dampak kebijakan pemerintah sk n0. 167/p.m/1954...

74
DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI MENTAWAI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora (S.Hum) Disusun Oleh : Mitra Zalman (1111022000007) PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

Upload: hamien

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 TERHADAP

PERKEMBANGAN ISLAM DI MENTAWAI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora (S.Hum)

Disusun Oleh :

Mitra Zalman

(1111022000007)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M

Page 2: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 3: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 4: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 5: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

i

ABSTRAK

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK NO. 167/P.M/1954

TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI MENTAWAI

Studi ini ingin menjelaskan dampak kebijakan pemerintah SK No.

167/P.M./1954 terhadap perkembangan Islam di kabupaten kepulauan Mentawai

Provinsi Sumatra Barat yang menimbulkan menurunnya jumlah umat Islam. Studi

ini juga ingin menjawab persoalan mengapa hal yang demikian bisa terjadi. Untuk

menjawab persoalan di atas penulis menggunakan pendekatan sosiologis dan

memakai race teori Azyumardi Azra. Adapun data primer dan skunder penulis

peroleh dari: Perpustakan Utama Universitas Negri Padang, Perpustakaan sekolah

Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan Nasional,

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Utama

Universitas Indonesia dan Perpustakaan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.

Metode yang penulis gunakan adalah metode sejarah.

Temuan studi ini adalah terjadinya penurunan pemeluk Islam dengan

berbagai sebab pasca diberlakukannya kebijakan tersebut antara lain: tidak

adanya perencanaan dakwah Islamiyah (formal dan non formal), tidak adanya

pemuka agama Islam menyikapi kebijakan tersebut, belum adanya lembaga

dakwah yang menyiarkan Islam di Mentawai, dan adanya anggapan yang kuat

bahwa memeluk Islam menghilangkan identitas mereka sebagai orang Mentawai;

antara ajaran Islam dan kebudayaan masyakat Mentawai.

Kata kunci: Dampak, Kebijakan, Islam, Mentawai.

Page 6: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama segala segala puji syukur kita haturkan kehadirat Allah

SWT semata, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan pada junjungan kita

baginda Nabi Muhammmad SAW, serta keluarga, sahabat dan seluruh

pengikutnya. Amin.

Allhamdulillah skripisi dengan judul Dampak Kebejakan Pemerintah SK

NO. 167/P.M/1954 Terhadap Perkembangan Islam di Mentawai dapat

diselesaikan dengan baik, walaupun mendapat banyak kesulitan dalam

pelaksanaannya, karena tema tersebut masih sangat jarang yang meneliti.

Sehingga sumber yang dijadikan rujukan sangat terbatas dan banyak

menggunakan ejaan lama yang dihadapi penulis sehingga menambah kesulitan

lain.

Keberhasilan menyelesaikan karya ilmiah ini juga dikarenakan bantuan

banyak pihak, oleh karenanya penulis dengan segala kerendahan hati dan dengan

hati yang tulus, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. H. Nurhasan M.A. selaku ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam

2. Shalikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr Saidun Derani, M.A selaku Dosen Pembimbing yang banyak

membantu dan selalu memotivasi dalam mengarahkan proses

penelitian ini.

4. Dr. Parlindungan Siregar, selaku Dosen Penguji I Sidang Skripsi yang

telah memberikan saran-saran yang sangat berguna bagi penulis

5. Dr. Tati Hartimah, selaku Dosen Penguji II dan Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan banyak masukan dalam perkuliahan

sampai proses akhir penyelesaian skripsi ini.

Page 7: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

iii

6. Kedua orang tua penulis Muzar (Ayah) dan Asna Diati (Amak), yang

memberikan perhatian yang luar biasa, sehingga penulis selalu dapat

termotivasi dan dapat menyelesaikan penelitian ini.

7. Alan Novandi SH. dan Lilis Shofiyanti S. Hum, yang telah membantu

penulis dalam editing naskah skripsi ini.

8. Kawan-kawan di BPH HMJ SPI M Naufan Faikar S. Hum. Amalia

Rachmadanty S. Hum, Wilda Eka Safitri S. Hum yang telah mewarnai

kehidupan penulis di Ciputat,

9. Kawan-kawan angkatan 2011 yang berproses bersama di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ibnu Fatkhan, Si.P., Reza Hakim, Egi Zulhansah.

Serta kawan di Black Jidat Community dan kawan-kawan di Keluarga

Pelita.

Page 8: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah .............................................................. 5

2. Pembatasan Masalah ............................................................. 5

3. Rumusan Masalah ................................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 5

D. Studi Terdahulu ........................................................................... 6

E. Kerangka Teori ........................................................................... 8

F. Metode Penelitian ....................................................................... 8

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 10

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MENTAWAI

A. Letak Geografis Kepulauan Mentawai ....................................... 11

B. Asal Usul Masyarakat Mentawai ................................................ 13

C. Kepercayaan Masyarakat Mentawai ........................................... 15

D. Mata Pencaharian ........................................................................ 18

BAB III SEJARAH AGAMA-AGAMA DI MENTAWAI

A. Protestan ....................................................................................... 20

B. Islam .......................................................................................... 22

C. Katolik .......................................................................................... 25

D. Bahai . ......................................................................................... 26

Page 9: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

v

BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK NO.167/P.M/1954

TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI MENTAWAI

A. Jumlah Penduduk ........................................................................ 28

B. Perbandingan Jumlah Pemeluk Agama ...................................... 31

C. Pranata Sosial

1. Lembaga Pendidikan ............................................................. 34

2. Tempat Ibadah ...................................................................... 37

D. Perkembangan Agama-agama di Mentawai ............................... 39

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 44

B. Saran .......................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46

LAMPIRAN .................................................................................................... 50

Page 10: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mentawai merujuk pada nama kepulauan yang ada di sebelah barat Pulau

Sumatra, dulunya kepulauan Mentawai disebut Nassau yang terdiri dari dua

Pulau. Kedua pulau tersebut dipisahkan oleh selat yang sempit. Navigator-

navigator Belanda menyebut kedua kepulauan itu sebagai Kepulauan Nassau,

sedangkan orang Melayu menyebutnya Kepulauan Pagi atau Pagai. Adapun orang

Eropa menyebutnya Poggies. Selain itu, Mentawai juga merujuk pada kelompok

etnis yang menghuni pulau ini, yang secara umum dikenal dengan orang

Mentawai.1

Wilayah Kepulauan Mentawai terletak sekitar 100 km di sebelah barat pantai

Pulau Sumatra yang terdiri dari 40 pulau besar dan kecil. Di antara 40 pulau

tersebut, hanya ada empat pulau besar yang memiliki penghuni, yaitu; Pulau

Siberut yang merupakan pulau terbesar, terletak paling utara di antara kepulauan

Mentawai, kemudian Pulau Sipora terletak di bagian tengah, Pulau Pagai di

bagian utara, dan Pulau Pagai Selatan terletak di bagian selatan. Kepulauan

tersebut terletak pada 1000 Bujur Timur (BT) Greenwich, dan 5

0 Lintang Selatan

(LS) di bawah garis khatulistiwa. Luas keseluruhan wilayah Mentawai yaitu 6.700

km2.2 Selain merujuk pada nama kepulauan dan kelompok sosial yang hidup di

Kepulauan Mentawai, sekarang Mentawai juga pada nama sebuah Kabupaten

yang berada dalam wilayah Provinsi Sumatra Barat.

Sejak dulu masyarakat Mentawai telah mengenal kepercayaan Arat

Sabulungan3. Ketika kedatangan Misionaris

4 ke Mentawai dalam rangka untuk

1 Wiliam, Marsden, Sejarah Sumatra,(Depok:Komonitas Bambu, 2008),h 414.

2 Stefano, Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, (Jakarta:Grafidian Jaya,1986), h. 1

3 Arat Sabulungan adalah suatu kepercayaan yang segala sesuatu yang ada disebut

tentunya seperti manusia, Hewan tumbuh-tumbuhan, benda, dan bahkan fenomena yang tampak

untuk beberapa waktu saja, seperti pelangi, dan langit tak berawan memiliki jiwa atau roh. Bagian

bagian dari satu keseluruhan yang lebih besar pun dikatakan memiliki roh: rumah sebagai satu

Page 11: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

2

menyebarkan Agama Kristen ternyata mendapat respon negatif dari masyarakat

Mentawai dikarenakan tidak sejalan dengan kepercayaan mereka. Perlu diketahui

bahwa masyarakat Mentawai terkenal sangat memegang teguh kepercayaan

tradisional mereka.

Pada awal bulan Agustus 1954 diadakan Rapat Tiga Agama5 di Mentawai.

Rapat tersebut diadakan disetiap Kecamatan di Kepulauan Mentawai, yang mana

hasil dari rapat tersebut melarang segala bentuk kepercayaan Arat Sabulungan.

Semua penduduk Mentawai harus memilih agama yang telah diakui secara resmi

keseluruhan yang lebih besar pun dikatakan memiliki roh: rumah sebagai satu keseluruhan

mempunyainya, tetapi begitu pula halnya dengan lantai, atap, balok-balok, dan sebaginya.

Selengkapnya,: lihat Reimar, Schefold, Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai,(Jakarta:Balai

Pustaka,1991), hlm 125. Arat memiliki makna yang sangat luas. Dalam bahasa dan Kebudayaan

Mentawai, arat mencakup segala hal yang digolangkan kepada tradisi. Tradisi nenek moyang yang

mutlak harus diterima tanpa gugatan, karena telah diperjuangkan dari masa ke masa, yang

mendarah daging dalam kehidupan masyarakat selama ratusan tahun. Oleh karena itu, arat menjadi

filsafat hidup, norma kehidupan, baik secara pribadi maupun dalam keluarga dan suku. Arat

merupakan warisan suci, karena semenjak dahulu ditemukan oleh nenek moyang dan

kelestariannya harus dijaga dengan baik. Selengkapnya, lihat: Stefano, Coronese, Kebudayaan

Suku Mentawai, (Jakarta:Grafidian Jaya,1986), hlm. 36. Sabulungan merupakan nama yang

dipakai untuk menyebut kepercayaan orang Mentawai, yakni roh-roh. Jika dicermati dari srtuktur

katanya, Sabulungan berasal dari kata bulug atau bulung yang berarti daun . setelah mendapat

awalan sa (sa=sekempulan) dan akhiran (an=banyak). Maka sabulungan berarti sekumpulan

dedauanan. Ini ada benarnya, disebabkan dedaunan memiliki peran yang sangat penting dalam

kehidupan orang Mentawai. Dalam setiap upacara ritual yang diselenggarakan, seperti kelahiran,

perkawinan, pengobatan, maupun kematian selalu menggunakan dedaunan sebagai perangkat, atau

pelengkapnya. Namun demikian, ada sebagian orang mentawai yang tidak sepenuhnya setuju

carapenerjemahan seperti di atas. Menurut mereka, Sabulungan adalah sekedar sebuah nama atau

sebutan yang ditujukan untuk mengidentifikasi dunia supra natural (dunia roh-roh). Pada

prinsipnya Arat Sabulungan merupakan suatu sistem pengetahuan, Nilai, Norma dan aturan hidup

yang dipegang kuat oleh masyarakat Mentawai dalam memahami serta menginterpertasi

lingkungan yang ada di sekitarnya yang terdiri dari pola-pola interaksi Manusia,binatang, tumbuh-

tumbuhan, tanah, air, udara dan juga benda-benda hasil buatan Manusia. Hasil pemahaman

tersebut digunakan untuk mendorong terwujudnya tindakan yang muncul dari orang-orang sebagai

anggota masyarakat suku bangsa Mentawai. Selengkapnya, lihat: Sidarta,Pujiharjo & Bambang

Rudito, Magi sebagai acuan identitas diri orang Mentawai dalam hubungan antar suku Bangsa

.jurnal ini bisa di akses di http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id

/index.php/jantro/article/view/7/7 4 Orang yang melakukan penyebaran warta Injil kepada orang lain yang belum mengebal

Kritus. Imam Kristen yang melakukan kegitan Misi, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), H 749. 5Rapat Tiga agama tersebut adalah agama Kristen, Islam dan Arat Sabulungan. Melalui

Rapat Tiga Agama tersebut pemerintah memberikan ultimatum pada orang Mentawai untuk

memeluk agama Kristen atau Islam dalam jangka waktu tiga bulan. Meskipun namanya Rapat

Tiga Agama, namun pilihannya hanya dua agama saja (Kristen atau Islam). Hal itu membuktikan

bahwa Arat Sabulungan dianggap „bukan‟ agama dan karenanya harus dihapuskan dalam waktu

tiga bulan. Semestinya nama rapat tersebut bukanlah Rapat Tiga agama, melainkan Rapat Dua

Agama saja lihat: jurnal, Maskota Delvi,Al-Ulum, Sipuisilam Dalam Selimut Arat Sabulungan

Penganut Isalam Mentawai di Siberut,(Padang, 2012) volume 12 No 1, h. 17.

Page 12: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

3

oleh pemerintah yakni agama Islam dan Kristen Protestan. Hal ini dikarenakan

pada masa itu hanya kedua agama tersebutlah yang berkembang di Mentawai.

Menurut Herman Sihombing terjadinya “Rapat Tiga Agama” adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengurangi pertentangan antara penganut-penganut ketiga

Agama termasuk penyiar-penyiar (Zending-zending) Agama Islam dan

Kristen, karena semenjak tahun 1950, sampai diadakan rapat ini

nampak dan dirasakan adanya gejala pertentangan dari penyiar-

penyiar agama disana yang saling berlomba memberi pengaruh baik

dengan pemberian barang ataupun janji.

2. Memberi kebebasan yang terbatas kepada penganut agama Sabulungan

untuk memilih salah satu Agama yang telah dikenal rakyat, Islam atau

Kristen disebut disini memilih secara “terbatas” karena yang dapat

dipilh hanyalah dua Agama tersebut.

3. Supaya memperbesar penganut-penganut Islam karena semua petugas

permerintahan disana di Mentawai hampir seluruhnya adalah

pemeluk agama Islam.

