dampak feminisme
TRANSCRIPT
Dampak Feminisme
Oleh Mufti
Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau
kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme juga memperjuangkan kebebasan dan
kesetaraan hak-hak kaum perempuan dalam segala aspek kehidupan.
Indonesia merupakan Negara berkembangan yang sedang dibombardir dengan
pemikiran-pemikiran barat yang salah satunya dibawa oleh LSM-LSM. Lembaga-lembaga
feminis seperti Kalyanamitra, Rifka Annisa, Yasanti dan LSPPA (Lembaga Studi dan
Pengembangan Perempuan dan Anak) gencar melakukan sosialisasi isu gender di wilayah
Indonesia.
Di Indonesia, kini isu gender sudah bukan lagi menjadi wacana tetapi sudah
terformalisasikan dalam bentuk kebijakan publik. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Inpres no.9 tahun 2001 tentang Pengarus-Utamaan Gender (PUG), yang menyatakan bahwa
seluruh program kegiatan pemerintah harus mengikutsertakan PUG dengan tujuan untuk
menjamin penerapan kebijakan yang berperspektif gender.
Perkembangan paham-paham feminis melalui isu-isu gender mulai menjalar kepada
masalah-masalah ibadah yang menuai banyak kecaman dari kalangan muslim. Feminisme
yang merupakan buah pemikiran kaum liberal juga mengalami perkembangan pesat melalui
pengajuan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) yang diketuai oleh Siti
Musdah Mulia. CLD-KHI memuat pasal-pasal antara lain, sebagai berikut: perempuan boleh
menikahkan dirinya sendiri, poligami haram, pencatatan nikah merupakan rukun nikah, boleh
beda nikah agama, boleh kawin kontrak, dan ijab Kabul bukan rukun islam. (makalah Binta,
Alifa )
A. Gagasan Feministik Seputar Gender
Pemikiran-pemikiran ala liberal yang dibawa lewat paham feminis ini
memberikan efek yang sangat besar. Gagasan-gagasan yang diusung kaum feminis ini
diyakini dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan yang nyatanya sampai saat
ini juga belum ada berubah yang signifikan. Apa saja gagasan-gagasan tersebut? Berikut
uraiannya:
1. Laki-laki dan perempuan sama.
Inilah yang para feminis maksud dengan kesetaraan gender. Dalam terminologi
feminis, gender didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences)
dengan kata lain sering disebut ‘jenis kelamin sosial’. Dalam persepsi mereka, sifat
paten (kodrat) laki-laki dan perempuan merupakan produk budaya yang dapat
dipertukarkan dan bersifat tidapat permanent alias dapat berubah sesuai dengan
perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut.
Feminis menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan
perbedaan biologis, seperti contohnya mereka menidakbolehkan menerima sifat
keperempuanan (lembut, keibuan, emosional) mengharuskan mereka menjalani fungsi
keibuan dan kerumahtanggaan. Pada intinya mereka tidak menerima bahwa manusia
lahir dengan kodrat maskulinitas dan feminitas.
2. Ketidaksetaraan gender merugikan perempuan.
Dalam perspektif mereka ketidaksetaraan inilah yang menjadi penyebab
munculnya berbagai ketidakadilan dalam berbagsi bidang terhadap perempuan.
Seperti, pelabelan negatif, maraknya tindak kasus kekerasan, dll.
3. Liberalisasi perempuan akan memajukan perempuan.
Pembebasan perempuan diyakini sebagai pintu gerbang untuk mencapai kemajuan
oleh kaum feminis karena ini berarti kesempatan bagi mereka untuk mengejar
keinginannya tanpa batasan cultural dan struktural yang dapt menghambat.
4. Menolak institusi keluarga dan system patriarchal yang merupakan symbol dominasi
kaum laki-laki atas perempuan.
Ini merupakan buah pemikiran kaum feminis radikal yang berupaya untuk
mengubah struktur pembagian tugas kehidupan sebagaimana kebebasannya dalam
menentukan. Dengan kata lain, halal hukumnya menolak kodrat manusiawi mereka.
Contohnya, laki-laki dan perempuan dapat bertukar peran, apakah itu sebagai ayah
atau ibu atau keduanya tanpa ada batasan.
Feminisme memiliki beberapa aliran, antaralain :
1. Feminisme Liberal, yaitu pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki
kebebasan secara penuh dan individualis.
2. Feminisme Radikal, yaitu pandangan yang mengangkat tentang hak-hak reproduksi
perempuan, sampai seksualitas, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki.
3. Feminisme Post-Modern, yaitu bahwa gender tidak hanya bermakna identitas atau
struktursosial.
4. Feminisme Anarkis, yaitu suatu paham politik yang mencita-citakan suatu masyarakat
yang sosialis, dan keberadaan lelaki di suatu Negara dianggap sebuah masalah dan harus
segera dihancurkan.
5. Feminisme Marxis, yaitu memandang penindasan perempuan berasal dari eksploitasi
kelas dan cara produksi.
6. Feminism Sosialis, yaitu paham yang berpendapat “Tak Ada Sosialisme tanpa
Pembebasan Perempuan, Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme”. Paham ini
berjuang untuk menghapus system kepemilikan.
