media dalam sehari mempublikasikan minimal lima kasus

lingkungan hidup hanya di Jawa Barat saja (Ramdan 2011). Jika diakumulasikan

maka sepanjang tahun 2011 diperkirakan sekitar 10 800 kasus lingkungan hidup

terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan catatan yang ada, kasus krisis ekologi terjadi di

beberapa sektor penting seperti pertambangan, sumberdaya air, wilayah pesisir

dan sektor yang paling menjadi perhatian adalah kehutanan padahal banyak orang

yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan. Berdasarkan data Identifikasi Desa

di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan (2009), jumlah desa hutan di Jawa dan

Madura sebanyak 4 614 desa atau 18.54 persen dari seluruh desa yang ada di

Pulau Jawa-Madura kecuali DKI Jakarta1.

Krisis ekologi hutan dapat terjadi karena kerusakan hutan akibat kegiatan

industri (illegal logging, pembalakan liar, ekowisata), penambangan, perambahan

hutan untuk pemukiman, dan aktivitas ekonomi lainnya yang hanya

menguntungkan salah satu pihak saja. Berdasarkan catatan WALHI Jawa Barat,

praktik alih fungsi lahan kawasan hutan hingga tahun 2011 saja sudah

terakumulasi sekitar 95 000 hektar di Jawa Barat saja dan angka ini akan semakin

terus bertambah setiap tahun apabila tidak ada yang menghambatnya. Krisis

ekologi hutan yang terjadi membuat ekosistem semakin tidak stabil yang

kemudian akan menyebabkan terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir

di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau. Bencana yang timbul akibat

krisis ekologi hutan seperti banjir, longsor, dan kekeringan dapat menghilangkan

sebagian atau seluruh sumber nafkah yang menjadi tumpuan hidup masyarakat

sekitar hutan terutama rumahtangga petani yang bergantung pada sumberdaya

1 Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan. 2009. Dikutip pada 20 Juni 2013.

Dapat diunduh dari http://www.dephut.go.id/files/IdentifikasiDesa2009_0.pdf

Page 15: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

2

alam yang ada. Ketidakamanan nafkah bagi para petani akibat krisis ini tidak

sesuai dengan pasal 28 G ayat 1 Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang

menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pelindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta

berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat

atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Kementerian Kehutanan RI melansir data bahwa sumber penghasilan nafkah

utama 99.45 persen masyarakat desa hutan yang berada di dalam kawasan hutan

dan 97.08 persen masyarakat desa hutan yang berada di tepi kawasan hutan adalah

pertanian. Sebesar 90.66 persen dari usaha tani yang menjadi sumber pendapatan

masyarakat desa hutan merupakan usaha tani tanaman pangan yang bergantung

pada kondisi alam. Krisis ekologi hutan yang terjadi mengancam keberlangsungan

nafkah masyarakat hutan terutama rumahtangga petani. Banjir di musim hujan

dapat merendam sawah-sawah yang telah mereka tanami. Begitu pula yang terjadi

apabila kekeringan di musim kemarau, sawah-sawah mereka kekeringan dan pada

akhirnya gagal panen. Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus,

rumahtangga petani bisa terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Krisis ekologi hutan tidak hanya terjadi di daerah kawasan hutan alam tetapi

juga di kawasan hutan yang terletak di DAS (Daerah Aliran Sungai). Bagian hulu

dan bagian hilir DAS merupakan satu kesatuan yang saling terintegrasi karenanya

apabila terjadi krisis ekologi di bagian hulu maka akan berakibat bencana di

bagian hilir. Contoh kasus krisis ekologi hutan terjadi di Jawa Barat tepatnya di

Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Ciamis. Desa Ciganjeng

yang merupakan bagian hilir dari DAS Citanduy ikut merasakan bencana akibat

krisis ekologi hutan yang terjadi di hulu yaitu banjir yang terjadi hampir setiap

tahun dan bahkan sudah tidak bisa diprediksi lagi kapan datangnya.

Marmuksinudin (2013) mengungkapkan bahwa ratusan petani di wilayah

Ciganjeng sudah hampir satu tahun merindukan masa panen karena ratusan hektar

sawah di kawasan Ciganjeng, sudah hampir satu tahun digenangi banjir.

Setidaknya pada Januari 2013, banjir di Kecamatan Padaherang merendam

sedikitnya 426 hektar areal persawahan termasuk di Desa Ciganjeng2. Banjir tidak

hanya merendam daerah persawahan saja tetapi juga merendam rumah-rumah

warga. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng akan semakin terjerat dalam rantai kemiskinan karena menghilangkan

sumber-sumber nafkah yang mereka miliki. Selain itu, banjir juga mengancam

hilangnya aset rumahtangga, gangguan kesehatan, dan krisis pangan bagi

rumahtangga petani. Ketersediaan sumberdaya alam bagi petani menjadi penting

dan petani akan terancam apabila sumberdaya alam tersebut mengalami gangguan

misal salah satunya karena bencana krisis ekologi.

Krisis ekologi menyebabkan gangguan stabilitas pendapatan rumahtangga

petani karena sawah-sawah yang tergenang akibat banjir tersebut seharusnya

dapat menjadi sumber pendapatan bagi rumahtangga petani. Ancaman ini juga

akan menyebabkan perubahan strategi rumahtangga petani untuk bertahan hidup

terutama strategi nafkah. Menurut Dharmawan (2007a), strategi nafkah adalah

taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk

2 Ratusan Hektar Sawah Kembali Tenggelam. [30 Januari 2013]. Dapat diakses di

http://www.jpnn.com/read/2013/01/22/155329/picture/thumbnail/20130122_072526/index.php?mi

b=berita.detail&id=156274

Page 16: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

3

mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap mempertahankan eksistensi

infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Dharmawan (2007a) mengungkapkan bahwa strategi nafkah dalam kehidupan

sehari-hari direpresentasikan oleh keterlibatan individu-individu pada proses

perjuangan untuk mendapatkan sesuatu jenis mata pencaharian atau bentuk

pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat

kehidupannya. Dharmawan (2007a) juga menjelaskan strategi nafkah bisa

dibangun melalui beberapa jalur aktivitas nafkah dan strategi nafkah melalui jalur

kegiatan ekonomi produktif adalah strategi yang paling lazim dikembangkan oleh

individu dan rumahtangga.

Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah adalah aspek pilihan atas

beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Krisis ekologi yang

terjadi menyebabkan hilangnya beberapa atau seluruh sumber nafkah yang ada

dan perubahan sumber nafkah ini akan mengakibatkan perubahan strategi nafkah

rumahtangga petani. Perubahan terhadap strategi nafkah rumahtangga akan

berdampak pada perubahan struktur nafkah dan tingkat pendapatan rumahtangga.

Krisis ekologi yang terjadi menyebabkan ketidakpastian nafkah bagi rumahtangga

petani. Walaupun begitu, setiap individu mempunyai kemampuan untuk merasa

lebih baik dengan cepat setelah mengalami guncangan atau sesuatu yang tidak

menyenangkan dan mengakomodasi gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa yang

disebut sebagai kelentingan (Sapirstein 2006). Kemampuan inilah yang

mendorong untuk individu ataupun rumahtangga untuk bertahan dari guncangan

dan bangkit sehingga tidak terperosok ke dalam jurang kemiskinan namun tidak

semua individu atau rumahtangga memiliki kelentingan yang sama.

Permasalahan mengenai krisis ekologi yang mengancam rumahtangga

petani ini seharusnya menjadi perhatian kita semua agar tidak semakin banyak

yang nantinya terjebak dalam rantai kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk

diteliti bagaimana dampak krisis ekologi terhadap strategi rumahtangga petani.

Masalah Penelitian

Rumahtangga petani dapat dipandang satu kesatuan ekonomi, mempunyai

tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki, kemudian

sebagai unit ekonomi rumahtangga petani akan memaksimumkan tujuannya

dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Oleh karena itu, rumahtangga

petani bergantung pada sumberdaya alam yang menjadi sumber nafkah mereka.

Krisis ekologi hutan menyebabkan banjir dan longsor di musim penghujan dan

kekeringan di musim kemarau akan mengancam ketersediaan sumberdaya alam

bagi petani. Marmuksinudin (2013) memberitakan bahwa banjir yang menimpa

Desa Ciganjeng membuat petani menjadi semakin sulit untuk menikmati satu kali

saja masa panen karena sudah hampir 10 bulan genangan air di sawah Desa

Ciganjeng tidak kunjung surut. Hal ini menunjukkan bahwa petani bergantung

pada ketersediaan sumberdaya alam untuk melakukan aktivitas pertanian.

Terancamnya ketersediaan sumberdaya alam bagi rumahtangga petani akan

berimbas pada perubahan struktur nafkah rumahtangga petani. Perubahan struktur

nafkah petani juga akan mempengaruhi pendapatan rumahtangga tersebut

karenanya diperlukan strategi nafkah atau taktik dan aksi yang dibangun oleh

Page 17: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

4

individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka

dengan tetap memerhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan

sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2007a). Perbedaan sumber nafkah

yang tersedia juga turut mempengaruhi strategi nafkah yang akan diterapkan oleh

rumahtangga petani. Strategi nafkah ini dapat menjadi sebuah strategi bertahan

hidup dalam suasana krisis.

Strategi nafkah yang dibangun pada saat krisis yaitu banjir dalam periode

waktu yang cukup lama tentu akan berbeda dengan strategi nafkah rumahtangga

yang dibangun petani pada saat keadaan normal atau tidak krisis. Tingkat

pemanfaatan livelihood asset oleh rumahtangga petani mempengaruhi strategi

nafkah yang akan diterapkan oleh mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian bagaimana variasi strategi nafkah rumahtangga petani dibangun

saat masa krisis maupun masa normal? Perbedaan strategi nafkah akan memperlihatkan variasi-variasi yang

beragam dan dapat menunjukkan kemampuan untuk merasa lebih baik dengan

cepat setelah mengalami guncangan atau sesuatu yang tidak menyenangkan dan

mengakomodasi gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa yang disebut sebagai

kelentingan (Sapirstein 2006). Masyarakat di suatu daerah yang terkena krisis

ekologi tidak serta merta jatuh atau hancur akibat krisis tersebut karena setiap

individu maupun kelompok memiliki kelentingan. Kelentingan setiap individu

maupun kelompok berbeda-beda bergantung pada sejauh mana individu atau

kelompok tersebut mengupayakan kesempatan dan ketersediaan alat-alat yang ada

untuk meningkatkan kelentingan mereka agar bertahan dari krisis. Oleh karena

itu, perlu dipahami lebih lanjut bagaimana kelentingan nafkah di daerah krisis

ekologi?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Menganalisis variasi strategi nafkah rumahtangga petani yang muncul saat

masa krisis maupun masa normal.

2. Memahami kelentingan nafkah rumahtangga petani di daerah krisis ekologi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai dampak

krisis ekologi terhadap kehidupan masyarakat desa sekitar hutan dan strategi

nafkah apa saja yang dilakukan rumahtangga untuk keluar dari krisis tersebut

sehingga dapat dikategorikan sebagai kelentingan atau ketahanan dari masyarakat

tersebut. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa

pihak, diantaranya adalah:

1. Bagi masyarakat Desa Ciganjeng

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai Desa

Ciganjeng dan usaha masyarakat untuk keluar dari krisis ekologi yang

menimpanya dari sudut pandang yang berbeda. Selanjutnya, penelitian ini

juga diharapkan mampu menjadi referensi bagi desa-desa lain pada umumnya

Page 18: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

5

dan Desa Ciganjeng pada khususnya untuk mengembangkan berbagai potensi

yang dimiliki oleh masing-masing.

2. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil

kebijakan dalam menghadapi krisis tidak hanya krisis ekologi yang terjadi di

Desa Ciganjeng saja. Hal ini tentunya ditujukan untuk semua kalangan

pemerintahan, mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Pihak

pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis antara

semua stakeholders termasuk pihak swasta dan petani. Selain itu, diharapkan

agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan, sesuai dengan karateristik

masing-masing petani.

3. Bagi peneliti dan kalangan akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka dan

menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di

masyarakat khususnya yang berkaitan dengan topik livelihood studies,

pedesaan, ekologi, dan juga bidang kehutanan.

4. Bagi masyarakat umum

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat

mengenai kehidupan masyarakat desa sekitar hutan dan krisis ekologi yang

senantiasa mengancamnya serta strategi nafkah yang dilakukan untuk keluar

dari krisis tersebut.

Page 19: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

6

Page 20: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

7

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan

pustaka. Sub bab selanjutnya membahas kerangka pemikiran. Kemudian,

hipotesis penelitian dibahas dalam sub bab selanjutnya. Definisi konseptual dan

definisi operasional dibahas pada sub bab terakhir bab ini.

Tinjauan Pustaka

Konsep Krisis Ekologi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekologi diartikan sebagai ilmu

mengenai timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya

(lingkungannya). Oleh karena itu, krisis ekologi dapat dimaknai sebagai suatu

keadaan di mana sistem ekologi mengalami ketidakstabilan kesetimbangan

pertukaran energi-materi dan informasi, yang mengakibatkan ketidakseimbangan

pada fungsi-fungsi distribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme

dengan organisme lain dan alam-lingkungannya sementara itu organisme

(manusia) dengan teknologi, perilaku dan organisasi sosialnya belum mampu

melakukan penyesuaian yang berarti dalam mengantisipasi atau merespons

guncangan tersebut (Dharmawan 2007b). Raharja (2011) selanjutnya menjelaskan

bahwa krisis ekologi ini merupakan krisis hubungan antar manusia dan

kebudayaannya dengan lingkungan hidup tempat mereka berlindung, bermukim,

dan mengeksploitasi sumberdaya alam. Krisis ekologi telah menjadi realita

kontemporer yang melebihi batas toleransi dan kemampuan adaptasi lingkungan.

Menurut Dharmawan (2006), sumberdaya alam adalah “last resort” tempat

pengaduan terakhir bagi lapisan miskin untuk mempertahankan kehidupan

(survival strategy), manakala tidak ada lagi peluang ekonomi apapun yang tersisa

di tempat lain bagi mereka. Dengan demikian, kelompok lapisan miskin sangat

bergantung terhadap ketersediaan sumberdaya alam bagi kehidupan mereka.

Selain itu, manusia cenderung bertindak meluluhlantakkan ekologi atas dasar

ambisi dan egoisme untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi

dirinya. Tidak heran apabila hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan

sumberdaya alam adalah negatif. Di sisi lain, kerusakan ekologi ini menimbulkan

dampak buruk yang dirasakan hampir seluruh manusia. Salah satu krisis ekologi

yang terjadi adalah akibat dari kerusakan hutan yang menurut pemberitaan

Kompas edisi 21 Maret 2007, Indonesia adalah perusak hutan tercepat di dunia,

sebesar 2 persen/tahun atau 1.87 juta hektar (51 km/hari). Apabila angka ini

dikonversi akan sama artinya dengan seluas 300 lapangan sepakbola/jam. Krisis

ekologi akan menganggu keseimbangan ekologi yang akhirnya kembali

mengancam eksistensi manusia sebagai pelaku utama ekologi.

Dengan terganggunya keseimbangan ekologi, maka kemampuan alam untuk

produksi akan semakin menurun, sedangkan kebutuhan manusia akan semakin

meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Akibatnya, alam menjadi rusak,

sebab manusia terus memanfaatkannya tanpa adanya usaha pemulihan kembali.

Efek samping dari kerusakan tersebut adalah timbulnya bencana alam yang

menelan banyak korban, baik fisik ataupun material, bahkan sampai ke mental.

Page 21: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

8

Frekuensi timbulnya bencana akibat krisis ekologi pun semakin lama sulit untuk

diprediksi. Menurut Kompas, pada tahun 2007 Indonesia telah mengalami 236

kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, di samping itu juga terjadi 111

kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Bahkan menurut Kompas, di

Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan sawahnya terendam banjir dan 263 071

hektar sawah terendam dan gagal panen. Selain itu, pada tahun 2007 ini tercatat

78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten.

Konsep Rumahtangga Petani Rumahtangga (household) berbeda dengan istilah keluarga (family).

Menurut Ellis (1988), keluarga adalah sebuah unit sosial yang didefinisikan

sebagai hubungan kekeluargaan antar orang namun pada masyarakat petani kecil,

keluarga tidak hanya sebatas dua orang dewasa yang hidup bersama anak-anaknya

seperti konsep keluarga inti pada konsep Barat. Berbeda dengan keluarga,

rumahtangga adalah sebuah unit sosial yang berbagi tempat tinggal yang sama

atau tungku yang sama. Menurut Mattila dan Wiro (1999), rumahtangga adalah

sebuah grup lebih dari hanya sekedar seorang individu (meskipun seorang

individu dapat juga sebagai rumahtangga), yang melakukan berbagai aktivitas

ekonomi yang diperlukan untuk bertahannya rumahtangga dan untuk menjaga

agar anggota rumahtangga tetap sejahtera. Dilihat dari segi ekonomi, rumahtangga

merupakan sebuah unit analisis dalam asumsi secara implisit bahwa yang

dimaksud adalah sumber nafkah rumahtangga disatukan, pemasukan dibagikan,

dan keputusan dibuat bersama oleh anggota rumahtangga yang dewasa.

Menurut Nakajima (1986), Rumahtangga Petani (farm household)

mempunyai pengertian dan karakteristik yaitu satu unit kelembagaan yang setiap

saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan

reproduksi. Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit

ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang

dimiliki, kemudian akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan

sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku rumahtangga petani dalam aktivitas

pertanian maupun penentuan jenis-jenis komoditas yang diusahakan dapat bersifat

subsisten, semi komersial, dan atau sampai berorientasi ke pasar (Ellis 1988).

Nakajima (1986) memberikan definisi rumahtangga petani (farm household)

sebagai satu kesatuan unit yang kompleks dari perusahaan pertanian (farm firm),

rumahtangga pekerja dan rumahtangga konsumen (the laborer’s household and

consumer’s household) dengan prinsip perilaku yang memaksimalkan utilitas.

Produktivitas pertanian sangat ditentukan oleh keberadaan rumahtangga petani

dan lingkungan sekitarnya. Secara spesifik, rumahtangga petani merupakan satu

unit kelembagaan yang setiap saat memutuskan produksi pertanian, konsumsi, dan

reproduksi.

Konsep Nafkah Nafkah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki pengertian sebagai

cara hidup. Lebih kompleks dari itu, Ellis (2000) mendefinisikan nafkah lebih

mengarah pada perhatian hubungan antara aset dan pilihan orang untuk kegiatan

alternatif yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan untuk bertahan hidup.

Definisi nafkah sebagai cara hidup juga biasanya disejajarkan dengan konsep

livelihood (mata pencaharian). Dharmawan (2001) menjelaskan, sumber nafkah

Page 22: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

9

rumah tangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga

tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat

memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Terdapat lima bentuk modal atau biasa

disebut livelihood asset. Menurut Ellis (2000), kelima modal tersebut adalah:

1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital). Modal ini bisa juga disebut

sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan

abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa

diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya

alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan

di perairan, maupun sumberdaya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan

lain sebagainya.

2. Modal Fisik (Physical Capital). Modal fisik merupakan modal yang

berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain

sebagainya.

3. Modal Manusia (Human Capital). Modal ini merupakan modal utama apalagi

pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja

yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan,

keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes). Modal ini berupa uang,

yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai,

tabungan, ataupun akses dan pinjaman.

5. Modal Sosial (Social Capital). Modal ini merupakan gabungan komunitas

yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang

tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja

(networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan

horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas

akses terhadap kegiatan ekonomi.

Menurut Dharmawan (2007a), livelihood memiliki pengertian yang lebih

luas daripada sekedar means of living yang bermakna sempit sebagai mata

pencaharian semata saja. Strategi nafkah lebih mengarah kepada pengertian

livelihood strategy (strategi penghidupan) yaitu strategi membangun sistem

penghidupan. Dharmawan (2007a) secara lebih jelas menerangkan bahwa strategi

nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu atatupun kelompok

dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memerhatikan

eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang

berlaku. Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah meliputi aspek pilihan

atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Oleh karena itu,

semakin beragam pilihan tersebut sangat memungkinkan terjadinya beragam

strategi nafkah. Sedangkan Dharmawan (2007a) menjelaskan strategi nafkah bisa

dibangun melalui beberapa jalur aktivitas nafkah dan strategi nafkah melalui jalur

kegiatan ekonomi produktif adalah strategi yang paling lazim dikembangkan oleh

individu dan rumahtangga.

Suatu individu atau rumahtangga tidak hanya menerapkan salah satu bentuk

strategi nafkah dalam upaya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup.

Kebutuhan yang semakin meningkat, sementara pekerjaan yang menjadi sandaran

utama mengalami penurunan, mengharuskan mencari tambahan penghasilan

(Iqbal 2004). Oleh karena itu, individu atau rumahtangga perlu melakukan

beberapa bentuk strategi nafkah sekaligus dalam kehidupannya.

Page 23: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

10

Matriks berikut ini menggambarkan strategi nafkah rumahtangga

berdasarkan subyek penelitian.

Tabel 1 Matriks perbandingan strategi nafkah rumahtangga berdasarkan subyek

penelitian

Judul

Penelitian

Subyek

Penelitian

Lokasi

Penelitian

Strategi Nafkah yang

Dibangun

Strategi Nafkah

Berkelanjutan

Bagi

Rumahtangga

Miskin di Daerah

Pesisir

Rumahtangga

miskin daerah

pesisir

Desa Kwanyar

Barat,

Kecamatan

Kwanyar,

Kabupaten

Bangkalan, Jawa

Timur

-Strategi ekonomi: (1)

pola nafkah ganda, (2)

optimalisasi tenaga

kerja rumahtangga, (3)

migrasi

-Strategi sosial: (1)

ikatan kekerabatan, (2)

pertetanggan dan

perkawanan

Strategi Nafkah

Rumahtangga

Petani Tembakau

di Lereng Gunung

Sumbing:

Rumahtangga

petani

tembakau

Desa Wonotirto

dan Desa

Campursari,

Kecamatan Bulu,

Kabupaten

Temanggung

-Strategi nafkah

berlandaskan etika

sosial: (1) strategi

solidaritas vertikal, (2)

strategi solidaritas

horizontal (3) strategi

berhutang (4) strategi

patronase

-Strategi nafkah

berlandaskan

individual-materialism:

(1) strategi akumulasi

(2) strategi manipulasi

komoditas (3) strategi

serabutan (4) strategi

migrasi temporer (3)

strategi produksi

Sistem Nafkah

Rumah Tangga

Petani Kentang di

Dataran Tinggi

Dieng

Rumahtangga

petani kentang

Desa

Karangtengah,

Kecamatan

Batur, Kabupaten

Banjarnegara,

Jawa Tengah

(1) strategi intensifikasi

lahan (on farm) (2)

strategi

mendiversifikasi

sumber nafkah (on farm

dan non farm) yaitu

migrasi dan berdagang

Analisis Tingkat

Kesejahteraan

dan Strategi

Nafkah

Rumahtangga

Petani

Transmigran

Rumahtangga

petani

transmigran

Distrik Masni,

Kabupaten

Manokwari,

Papua Barat

(1) strategi nafkah pola

nafkah berserak, (2)

strategi nafkah pola

nafkah ganda, (3)

strategi nafkah pola

nafkah berbasis bantuan

Sumber: hasil studi pustaka penulis

Page 24: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

11

Masitoh (2005) mengatakan bahwa terdapat enam bentuk strategi nafkah

yang dilakukan rumahtangga petani yaitu sebagai berikut:

1. Strategi waktu (pola musiman), strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan

saat-saat tertentu/peristiwa tertentu yang terjadi;

2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan

dengan memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk

melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing;

3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan

lahan pertanian secara maksimal;

4. Strategi spasial, strategi ini dilakukan dengan berbasiskan rekayasa

sumberdaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga

guna mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga;

5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara

menganekaragamkan nafkah; dan

6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan

memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan produksi.

Konsep Kelentingan

Kelentingan atau resiliensi secara etimologis diadaptasi dari bahasa Inggris

yaitu resilience. Berdasarkan Oxford Advance Dictionary, resilience is the ability

of people or things to feel better quickly after something unpleasant, such as

shock, injury, etc. Pengertian lebih lanjut bahwa kelentingan adalah kemampuan

manusia atau benda-benda untuk merasa lebih baik dengan cepat setelah

mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Hal yang tidak menyenangkan

tersebut misalnya seperti mengalami guncangan, mendapatkan cedera, dan lain-

lain yang merupakan tekanan-tekanan yang sebenarnya sering terjadi dalam

kehidupan kita. Kelentingan ini merupakan daya atau kemampuan untuk kembali

ke bentuk semula. Menurut Sapirstein (2006), kelentingan adalah kemampuan

individu ataupun kelompok dalam menghadapi krisis internal atau eksternal dan

tidak hanya menyelesaikannya secara efektif tetapi juga belajar dari hal tersebut,

menjadi lebih kuat oleh hal tersebut, dan muncul perubahan dari hal tersebut.

Gibbs dan Bromley (1989) dalam Darusman (2001) menjelaskan kelentingan

(resiliensi) sebagai suatu kemampuan untuk mengakomodasi terhadap tekanan-

tekanan atau gangguan-gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa.

Selanjutnya, Holling (1973) menyatakan bahwa kelentingan atau resiliensi

adalah properti dari sebuah sistem dan persisten atau kemungkinan dari

kepunahan adalah hasilnya. kemudian, Siebert (2005) dalam Wijayani (2008)

memaparkan dalam bukunya, The Resiliency Advantage, bahwa kelentingan

(resiliensi) adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup

pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan,

bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara

yang lama dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan

menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Sebuah proses,

kemampuan seseorang atau hasil dari adaptasi yang berhasil meskipun

berhadapan dengan situasi yang mengancam merupakan daya lenting (resiliensi)

yang ada dalam individu maupun kelompok (Marten, Best, dan Garmezy dalam

Wijayani 2008).

Page 25: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

12

Kerangka Pemikiran

Kerusakan hutan dan ekosistem di hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy

mengakibatkan krisis ekologi di bagian hilir berupa banjir rob yang menyebabkan

sawah/lahan pertanian milik petani menjadi tergenang. Hal ini mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang menggantungkan

hidupnya pada sumberdaya alam dalam hal ini lahan pertanian. Krisis ekologi

menjadi ancaman bagi rumahtangga petani apabila frekuensi terjadinya

krisis/bencana berlangsung terus menerus dan dalam periode yang lama. Hal ini

akan mengakibatkan perubahan ketersediaan sumberdaya alam yang biasa

dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber nafkah rumahtangga mereka. Banjir

yang menggenangi lahan-lahan pertanian mempengaruhi komposisi struktur

nafkah yaitu tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran rumahtangga petani.