4. Untuk mempercepat usaha-usaha peningkatan peradaban dan

meninggikan derjat kehidupan di sana.6

Dalam hal ini pemerintah dan misionaris memiliki pendapat bahwa

kepercayaan Sabulungan adalah bentuk sistim religi suku bangsa primitif yang

pernah ada di Mentawai, sehingga sudah tidak sepantasnya hidup dan dianut oleh

masyarakat Mentawai saat itu, oleh karenanya tidaklah salah untuk disingkirkan

dari kehidupan orang Mentawai. Dalam usaha ini kelihatan sangat nyata bahwa

pemerintah dan misionaris bekerja sama (bahu membahu) untuk menyingkirkan

pengaruh Arat Sabulungan di Mentawai. Saat ini, manyoritas orang Mentawai

memeluk agama Kristen Protestan dan sebagian lagi beragama Katolik dan

6 Herman Sihombing, Mentawai. (Jakarta: Pradnya Paramita1979), h 104-105.

Page 13: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

4

Islam.7 Persepsi pemerintah dan zending

8 pada masa itu terhadap kebudayaan

sangat sempit. Kebudayaan diidentikan dengan pola hidup nomaden, cawat,

rambut panjang bagi kaum pria, tatto, dan benda benda pujaan dalam Arat

Sabulungan. Pemerintah menutup mata terhadap kebudayaan immateril atau

nilai-nilai serta norma-norma yang terkandung dalam fisik kebudayaan itu.9

Gerakan ini dimulai pada masa pemerintahan Soekarno, melalui Perdana

Mentri Ali Sastromiadjojo (menjabat 1953-1955), yakni dengan dibentuknya

sebuah Panitia Interdapartemental peninjauan kepercayaan-kepercayaan di dalam

Masyarakat (disingkat Panitia Interdep Pakem) dengan SK No

167/PROMOSI/1954. Dari SK tersebutlah yang mendasari terjadinya Rapat Tiga

Agama di Mentawai, yang intinya memerintahkan orang Mentawai yang masih

menganut Arat Sabulungan (dalam waktu tiga bulan) untuk meninggalkan

kepercayaannya dan memilih salah satu Agama yang di akui Pemerintah.10

(pada

saat itu baru ada Islam dan Protestan).

Walaupun belum ada rekomendasi penghapusan dari panitia Interdep

Pakem terhadap Kepercayaan Arat Sabulungan akan tetapi rapat tiga agama telah

dilakasankan pada bulan Agustus 195411

. Sedangkan panitia Interdep Pakem

mulai bekerja 8 Oktober 1954 dan laporannya yang pertama baru dikeluarkan 5

April 1955. Dalam laporan tersebut memuat Aliran-Aliran kepercayaan yang di

anggap menyimpang oleh pemerintah, mengenai rekomendasi penghapusan

kepercayaan Arat Sabulungan belum ada laporannya sama sekali.12

Dari uraian di atas maka studi ini ingin menjawab dampak Kebijakan

Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954 terhadap perrkembangan Islam di Mentawai.

7Muhaldi, Landasan Yuridis Penghapusan Kepercayaan tradisional “Arat Sabulungan”

di Mentawai. (Medan Fakultas Hukum USU 2007), h. 4-5. 8Badan-badan Penyelenggara (Misi) Penyebaran Agama Kristen. Lihat: KBBI (Jaka:

Balai Pustaka, 2007), h. 1280. 9Tarida Hernawati S, Salappa‟ Antara Kehidupan, Alam , dan JiwaI, (Padang: Yayasan

Citra Mandiri, 2004), h 7 10

Ibid h. 20-21 11

Pokok-pokok Agama Islam telah mulai berdjalan di daerah Mentawai Koperensi Islam

dan Kristen, putuskan larangan tjawat di Mentawai (Haluan 4 November 1954 Hal. 2) 12

Arsip Sekretarian Negara Kabinet perdana mentri, Laporan peratama dari panitia

Parkem Jilid II No 1844 (1950-1959)

Page 14: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

5

Asumsi awal penulis rapat tersebut berdampak negatif terhadap perkembangan

Islam di Mentawai. Maka timbul pertanyaan mengapa rapat tersebut berdampak

negatif

B. Permasalahan

a. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas timbul beberapa permasalahan yang dapat

diidentifikasikan, antara lain persoalan dampak Kebijakan Pemerintah SK N0.

167/P.M/1954 terhadap perrkembangan Islam di Mentawai 1954-1967.

b. Pembatasan Masalah

Dalam studi ini penulis membatasi masalah pada dampak Kebijakan

Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954 terhadap perkembangan Islam di

Mentawai 1954-1967

c. Rumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah mengapa terjadi

penurunan pemeluk islam pasca adanya Kebijakan Pemerintah SK N0.

167/P.M/1954 di kabupaten kepulauan Mentawai Provinsi Sumatra barat

terhadap perrkembangan Islam di Mentawai

Dari rumusan masalah di atas maka penulis mengajukan sub masalah

sebagai berikut

1. Bagaimana latar belakang terjadinya rapat tiga agama di Mentawai tahun

1954?

2. Bagaimana sejarah perkembangan agama-agama di Mentawai?

3. Bagaimana dampak Kebijakan Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954

terhadap perkembangan Islam di Mentawai?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan bagaimana kondisi Mentawai 1954-1967.

Page 15: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

6

2. Menganalisa dampak apa saja yang ditimbulkan dari Kebijakan

Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954 terhadap perkembangan Islam di

Mentawai.

3. Menjelaskan mengapa Umat Islam di Mentawai menjadi Minoritas di

Kepulauan Mentawai.

Untuk manfaat sendiri, yang dapat penulis harapkan dan berikan dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Memperkaya karya tulis kesejarahan bagi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam, Konsentrasi Asia Tenggara terutama untuk

dinamika sejarah Islam di Kepulauan Mentawai.

2. Sebagai bahan masukan dan saran bagi ormas Islam yang melakukan

dakwah Islam di Mentawai.

3. Secara edukatif, menjadi cermin dan motivasi bagi para akademisi

untuk terus menggali lebih jauh sejarah lokal di Indonesia.

4. Sebagai referensi untuk penulisan-penulisan selanjutnya.

D. Studi Terdahulu

Dari hasil penelusuran penulis belum ditemukan penelitian mengenai

“Dampak Kebijakan Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954 terhadap perkembangan

Islam di Mentawai. Adapun buku yang menjadi rujukan skripsi ini antara lain:

Herman Sihombing dalam karyanya Mentawai buku diterbitkan oleh Pradnya

Paramita ini membahas tentang dasar pokok adat Mentawai, laporan ringkas

sosial-ekonomi dan membahas Zending Katolik, Zending Protestan dan masuknya

Islam ke Mentawai. Buku ini juga menyinggung rapat tiga Agama di Mentaawai.

Buku ini merupakan penelitian lapangan dari Herman Sihombing pada tahun 1960

yang lebih berfokus kepada budaya Mentawai. Kekurangan buku ini adalah

sedikitnya pembahasan mengenai rapat tiga Agama di Mentawai.

Page 16: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

7

Universitas Andalas Padang, Sosial Ekonomi Kepulauan Mentawai laporan

yang ditulis oleh tim dari Universitas Andalas membahas berbagai aspek tentang

Mentawai meliputi geografis, pemerintahan, perekonomian, pertanian, kesehatan,

pendidikan, agama dan srpitual serta hukum adat dan kemasyarakatan. Laporan

ini menjadi sumber utama penulis terutama tentang pembahasan agama dan

spiritual masyarakat Mentawai.

Karya Sabiruddin Gerakan dakwah Islam Mentawa, dalam buku tersebut

membahas gerakan dakwah Islam di Mentawai fokus pembahasannya adalah

dakwah-dakwah yang dilakukan oleh oramas-ormas keislaman seperti Dewan

Dakwah Islam Indonesia, Muhammadyiah, Wasilah, dan Majelis Ulama Indonesia

dalam buku ini juga dibahas hal apa saja yang menjadi penghalang dakwah Islam

di Mentawai pembahasan dalam buku tersebut jauh setelah terjadinya rapat tiga

Agama di Mentawai.

Stefano Coronese Kebudayaan Suku Mentawai, buku ini ditulis oleh seorang

Pendeta berkebangsaan Italia, dalam buku ini membahas tentang sejarah awal

Mentawai, masuknya Belanda ke Mentawai masuknya agama-agama ke Mentawai

dan membahas tentang kebudayaan Mentawai secara komprehensif.

Abidin, Mas‟oed, Islam dalam Pelukan Muhtadin Mentawai, 30 tahun

Perjalanan Da‟wah Ila‟llah, Mentawai Menggapai Cahaya Iman 1967-1997 yang

diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, buku tersebut membahas

para mubalig dalam menyebarkan Islam di Kepulauan Mentawai. buku ini hanya

berfokus pada aktifitas dewan dakwah di Mentawai. Dan di bagian akhir babnya

banyak memuat berita dari koran-koran mengenai Mentawai. Dalam buku ini

sejarah Islam yang ditulis dimulai pada tahun 1967.

Bambang Rudito Mayarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai,

pembahasan buku ini meliputi mata pencaharian, tipe kemasyarakatan istilah

Mentawai, kepercayaan. Pada bagian akhir buku ini membahas tentang sentuhan

masyarakat Mentawai dengan masyarakat luar dan kehidupan sosial budaya

masyarakat Mentawai.

Gerar Persoon dan Reimar Schefold (ed) Pulau Siberut: pembangunan Sosial-

Ekonomi, Kebudayaan Tradisional dan Lingkungan Hidup. Buku ini adalah

Page 17: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

8

kumpulan makalah-makalah hasil simposium yang diadakan di Padang pada tahun

1981. Dalam buku ini berisi dua puluh delapan makalah mengenai Mentawai yang

membasah persoalan Mentawai dari berbagai Apek. Terdapat dua makalah yang

membahas peranan umat Islam dan Kristen di Mentawai.

Koentjaraningrat (ed), Masyarakat terasing di Indonesia, buku ini merupakan

kumpulan makalah-makalah yang di editori oleh Koentjaraningrat, buku ini

membahas masyarakat-masyarakat terasing yang ada di seluruh Indonesia, salah

satu bab dalam buku ini membahas tentang Masyarakat Mentawai di sebelah barat

Sumatra, pembahasannya berupa letak geografis Mentawai, demografi Mentawai,

religi masyarakat Mentawai, dan hanya sekilas membahas soal ke agamaan di

Mentawai.

E. Kerangka Teori

Dalam pembahasan ini penulis akan menggunakan kerangka race teori yang

dikemukakan oleh Azyumardi Azra. Ia berpendapat bahwa awal percepatan

Islamisasi terutama abad ke-16 memang didorong oleh adanya persaingan antara

Islam dan Kristen.13

Hal yang sama juga terjadi di Mentawai dimana terjadi

persaingan yang masif antra Islam dan Kristen dalam berebut pemeluk agama

namun waktu kejadianya pada abad ke-20. Dalam teori tersebut agama Islamlah

yang menjadi agama mayoritas yang dipilih oleh masyarakat Nusantara.

Sedangkan di Mentawai menurut asumsi penulis agama Kristenlah yang dipilih

oleh mayoritas masyarakat Mentawai.

F. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang akan

digunakan adalah metode historis. Metode historis adalah proses menguji dan

menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.14

Poin-poin

penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana, dan

masanya.

13

Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara .(Mizan :Jakarta 2002)

h . 37-50 14

Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. (UI Pers: Jakarta 1975) h. 3.

Page 18: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

9

Pakar Sejarah Indonesia Sartono Kartodirjo, menyebutkan bahwa suatu

kejadian sejarah tidak tunggal penyebabnya. Jadi banyak aspek yang perlu dilihat

mengapa suatu peristiwa bisa terjadi. Dalam konteks studi ini untuk

merekontruksi kejadian pada masa lampau yang bersifat komprehensif ini

ditekankan perlu memakai berbagai pendekatan (multipel approaches), dari segi

mana melihatnya, dimensi mana yang perlu dikaji, dan unsur-unsur mana yang

perlu diungkapkan; sejarah, sosiologi, antropologi, dan hermeneutika terkait

interpretasi data menjadi sebuah kisah sejarah.15

Tujuan penelitian ini adalah mencapai penulisan sejarah, oleh karena itu

upaya merekontruksi masa lampau dari obyek yang telah diteliti itu ditempuh

melalui metode sejarah dan menggunkan penelitian deskriptif analisis, yaitu

mencoba memaparkan dampak Kebijakan Pemerintah SK No. 167/P.M/1954

terhadap perkembangan Islam di Mentawai. Oleh sebab itu dalam penelitian

sejarah mencakup Heuristik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber

(dokumen).16

Maka dalam hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan

penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan

merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini,

bisa seperti buku, majalah, ensiklopedia, koran, buletin, jurnal dan sebagainya.

Dalam hal ini penulis menggunakan referensi dari perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Adab dan Humaniora, Perpusnas

(Perpustakaan Nasional), Perpustakaan Utama (Universitas Indonesia), Arsipnas

RI (Arsip Nasional Republik Indonesia), Perpustakaan sekolah tinggi teologi

Jakarta, Perpustakaan utama Universitas Negri Padang, koran-koran yang terbit

antara tahun 1954-1967 tentunya koran yang terkait dengan tema yang penulis

bahas, dan website resmi Pemerintah Daerah Kepulauan Mentawai.

Kemudian setelah data terkumpul penulis melakukan kritik dan uji

(Verifikasi) terhadapnya, dimaksud untuk mengidentifikasi keabsahan sumber-

sumber yang dipakai, setelah itu dengan berbagai sumber tersebut penulis

mengkritik dan menganalisis (Interpretasi) yang hasil akhirnya disajikan dalam

15

Sartono Kartodirjo, Pendekatan ilmu sosial dan Metodologi sejarah (Jakarta:Gramedia

Pustaka Utama, 1992), h 4-5 dan h. 144-156 16

Dudung Abdurahman. Metode Penelitian Sejarah.( Logos: Jakarta. 1999) h 64

Page 19: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

10

bentuk historiografi dengan pedoman yang telah ditentukan dari UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.17

G. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan skripsi ini tentang “Dampak Kebijakan Pemerintah SK

N0. 167/P.M/1954 terhadap perrkembangan Islam di Mentawai (1954-1967).

Penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri atas lima (5) Bab,

dimana tiap tiap bab merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan antara yang

satu dengan yang lainya.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab ini, menguraikan mengenai dasar-

dasar dan arah pemikiran pembuatan skripsi ini. Pembahasan bab ini merupakan

pedoman untuk pembahasan pada bab-bab berikutnya.

