dalil al qur'an kiblat
TRANSCRIPT
Dalil al-Qur’an Menghadap Kiblat
Menghadap kiblat itu sangat berkaitan dengan ritual ibadah yakni salat, karena
sholat seseorang tidak akan sah jika tidak menghadap kiblat. Para ulama sudah sepakat
bahwa menghadap arah kiblat menjadi salah satu sahnya sholat, namun perintah itu
belumlah bisa dilaksanakan jika belum ada dalil yang tegas menunjukkan perintah (al-
amr). Oleh karena menghadap kiblat baru boleh dilakukan setelah ada dalil yang
menunjukkan bahwa menghadap kiblat itu wajib. Hal ini sesuai dengan kaidah
fiqhiyyah: “al-ashl fî al-‘ibâdah al-buthlân hattâ yaqûma al-dalîl ‘alâ al-amr1, “hukum
pokok dalam lapangan ibadah itu adalah bathal sampai ada dalil yang
memerintahkannya”. Ini berarti bahwa dalam lapangan ibadah, pada hakekatnya segala
perbuatan harus menunggu adanya perintah yang datangnya dari Allah dan rasul-Nya
baik melalui al-Qur’an maupun hadis Nabi saw.
Ada beberapa nash dalam al-qur’an yang memerintahkan kita untuk menghadap
kiblat dalam shalat. Adapun nash-nash al-Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Al-Baqarah [2] : 144 :
ق
“sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.
Ayat diatas turun berkenaan dengan keinginan Nabi SAW untuk mengubah arah
kiblat ke baitullah atau ka’bah di mekkah. Tapi Sebelum keinginan Nabi SAW itu
1 Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqih (Qawa’idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) cet. Ke-1, h. 43
dipenuhi oleh Allah, Nabi saw masih menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan dalam
shalatnya, sebagaimana nabi-nabi Bani Israil, tetapi beliau sebenarnya menyukai
menghadap ke Ka’bah, karena Ka’bah adalah Kiblat Ayahandanya Ibrahim AS, sedang
nabi Muhammad SAW datang untuk menghidupkan agamanya (Ibrahim) dan
memperbaharui dakwahnya dan karena Ka’bah adalah Kiblat yang tertua dibanding
Baitul Maqdis. Disamping itu orang-orang Yahudi mengatakan : Muhammad itu
menyalahi agama kita tapi ia mengikuti Kiblat kita, maka kalau seandainya tidak ada
agama kita tentu dia tidak tahu ke arah mana ia harus menghadap shalatnya. Maka Nabi
SAW tidak menyukai menghadap ke Baitul Maqdis sehingga diriwayatkan, bahwa ia
pernah berkata kepada Jibril : Aku senang kalau seandainya Allah mengalihkan kiblat
kami dari arah kiblatnya kaum Yahudi ke kiblat yang yang lain dan ia selalu saja
menengadah ke langit mengharap-harap tentang turunnya wahyu tentang dialihkannya
Kiblat ke Ka’bah.
Berkaitan asbabul nuzul diatas, Ibnu Katsir mengutip sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Ali bin Abi Talhah dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa keika
rosullulah hijrah ke madinah yang mana kebanyakan penduduknya orang yahudi, Allah
memerintahkan rosul untuk sholat menghadapa ke baitul maqdis, hal ini memebuat orang
yahudi merasa senang sedangkan Rosulullah menginginkan sholat menghadap ke arah
ka’bah yang merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim, sehingga setipa selesai melaksanakn
sholat Rosulullah selalu berdo’a agar kiblat dipindahkan ke arah ka’bah sembari melihat-
lihat ke langit maka turunlah ayat di atas2
Shalat pertama nabi yang menghadap kibalt ke baitullah adalah shalat ashar
bersama sekelompok orang (jam’ah). Setelah selesai shalat kemudian keluar salah
seoarang jamaah Nabi, berlari menuju ke suatu masjid lain, yang jama’ahnya sedang
ruku’ dalam shalat. Lalu saat itu juga orang tadi mengatakan “Saya bersaksi demi Allah,
sungguh saya tadi telah shalat bersama Nabi saw. dengan menghadap ke Mekah.”
Kemudian jamaah shalat masjid itu memutar ke arah Baitullah (Mekah). Adapun orang-
orang yang telah meninggal yang dulu shalat menghadap kiblat sebelum dirubah ke arah
2 Lihat wahab sya’rani, al-mizan al-kubro (semarang maktabah thaha)
Baitullah, kami tidak mengetahui harus katakan apa tentang mereka? Kemudian turun
surat albaqoroh 143:
dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan apa sebab Rasulullah SAW menyukai menghadap ke Masjidil Haram dan sebaliknya tidak menyukai menghadap ke Baitul Maqdis adalah karena :
1. Supaya berbeda dengan kaum Yahudi.2. Ka’bah adalah kiblat datuknya yakni Nabi Ibrahim AS3. Adanya kecenderungan bangsa Arab untuk masuk Islam.4. Kedudukan Rasulullah SAW di bumi amin (Makkah) yang disitu terdapat
Masjidil Haram yang menjadi pusat bagi semua Masjid.
Menghadap kiblat adalah syarat sahnya shalat, sehingga tidak sah shalat tanpa menghadap kiblat, kecuali shalat khauf, shalat sunnah diatas kendaraan atau perahu, yang diperkenankan menghadap kearah mana saja kendaraan itu menghadap. Hal ini pernah dilakukan oleh rosulullah Bahwa Nabi SAW pernah shalat diatas kendaraanya (menghadap ke arah) dimana kendaraanya itu menghadap, dan berkenaan dengan ini turunlah surat al Baqoroh 115
dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.
2. Al-Baqarah [2] : 149-150 :
dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah mengulang الحرام المسجد شطر وجهك فول
dalam firman-Nya sampai tiga kali. Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebut berfungsi
sebagai penegasan pentingnya menghadap kilbat (ta’kîd). Sementara itu, menurut
Fakhruddin ar-Razi, pengulangan tersebut menujukkan fungsi yang berbeda-beda. Pada
ayat yang pertama (al-Baqarah : 144) ungkapan tersebut ditujukan kepada orang-orang
yang dapat melihat ka’bah, sedangkan pada ayat yang kedua (al-Baqarah : 149) ungkapan
tersebut ditujukan kepada orang-orang yang berada di luar masjidil Haram. Sementara
itu, pada ayat yang ketiga (al-Baqarah : 150) ungkapan tersebut ditujukan kepada orang-
orang yang berada di negeri-negeri yang jauh3. Berdasarkan kedua pendapat tersebut
jelaslah bahwa perintah menghadap kiblat itu tidak hanya ditujukan pada mereka yang
berada di Makkah dan sekitarnya, tetapi juga bagi semua umat Islam di manapun mereka
berada.
3Lihat Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Jilid I, h. 243