Perubahan struktur nafkah ini mendorong petani melakukan strategi nafkah

untuk tetap bisa bertahan hidup dan menjaga agar tingkat pengeluaran tidak jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan. Strategi nafkah yang

diterapkan rumahtangga petani juga berubah seiring dengan kemampuan

rumahtangga tersebut memanfaatkan livelihood asset dari Ellis (2000) berupa

lima modal sumberdaya dimanfaatkan seefektif mungkin. Strategi nafkah yang

diterapkan oleh rumahtangga petani akan menggambarkan kelentingan dari

rumahtangga tersebut. Rumahtangga petani dikatakan lenting apabila setiap

terjadi bencana pada sumber-sumber nafkah utama tetapi rumahtangga itu tetap

bertahan sedangkan rumahtangga petani dikatakan tidak lenting apabila rentan

terhadap guncangan krisis yang mengancam sumber nafkah utama mereka.

Berikut ini adalah kerangka pemikiran mengenai hubungan-hubungan antar

variabel yang akan menjadi dasar dari penelitian ini:

Keterangan: Mempengaruhi

Berhubungan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Variasi Strategi

Nafkah

Komposisi struktur nafkah

- Tingkat pendapatan

- Tingkat pengeluaran

Tingkat Kelentingan

Nafkah

Tingkat Pemanfaatan

Livelihood Asset

Dampak Krisis

Ekologi

Page 26: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

13

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang

dapat ditarik adalah:

1) Diduga ada pengaruh antara tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran

dengan variasi strategi nafkah

2) Diduga ada hubungan antara tingkat kelentingan nafkah dengan variasi

strategi rumahtangga petani

3) Diduga ada hubungan antara tingkat pemanfaatan livelihood asset dengan

variasi strategi nafkah rumahtangga petani

Definisi Konseptual

1) Krisis ekologi adalah suatu keadaan di mana sistem ekologi mengalami

ketidakstabilan kesetimbangan pertukaran energi-materi dan informasi, yang

mengakibatkan ketidakseimbangan pada fungsi-fungsi distribusi serta

akumulasi energi-materi antara satu organisme dengan organisme lain dan

alam lingkungannya.

2) Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun

kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap

memerhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai

budaya yang berlaku.

3) Rumahtangga petani adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami

sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama

serta menyatukan pendapatannya yang sumber utamanya berasal dari sektor

pertanian.

Definisi Operasional

Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang

jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional

dan pengukuran peubah dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Tingkat pendapatan adalah jumlah pemasukan yang diterima oleh responden

dalam periode waktu satu tahun yang telah dikurangi dengan biaya-biaya

produksi, baik yang diperoleh dari mata pencaharian utama (pertanian)

maupun dari luar mata pencaharian utama (selain pertanian). Penentuan

kategori tingkat pendapatan menggunakan sebaran kurva normal, yaitu:

a. Pendapatan rendah jika < x - ½ sd

b. Pendapatan sedang jika x – ½ sd < x < x + ½ sd

c. Pendapatan tinggi jika > x + ½ sd

2) Livelihood Asset adalah lima modal sumberdaya yang dimanfaatkan dalam

penerapan strategi nafkah. Kelima modal tersebut antara lain:

a. Modal manusia dapat dilihat dari pendidikan dan penggunaan tenaga kerja

(apakah dari keluarga atau luar keluarga).

Page 27: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

14

b. Modal fisik dapat dilihat dari kepemilikan aset produksi, pemilikan rumah

dan barang berharga lain, serta transportasi.

c. Modal finansial dapat dilihat dari penggunaan tabungan, investasi, dan

modal usaha.

d. Modal sosial dapat dilihat dari jaringan kerja (networking) dengan

penyedia pinjaman modal usaha, penyedia input produksi, dan distributor

hasil usaha.

e. Modal sumberdaya alam dapat dilihat dari keadaan sumberdaya tanah,

kayu-kayuan, air, dan hewan buruan dalam hutan.

3) Tingkat pengeluaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden

untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya dalam periode waktu satu

tahun baik biaya konsumsi pangan maupun nonpangan. Penentuan kategori

tingkat pengeluaran menggunakan sebaran kurva normal, yaitu:

d. Pengeluaran rendah jika < x - ½ sd

e. Pengeluaran sedang jika x – ½ sd < x < x + ½ sd

f. Pengeluaran tinggi jika > x + ½ sd

4) Tingkat kelentingan nafkah adalah besar kemampuan individu untuk bertahan

dan menstabilkan kondisi rumahtangganya saat terjadi guncangan krisis.

Tingkat kelentingan nafkah dianalisis secara deskriptif merujuk pada aspek

berikut: (a) Saving capacity; (b) Ketersediaan kesempatan kerja di luar; (c)

Kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar; (d) Ketersediaan modal

sosial; (e) Ketersediaan teknologi pendukung; (f) Kegiatan mengekstraksi

sumberdaya; (g) Pengurangan jatah makan.

a. Rumahtangga petani lenting jika mampu bertahan dari ancaman krisis dan

memanfaatkan aspek kelentingan yang dimiliki

b. Rumahtangga petani tidak lenting jika tidak mampu bertahan dari ancaman

krisis, semakin miskin dari sebelumnya, terjadi kelaparan dalam

rumahtangga tersebut.

Page 28: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

15

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei, yaitu penelitian

pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian

explanatory merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-

variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya

(Singarimbun dan Effendi 2008).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh

pendekatan kualitatif untuk memperoleh data primer. Pendekatan kuantitatif

dilakukan dengan survei yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan

data yang utama (Singarimbun dan Effendi 2008). Pendekatan kualitatif dilakukan

dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap

informan yang dipilih melalui metode snowball. Kedua pendekatan tersebut juga

dilengkapi dengan penelusuran literatur untuk memperoleh data sekunder.

Lokasi Dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di RW 01, RW 05, RW 07, dan RW 08 Dusun

Cihideung, Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran,

Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive berdasarkan

beberapa pertimbangan dan diperoleh berdasarkan data Pemerintah Kecamatan

Padaherang.

Pertimbangan pertama, Desa Ciganjeng merupakan wilayah bagian hilir dari

Daerah Aliran Sungai Citanduy yang termasuk dalam zona sungai yang telah

diberi “lampu merah” oleh beberapa instansi dengan indikasi sungai yang telah

dalam keadaan kritis. Apabila intensitas curah hujan tinggi maka Desa Ciganjeng

khususnya empat RW yang menjadi lokasi penelitian terendam banjir baik lahan

persawahan maupun yang masuk ke rumah warga. Hal ini terjadi akibat krisis

ekologi yang terjadi di bagian hulu dari DAS Citanduy tersebut.

Pertimbangan kedua, data Pemerintahan Desa Ciganjeng Tahun 2012

menunjukkan bahwa dari 4 241 jiwa penduduk di Desa Ciganjeng, 2 075 jiwa

bermatapencaharian di bidang pertanian termasuk di dalamnya adalah buruh tani.

Sisanya bermatapencaharian di bidang non pertanian misalnya pedagang,

pengrajin, supir hingga buruh bangunan. Data tersebut menunjukkan bahwa

mayoritas penduduk Desa Ciganjeng bermatapencaharian di bidang pertanian

yang bergantung pada sumberdaya alam yang ada. Berdasarkan data dan

informasi tersebut maka dipilihlah RW 01, RW 05, RW 07, dan RW 08 Desa

Ciganjeng sebagai lokasi penelitian dengan permasalahan penelitian mengenai

dampak krisis ekologi terhadap strategi nafkah rumahtangga petani di pedesaan.

Kegiatan penelitian meliputi penyusunan skripsi, kolokium, pengambilan

data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang

skripsi dan perbaikan laporan hasil penelitian. Semua kegiatan tersebut dilakukan

dalam kurun waktu bulan Juni 2013 – Januari 2014.

Page 29: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

16

Penentuan Responden Dan Informan Penelitian

Unit analisis yang diambil oleh peneliti adalah rumahtangga yang salah satu

anggotanya bekerja sebagai petani. Alasan rumahtangga menjadi unit analisis

penelitian adalah karena rumahtangga berperan penting dalam pengambilan

keputusan dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan

bentuk strategi nafkah yang digunakan. Selanjutnya, informasi dan data penelitian

diperoleh melalui responden dan informan. Responden adalah pihak yang

memberikan keterangan mengenai dirinya dan keluarganya, sedangkan informan

adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi mengenai situasi-situasi

yang terjadi di sekitarnya.

Dalam penelitian ini, responden yang ditentukan adalah kepala rumahtangga

atau ibu yang mengurus rumahtangga yang lokasi pemukimannya berada di desa

sekitar hutan dan termasuk ke dalam kategori rumahtangga petani. Sebelum

pengambilan responden, terlebih dahulu dibuat kerangka sampling (sampling

frame) dari seluruh rumahtangga petani di desa. Selanjutnya diambil sampel

sebanyak 35 responden dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana

(simple random sampling) dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel.

Teknik ini dipilih karena unit analisis rumahtangga bersifat homogen. Sedangkan

untuk memperoleh nama informan-informan, digunakan teknik penarikan sampel

bola salju (snowball sampling) yakni mengetahui satu nama informan dan dari

informan tersebut kemudian diketahui nama informan-informan yang lain.

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data dan informasi

di lokasi penelitian adalah pendekatan kuantitafif dan kualitatif. Pendekatan

kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang

mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Efendi 2008). Selain itu, data

yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung.

Kuesioner diberikan kepada responden dan peneliti membantu responden dalam

pengisian kuesioner tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam

pengisian. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman

pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya.

Observasi langsung dilakukan untuk memperoleh gambaran keadaan desa dan

masyarakat secara langsung serta untuk kebutuhan dokumentasi.

Selain data primer, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu

data yang dikumpulkan dan sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder ini

diperoleh melalui kajian pustaka dan analisis berbagai literatur yang terkait

dengan kondisi desa, peta lokasi penelitian, penguasaan lahan/tanah, dan dokumen

tertulis lainnya. Selain itu, peneliti juga membuat catatan harian selama proses

pengumpulan data di lapangan untuk melengkapi bagian yang kurang pada data

primer dan data sekunder. Kemudian, data primer dan data sekunder digunakan

untuk saling mendukung satu sama lain dan menyempurnakan hasil penelitian.

Page 30: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

17

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh, baik primer maupun sekunder, akan diolah

menggunakan Microsoft Excel 2007. Data hasil kuesioner akan dicatat apa adanya

dan dilakukan analisis serta interpretasi untuk menarik kesimpulan tentang hasil

kuesioner. Data mengenai tingkat pendapatan akan diolah dengan cara

pengkategorian (pertanian dan non pertanian) dan dicari rata-rata pendapatannya

per tahun. Kemudian setelah itu dibuat kurva sebaran normal untuk melihat

tingkatan pendapatan dari masing-masing responden berdasarkan standar

deviasinya.

Rendah Menengah Tinggi

x - ½ sd x + ½ sd

Gambar 2 Kurva Sebaran Normal

Data kualitatif sendiri akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif,

yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data

dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung

menjawab perumusan masalah. Kemudian, data akan disajikan dalam bentuk teks

naratif, matriks, tabel, atau bagan. Setelahnya, baru ditarik kesimpulan sesuai

dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Page 31: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

18

Page 32: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

19

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai profil lokasi penelitian yang terbagi ke

dalam beberapa sub bab. Sub bab yang pertama membahas mengenai gambaran

Desa Ciganjeng. Sub bab kedua membahas tentang kondisi demografi penduduk

Desa Ciganjeng.

Gambaran Desa Ciganjeng

Secara administratif, Desa Ciganjeng termasuk dalam wilayah Kecamatan

Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Desa Ciganjeng,

Kecamatan Padaherang sebelumnya masuk ke dalam wilayah administratif

Kabupaten Ciamis lalu kemudian terjadi pemekaran wilayah dan menjadi bagian

dari Kabupaten Pangandaran beserta sembilan kecamatan lain yang dahulu masuk

wilayah Kabupaten Ciamis. Batas wilayah Desa Ciganjeng adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Desa Sindangwangi

2. Sebelah barat : Desa Bojong Sari, Desa Tunggilis Kec. Kalipucang

3. Sebelah timur : Desa Sukanagara, Jawa Tengah

4. Sebelah selatan : Desa Tunggilis Kec. Kalipucang

Jarak Desa Ciganjeng ke kantor Kecamatan Padaherang adalah lima km dan

dapat ditempuh selama ±15 menit bila menggunakan kendaraan bermotor. Jarak

desa ke kantor pemerintahan Kabupaten Pangandaran adalah 96 km dan dapat

ditempuh selama ±45 menit bila menggunakan kendaraan bermotor. Luas wilayah

Desa Ciganjeng sebesar 749.744 hektar atau 7.50 km2 dan 75 persen dari jumlah

tersebut merupakan lahan pertanian yaitu sebesar 418 hektar dan selebihnya

digunakan untuk pemukiman dan juga hutan rakyat. Berdasarkan keadaan tersebut

maka sebagian besar mata pencaharian utama masyarakatnya adalah petani. Dua

pertiga wilayah Desa Ciganjeng merupakan dataran rendah dan sepertiganya

adalah bagian pegunungan berbukit dan berlereng. Oleh karena itu, iklim wilayah

ini antara 25 derajat hingga 37 derajat celcius walaupun terkadang pada pagi hari

bisa mencapai 18 derajat hingga 19 derajat celcius. Dengan iklim seperti itu,

tanaman pokok yang ditanam oleh para petani di Desa Ciganjeng adalah padi

sawah selebihnya tanaman hortikultur yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan

sehari-hari seperti sayur-sayuran serta pohon kelapa yang dimanfaatkan dan

kemudian diolah menjadi gula aren.

Desa Ciganjeng ini juga dilalui oleh Sungai Ciseel dan Sungai Citanduy

serta terdapat tiga aliran sungai lokal yaitu Sungai Ciganjeng, Sungai Kedung

Palungpung, dan Sungai Cirapuan. Tidak heran apabila di musim hujan setiap

tahunnya desa ini selalu dilanda banjir yang berasal dari air sungai yang meluap

dan menggenangi lahan pertanian dan pemukiman kurang lebih 355 hektar

sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Banjir yang sering

menggenangi wilayah Ciganjeng membuat masyarakat memiliki perahu kecil per

rumah sebagai bentuk antisipasi ketika banjir. Selain itu, sebagian besar keluarga

juga memiliki motor dan sepeda sebagai alat transportasi utama karena

wilayahnya yang jauh dan tidak ada kendaraan umum untuk masuk ke dalam

desa.

Page 33: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

20

Berikut ini Tabel 2 yang menunjukkan penggunaan luas lahan di Desa

Ciganjeng.

Tabel 2 Luas lahan menurut penggunaannya di Desa Ciganjeng tahun 2012

No Peruntukan Lahan Luasan (Ha)

1 Sawah 418

2 Pemukiman dan pekarangan 161.229

3 Tegal, kebun, ladang (huma) 64.280

4 Hutan rakyat 90.062

5 Pertokoan dan pasar desa 0.130

6 Kantor dan sekolah 0.640

7 Tempat peribadatan dan keagamaan 0.273

8 Pemakaman 1.915

9 Lapangan 0.450

10 Jalan desa dan infrastruktur 3.110

11 Lainnya 9.970

Sumber: Data Monografi Desa Ciganjeng 2012

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah luas sawah yang dapat

dimanfaatkan dan dimaksimalkan lebih dari setengah luas seluruh desa namun

akibat banjir yang melanda setiap tahun, luas sawah tersebut tidak seluruhnya

dapat ditanami. Sawah yang biasanya terendam banjir lebih lama adalah yang

berada di sisi sungai. Sawah mendapatkan pasokan air dari sistem irigasi yang

juga berasal dari sungai salah satunya Sungai Cirapuan. Di sungai Cirapuan juga

terdapat kincir air.

Pemukiman warga menyebar di tiga dusun tetapi bentuknya berkumpul

beberapa rumah lalu begitu seterusnya. Ada juga pemukiman yang memanjang di

belakang tanggul Sungai Cirapuan. Tempat peribadatan menyebar di seluruh desa

bahkan setiap RT memiliki musholla sendiri-sendiri. Sekolah yang ada di Desa

Ciganjeng hanya Sekolah Dasar sedangkan SMP dan SMA ada di desa lain.

Kondisi Demografi

Penduduk dan Mata Pencaharian

Desa Ciganjeng terdiri dari tiga dusun yaitu Pasar, Babakansari, dan

Cihideung. Dusun Pasar terdiri dari dua RW dan delapan RT, Dusun Babakansari

terdiri dari tiga RW dan sembilan RT, dan Dusun Cihideung terdiri dari tiga RW

dan sepuluh RT. Berdasarkan data monografi desa tahun 2012, penduduk Desa

Ciganjeng tercatat sejumlah 4 868 jiwa, dengan proporsi laki-laki sebanyak 2 426

jiwa dan perempuan sebanyak 2 442 jiwa. Seluruh total jiwa tersebut terbagi

dalam 1 641 Kepala Keluarga. Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk

desa Ciganjeng dapat dibagi lagi seperti dalam tabel 3 berikut.

Page 34: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

21

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Ciganjeng tahun

2012

No Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa)

1 0 – 4 274

2 5 – 9 338

3 10 – 14 385

4 15 – 19 432

5 20 – 24 380

6 25 – 29 352

7 30 – 34 306

8 35 – 39 339

9 40 – 44 362

10 45 – 49 377

11 50 – 54 323

12 55 – 59 310

13 ≥ 60 722

Total 4 868

Sumber: Data Monografi Desa Ciganjeng 2012

Jumlah penduduk usia produktif (usia kerja) yaitu antara 10 tahun sampai 64

tahun di Desa Ciganjeng lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usia

nonproduktifnya. Sebagaimana umumnya, tidak semua penduduk yang termasuk

dalam usia kerja tergolong dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi

dengan berbagai alasan. Salah satunya alasannya adalah usia 10 tahun sampai usia

18 tahun masih termasuk dalam usia sekolah yang menjadi tanggungan orangtua.

Dengan kondisi wilayah desa yang dua pertiganya merupakan dataran

rendah dan luas lahan pertanian yang meliputi 75 persen dari total luas wilayah,

sebagian besar mata pencaharian utama penduduk adalah petani terutama petani

padi sawah. Sebesar 76 persen penduduk bermata pencaharian sebagai petani, 13

persen sebagai buruh tani, 9 persen berusaha di bidang non pertanian seperti

pedagang, pengrajin, dan lain-lain serta 2 persen lainnya berprofesi sebagai

Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, dan pensiunan. Macam pekerjaan yang

muncul ini bergantung pada kemampuan setiap individu namun juga fasilitas yang

ada di desa. Tidak ada industri besar di Desa Ciganjeng namun yang ada hanya

industri kecil yang memproduksi produk olahan makanan hingga usaha konveksi

jahit.

Berikut ini gambar yang menunjukkan persentase penduduk di Desa

Ciganjeng berdasarkan jenis mata pencahariannya menurut data monografi yang

dimiliki desa.

Page 35: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

22

Sumber: Data Monografi Desa Ciganjeng 2012

Gambar 3 Persentase penduduk Desa Ciganjeng berdasarkan jenis mata

pencaharian tahun 2012

Banjir yang setiap tahun menggenangi Desa Ciganjeng mengancam

penduduk yang bermata pencaharian utama di bidang pertanian yang bergantung

pada kondisi alam. Meskipun begitu, banjir tidak membuat para petani berhenti

menjadi petani dan justru mereka tetap menanami kembali sawahnya apabila

banjir telah surut.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di suatu desa dapat menggambarkan tingkat

kemajuan pembangunannya karena terkait dengan kualitas sumberdaya

manusianya. Semakin baik kualitas sumberdaya manusia maka akan berakibat

tingginya kemajuan pembangunan suatu wilayah karena potensi yang ada dapat

dimaksimalkan dengan baik. Berdasarkan data monografi desa, dari total jumlah

penduduk Desa Ciganjeng, sebanyak 12 persen penduduk tidak tamat SD, 61

persen penduduk tamat SD, 15 persen penduduk tamat SMP dan sederajat, 10

persen penduduk tamat SMA dan sederajat, serta 2 persen penduduk lainnya tamat

Perguruan Tinggi mulai dari tingkat diploma satu hingga strata tiga. Berikut ini

grafik yang menunjukkan persentase penduduk Desa Ciganjeng berdasarkan

tingkat pendidikannya.

76%

13%

9%

2%

Persentase Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Desa Ciganjeng

Petani

Buruh tani

Usaha non pertanian

Lainnya

Page 36: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

23

Sumber: Data Monografi Desa Ciganjeng 2012

Gambar 4 Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciganjeng

tahun 2012

Penduduk Desa Ciganjeng yang tidak tamat SD sebagian besar adalah

penduduk berusia lanjut yang dahulu belum mengutamakan pendidikan. Berbeda

dengan sekarang, orangtua mulai mendorong anak-anak mereka untuk memiliki

pendidikan yang lebih baik walaupun harus mengirimkan mereka ke luar desa.

Tingkat pendidikan yang masih rendah ini membuat penduduk bertahan memilih

mata pencaharian utama sebagai petani yang sudah dilakukan turun temurun.

Kondisi Sosial

Penduduk Desa Ciganjeng merupakan penduduk dataran rendah yang

mayoritas bekerja di sektor pertanian terutama padi sawah. Mereka tinggal dalam

rumah-rumah yang berdekatan sehingga intensitas interaksi antar tetangga tinggi.

Intensitas interaksi yang tinggi semakin memperkuat ikatan-ikatan kekeluargaan

dan kekerabatan yang ada. Ikatan-ikatan ini membentuk suatu modal sosial yang

pada akhirnya menjadi salah satu strategi masyarakat untuk bertahan hidup.

Petani adalah mata pencaharian utama penduduk Desa Ciganjeng karena

luas lahan pertanian yang tersedia pun cukup luas. Selain itu, tingkat pendidikan

yang masih rendah juga menyebabkan penduduk tidak memiliki banyak alternatif

pilihan kegiatan nafkah yang lain. Penduduk golongan tua rata-rata tidak

bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar tetapi seiring berjalannya waktu

mereka mendorong anak-anaknya untuk menyelesaikan pendidikan setinggi

mungkin paling tidak sampai SMP. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran

penduduk akan pentingnya pendidikan sudah muncul walaupun pada

kenyataannya masih sedikit yang tamat Perguruan Tinggi dengan berbagai faktor

lain.

Mayoritas penduduk Desa Ciganjeng adalah beragama Islam. Masing-

masing RW juga memiliki musholla dan masjid masing-masing yang cukup baik.

Setiap waktu sholat, masyarakat menyempatkan untuk sholat berjamaah. Hal ini

12%

61%

15%

10%2%

Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Ciganjeng

Tidak tamat SD

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Perguruan Tinggi

Page 37: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

24

juga sebagai salah satu bentuk penguatan ikatan kekerabatan dalam masyarakat itu

sendiri. Selain itu, hubungan interaksi antar tetangga terjalin baik. Hal ini

dibuktikan dengan tradisi saling membantu apabila tetangga sedang mengadakan

hajatan atau ada yang tertimpa musibah. Tanpa diminta pun semua tetangga akan

membantu untuk meringankan beban tetangganya yang lain. Gotong royong pun

menjadi norma yang dianut dalam masyarakat.

Krisis Ekologi

Krisis ekologi yang terjadi di Desa Ciganjeng berupa banjir dan kekeringan.

Keduanya terjadi secara bergantian sepanjang tahun dengan intensitas yang

berbeda. Banjir terjadi pada awal dan akhir tahun sedangkan kekeringan terjadi

pada pertengahan tahun. Krisis ini telah terjadi sejak puluhan tahun silam karena

togografi wilayah desa sendiri dilalui oleh beberapa aliran sungai yang ketika

hujan datang dan tidak mampu menahan debit air maka air tersebut meluap dan

membanjiri lahan sawah yang ada di Desa Ciganjeng bahkan hingga masuk ke

rumah-rumah warga terutama yang ada di pinggiran tanggul sungai. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banjir terjadi mulai musim hujan

datang yaitu pada bulan Oktober hingga April. Banjir terjadi pasang surut

sehingga petani harus menanam berkali-kali sawahnya dan akibatnya biaya yang

dikeluarkan untuk modal produksi lebih tinggi.

Banjir terjadi akibat luapan sungai Citanduy yang juga sudah masuk ke

dalam sungai dengan zona merah. Zona merah berarti sungai yang sudah dalam

kondisi tidak baik. Luapan sungai Citanduy tersebut kemudian masuk ke anak-

anak sungai seperti sungai Kedungpalungpung, sungai Cirapuan, dan sungai

Ciseel lalu bila tidak mampu tertahan oleh tanggul-tanggul yang telah dibangun,

air sungai tersebut meluap hingga merendam puluhan sampai ratusan hektar lawan

sawah dan bahkan jika debit luapan air terlalu besar dapat masuk ke rumah-rumah

warga. Banjir yang merendam areal persawahan di Ciganjeng terjadi pasang surut.

Lama terjadinya banjir bisa mencapai 2-3 minggu kemudian surut selama

beberapa hari kemudian datang lagi. Areal persawahan Desa Ciganjeng menjadi

langganan banjir juga disebabkan oleh letaknya yang lebih rendah dibandingkan

permukaan air sungai Citanduy. Pengupayaan pencegahan banjir yang telah

dilakukan adalah membangun tanggul di sekitar sungai-sungai yang berbatasan

langsung dengan sawah masyarakat namun hal itu belum mampu menghambat

banjir melainkan menyebabkan banjir yang lebih parah.

Berdasarkan catatan Kompas edisi Rabu, 28 September 1986, banjir di Desa

Ciganjeng ini pertama kali diberitakan di media cetak3. Sebanyak 39 rumah

penduduk dan 190 hektar padi yang telah menguning terendam banjir saat itu.

Hingga saat ini banjir terjadi setiap tahun dengan luas wilayah sawah yang

terendam makin luas. Berdasarkan catatan Pikiran Rakyat online edisi Minggu, 22

Desember 2013, banjir menggenangi areal persawahan di Desa Ciganjeng dan

Tunggilis seluas 500 hektar dengan kerugian ditaksir lebih dari Rp400 juta4.

3 Adaptasi bencana: padi apung untuk siasati banjir. April 2013. Dapat diakses pada

http://omahkendeng.org/2013-04/1518/padi-apung-untuk-siasati-banjir/ 4 Banjir menggenangi sawah, petani gagal panen. Desember 2013. Dapat diakses pada

http://www.pikiran-rakyat.com/node/263313

Page 38: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

25

Frekuensi banjir di Desa Ciganjeng setiap tahunnya tidak dapat diprediksi lagi

karena musim pun semakin hari semakin bergeser. Sepuluh tahun yang lalu,

masyarakat masih bisa memprediksi bulan-bulan apa saja kemungkinan terjadinya

banjir namun sekarang masyarakat sudah sulit memprediksinya.