Bab kedua membahas profil Mentawai meliputi letak geografis, sistim

kepercayaan,mata pencaharian dan Sosial Budaya.

Bab ketiga membahas sejarah Agama-Agama di Mentawai.

Bab keempat membahas perkembangan Agama Islam setelah dampak

Kebijakan Pemerintah SK N0. 167/P.M/1954 di berlakukan.

Bab kelima merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dari setiap bab

sebelumnya dan juga berisi saran-saran.

17

Tim penyusun, Pedoman Penulisan Karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Desertasi,

(Jakarta: CeQDA, 2013/2014)

Page 20: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

11

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MENTAWAI

A. Letak Geografis Kepulauan Mentawai

Nama Mentawai diambil dari istilah bahasa asli penduduk setempat, yaitu Si

Menteu, tetapi ada juga yang beranggapan berasal dari kata Simatalu yang berarti

Yang Maha Tinggi. Simatalu ini juga merupakan nama sebuah daerah yang

menurut cerita dahulu merupakan daerah tempat seorang pria Nias18

yang

bernama Amatawe terdampar, ia menetap di daerah tersebut dan mengakui daerah

itu sebagai daerahnya. Demikian timbul sebutan Amantawe yang berarti daerah

kepunyaan Amatawe. Tanah itu terletak di kepulauan Mentawai sekarang.19

Sebelum dikenal dengan sebutan Mentawai, orang-orang yang mendiami

kepulauan itu lebih dikenal sebagai orang Pagai atau Poggy. Sebutan ini terkait

sejarah kontak orang Mentawai dengan para pedagang. Perantau Minangkabau

dan pedagang dari Bengkulu lebih dahulu berinteraksi dengan orang-orang yang

bermukim di pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Pada waktu itu, Siberut belum

banyak dikunjungi pedagang. Dari laporan awal masa kolonial, orang di

kepulauan itu tidak pernah memakai Mentawai untuk menyebut kelompok

mereka.20

Sebelum merujuk penamaan yang lebih kolektif, orang Siberut menyebut

identitas masing-masing sesuai nama aliran sungai, nama tempat atau suasana

tertentu yang kemudian menjadi nama Uma. Seiring sejarah dan mulai dikenalnya

pulau Siberut oleh pejabat kolonial dan pedagang, munculah istilah „orang

Mentawe‟ untuk menyebut secara umum penduduk yang menempati kepulauan

itu. Orang Mentawe lebih merupakan penamaan dari pejabat kolonial Belanda

untuk mengklasifikasikan penduduk Siberut, Sipora dan Pagai. Lambat laun

18

Nias adalah sebuah Pulau yang berada di sebelah utara Kepulauan Mentawai

19

Edwin M Loeb,Sumtra Its History and People, (Singapura: Oxford University

press,1985), h. 158. 20

Darmanto & Abidah B. Setyowati, Berebut hutan Siberut: orang Mentawai, dan politik

ekologi, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), h. 44.

Page 21: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

12

penamaan ini menjadi popular digunakan oleh para penulis laporan ekspedisi

kolonial untuk menyebut ratusan kelompok masyarakat yang mendiami kepulauan

tersebut.21

Mentawai merupakan jajaran kepulauan yang terletak di sebelah barat pulau

Sumatra termasuk Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatra Barat yang

meliputi pulau-pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan, serta pulau-

pulau kecil di sekitar pulau tersebut.22

Akan tetapi pada saat ini Kabupaten

Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten muda di Provinsi Sumatra

Barat dengan posisi geografis yang terletak di antara 10-3

0 LS dan 98

0-101

0 BT

dengan luas wilayah sebesar 6.011,352 km dengan garis pantai sepanjang 758 km.

Posisi letak geografis Kabupaten Kepulauan Mentawai ini merupakan sebuah

kepulauan yang terpisah dari Provinsi Sumatra Barat dengan batas sebelah utara

adalah Kabupaten Nias (Provinsi Sumatra Utara), sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Kota Padang, serta sebelah barat berbatasan

dengan Samudera Indonesia.23

Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas empat pulau besar yang tersebar

dan didiami oleh mayoritas penduduk ditambah pulau-pulau kecil. Keempat pulau

ini adalah Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai

Selatan. Kabupaten kepulauan Mentawai terdiri atas empat Kecamatan, 43 Desa

dan 202 Dusun. Keempat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pagai Utara

Selatan (1.521,55 km2) dengan ibukota Kecamatan adalah Sikakap, Kecamatan

Sipora (651,55 km2) dengan ibukota adalah Sioban, Kecamatan Siberut Selatan

(1873,30 km2) dengan ibukota kecamatan adalah Muara Siberut, dan Kecamatan

Siberut Utara (1964 km2) dengan ibukota Kecamatan adalah Sikabaluan.

24

Kondisi geografis dan alam Kabupaten Kepulauan Mentawai saat ini sebagian

besar merupakan kawasan hutan (termasuk hutan lebat, hutan sejenis dan semak

21

Ibid., h. 45. 22

Ensiklopedi Indonesia IV, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1983), h. 2204. 23

Kabupaten Kepulauan Mentawai Dalam Angka, (Tuapejat-Sipora: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2004), h. 1. 24

Ibid., h. 1.

Page 22: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

13

belukar). komposisi luas lahan hutan menurut penggunaannya terdiri atas 0,24%

lahan sawah dan 99,76% lahan bukan sawah. Kawasan hutan memiliki persentase

terbesar yaitu mencapai 86,14% dari luas wilayah Kabupaten Kepulauan

Mentawai, sedangkan luas lahan yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya sektor

pertanian hanya sebesar 13,07%. Secara topografi, keadaan geografis Kabupaten

Kepulauan Mentawai bervariasi antara daratan, sungai dan berbukit-bukit dengan

ketinggian dari permukaan laut dua meter untuk seluruh ibukota Kecamatan.25

Di Kepulaan Mentawai tidak ada gunung, yang ada hanyalah bukit yang tidak

lebih dari 500 meter tingginya dari permukaan laut kepulauan tersebut berhutan

tropik dan dialiri oleh banyak sungai. Bukit-bukit yang ada memiliki kemiringan

sekitar 25-80% dan hutan tropik yang ada adalah hutan tropik tanah rendah. Hutan

tropik ini terdiri dari hutan bakau, hutan pantatai, hutan rawa, dan hutan tropik

campuran dengan pohon-pohon yang berdiameter besar (80-100 cm) dan tinggi

(50-60 cm) dengan kerapatan di beberapa tempat mencapai lebih 700 pohon per

hektar.26

Kabupaten kepulauan Mentawai beribukota di Tuapejat yang terletak di

Kecamatan Sipora dengan jarak tempuh ke kota Padang sepanjang 153 km. untuk

mencapai ibukota Sumatra Barat ini harus ditempuh jalur laut. Begitu pula halnya

trasportasi dari masing-masing ibukota kecamatan ke Kota Padang ataupun ke

ibukota Kabupaten juga harus ditempuh melalui jalur laut.27

B. Asal-Usul Masyarakat Mentawai

Neuman mengolongkan orang mentawai dalam tipe Melayu Polinesia.

Semenjak dahulu Pulau Sumatra didiami oleh orang Polinesia. Kemudian

datanglah orang Melayu dan mengusir mereka Jadi menurut Neuman, orang

Mentawai sisa orang Polinesia yang terusir.28

Orang Mentawai menyakini bahwa

mereka Berasal dari Nias, tetapi keyakinan itu lemah, karena dilandasi oleh

25

Ibid., h. 2 26

Koentjaraningrat (ed), Masyarakat Terasing di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

PustakaU tama, 1993), h. 50. 27

Kabupaten Kepulauan Mentawai Dalam Angka., h. 3. 28

Neumann J.B, De Mentawei-einlanden, (Amsterdam: KNAG, XXVI, 1909), h. 181-213,

dalam: Stefano, Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, (Jakarta:Grafidian Jaya,1986), h. 9.

Page 23: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

14

dongeng. Mereka menceritakan bahwa: „‟Pada zaman dahulu kala seorang Nias

yang bernama Ama Tawe pergi memancing ke laut. Sedang terapung-apung

ditengah lautan, turunlah badai dahsyat yang menyeret Ama Tawe terdampar ke

Mentawai di tepi pantai barat pulau Siberut. Ama Tawe naik kedarat dan ia

melihat tanah yang amat subur. Pohon sagu dan keladi tumbuh sendiri tanpa ada

orang yang menanamnya dan merawanya. Ama Tawe kembali ke Nias untuk

mengambil istri dan anak-anaknya. Dia bermaksud pindah dari Nias dan akan

menetap di Mentawai. Keberangkatanya ke tempat baru itu banyak diikuti oleh

orang Nias lainnya yang ingin merantau ke Mentawai. Akhirnya merekalah yang

mendiami daerah itu, kemudian lama-kelamaan menduduki seluruh kepulauan.

Nama mentawai berasal dari „‟Aman Tawe‟‟29

Menurut Stefano Cornose, suku Mentawai mirip dengan suku Sakei di

Malaysia. Sekalipun ada perbedaan, tetapi dalam banyak hal ada persamaannya.

Adat istiadat tata cara hidup hampir serupa. Seperti contoh, dua suku ini memakan

sagu dan tidak mengenal beras. Sama-sama memakan monyet. Perbedaanya

terletak pada cara berburu. Suku Mentawai menggunakan panah, sedangkan suku

Sakei mengunakan sumpitan untuk melepaskan damak beracun. Rokok pun

mereka kenal. Suku mentawai menyulut tembakau, sedangkan suku Sakei

mengunyah seperti menyugi, menyirih saja yang tidak ada di Mentawai.

Nampaknya ada kesamaan tentang asak usul dua suku ini, namun tidak ditemui

bukti dan atau tentang asal usul Mentawai. Para Sarjana dan ilmuawan berusaha

menyelidiki asal suku ini dengan melalui hipotesa-hipotesa saja.30

Bila dilihat dari warna kulit dan bentuk phisik orang mentawai, berapa ahli

menulis bahwa orang mentawai termasuk ras Melayu Polinesia, sama dengan

orang Hawaii, Marchesi dan Fiji di lautan pasifik. Seorang ahli phisik Van

Beukering (1947) secara prinsip orang mentawai termasuk dalam ras proto-

Melayu terutama didaerah timur laut Siberut. Di daerah Sipora dan Pagai

termasuk dalam ras detero-Melayu. Perbedaan ini pada prinsipnya hampir tidak

ada, proto-Melayu lebih menjurus ke Mongoloid dibanding dengan detero-

29

Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, , h. 12-13. 30

Ibid., h. 9.

Page 24: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

15

Melayu. Sedangkan para antropologi menyatakan bahwa orang Mentawai adalah

ras campuran dengan ramput lurus dan ada juga yang berombak, kulit berwarna

serta bagi wanitanya berwajah kekanakan dan bertubuh pendek.31

C. Kepercayaan Masyarakat Mentawai

Orang Mentawai mempercai bahwa semua yang ada namanya mempunyai

jiwa atau roh, seperti manusia binatang tumbuh-tumbuhan semuanya itu memiliki

roh. Roh adalah semacam padanan spiritual dari segala sesuatu yang ada dan

merupakan makluk individual yang dapat melepaskan diri dari tubuh „‟kasar‟‟

serta berkeliaran secara mandiri fakta ini sebenarnya tidak memberikan

penggambaran yang buruk.32

Roh terwujud bersama jasad yang ditempati tetapi kemudian apabila jasad itu

musnah, roh yang bersangkutan tidak itut sirna, melainkan hidup terus. Menurut

orang Mentawai itu sudah pasti begitu, setidak-tidaknya pada manusia dan hewan

pada mereka roh-roh yang terus hidup memainkan peranan dalam upaacara-

upacara. Sedangkan apa yang selanjutnya terjadi dengan roh tumbuh-tumbuhan

serta benda apabila jasadnya sudah lenyap hal tersebut tidak dijadikan bahan

pemikiran.33

Agama asli masyarakat Mentawai adalah kepercayaan Sabulungan. Kata

Sabulungan berasal dari kata sa + bulung yang artinya sekeumpulan daun. Daun-

daunan dipandang masyarakat Mentawai mempunyai mana atau tenaga gaib.

Adapun roh (Dewa) pujaan menurut kepercayaan Sabulungan terdiri dari tiga

Macam Roh:

1. Roh laut (Tai Kagabat-Koat)

2. Roh hutan dan gunung (Tai Ka-Leleu)

3. Roh awang-awang (Tai Ka-Manua)

31

Bambang, Rudito,Masyarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai,(Padang: Fisip

Universitas Andalas,1999), h. 11. 32

Reimar Schefold, Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai,(Jakarta:Balai Pustaka,1991),

h. 125. 33

Ibid., h.125.

Page 25: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

16

Roh laut memberikan segala macam ikan-ikan, buaya, mengadakan

gelombang dan badai, jadi ditakuti segala macam manusia. Roh hutan dan gunung

memberikan segala macam hasil bumi, binatang-binatang, dan segala sesuatu

yang tumbuh dan juga bersifat menyelamatkan, kadang-kadang membahayakan

manusia juga. Roh awang-awang (Tai Ka-Manua) memberi hujan, angin dan

tanda-tanda di langit34

Ketiga roh tersebut mempunyai suruhan untuk menyampaikan pesan dan

kesan terhadap Manusia di bumi ini, kadang-kadang dapat berwujud, kadang-

kadang hanya berbentuk angan-angan dan khayalan. Pesan-pesan tadi ada yang

baik dan ada yang tidak baik, dan pesuruh yang menyampaikan serta yang

mengesankan yang tidak baik lazim di sebut “saniti”, saniti diartikan dalam dua

corak, sebagai penjelmaan dari roh manusia yang telah mati (begu), atau yang

baik yang mengsankan yang tidak baik dan menakutkan yang disuruh oleh ketiga

roh hujan yang telah disebutkan dia atas tadi. Maka sesungguhnya inilai inti dari

kepercayaan Sabulungan dahulu, yang berabad-abad bersemayam dan berakar di

Mentawai yang bagian terbesar menghasilkan lembaga-lembaga adat Mentawai

sampai sekarang ini, dan menguasai perikehidupan dan kejiwaan Mereka.35

Masyarakat Mentawai penganut politheisme (bertuhan banyak) walaupun

politheisme masyarakat Mentawai tidak serupa dengan polithisme Yunani dan

Hindu. Menurut Agama ini badan orang yang mati tidak boleh dikuburkan kerena

pada hakikatnya tanah yang suci tidak mau menerima badan manusia yang penuh

dosa. Bila seorang manusia mati menurut kepercayaan Sabulungan harus

disemayamkan di atas permukaan bumi atau dibawah pohon yang rimbun-rimbun.