7. Feminisme Post-Kolonial, yaitu pandangan yang bermula dari pengalaman perempuan
yang mengalami penindasan gender, juga mengalami penindasan antar suku bangsa, ras,
suku, dan agama. http://myrandhazone.blogspot.com/2010/12/feminisme.html diunduh
pada tanggal 20-05-2013
http://myrandhazone.blogspot.com/2010/12/feminisme.html diunduh pada tanggal 20-05-
2013
B. Dampak-dampak yang timbul dari mengakarnya feminisme
Liberalisasi perempuan diakui telah membawa banyak perubahan. Kaum
perempuan memiliki kebebasan unutk mengekspresikan diri, bekerja, mengenyam
pendidikan yang layak dan setinggi-tingginya, bahkan menduduki kursi pemerintahan atau
berkecimpung di dunia yang didominasi kaum adam. Di Amerika Serikat, tercatat jumlah
prosentase perempuan yang bekerja meningkat dari tahun ke tahun hingga lebih dari 75%
pada tahun 2000, begitu pula di Indonesia. Sebagai bukti, munculnya pemimpin-pemimpin
wanita, seperti: Begun Khaleda Zia dan Syekh Hasina (pemimpin Bangladesh), Megawati
Soekarno Putri (Wakil Presiden lalu Presiden Indonesia V), Macapagal Aroyo (Presiden
Philipina) dll. Pada kenyataannya, Negara-negara tersebut sarat dengan berbagai konflik
yang tidak pernah terselesaikan dengan baik.
Kebebasan perempuan dalam berekspresi, bertindak, bekerja atau berkarir,
nyatanya tidak menjadi solusi yang baik dalam menyelesaikan masalah-masalah feminitas
atau yang menyangkut dengan perempuan. Banyak dampak bagi buruk bagi kaum
perempuan dan masyarakat secara keseluruhan akibat rancunya hubungan dan pembagian
peran antara laki-laki dan perempuan. Dampak tersebut antaralain, Runtuhnya struktur
keluarga, menigkatnya angka perceraian, fenomena un-wed dan no-mar, merebaknya free
sex, dilemma wanita karir, eksploitasi perempuan, pelecahan seksual, anak-anak broken
home, dll. (srirahayu03.blogspot.com/2012/12/kritik-tentang-feminisme.html diunduh :
12/06/2013 pukul 16:37 WIB)
Menurut data yang dikemukakan Julie Balligton, Swedia merupakan Negara yang
paling banyak menempatkan perempuan di bangku parlemen yaitu 42,7%. Akan tetapi,
jumlah ini berkolerasi negative terhadap kondisi keluarga. 50% bayi di Swedia lahir dari
ibu yang tidak menikah (peringkat 2 dunia) menurut Kompas (4/9/1995), sedangkan
menurut data yang dikumpulkan oleh Maisar Yasin, 60% pernikahan berakhir dengan
perceraian (peringkat 1 dunia). (Nazaruddin, Umar 2001)
Swedia dan Negara maju seperti Amerika menerapkan “Gender And Development”
(GAD) atau konsep ‘keluarga barat’ ternyata menurut statistik menunjukkan perkawinan di
ujung tanduk, mayoritas anak dibesarkan oleh single parent atau orang tua tunggal.
Munculnya pengajuan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang
berisikan penyalahartian dalam menafsirkan nash-nash al-qur’an adalah buktinya paham
ini mengubah cara berpikir perempuan terhadap masalah-masalah duniawi terlebih
menyakut hubungannya dengan Tuhan. (Nazaruddin, Umar 2001)
Efek negative yang bisa ditimbulkan dari paham kesetaraan gender
adalah ideologi relatifisme. Relativisme ini meniadakan syariah dalam
mengatur hubungan antar manusia. Akibatnya, mereka menghalalkan
praktik homoseksual, sebab dianggap itu sebagai hak asasi manusia dan
orientasi seksual itu sebuah pilihan yang tidak boleh dilawan, oleh syariah
sekalipun. Dalam pandangan kaum feminis, menjadi lesbianis seorang
perempuan memiliki kontrol yang sama dan tidak ada dominasi dalam
hubungan seksual.
Adapun isu kesetaraan gender selama ini lahir karena
pemberontakan wanita Barat terhadap doktrin gereja. Isu kesetaraan
gender membuat perempuat Barat mengingkari kodrat mereka seperti
perempuan. Dimana hal itu tidak pernah dialami dalam tradisi Islam.
Sehingga sepatutnya pengalaman itu tidak dipraktikkan dalam hukum
Islam. Apalagi paham feminism merupakan bagian dari liberalisasi dan
sekularisasi agama yang berdasarkan pada paham relativisme.
Kesimpulan
Gerakan Feminisme justru menjauhkan dari fitrah dan kodratnya.
Yang tepat itu bukan kesetaraan tapi keserasian. Pria dan wanita secara
fitrah dan kodrat berbeda, tidak setara secara biologis. Perbedaan itu
tidak menghalangi yang satu melebihi yang lain. Namun, saling
melengkapi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Sehingga lebih indah jika kita sebut keserasian. Konsep keserasian tidak
menyamaratakan tapi saling mengisi kelebihan dan kekurangan. Jadi,
kenapa harus menjadi feminis untuk mencari keadilan wanita jika dalam
konsep Islam telah jelas diterangkan. Apalagi sampai merombak syari’ah
dan ayat-ayat al-Qur’an. Konsep equality bukan solusi, akan tetapi kita
dapat menafsirkan itu sebagai proyek hegemonik penguasaan Barat
terhadap dunia global, bukan semata-mata mencarikan wanita keadilan
dan kemulyaan.
Miranda, http://myrandhazone.blogspot.com/2010/12/feminisme.html diunduh pada tanggal
20-05-2013
Binta, Alifa. 2008. Merebaknya Feminisme dan Isu-isu Gender dalam Pandangan Islam.
Makalah. Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa
Dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia
Nazaruddin, Umar, Argumentasi Kesetaraan Jender: Perspektif al-Qur’an,
(Jakarta: Paramadina, 2001)
Rahayu Sri, 2012. kritik-tentang-feminisme. srirahayu03.blogspot.com/2012/12/kritik-
tentang-feminisme.html diunduh : 12/06/2013 pukul 16:37 WIB