Selain banjir, krisis ekologi yang terjadi di Desa Ciganjeng adalah

kekeringan. Kekeringan terjadi mulai bulan Juli hingga September. Kekeringan

ini terjadi biasanya tidak lama setelah banjir terakhir surut. Akibatnya, petani

semakin rugi akibat sawahnya tidak mampu berproduksi. Kekeringan yang terjadi

juga menyebabkan air sumur warga berkurang dan terpaksa mencari sumber air

yang lain. Selama tahun 2013, kekeringan terjadi selama bulan Agustus hingga

pertengahan November. Seluruh tanah retak dan akhirnya padi yang telah

ditanami menjadi kering dan tidak dapat dipanen padahal petani baru menanam

kembali sawahnya setelah banjir.

Page 39: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

26

Page 40: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

27

KARATERISTIK PETANI DI DESA CIGANJENG

Bab ini menguraikan mengenai karateristik responden yang terbagi ke

dalam beberapa sub bab. Sub bab yang pertama membahas mengenai umur dan

tingkat pendidikan responden. Sub bab kedua membahas tentang jenis mata

pencaharian responden. Sub bab ketiga membahas tentang tingkat penguasaan

lahan yang dimiliki responden. Akhir bab ini juga diberikan ikhtisar singkat yang

menggambarkan keseluruhan isi bab ini.

Usia dan Tingkat Pendidikan Responden

Data primer yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa dari 35

responden di Desa Ciganjeng, rata-rata usia responden yang terlibat dalam usaha

pertanian adalah 52 tahun dengan kisaran usia antara 28 sampai 75 tahun. Semua

yang terlibat dalam usaha pertanian adalah kepala rumahtangga masing-masing

responden. Dalam penelitian ini, tingkat responden dapat dikategorikan menjadi

lima, yaitu kategori sangat rendah (tidak sekolah), rendah (SD/sederajat), sedang

(SMP/sederajat), tinggi (SMA/sederajat), dan sangat tinggi (tamat Perguruan

Tinggi). Data primer primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden,

rata-rata pendidikan hanya sampai SD/sederajat dan itu pun tidak semua yang

berhasil menamatkannya hingga mendapatkan ijazah.

Sumber: data primer

Gambar 5 Persentase tingkat pendidikan responden rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng tahun 2013

5,71

85,71

5,710,00

2,86

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan

Tinggi

Per

sen

tase

(%

)

Tingkat pendidikan

Persentase Tingkat Pendidikan Responden

Page 41: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

28

Gambar 5 menunjukkan bahwa 85.71 persen responden hanya sampai pada

tingkat pendidikan SD/sederajat. Hal ini semakin terlihat miris karena tidak 100

persen dari 85.71 persen ini mampu menamatkan pendidikan dasarnya dan putus

sekolah di kelas 3-4. Selain itu, hanya 5.71 persen dari 35 responden yang mampu

mencapai tingkat pendidikan SMP/sederajat. Sebanyak 5.71 persen responden

bahkan tidak sekolah dan tidak bisa menulis. Hanya 2.86 persen lain yang mampu

menyelesaikan pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Data tersebut menunjukkan

bahwa tingkat pendidikan akhir petani tergolong dalam tingkat pendidikan rendah.

Rendahnya tingkat pendidikan akhir yang dapat ditempuh petani ini salah

satunya disebabkan dari keadaan ekonomi rumahtangga yang rendah pula.

Keadaan ekonomi rumahtangga yang rendah menyebabkan ketidakmampuan

petani untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan akhirnya terlibat

untuk mencari nafkah bagi rumahtangga masing-masing. Bapak AWD (75 tahun)

adalah salah satu responden yang tidak sekolah.

“Dulu kan adanya Sekolah Rakyat Neng, cuma yang punya uang saja yang bisa

sekolah. Daripada uangnya untuk sekolah lebih baik untuk makan sehari-hari

lagipula jaman itu tidak penting sekolah yang penting bisa nyangkul, nanem, dan

kerja apa aja juga ngga butuh ijazah.”

Pada zaman dahulu, pekerjaan dapat diperoleh tanpa persyaratan pendidikan

yang terlalu tinggi karena jenis pekerjaannya pun lebih banyak menggunakan

tenaga. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih belum

tinggi. Contoh responden lain yang dapat menempuh pendidikan hingga tingkat

SD adalah Bapak AWG (65 tahun).

“Saya mah SD juga ngga tamat Neng Cuma sampai kelas 5 aja. Istri juga sama

cuma sampe 5 lah jaman dulu mah yang penting bisa nyambel, bisa masak udah

aja. Dulu mah panen juga ngga punya buat bayar sekolahnya.”

Pendidikan yang rendah membatasi ruang lingkup pekerjaan yang dapat

dilakukan oleh rumahtangga petani. Hal ini semakin diperburuk dengan

terbatasnya kemampuan individu yang dimiliki oleh rumahtangga petani.

Pendidikan yang rendah hanya mampu mendorong anggota rumahtangga bekerja

di bidang-bidang yang tidak mensyaratkan pendidikan dan intelektualitas

melainkan lebih mengutamakan kemampuan tenaga seperti buruh tani, buruh

bangunan, pembantu rumahtangga, dan lain-lain.

Jenis Kelamin Responden

Data primer di lapangan menunjukkan bahwa lebih banyak laki-laki yang

bekerja di sektor pertanian dibandingkan dengan perempuan. Perempuan hanya

membantu laki-laki yang dalam hal ini adalah kepala rumahtangga itu sendiri.

Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 4.

Page 42: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

29

Tabel 4 Frekuensi dan persentase jenis kelamin responden rumahtangga petani di

Desa Ciganjeng tahun 2013

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 30 85.70

Perempuan 5 14.30

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Tabel 4 menunjukkan bahwa 85.7 persen dari 35 responden petani berjenis

kelamin laki-laki dan hanya 14.3 persen saja yang berjenis kelamin perempuan.

Dalam masing-masing rumahtangga responden, usaha di sektor pertanian

dominan dilakukan laki-laki walaupun begitu perempuan ikut terlibat dalam

proses usahanya bahkan ada yang menjadi buruh tani untuk menambah

pendapatan rumahtangga. Salah satu responden laki-laki yang menjadi pencari

nafkah utama di sektor pertanian adalah Bapak AWG (65 tahun).

“Saya yang ke sawah kok Neng tapi Ibu juga bantu-bantu misalnya nandur sama

ibu-ibu yang lain. Tapi biasanya saya mengerjakan pekerjaan yang berat kalau

Ibu mana bisa. Biar aja Ibu di rumah jagain anak waktu dulu masih pada kecil-

kecil tapi pas udah pada besar Ibu ikut bantu. Lumayan ngurangin biaya

ngeburuhin orang”

Perempuan juga ikut terlibat dalam proses usaha tani namun perannya tidak

lebih besar dibandingkan laki-laki. Di Desa Ciganjeng, setelah sawah selesai

ditanami maka setiap harinya laki-laki tetap pergi ke sawah atau mencari rumput

untuk pakan ternak sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan rumahtangga.

Ada juga laki-laki yang bekerja menjadi buruh tani di desa lain setelah sawahnya

selesai ditanami.

Status Perkawinan Responden

Status perkawinan menunjukkan banyaknya tanggungan dalam suatu

rumahtangga. Jika berstatus sudah kawin maka jumlah yang ditanggung untuk

dinafkahi lebih banyak dibandingkan yang berstatus janda/duda yang ditinggal

mati. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5 Frekuensi dan persentase status perkawinan responden rumahtangga

petani di Desa Ciganjeng tahun 2013

Status Perkawinan Frekuensi Persentase

Kawin 32 91.4

Janda/Duda 3 8.6

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa responden yang berstatus sudah kawin

lebih banyak dibandingkan dengan yang berstatus janda ataupun duda. Responden

yang berstatus janda atau duda yang ada bukan karena cerai melainkan karena

Page 43: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

30

ditinggal meninggal. Hal ini pun ikut mempengaruhi jumlah pencari nafkah dalam

rumahtangga yang menjadi berkurang terlebih lagi apabila yang meninggal adalah

pencari nafkah utama dalam rumahtangga masing-masing. Contoh kasus

responden yang berstatus janda adalah Ibu DMH (40 tahun).

“Bapak sudah ngga ada Neng sejak lama padahal biasanya yang ke sawah ya

Bapak. Saya sekarang cuma ngebuburuh aja bisanya itupun kalau ada yang minta

kalau ngga ya di rumah aja.”

Ibu DMH berjuang setiap hari untuk mencari uang demi menghidupi

kebutuhannya sendiri karena sudah tidak ada lagi yang menanggung hidupnya

sepeninggal suaminya. Berbeda dengan rumahtangga lain yang memiliki banyak

anak bahkan hingga cucu pun tinggal bersama dalam satu rumahtangga. Semakin

banyak anggota rumahtangga yang ditanggung maka semakin banyak pula

kebutuhan yang harus dipenuhi sedangkan hanya beberapa anggota rumahtangga

yang dapat mencari nafkah dan menghasilkan pendapatan.

Ikhtisar

Rumahtangga petani yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak

35 rumahtangga. Rata-rata usia responden yang terlibat dalam usaha pertanian

adalah 52 tahun dengan kisaran usia antara 28 sampai 75 tahun. Sebesar 85.71

persen responden hanya sampai pada tingkat pendidikan SD/sederajat. Hal ini

terjadi karena pada zaman dahulu orangtua tidak terlalu mementingkan

pendidikan anak-anak mereka namun sekarang hal itu sudah berubah. Pendidikan

bagi anak mulai menjadi prioritas bagi orangtua dengan harapan akan mampu

mengubah nasib keluarga mereka nantinya. Keterbatasan ekonomi juga membuat

orangtua tidak mampu membiayai anak mereka untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.

Data primer di lapangan juga menunjukkan bahwa lebih banyak laki-laki

yang bekerja di sektor pertanian dibandingkan dengan perempuan. Perempuan

hanya membantu laki-laki yang dalam hal ini adalah kepala rumahtangga itu

sendiri. Perempuan ikut terlibat dalam proses usaha tani namun perannya tidak

lebih besar dibandingkan laki-laki. Di Desa Ciganjeng, setelah sawah selesai

ditanami maka setiap harinya laki-laki tetap pergi ke sawah atau mencari rumput

untuk pakan ternak sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan rumahtangga.

Status perkawinan menunjukkan banyaknya tanggungan dalam suatu

rumahtangga. Berdasarkan hasil penelitian, responden yang berstatus sudah kawin

lebih banyak dibandingkan dengan yang berstatus janda ataupun duda. Responden

yang berstatus janda atau duda yang ada bukan karena cerai melainkan karena

ditinggal meninggal.

Page 44: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

31

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI

Bab ini menguraikan mengenai hasil analisis struktur nafkah rumahtangga

petani yang terbagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab yang pertama membahas

mengenai hasil analisis tingkat pendapatan rumahtangga baik dari sektor pertanian

maupun sektor non pertanian. Sub bab kedua membahas mengenai besar

pengeluaran rumahtangga baik untuk konsumsi pangan dan non pangan. Sub bab

ketiga membahas mengenai tingkat saving capacity rumahtangga petani. Akhir

bab ini juga diberikan ikhtisar singkat yang menggambarkan keseluruhan isi bab

ini.

Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumahtangga

Menurut Amalia (2013), struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan

rumahtangga dari berbagai aktivitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota

rumahtangga. Sebagian besar masyarakat di Desa Ciganjeng bermata pencaharian

utama sebagai petani maupun buruh tani. Oleh karena itu, sebagian pendapatan

yang diperoleh suatu rumahtangga dari seluruh anggota rumahtangga yang

bekerja berasal dari sektor pertanian. Pendapatan dari sektor pertanian ini bisa

diperoleh dari mengolah lahan sendiri maupun menggarap lahan orang lain dan

kemudian mendapatkan hasil bagi dengan pemilik lahan. Sektor non pertanian

juga menyumbang pendapatan yang cukup tinggi bagi rumahtangga petani di

Desa Ciganjeng. Pendapatan dari sektor non pertanian ini bisa diperoleh dari mata

pencaharian lain di luar sektor pertanian seperti menjadi pengepul kayu,

berdagang, tukang/buruh bangunan, PNS, pegawai swasta, dan lain-lain.

Penelitian ini menggolongkan rumahtangga petani menjadi tiga kategori,

yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penggolongan ini didasarkan pada rata-rata

jumlah pendapatan yang dihasilkan rumahtangga petani selama satu tahun. Data

primer yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden di

Desa Ciganjeng, rata-rata rumahtangga petani termasuk kategori sedang. Data

lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6 Frekuensi dan persentase kategori responden rumahtangga petani

berdasarkan rata-rata jumlah pendapatan per tahun tahun 2013

Kategori Frekuensi Persentase

≤ 10 908 739 (Bawah) 12 34.29

10 908 740 – 23 589 432

(Menengah)

14 40.00

≥ 23 589 433 (Atas) 9 25.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Tabel 6 menunjukkan bahwa 40 persen dari 35 responden adalah

rumahtangga petani lapisan menengah, sedangkan 34.29 persen termasuk kategori

lapisan bawah dan 25.71 persen lagi termasuk ke dalam kategori lapisan atas.

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rumahtangga petani di Desa

Page 45: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

32

Ciganjeng merupakan rumahtangga lapisan menengah ke bawah. Rumahtangga

petani lapisan atas dicirikan dengan jumlah penguasaan lahan yang cukup besar.

Oleh karena itu, mereka mampu menghasilkan pendapatan yang lebih banyak

dibandingkan dengan rumahtangga petani lapisan menengah ke bawah.

Pendapatan Sektor Pertanian

Pendapatan dari sektor pertanian ini dipengaruhi oleh luas lahan yang

dikuasai oleh masing-masing rumahtangga petani. Semakin besar luas lahan yang

dapat dikuasai oleh rumahtangga maka akan semakin tinggi kesempatan

rumahtangga mendapatkan pendapatan dalam jumlah tinggi. Krisis ekologi yang

mengancam rumahtangga petani di Desa Ciganjeng berupa banjir dan kekeringan

menjadi faktor penghambat yang mengurangi jumlah pendapatan yang dapat

dihasilkan oleh masing-masing rumahtangga.

Berikut adalah grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani dari sektor

pertanian selama satu tahun. Pendapatan sektor pertanian ini termasuk dari hasil

padi sawah, palawija, kayu, peternakan, dan perikanan.

Sumber:data primer

Gambar 6 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng dari

sektor pertanian tahun 2013

Gambar 6 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh

rumahtangga petani lapisan bawah dari sektor pertanian sebesar Rp3 065 000 per

tahun. Rumahtangga petani lapisan menengah memiliki pendapatan dari sektor

pertanian sebesar Rp4 188 571 per tahun sedangkan rumahtangga petani lapisan

atas mendapatkan pendapatan dari sektor pertanian sebesar Rp3 908 066 per

tahunnya. Rata-rata pendapatan yang dihasilkan ini berhubungan dengan jumlah

luas lahan pertanian yang dapat dikuasai oleh masing-masing rumahtangga pada

masing-masing kategori. Semakin besar luas lahan pertanian yang dapat dikuasai

akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masing-masing

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

4000000

4500000

Bawah Menengah Atas

3 065 000

4 188 5713 908 666

Pe

nd

apat

an (

Ru

pia

h)

Kategori Responden

Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Petani dari Sektor Pertanian /tahun

Page 46: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

33

rumahtangga untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Walaupun krisis

ekologi berupa banjir dan kekeringan juga menjadi penghambat jumlah hasil

pertanian yang bisa diperoleh setiap tahunnya, para petani tetap menanam lahan

pertaniannya agar berproduksi. Banjir dan kekeringan yang secara rutin terjadi

membuat masa tanam petani di Desa Ciganjeng pun tidak menentu sehingga

kepastian sumber nafkah dari sektor pertanian menjadi tidak jelas.

Pendapatan Sektor Non Pertanian

Sektor pertanian yang terancam karena adanya krisis ekologi berupa banjir

dan kekeringan yang terjadi di Desa Ciganjeng membuat rumahtangga petani

memaksimalkan sektor non pertanian yang mampu menambah pendapatan

rumahtangga masing-masing. Sektor non pertanian yang dimanfaatkan masing-

masing kategori rumahtangga pun berbeda sesuai dengan kemampuan masing-

masing individu dalam rumahtangga tersebut.

Berikut adalah grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani dari sektor

non pertanian selama satu tahun. Pendapatan sektor non pertanian ini bisa

diperoleh dari hasil dagang kayu atau menjadi pengepul kayu, berdagang, supir,

tukang ojek, gaji PNS dan pegawai swasta maupun hasil usaha pengolahan

membuat gula merah atau keripik.

Sumber: data primer

Gambar 7 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng dari

sektor non pertanian tahun 2013

Gambar 7 menunjukkan bahwa rumahtangga petani lapisan bawah mampu

mendapatkan penghasilan dari sektor non pertanian sebesar Rp3 331 666 per

tahun. Rumahtangga petani lapisan menengah mendapatkan Rp11 410 000 per

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

Bawah Menengah Atas

3 331 666

11 410 000

30 377 777

Pe

nd

apat

an (

Ru

pia

h)

Kategori Responden

Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Petani dari Sektor Non Pertanian /tahun

Page 47: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

34

tahun dari sektor non pertanian sedangkan rumahtangga petani lapisan atas

menghasilkan pendapatan dari sektor ini lebih banyak dari dua golongan yang lain

yaitu sebesar Rp30 377 777 per tahun. Pendapatan rumahtangga petani lapisan

atas dari sektor non pertanian adalah paling besar bila dibandingkan dengan dua

kategori rumahtangga yang lain. Hal ini dapat terjadi karena rumahtangga petani

lapisan atas mampu menginvestasikan lebih besar modalnya pada sektor non

pertanian. Selain itu, rumahtangga petani lapisan atas pun memiliki kemampuan

lain yang mampu mendukung untuk menghasilkan pendapatan di luar sektor

pertanian misalnya kemampuan untuk berdagang dan mengolah sesuatu yang

dapat dijual. Berbeda halnya dengan rumahtangga petani lapisan menengah ke

bawah yang sebagian besar hidupnya digantungkan dari hasil pertanian.

Rumahtangga petani lapisan atas juga mampu menyadari bahwa krisis ekologi

yang terjadi di Desa Ciganjeng belum dapat diatasi dalam waktu dekat sehingga

mereka mempersiapkan berbagai alternatif sumber nafkah lain apabila sumber

nafkah dari pertanian sedang diguncang krisis ekologi berupa banjir dan

kekeringan.

Gambar 8 ini akan menjelaskan persentase komposisi pendapatan dari

sektor pertanian dan non pertanian dalam keseluruhan rata-rata pendapatan

rumahtangga petani.

Sumber: data primer

Gambar 8 Grafik persentase komposisi pendapatan rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng tahun 2013

Berdasarkan gambar 8 dapat diketahui bahwa dari 35 responden rumahtangga

petani, 12 rumahtangga petani lapisan bawah mendapatkan pendapatan bagi

rumahtangganya 47.92 persen berasal dari sektor pertanian dan 52.08 persen

lainnya berasal dari sektor non pertanian. Hal ini erat kaitannya dengan keahlian

47.92

26.8511.40

52.08

73.1588.60

0

20

40

60

80

100

120

Bawah Menengah Atas

Pe

rse

nta

se (

%)

Kategori Rumahtangga Petani

Grafik Persentase Komposisi Pendapatan Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng

Non Pertanian

Pertanian

Page 48: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

35

yang minim dan pendidikan rendah yang dimiliki para petani. Sektor pertanian

tidak mensyaratkan pendidikan yang tinggi sehingga siapapun dapat terlibat di

dalamnya namun sektor ini sangat bergantung pada ketersediaan sumberdaya

alam. Krisis ekologi berupa banjir dan kekeringan yang sepanjang tahun terjadi

silih berganti menyebabkan tidak semua lahan pertanian yang telah ditanami dapat

dipanen pada waktunya dan hal ini menyebabkan pendapatan petani tidak

menentu. Bagi rumahtangga petani kategori rendah, kondisi ini menyebabkan

47.92 persen pendapatan bagi rumahtangganya terancam.

Rumahtangga petani lapisan menengah memiliki komposisi pendapatan

yang berbeda pula yaitu sebesar 26.85 persen berasal dari sektor pertanian dan

73.15 persen berasal dari sektor non pertanian. Berdasarkan persentase tersebut

dapat diketahui bahwa apabila terjadi krisis ekologi berupa banjir dan kekeringan

pada lahan pertanian mereka maka masih ada 73.15 persen lain yang dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing rumahtangga. Risiko

terancamnya pendapatan rumahtangga akibat banjir dan kekeringan hanya sebesar

26.85 persen. Rumahtangga petani lapisan atas memiliki komposisi pendapatan

yang berbeda lagi. Sebanyak 88.60 persen pendapatan rumahtangganya berasal

dari sektor non pertanian dan hanya 11.40 persen saja yang berasal dari sektor

pertanian. Walaupun luas lahan pertanian yang dimiliki oleh rumahtangga petani

kategori tinggi cukup luas namun mereka tidak menggantungkan hidup

seluruhnya pada sektor pertanian. Rumahtangga petani lapisan atas mengalihkan

investasinya pada sektor non formal yang lebih stabil sepanjang tahun karena

tidak bergantung pada iklim dan cuaca. Rumahtangga petani lapisan atas ini juga

memiliki beberapa alternatif sumber nafkah lain yang mampu menyelamatkan

mereka jika terjadi banjir dan kekeringan yang menyebabkan panen gagal. Contoh

responden yang memiliki kategori tinggi adalah Bapak HRN (56 tahun),

“Saya cuma punya lahan 1420 bata

5 dan sudah 3 kali tanam tahun ini tapi baru

panen cuma satu kali dan itupun yang di pinggir-pinggir aja, kemarin kena banjir

terus pas ditanami lagi malah kering. Untungnya saya kan tiap bulan dapet gaji jd

PNS kalau ngga mah mana mungkin bisa nyekolahin anak-anak sampe kuliah.

Kebun juga cuma ditanami pohon-pohonan sawo paling panen setahun sekali.”

Bapak HRN mampu hidup lebih baik karena bekerja sebagai PNS yaitu guru

di salah satu sekolah di luar Desa Ciganjeng walaupun begitu beliau tetap

menyebut dirinya sebagai petani. Bapak HRN juga menginvestasikan uangnya

dengan cara berdagang dan membuka warung tidak jauh dari rumahnya. Dengan

demikian, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi suatu

rumahtangga maka rumahtangga tersebut akan lebih banyak mendapatkan

penghasilan dari sektor non pertanian dibandingkan dari sektor pertanian.

Rumahtangga tersebut menginvestasikan uangnya pada sektor non pertanian yang

lebih stabil.

Rumahtangga petani lapisan bawah memiliki rata-rata pendapatan sebesar

Rp6 396 666 per tahunnya sehingga dalam setahun pendapatan per kapita untuk

rumahtangga kategori ini hanya Rp1 919 000 atau setara dengan Rp5 300 per

harinya. Angka tersebut jauh di bawah batas garis kemiskinan yang ditetapkan

oleh World Bank yaitu 2 US$ perhari. Rumahtangga petani lapisan menengah

5 1 bata = 14.7 m

2 = 1/700 ha. 1420 bata = 2.0286 ha

Page 49: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

36

memiliki rata-rata pendapatan sebesar Rp15 598 571 per tahun sehingga

pendapatan per kapitanya sebesar Rp4 199 616 per tahun atau setara dengan Rp11

500 per hari. Hal ini pun masih di bawah standar garis kemiskinan yang

ditetapkan oleh World Bank.

Pada rumahtangga petani lapisan atas, rata-rata pendapatan rumahtangga per

tahunnya cukup tinggi yaitu sebesar Rp34 258 888 sehingga pendapatan per

kapitanya sebesar Rp8 333 243 per tahun atau setara dengan Rp22 830 per hari.

Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani lapisan atas tidak masuk dalam

kategori miskin karena pendapatan per kapitanya lebih besar dari garis

kemiskinan yang telah ditetapkan oleh World Bank yakni sebesar 2 US$ perhari.

Untuk lebih jelas mengenai rata-rata pendapatan total rumahtangga dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

Sumber: data primer

Gambar 9 Grafik rata-rata pendapatan rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

tahun 2013

Rumahtangga petani tersebut mendapatkan pendapatan untuk

rumahtangganya dengan memanfaatkan lima aset modal (livelihood asset).

Menurut Ellis (2000), lima aset modal (livelihood asset) yang dimaksud adalah

modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal sosial, dan modal

sumberdaya alam. Kelima modal ini dimanfaatkan sedemikian rupa oleh

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng untuk bertahan hidup terutama dari krisis

ekologi yang mengancam keberlangsungan nafkah rumahtangga mereka. Tingkat

pemanfaatan lima aset modal ini berbeda pada masing-masing rumahtangga

petani. Contohnya rumahtangga petani kategori rendah memaksimalkan modal

manusia yang dimiliki dengan mempekerjakan anggota rumahtangga untuk

bersama-sama mengolah lahan pertanian sebagai strategi bertahan hidup.

Rumahtangga petani kategori sedang mengombinasikan modal manusia dan

modal finansial yang dimiliki untuk menghasilkan pendapatan. Rumahtangga

petani kategori tinggi mengombinasikan lebih dari dua aset modal untuk

6.396.666

15.598.571

34.258.888

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

40000000

Bawah Menengah Atas

Pe

nd

apat

an (

Ru

pia

h)

Kategori

Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Petani /tahun

Page 50: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

37

mengukuhkan posisinya dalam masyarakat. Rumahtangga petani kategori tinggi

juga sudah memiliki antisipasi apabila terjadi guncangan pada sumber nafkah

utama yang menjadi tumpuan.

Komposisi Pengeluaran Rumahtangga Petani

Pengeluaran rumahtangga merupakan semua bentuk yang dikeluarkan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota rumahtangga dan juga untuk menunjang

permodalan untuk memperoleh pendapatan yang baru (Fridayanti 2013). Data

pengeluaran rumahtangga menjadi penting untuk diketahui karena digunakan

untuk menganalisis sejauh mana kemampuan rumahtangga untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya. Pengeluaran rumahtangga yang melebihi pendapatan

rumahtangga menunjukkan bahwa rumahtangga tersebut belum mampu mencapai

keseimbangan dalam ekonomi dan juga berhubungan dengan kemampuan

rumahtangga tersebut bertahan hidup.

Pengambilan data pengeluaran responden dalam penelitian ini dibedakan

menjadi konsumsi pangan dan konsumsi non pangan. Pengeluaran untuk

konsumsi pangan seperti membeli sayuran, beras, dan lauk pauk untuk kebutuhan

rumahtangga setiap harinya. Pengeluaran konsumsi non pangan seperti biaya

listrik, transportasi, pendidikan, kesehatan, pakaian, pulsa dan juga rokok. Berikut

ini menunjukkan rata-rata pengeluaran responden per tahun berdasarkan kategori

rumahtangga dengan tingkat pendapatan rendah, sedang, dan tinggi.