Keluarga yang dekat harus menjaga mayat itu seperti memandikanya dan

mengosok-gosok badannya sampai dagingnya hancur semua. Bila daging itu telah

hancur, ia harus dibawa pulang kerumah ( ke uma) besar mereka sehingga roh-roh

orang yang meninggal itu tetap tinggal dekat dengan keluarganya.36

Dalam

34

Herman Sihombing, Mentawai. (Jakarta: Pradnya Paramita,1979), h. 9. 35

Ibid., h. 9-10. 36

Mustafa G, dkk., Sastra Lisan Mentawai. (Jakarta: Pusat Pembinaan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), h. 12.

Page 26: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

17

literature lain yang penulis temukan mengenai kepercayaaan masyarakat

Mentawai ada pembahasan mengenai adat masyarakat Mentawai yang sangat erat

kaitanya dengan kepercayaan masyarakat Mentawai yaitu Arat yang berarti adat.

Sering penulis temukan istilah Arat dan Sabulungan yang dibaca secara

bersamaan. Mengenai kepercayaan Sabulungan telah penulis bahas sebelumnya

untuk selanjutnya penulis akan membahas mengenai Arat dikarenakan Arat inilah

yang menjadi pandangan hidup orang Mentawai.

Unsur yang kuat dalam menyatukan kebudayaan setiap rakyat adalah adat.

„‟Arat‟‟ dalam bahasa dan kebudayaan Mentawai mencakup bermacam hal yang

digolongkan kepada tradisi. Tradisi nenek moyang mutlak harus diterima tanpa

gugatan, karena telah diperjuangkan dari masa ke masa, yang mendarah daging

dalam kehidupan bermasyarakat selama bertahun tahun. Oleh sebab itu Arat

menjadi norma kehidupan bagi manusia, secara pribadi maupun dalam keluarga

dan suku. Arat merupakan warisan suci, karena semenjak dahulu ditemukan oleh

nenek moyang, dan kelestariaanya harus dijaga dengan baik.37

Memang arat menyebabkan orang mentawai menjadi konservatif, 38

namun

hal yang demikian tidak dapat mencabut akar kebebasan kehidupan, malah tetap

menghormati dan menjunjung tinggi martabat manusia. Setiap perbuatan yang

baik sesuai dengat Arat. Tingkah laku yang bertentangan dengan Arat disebut

dosa. Sesuatu hal yang belum pernah berlaku, dianggap kejahatan.

Menaati Arat berarti merelakan diri dibimbing oleh tradisi, yang menjadi

ukuran prima dalam setiap moralitas. Arat dijadikan landalan pokok dan norma

dalam penentuan segalanya: manusia, binatang, fenomena natural (gejala alamiah)

dan rentetan waktu. Garis haluan hidup berpedoman kepada Arat, dan Arat-lah

yang langsung mengaturnya. Arat bagi masyarakat Mentawai adalah keselarasan

dengan dunia pemersatu dengan uma39

dan jaminan hidup yang penuh kedamaian

dan ketenteraman.40

37

Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai., h. 36. 38

Bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi lama (turun temurun). Lihat:

KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 456. 39

Uma adalah umah adat Mentawai yang berupa rumah pangug besar yang dihuni bersama

sama-sama. Disitulah diadakan perayan religius yang berlangsung sampai berminggu-minggu, dan

Page 27: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

18

D. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyakat Mentawai adalah bertani, nelayan dan hanya

sebagian kecil saja yang menjadi pedagang atau pegawai negri. Hasil pertanian

yang menjadi sumber pendapatan mereka adalah pisang, keladi (talas), kelapa, dan

buah-buahan, durian dan lain-lain. Sesuai perkembangan zaman, pada beberapa

daerah mulai dikembangkan tanaman cengkeh, pala dan nilam, sementara itu

dibidang pencaharian ikan hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-

hari.41

Selain menanam sagu, keladi dan pisang sebagai makan pokok, penduduk juga

menanam kelapa sebagai makan tambahan atau untuk dijual. Di samping itu,

selain bercocok tanam masyarakat Mentawai juga memelihar ternak. Binatang

yang sering dipelihara dengan baik adalah babi dan ayam yang dibuatkan rumah

atau kandangnya sendiri. Babi dan ayam diternakkan bukan untuk konsumsi oleh

keluarga sehari-hari tetapi lebih ditujukan untuk keperluan pesta. Aktivitas

ekonomi lainnya adalah mencari rotan di hutan, yang hasil rotan tersebut dijual

kepada pedagang pengumpul yang datang kekampung atau mereka langsung

menjulnya ke pasar. Kegitan mencari rotan ini tidak dilakukan setiap saat akan

tetapi dilakukan setiap ada permintaan.42

Kegiatan lain dalam rangka mata pencaharian adalah menangkap ikan dan

berburu penyu di laut. Kaum perempuan menangkap ikan di perairan yang

dangkal di tepi laut dengan menggunakan tangguk atau rajutan nilon yang

berbentuk melebar pada bagian depannya. Sedangkan berburu penyu dilakukan

oleh kaum laki-laki dengan mengunakan perahu dan tombak khusus untuk

menangkap penyu yang banayak tedapat pada laut dalam. Sambil berburu penyu

mereka juga mengumpulkan timun laut, swallow dan laklak, yang bisa dijual

kepada para pedagang.43

disitu pulalah tinggal seluruh anggota kelompok masing-masing seekitar lima sampai sepuluh

keluarga dalam satu uma. lihat Reimar Schefold, Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai., h. 36. 40

Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai., h. 36. 41

Ikawan, “Interaksi Masyarakat Mentawai Dengan Pendatang,” (Tesis Program

Pascasarjana Bidang Ilmu Sosial UI Jakarta, 2000), h. 50. 42

Ibid., h. 50 43

Ibid., 51.

Page 28: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

19

Selain menangkap ikan di laut masyarakat Mentawai juga pergi ke ladang,

mereka pergi ke ladang berjalan bersama-sama sambil berbondong-bondong. Di

tengah-tengah perjalanan, mereka bercerita juga. Pagi-pagi mereka sudah pergi ke

ladang dan baru sore mereka kembali. Seluruh penduduk kampong, tua muda

laki-laki perempuan turun ke ladang setiap hari kalua tidak punen (acara ke

Agamaan) sesudah masuknya Kristen setiap hari minggu mereka tidak pergi ke

ladang.44

Menurut pengamatan, secara keseluruhan bahwa orang mentawai itu bukanlah

pekerja yang baik tetapi mereka lebih suka bersenag-senang dan lebih suka

bermalas-malasan. Mereka pergi ke ladang dan pergi kelaut itu bukanlah semata-

mata untuk bekerja, tetapi kebanyakan di antara mereka lebih suka tidur-tiduran

sambil mengobrol-ngobrol. Itulah sebabnya sampai sekarang kehidupan mereka

masih sangat bersahaja.45

44

Mustafa, Sastra Lisan Mentawai., h. 23. 45

Ibid., h. 24.

Page 29: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

20

BAB III

SEJARAH AGAMA-AGAMA DI MENTAWAI

A. Protestan

Menurut data-data yang di dapat dari pusat jemaat Protestan Mentawai dan

juga dari pejabat-pejabat pemerintahan agama ini jauh lebih dahulu diperkenalkan

kepada penduduk Mentawai. Zending Protestan yang berpusat di Bremen (Jerman)

dengan perantaraan wakil-wakilnya di tanah Batak dan daerah lainya di Indonesia

pada akhir abat ke-19 mendapat izin dari pemerintah Belanda untuk memasuki

kepulauan Mentawai dan menyiarkan agama Kristen Protestan di kepulauan ini1

Pada tahun 1901 masuklah Zending Protestan ke Mentawai yang dibawa

oleh Pendeta August Lett, bersama rekannya A. Kramer dari Jerman.2 Samapai

tahun 1914 zending Protestan bekerja disana tempat yang dipilih untuk pusat

pengajaran Protestan ialah Nemlohu (Sikakap) pulau Pagai Utara. Akan tetapi

belom ada seorangpun yang dapat dikristenkan; karena begitu kuatnya orang-

orang-asli menganut kepercayaan Sabulungan, sehingga usaha-usaha zending pada

permulaannya dititik beratkan pada:3 pengobatan, kebersihan penduduk,

pendidikan, dan pertukangan kecil-kecilan.

Pekerjaan inipun bersifat amat terbatas pada tempat-tempat yang dekat dari

Sikakap (Pagai Utara), karena penduduk asli Mentawai kurang mempercayai orang

kulit putih. Pada saat itu orang Mentawai melakukan perlawanan terhadap

pemerintah Belanda disebabkan pemerintah Belanda memaksa mereka melakukan

pekerjaan rodi untuk membuat jalan kuda disekeliling pulau tersebut. Pada tahap

awal ini misi Kristen Protestan di Mentawai belum banyak berkembang

dikarenakan adanya pemberontakan yang dilakukan oleh orang Mentawai terhadap

pemerintah Belanda4.

Pendeta August Lett dianggap menyokong masuknya Belanda ke Mentawai

oleh penduduk yang saat itu sedang menentang dan mengadakan perlawanan

1 Boesjra Zahir, Sosial ekonomoni kepulauan mentawai (Padang: Universitas Andalas,

1971), h 64. 2 Stefano Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, (Jakarta:Grafidian Jaya,1986), h. 28.

3 Herman Sihombing, Mentawai. (Jakarta: Pradnya Paramita1979), h. 94-95.

4 Ibid., h. 95.

Page 30: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

21

terhadap Belanda. Pendeta August Lett ini dibunuh oleh penduduk asli di Teluk

Pulai (Pagai Utara) pada tanggal 20 Agustus 1909.

Sesudah itu datang pula Pendeta F. Borger pada tahun 1916 yang menetap

di Mentawai selama dua puluh tahun lebih. Zending aktif sekali berkarya dan

merasul, terutama selama tahun tiga puluhan. Di bawah Pendeta F. Borger

sebanyak 11 orang penduduk asli masuk Protestan pada tanggal 9 Juli 1916, inilah

dijadikan tanggal berdirinya Laminan Kristen Protestan Mentawai (LKPM) yang

bertempat di Nenemlehu. Sesudah perang Dunia ke dua, aktivitas zending

Protestan semakin ditingkatkan, sehingga Gereja protestan Mentawai mampu

berdiri sendiri.5

Pada tahun 1921 Dr. Albert C. Kruyt berkunjung ke Mentawai ia

menceritakan tentang keadaan Zending disana sebagai berikut:

“Tempat kedudukan Zending itu tidaklah dekat pada suatu kampung orang

Mentawai; ia terletak diantara tiga dusun: Sibaibai Sikaute di seberang sini

selat seai yang terletak diseberang sananya. Anak-anak dari tiga tempat

tersebut setiap hari mengunjungi sekolah yang ada di tempat zending itu.

Yang datang dari Seai setiap pagi dapat dilihat menyebrangi selat dengan

perahu-perahu mereka yang ramping; hanya tidak ada sebab hanya kalau

datang badai besar saja dapat menghalangi pelayaran di selat yang sempit

ini. Pekerjaan zending di daerah ini dimulai oleh tuan A. Lett pada tahun

1901, dia dibunuh tahun 1909 sewaktu berlangsung satu aksi untuk

menaklukan satu kampung yang memberontak di Pagai Selatan”.6

Sekarang ini ada dua orang pendeta penginjil yang bekerja disana, tuan-

tuan Borger dan Werkman, yang disebut pertama telah berangkat untuk cuti ke

Eropa sebelum ia datang. Sampai sekarang telah berdiri delapan sekolah zending

tujuh di Pagai Utara dan satu di Pagai Selatan yang guru-gurunya juga sekalian

menjadi penyebar Injil. Dua kampung: Silabu di pantai barat dan Saumangania di

pantai timur Pagai Utara telah menjadi pemeluk agama Kristen seluruhnya kecuali

beberapa orang saja di antaranya yang belum, sedang di kampung Sila oinan ada

tiga keluarga lagi yang sudah dipermandikan. Kenyataan yang menunjukkan bahwa

disana terdapat orang Kristen, berkat keadaan yang berarti itulah maka saya diberi

keterangan yang begitu mendalam tentang adat lama dan kebiasaan-kebiasaan

5 Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai., h. 28.

6 Albert C. Kruyt, Suatu Kunjungan ke Kepulauan Mentawai, (Jakarta: Inti Idayu

Press,1979), h. 9.

Page 31: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

22

mereka.7 Begitulah keadaan agama Kristen Protestan pada tahun 1921 dimana

agama tersebut mulai berkembang dan telah mempunyai beberaapa pengikut.

B. Islam

Masuknya agama Islam di Mentawai ada beragam pendapat seputar hal

ini, meskipun tidak ada data yang pasti kapan pedagang tanah tepi mulai berdagang

ke Mentawai tetapi mereka itulah yang mengembangkan agama Islam secara

sambil lalu.8 Sebagian orang yang mendengar cerita dari mulut ke mulut

berpendapat bahwa Islam sebenarnya telah lama masuk ke Mentawai, bahkan lebih

awal dibanding agama lain ketika para pedagang Bugis dan Minangkabau datang

ke sana menjual barang-barang seperti kain, tembakau, parang dan garam. Jauh

sebelum pemerintahan Belanda, bahkan sebelum VOC masuk daerah ini,

pedagang-pedagang dari tanah tepi9 Sumatra Barat yang beragama Islam sudah

berhubungan dagang dengan penduduk Mentawai untuk membeli daun nipah, rotan

dan lain-lain dengan cara barter.10

Kemungkinan lain adalah Islam sudah masuk Mentawai sejak abad ke18

dibawa oleh orang Melayu. Informasi ini merujuk pada catatan Crisp pada tahun

1792 yang menunjukkan telah ada orang orang Melayu di Tunggu dekat Selat

Sikakap yang membuat sampan karena kualitas kayu di tempat tersebut bagus

Orang Melayu yang telah lebih dulu datang ke Mentawai tersebut diduga telah

memperkenalkan agama Islam kepada orang-orang Mentawai. Orang Bengkulu

yang juga beragama Islam sudah datang ke Mentawai dan dianggap lebih dulu

dibanding orang-orang Minangkabau karena mereka bisa berbahasa Mentawai

sehingga hubungan orang asing dengan orang Mentawai terjalin lebih mudah.11

Menurut Abidin agama Islam merupakan agama yang paling awal masuk ke

Kepulauan Mentawai karena ada satu tempat di Pagai Utara yang penduduknya

7 Ibid., h. 9-10.

8 Mochtar Naim. "Kehidupan Agama di Mentawai" dalam Majalah Bulanan Mimbar

Ulama, No.8 Tahun I februari (Jakarta: Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, 1977), h. 35.

Dalam jurnal, Maskota Delvi,Al-Ulum, “Sipuisilam Dalam Selimut Arat Sabulungan Penganut

Isalam Mentawai di Siberut,” (Padang, 2012) volume 12 No 1, hal 11. 9 Tanah Tepi adalah nama lain untuk Sumatera Barat Daratan bagi orang orang Mentawai,

khususnya Pariaman dan Padang. 10

Gerard A. Persoon dan Reimar Schefold (ed), Pulau Siberut. (Jakarta: Bhratara Karya

Aksara, 1985), h. 116. 11

“Sipuisilam Dalam Selimut Arat Sabulungan Penganut Isalam Mentawai di Siberut,”

dalam jurnal, Maskota Delvi,Al-Ulum, Volume 12 No. 1 tahun 2012, h 12.

Page 32: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

23

beragama Islam dan mereka yang tinggal di sana merupakan generasi ke-5. Islam

di daerah ini dibawa oleh Tuanku Paman yang berasal dari Tanah Tepi atau

Pariaman. Berarti orang Minangkabau telah mengislamkan orang Mentawai sejak

awal kedatangan mereka di kepulauan tersebut.12

Beberapa sumber kepustakaan menyebutkan bahwa agama Islam sejak

tahun 1950-an sudah diperkenalkan pada orang Mentawai.13

Di awal-awal

masuknya Islam di Mentawai dibawa oleh para pedagang yang kemudian menetap

di sana, dan pada perkembangan selanjutnya orang-orang Minangkabau di

Mentawai yang melakukan penyebaran agama Islam melalui para mualim-mualim

yang bertugas di Mentawai saat itu. Mualim tersebut umumnya berasal dari daratan

Sumatera Barat yang lebih dikenal dengan nama Tanah Tepi, dan meskipun pada

zaman Jepang di Mentawai dilarang mengajarkan agama, namun kegiatan para

mualim Islam ke kampong-kampung tetap saja berlangsung sehingga orang

Mentawai menjadi pengikut Islam sekalipun jumlahnya hanya beberapa orang saja,

namun setelah tahun 1950-an kegiatan penyiar-penyiar agama Islam secara

perlahan-lahan lebih berkembang lagi di Mentawai.14

Pendapat di atas juga dikuatkan oleh tulisan Albert C. Kruyt, yang mana

dalam laporanya tidak pernah ada membahas tentang aktivitas dakwah Islam pada

tahun 1921 di Mentawai.15

Maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya Islam baru

berkembang di mentawai pada tahun 1950an. Mengenai perkembangan agama

Islam pada tahun 1950 bisa dilihat dari berita yang dimuat oleh Koran Haluan

sebagai berikut:

Mengenai adjaran Agama Islam di daerah Mentawai dalam rangka

usaha Panitia pembantu Muslim Mentawai, Ahmad Qira dijelaskan bahwa

ia adalah salah satu usaha dari panitia tersebut. Sekang ia telah dapat

menguasai sebahagian besar pokok-pokok Agama Islam dan telah sanggup

pula memberikan peladjaran kepada tema-temannja. Dari tanggal 26

Oktober sampai 26 September 1954 jang lalu di Sikakap telah diadakan

Kursus. Mata peladjaran meliputi pokok-pokok Agama Islam, sembahyang,

12

Mas‟oed Abidin, Islam dalam Pelukan Muhtadin Mentawai, 30 tahun Perjalanan

Da‟wah Ila‟llah, Mentawai Menggapai Cahaya Iman. (Jakarta: Biro Khusus Dakwah Mentawai,

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1997), h. 98. 13

Persoon dan Schefold (ed), Pulau Siberut., h. 44. Lihat juga Sihombing, Mentawai, h. 33.

14 Ibid., h. 103.

15 Kruyt, Suatu Kunjungan ke Kepulauan Mentawai, h. 50.

Page 33: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

24

dan selain itu juga diajarkan mengenai halal haram dari bahan-bahan untuk

dimkan dan dipakai. Dalam latihan selama 1 bulan jang lalu di Sikakap

diikuti oleh 31 orang termasuk 6 orang perempuan. Latihan ini akan

dilandjutkan pada keselurun negri dikepulauan tersebu.

Peladjaran diberikan oleh saja sendiri, demikian Ahmad Qira saja

sendiri dan suleman Murad. Sedang hasilnja sekarang ini rakjat Mentawai

telah dapat mengadakan suatu perubahan besar ditengah-tengah masjarakat

mereka. Diantaranja dalam penjelenggaraaa majat. Jang selama ini

diletakkan sadja di atas kaju didekat-dekat sungai, sampai habis begitu

sadja. Disamping familinja selama 1 tahun terlarang mentjari makanan.16

Ahmad Qira ini adalah seorang pemuda Mentawai yang sebelum

memeluk agama Islam dia adalah postor Kristen di Mentawai. Ia berupaya

supaya agama Islam bisa cepat berkembang di Mentawai. Pada tahun

1950an agama Islam dibawa oleh oleh para mualim-mualim, dan aparat

pemerintahan yang ditugaskan di Mentawai. Pada masa itu ada Camat

yang sangat disukai pemerintahanya penduduk setempat meminta agar

camat tersebut tidak diganti. Gambaran mengenai camat tersebut sebagai

berikut:

Siberut utara kini dipimpin oleh Sajuti Amin dan S Selatan oleh Tjamat

Abdullah kedua dua Tjamat ini sama-sama ditjintai oleh penduduk asli

karena demikian dalam rapat chusus jang diadakan baik di M Sikabaluan

maupun di M siberut dari penduduk masing-masingnja keluar permohonan

agar kedua tjamatnja tidak dipindahkan.17

Dari gambaran diatas dapat penulis simpulkan bahwa kedua Camat

tersebut beragama Islam hal itu bedasarkan dari nama Camat tersebut yang

memakai nama Islam, meskipun demikian dalam koran yang penulis kutip tidak

ada membahas tentang aktivitas dakwah camat tersebut.

Adapun orang Mentawai yang berhasil “dibujuk” menjadi pemeluk agama

Islam diberikan beasiswa untuk belajar agama Islam di Tanah Tepi, seperti di

Padang Panjang, Bukittinggi, Pariaman dan Padang. Para pelajar Mentawai yang

telah mendapatkan ilmu agama tersebut kemudian dikirim kembali ke kampung-

kampung di Mentawai guna mengajarkan ilmu yang telah mereka dapatkan di

16

“Pokok-pokok Agama Islam telah mulai berdjalan di daerah Mentawai Koperensi Islam

dan Kristen, putuskan larangan tjawat di Mentawai,” dalam Koran Haluan, 4 November 1954, h.

2. 17

“Dari pulau kepulau di Mentawai II,” dalam Koran Haluan, 7 April 1955, h. 2.

Page 34: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

25

daratan Sumatera pada orang-orang di Mentawai yang belum atau baru memeluk

agama Islam.18

Begitulah perkembangan Islam pada masa awal di Mentawai.

C. Katolik

Selama tahun 1954 Mentawai berkali-kali dikunjungi pastor dan

pembangunan sebuah rumah di Siberut telah dimulai pada akhir tahun itu juga

yang diresmikan pada bulan Mei 1955 dan menyusul sebuah Gereja yang

diresmikan tanggal 15 Agustus 1955.19

Pada tahun 1954 pastor pastor Katolik menjalankan misi ke Mentawai

yang dipandu oleh pastor Aurelio Cannizazaro. Diwaktu yang bersamaan datang

juga Petrus dan Angelo Calvi kedua pendeta ini adalah saudara.20

Pada awalnya

misi Protestan datang kepulau Pagai untuk melihat keadaan penduduk, akan tetapi

pada waktu tersebut agama Kristen Katolik telah berkembang lebih dahulu di

pulau Pagai, maka usaha misi diarahkan ke pulau Siberut.

Misi Kristen Katolik dipusatkan di Siberut bagian Selatan. Yang pada

awalnya dibangun sekolah, poliklinik, yang berdekatan dengan Gereja agar

masyarakat tertarik dengan agama kristen Katolik, bangunan-bangunan tersebut

dibuat dengan indah sebgai salah satu daya tarik. Dan memberikan kain, obat-

obatan, gambar-gambar, patung-patung dan makanan kepada penduduk secara

cuma-cuma.

Strategi yang digunakan oleh Misi Kristen Katolik dalam mengkatolikan

orang asli disana dengan cara mencarai orang yang agak pandai dan mengetahui

keadaan penduduk asli, terutama yang mengetahui tentang dasar-dasar ke-

kristenan di tempat-tempat dimana orang telah beragama. Dengan memberikan

bermacam-macam pemberian maka dengan perantara orang inilah mencari

pengikut Kristen Katolik. Bersamaan dengan hal tersebut maka langsung didirikan

bangunan-bangunan peribadatan dan dan tempat-tempat pendidikan lainnya.

Penghubung tadi amat disukai karena tadinya telah beragama Kristen, yang telah

18

“Sipuisilam Dalam Selimut Arat Sabulungan Penganut Isalam Mentawai di Siberut,”

dalam “Jurnal Maskota Delvi,Al-Ulum,”Padang, Volume 12 No.1 tahun 2012, h. 13-14. 19

Sejarah Gereja Katolik Indonesi., h. 144. 20

Stefano Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, (Jakarta:Grafidian Jaya,1986), h. 29.

Page 35: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

26

paham akan bahasa daerah, karena pastor-pastor tersebut belum dapat berbahasa

daerah disana.21

D. Bahai

Masuknya agama Baha‟i di Indonesia dilakukan oleh pedagang dari Persia

dan Turki bernama Jamal Effendy dan Mustafa Rumi di Sulawesi sekitar tahun

1878. Dari Sulawesi, ajaran ini menyebar ke tempat lain. Namun, ada pula yang

mengatakan bahwa ajaran Baha‟i di Indonesia dibawa oleh seorang dokter dari

Iran yang datang ke Mentawai, Sumatra, untuk menjadi relawan membantu orang

miskin, pada 1920. Dari waktu ke waktu, dia berhasil menyampaikan iman Baha‟i

sebagai gerakan keagamaan baru di Indonesia, sehingga menyebar ke pulau-pulau

lain seperti Kalimantan, Jawa dan Bali22

Mengenai masuknya agama Bahai ke Mentawai, penulis menemukan

laporan yang dimuat diharian Haluan pada tanggal 7 April 1955 sebgai berikut:

“Bahai jang dianut oleh Dokter pemerintah dari Iran. Dr Rahmatullah

dengan isterinja. Adapun gerak untuk memperkembangkan Bahai oleh Dr

Rahmatullah sampai waktu ini belum kelihattan tetapi sebagai mana

tugasnja sebagai seorang beragama, tentu ia akan berusaha untuk

memperbanjak kawan dan pengikut. Entalah kalau dimasa jang..akan dang,

ia akan memperlihatkan kegitannja dan kalau beanar seperti jg dikirakan

itu, maka Muara siberut dikelak kemudian hari mungkin akan menjadi

pusat perdjuangan Agama dikepulauan Mentawai.”23

Pada tahun 1955 datang ke Mentawai para penyebar agama Bahai dari

Jawa Tengah dan Tapanuli untuk melanjutkan misi dr. Rahmatullah dengan

mendapat nafkah yang amat memuaskan dari organisasi penyiar Bahai. Cara

penyebaran Agama Bahai amat luar biasa dimana mereka untuk menarik hati

masyarakat lebih tabah dari semua zending agama yang ada di Mentawai. Tetapi

dalam banyak hal terdapat pertentangan antara penyiar Bahai dengan pemerintah.

Dari laporan di atas pada tahun tersebut agama Bahai belum berkembang

di Mentawai, akan tetapi pada tahun selanjutnya agama Bahai telah berkembang

dengan pesat. Perkembangan agama Bahai di Mentawai (khususnya di Siberut)

yang sebarkan oleh dr Rahmatullah, seorang dokter pemerintah, sambil bekerja

21

Sihombing, Mentawai. h. 107-108. 22

http://yosuna.com/3556/riwayat-agama-bahai-di-indonesia 23

“Dari pulau kepulau di Mentawai II,” dalam Koran Haluan, 7 April 1955, h. 2.

Page 36: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

27

sebagai dokter pemerintah dia juga mengembangkan agama Bahai dengan sangat

giatnya ke kampung-kampung pedalaman sambil memberikan obat-obatan dan

pemberian lainnya secara cumin-cuma. Usaha dr. Rahmatullah membawa hasil

yang besar karena dalam tempo yang singkat pemeluk agama Bahai sudah

mencapai 2500 orang pada tahun 1960.24

Pada tanggal 15 Agustus 1962, Presiden Sukarno mengeluarkan Keppres

No. 264/1962 yang melarang organisasi Baha‟i bersama organisasi-organisasi

lainnya: Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmet, Selaren-Loge

(Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical, dan

Organization Of Rucen Cruisers (AMORC). Namun pada era Presiden

Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau mencabut Keppres No. 264/1962 dengan

Keppres No. 69/2000. Dengan demikian, Gus Dur mengakui secara konstitusional

keberadaan ajaran Baha‟i dan memperbolehkan menjalankan aktivitas

keagamaannya.25

Pada perkembangan selanjutnya agama Bahai sampai sekarang masih

banyak yang menganut agama ini sampai sekarang walaupun upacara untuk

agama ini tidak tampak diselenggarakan. Kenyataannya, walaupun pemerintah

melarang agama ini untuk beredar banyak penduduk yang masih menganutnya

sampai sekarang. Dalam perkembngannya agama Bahai telah membangaun

gedung sekolah di pulau Siberut. Sampai sekarang agama Bahai ini masih dianut

oleh sebagian masyarakat dan bahkan suku lain di samping masyarakat Mentawai,

selanjutnya penyebaran agama ini dilakukan oleh orang-orang dari suku Jawa dan

Batak.26

24

Sihombing, Mentawai, h. 118-119. 25

http://yosuna.com/3556/riwayat-agama-bahai-di-indonesia 26

Bambang Rudito, Masyarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai, (Padang: Fisip

Universitas Andalas,1999), h. 110.