Sumber: data primer

Gambar 10 Grafik rata-rata pengeluaran rumahtangga petani per tahun di Desa

Ciganjeng tahun 2013 berdasarkan tingkat pendapatan rumahtangga

Rumahtangga lapisan bawah mengeluarkan Rp8 610 000 untuk konsumsi

pangan sehari-hari setiap tahun dan Rp2 805 500 untuk konsumsi non pangan

setiap tahunnya. Selisih antara konsumsi pangan dan non pangan hanya sebesar

Rp5 804 500. Konsumsi non pangan yang cukup besar disumbang oleh

pengeluaran untuk biaya transportasi dan pendidikan anak. Biaya transportasi

Rp8 610 000

Rp12 214 286

Rp 15 200 000

Rp2 805 500

Rp5 990 286

Rp8 129 778

0

2000000

4000000

6000000

8000000

10000000

12000000

14000000

16000000

Rendah Sedang Tinggi

Pe

nge

luar

an (

Ru

pia

h)

Kategori Rumahtangga

Grafik Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Petani per tahun

Pangan

Non Pangan

Page 51: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

38

cukup tinggi karena sebagian besar rumahtangga di Desa Ciganjeng memiliki

kendaraan bermotor setidaknya sepeda motor minimal satu buah untuk

memudahkan mobilitas anggota rumahtangga bepergian sehari-hari. Selain itu,

pengeluaran untuk konsumsi non pangan yang besar adalah pembelian rokok atau

bako. Mayoritas petani di Desa Ciganjeng merokok dan menghabiskan minimal

satu pak bako seminggu atau sebungkus rokok selama 2-3 hari. Hal ini

membuktikan bahwa dalam kehidupan rumahtangga dengan tingkat pendapatan

yang rendah lebih mengutamakan pemenuhan konsumsi pangan.

Rumahtangga lapisan menengah mengeluarkan biaya sebesar Rp12 214 286

untuk konsumsi pangan dan Rp5 990 286 untuk konsumsi non pangan per tahun.

Selisih pengeluaran pangan dan non pangan semakin besar dibandingkan dengan

kategori rumahtangga dengan tingkat pendapatan rendah yaitu sebesar Rp6 224

000. Rumahtangga lapisan atas mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk

konsumsi pangan dan non pangannya. Dalam setahun, konsumsi pangan

rumahtangga kategori tingkat pendapatan tinggi rata-rata sebesar Rp15 200 000

sedangkan untuk konsumsi non pangannya sebesar Rp8 129 778. Selisih

pengeluaran pangan dan non pangannya lebih besar dari dua kategori

rumahtangga sebelumnya yaitu sebesar Rp7 070 222.

Gambar 11 berikut ini menggambarkan persentase biaya konsumsi pangan

dan non pangan dalam komposisi pengeluaran rumahtangga responden selama

satu tahun.

Sumber: data primer

Gambar 11 Grafik persentase komposisi pengeluaran pangan dan non pangan

rumahtangga petani per tahun berdasarkan kategori tingkat

pendapatan rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013

Pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan akan semakin kecil

apabila tingkat pendapatan rumahtangganya besar. Hal ini sesuai pada gambar 11

yang menunjukkan bahwa perbandingan pengeluaran pangan dan non pangan

pada rumahtangga lapisan atas sebesar 65:35. Konsumsi pangan pada

rumahtangga lapisan bawah sebesar 75 persen sedangkan konsumsi non

pangannya sebesar 25 persen.

75.42 67.09 65.15

24.58 32.91 34.85

0

20

40

60

80

100

120

Bawah Menengah Atas

Pe

rse

nta

se (

%)

Kategori Rumahtangga

Grafik Persentase Komposisi Pengeluaran Rumahtangga Petani per tahun

Non Pangan

Pangan

Page 52: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

39

Berdasarkan gambar 11 juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendapatan suatu rumahtangga maka akan semakin tinggi pula tingkat

pengeluaran rumahtangga tersebut. Semakin tinggi pendapatan suatu rumahtangga

maka konsumsi non pangannya akan semakin tinggi dibandingkan dengan

konsumsi pangannya. Hal ini diakibatkan daya beli yang semakin tinggi pada

barang-barang tersier tertentu.

Saving Capacity Rumahtangga Petani

Kapasitas rumahtangga untuk menabung dari hasil selisih pendapatan yang

diperoleh dengan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari disebut sebagai saving

capacity. Saving capacity setiap rumahtangga berbeda-beda bergantung pada

besar selisih dari pendapatan dan pengeluarannya. Semakin positif selisih antara

pendapatan dan pengeluaran maka semakin besar saving capacity suatu

rumahtangga. Artinya, semakin baik pula kondisi rumahtangga tersebut karena

ada cadangan sumber nafkah yang dapat digunakan sewaktu-waktu terjadi

guncangan pada sumber nafkah utama rumahtangga tersebut.

Gambar 12 berikut ini menunjukkan perbandingan rata-rata pendapatan dan

pengeluaran rumahtangga petani per tahun.

Sumber: data primer

Gambar 12 Grafik perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran

rumahtangga petani per tahun di Desa Ciganjeng tahun 2013

Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa rumahtangga petani lapisan bawah

dan menengah lebih tinggi tingkat pengeluarannya dibandingkan dengan

pendapatan yang berhasil dikumpulkan selama setahun. Rumahtangga petani

lapisan bawah hanya mendapatakan Rp6 396 666 per tahun sedangkan biaya

pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari sebesar Rp11 415 500 per tahun.

Rumahtangga kategori ini tidak memiliki kapasitas untuk menabung bahkan harus

berusaha lebih keras untuk menutupi kekurangan pendapatan rumhatangganya.

Rp6 396 666

Rp15 598 571

Rp34 286 444

Rp11 415 500

Rp18 204 571

Rp23 329 777

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

40000000

Bawah Menengah Atas

Bia

ya (

rup

iah

)

Kategori rumahtangga berdasarkan tingkat pendapatan

Pendapatan

Pengeluaran

Page 53: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

40

Hasil selisih antara pengeluaran dan pendapatan yang negatif ini salah satu faktor

penyebabnya adalah krisis ekologi berupa banjir dan kekeringan yang melanda

desa sehingga lahan-lahan pertanian tidak dapat ditanami ataupun dipanen sesuai

dengan jadwal.

Tabel 7 di bawah ini akan menjelaskan selisih antara pendapatan dan

pengeluaran yang dihasilkan oleh masing-masing kategori rumahtangga

berdasarkan tingkat pendapatannya berserta jumlah saving capacity masing-

masing kategori rumahtangga yang dapat dikumpulkan selama satu tahun.

Tabel 7 Jumlah saving capacity rumahtangga petani di Desa Ciganjeng menurut

kategori tingkat pendapatan tahun 2013

Kategori Rendah (n=12) Sedang (n=14) Tinggi (n=9)

Pendapatan rumahtangga

per tahun

Rp6 396 666 Rp15 598 571 Rp34 286 444

Pengeluaran rumahtangga

per tahun

Rp11 415 500 Rp18 204 571 Rp23 329 777

Saving capacity per tahun -Rp5 018 834 -Rp2 606 000 Rp10 956 667

Saving capacity per bulan -Rp418 236 -Rp217 167 Rp913 056

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa rumahtangga petani lapisan

bawah belum mempunyai kapasitas untuk menabung karena selisih pendapatan

dan pengeluarannya masih negatif. Rumahtangga petani lapisan bawah harus

berusaha mencari sumber nafkah lain untuk menutupi nilai negatif tersebut,

karena itu rumahtangga petani ini mempunyai strategi nafkah tertentu yang

berbeda dengan rumahtangga lapisan atas. Kategori rumahtangga lapisan

menengah juga belum mempunyai kapasitas untuk menabung karena selisih

antara pendapatan yang diperoleh dan pengeluaran yang dibutuhkan masih

bernilai negatif walaupun nilainya lebih kecil dibandingkan dengan rumahtangga

lapisan bawah. Kapasitas menabung yang rendah pada kategori rumahtangga

berpendapatan rendah dan sedang diakibatkan karena sumber nafkah mereka dari

hasil pertanian tidak memberikan hasil yang maksimal akibat banjir dan

kekeringan. Lahan pertanian yang seharusnya bisa dipanen dua kali dalam setahun

kini hanya bisa dipanen satu kali dengan hasil yang jauh dari maksimal. Biaya

untuk menanam juga lebih besar dibandingkan hasil yang didapatkan contohnya

petani menanami lahannya sebanyak 6 kali tetapi hasil yang dapat dipanen hanya

satu kali. Berbeda halnya dengan kategori rumahtangga lapisan atas yang

memiliki kapasitas untuk menabung setiap bulannya sebesar Rp913 056. Jumlah

ini cukup besar karena sebagian besar rumahtangga petani lapisan atas tidak

menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian. Rumahtangga lapisan atas

memiliki pendapatan lain dari hasil berdagang, membuka usaha pengolahan

maupun gaji tetap sebagai karyawan/PNS.

Dari tabel 7 dan gambar 12 sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi tingkat pendapatan rumahtangga petani maka akan semakin besar

kemampuan rumahtangga tersebut untuk menabung. Kategori rumahtangga petani

lapisan menengah ke bawah belum mampu untuk menabung melainkan harus

berstrategi untuk menutupi nilai negatif pada selisih antara pendapatan yang

dihasilkan dengan pengeluaran yang dibutuhkan. Kapasitas menabung yang cukup

Page 54: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

41

baik pada rumahtangga petani lapisan atas setiap bulannya diinvestasikan dalam

bentuk alat elektronik, tanah, maupun barang berharga lain. Investasi ini

dilakukan sebagai cadangan apabila terjadi krisis finansial pada rumahtangga

tersebut dapat mudah dijual. Investasi lainnya dalam bentuk pendidikan bagi

anak-anak untuk menaikkan status sosial keluarga dan juga setelah lulus akan

menghasilkan yang lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan yang rendah.

Sebenarnya, kategori rumahtangga lapisan menengah ke bawah juga

memiliki bentuk investasi seperti hewan ternak ayam dan kambing. Bentuk

investasi ini mudah dan cepat laku pada masa krisis. Ada juga yang mengurus

hewan ternak tetangganya dengan sistem bagi hasil yang pada akhirnya menjadi

cadangan sumber nafkah bagi rumahtangga tersebut pada masa krisis. Contohnya

apabila satu orang menitipkan kambing dan melahirkan 2 ekor anak kambing

maka orang yang mengurus akan mendapatkan satu ekor anak kambing yang

dilahirkan tersebut. Investasi dalam bentuk ini menguntungkan bagi rumahtangga

petani berpendapatan rendah dan sedang.

Penelitian mengenai saving capacity ini mengandung resiko bahwa

rumahtangga petani cenderung akan lebih mengingat jumlah pengeluaran setiap

harinya dibandingkan dengan yang mereka dapatkan. Oleh karena itu, memang

akan cenderung lebih tinggi pengeluarannya dibandingkan pendapatannya

sehingga saving capacity-nya bernilai negatif padahal sesungguhnya rumahtangga

lapisan menengah ke bawah pun masih memiliki kemampuan untuk menabung

dalam bentuk lain seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.

Ikhtisar

Menurut Amalia (2013), struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan

rumahtangga dari berbagai aktivitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota

rumahtangga. Rumahtangga petani memiliki struktur pendapatan yang tidak

hanya dari sektor pertanian namun juga dari sektor non pertanian. Pendapatan dari

sektor pertanian bisa diperoleh dari mengolah lahan sendiri maupun menggarap

lahan orang lain dan kemudian mendapatkan hasil bagi dengan pemilik lahan.

Pendapatan dari sektor non pertanian bisa diperoleh dari mata pencaharian lain di

luar sektor pertanian seperti menjadi pengepul kayu, berdagang, tukang/buruh

bangunan, PNS, pegawai swasta, dan lain-lain

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata rumahtangga petani

di Desa Ciganjeng merupakan rumahtangga lapisan menengah ke bawah. Hal ini

diukur dari rata-rata pendapatan yang diperoleh oleh setiap rumahtangga selama

satu tahun. Rumahtangga petani lapisan atas dicirikan dengan jumlah penguasaan

lahan yang cukup besar. Oleh karena itu, mereka mampu menghasilkan

pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga petani lapisan

menengah ke bawah.

Pendapatan dari sektor pertanian dipengaruhi oleh luas lahan yang dikuasai

oleh masing-masing rumahtangga petani. Semakin besar luas lahan yang dapat

dikuasai oleh rumahtangga maka akan semakin tinggi kesempatan rumahtangga

mendapatkan pendapatan dalam jumlah tinggi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor non

pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga lapisan atas dan bawah.

Page 55: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

42

Rata-rata pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani lapisan bawah dari

sektor pertanian sebesar Rp3 065 000 per tahun. Rumahtangga petani lapisan

menengah memiliki pendapatan dari sektor pertanian sebesar Rp4 188 571 per

tahun sedangkan rumahtangga petani lapisan atas mendapatkan pendapatan dari

sektor pertanian sebesar Rp3 908 066 per tahunnya.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor non pertanian

adalah paling besar bila dibandingkan dengan dua kategori rumahtangga yang

lain. Hal ini dapat terjadi karena rumahtangga petani lapisan atas mampu

menginvestasikan lebih besar modalnya pada sektor non pertanian. Kemampuan

individu untuk mengakses pendapatan di sektor non pertanian lebih baik

dibandingkan dengan lapisan menengah ke bawah.

Selain pendapatan, di dalam struktur nafkah juga mengukur tingkat

pengeluaran rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pengeluaran rumahtangga yang dimaksud merupakan berupa biaya konsumsi

pangan dan non pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendapatan suatu rumahtangga maka akan semakin tinggi pula tingkat

pengeluaran rumahtangga tersebut. Semakin tinggi pendapatan suatu rumahtangga

maka konsumsi non pangannya akan semakin tinggi dibandingkan dengan

konsumsi pangannya. Hal ini diakibatkan daya beli yang semakin tinggi pada

barang-barang tersier tertentu.

Struktur nafkah juga mengukur kapasitas untuk menabung (saving capacity)

dari masing-masing rumahtangga. Saving capacity dilihat dari selisih antara

pendapatan yang berhasil dikumpulkan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk

kebutuhan hidup sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang berhasil

dikumpulkan maka semakin tinggi juga kapasitas untuk menabungnya. Penelitian

ini menunjukkan bahwa saving capacity rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

hanya dimiliki oleh rumahtangga lapisan atas.

Page 56: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

43

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI

Bab ini menguraikan mengenai hasil analisis penerapan beragam strategi

nafkah rumahtanggah petani yang terbagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab

pertama membahas mengenai bentuk-bentuk strategi nafkah yang diterapkan

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng. Sub bab kedua membahas mengenai

pemanfaatan livelihood asset dalam penerapan strategi rumahtangga petani

tersebut. Akhir bab ini juga diberikan ikhtisar singkat yang menggambarkan

keseluruhan isi bab ini.

Bentuk-Bentuk Penerapan Strategi Nafkah

Rumahtangga petani mendapatkan sumber-sumber nafkah baik dari sektor

pertanian maupun non pertanian. Berbagai sumber nafkah ini “dimainkan”

sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber-sumber nafkah

yang dimainkan tersebut menjadi basis nafkah dalam membangun strategi nafkah.

Dharmawan (2007) dalam Amalia (2013) menjelaskan bahwa basis nafkah adalah

segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non pertanian, di mana setiap

individu atau rumahtangga dapat memanfaatkan peluang nafkah dengan

“memainkan” kombinasi “modal keras” (tanah, finansial, dan fisik) dan “modal

lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumber daya manusia (SDM)

yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategi penghidupan (livelihood

strategies). Usaha pertanian yang bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam

atau “modal keras” menyebabkan pendapatan bagi rumahtangga tidak menentu

dan basis nafkah pun terbatas karena “modal lembut” seperti kemampuan

sumberdaya manusia terbatas. Hal ini menyebabkan rumahtangga petani

melakukan strategi nafkah.

Dharmawan (2007) menjelaskan bahwa strategi nafkah merupakan taktik

dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka

mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memerhatikan eksistensi

infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku. Alasan

melakukan strategi nafkah bagi tiap lapisan pun berbeda-beda. Menurut Widodo

(2011), lapisan atas melakukan strategi nafkah sebagai strategi akumulasi modal

dan lebih bersifat ekspansi usaha, alasan lapisan menengah adalah sebagai upaya

konsolidasi untuk mengembangkan ekonomi rumahtangga sedangkan lapisan

bawah melakukannya sebagai strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan

sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan. Iqbal (2004) menjelaskan bahwa

strategi nafkah dilakukan melalui pola jaringan keamanan sosial berlapis yang

dimaksudkan untuk menghadapi beberapa kemungkinan buruk yang menimpa

individu atau rumahtangga. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya

diketahui bahwa strategi nafkah juga dapat dilakukan kolektif maupun individual

yang diterapkan oleh masing-masing rumahtangga.

Dharmawan (2007) menjelaskan bahwa strategi nafkah juga dipengaruhi

oleh kondisi struktur sosial-ekonomi karena tekanan perubahan struktur ekonomi

dan institusional dapat membelenggu sistem penghidupan mereka. Keberadaan

struktur sosial-ekonomi mempengaruhi lima basis sumber nafkah atau lima aset

Page 57: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

44

modal yang membentuk strategi nafkah. Berkurangnya sumber nafkah dan

tekanan struktur sosial-ekonomi mendorong rumahtangga harus memanipulasi

dan mengoptimalkan sumber nafkah yang ada di akses. Pengoptimalan sumber

nafkah yang dilakukan individu maupun rumahtangga petani ini bergantung pada

kemampuan mereka untuk “memainkan” lima basis nafkah atau lima aset modal.

Rumahtangga petani di Desa Ciganjeng mengalami tekanan-tekanan yang

mengguncang sumber nafkah mereka. Tekanan-tekanan yang dimaksud dalam hal

ini adalah krisis ekologi berupa banjir dan kekeringan yang terjadi hampir di

sepanjang tahun dan datang silih berganti. Dalam satu tahun, Desa Ciganjeng

mengalami banjir yang berfrekuensi 3-4 kali dengan lama waktu banjir minimal

satu minggu hingga dua minggu. Beberapa tahun sebelumnya, banjir melanda

Desa Ciganjeng hingga tiga bulan baru surut. Banjir ini menyebabkan lahan

pertanian yang sudah ditanami oleh petani tidak mampu menghasilkan.

Kemudian, petani harus menanam lahannya lagi yang artinya mengeluarkan biaya

lagi. Siklus ini terjadi terus menerus apabila banjir datang terus menerus. Begitu

pula hal yang sama terjadi ketika kekeringan. Dalam penelitian ini, sejak bulan

Agustus 2013, Desa Ciganjeng mengalami kekeringan dan membuat lahan-lahan

yang telah ditanami tidak dapat dipanen. Kekeringan membuat tanah retak dan

membuat padi mati. Kekeringan ini terjadi setelah sebelumnya banjir menimpa

desa ini hampir tiga kali. Oleh karena itu, beberapa rumahtangga petani belum

bisa menikmati hasil usaha taninya sehingga harus mengupayakan strategi nafkah

lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rumahtangganya.

Setiap lapisan rumahtangga memiliki strategi nafkah yang berbeda hal ini

karena kemampuan setiap rumahtangga untuk memanfaatkan setiap modal nafkah

yang dimilikinya pun berbeda. Rumahtangga lapisan bawah dapat melakukan

lebih dari satu strategi nafkah karena strategi tersebut dirasa belum cukup untuk

menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sedangkan

rumahtangga lapisan atas cenderung melakukan sedikit strategi nafkah karena

dirasa strategi tersebut sudah mampu menjamin keberlangsungan hidup mereka

terutama pada masa krisis. Berikut akan diuraikan strategi-strategi nafkah yang

dilakukan oleh rumahtangga petani di Desa Ciganjeng.

Strategi Alokasi Sumberdaya Manusia dalam Rumahtangga

Alokasi sumberdaya manusia dalam rumahtangga artinya mengerahkan

seluruh anggota rumahtangga untuk terlibat dalam proses “memainkan” dan

mengoptimalkan sumber nafkah yang bisa diakses. Rumahtangga petani

melakukan strategi alokasi sumberdaya manusia dalam keluarga ini untuk

meminimalisasi biaya usaha tani karena tidak perlu mengeluarkan upah untuk

membayar tenaga kerja lain. Strategi bentuk ini dilakukan apabila sumberdaya

manusia dalam suatu rumahtangga sudah cukup memiliki kemampuan untuk

membantu melakukan kegiatan pertanian mulai dari mempersiapkan lahan hingga

memanen. Rumahtangga yang didalamnya hanya keluarga inti seperti ayah, ibu

dan anak yang usianya masih belum cukup untuk membantu usaha tani biasanya

tidak menerapkan strategi bentuk ini.

Strategi dalam bentuk alokasi sumberdaya manusia dalam rumahtangga

sebagian besar dilakukan oleh rumahtangga lapisan bawah dan menengah.

Rumahtangga lapisan atas lebih memilih membayar tenaga kerja lain untuk

mengolah lahan pertanian yang dimilikinya karena anggota rumahtangga lain

Page 58: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

45

akan dialokasikan untuk mengoptimalkan sumber nafkah lain di sektor non

pertanian yang lebih stabil. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah responden

rumahtangga petani yang mengalokasikan sumberdaya dalam keluarga untuk

terlibat dalam proses usaha tani

Tabel 8 Frekuensi dan persentase pengalokasian sumberdaya dalam rumahtangga

dalam proses usaha tani di Desa Ciganjeng tahun 2013

Pengalokasian tenaga

kerja Frekuensi Persentase

Melibatkan anggota

keluarga

13 37.14

Melibatkan anggota

keluarga dan orang selain

anggota keluarga

15 42.86

Mempekerjakan orang

selain anggota keluarga

7 20.00

Total 35 100.00 Sumber: data primer

Tabel 8 di atas menjelaskan bahwa dari 35 responden penelitian, 42.86

persen rumahtangga melibatkan anggota keluarga dan orang selain anggota

keluarga untuk mengolah lahan pertanian yang dimiliki. Melibatkan orang selain

anggota keluarga ini lebih kepada untuk mengolah lahan sebelum ditanami.

Hanya beberapa rumahtangga yang memiliki traktor untuk membajak sawahnya

sehingga mereka harus mengupah tenaga lain untuk membantu membajak sawah

dan selebihnya dilakukan oleh anggota keluarga yang sudah mampu membantu.

Rumahtangga yang melibatkan anggota keluarga saja dalam mengolah lahan

pertanian sebesar 37.14 persen. Angka tersebut lebih banyak diisi oleh

rumahtangga petani lapisan bawah dan sedang. Hal tersebut terjadi karena

kapasitas rumahtangga lapisan bawah yang rendah untuk membayar upah tenaga

kerja di luar anggota keluarga. Sebesar 20 persen dari responden memilih untuk

mempekerjakan orang selain anggota keluarga dan ini didominasi oleh

rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki kemampuan yang tinggi untuk

mengupah tenaga kerja. Bukan hanya itu, alasan lain adalah karena tidak ada

anggota keluarga yang bisa diminta untuk membantu.

Berikut adalah contoh kasus yang menerapkan strategi alokasi sumberdaya dalam

keluarga, Bapak AWG (65 tahun).

Page 59: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

46

Strategi Pola Nafkah Ganda

Pola nafkah ganda dilakukan karena rumahtangga tidak mampu bertahan

hidup hanya dengan mengandalkan satu sumber nafkah saja terutama

rumahtangga lapisan bawah. Menurut Musyarofah (2006), pola nafkah ganda

dilakukan sebagai upaya untuk menutupi kekurangan pendapatan dari sumber

nafkah tunggal. Sumber nafkah tunggal dianggap tidak mampu mengamankan

posisi rumahtangga terutama bila terjadi krisis sehingga kombinasi dua atau lebih

aktivitas nafkah diperlukan. Aktivitas nafkah lain yang dipilih oleh setiap

rumahtangga berbeda sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki

oleh rumahtangga tersebut. Intinya, pola nafkah ganda dilakukan dengan

mengombinasikan berbagai cara yang menghasilkan pendapatan tambahan dan

tidak menggantungkan pada satu sumber nafkah saja.

Pola nafkah ganda yang dilakukan oleh rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng adalah sebagai berikut. Contoh kasus kehidupan Ibu TWJ (60 tahun)

Box 1. Kisah kehidupan kasus Bapak AWG, 65 tahun

Bapak AWG memilih hidup sebagai petani sejak lama karena hanya itu

kemampuan yang diwariskan oleh kedua orangtuanya. Pendidikannya pun

hanya berhasil ditempuh hingga kelas 5 SD. Selama menjadi petani, Bapak

AWG merasakan tuntutan hidup semakin lama semakin berat terlebih lagi

diperburuk dengan kondisi lingkungan yang semakin buruk. Banjir dan

kekeringan yang setiap tahun melanda membuat hasil panen semakin menurun.

Sepanjang tahun 2013, beliau belum pernah panen besar, hanya bisa memanen

padi yang ada di pinggir sawah saja padahal sudah menanam sebanyak 7 kali.

Anggota keluarga dikerahkan untuk membantu proses usaha tani karena tidak

mempunyai modal untuk membayar tenaga kerja lain. Modal sudah habis

untuk 7 kali menanam sawahnya. Semua proses usaha tani dilakukan oleh

anggota keluarga. Anak-anak beliau sudah sejak kecil ikut ke sawah dan

membantu orangtuanya. Mereka pun belum berkeluarga dan tidak bekerja.

Page 60: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

47

Berdasarkan kisah kehidupan Ibu TWJ, pola nafkah ganda dilakukan karena

hasil dari sektor pertanian saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Pilihan menjadi buruh jahit menjadi aktivitas nafkah lain untuk

menutupi kekurangan tersebut setidaknya setiap minggu ada pendapatan pasti

yang bisa dijadikan tumpuan bagi keluarga. Menjadi buruh jahit saja juga tidak

cukup karena anak perempuan Ibu TWJ masih harus menjadi buruh tani untuk

menutupi kekurangan kebutuhan rumahtangganya. Kisah kehidupan Ibu TWJ

menunjukkan bahwa perempuan dalam rumahtangga dapat berperan sebagai

pencari nafkah utama dan mampu mengerjakan pekerjaan yang sama serta

melakukan strategi pola nafkah ganda. Contoh kasus rumahtangga petani lain

yang menerapkan pola nafkah ganda adalah Bapak IKN (49 tahun).

Box 2. Kisah kehidupan kasus Ibu TWJ (60 tahun)

Ibu TWJ merupakan seorang janda dan tinggal di rumah bersama anak

perempuannya yang juga janda dengan 3 orang anak. Sejak dulu, Ibu TWJ dan

(alm.) suaminya adalah petani. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan

selain menjadi petani dan kadang buruh tani. Pendidikan yang dapat ditempuh

hanya sampai tingkat SD. Semenjak suaminya meninggal, Ibu TWJ tidak

mampu mengolah sawahnya sendiri dan harus mengupah tenaga kerja lain.