Page 37: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

28

BAB IV

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954

TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI MENTAWAI

A. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Mentawai pada tahun 1920 mengalami proses pengurangan

karena serangan epidemic dan penyakit lainya. Namun angka penduduk yang nyata

memberikan suatu gambaran yang lain. Angka-angka penduduk yang paling tua

tercantum dalam buku pegawai pamong praja Inggris bernama W. Marsden tentang

Sumatra pada tahun 1796. Sekitar tahun itu penduduk seluruh kepulauan Mentawai

diperkirakan berjumlah 1400 orang. Perkiraan itu mungkin terlampau rendah,

karena dalam pertengahan abad ke-19 ada buku yang melaporkan suatu jumlah

yang melebihi 11.000 orang.

Gambaran sensus 1930 yang dilakukan oleh pemerintah jajahan pada waktu itu

menunjukan adanya jumlah orang Mentawai yang mendiami 4 pulau adalah 18.300

jiwa yang terdiri dari 9.352 orang laki-laki dan 8.239 orang perempuan. Dari

jumlah itu, penduduk dewasa menduduki jumlah yang terbesar dibandingkan

dengan jumlah bayi dan anak-anak dan remaja

Jumlah penduduk Mentawai menurut jenis kelamin dan golongan

penduduk tahun 1930

Jenis kelamin Bayi Remaja Dewasa

Laki-laki 278 3.285 5.779

Permpuan 270 2.636 5.387

Dari data sensus tahun 1930 tersebut, penduduk laki-laki ternyata menduduki

jumlah terbanyak terutama pada usia remaja bila dibandingkan dengan perempuan

dalam tingkat rationya, apalagi bila dibandingkan lagi dengan ratio pada waktu

bayi dan dewasa. Hal ini tentunya terkait dengan pendataan yang dilakukan pada

masa itu yang menurut seorang ahli yang bernama Hetty Nooy Palm, menyatakan

Page 38: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

29

bahwa penduduk Mentawai bersifat pemalu pada tingkat remaja terutama pada

jenis kelamin perempuan. Sehingga kemungkinan besar para perempuan Mentawai

bersembunyi dari pendataan yang dilaksanakan.

Jumlah Penduduk Mentawai 19301

Wilayah Jumlah Jiwa Jumlah dusun

Siberut 9.268 Sekitar 12

Sipora 3.829 Sekitar 9

Pagai Utara 2.869 Sekitar 18

Jumlah 18.300 Sekitar 57

Dari data dalam sensus 1930 ini dapat dilihat bahwa jumlah terbesar penduduk

Kepulauan Mentawai berada di pulau Siberut. Tentunya hal ini selain Siberut

merupakan pulau terbesar di kepulauan Mentawai, juga pulau Siberut merupakan

daerah asal suku Mentawai.

Sensus yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1990 terjadi

kenaikan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak berarti bila dibanding dengan

sensus tahun 1930. Hal ini berkaitan dengan model dari sensus itu sendiri yang

tidak lagi mencantumkan nama suku bangsa sebagai asal penduduk, sehingga

kenaikan jumlah orang Mentwai dapat diperkirakan tidaklah terlalu banyak

sepanjang kurun waktu 60 tahun, karena jumlah penduduk yang tertera secara

keseluruhan di kepulauan Mentawai yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yaitu

suku Mentawai dan para pendatang. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan

adanya peduduk asli Mentawai yang bermigrasi ke pulau Sumatra atau ke pulau

lain di Nusantara ini yang tidak terdata pada sensus di daerah tujuan migrasi yang

bersangkutan.

Melihat dari sifat kebudayaan yang terutama keterkaitan dengan lingkungan

alam serta adanya pola pemukiman serta organisasi sosialnya yang terkait pada

1 Volkstelling 1930, dl IV, In hee,sche bevolking van Sumatra (census 1930 in the

Netherlans Indies, Vol, IV, Native populatin Of Sumatra)

Page 39: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

30

uma2 hal ini dapat dikatakan tidak memberikan kontribusi yang banyak terhadap

kenaikan terhadap keaadaan jumlah penduduk asli di kepulauan Mentawai. Seperti

misalnya adanya penduduk pada tingkat usia sekolah maupun mahasiswa yang di

asramakan oleh Gereja di ibu kota provinsi (Padang); adanya pekerja musiman

yang bekerja di Padang, adanya penduduk yang sudah tinggal dan menetap di kota

Padang dan seterusnya.3

Sensus penduduk Indonesia yang diadakan tahun 1930 mencatat dari 18.000,

sedangkan pencatatan yang dilakukan oleh organisai Piamian Kristen Protestan

Mentawai pada tahun 1966, menunjukan bahwa jumlah penduduk kepulauan

Mentawai sudah lebih dari 20.000 orang.4

Penduduk Mentawai pada tahun 1855, 1930, 1966

Pulau 1855 1930 1966

Siberut 7.090 9.268 …………

Sipora 1.450 3.892 4.616

Pagai Utara 1.300 2.669

Pagai Selatan 1.250 2.071

Jumlah 11.090 17.000

Kenaikan penduduk di Mentawai tahun 1961-19715

No. Tahun Siberut

Utara

Siberut Selatan Sipora Pagai Utara

selatan

Jumlah

1 1961 5. 809 7. 020 4.671 7. 193 24. 693

2 1962 5. 839 7. 320 4.791 7. 426 25. 286

2 Uma adalah umah adat Mentawai yang berupa rumah pangug besar yang dihuni bersama

sama-sama. Disitulah diadakan perayan religius yang berlangsung sampai berminggu-minggu, dan

disitu pulalah tinggal seluruh anggota kelompok masing-masing seekitar lima sampai sepuluh

keluarga dalam satu uma. lihat Reimar Schefold, Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai., h. 36. 3 Universitas Indonesia fakultas ilmu sosial dan ilmu politik tesis Bambang Rudito fungsi

upacara bei tei uma pada orang mentawai hal 91 4 Koentjaraningrat. (edt), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,

1979), h. 54. 5 Laporan: survey terbatas kelompok masyarakat Mentawai di Cipungan kecamatan

Siberrut Utara, kabupaten padang pariaman propinsi Sumatra Barat , direktorat masyarakat

terasing direktorat jendral bina sosial R.I 1976

Page 40: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

31

3 1963 5.904 7. 446 4. 931 7. 656 25. 937

4 1964 5.904 7.669 5.061 7. 829 26. 526

5 1965 5.929 8. 134 5. 172 8. 125 27. 125

6 1966 5.129 8.377 5. 4321 8.358 28. 942

7 1967 5. 966 8. 377 5. 451 8. 824 28. 358

8 1968 6.201 8. 027 5. 581 8. 824 28. 633

9 1969 6. 228 8. 885 5. 711 9.054 29. 878

10 1970 6. 595 7. 970 5. 844 9. 290 29. 599

11 1971 6. 761 7. 971 5. 982 9. 324 30. 038

Jumlah penduduk Mentawai tahun 19906

Wilayah Jumlah Jiwa Jumlah dusun

Siberut utara 11. 499 10

Siberut Selatan 13.067 10

Pagai Utara/selatan 19.465 10

Jumalah 54.766 40

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa laju kenaikan penduduk

Mentawai tidaklah terlalu signifikan dan cenderung lamban, walaupun ada

kenaikan dalam kurun waktu sepuluh tahun akan tetapi kenaikan tersebut tidaklah

terlalu besar hal itu disebabkan oleh lemahnya pemeliharaan kesehatan oleh

penduduk Mentawai dan kurangnya sarana kesehatan di Mentawai. Selain itu

adanya wabah penyakit yang menimbulkan banyak kematian.

B. Perbandingan Jumlah Pemeluk Agama

Data yang paling awal mengenai jumlah pemeluk agama Protestan yang

penulis dapat dari Koran Haluan tahun 1955 adalah sebagai berikut:

“Menurut tjatatan jang diterima dari Pendeta Protestant di Sikakap di

Mentawai terdapat jang memeluk Agama Protestant 10.194 orang dan

kalau angka ini tidak meleset, maka penduduk jang selainnja memeluk

Agama Islam atau Sabulungan (Agama penduduk asli) tetapi menurut

6 Padang Pariaman dalam Angka 1990 Kantor Statistik Padang Pariaman

Page 41: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

32

keterangan jang diperdapat dari kalangan yang lainnja agama penduduk

asli sudah hampir habis terbasmi semuanja.”7

Sampai tahun 1960 penganut Agama Protestan di Mentawai mengalami

banyak peningkatan sebgai berikut:

No Kecamatan Jumlah Penduduk Penganut

Protestan

Agama Lainnya

1 Pagai Utara &

Selatan

7627 7000 627

2 Sipora 5502 5321 181

3 Siberut Utara 5357 350 1857

4 Siberut Selatan 6424 3000 3224

Jumlah 24. 910 18. 821 6. 089

Dari data di atas telihat masyarakat Mentawai mayoritas beragama

Protestan. Sedangkan sisanya pemeluk agama Islam dan Katolik. Menurut data

dari Piamain Kristen Protestan Mentawai (PKPM), di Sipora dan Pagai pemeluk

Protestan ada 55%, Katolik 34%, dan Islam 11%. Sedangkan untuk tahun 1966

dapat dilihat dari dalam table dibawah ini.8

Angka-angka Agama di Sipora dan Pagai tahun 1966

Pulau Protestan Katolik Islam

Sipora 4.169 253 194

Pagai 7.099 435 39

Jumlah 11.268 688 233

Sedangkan pada tahun 1969 jumlah pemeluk agama Protestan di Mentawai

mengalami peningkatan yang signifikan. sebagaimana yang terlihat dalam tabel

berikut;

7 “Dari Pelau ke Pulau di Mentawai I”, d Haluan, 6 april 1955, h. 2.

8 Koentjaraningrat. (ed), Manusia dan kebudayaan di Indonesia., h. 63.

Page 42: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

33

Jumlah Perbandingan Penganut Agama di Mentawai9

Kecamatan Protestan Islam Katolik Tidak

beargama

Siberut Utara 2.000 659 446 3.015

Siberut Selatan 1.798 710 4654 1.643

Sipora 3580 1250 130 630

Pagai

Utara/Selatan

7.993 818 779 ----

Jumlah 15. 371 3.437 5. 988 5.388

Dari tabel diatas kelihatan jumlah seluruh penduduk Mentawai 29. 884 jiwa dapat

dipersentasekan sebagai berikut:

Agama Jumlah (orang) Persentase (%)

Islam 3.454 13

Protestan 15. 371 52

Katolik 5. 980 19

Tidak beragama 5. 384 16

Jumlah 29. 884 100

Dari kedua tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari seluruh

kecamatan yang ada di Mentawai agama Protestanlah yang paling besar

penganutnya yaitu 15. 371 jiwa atau kurang lebih 52% dari seluruh jumlah

penduduk. Agama katolik mempunyai penganut 19% dari jumlah penduduk

Mentawai yaitu 5.980 jiwa, agama Islam penganutnya 3.545 jiwa lebih kurang 13%

dari jumlah penduduk. Sedangkan yang tidak beragama 5388 jiwa. Dari data di atas

dapat penulis tarik kesimpulan bahawa pasca dilaksanakannya rapat tiga agama di

Mentawai agama Islam tidak menjadi pihihan utama penduduk Mentawai terbukti

dari ketiga agama di atas agama Islamlah yang paling sedikit penganutnya.

9 Boesjra Zahir, Sosial ekonomoni kepulauan mentawai (Padang: Universitas Andalas,

1971), h 69

Page 43: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

34

Sedangkan para pegawai pemerintah yang ada di Mentwai Monyoritas beragama

Islam. walaupun kepulauan Mentawai berada dalam wilayah Sumatra Barat10

hal

tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan islam di

Mentwai.

C. Pranata Sosial

1. Lembaga Pendidikan

Pada masa awal pendidikan Islam di Mentawai dilakukan dengan cara

mengirimkan pemuda Mentawai yang telah memeluk islam ke tanah tepi untuk

belajar Agama, sebgaimana telah dilaporkan dalam Koran haluan sebagai berikut;

“Setelah mengadakan latihan selama 1 bulan di Sikakap Pagai

Utara-Selatan, Ahmad Qira salah seorang terkemuka dan pelopor Agama

Islam Mentawai telah sampai di bukittinggi untuk mendengarkan urai-

uraian dan pedoman-pedoman selandjutnja mengenai Agama Islam sebagai

memperdalam ilmu. Sedang di Mentawai sekarng ini telah mulai berdjalan

pokok-pokok Agama disamping putusan memutus tjaawat dan

menggantinya dengan pakaian, telah dapat didjalankan dengan gembira

oleh Masjarakat mentawai. Demikianlah kesan-kesan Ahmad Qira seorang

pemuda Mentawai jang dahulunja menjadi Pastor Kristen di Mentawai

dalam pertjakapan dengan Haluan.11

Mengenai adjaran Agama Islam di daerah Mentawai dalam rangka

usaha Panitia pembantu Muslim Mentawai, Ahmad Qira dijelaskan bahwa

ia adalah salah satu usaha dari panitia tersebut. Sekang ia telah dapat

menguasai sebahagian besar pokok-pokok Agama Islam dan telah sanggup

pula memberikan peladjaran kepada tema-temannja. Dari tanggal 26

Oktober sampai 26 September 1954 jang lalu di Sikakap telah diadakan

Kursus. Mata peladjaran meliputi pokok-pokok Agama Islam, se dan lain

disamping halal haram dari bahan-bahan untuk dimkan dan dipakai. Dalam

latihan selama 1 bulan jang lalu di Sikakap diikuti oleh 31 orang termasuk

6 orang perempuan. Latihan ini akan dilandjutkan pada keselurun negri

dikepulauan tersebu.

Peladjaran diberikan oleh saja sendiri, demikian Ahmad Qira saja

sendiri dan suleman Murad. Sedang hasilnja sekarang ini rakjat Mentawai

telah dapat mengadakan suatu perubahan besar ditengah-tengah masjarakat

mereka. Diantaranja dalam penjelenggaraaa majat. Jang selama ini

diletakkan sadja di atas kaju didekat-dekat sungai, sampai habis begitu

sadja. Disamping familinja selama 1 tahun terlarang mentjari makanan.”12

Jika dilihat masalah pendidikan dan perkembangannya di Mentawai,

sebagai lokasi kajian skripsi ini, bila dirujuk pada kajian yang dibahas olah Herman

10

Mayoritas penduduk sumtra barat Islam 11

Pokok-pokok Agama Islam telah mulai berdjalan didaerah Mentawai 12

Ibid., h. 4.

Page 44: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

35

Sihombing menyebutkan bahwa pada tahun 1950 telah dimulai pemberantasan buta

huruf di Mentawai oleh guru-guru agama. Program tersebut dikenal dengan nama

Pembrantasan Buta Huruf (PBH) yang dibantu oleh guru-guru sukarela anjuran

pemerintah, program tersebut tidak berjalan dengan lancar dikarenakan

kekurangnya tennga pengajar dan minimnya fasilitas, sehingga dikampung-

kampung Pagai dan Sipora banyak ditemukan masyarakat yang buta huruf. Pada

saat itu di Mentawai telah didirikan sekolah rakyat (SR) namun pendidikan

masyarakat Mentawai hanya sampai sekolah rakyat tersebut dikarenakan belum

adanya sekolah yang lebih tingggi, sehingga mereka kembali bertani dan kembali

kepada cara-cara kehidupan yang lama.13

“Dalam lapangan pendidikan diperoleh kesan, di Sikakap nampaknja

agak mundur-berkurang djumlah muridnja. Sedan tentang bangunan gedung

sekolanja dapat dikatakan sudah memuaskan. Hal ini disebabkan djauhnja

jarak antara tempat tinggal murid-murid dengan sekolah jang harus

dikundjunginja, sedang perhubunga lalu lintas agak sukar. Dan ditempat-

tempat lain di kepulauan Mentawai dapat dikatakan ada memuaskan”.14

Pada tahun 1970 kegiatan keagaman Islam di mentawai yang berhasil

penulis temukan di Mentawai meliputi, pengadaan wirid atau pengajian di Masjid,

pengajian Quraan di surau-surau dan rumah pendatang, mendirikan sekolah

ibtidaiyah, mengadakan didikan subuh, membentuk misi Islam, memberikan

bantuan muaalaf Islam, memberikan bantuan bagi mubalig Islam, memberikan

bantuan beasiswa untuk anak-anak asli Mentawai untuk bersekolah ke Sumatra

Barat, membentuk badan sosial, dan membangun Masjid dan Surau15

. Dari uraian

diatas Islam telah berkembang di Mentawai dalam periode dua puluh tahun namun

perkembangannya tidak terlalu signifikan

Sedangkan pengembangan pendidikan bagi agama katolik adalah

menjadikan gereja berfungsi ganda seperti penggunaan gereja untuk rumah sekolah

pada siang hari pada hari-hari kerja (senin sampai sabtu), sedangkan pada hari

minggu dipakai untuk melakukan sembahyang.16

13

Herman sihombing, Mentawai, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979), h. 125. 14

“Mentawai Pulau Harapan Dimasa Lampau,”Harian Penerangan, 7 Juni 1956, h. 2. 15

Boesjra Zahir, Sosial ekonomoni kepulauan mentawai (Padang: Universitas Andalas,

1971), h 70. 16

Bambang rudito, Masyarkat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai (Padang:

Laboratorium Antropologi, 1999), h 174.

Page 45: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

36

Salah satu usaha khusus gereja Katolik ialah membangun sekolah dan

melaksanakan pendidikan, begitu pula di Siberut, sejak permulaan ditempuh

kebijaksanaan Siberut tersebut, mengingat bahwah tidak ada perkembangan atau

kemajuan manusia dan sosial tanpa pendidikan. Oleh karena itu, pada tahun 1955

dibuka sebuah sekolah Katolik pertama di kecamatan Siberut selatan yaitu di

kampung Siberut hulu. Sejak saat itu sekolah-sekolah yang disponsori oleh gereja

katolik menjadi semakin banyak. Pada tahun 1971 di Seberut selatan dan utara

murid yang ditampung di sekolah katolik berjumlah 347 orang. Pada tahun 1975

ditempat yang sama, muridnya menjadi 1354 orang. Pada tahun 1980 dapat

menampung sebanyak 1263. Salah satu usaha gereja Katolik yang menonjol adalah

pendirian asrama di Muara Siberut dan Sikabaluan untuk mempermudah

penyelesain pendidikan SD bagi anak-anak Mentawai yang berasal dari

pedalaman. Perlu dicatat bahwa di pelosok-pelosok amat sulit melengkapi sekolah

sampai kelas IV SD, berhubung anak-anak dikelas IV sudah mencapai usia 17

tahun ke atas dan dengan demikian sudah datang masanya untuk dikawinkan. Hasil

dari karya yang tidak ringan itu cukup memuaskan. Pada ujian (EBTA) murid

sekolah katolik menempuh ujian Negara dan lulus 100%. Banyak dari anak lulusan

SD di Mentawai melanjutkan pendidikannya pada SMP di Padang. Dan diantara

mereka sudah ada beberapa yang lulus SPG ataupun sedang dipersiapkan menjadi

guru. Ada pula yang dari SD melanjutkan ke sekolah pertukangan kayu selama tiga

tahun di Sipora. Untuk putri yang lulus kelas IV SD sudah ada kesempatan

mengikuti kursus PKK selama satu tahun di Sikabaluan.17

Pengembangan SDM Mentawai melalui pendidikan dan penempatan kerja

menurut profesi Pada periode 1977-1997

No Profesi L P SPG/

SMA

PGA/

MAN

SI D

II

Kjrn P.

Fallah

Twlb Jumla

1 Guru 11 22 20 3 2 7 1 - - 33

2 Paramedis 1 3 - - - - 4 - - 4

3 Dai 36 4 4 11 3 7 6 5 4 40

17

Gerard Person dan Reimar Schefold, ed.,Pulau siberut Pembangunan Sosio-ekonomi,

Kebudayaan Tradisional dan Lingkungan Hidup (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1985), h. 112-

113.

Page 46: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

37

4 Kep.Sekolah 8 - - - - 7 - 1 - 8

5 Sek. Desa 5 1 3 - - 1 - 2 - 6

6 Peg. Negri 19 3 4 - 5 2 4 2 - 22

7 S/I . P.Negri 1 13 4 5 1 1 3 - - 14

8 R. YPMM 15 7 12 - 5 4 1 - - 22

Total 96 53 47 19 16 29 19 10 4 149

Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah umat Islam yang

ada. Maka titik tumpu pembangunan/ pengembngan masyarakat akan berdimensi

pendidikan serta serta penyedian tenaga kerja18

2. Tempat Ibadah

Laporan mengenai tempat Ibadah pada masa awal yang penulis temukan

sebgaai berikut:.

Menurut keterangan di Sikakap sudah 85pCt dari penduduknja jang

beragama kristen dengan 10 buah geredjanja, sedang jang 15pCt lagi sudah

menganut agama Islam dengan 5 buah masdjid atau suraunja, kepala misi

Protestan protestan disana bernama Klapper, dengan seorang kawannja,

keduannja dari Djerman Barat, masing-masing beserta njonja.

Dalam perkembangan perkembangan agama Islam disana sekarang

sedang terbengkalai pembangunan sebuah Mesdjid raja jg kini baru selesai

diaatap dan dilantai sedang dindingnja belum. Untuk pembangunan Masdjid

raja ini, selain uang dari sokongan Masyarakat sudah pula diteriama

bantuan uang dari pemerintah dengan perantara kantor urusan Agama

sebanhajak RP 20.000.Untuk kesempurnaan pembangunan masjid raja

tersebut, sekarang sudah terbentuk sebuah panitia jang diketuai Tjamat

sendiri. Menurut keterangan dibutuhkan Uang sebanjak kira-kira Rp 50,000

lagi.19

Dari data diatas dapat perkembangan tempat ibdah di Mentawai masih pada

tahap pembngunan, dan belum adanya lembaga pendidikan Islam yang formal di

Mentawai, hal ini disebabkan oleh belum adanya lembaga dakwah Islam yang

18

Mas‟oed Abidin, Islam dalam Pelukan Muhtadin Mentawai, 30 tahun Perjalanan

Da‟wah Ila‟llah, Mentawai Menggapai Cahaya Iman. (Jakarta: Biro Khusus Dakwah Mentawai,

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1997), h 508 19

“Mentawai Pulau Harapan Dimasa Depan,” dalam Koran Harian Penerangan, 8

Juni 1956, h. 2

Page 47: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

38

masuk di Mentawai, tidak seperti agama Katolik dan Protestan yang mana kedua

agama tersebut telah mendatangkan lembaga dakwahnya ke Mentawai. Sedangkan

lembaga dakwah Islam baru datang ke Mentawai pada tahun 1973.

Perkembangan tempat ibadah di Mentawai pada tuhun 1971 sudah banyak

peningkatan sebagai berikut:

Jumlah rumah ibadah dan guru agama20

Kecamatan Agama Majsid Gereja Guru

Agama

Asal

/kebangsaan

Siberut

Utara

Islam

Katolik

Protestan

1

-

-

-

1

12

1

1

1

Indonesia

Italia

Batak

Siberut

Selatan

Islam

Katolik

Protestan

1

20

-

-

2

15

1

2

1

Indonesia

Italia

Jerman-Indo

asli Mentwai

Sipora Islam

Katolik

Potestan

3

-

-

-

3

21

-

2

2

Indonesia

Italia

Jerman

Pagai utara

dan Selatan

Islam

Katolik

Protestan

3

-

-

-

1

30

2

2

4

Indonesia

Italia

Jerman

Dari tabel di atas di jelasakan bahwa jumlah temapat ibadah tiap-tiap agama

di Mendatawai adalah, Islam mempunyai delapan Masjid tidak termasuk surau-

surau yang pada umumya tidak digunakan untuk sholat jumat, tetapi hanya

digunakan untuk pengajian-pengajian dan sholat berjamaah di setiap kampung

yang ada penganut Islamnya. Sedangkan agama Katolik mempunyai dua puluh

lima gereja tidak termasuk capael-capael yang belum berstatus Gereja dan

didirikan ditempat dimana yang belum ada gerejanya. Dan Protestan memiliki

20

Zahir, Sosial ekonomoni kepulauan mentawai h. 71.

Page 48: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

39

tujuh puluh dua Gereja. Tidak termasuk Gereja-Gerja kecil yang didirikan

diadaerah terpencil yang kurang banyak penduduknya.21

Mengenai guru agama tabel di atas disebutkan adanya guru-guru agama

yang mengajar di Masjid atau Surau. Sedangkan dalam agama Katolik dan

Protestan Pastur atau Pendeta merangkap sebagai guru agama di gereja yang pada

umumnya di setiap gereja mempunyai satu atau dua orang pastur atau pendeta.

Dalam tabel di atas hanya disebutkan Pastor atau pendeta yang berkebangsaan

asing atau didatangkan dari daerah lain. sedangkan disetiap gereja pendetanya

kebanyakan dari penduduk asli.

D. Perkembangan Agama-agama di Mentawai

Setelah kebijakan pemerintah SK NO. 167/P.M/1954 diberlakukan di

Mentawai maka diadakan rapat tiga. Perkembangan tiga agama yang diakui oleh

pemerintah (Protestan, katolik, dan Islam) hanya agama Protestan dan Katoliklah

yang berkembang dengan pesat sedangkan agama Islam tidak berkembang begitu

pesat jika dibandingkan dengan kedua agama tersebut hal itu itu dikarenakan oleh

kedua Agama ini dapat masuk dan beradaptasi dengan kebudayaan Mentawai.

Seluruh ritual-ritual asli yang diselenggarakan oleh masyarakat selalu diikuti

dalam agama Katolik, seperti adanya punen natal dan tahun baru. Lain halnya

dengan agama Islam, tidak banyak anggota masyarakat yang menganut agama-

agama ini. Tetapi khususnya agama Bahai yang tersebar pada tahun 1950 masih

banyak pengikutnya, walaupun pemerintah sudah melarangnya. Dalam

perkembangannya Bahai sudah membangun gedung sekolah di pulau Siberut.22

Pada saat sekarang sudah banyak organisasi-organisasi Islam yang

berusaha menyebarkan pengaruhnya di pulau Siberut. Bahkan Depertemen Sosial

dalam proyeknya seperti Proyek pemukiman kembali selalu membuat perencanaan

pembuatan mushalla dalam blue-printnya. Islam lebih banyak pengaruhnya pada

masyarakat yang bermukim di tepi-tepi pantai atau ibu kota kecamatan, dimana

21

Ibid., h. 72 22

Sidarta Pujiraharjo & Bambang Rudito, Magi Sebagai Acuan Identitas Orang Mentawai

Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa di akses di http://jurnalantropologi.fisi

p.unand.ac.id/index.php/jantro/artic

le/view/7/7

Page 49: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

40

lebih sering berhubungan dengan orang orang suku Minangkabau yang mayoritas

beragama Islam, akan tetapi inipun tidak banyak jumlahnya. Mayoritas agama

yang dianut oleh masyarakat Mentawai adalah, Protestan kemudian diikuti oleh

agama Katolik, sementara Islam dan Bahai menjadi agama yang minoritas.