Faktor usia yang sudah tua juga menjadi alasan menggunakan jasa di luar

anggota keluarga. Anak perempuan Ibu TWJ bekerja sebagai buruh jahit dan

diberi upah Rp100 000 setiap minggu. Kebutuhan sehari-hari yang semakin

meningkat menjadi alasan keluarga Ibu TWJ tidak hanya menggantungkan

pendapatan dari hasil pertanian saja ditambah lagi cucu terakhir Ibu TWJ masih

usia balita. Anak perempuan Ibu TWJ bekerja sebagai buruh jahit tetapi juga

ikut membantu mengolah lahan pertanian milik ibunya apabila dibutuhkan juga

ia menjadi buruh tani di desa untuk menambah pendapatan dan diberi upah

sebesar Rp40 000 per hari. Selama tahun 2013, Ibu TWJ baru satu kali panen

sawahnya tergenang banjir sebelumnya padahal sebelumnya sudah 3 kali

menanam. Modal untuk menanam diperoleh dari hasil panen sebelumnya yang

masih tersisa dan apabila masih kurang maka pilihannya adalah meminjam

kepada saudara.

Page 61: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

48

Kisah Bapak IKN menunjukkan bahwa rumahtangga petani memiliki

strategi pola nafkah ganda sebagai jalan keluar karena sumber nafkah utama

mengalami krisis. Aktivitas nafkah lain yang dipilih bergantung pada kemampuan

masing-masing anggota dalam rumahtangga. Keluarga Bapak IKN termasuk ke

dalam rumahtangga kategori rendah berdasarkan tingkat pendapatan tidak berani

mengambil resiko untuk pergi ke luar kota karena tidak ada jaminan pasti

pekerjaan apa yang bisa dilakukan ketika sampai di kota. Rumahtangga lapisan

bawah lebih memilih mencari pekerjaan lain di desa walaupun dengan upah yang

tidak tinggi. Sebenarnya ada pilihan untuk menerapkan teknologi sawah apung

pada saat banjir menggenangi sawah mereka tetapi Bapak IKN tidak memilih

menggunakan pilihan tersebut dengan alasan biaya yang harus dikeluarkan lebih

tinggi sekitar Rp40 000 000. Bagi rumahtangga petani lapisan bawah seperti

keluarga Bapak IKN, uang sebesar itu lebih baik digunakan untuk membuat

tambak yang hasilnya sudah bisa dilihat sedangkan teknologi sawah apung

hasilnya belum cukup menjanjikan dibandingkan dengan misal yang harus

dikeluarkan. Rumahtangga lapisan bawah lebih memilih pekerjaan lain yang lebih

terjamin dan pasti penghasilannya dibandingkan mencoba teknologi atau

pekerjaan lain yang resikonya lebih tinggi dan hasilnya belum pasti.

Strategi pola nafkah ganda tidak hanya dilakukan oleh rumahtangga petani

lapisan bawah dan menengah saja, tetapi juga dilakukan oleh rumahtangga petani

lapisan atas. Contoh kasus kehidupan rumahtangga petani yang menerapkan

strategi pola nafkah ganda adalah Bapak PRN (65 tahun).

Box 3. Kisah kehidupan kasus Bapak IKN (49 tahun)

Bapak IKN merupakan seorang petani yang menguasai lahan sebesar

0.15 hektar. Lahan tersebut diolah dengan bantuan anggota keluarga yaitu istri

dan anaknya juga ditambah dengan bantuan dari orang lain terutama saat

membajak sawah. Istri Bapak IKN bekerja sebagai buruh tani di desa dan diberi

upah Rp35 000 per hari. Anak Bapak IKN juga bekerja sebagai buruh tani di

desa tetapi diupah lebih tinggi yaitu sebesar Rp50.000 per hari. Banjir dan

kekeringan yang menghancurkan lahan pertanian yang sudah ditanam hampir

setiap tahun tidak membuat Bapak IKN putus akal. Pada musim normal yaitu

saat lahan bisa ditanami maka keluarga Bapak IKN bekerja di sektor pertanian

sedangkan pada masa krisis yaitu saat banjir dan kekeringan melanda maka

Bapak IKN bekerja sebagai penjaring ikan di lahan yang terkena banjir dan di

sekitar sungai serta buruh tani di desa lain. Istri Bapak IKN juga tetap bekerja

sebagai buruh tani tetapi di tempat yang tidak terkena banjir sedangkan anak

Bapak IKN bekerja sebagai buruh bangunan di desa. Bapak IKN tidak mau

bekerja ke luar kota karena tidak ada jaminan yang pasti bahwa di kota, beliau

akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan di desa. Bekerja

sebagai penjaring ikan, Bapak IKN dapat memperoleh penghasilan Rp20.000,00

per hari apabila ikan yang ditangkap cukup banyak setidaknya ada yang

dihasilkan setiap hari ketika sawah yang telah ditanami terkena banjir dan tidak

bisa dipanen. Apabila ada kebutuhan dana cukup besar dan mendesak maka

Bapak IKN akan meminjam kepada saudara atau tetangga.

Page 62: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

49

Kisah Bapak PRN menunjukkan bahwa rumahtangga petani kategori tinggi

berdasarkan tingkat pendapatan ini melakukan strategi pola nafkah ganda untuk

menambah pendapatan rumahtangga selain dari sektor pertanian walaupun hasil

dari sektor pertanian itu sendiri mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari

tetapi waktunya tidak menentu akibat banjir dan kekeringan. Pilihan berdagang

oleh Bapak PRN karena memiliki kemampuan dan keberanian yang baik untuk

berbisnis. Resiko berdagang lebih tinggi dibandingkan menjadi buruh tani di desa

karena rumahtangga Bapak PRN termasuk kategori tinggi yang sebenarnya sudah

dicukupi dari hasil sektor pertanian saja. Berbeda bagi rumahtangga kategori

rendah yang lebih memilih mencari cara aman.

Strategi Migrasi

Fridayanti (2013) menyebutkan bahwa migrasi merupakan usaha yang

dilakukan dengan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen

amupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. Di Desa Ciganjeng, migrasi

secara sirkuler dan permanen dilakukan beberapa rumahtangga. Migrasi permanen

dilakukan oleh anggota keluarga yang tidak mendapatkan kesempatan bekerja di

desa dan mengadu nasib di kota dengan kemampuan yang dimiliki. Anggota

keluarga yang melakukan migrasi permanen biasanya sudah memiliki kawan

terlebih dulu di kota atau tempat tujuan lainnya dan sudah tahu akan bekerja apa.

Dari 35 responden dalam penelitian ini, sebanyak 28.57 persen rumahtangga

memiliki pendapatan dari jasa anggota rumahtangga yang artinya menyumbang

pendapatan dari sektor non pertanian bagi rumahtangga tersebut.

Selain migrasi permanen, migrasi sirkuler juga dilakukan oleh sebagian

anggota rumahtangga di Desa Ciganjeng dan biasanya terjadi pada masa krisis

yaitu saat banjir dan kekeringan melanda desa. Pada saat sawah tergenang banjir,

sebagian petani memilih bekerja sebagai buruh bangunan di desa lain atau di kota

Box 4. Kisah kehidupan kasus Bapak PRN (65 tahun)

Bapak PRN menguasai lahan pertanian sebesar 0.46 hektar dan selama

tahun 2013 ini beliau sudah menanami lahannya tiga kali karena banjir dan

kekeringan tetapi baru berhasil panen satu kali. Selama menunggu pendapatan

dari hasil panen, Bapak PRN berdagang hewan ternak seperti sapi dan kambing.

Istri Bapak PRN bekerja sebagai buruh tani di desa sedangkan anak Bapak PRN

beberapa sudah berumahtangga dan tidak tinggal lagi bersama beliau tetapi ada

yang masih sekolah dan mengikuti kursus menjahit. Pendapatan hasil dagang

ternak diakui lumayan banyak bila dibandingkan menunggu hasil panen yang

cuma satu kali dalam setahun namun tidak serta merta Bapak PRN beralih dari

petani menjadi pedagang karena petani menurutnya adalah kehidupannya. Hasil

satu kali panen masih cukup untuk kebutuhan rumahtangga dan modal menanam

selanjutnya. Pendapatan yang dihasilkan istri Bapak PRN sebesar Rp40 000 per

hari juga menjadi tambahan bagi keluarga. Seketika waktu apabila rumahtangga

Bapak PRN membutuhkan dana yang cukup besar dan mendesak maka Bapak

PRN akan menjual barang berharga yang dimiliki termasuk hewan ternak dan

alat elektronik, namun apabila hasil penjualan tidak cukup maka Bapak PRN

akan meminjam pada saudara atau tetangga.

Page 63: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

50

untuk menambah pendapatan rumahtangga. Selain sebagai buruh bangunan,

pekerjaan lain yang biasanya dilakoni adalah sebagai pembantu, supir, dan juga

penjaga toko di kota. Pada saat sawah sudah mulai surut dan hendak ditanami

kembali maka anggota rumahtangga yang melakukan migrasi sirkuler kembali

pulang ke rumah dan membantu proses usaha tani. Contoh kasus responden yang

anggota rumahtangganya melakukan strategi migrasi adalah Bapak WGN (40

tahun).

Berdasarkan kisah di atas menunjukkan bahwa migrasi dilakukan apabila

sumber nafkah utama mengalami krisis dan ketika normal maka anggota

rumahtangga yang melakukan migrasi akan kembali. Pekerjaan yang dipilih oleh

anggota rumahtangga yang melakukan migrasi berbeda-beda tergantung dengan

kemampuan individu yang dimilikinya. Di Desa Ciganjeng, ada kecenderungan

bahwa yang melakukan migrasi sebagian besar berasal dari suku Jawa sedangkan

suku Sunda lebih memilih mencari pekerjaan lain di desa contohnya seperti yang

dikemukakan oleh Bapak IKN pada kasus Box 3. Anggota rumahtangga yang

melakukan migrasi juga sudah memiliki kenalan baik sebelumnya di daerah

tujuan. Tidak ditemukan kasus responden yang melakukan migrasi tanpa

sebelumnya memiliki kenalan di kota tujuan dan belum tahu akan bekerja sebagai

apa. Intinya, kasus Bapak WGN menunjukkan bahwa migrasi dilakukan dalam

strategi nafkah rumahtangga petani untuk menambah pendapatan rumahtangganya

meski migrasi ini dilakukan pada masa kritis saja.

Strategi Intensifikasi Pertanian

Strategi bentuk ini artinya memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan

efisien baik melalui penambahan input eksternal misalnya teknologi dan tenaga

kerja maupun dengan memperluas lahan garapan. Intinya intensifikasi pertanian

Box 5. Kisah kehidupan kasus Bapak WGN (40 tahun)

Bapak WGN menguasai lahan seluas 0.3 hektar dan sebagian besar

ditanami padi sawah. Bapak WGN adalah seorang petani tetapi juga bekerja

sebagai supir di kota dan pulang ke rumah setiap minggu atau kadang-kadang

dua minggu sekali. Istri Bapak WGN adalah seorang ibu rumah tangga tetapi

membantu mengolah lahan yang mereka miliki. Beberapa kali istri Bapak WGN

juga menjadi buruh tani. Bapak WGN bekerja sebagai supir di kota karena ada

teman yang sebelumnya juga bekerja sebagai supir di kota. Bapak WGN bekerja

di kota karena merasa tidak cukup apabila hanya mengandalkan dari hasil panen

saja dengan dua anak kembar yang baru duduk di bangku kelas 7 SMP yang

butuh biaya banyak. Sebagai supir, Bapak WGN diberi upah tidak menentu

tetapi paling sedikit beliau mendapatkan Rp1 000 000 tiap bulannya untuk

menambah pendapatan rumahtangga. Pada saat tidak banjir dan lahan mereka

dapat ditanami maka Bapak WGN pulang dan istirahat sementara menjadi supir

untuk mengolah hingga selesai ditanami baru kemudian kembali lagi. Ketika

terjadi krisis yang panjang dan rumahtangga Bapak WGN membutuhkan dana

yang cukup besar dan mendesak maka pilihan utama yang dilakukan adalah

menjual aset yang dimiliki dan apabila masih belum cukup maka langkah yang

akan dilakukan adalah meminjam uang kepada pihak lain (hutang).

Page 64: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

51

ini memaksimalkan semua faktor di sektor pertanian agar menghasilkan produksi

yang lebih maksimum. Di Desa Ciganjeng sebenarnya sudah ada inovasi melalui

sawah apung. Konsep sawah apung ini intinya membuat petani bisa menanam di

lahan sawah yang tergenang banjir. Sawah apung ini pernah dicoba oleh beberapa

pihak dan menjadi sorotan sebagai inovasi yang mampu mengatasi problema

krisis yang dialami para petani. Kenyataanya, hanya sedikit petani yang mau

mengaplikasikan inovasi ini sebagai cara mengintensifkan usaha pertaniannya.

Faktor utama yang membuat petani enggan mengaplikasikannya adalah modal

yang dibutuhkan cukup besar sekitar Rp40 000 000. Bagi petani, jumlah nominal

tersebut sangat besar, belum lagi hasil panen dari sawah apung tidak bisa

menutupi modal yang dikeluarkan.

Beberapa petani memilih untuk memperluas lahan garapan dan biasanya

dengan sistem „maro‟ atau bagi hasil tetapi hasilnya tidak maksimal karena sawah

yang digarap pun ikut terkena banjir saat masa krisis. Petani juga urung

menambah tenaga kerja selain anggota keluarga karena akan meningkatkan biaya

usaha tani walaupun hasil panen meningkat. Meski begitu, ada petani yang

berusaha menintensifkan usaha pertaniannya, contoh kasusnya adalah Bapak

HRD (72 tahun).

Sebenarnya mengintensifkan usaha pertanian dengan kondisi lingkungan

yang sering terkena banjir dan kekeringan cukup sulit dilakukan. Ditambah lagi,

kemampuan rumahtangga yang memiliki modal tidak terlalu besar. Bapak HRD

tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber nafkah utama karena

kemampuan yang dimiliki terbatas dan memiliki lahan yang cukup luas bila

Box 6. Kisah kehidupan kasus Bapak HRD (72 tahun)

Bapak HRD menguasai lahan seluas 0.53 hektar dan menjadi petani

sejak dulu. Beliau tidak memiliki pekerjaan lain untuk menambah pendapatan.

Bapak HRD mengandalkan hasil panen padi sawah yang ia tanami dan juga

hasil dari kayu. Banjir beberapa kali pada awal tahun dan kekeringan sejak bulan

Agustus 2013 hingga masa pengambilan data pada Oktober 2013 tidak membuat

beliau putus asa untuk terus menanami lahannya hingga akhirnya akan bisa

panen. Modal menanam beliau peroleh dari hasil menjual kayu sengon dan juga

sisa panen tahun lalu namun bila itu belum cukup, beliau memilih meminjam

kepada saudara atau anaknya. Beliau tidak mau meminjam kepada rentenir

karena resiko yang besar dan tidak meminjam ke bank karena merasa tidak ada

jaminan yang cukup untuk bisa membayar cicilan setiap bulannya. Tahun 2013,

Bapak HRD memperoleh pendapatan sebesar Rp10 000 000 dari hasil penjualan

kayu. Bapak HRD pernah mencoba beternak ikan namun karena seringnya

banjir jadi banyak ikan yang hanyut terbawa banjir. Bapak HRD sedang

mencoba menanam pohon sawo dan tanaman keras lain di kebun miliknya. Hasil

dari kebun ini akan beliau baru rasakan beberapa tahun ke depan. Saat musim

krisis, Bapak HRD bergantung pada kiriman dari anaknnya yang kini menetap di

Jakarta sebesar Rp3 600 000 dan sisa hasil panen yang masih ada. Suatu ketika

apabila rumahtangga butuh dana cukup besar maka Bapak HRD akan menjual

aset yang dimilikinya. Bila itu tidak cukup, maka Bapak HRD akan meminjam

kepada saudara atau tetangga dekat.

Page 65: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

52

dibandingkan dengan petani lainnya. Petani yang mempunyai lahan lebih sempit

dari Bapak HRD cenderung memilih untuk mencari pekerjaan lain di luar sektor

pertanian untuk menambah pendapatannya karena jika mengandalkan dari sektor

pertanian saja maka rumahtangganya akan semakin terpuruk dan bahkan tidak

dapat memenuhi kebutuhan dasar.

Strategi Berhutang

Berhutang atau meminjam uang ke kerabat ataupun pihak lain untuk

memenuhi kebutuhan merupakan hal yang sering terjadi termasuk pada

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng. Bahkan berhutang merupakan salah satu

pilihan utama yang dipilih oleh rumahtangga petani jika terjadi krisis atau sumber

nafkah utama tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, dari 35 responden rumahtangga petani, ada 62.86 persen

rumahtangga yang memilih meminjam uang atau berhutang kepada pihak lain

ketika membutuhkan dana yang cukup besar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Frekuensi dan persentase pilihan sumber dana rumahtangga di Desa

Ciganjeng tahun 2013

Pilihan sumber dana Frekuensi Persentase (%)

Berhutang/meminjam

uang kepada pihak lain

22 62.86

Menjual aset yang

dimiliki

11 31.43

Memanfaatkan tabungan 2 5.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Rumahtangga petani di Desa Ciganjeng lebih mengutamakan meminjam

uang kepada pihak lain (berhutang) dibandingkan dengan menjual aset yang

dimiliki. Jika berhutang maka pasti anggota rumahtangga tersebut akan berupaya

lebih keras untuk mengembalikan pinjamannya sedangkan apabila rumahtangga

tersebut menjual aset yang dimiliki maka belum tentu aset yang sudah dijual dapat

dibeli kembali. Rumahtangga petani meminjam uang atau berhutang tidak kepada

pihak yang biasa meminjamkan. Berikut ini tabel yang menjelaskan frekuensi dan

persentase pihak yang yang dihutangi oleh rumahtangga petani.

Tabel 10 Frekuensi dan persetase pilihan berhutang rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng tahun 2013

Pilihan berhutang Frekuensi Persentase (%)

Pinjam saudara/tetangga 29 82.86

Pinjam lembaga kredit

non formal (rentenir,

tengkulak)

4 11.43

Pinjam ke bank 2 5.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Page 66: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

53

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa 82.86 persen rumahtangga petani

lebih memilih meminjam uang kepada saudara atau tetangga dibandingkan

dengan meminjam kepada tengkulak, rentenir maupun mengajukan pinjaman

kepada bank. Hanya 11.43 persen rumahtangga yang memilih meminjam uang

kepada lembaga kredit non formal seperti rentenir dan tengkulak dan 5.71 persen

rumahtangga yang memilih untuk meminjam uang kepada bank. Contoh kasus

yang menggunakan strategi berhutang kepada saudara atau tetangga adalah Bapak

SRL (59 tahun).

Berdasarkan kisah Bapak SRL di atas diketahui bahwa rasa kepercayaan di

antara masyarakat di Desa Ciganjeng tinggi karena beliau menjamin bahwa akan

selalu ada tetangga yang akan meminjamkan uang apabila keluarganya butuh

begitu pula dengan keluarga yang lain. Sikap seperti itu timbul karena ikatan yang

erat dalam masyarakat dan rasa empati yang tinggi terhadap sesama. Hanya

rumahtangga tertentu yang berani meminjam uang kepada rentenir dan tengkulak

karena bunga yang cukup besar. Begitu pula dengan rumahtangga yang

meminjam uang kepada bank. Rumahtangga tersebut harus memiliki jaminan

untuk bisa meminjam kepada bank dan jaminan bahwa uang tersebut akan bisa

dikembalikan. Bagi rumahtangga yang hanya menggantung pendapatan dari

sektor pertanian saja maka tidak akan berani meminjam kepada bank karena tidak

ada jaminan setiap bulannya akan mendapatkan uang untuk membayar cicilan.

Hasil pertanian baru dirasakan setiap musim bila masa normal dan hanya satu kali

paling banyak bila masa krisis.

Box 7. Kisah kehidupan kasus Bapak SRL (59 tahun)

Bapak SRL memiliki seorang istri dan dua orang anak. Bapak SRL

dulunya seorang petani namun kini tidak lagi dan membantu istri dalam usaha

keripik yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Bapak SRL dulu pernah

menjadi buruh bangunan di Jakarta pada musim banjir namun hanya sebulan

saja dan kemudian kembali ke desa dengan alasan rindu rumah. Selama menjadi

buruh bangunan di Jakarta, Bapak SRL diberi upah sebesar Rp30.000,00 per

hari. Bapak SRL kadang-kadang juga menjadi buruh tani bila ada tetangga yang

meminta dan diberi upah Rp50 000 per hari namun sekarang sudah jarang

dilakukan karena tidak banyak permintaan untuk menjadi buruh. Bapak SRL dan

istri membuat keripik apabila ada pesanan dan juga dititipkan di warung-warung

tetangga. Keuntungan dari penjualan keripik ini bisa mencapai Rp500 000 per

musim. Musim ini tergantung pada bulan-bulan orang banyak mengadakan

hajatan dan hari raya seperti bulan Syawal. Anak pertama Bapak SRL menetap

di Jakarta dan bekerja sebagai pegawai toko. Bapak SRL mendapatkan kiriman

sebesar Rp600 000 dari anak pertamanya itu setiap bulan. Anak kedua Bapak

SRL masih sekolah kelas 7 SMP. Apabila Bapak SLR dan keluarga

membutuhkan dana cukup besar dan mendesak maka beliau akan meminjam

kepada saudara atau tetangga karena pasti dipinjamkan. Beliau mengakui bahwa

di desa ini apabila ada yang ingin pinjam uang maka tetangga yang memiliki

kemampuan akan meminjamkannya. Kepercayaan dalam masyarakat sangat

tinggi. Beliau pernah meminjam kepada rentenir tetapi kemudian tidak lagi

karena bunga yang harus dibayar cukup tinggi.

Page 67: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

54

Strategi Investasi Non Pertanian

Strategi ini dominan dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan atas karena

memiliki kemampuan lebih dalam segi materi untuk menginvestasikannya dalam

sektor non pertanian. Petani lapisan atas menginvestasikan kelebihan materinya

dalam bentuk tabungan di bank, barang berharga lain seperti alat elektronik,

kendaraan, logam mulia, dan membeli lahan lain sebagai tabungan bagi

rumahtangga yang terlihat. Strategi ini dimanfaatkan oleh rumahtangga petani

lapisan atas apabila masa krisis datang. Sawah yang tergenang banjir membuat

mereka tidak mampu mendapatkan pendapatan dari hasil panen padi sehingga

untuk bertahan agar tidak jatuh mereka memanfaatkan tabungan yang mereka

miliki. Investasi non pertanian juga dalam bentuk membuat usaha lain seperti

membuka warung sembako. Warung sembako sebagai cadangan sumber nafkah

bagi rumahtangga petani terutama apabila sawah mereka tergenang banjir.

Warung sembako tidak bergantung pada cuaca dan iklim sehingga apabila musim

krisis datang, rumahtangtga tetap mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk

kebutuhan hidup sehari-hari.

Bagi rumahtangga lapisan bawah belum memiliki kemampuan sepenuhnya

untuk menginvestasikan kelebihan pendapatannya di sektor non pertanian.

Beberapa rumahtangga mampu menginvestasikan hewan ternak seperti ayam dan

kambing tapi belum mampu membuat warung sembako ataupun jenis lainnya

untuk antisipasi pada saat musim krisis datang.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dibuat sebuah matriks yang

menghubungkan kategori lapisan rumahtangga dengan variasi strategi nafkah

yang diterapkan baik pada saat normal maupun pada saat krisis. Setiap lapisan

rumahtangga memiliki kemampuan mengakses sumberdaya yang berbeda

sehingga strategi nafkah yang diterapkannya pun berbeda. Berikut ini adalah

matriks strategi nafkah yang diterapkan masing-masing lapisan.

Tabel 11 Variasi strategi nafkah rumahtangga petani menurut lapisan

rumahtangga di Desa Ciganjeng tahun 2013

Kategori Rumahtangga

Petani

Variasi Strategi Nafkah

Masa Normal Masa Krisis

Rumahtangga Lapisan

Bawah

- Strategi alokasi

sumberdaya manusia

- Strategi migrasi

- Strategi berhutang

- Strategi pola nafkah

ganda

Rumahtangga Lapisan

Menengah

- Strategi alokasi

sumberdaya manusia

- Strategi intensifikasi

pertanian

- Strategi pola nafkah

ganda

- Strategi berhutang

Rumahtangga Lapisan

Atas

- Strategi intensifikasi

pertanian

- Strategi investasi non

pertanian

- Strategi berhutang Sumber: data primer yang diolah

Page 68: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

55

Rumahtangga petani lapisan bawah dominan akan menggunakan strategi migrasi,

strategi berhutang, dan strategi pola nafkah ganda sebagai upaya rumahtangga

tersebut memepertahankan hidupnya dalam masa krisis yaitu pada saat banjir

menggenangi sawah mereka. Strategi migrasi desa-kota dominan dilakukan

apabila individu tersebut sudah merasa tidak mampu lagi mengakses sumber

nafkah yang ada di desa. Berbeda dengan rumahtangga lapisan atas yang masih

memiliki sumber-sumber nafkah yang bisa tetap diakses walaupun pada masa

krisis sehingga tidak perlu melakukan strategi migrasi desa-kota.

Rumahtangga lapisan menengah dominan melakukan strategi pola nafkah

ganda pada saat krisis seperti yang juga dilakukan oleh rumahtangga petani

lapisan bawah. Rumahtangga petani lapisan atas justru melakukan strategi

investasi non pertanian pada masa krisis di mana rumahtangga memperoleh

sumber nafkah lain lebih banyak di luar sektor pertanian. Perbedaan ini

menegaskan bahwa strategi nafkah yang diterapkan oleh individu dipengaruhi

oleh struktur nafkah yang berubah akibat krisis ekologi. Semakin tinggi

pendapatan rumahtangga maka rumahtangga tersebut tidak perlu melakukan

banyak strategi untuk bisa bertahan hidup pada masa krisis karena dengan strategi

tertentu saja mereka sudah bisa bertahan. Semakin rendah tingkat pendapatan

rumahtangga akibat tidak mampu berproduksi karena sawah tergenang maka akan

semakin banyak pula strategi rumahtangga yang harus diterapkan untuk bisa

bertahan hidup.

Tingkat Pemanfaatan Livelihood Asset

Strategi nafkah yang dipilih dan diterapkan oleh rumahtangga petani tidak

lepas dari kemampuan rumahtangga tersebut memanfaatkan livelihood asset yang

dimiliki untuk bertahan hidup (Scoones 1998). Livelihood asset yang

diungkapkan (Ellis 2000) terdiri atas modal sumberdaya alam (natural capital),

modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital), modal finansial

(financial capital and subtitues), dan modal sosial (social capital). Pemanfaatan

livelihood assset ini mempengaruhi strategi nafkah yang dipilih oleh rumahtangga

petani. Semakin tinggi pemanfaatan livelihood asset maka akan semakin beragam

strategi rumahtangga yang dijalankan.

Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)

Modal ini meliputi segala sumberdaya yang dapat dimanfaatkan manusia

untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya dapat berupa sumberdaya yang bisa

diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Modal sumberdaya ini di

antaranya meliputi air, tanah, pohon, hewan, udara, dan sumber lainnya termasuk

barang tambang seperti minyak dan batu bara. Sumberdaya tersedia di alam dan

dapat diakses oleh siapa saja tetapi ada juga sumberdaya yang hanya bisa diakses

oleh golongan atau lapisan tertentu karena hak-hak tertentu yang dimiliki

golongan atau lapisan tersebut.

Desa Ciganjeng memiliki sumberdaya alam yang dapat dijadikan modal

utama bagi masyarakatnya untuk bertahan hidup. Lahan sawah yang dapat

dimanfaatkan masyarakat cukup luas yaitu 418 hektar dan wilayah hutan rakyat

seluas 90.062 hektar. Lahan yang cukup luas tersebut dimanfaatkan oleh

Page 69: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

56

masyarakat dengan maksimal. Walaupun banjir dan kekeringan kerap kali

melanda desa ini namun masyarakat tidak bosan untuk menanaminya kembali

agar nantinya bisa dipanen. Beberapa masyarakat juga ikut menggarap lahan yang

mereka sebut berasal dari „Procit‟. Lahan tersebut ditanami kayu sengon yang

hasilnya baru bisa dirasakan paling cepat lima tahun hingga sepuluh tahun.

Masyarakat juga mengenal sistem „maro‟ atau bagi hasil. Sistem ini

dilakukan apabila seseorang yang punya lahan tidak mampu menggarap lahannya

sendiri dan akhirnya lahan tersebut digarap oleh orang lain. Imbalannya hasil

panen dibagi 50:50 antara pemilik lahan dan penggarap. Hal ini menunjukkan

bahwa lahan yang tersedia dimanfaatkan oleh masyarakat agar menghasilkan dan

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selain lahan, sumber mata air juga tersedia di Desa Ciganjeng. Desa

Ciganjeng memiliki topologi berbukit-bukit sehingga ada beberapa sumber mata

air yang dapat dimaksimalkan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber air untuk irigasi lahan pertanian didapatkan dari sungai-sungai yang

mengaliri daerah Ciganjeng. Sungai-sungai tersebut yaitu Sungai Ciseel, Sungai

Citanduy, Sungai Cirapuan, dan ada juga Sungai Kedung Palungpung. Di Sungai

Cirapuan terdapat kincir air untuk irigasi.yang dialirkan ke lahan-lahan pertanian.

Pada saat banjir, air meluap ke lahan pertanian masyarakat bahkan hingga masuk

dan menggenangi rumah warga sedangkan pada musim kemarau dan kekeringan

melanda maka air untuk mengaliri lahan pertanian sulit didapatkan. Ada yang

menggunakan jasa pengaliran air yang diambil dari sumber mata air dengan biaya

Rp30 000 per 100 bata per jam. Warga memenuhi kebutuhan sehari-harinya

dengan memanfaatkan air tanah meskipun ada juga yang menggunakan air PAM.

Hewan dan pohon dipelihara oleh masyarakat sebagai aset rumahtangga

maupun memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hewan sebagai aset rumahtangga

biasanya hewan ternak yaitu ayam, kambing, dan sapi. Hampir setiap

rumahtangga di Desa Ciganjeng memiliki ayam dan beberapa memiliki kambing

tapi hanya sedikit yang memiliki sapi. Sementara itu, pohon yang biasanya

ditanam sebagai aset rumahtangga adalah pohon sengon dan albasia.

Modal Fisik (Physical Capital)

Ellis (2000) menjelaskan bahwa modal fisik merupakan berbagai benda

yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan

berbagai benda fisik. Modal fisik termasuk juga jembatan, jalan, dan angkutan

yang tersedia untuk mendistribusikan hasil pertanian yang didapatkan. Usaha

pertanian di Desa Ciganjeng belum menggunakan teknologi canggih seperti mesin

pemanen dan perontok gabah. Petani masih menggunakan cara gotong royong

untuk memanen sawah dan merontokkan gabah dengan alat sederhana. Agar bisa

menghasilkan padi pun masih menggunakan penggilingan padi yang ada di

ruangan tertentu tidak seperti di luar negeri yang sudah menggunakan satu mesin

sekaligus untuk panen dan penggilingan padinya. Tidak semua petani juga

memiliki traktor untuk mengolah lahannya sehingga petani yang tidak memiliki

traktor harus membayar jasa kepada petani yang memiliki traktor setelah lahannya

dibajak. Saluran irigasi juga tersedia di Desa Ciganjeng termasuk kincir air.

Saluran irigasi ini mengaliri setiap lahan pertanian yang ada di Desa Ciganjeng

berbentuk parit di pinggiran lahan dan dihubungkan ke sumber air irigasi yaitu

sungai-sungai yang ada di sekitar lahan pertanian.

Page 70: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

57

Jembatan yang menghubungkan antar desa tersedia dan dalam kondisi yang

baik sehingga desa satu dengan yang lainnya dapat terhubung dan alur distribusi

pun dapat berjalan baik. Jalan desa juga cukup baik hanya masih ada jalan yang

belum beraspal yaitu jalan menuju RW 8 yang letaknya di sisi sungai dan

berbatasan dengan tanggul. Jalan RW 8 masih berbatu dan ditutupi oleh puing-

puing batuan kapur agar bila hujan datang, masyarakat masih bisa beraktivitas

dengan lancar dan bisa melewati jalan dengan mudah. Angkutan umum yang

melewati Desa Ciganjeng juga tersedia hanya saja frekuensinya tidak sering.

Masyarakat bisa bepergian menggunakan angkutan umum kecil setelah menunggu

15 menit sedangkan untuk angkutan umum besar seperti bus antarkota hanya

menunggu 10 menit saja sudah tersedia. Alat transportasi yang digunakan petani

ke sawah adalah sepeda dan motor. Setiap rumah di RW 8 dan RW 7 memiliki

perahu kecil sebagai alat transportasi saat musim banjir.

Modal Manusia (Human Capital)

Modal manusia ini meliputi jumlah atau populasi manusia, tingkat

pendidikan, tingkat kesehatan, hingga keahlian yang dimiliki untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Populasi manusia di Desa Ciganjeng berjumlah 4

868 jiwa dengan proporsi penduduk laki-laki sebanyak 2 426 jiwa dan perempuan

sebanyak 2 442 jiwa. Dalam satu desa dengan luas wilayah 749.744 hektar,

populasi penduduk dengan jumlah tersebut dapat dikatakan tidak terlampau padat.

Tingkat pendidikan sumberdaya manusia rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

masih rendah. Orangtua hanya menempuh pendidikan hingga Sekolah Dasar, itu

pun ada yang tamat dan ada juga yang putus sekolah. Seiring berjalannya waktu,

orangtua menyadari bahwa pendidikan sangat penting bagi anak-anakya sehingga

saat ini minimal mereka menyekolahkan anaknya hingga tingkat SMP.

Tingkat pendidikan yang masih rendah disebabkan karena faktor

keterbatasan ekonomi orangtua. Dorongan untuk segera membantu orangtua

mencari nafkah juga menjadi faktor lain yang membuat anak-anak lebih memilih

bekerja dibandingkan sekolah walaupun sekolah dasar di desa ini sudah gratis.

Kemampuan ekonomi keluarga yang rendah membuat anak tidak mampu

mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini pun berdampak pada ruang

lingkup masyarakat dalam mencari nafkah yang lebih mengandalkan tenaga

dibandingkan keterampilan individu lain. Sebagai contoh, hanya segelintir

penduduk desa yang bekerja sebagai PNS maupun karyawan swasta dengan

pangkat lebih tinggi. Tingkat kesehatan rumahtangga petani pun cukup baik

dengan kategori sedikit anggota rumahtangga yang berobat ke rumah sakit. Hanya

apabila terjadi banjir, banyak penyakit menyerang terutama penyakit kulit karena

air banjir yang kotor.

Rumahtangga petani lapisan bawah lebih memaksimalkan modal manusia

ini. Contohnya, dengan mengalokasikan anggota keluarga sebagai tenaga kerja

untuk mengelola lahan pertanian maupun menambah tenaga kerja lain di luar

anggota keluarga untuk memaksimalkan hasil panen yang dapat diperoleh.

Apabila satu rumahtangga menggunakan tenaga kerja selain anggota rumahtangga

maka rumahtangga tersebut harus memberi upah Rp30 000–Rp40 000 per hari

untuk buruh wanita dan Rp40 000–Rp45 000 per hari untuk buruh laki-laki.

Perbedaan upah ini karena pekerjaan yang dilakukan laki-laki meliputi membajak

Page 71: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

58

dan mengolah lahan sedangkan wanita biasanya hanya nandur, ngarambet, dan

ikut memanen.

Modal Finansial (Financial Capital)

Modal finansial dapat berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa

diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi. Akses peminjaman modal bagi

rumahtangga di Desa Ciganjeng ada bermacam-macam baik formal dan non

formal namun letaknya tidak semua ada di desa. Rumahtangga petani lebih

memilih meminjam modal pada saudara atau tetangga dibandingkan dengan

meminjam kepada tengkulak/rentenir maupun ke bank. Rumahtangga petani

menghindari resiko bunga yang besar bila meminjam kepada tengkulak/rentenir

maupun ke bank.

Rumahtangga petani di Desa Ciganjeng sudah mempunyai kepercayaan

kepada saudara atau tetangganya apabila akan selalu ada yang menolong jika

butuh bantuan termasuk pinjaman uang untuk modal menanam maupun

kebutuhan mendesak. Pinjaman tersebut akan dikembalikan sesuai dengan

perjanjian saat meminjam dan jika telat pun tidak ada bunga besar seperti pada

tengkulak maupun bank. Hanya rumahtangga tertentu yang berani meminjam

kepada bank contohnya jika kepala rumahtangga bekerja sebagai pedagang, PNS,

dan buruh pabrik yang memiliki jaminan upah pasti setiap bulan.

Rumahtangga petani di Desa Ciganjeng cenderung tidak memiliki tabungan

berbentuk uang tunai, baik di rumah maupun di bank. Sebagian rumahtangga

menyimpan dalam bentuk hewan ternak dan sebagian lagi menyimpan dalam

bentuk barang berharga yang dapat cepat dijual. Akan tetapi, banyak rumahtangga

yang tidak mampu menyimpan karena pendapatan yang diperoleh hanya cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau habis untuk modal menanam sawah

yang terkena banjir dan kekeringan.

“Bagaimana mau nabung kalau buat makan aja udah alhamdulillah. Setiap hari

jadi buruh itu juga belum cukup. Sekarang mah jarang yang minta untuk

buburuh, ngga seperti dulu yang lumayan. Jadi kalau gitu bagaiman mau nabung

lah.” (Ibu DMH 46 tahun)

Ibu DMH termasuk dalam kategori rumahtangga dengan tingkat pendapatan

rendah yang tidak memiliki kemampuan untuk menabung. Pekerjaan sebagai

buruh tani dengan pendapatan yang rendah hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari dan bahkan kurang sehingga harus meminjam kepada

tetangga ataupun menunggu pemberian tetangga untuk bisa makan. Di Desa

Ciganjeng, kemampuan untuk menabung hanya dimiliki oleh rumahtangga lapisan

atas sedangkan pendapatan rumahtangga lapisan menengah dan bawah hanya

cukup untuk bertahan hidup. Meskipun memiliki kapasitas untuk menabung, tidak

semua rumahtangga lapisan atas melakukannya dengan alasan pendapatan yang

diperoleh habis untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Modal Sosial (Social Capital)

Modal sosial merupakan modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga di

mana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan

hidupnya. Merujuk pada Chambers dan Conway (1991) dikutip Widiyanto,

Dhamawan, dan Prasodjo (2010), modal sosial adalah komponen penting dalam

Page 72: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

59

mendukung kehidupan dan merupakan intangible asset yang terdiri dari claim dan

access. Claim yang dimaksud yaitu permintaan atau permohonan yang ditujukan

untuk menciptakan kebutuhan material, dapat berwujud etika moral, dukungan

lain berbentuk makanan, peralatan, pinjaman, pemberian, atau kesempatan

memperoleh pekerjaan, dan juga bisa berbentuk akses. Selanjutnya, Widiyanto,

Dharmawan, dan Prasodjo (2010) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan

katub penyelamat bagi keberlangsungan kehidupan petani merujuk pada strategi

yang diterapkan oleh rumahtangga petani. Aspek modal sumberdaya alam, modal

finansial, modal manusia, modal fisik dan lainnya bisa diakses petani melalui

seberapa kuat modal sosial yang mereka miliki.

Suharto (2006) menjelaskan bahwa modal sosial diartikan sebagai sumber

(resources) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu

komunitas. Ridell (1997) dalam Suharto (2006) menyebutkan bahwa ada tiga

parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms),

jaringan-jaringan (networks). Ketiga parameter ini tercermin dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat di Desa Ciganjeng yang akhirnya menguatkan modal

sosial yang mereka miliki.

Kepercayaan (trust) tergambar penuh dalam kehidupan masyarakat di Desa

Ciganjeng. Kepercayaan ini terbentuk dari hasil interaksi selama bertahun-tahun.

Bentuk kepercayaan ini tercermin pada mudahnya rumahtangga petani

mendapatkan pinjaman uang saat membutuhkan dana mendesak baik kepada

saudara, tetangga, maupun kepada rentenir/tengkulak. Pinjaman ini dikembalikan

sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama dan apabila meminjam kepada

saudara atau tetangga itu bebas bunga. Warung-warung di Desa Ciganjeng juga

memperbolehkan tetangganya untuk menghutang kebutuhan pokok karena sudah

terbangun rasa saling percaya di antara mereka.

Norma-norma (norms) dalam masyarakat tetap terjaga walau jaman semakin

modern. Gotong royong dijunjung tinggi masyarakat di Desa Ciganjeng

contohnya pada saat tetangga ada hajatan ataupun ada tetangga yang meninggal

dunia. Masyarakat dengan sendirinya membantu tetangga yang membutuhkan dan

begitupula sebaliknya. Hubungan timbal balik antartetangga terlihat nyata.

Pengajian juga salah satu pengikat masyarakat untuk tetap berpegang pada norma-

norma yang ada.

Jaringan kerja sama antarmanusia memfasilitasi terjadinya komunikasi dan

interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama

(Suharto 2006). Hubungan antara rumahtangga lapisan rendah, menengah, dan

tinggi terbangun dengan baik. Hubungan antara pemilik lahan luas dan buruh tani

yang menggarap pun tercipta sehingga jika ada panggilan untuk bekerja sebagai

buruh langsung cepat bisa dikontak dan dihubungi. Ada juga kelompok-kelompok

tani yang memudahkan petani berhubungan dengan pihak lain untuk memperoleh

saprotan, mendapatkan kredit, hingga menjual hasil panen, contohnya Kelompok

Tani Guna Bakti Mulya. Hubungan patron-klien tercipta dan saling berikatan erat.

Jaringan antara warga yang merantau dengan yang di kampung halaman juga

tercipta baik contohnya apabila ada panggilan pekerjaan di kota untuk menjadi

buruh bangunan dan lainnya maka akan langsung cepat tersebar dan ada saja yang

kemudian menyusul ke kota untuk mengambil pekerjaan itu. Hubungan antara

tetangga yang memberikan pinjaman dan yang meminjam pun baik karena

kepercayaan yang baik pula di antara mereka.

Page 73: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

60

Rumahtangga petani mampu membangun strategi nafkah yang berbasis

pada modal sosial seperti sistem maro, royongan, nitip. Modal sosial menjadi

landasan rumahtangga petani untuk bisa mengakses modal-modal lain

sebelumnya. Semakin kuat modal sosial dibangun oleh masyarakat atau kelompok

maka akan semakin mudah untuk mereka mengakses modal sumberdaya alam,

modal fisik, modal finansial, dan modal manusia.

Ikhtisar

Strategi nafkah merupakan taktik dan aksi yang dibangun oleh individu

ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan

tetap memerhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai

budaya yang berlaku (Dharmawan 2007a). Sumber-sumber nafkah dimainkan

menjadi basis nafkah dalam membangun strategi nafkah. Basis nafkah yang

dimaksud adalah lima aset modal yang dijelaskan oleh Ellis (2000), yaitu modal

sumberdaya alam, modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal sosial.

Oleh karena itu, setiap rumahtangga memiliki strategi nafkah yang berbeda

tergantung pada kemampuan rumahtangga tersebut mengombinasikan modal-

modal yang mereka miliki.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa

strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani di Desa Ciganjeng, yaitu

strategi alokasi sumberdaya manusia dalam rumahtangga, strategi pola nafkah

ganda, strategi migrasi, strategi intensifikasi pertanian, strategi berhutang, dan

strategi investasi non pertanian. Strategi alokasi sumberdaya manusia dalam

rumahtangga lebih dominan dipilih oleh rumahtangga petani golongan menengah

dan bawah karena mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan

produksi. Strategi pola nafkah ganda dilakukan oleh semua golongan

rumahtangga namun tujuan melakukannya yang berbeda. Rumahtangga golongan

bawah melakukan pola nafkah ganda untuk mempertahankan kehidupannya,

sedangkan rumahtangga golongan menengah melakukannya dengan tujuan untuk

mendapatkan tambahan penghasilan bagi rumahtangga karena sumber nafkah

yang utama belum cukup memenuhi kebutuhan hidupnya. Rumahtangga petani

golongan atas melakukan pola nafkah ganda untuk mengakumulasi pendapatan

dan meningkatkan saving capacity yang dimiliki.

Strategi migrasi biasanya dilakukan oleh rumahtangga petani dari suku

Jawa. Anggota rumahtangga yang melakukan migrasi membentuk jaringan

dengan kerabatnya yang ada di kampung halaman sehingga apabila ada

kesempatan kerja di luar desa dapat diinformasikan segera dan ada akses untuk

menjangkaunya. Tidak mungkin ada anggota rumahtangga yang melakukan

migrasi tanpa sebelumnya tahu bahwa ada kerabat mereka yang bisa dihubungi di

tempat tujuan dan memiliki jaminan keamanan untuk hidup disana.

Strategi intensifikasi pertanian dilakukan oleh rumahtangga yang tidak

mampu mengakses kesempatan kerja lain di luar sektor pertanian baik karena

keterbatasan kemampuan individu maupun juga karena area sawah yang dimiliki

cukup luas sehingga memutuskan untuk lebih mengintensifkan lahan pertanian

yang dimilikinya. Strategi ini biasanya juga dilakukan oleh rumahtangga dengan

kepala keluarga yang usianya sudah tua.

Page 74: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

61

Strategi berhutang dominan dilakukan oleh rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng. Meminjam kepada saudara dan kerabat lebih dahulu dilakukan apabila

rumahtangga membutuhkan dana cukup besar dalam waktu cepat. Strategi ini

dilakukan karena masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi antar anggotanya.

Setiap ada tetangga yang butuh pinjaman maka pasti selalu ada tetangga yang

akan meminjamkan. Oleh karena itu, strategi ini menjadi andalan utama

rumahtangga petani apabila ada kebutuhan mendesak.

Strategi investasi non pertanian dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan

atas. Rumahtangga lapisan atas memiliki kemampuan untuk menginvestasikan

kelebihan pendapatannya dalam bentuk tabungan di bank, barang berharga,

maupun membangun toko ataupun warung sebagai sumber nafkah cadangan bagi

rumahtangganya. Membangun toko atau warung menjadi pilihan rumahtangga

petani lapisan atas karena tidak bergantung cuaca maupun iklim sehingga apabila

musim krisis datang mereka masih bisa mendapatkan sumber nafkah tambahan

bagi rumahtangganya.

Semua strategi tersebut dilakukan dengan memainkan lima modal aset yang

dapat diakses. Modal sumberdaya manusia mempengaruhi pilihan strategi nafkah

rumahtangga. Semakin baik kemampuan sumberdaya manusianya maka akan

semakin banyak pilihan strategi yang dapat dilakukan. Modal sumberdaya alam

yang semakin terbatas mempengaruhi keberagaman strategi nafkah. Krisis ekologi

menyebabkan ketersediaan sumberdaya alam semakin terancam. Modal fisik dan

modal finansial tersedia di Desa Ciganjeng namun bukan berarti semua

rumahtangga mampu mengaksesnya dengan baik. Modal yang paling kuat

dimainkan oleh rumahtangga petani di Desa Ciganjeng adalah modal sosial.

Jaringan, kepercayaan dan norma-norma yang ada di masyarakat membuat

mereka tetap aman walaupun terjadi krisis. Selain itu, modal sosial menjadi

landasan rumahtangga petani untuk bisa mengakses modal-modal lain

sebelumnya. Semakin kuat modal sosial dibangun oleh masyarakat atau kelompok

maka akan semakin mudah untuk mereka mengakses modal sumberdaya alam,

modal fisik, modal finansial, dan modal manusia.

Page 75: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

62

Page 76: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

63

KELENTINGAN NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI

Bab ini menguraikan mengenai hasil analisis kelentingan nafkah

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng yang terbagi menjadi beberapa sub bab.

Sub bab pertama menguraikan kelentingan nafkah dari berbagai definisi.

Kemudian sub bab kedua mengenai tindakan-tindakan rumahtangga dalam

menghadapi krisis ekologi yang menjadi indikator bagi ukuran tingkat kelentingan

nafkah rumahtangga dan selanjutnya dapat dikategorikan menjadi tinggi, sedang,

dan rendah. Akhir bab ini juga diberikan ikhtisar singkat yang menggambarkan

keseluruhan isi bab ini.

Kelentingan Nafkah

Gibbs dan Bromley (1989) dalam Darusman (2001) menjelaskan

kelentingan (resiliensi) sebagai suatu kemampuan untuk mengakomodasi terhadap

tekanan-tekanan atau gangguan-gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa.

Selanjutnya Siebert (2005) dalam Wijayani (2008) menjelaskan lebih lanjut

bahwa kelentingan adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan

hidup pada level tinggi termasuk merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa

sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada. Kelentingan merupakan

kebangkitan individu atau kelompok dari keterpurukan.

Holling (1973) menyatakan bahwa kelentingan atau resiliensi adalah

properti dari sebuah sistem dan persisten atau kemungkinan dari kepunahan

adalah hasilnya. Resiliensi menentukan persistensi dari hubungan-hubungan

dalam sebuah sistem dan merupakan sebuah ukuran dari kemampuan sistem

tersebut untuk kembali ke keadaan seimbang setelah gangguan sementara. Jika

sistem yang dimaksud adalah sebuah rumahtangga maka resiliensi diwujudkan

dalam cara-cara yang dilakukan oleh anggota rumahtangga untuk menstabilkan

kondisi rumahtangganya setelah menghadapi krisis. Krisis ini bersifat sementara

namun bisa berulang-ulang sehingga akan menyebabkan rumahtangga tersebut

jatuh tersungkur apabila tidak ada tindakan perlawanan dari rumahtangga tersebut.

Kelentingan nafkah dapat diartikan sebagai kemampuan individu atau

kelompok untuk menstabilkan kondisi nafkah rumahtangganya setelah ditimpa

gangguan-gangguan yang mengguncang sumber nafkah yang mampu diakses.

Karena kelentingan adalah sebuah kemampuan maka kelentingan dapat dilihat

dari hasil aksi individu atau kelompok untuk menstabilkan kondisinya.

Kelentingan nafkah rumahtangga dapat diwujudkan dan diukur dari tindakan-

tindakan yang dilakukan anggota rumahtangga untuk meningkatkan

kelentingannya yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan rumahtangga

tersebut. Semakin lenting rumahtangga maka semakin aman rumahtangga tersebut

dari ancaman krisis dan pada akhirnya tidak mengganggu kesejahteraan

rumahtangga.

Page 77: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

64

Aspek-Aspek Kelentingan Nafkah

Saving Capacity

Kelentingan nafkah dapat diidentifikasi dari saving capacity atau

kemampuan menabung satu rumahtangga. Saving capacity yang tinggi dapat

meningkatkan kelentingan rumahtangga tersebut. Saving capacity satu

rumahtangga diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran rumahtangga

tersebut. Oleh karena itu, sebuah rumahtangga dikatakan memiliki kelentingan

yang tinggi apabila tingkat pendapatannya melebihi tingkat pengeluaran. Apabila

tingkat pendapatannya masih setara dengan tingkat pengeluaran rumahtangga

maka rumahtangga tersebut dikatakan memiliki kelentingan yang sedang atau

cukup. Rumahtangga yang tingkat pendapatannya di bawah tingkat

pengeluarannya maka dikatakan memiliki kelentingan yang rendah atau kurang

lenting. Dalam penelitian ini, rumahtangga petani di Desa Ciganjeng diguncang

bencana banjir dan kekeringan yang terjadi setiap tahun dengan frekuensi dan

waktu yang cukup lama.

Tahun 2013, banjir terjadi sejak awal tahun hingga akhir bulan Juli

sedangkan kekeringan mulai melanda sejak bulan Agustus. Banjir terjadi beberapa

kali dan paling tidak membutuhkan waktu selama satu minggu untuk surut

kembali. Petani menanam padi di sawahnya kemudian banjir lalu surut kemudian

petani menanamnya lagi dan begitu seterusnya hingga akhirnya musim kemarau

datang dan kekeringan melanda sehingga petani tidak bisa menanam lagi.

Guncangan oleh bencana itu dirasakan petani di Desa Ciganjeng setiap tahunnya.

Kelentingan nafkah diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran karena

mampu melihat seberapa besar kemampuan anggota rumahtangga untuk berupaya

membuat rumahtangganya tidak terpuruk akibat banjir dan kekeringan yang

melanda Desa Ciganjeng. Kemampuan rumahtangga bertahan dalam guncangan

yang menimpanya digambarkan dengan tingkat pendapatan yang mampu

dihasilkan walaupun sumber nafkah yang biasa diakses itu mengalami guncangan.

Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah tingkat kelentingan rumahtangga

berdasarkan dengan tingkat pendapatan yang dapat dihasilkan selama satu tahun

dan tingkat pengeluaran rumahtangga petani.

Tabel 12 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga

berdasarkan saving capacity di Desa Ciganjeng tahun 2013

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang lenting 18 51.43

Cukup lenting 1 2.86

Lenting 16 45.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 35 responden rumahtangga

petani terdapat 51.43 persen rumahtangga termasuk kategori kurang lenting

karena pendapatannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat

pengeluarannya. Rumahtangga yang masuk ke dalam kategori cukup lenting

sebesar 2.86 persen sedangkan rumahtangga yang dapat dikatakan memiliki

Page 78: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

65

kelentingan yang baik sebesar 45.71 persen. Rumahtangga kurang lenting sebesar

51.43 ini didominasi juga oleh rumahtangga dengan kategori tingkat pendapatan

rendah. Rumahtangga kategori ini mulai tidak lenting karena tidak mampu

bertahan dari guncangan banjir dan kekeringan yang menimpa sumber nafkah

mereka. Banjir yang terjadi setiap tahun belum mampu diatasi oleh setiap anggota

rumahtangga melalui pilihan strategi nafkah yang diterapkan sehingga membuat

rumahtangganya dalam kondisi stabil.