Walaupun begitu sebagian besar masyarakat mempunyai kepercayaan asli yang

sifatnya turun temurun dan sampai sekarang kepercayaan ini dapat dikatakan

menjadi alat yang sudah melekat. Kepercayaan ini tetapi hidup dalam masyarakat

walaupun mereka menganut agama-agama samawi tersebut diatas. 23

Dengan adanya larangan yang diterapkan oleh pemerintah pada masa lalu

untuk tidak melaksanakan kegiatan ritual menurut kepercayaan asli masyarakat,

maka banyak orang Mentawai kala itu memilih agama yang disarankan oleh

pemerintah. Untuk memperkuat kedudukan tersebut biasanya dipakai atribut yang

mencirikan bahwa mereka termasuk dalam golongan beragama Katolik atau

Protestan. Atribut yang digunakan adalah dengan memakai nama-nama Kristen

atau atribut kalung salib untuk menunjukan bahwa mereka termasuk dalam

golongan Kristen (Katolik atau Protestan). Penggunaan atribut ini lebih nyata

terlihat pada hubungan dengan suku bangsa yang berbeda untuk tujuan tertentu,

seperti bagi orang Mentawai yang beragama Islam. Penggunaan atribut suku

bangsa lebih dimunculkan apabila ia berhadapan dengan bukan orang

Minangkabau (Islam), hal ini dimaksudkan dengan penggunaan atribut suku

bangsa (dengan mengenalkan diri saya dari Mentawai) maka lawan interaksi akan

mengidentikkan dengan Kristen (karena mayoritas orang Mentawai Kristen),

sehingga interaksi dapat berjalan lancar. Tetapi sebaliknya apabila berhubungan

dengan orang Minangkabau, lebih ditekankan pada penggunaan atribut keislaman

(nama islam yang ada pada dirinya), dan bukan atribut Mentawai. Identitas yang

didapat ini kemudian dipakai sebagai suatu alat untuk berinteraksi dengan

masyarakat luar, dan dengan identitas tersebut hubungan sosial terutama

perdagangan dapat terjalin dengan mengutamkan hubungan dagang dengan orang-

orang yang seagama, seperti dengan orang Nias, Batak. Nama merupakan salah

satu sarana yang bisa menunjukan jati diri mereka kepada orang luar bahwa

mereka beragama Katolik atau Protestan, dan dengan identitas ini orang Mentawai

23

Ibid., h. 25.

Page 50: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

41

dapat masuk ke dalam sistem sosial yang lebih besar yang melibatkan antar suku

bangsa. Tetapi bila berhubungan dengan sesama orang Mentawai, nama sebagai

identitas tersebut akan kembali kepada nama Mentawai. Begitu juga dengan orang

Mentawai yang masuk ke dalam agama Islam, kecenderungan hubungan

interaksinya adalah dengan orang Minangkabau yang mayoritas beragama Islam. 24

Perkembangan agama Islam di Mentawai mengalami kemunduran

dikarenakan kurangnya perawatan dan pembinaan mental, maka dengan mudah

saja mereka berpindah agama dengan agama yang dapat memberikan mereka

makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bantuan lainnya. Hal ini nampak

dengan nyata, dimana missionaris Katolik dengan mudah mendapatkan penganut

agama katolik, dengan memberikan bantuan materil ini, bahkan masyarakat dapat

mengaku penganut agama protestan yang sudah bertahun-tahun dalam keyakinan

protestan. Bahkan dengan mudah dijumpai orang diaanggap kuat dalam keyakinan

meninggalkan keyakinannya bila dikasih bantuan berupa materi.25

Perpindahan agama ini sedikit banyak menimbulkan persaingan-persaingan

dikalangan missionaris dari agama Protestan, Katolik, dan Islam. sebagai contoh

dari adanya persaingan ini dimana kalangan Kristen protestan merasa kurang

senang denngan tindakan missi Katolik karena mereka berdakwah atau bekerja

ditempat yang penduduknya sudah menganut agama Protestan.

Demikian pula keaadaanya dakwah Islam dapat pula memberikan bantuan

materil yang langsung diperoleh mereka, merkapun akan berbondong-bondong

pula masuk Islam. Adanya persaingan dikalangan missionaris ketiga agama ini

pada suatu saat akan membawa dampak yang kurang baik bagi perkembangan

masyarakat Mentawai.26

Dari segi lain kalau kita tinjau akan kita lihat pula bahwa penduduk

Mentawai (orang asli) pada umumnya dalam menjalani suatu agama sulit untuk

menjadi seorang pemeluk yang taat. Sebagaimana di ketahui agama Protestan yang

telah lama berkembang di Mentawai semenjak tujuh puluh tahun yang lalu

begitupun dan Islam yang juga sudah memakan waktu yang lama, menjadi panutan

24

Ibid., hal. 24. 25

Zahir, Sosial ekonomoni kepulauan mentawai h. 78 26

Ibid. h. 79

Page 51: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

42

sebagian penduduk Mentawai, sangat sedikit sekali terlihat gerak amal mereka

sebagai manifesto dari keyakinan yang mereka anut, kalau kita lihat bangunan-

bangunan keagamaan di Mentawai seperti masjid, surau dan gereja atau rumah-

rumah pengobatan dan sebagainya, kesemuanya adalah mengharapkan bantuan dari

luar. Juga dalam menegakan syiar agama mereka selalu mengharapkan uluran

tangan dari pihak luar. Sikap agama ini relatif bersamaan dari tiga penganut agama

besar Islam, Katolik dan Protestan di Mentawai27

Penyebaran agama Islam juga mempengaruhi kehidupan sosial Masyarakat,

sentuhan sentuhan yang terjadi biasanya berkenan dengan penyuluhan-penyuluhan

agama, bantuan bantuan sosial walaupun kontak dengan agama Islam banyak

mengalami hambatan yang umumnya disebabkan karena perbedaan yang lebar

dengan adat kebiasaan masyarakat, pengaruh pangaruh Islam ini dapat juga masuk

kedalam sebagian dari masyarakat terutama yang tinggal di resettlement.28

Pengenalan agama-agama dari luar walaupun secara lahiriah dapat diterima

dan dianut oleh masyarakat, akan tetapi dalam segi kepercayaan masih menganut

sistem lama, sehingga kebiasan-kebiasan lama masih sangat diperlukan, kerey 29

sebagai medium perantara antara dunia nyata dengan kepercayaan sangat berperan

dalam masyarakat, terutama dalam hal penyembuhan penyakit-penyakit yang

diderita oleh individu dalam masyarakat. Kepercayaan asli yang semula berusaha

dihapus melalui agama dari luar akan kembali berperan manakala agama-agama

dari luar tersebut tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam

masyarakat. 30

27

Ibid. h. 80 28

rudito, Masyarkat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai, h. 174

30

Ibid h. 189

Page 52: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

43

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lewat Skripsi ini, diketahui bahwa pada tahun 1954 telah terjadi rapat

tiga agama yang bedasarkan intruksi pemerintah pusat. Dimana hasil dari

rapat tersebut mengharuskan masyarakat Mentawai memilih agama-agama

yang diakui oleh pemerintah seperti agama Kristen dan Islam. Dalam

perkembangan selanjutnya Islam menjadi minoritas di Mentawai hal itu

tergambar dalam jumlah penganut agama Islam jika dibandingkan dengan

penganut agama Kristen jumlahnya jauh lebih sedikit. Selain itu jumlah

tempat Ibadah dan lembaga pendidikan umat islam di Mentawai juga tidak

berkembang dengan signifikan.

Tidak berkembangnya Islam di Mentawai disebabkan oleh faktor tidak

adanya perencanaan oleh elit agama dalam menyiarkan dakwah Islam.

Selain itu pasca kebijakan pemerintah berlakukan, Agama Islam di

Mentawai belum ada lembaga dakwah, berbeda halnya dengan agama

Protestan dan Katolik yang telah mempunyai lembaga dakwah tersendiri.

Kebudayaan masyarakat Mentawai yang kurang bisa menerima Islam

dengan baik dikarenkan adanya larangan-larangan dalam Islam, seperti

makan babi. Bagi masyarakat Mentawai, babi adalah hewan ternak yang

utama dan juga dipakai dalam beberapa upacara adat.

Walaupun aparat pemerintahan di Mentawai mayoritas Islam tidak

serta merta menjadikan Mentawai penganut Islamnya menjadi mayoritas.

Selain itu Mentawai berada dalam wilayah Sumatra Barat yang mayoritas

Islam hal tersebut tidak menjadikan mayarakat Mentawai menjadi

masyarakat Islam, hal tersebut dikarenakan terisolasinya kepulauan

Mentawai dari daratan pulau Sumatra. Dan perbedaan yang sangat besar

antara masyarakat Mentawai dan masyarakat Minang.

Page 53: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

44

B. SARAN

Diharapkan hasil penelitian sejarah dampak kebijakan Pemerintah ini

dapat digunakan sebagai tinjauan bagi organisasi kemasyarakatan Islam dalam

menyebarkan dakwah Islam. Serta saran bagi pemerintah untuk tidak

memaksakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemaksaan terhadap

masyarakat dalam memilih agama. Dan saran untuk para penulis yang

mengganderungi sejarah Islam di Indonesia untuk menulis dalam perspektif

lokal.

Page 54: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

45

DAFTAR PUSTAKA

Primer

Zahir, Boesjra, Sosial Ekonomi Kepulauan Mentawai. Padang: Universitas

Andalas, 1971

Arsip Sekretarian Negara Kabinet Perdana Menteri, Laporan peratama dari

Panitia Parkem Jilid II No 1844 1950-1959. ANRI.

Kruyt,Albert C. Suatu Kunjungan ke Kepulauan Mentawi, Jakarta: Yayasan

Idayu, 1979.

Laporan: survey terbatas kelompok masyarakat Mentawai di Cipungan kecamatan

Siberrut Utara, Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatra Barat,

Direktorat Masyarakat Terasing Direktorat Jenderal Bina Sosial RI 1976.

Koran

Dari pulau kepulau di Mentawai I, Haluan 6 april 1955.

Pokok-pokok Agama Islam telah mulai berdjalan didaerah Mentawai, Haluan 4

November 1954.

Dari pulau kepulau di Mentawai II, Haluan 7 April 1955.

Dari pulau kepulau di Mentawai III, Haluan 9 April 1955.

Dari pulau kepulau di Mentawai IIIB, Haluan 12 April 1955.

Kenalilah Mentawai, Haluan 6 November 1954.

Mentawai Pulau Harapan Dimasa Depan, Harian, Penerangan 8 Juni 1956.

Mentawai Pulau Harapan Dimasa Lampau, Harian, Penerangan 7 Juni 1956.

BUKU

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah,cet.1, Jakarta: Logos Wacana,

1999.

Abidin, Mas‟oed.. Islam dalam Pelukan Muhtadin Mentawai, 30 tahun Perjalanan

Da‟wah Ila‟llah, Mentawai Menggapai Cahaya Iman. Jakarta: Biro Khusus

Dakwah Mentawai, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1997.

Page 55: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

46

Balai Taman Nasional Siberut. Taman Nasional Siberut Kabupaten Kepulauan

Mentawai Sumatra Barat, Sumatra Barat: Balai Taman Nasional, 2003.

Coronese, Stefano. Kebudayaan Suku Mentawai, Jakarta: Grafidian Jaya,1986.

Darmanto & Abidah B. Setyowati. Berebut Hutan Siberut: Orang Mentawai, dan

Politik Ekologi, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012.

Edwin, M Loeb. Sumatra Its History and People, Singapura: Oxford University

Press,1985.

Ensiklopedi Indonesia IV, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1983.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, UI Pers: Jakarta 1975.

Koentjaraningrat. (ed), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 1979.

........................... (ed) Masyarakat Terasing di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1993.

Hernawati, Tarida S. Salappa: Antara Kehidupan, Alam, dan Jiwa, Padang:

Yayasan Citra Mandiri, 2004.

Kabupaten Kepulauan Mentawai Dalam Angka 2004, Tuapejat-Sipora: Badan

Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2004.

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dan Metodologi Sejarah, Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Marsden, Wiliam, Sejarah Sumatra, Depok: Komonitas Bambu, 2008.

Mustafa G, dkk., Sastra Lisan Mentawai. Jakarta: Pusat Pembinaan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

Persoon, Gerard A. dan Schefold, Reimar (ed). Pulau Siberut, Jakarta: Bharatara

Karya Aksara, 1985.

Rudito, Bambang, Masyarakat dan Kebudayaan Suku Bangsa Mentawai, Padang:

Fisip Universitas Andalas,1999.

Sabiruddin. Gerakan Dakwah Islam di Mentawai, Padang: IAIsN-IB Press, 2001.

Sihombing, Herman. Mentawai. Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.

Schefold, Reimar, Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai, Jakarta: Balai

Pustaka,1991.

Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan

Kantor Waligereja Indonesia, 1974.

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi,

Jakarta: CeQDA, 2013/2014.

Page 56: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

47

JURNAL

Sidarta Pujiraharjo & Bambang Rudito, Magi Sebagai Acuan Identitas Orang

Mentawai Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa di akses di

http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/7/7

Muhaldi, Landasan Yuridis Penghapusan Kepercayaan tradisional “Arat

Sabulungan” di Mentawai, Medan Fakultas Hukum USU 2007.

Al-Jāmi„ah, Vol. 51, No. 2, 2013 M ISLAM AND ARAT SABULUNGAN

IN MENTAWAI

SIPUISILAM DALAM SELIMUT ARAT SABULUNGAN PENGANUT

ISLAM MENTAWAI DI SIBERUT, Padang: Jurnal Al- Ulum, 2012

TESIS DAN DISERTASI

Ikawan, Interaksi Masyarakat Mentawai Dengan Pendatang Studi

Tentang Hubungan Patron- Klien Dalam Aktivitas Ekonom, Tesis S2 Program

Studi Sosiologi Universitas Indonesia, 2000.

ONLINE

http://yosuna.com/3556/riwayat-agama-bahai-di-indonesia

Page 57: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

48

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1.1.Letak Kepulauan Mentawai dilihat dalam peta Pulau Sumatra

(Sumber: http://www.reznovianto.com/2014/07/mentawai.html)

Page 58: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

49

1.2.Peta Kepulauan Mentawa(Sumber:

https://petatematikindo.wordpress.com/2014/08/17/administrasi-kabupaten-

kepulauan-mentawai/)

Page 59: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

50

Page 60: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

51

Page 61: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

52

Page 62: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

53

Page 63: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

54

Page 64: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

55

Page 65: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

56

Page 66: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

57

Page 67: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan

58

Page 68: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 69: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 70: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 71: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 72: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 73: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan
Page 74: DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH SK N0. 167/P.M/1954 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40600/1/MITRA... · Tinggi Teologi Jakarta, Arsip Nasional Indonesia, Perpustakaan