Berbeda dengan rumahtangga kurang lenting, rumahtangga yang memiliki

kelentingan yang tinggi atau baik karena mampu mengatasi kegagalan pertanian

sawah yang terendam banjir. Pilihan strategi nafkah yang diterapkan mampu

menstabilkan kembali rumahtangga setelah terguncang oleh banjir. Kelebihan

pendapatan yang diperoleh 45.71 persen rumahtangga ini didapatkan lebih banyak

bukan dari hasil panen karena pertanian sawah di Desa Ciganjeng terendam

banjir. Berikut ini beberapa kisah kehidupan rumahtangga yang mulai tidak

lenting, rumahtangga dengan tingkat kelentingan cukup, serta rumahtangga yang

memiliki kelentingan tinggi

Kisah Bapak RSM tersebut menunjukkan kemampuan yang rendah anggota

rumahtangga baik Bapak RSM maupun istri untuk menstabilkan kondisi

rumahtangganya dari guncangan krisis banjir yang merendam sawah garapannya.

Bapak RSM dan istri juga tidak mampu mencari pekerjaan lain di luar sektor

pertanian untuk menambah pendapatannya karena keterbatasan fisik dan

Box 8. Kisah kasus kehidupan Bapak RSM (73 tahun)

Bapak RSM adalah seorang petani penggarap lahan seluas 200 bata

atau setara dengan 0.28 hektar. Bapak RSM hanya tinggal berdua dengan

istrinya sedangkan anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah. Istri

Bapak RSM dulu adalah buruh tani dan membantu Bapak RSM menggarap

lahan namun karena usia yang semakin tua, beliau tidak sanggup lagi menjadi

buruh tani dan hanya membantu Bapak RSM semampunya selebihnya beliau

hanya mengurus rumahtangga. Bapak RSM menggantungkan hidupnya pada

hasil panen padi sawah yang beliau tanam. Beliau tidak mampu bekerja

menjadi buruh bangunan atau bermigrasi ke kota karena usia yang sudah tua.

Tahun 2013, lahan sawah yang digarapnya sudah tiga kali terendam banjir

dan tiga kali pula ia mencoba menanamnya kembali. Modal pertama

menanam diperoleh dari sisa hasil panen tahun lalu yang masih ada dan

selebihnya meminjam kepada tetangga. Hingga bulan Oktober 2013, sawah

yang digarapnya belum pernah panen sekalipun. Bapak RSM mendapatkan

penghasilan sebesar Rp2 000 000 dari hasil membantu memanen sawah

tetangga yang lain. Di Desa Ciganjeng, petani yang lain boleh membantu

tetangga lainnya yang sedang panen dan nantinya akan diberi sebagian hasil

panen sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Pendapatan tersebut tidak

mampu menutupi kebutuhan hidup rumahtangganya sebesar Rp255 600 per

bulan. Biaya pengeluaran tersebut sudah sangat ditekan oleh Bapak RSM dan

istri semaksimal mungkin misalnya dengan menanam sayuran di kebun

rumah untuk mengurangi biaya keperluan dapur. Akan tetapi, hal ini belum

mampu mengeluarkan keluarga Bapak RSM dari krisis yang dihadapinya

Page 79: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

66

kemampuan yang dimiliki. Cara Bapak RSM memenuhi kekurangan

kebutuhannya adalah meminta bantuan kepada anak-anaknya atau meminjam

kepada tetangga. Tidak jarang juga Bapak RSM diberi bantuan oleh tetangga

dekatnya berupa makanan. Dengan alasan tersebut, rumahtangga Bapak RSM

termasuk kategori mulai tidak lenting atau kurang lenting.

Dalam penelitian ini, hanya satu rumahtangga yang dikatakan memiliki

kelentingan yang cukup karena tingkat pendapatannya masih setara dengan

tingkat pengeluarannya walaupun terkena guncangan krisis banjir. Rumahtangga

tersebut adalah rumahtangga Bapak IKN yang kisah kehidupannya sudah

dijelaskan pada Box 3 bab sebelumnya. Pendapatan rumahtangga Bapak IKN

selama tahun 2013 ini sebesar Rp10 440 000 sedangkan besar pengeluaran

rumahtangga sebesar Rp10 560 000. Besar pendapatan dan pengeluaran tersebut

masih dianggap setara karena kekurangannya hanya Rp120 000. Rumahtangga

Bapak IKN dikatakan memiliki kelentingan yang cukup karena walaupun

diguncang dengan krisis banjir yang merendam sawahnya tapi masih mampu

bertahan. Kegagalan panen karena banjir dapat diatasi dengan mencari pekerjaan

lain yang bisa menghasilkan pendapatan tambahan. Pekerjaan yang dipilih adalah

dengan mencari ikan saat banjir tersebut merendam sawahnya dan juga menjadi

buruh tani di desa lain yang tidak terendam banjir. Penghasilannya memang tidak

sebesar hasil panen yang didapatkan apabila sawah tidak terendam tetapi mampu

menutupi kekurangan tersebut dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

walaupun pas-pasan. Kemampuan Bapak IKN dan anggota rumahtangganya yang

lain untuk menstabilkan kondisi rumahtangganya agar tidak jatuh akibat

guncangan bencana cukup baik sehingga dapat dikatakan memiliki kelentingan

yang cukup.

Kelentingan nafkah tinggi dimiliki oleh 45.71 persen responden dalam

penelitian ini. Jumlah tersebut didominasi oleh rumahtangga dengan tingkat

pendapatan yang tinggi. Kelentingan nafkah yang tinggi membuat rumahtangga

mampu bertahan dari ancaman krisis dengan memanfaatkan saving capacity yang

dimilikinya. Saving capacity yang dimiliki oleh rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng memang tidak selalu berbentuk uang tunai tetapi ada juga yang

berbentuk barang berharga seperti perhiasan yang cepat dijual apabila sewaktu-

waktu dibutuhkan. Ada juga yang menginvestasikan kelebihan pendapatannya

dalam bentuk hewan ternak seperti ayam dan kambing. Contoh kasus

rumahtangga yang memiliki kelentingan nafkah yang tinggi adalah Bapak DSH

(48 tahun).

Page 80: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

67

Berdasarkan kasus kehidupan Bapak DSH, dapat diketahui bahwa

rumahtangga dengan tingkat pendapatan yang tinggi mampu bertahan dari

guncangan banjir dan kekeringan yang datang silih berganti. Rumahtangga Bapak

DSH tidak bergantung sepenuhnya pada sektor pertanian sehingga saat musim

krisis, rumahtangga Bapak DSH masih memiliki lubang nafkah lain yang mampu

menghasilkan pendapatan bagi rumahtangganya. Ketika lubang nafkah dari

lubang sektor pertanian tertutup maka rumahtangga Bapak DSH akan membuka

lubang lain di sektor non pertanian. Semua rumahtangga kategori dengan tingkat

pendapatan tinggi memiliki kelentingan yang tinggi. Oleh karena itu, semakin

tinggi tingkat pendapatan sebuah rumahtangga maka kecenderungan rumahtangga

tersebut memiliki kelentingan yang tinggi.

Rumahtangga yang memiliki saving capacity yang tinggi maka akan

semakin aman dari ancaman krisis dan semakin tinggi tingkat kelentingannya.

Asumsinya, dengan saving capacity yang tinggi tersebut, rumahtangga petani

dapat mengatasi kerugian dari sawah yang terendam banjir. Jika ditinjau

berdasarkan tingkat saving capacity, rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

memang memiliki kelentingan nafkah yang rendah namun bukan berarti

rumahtangga tersebut jatuh dan tidak mampu bertahan. Kesenjangan tingkat

pengeluaran dan pendapatan berusaha sedemikian rupa ditutupi oleh mereka

dengan cara berhutang terutama untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Ketersediaan Kesempatan Kerja di Luar

Kelentingan nafkah rumahtangga petani dipengaruhi oleh ketersediaan

kesempatan kerja lain di luar sektor pertanian. Semakin banyak kesempatan untuk

bekerja di luar sektor pertanian maka akan semakin meningkatkan daya lenting

mereka terutama pada saat krisis. Bagi petani yang memiliki ketersediaan

kesempatan pekerjaan di luar maka kerugian akibat sawah mereka yang terkena

dapat ditutupi. Misalnya, pada saat sawah petani tergenang banjir, ada anggota

rumahtangga yang mengambil kesempatan untuk bekerja menjadi tukang ojek

atau buruh bangunan untuk menutupi kerugian akibat gagal panen. Apabila semua

Box 9. Kisah kasus kehidupan Bapak DSH (48 tahun)

Bapak DSH adalah petani dengan luas lahan yang dikuasai sebesar

2.45 hektar. Selain sebagai petani, Bapak DSH juga bekerja sebagai pedagang

ikan. Pada saat banjir merendam sawahnya, Bapak DSH bertumpu pada

penghasilannya sebagai pedagang ikan. Dua anak Bapak DSH telah bekerja

sebagai buruh jahit konveksi dan menghasilkan pendapatan yang menjadi

tambahan bagi pendapatan rumahtangga. Selama setahun, rumahtangga

Bapak DSH dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp31 200 000 dari

sektor non pertanian sedangkan dari sektor pertanian hanya dapat

menghasilkan pendapatan sebesar Rp3 200 000. Pengeluaran rumahtangga

Bapak DSH sebesar Rp26 520 000. Jumlah tersebut dapat dipenuhi oleh

rumahtangga Bapak DSH dan juga memiliki kemampuan atau kapasitas untuk

menabung. Rumahtangga Bapak DSH mampu bertahan dengan baik

walaupun mengalami kegagalan pertanian karena sawah yang terendam.

Rumahtangga Bapak DSH menerapkan pilihan strategi nafkah yang tepat dan

mampu menstabilkan kondisi nafkah rumahtangga karena banjir.

Page 81: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

68

anggota dalam rumahtangga tersebut melakukan hal yang sama maka bukan tidak

mungkin bahwa kerugian akibat banjir yang mereka derita dapat diminimalisasi

atau bahkan hasilnya lebih dari itu. Rumahtangga yang demikian dinamakan

memiliki rumahtangga dengan tingkat kelentingan nafkah yang tinggi. Hal

tersebut dapat terjadi apabila kesempatan kerja di luar sektor pertanian banyak

tersedia di sekitar mereka. Kesempatan kerja selain menjadi petani yang tersedia

di Desa Ciganjeng di antaranya adalah sebagai tukang ojek, buruh bangunan,

buruh jahit di koveksi rumahan, berdagang, penjaga toko, supir, serta berbagai

pekerjaan lain di sektor informal.

Kemampuan Akses terhadap Kesempatan Kerja Lain

Ketersediaan kesempatan pekerjaan memang dapat meningkatkan

kelentingan nafkah rumahtangga petani dalam menghadapi krisis namun

ketersediaan kesempatan kerja di luar tidak akan berarti apabila sumberdaya

manusianya tidak mampu mengakses atau menjangkau kesempatan kerja tersebut.

Semakin mampu rumahtangga mengakses kesempatan kerja di luar pertanian pada

saat krisis maka tingkat kelentingan nafkahnya akan semakin tinggi dengan

asumsi mereka akan mendapatkan tambahan penghasilan pekerjaan tersebut.

Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah rumahtangga menurut tingkat

kelentingannya berdasarkan pada kemampuan rumahtangga tersebut mengakses

kesempatan kerja lain di luar sektor pertanian pada saat krisis.

Tabel 13 Frekuensi dan persentase tingkat kelentingan nafkah rumahtangga

petani berdasarkan kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar

pertanian di Desa Ciganjeng tahun 2013

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang lenting 4 11.43

Cukup lenting 8 22.86

Lenting 23 65.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Tabel 13 tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelentingan rumahtangga

petani bila dilihat dari kemampuan untuk mengakses kesempatan kerja lain di luar

pertanian pada saat krisis tergolong kategori lenting dengan persentase 65.71

persen dari total 35 responden. Hal ini dapat dilihat dari seberapa banyak

rumahtangga petani yang anggota rumahtangganya memiliki pekerjaan lain di luar

pertanian pada saat krisis. Rumahtangga yang kurang lenting hanya ada 11.43

persen. Jumlah tersebut diperoleh dari rumahtangga yang anggotanya tidak

memiliki pekerjaan lain ketika terjadi banjir. Mereka yang termasuk dalam

golongan ini mengandalkan sepenuhnya pada hasil pertanian. Semua rumahtangga

golongan kurang lenting tidak mampu mengakses kesempatan kerja yang tersedia

karena faktor usia yang sudah tua. Rumahtangga yang memiliki kelentingan

cukup ada sebanyak 22.86 persen. Rumahtangga tersebut dikatakan cukup lenting

karena mampu mengakses kesempatan kerja lain di luar pertanian namun hanya

mampu mengakses satu pekerjaan saja. Pekerjaan yang diakses pun tidak masih

dalam lingkup Desa Ciganjeng sedangkan rumahtangga yang dikatakan memiliki

Page 82: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

69

kelentingan yang tinggi mampu mengakses lebih dari satu pekerjaan di luar

pertanian baik di dalam maupun di luar Desa Ciganjeng.

Ketersediaan Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu dari lima aset modal yang utama

dimainkan rumahtangga terutama golongan menengah dan bawah untuk bertahan

hidup. Dari tiga parameter modal sosial yang diungkapkan Ridell (1997) dalam

Soeharto (2006) yaitu kepercayaan, norma-norma, dan jaringan. Modal sosial

berupa jaringan (networking) yang mempengaruhi tingkat kelentingan

rumahtangga. Jaringan-jaringan yang dimiliki oleh rumahtangga petani mampu

meningkatkan kelentingan nafkah karena asumsinya jaringan-jaringan tersebut

dapat menolong mereka untuk bertahan hingga ke luar dari krisis. Semakin

banyak jaringan yang dimiliki oleh suatu rumahtangga maka akan semakin tinggi

jaminan keamanan rumahtangga tersebut untuk bertahan dari krisis. Semakin

aman dari ancaman krisis maka semakin tinggi pula tingkat kelentingannya.

Jaringan-jaringan yang ada di Desa Ciganjeng dapat dikategorikan menjadi

beberapa jenis seperti berikut.

1. Jaringan berbasis ikatan genealogis Jaringan ini terbentuk karena adanya ikatan kekerabatan atau keturunan satu

nenek moyang misalnya jaringan dalam masyarakat suku Sunda, jaringan

keluarga Nasoetion, dan lain-lain. Masyarakat Desa Ciganjeng sendiri didominasi

oleh dua suku yaitu suku Sunda dan suku Jawa. Warga suku Sunda maupun suku

Jawa memiliki ikatan yang kuat di dalam sukunya masing-masing maupun

jaringan antar suku. Warga suku Jawa di Desa Ciganjeng mendominasi wilayah

RW 7 dan RW 8 sedangkan suku Sunda mendominasi selain wilayah RW 7 dan 8.

Warga suku Jawa dominan melakukan migrasi ke luar desa dibandingkan dengan

warga dari suku lainnya. Jaringan antara warga suku Jawa yang bermigrasi

dengan yang ada di desa terjalin dengan kuat sehingga setiap ada infomarsi

mengenai pekerjaan baru maka akan cepat menyebar dan selalu ada saja yang

kemudian menyusul untuk mencoba mendapatkan pekerjaan tersebut. Mereka

yang memutuskan untuk ikut bekerja di luar desa merasa tenang karena sudah

mendapatkan jaminan yang pasti mengenai tempat tinggal dan siapa yang harus

dihubungi ketika berada di sana. Jaminan tersebut didapatkan karena ikatan

genealogis yang kuat sesama suku Jawa.

Begitu pula yang terjadi dengan warga suku Sunda yang lebih suka bekerja

di dalam desa. Apabila ada pemilik lahan yang butuh bantuan buruh untuk

membantu mengolah lahan maka sudah ada kontak-kontak tertentu yang langsung

dihubungi dan biasanya yang dihubungi pertama kali adalah masih kerabatnya.

Jaringan-jaringan itu juga lah yang lebih dahulu dihubungi ketika mereka

membutuhkan bantuan untuk bertahan dari krisis. Rasa memiliki sesama warga

semakin tinggi misalnya dengan memberi tahu warga lain apabila ada pekerjaan

yang bisa diakses di kota. Hubungan sosial yang ada semakin erat juga sebagai

salah satu cara bertahan dari guncangan krisis yang terjadi

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan jumlah rumahtangga yang

memanfaatkan jaringan berbasis genealogis sebagai prioritas utama pada saat

sumber nafkah utama mereka terguncang krisis.

Page 83: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

70

Tabel 14 Frekuensi dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat

pemanfaatan jaringan berbasis genealogis di Desa Ciganjeng tahun

2013

Kategori Frekuensi Persentase

Memanfaatkan 19 54.29

Tidak memanfaatkan 16 45.71

Total 35 100.00

Sumber: data primer

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat

Desa Ciganjeng memanfaatkan jaringan berbasis genealogis yang mereka miliki

untuk bertahan pada saat sumber nafkah utama mereka mengalami krisis yaitu

sebanyak 54.29 persen. Mereka yang termasuk dalam 45.71 persen lainnya bukan

tidak memanfaatkan jaringan berbasis genealogis, hanya saja itu bukan menjadi

prioritas utama. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa

Ciganjeng memiliki jaringan berbasis genealogis yang dapat mereka manfaatkan

apabila terjadi krisis.

2. Jaringan berbasis kesamaan teritorial Jaringan ini terbentuk karena ada kesamaan tempat tinggal bersama

misalnya satu RW atau satu RT. Di seluruh RW yanga da di Desa Ciganjeng,

setiap warga terikat dalam satu jaringan yang membuat mereka satu sama lain

saling membantu apabila ada krisis yang menimpa salah satu penduduk. Apabila

banjir melanda desa, setiap RW langsung menjalankan mekanisme gotong

royongnya masing-masing. Ada RW di mana pada saat banjir besar hingga masuk

ke rumah-rumah, setiap warganya langsung mengeluarkan sampan untuk

mengamankan barang-barang berharga milik pribadinya maupun milik

tetangganya yang lain. Rasa tolong menolong sesama warga sangat tinggi terbukti

pada saat tetangga membutuhkan pinjaman untuk modal menanam atau kebutuhan

sehari-hari.

Ada juga sistem “perelek” yang kental dianut oleh seluruh warga di Desa

Ciganjeng. Sistem “perelek” ini tidak hanya mengikat masyarakat per RW

masing-masing tetapi juga mengikat seluruh masyarakat desa. “Perelek” menjadi

mekanisme yang meningkatkan kelentingan nafkah rumahtangga di Desa

Ciganjeng. “Perelek” menjadi salah satu cara bertahan hidup masyarakat untuk

bertahan dari krisis ekologi yang terjadi karena setidaknya walaupun mereka

mengalami gagal panen, masih ada cadangan beras untuk makan sehari-hari hasil

dari “perelek” itu. Hal tersebut dikuatkan oleh Ibu TCH (40 tahun).

“Di sini mah ada yang namanya “perelek” neng, jadi kalo banjir juga masih ada

cadangan beras deh walaupun cuma sedikit yang penting ada jadi ngga sampai

ada yang kelaparan. Terus kalau di sini itu warga pasti punya beras walaupun

sedikit jadi misal ada warga lain yang kebanjiran sampe masuk rumah, kita bisa

bantu kasih beras kan lumayan buat makan.”

Jaringan berbasis kesamaan tutorial yang erat ada di masyarakat Desa

Ciganjeng meningkatkan kelentingan nafkahnya saat terjadi krisis. Semakin

banyak jaringan yang mampu dimaksimalisasikan dengan baik oleh masyarakat

Page 84: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

71

maka akan semakin tinggi tingkat kelentingan nafkahnya karena asumsinya akan

semakin banyak cara untuk bertahan dari krisis yang dihadapi.

3. Jaringan berbasis kolektivitas agama Jaringan lain yang ada di masyarakat Desa Ciganjeng adalah jaringan

berbasis kolektivitas agama. Penduduk Desa Ciganjeng mayoritas beragama Islam

karenanya ada perkumpulan-perkumpulan pengajian baik ibu-ibu, remaja,

maupun bapak-bapak. Masyarakat menjadikan pengajian sebagai rutinitas

kehidupan mereka sehingga sebisa mungkin mereka akan hadir dalam pengajian

tersebut apabila tidak ada halangan yang mendesak. Kesungkanan untuk tidak

hadir dalam pengajian ini terebentuk karena eratnya interaksi-interaksi yang

terjadi antar anggota pengajian. Setiap pengajian, anggota mengumpulkan

sedekah yang kemudian akan digunakan baik untuk perbaikan masjid/musholla

tersebut maupun untuk membantu warga yang mengalami musibah. Ditinjau lebih

jauh, cara-cara tersebut dapat meningkatkan kelentingan warga di Desa

Ciganjeng. Ketika ada warga yang terkena musibah, maka sumbangan dari masijd

dapat membantunya untuk bertahan menghadapi guncangan yang terjadi. Semakin

banyak hal ini dilakukan maka akan semakin terjamin pula keamanan kehidupan

masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan mereka untuk

bertahan dari krisis.

Banjir menyebabkan kegagalan pertanian sawah yang mayoritas menjadi

tumpuan hidup rumahtangga petani namun dengan adanya jaringan-jaringan sosial

dalam masyarakat, rumahtangga petani mampu bertahan dengan menerapkan

strategi nafkah yang berbasiskan modal sosial. Hal ini juga menunjukkan bahwa

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng memiliki tingkat kelentingan yang tinggi

karena masih bisa bertahan walaupun banjir terjadi setiap tahun dan itu bisa

terjadi karena adanya jaringan-jaringan yang membantu dan menahan mereka

untuk tidak terjatuh dalam jurang kemiskinan.

Ketersediaan Teknologi Pendukung

Aspek kelentingan nafkah lainnya adalah ketersediaan teknologi pendukung

untuk mengatasi banjir yang terjadi setiap tahun. Fakta, sudah ada teknologi

pendukung yang dapat membantu masyarakat untuk tetap bisa menanam padi

walaupun sawah mereka tergenang banjir. Teknologi tersebut adalah “Sawah

Apung”. Sawah Apung mampu membuat petani tetap bisa menanam padi dengan

cara „mengapungkan‟ media tanamnya di atas sawah yang tergenang banjir

dengan bantuan bambu-bambu. Adanya teknologi Sawah Apung ini mampu

meningkatkan kemampuan rumahtangga petani untuk bertahan dari banjir dengan

tetap berproduksi dan pada akhirnya hasil panen dari Sawah Apung mampu

meningkatkan pendapatan rumahtangga.

Sawah Apung menjadi inovasi baru bagi petani di Desa Ciganjeng dan dapat

menjadi cara alternatif untuk tetap bisa berproduksi walaupun sawahnya

tergenang banjir. Sayangnya, inovasi ini tidak mampu diterapkan oleh mereka

karena kendala biaya yang tinggi. Petani harus mengeluarkan biaya sebesar ±

Rp40 000 000 untuk bisa menerapkan Sawah Apung. Hal itu sulit untuk dilakukan

mengingat rata-rata pendapatan rumahtangga petani di desa keseluruhan hanya

Rp18 760 000 per tahun atau setara dengan Rp51 000 per hari. Nominal yang

Page 85: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

72

cukup jauh jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu,

hasil panen dari Sawah Apung belum mencapai titik maksimal untuk bisa

menutupi biaya yang harus dikeluarkan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak

IKN (49 tahun)

“Saya mah neng daripada uang 40 juta cuma untuk sawah apung lebih baik kalau

adauangnya saya buat tambak ikan, lebih keliatan hasilnya. Lagipula kita juga

ngga ngerti itu gimana caranya terus belom tentu hasilnya bisa ngebalikin yang

40 juta”

Bila ditinjau dari segi efektivitas biaya, Sawah Apung memang masih belum

mampu diaplikasikan petani di Desa Ciganjeng secara mandiri namun keberadaan

Sawah Apung sudah dapat menjadi jaminan keamanan yang baru bagi petani

apabila sawah mereka tergenang banjir. Asumsinya, walaupun sawah tergenang

tapi mereka masih mampu berproduksi. Walaupun rumahtangga petani diguncang

krisis namun mereka tetap bisa bertahan hidup karena memiliki mekanisme yang

menstabilkan kondisi mereka untuk keluar dari krisis dengan teknologi yang ada.

Hanya saja, perlu dirumuskan kembali cara lain untuk menekan biaya produksi

Sawah Apung agar mampu dijangkau petani di Desa Ciganjeng. Dengan adanya

teknologi Sawah Apung ini, menunjukkan bahwa sebenarnya rumahtangga petani

di Desa Ciganjeng memiliki jaminan keamanan kehidupan yang dapat

dimaksimalisasikan sehingga tidak membuat mereka untuk jatuh saat terguncang

krisis. Hal ini juga membuktikan bahwa rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

sudah memiliki kelentingan yang baik karena ada upaya untuk mempertahankan

hidupnya dengan memodifikasi teknologi agar tetap bisa berproduksi.

Teknologi sawah apung ini hanya mampu dilakukan oleh rumahtangga

lapisan atas karena biaya produksi yang dibutuhkan terlalu besar. Bagi

rumahtangga lapisan bawah, jumlah biaya yang dibutuhkan untuk

mengaplikasikan teknologi sawah apung lebih baik untuk membuat tambak atau

keperluan lainnya dibandingkan untuk sawah apung. Petani lapisan bawah di Desa

Ciganjeng tidak berani mengambil resiko menginvestasikan uang dalam jumlah

besar tersebut sementara jaminan hasil panen dari sawah apung tersebut belum

sesuai dengan modal yang dibutuhkan.

Natural Extraction Activities

Cara lain seseorang untuk mempertahankan hidup dan menstabilkan

kondisinya ketika diguncang krisis adalah dengan melakukan kegiatan yang

memanfaatkan ketersediaan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Kegiatan

semacam itu disebut dengan natural extraction activities di mana seseorang

mengambil sumberdaya yang tersedia di alam langsung untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Di Desa Ciganjeng, hal ini juga dilakukan masyarakat

sebagai upaya untuk beradaptasi dengan lingkungan serta mempertahankan

kehidupannya saat banjir menggenangi sawah mereka berminggu-minggu setiap

tahunnya. Contoh bentuk natural extraction activities yang dilakukan petani di

Desa Ciganjeng saat sawah terkena banjir adalah mencari ikan yang ada di lokasi

banjir itu sendiri dan kemudian menjualnya. Hasil penjualan ikan tersebut

kemudian dapat digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Contoh kasus

rumahtangga yang menerapkan cara ini adalah Bapak KSN (51 tahun).

Page 86: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

73

“Kalau sawahnya lagi banjir, ya saya cari ikan disitu juga, lumayan bisa buat

makan. Kalau lagi banyak mah bisa dijual neng, ya walaupun ikannya kecil-kecil

tapi lumayan daripada cuma duduk ngeliatin sawah yang kebanjiran. Baru

ditanem belom lama udah dateng tuh luapan dari Cirapuan”

Berdasarkan penuturan Bapak KSN di atas diketahui bahwa Bapak KSN

tidak serta merta tinggal diam melihat sawahnya tergenang banjir. Beliau mencari

ikan pada saat banjir sebagai usaha untuk mempertahankan rumahtangganya

dalam kondisi stabil dan tetap menghasilkan pendapatan walaupun sedikit. Usaha

yang dilakukan Bapak KSN ini juga dilakukan oleh rumahtangga lain yang

memiliki peralatan untuk mencari ikan. Banjir yang menggenangi sawah mereka

tidak lantas menjadikan mereka pasrah menerima keadaan namun berjuang lebih

keras untuk bisa tetap menghidupi rumahtangga masing-masing. Natural

extraction activites yang dilakukan rumahtangga petani tersebut meningkatkan

kelentingan nafkah rumahtangganya. Oleh karena itu, rumahtangga petani di desa

Ciganjeng dapat dikatakan memiliki kelentingan nafkah yang tinggi karena

walaupun sawah mereka tergenang banjir namun mereka tetap bisa melakukan

sesuatu yang menghasilkan pendapatan bagi rumahtangganya dan salah satunya

adalah dengan natural extraction activities.

Pengurangan Jatah Makan

Aspek lain yang meningkatkan kelentingan nafkah suatu rumahtangga

adalah dengan cara mengurangi jatah makan sehari-hari anggota rumahtangga

tersebut. Jika pada saat masa normal setiap anggota dalam suatu rumahtangga

mampu makan 3 kali sehari maka pada saat masa krisis anggota rumahtangga

tersebut hanya makan 2 kali sehari untuk mengurangi biaya pengeluaran setiap

harinya. Cara ini memang mampu membuat hidupnya bertahan lebih lama pada

saat krisis namun pada saat yang sama pula sebenarnya individu atau

rumahtangga yang melakukannya sedang mengurangi kelentingannya sendiri.

Kondisi fisik tidak menerima asupan makanan yang ideal sehingga akan

mengurangi juga kemampuannya untuk melakukan pekerjaan yang lebih banyak.

Bila cara ini dilakukan terus menerus bukan tidak mungkin justru akan membuat

individu atau rumahtangga tersebut mengalami kondisi yang lebih terpuruk dari

sebelumnya.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi seseorang melakukan cara ini,

salah satunya karena kondisinya yang benar-benar miskin. Contoh kasus

responden yang mengurangi jatah makan saat krisis adalah Ibu DMH (46 tahun)

“Kalau sawahnya lagi banjir, ya ngga bisa kerja. Ngga ada yang nyuruh buburuh

jadi ngga ada uang buat beli makanan. Kalau ada tetangga yang ngasih baru makan,

kalau ngga ya ngga. Sering juga cuma makan sama yang ada di kebon aja. Seadanya

aja lah neng, tapi kalau ada uang sedikit juga paling makan cuma 2 kali. Biasanya

ibu simpen biar besok masih bisa makan tapi kalau lagi banyak yang nyuruh

ngebuburuh baru bisa makan 3 kali, lauknya ya seadanya aja yang penting makan.”

Ibu DMH memiliki kelentingan yang cukup baik karena walaupun tidak

bekerja sama sekali namun beliau masih bisa bertahan dengan cara mengurangi

jatah makannya namun pada saat yang sama juga sebenarnya Ibu DMH sedang

mengurangi kelentingannya sendiri dengan tidak memberi asupan yang cukup

bagi tubuhnya. Dalam penelitian ini, hanya ditemukan satu kasus saja yang

Page 87: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

74

melakukan cara pengurangan jatah makan (reduction food supply). Rumahtangga

yang lain mampu menghindari cara ini karena mengoptimalkan jejaring yang

dimiliki untuk bertahan dan tetap memenuhi kebutuhan fisiologisnya dengan

normal. Rumahtangga yang lain mengandalkan strategi hutang di warung untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tingkat kelentingan nafkah masing-masing rumahtangga mempengaruhi

strategi nafkah yang diambil. Hal itu karena masing-masing rumahtangga

memiliki kemampuan yang berbeda untuk bangkit dari kondisi setelah terkena

shock. Rumahtangga dengan kelentingan yang paling rendah cenderung memilih

strategi migrasi. Migrasi yang dilakukan oleh sebagian atau seluruh anggota

rumahtangga tersebut ini biasanya dari desa ke kota. Hal ini terjadi karena

rumahtangga tersebut sudah tidak mampu lagi mengakses sumber nafkah yang

ada di Desa Ciganjeng. Rumahtangga tersebut tidak cukup baik untuk memainkan

lima basis nafkah yang tersedia di Desa Ciganjeng sehingga harus keluar dari desa

untuk mendapatkan penghasilan. Walaupun rumahtangga tersebut tetap bisa

bertahan hidup namun kelentingannya dikatakan rendah karena tidak mampu

sepenuhnya mengabsorpsi shock berupa banjir.

Rumahtangga dengan tingkat kelentingan nafkah yang paling tinggi

cenderung menerapkan strategi nafkah berupa investasi non pertanian. Hal ini

terjadi karena rumahtangga dengan kelentingan yang tinggi mampu mengabsorpsi

shock akibat banjir yang menggenangi sawah mereka dengan menginvestasikan

kelebihan pendapatan yang dimiliki ke sektor non pertanian sehingga apabila

musim krisis tiba, rumahtangga mereka tetap mendapatkan penghasilan dari hasil

sektor non pertanian tersebut. Investasi di sektor non pertanian menjadi cara

mereka bertahan dari krisis karena tidak bergantung pada cuaca dan iklim seperti

sektor pertanian.

Ikhtisar

Krisis ekologi membuat kondisi individu maupun rumahtangga yang

mengalaminya dalam keadaan tidak stabil bahkan tidak jarang krisis tersebut

membuat seseorang atau rumahtangga makin terjerembab dalam lingkaran

kemiskinan. Banjir yang menggenangi sawah di Desa Ciganjeng selama

berminggu-minggu setiap tahunnya membuat rumahtangga petani mengalami

gagal panen dan mengurangi pendapatan yang seharusnya mereka terima. Kondisi

seperti ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun namun hal itu tidak membuat

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng lantas jatuh begitu saja. Rumahtangga

petani di Desa Ciganjeng memiliki kemampuan untuk bertahan dan menstabilkan

kembali kondisi rumahtangga saat krisis yang dinamakan kelentingan.

Kemampuan rumahtangga untuk bertahan dari guncangan krisis ekologi ini

berbeda-beda bergantung pada sejauh mana rumahtangga tesebut mampu

mengombinasikan atau memanipulasi basis nafkah yang dapat diakses. Semakin

baik rumahtangga memainkan lima aset modal yang ada maka artinya akan

semakin lenting pula kemampuan rumahtangga tersebut bertahan dari krisis.

Rumahtangga petani juga melakukan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan

kelentingan nafkahnya, di antaranya adalah dengan memanfaatkan saving

Page 88: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

75

capacity yang dimiliki rumahtangga tersebut untuk modal atau memenuhi

kebutuhan hidupnya. semakin tinggi saving capacity maka tingkat kelentingan

nafkahnya akan semakin tinggi. Bila ditinjau dari aspek saving capacity,

rumahtangga petani di Desa Ciganjeng memiliki tingkat kelentingan nafkah yang

kurang namun bila dilihat dari aspek lainnya memiliki hasil yang berbeda.

Meninjau dari aspek ketersediaan kesempatan kerja lain di luar sektor

pertanian serta kemampuan untuk mengaksesnya, rumahtangga petani di Desa

Ciganjeng dapat dikategorikan memiliki kelentingan nafkah yang tinggi. banyak

anggota rumahtangga yang kemudian mengerjakan pekerjaan lain pada saar

sawahnya tergenang banjir dan hasilnya meningkatkan pendapatan bagi

rumahtangga mereka. Kegagalan hasil panen mampu diatasi dengan mendapatkan

pendapatan lain di luar sektor pertanian. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan

rumahtangga petani untuk bertahan dan menstabilkan kondisinya yang diguncang

krisis adalah cukup baik.

Rumahtangga di Desa Ciganjeng juga memiliki modal sosial yang baik yang

mampu menjamin keamanan kelangsungan kehidupan mereka pada saat krisis.

Modal sosial yang dominan adalah jaringan-jaringan yang dimiliki masing-masing

rumahtangga, yaitu jaringan berbasis genealogis, jaringan berbasis koletivitas

agama, jaringan berbasis kesamaan teritorial. Modal sosial tersebut meningkatkan

kelentingan nafkah rumahtangga petani di Desa Ciganjeng sehingga mereka

masih tetap bisa bertahan walaupun banjir menjadi krisis langganan yang harus

mereka hadapi setiap tahun.

Kelentingan nafkah rumahtangga di Desa Ciganjeng termasuk kategori

tinggi juga karena melakukan natural extraction activities di mana mereka

memanfaatkan kondisi banjir yang terjadi untuk mencari ikan dan kemudian

mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Cara

lain yang dapat menunjukkan bahwa rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

memiliki kelentingan yang tinggi adalah keberanian melakukan cara reduction

food supply di mana rumahtangga mengurangi jatah makannya untuk tetap bisa

bertahan. Hal tersebut menegaskan bahwa rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

tidak mau menyerah pada keadaan krisis yang menimpa mereka. Segala upaya

dilakukan untuk tetap bisa bertahan dan menstabilkan kembali kondisi

rumahtangganya dan terbukti bahwa rumahtangga petani di Desa Ciganjeng masih

tetap bertahan hingga saat ini.

Page 89: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

76

.

Page 90: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

77

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dijabarkan seluruhnya dalam bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan ini menjawab

masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada pendahuluan serta

menjelaskan pengujian hipotesis yang telah disusun sebelumnya.

Berdasarkan tujuan dan masalah penelitian yang telah disusun, maka

terdapat dua kesimpulan untuk menjawab hal tersebut, yaitu (1) variasi strategi

nafkah rumahtangga petani yang muncul setelah terjadi krisis ekologi, yaitu

strategi alokasi sumberdaya manusia, strategi pola nafkah ganda, strategi migrasi,

strategi intensifikasi pertanian, strategi berhutang dan strategi investasi non

pertanian; (2) kelentingan nafkah rumahtangga petani di Desa Ciganjeng yang

terkena krisis ekologi termasuk kategori tinggi karena walaupun sawah mereka

diguncang banjir selama berminggu-minggu setiap tahunnya namun mereka masih

tetap bisa bertahan dan bahkan tetap ada yang memiliki tingkat pendapatan yang

tinggi. Hal tersebut terjadi karena rumahtangga petani di Desa Ciganjeng

memiliki mekanisme pertahanan yang dilakukan baik secara individu maupun

kolektif dan mampu menjamin mereka untuk tetap bisa bertahan dan tidak jatuh.

Rumahtangga petani di Desa Ciganjeng juga mampu mengoptimalisasi modal-

modal yang mereka miliki untuk bertahan. Tindakan-tindakan yang dilakukan

juga merupakan cerminan strategi rumahtangga beradaptasi atas lingkungan

sekitarnya yang berubah.

Selain itu, berdasarkan hipotesis yang telah disusun dalam penelitian ini,

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua hipotesis tersebut diterima.

Hipotesis tersebut adalah (1) diduga ada pengaruh antara tingkat pendapatan dan

tingkat pengeluaran dengan variasi strategi nafkah; (2) diduga ada hubungan

antara tingkat kelentingan nafkah dengan variasi strategi rumahtangga petani.

Semakin banyak strategi yang mampu diciptakan oleh rumahtangga untuk

bertahan pada saat krisis makan semakin lenting pula rumahtangga tersebut yang

berarti akan semakin bertahan dari ancaman krisis; (3) diduga ada hubungan

antara tingkat pemanfaatan livelihood asset dengan variasi strategi nafkah

rumahtangga petani. Semakin pintar rumahtangga memainkan lima aset modal

maka akan semakin banyak variasi strategi nafkah rumahtangga yang mampu

diciptakan dan semakin aman rumahtangga tersebut dari guncangan krisis ekologi.

Hasil temuan lain dalam penelitian ini adalah (1) semakin tinggi tingkat

pendapatan rumahtangga petani maka akan semakin banyak kontribusi

pendapatan dari sektor non pertanian dibandingkan dari sektor pertanian; (2)

semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga maka kapasitas rumahtangga

untuk menabung akan semakin tinggi; (3) Aspek-aspek yang mempengaruhi

kelentingan nafkah rumahtangga petani, yaitu saving capacity; ketersediaan

kesempatan kerja di luar; kemampuan mengakses kesempatan kerja di luar;

ketersediaan modal sosial yang terdiri atas jaringan berbasis ikatan genealogis,

jaringan berbasis kesamaan teritorial, dan jaringan berbasis kolektivitas agama;

ketersediaan teknologi pendukung; natural extraction activities; dan pengurangan

jatah makan. Semua aspek tersebut dapat meningkatkan tingkat kelentingan

Page 91: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

78

nafkah rumahtangga namun ada satu aspek yang disarankan untuk tidak dilakukan

yaitu pengurangan jatah makan. Hal itu tidak disarakan dilakukan karena pada

saat yang sama pula rumahtangga yang menerapkan aspek tersebut sedang

mengurangi tingkat kelentingan nafkahnya sendiri.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah adanya tindakan

lanjutan untuk mengatasi krisis ekologi yang terjadi baik di hulu maupun di hilir

karena tidak akan berjalan ada perubahan maksimal jika hanya diperbaiki

kerusakan yang di hilir saja sedangkan yang di hulunya masih hancur. Selain itu,

diperlukan juga solusi yang tepat untuk peningkatan kapasitas dan kemampuan

petani untuk mengakses sektor lain di luar pertanian dan berwirausaha agar saat

terjadi banjir, petani bisa melakukan pekerjaan lain dan mendapatkan penghasilan

yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sawah apung dapat menjadi solusi

alternatif bagi petani agar bisa tetap berproduksi walaupun pada saat sawahnya

tergenang banjir dengan asumsi bahwa biaya produksinya harus

diminimalisasikan agar mampu dijangkau oleh petani lapisan bawah. Selain itu,

petani juga dapat difasilitasi dengan biji padi yang mampu bertahan walaupun

tergenang banjir selama satu hingga dua minggu yang telah dikeluarkan oleh Balai

Besar Padi. Hal itu dapat semakin meningkatkan kelentingan petani untuk tetap

bisa bertahan walau terjadi krisis ekologi.

Page 92: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

79

DAFTAR PUSTAKA

Amalia R. 2013. Struktur dan Strategi Nafkah Pedagang Makanan di Sektor

Informal Daerah Suburban Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor [ID]:

Institut Pertanian Bogor. 141 hal.

Darusman D. 2001. Resiliensi Kehutanan Masyarakat di Indonesia. Yogyakarta:

[ID]: Debut Pr. 256 hal.

Dharmawan AH. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio-

economic Changes in Rural Indonesia. [disertasi]. Gottingen [DE]: The

George-August University of Gottingen.

_______. 2006. Mewujudkan Good Ecological Governance dalam Pengelolaan

Sumberdaya Alam. [Internet]. [dikutip 25 Juni 2013]. Dapat diunduh

dari:

http://psp3.ipb.ac.id/file/Studi_Pembangunan_Lingkungan___2006.pdf

_______. 2007a. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi

Nafkah (Livelihood Sociology) Mahzab Barat dan Mahzab Bogor.

Sodality. 03(01): 169-192. [Internet]. [diakses pada 20 Maret 2013].

Dapat diunduh dari:

http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5932/460

9

_______. 2007b. Konsep-konsep Dasar dan Isyu-isyu Kritikal Ekologi Manusia.

Modul Kuliah Ekologi Manusia. Bogor [ID]: Departemen Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor.

Ellis F. 1988. Peasant Economics: Farm Household and Agrarian Development.

Cambridge [US]: Cambridge University Press.

_______. 2000. Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries. New

York [US]: Oxford University.

Fridayanti N. 2013. Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani

Sekitar Kawasan Hutan Konservasi Di Desa Cipeuteuy, Kabupaten

Sukabumi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 103 hal.

Holling CS.1973. Resilience and Stability of Ecologycal Systems. Annual Review

of Ecology and Systematic. 4: 1-23. [Internet]. Dapat diakses pada :

http://www.jstor.org/discover/10.2307/2096802?uid=3738224&uid=2&u

id=4&sid=21103163502031

Iqbal M. 2004. Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa

Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan, Jawa Timur). [tesis]. Bogor

[ID]: Institut Pertanian Bogor. 183 hal.

Marmuksinudin U. 2013. Banjir, Petani Ciganjeng Setahun Tak Panen. [Internet].

[dikutip 23 Juni 2013]. Dapat diakses di

http://daerah.sindonews.com/read/2013/01/15/21/707467/banjir-petani-

ciganjeng-setahun-tak-panen

Masitoh AD. 2005. Analisis Strategi Rumahtangga Petani Perkebunan Rakyat

(Suatu Kajian Perbandingan: Komunitas Teh Ciguha Jawa Barat dan

Komunitas Petani Perkebunan Tebu Puri Jawa Timur). [Skripsi]. Bogor

[ID]: Institut Pertanian Bogor. 130 hal.

Page 93: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

80

Mattila P dan Wiro. 1999. Economis Theories of The Household: Critical Review.

World Institute for Development Economics Research.

Musyarofah SA. 2006. Strategi Nafkah Rumahtangga Miskin Perkotaan (Studi

Kasus Kampung Sawah, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing,

Jakarta Utara). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 146 hal.

Nakajima C. 1986. Subjective Equilibrium Theory of the Farm Household.

Amsterdam [ND]: Amsterdam Elsevier Science Publisher BV.

Raharja S. 2011. Pendidikan Berwawasan Ekologi: Pemberdayaan Lingkungan

Sekitar untuk Pembelajaran. [Internet]. [dikutip pada 24 Juni 2013].

Dapat diakses pada:

http://eprints.uny.ac.id/137/1/PENDIDIKAN_BERWAWASAN_EKOL

OGI.pdf

Ramdan D. 2011. Jejak Krisis Ekologi di Tatar Pasundan: Catatan Akhir Tahun

WALHI 2011. [Internet]. [dikutip pada 23 Juni 2013]. Dapat diakses

pada:

http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/29566271/Jejak_Kris

is_Ekologi_Jawa_Barat__2011.docx?AWSAccessKeyId=AKIAIR6FSI

MDFXPEERSA&Expires=1371974243&Signature=aXfKertzt1B4r6%2

F8OATkTh9jVCw%3D

Sapirstein G. 2006. Social Resilience: The Forgotten Element in Disaster

Reduction. Massachusetts [US]: Organizational Resilience International.

9 hal.

Scoones I. 1998. Sustainable Rural Livelihoods a Framework for Analysis. IDS

Working Paper 72.[Internet]. [dikutip pada 20 Desember 2013]. Dapat

diunduh dari:

https://www.ikipedia.net/images/a/a5/Scoones_1998_Sustainable_Rural_

Livelihoods.pdf

Singarimbun M dan Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]:

LP3ES. 336 hal.

Suharto E. 2006. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. [Internet]. [dikutip pada 20

Desember 2013]. Dapat diunduh dari:

http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN

_KEBIJAKAN_SOSIA.pdf

Widiyanto, Dharmawan AH, Prasodjo NW. 2010. Strategi Nafkah Rumahtangga

Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing: Studi Kasus di Desa

Wonotirto,dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung. Sodality. 04(01): 91-114. [Internet]. [diakses pada 20

Maret 2013]. Dapat diunduh dari:

http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5851/4516

Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di

daerah Pesisir. Makara. 15(1): 10-20. [diakses pada 20 Maret 2013].

Dapat diunduh dari:

http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/890/849

Wijayani MR. 2008. Gambaran Resiliensi pada Muslimah Dewasa Muda yang

Menggunakan Cadar. [skripsi]. Depok [ID]: Universitas Indonesia.

Page 94: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

81

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumen Penelitian

Keadaan sawah yang tergenang akibat banjir

Keadaan sawah yang kekeringan pada musim kemarau

Sungai Cirapuan dan kincir air sebagai sumber dan saluran irigasi

Page 95: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

82

Wawancara responden dengan menggunakan kuesioner dan panduan pertanyaan

Teknologi sawah apung

Sumber: dokumen pribadi

Page 96: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

83

Lampiran 2 Lokasi Penelitian

Sumber: dokumen sekunder

6

Gambar 13 Peta Kabupaten Pangandaran

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 14 Peta wilayah Desa Ciganjeng

6 Diunduh dari: http://1.bp.blogspot.com/-

SkSSdXKp4iY/UbjCl82_btI/AAAAAAAAAbE/xl5sDKeSTx8/s1600/peta%2Bpangandaran.jpg

Page 97: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

84

Lampiran 3 Daftar Kerangka Sampling dan Responden Terpilih

No. Responden Alamat No Responden Alamat No Responden Alamat

1 KSW RW 01 45 MIS RW 07 89 KSN RW 08

2 TRN RW 01 46 MIR RW 07 90 WKM RW 08

3 RSM RW 01 47 TWJ RW 07 91 MNH RW 08

4 SLM RW 01 48 IDH RW 07 92 KSD RW 08

5 DRJ RW 01 49 HRN RW 07 93 ARM RW 08

6 IKN RW 01 50 HER RW 07 94 SJN RW 08

7 UDY RW 05 51 BHE RW 07 95 TKM RW 08

8 HRN RW 05 52 MUS RW 07 96 SMD RW 08

9 DLH RW 05 53 RKN RW 07 97 TTN RW 08

10 AWG RW 05 54 HRD RW 07 98 PRN RW 08

11 KSN RW 05 55 JJN RW 07 99 UAS RW 08

12 TCH RW 05 56 SRL RW 07 100 SUD RW 08

13 RKD RW 05 57 CRT RW 07 101 PNM RW 08

14 NLH RW 05 58 STM RW 07 102 SLN RW 08

15 DRM RW 05 59 SND RW 07 103 RSA RW 08

16 HRO RW 05 60 YAD RW 07 104 AGS RW 08

17 LRH RW 05 61 SGN RW 07 105 SMR RW 08

18 SKM RW 07 62 TTS RW 07 106 SYD RW 08

19 DNY RW 07 63 RML RW 07 107 RSO RW 08

20 KWN RW 07 64 TTT RW 07 108 TRJ RW 08

21 SAD RW 07 65 WMN RW 07 109 STN RW 08

22 CAH RW 07 66 YAD RW 07 110 TTM RW 08

23 DRW RW 07 67 DED RW 07 111 YAN RW 08

24 CRL RW 07 68 ASN RW 07 112 SPN RW 08

25 TSN RW 07 69 KTH RW 07 113 TTS RW 08

26 NRD RW 07 70 SRL RW 07 114 UDN RW 08

27 CIN RW 07 71 NNH RW 07 115 NRT RW 08

28 KCM RW 07 72 AWD RW 07 116 SMA RW 08

29 RSM RW 07 73 NWR RW 08 117 TTG RW 08

30 MRK RW 07 74 UTR RW 08 118 WGN RW 08

31 ADN RW 07 75 MSK RW 08 119 SRM RW 08

32 ASW RW 07 76 PRM RW 08 120 MRN RW 08

33 STM RW 07 77 WRN RW 08 121 ROS RW 08

34 TBR RW 07 78 SRM RW 08 122 DSH RW 08

35 KUS RW 07 79 SKJ RW 08 123 SAT RW 08

36 DMH RW 07 80 JMD RW 08 124 WWN RW 08

37 SAC RW 07 81 DKN RW 08 125 SDN RW 08

38 KAS RW 07 82 MRD RW 08 126 KSD RW 08

39 SAL RW 07 83 RKM RW 08 127 SRN RW 08

40 CAR RW 07 84 NWS RW 08 128 SAR RW 08

41 JHL RW 07 85 AMJ RW 08 129 MUR RW 08

42 KRJ RW 07 86 PAR RW 08 130 PRG RW 08

43 RUS RW 07 87 SJN RW 08 131 KRD RW 08

44 MAL RW 07 88 SKN RW 08 132 AY RW 08

Keterangan : responden terpilih

Page 98: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

85

Lampiran 4 Rencana Kegiatan Penelitian

Kegiatan Juni

Septem-

ber Oktober

Novem-

ber

Desem-

ber Januari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan

proposal

skripsi

Kolokium

Perbaikan

proposal

Pengambilan

data lapang

Pengolahan

dan analisis

data

Penulisan

draft skripsi

Sidang

skripsi

Perbaikan

skripsi

Page 99: DAMPAK KRISIS EKOLOGI TERHADAP STRATEGI NAFKAH … · Konsep Krisis Ekologi 7 Konsep Rumahtangga Petani 8 Konsep Nafkah 8 Konsep Kelentingan 11 ... 13 Peta Kabupaten Pangandaran 83

86

RIWAYAT HIDUP

Kunti May Wulan dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1992. Penulis

merupakan anak tunggal dari pasangan Arbain dan Supartini. Penulis memulai

pendidikannya di Taman Kanak-kanak Permata Ibu pada tahun 1996-1998,

kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Jatinegara Kaum 01 Pagi pada

tahun 1998-2003, Sekolah Dasar Ippor Limusnunggal 01 pada tahun 2003-2004,

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cileungsi pada tahun 2004-2007, Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Cileungsi pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010,

penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM). Penulis menyelesaikan

pendidikan strata satu hingga memperoleh gelar sarjana sebagai penerima

beasiswa Bidik Misi dari DIKTI sejak tahun 2010.

Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis

aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan. Penulis merupakan anggota aktif dari

International Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS)

Local Comittee IPB berada pada divisi HRD sejak tahun 2010 hingga saat ini.

Penulis juga bergabung dalam Komunitas Peduli Pendidikan Sanggar Juara pada

tahun 2011-2012 sebagai anggota divisi Kreatif. Penulis merupakan pengurus

Badan Eksekutif Manusia Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) Kabinet

Kreasi Untuk Negeri 2013 sebagai staff Kementerian Komunikasi dan Informasi

(KOMINFO). Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa acara yang

diselenggarakan di IPB, diantaranya Ketua Divisi Logistik dan Transportasi The

6th

Jurnalistik Fair 2013, Sekretaris Divisi Logistik dan Transportasi Masa

Perkenalan Departemen SKPM 2012, divisi PAK MPF FEMA 2012, divisi

Konsumsi The 4th IAAS Olympic, Project Officer Open Recruitment IAAS LC

IPB 2011, dan divisi Humas dan Publikasi Indonesian Ecology Expo (INDEX)

2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Pengantar Ilmu

Kependudukan pada semester genap Tahun Ajaran 2012-2013.