dakriosistitis

14
DAKRIOSISTITIS 1.1 Anatomi dan Fisiologi sistem lakrimalis Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesorius, kanalikuli, punktum lakrimalis, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Sistem lakrimal tersusun atas struktur-struktur yang mensekresi air mata dan struktur-struktur yang mengalirkan air mata. Secara embriologis glandula lakrimalis dan glandula lakrimalis asessorius berkembang dari epitel konjungtiva. Sistem lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ektoderm permukaan yang berkembang dari korda epitel padat yang terbenam di antara prosesus maksilaris dan nasalis dari struktur-struktur muka yang sedang berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir (Antok, 2009). Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2 μl air mata per menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang berlebih akan mengalir ke pipi. Ini dapat disebabkan oleh: Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada kornea, infeksi, atau blefaritis. Oklusi pada bagian manapun di sistem drainase Keluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal ialah mata kering, lakrimasi dan epifora (James, 2006, Vaughan et al, 2002).

Upload: retnosfadhillah

Post on 17-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

DAKRIOSISTITIS1.1 Anatomi dan Fisiologi sistem lakrimalis Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesorius, kanalikuli, punktum lakrimalis, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Sistem lakrimal tersusun atas struktur-struktur yang mensekresi air mata dan struktur-struktur yang mengalirkan air mata.Secara embriologis glandula lakrimalis dan glandula lakrimalis asessorius berkembang dari epitel konjungtiva. Sistem lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ektoderm permukaan yang berkembang dari korda epitel padat yang terbenam di antara prosesus maksilaris dan nasalis dari struktur-struktur muka yang sedang berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir (Antok, 2009).Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2 l air mata per menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang berlebih akan mengalir ke pipi. Ini dapat disebabkan oleh: Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada kornea, infeksi, atau blefaritis. Oklusi pada bagian manapun di sistem drainaseKeluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal ialah mata kering, lakrimasi dan epifora (James, 2006, Vaughan et al, 2002).

Gambar 1. Struktur anatomi aparatus lakrimalisGlandula lakrimalis terdiri dari struktur berikut : 1) Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebra. 2) Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis yang bermuara melalui kira-kira 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebral glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva superior. Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae. Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis yang terletak di dalam fosa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler, gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.Glandula lakrimalis diperdarahi oleh pembuluh darah a. lakrimalis. Vena-vena dari glandula lakrimalis akan bergabung dengan vena oftalmika. Aliran limfe menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus preaurikuler.Glandula lakrimalis dipersarafi oleh nervus lakrimalis (sensoris) yang merupakan cabang dari divisi pertama trigeminus (nervus oftalmikus) , nervus petrosus superfisialis magna (sekretorius) yang merupakan cabang dari nucleus salivarius superior, dan nervus simpatis yang menyertai arteri lakrimalis dan nervus lakrimalis.Sakus lakrimalis terletak di dalam fosa lakrimalis yang merupakan os lakrimalis dan os maksilaris. Lebar sakkus lakrimalis kira-kira 6-7mm dengan panjang antara 12-15 mm. mukosa sakus merupakan pseudostratifikasi kolumner epiltelium dengan sejumlah substansi limfoid dan jaringan elastik yang terletak pada lapisan jaringan konektif. Sakus yang normal berbentuk ireguler dan datar dengan lumen yang kolaps. Pada prosesus frontalis di kantus anterior dari sakus lakrimalis terdapat ligamen palpebrale medial yang menghubungkan tarsus superior dan inferior. Bagian sakkus lakrimalis di bawah ligament ditutupi sedikit serat dari muskulus orbikularis okuli. Serat-serat ini tidak dapat menahan pembengkakan dan pengembangan sakus lakrimalis. Daerah di bawah ligamentum palpebrale mediale membengkak pada dakriosistitis akut ,dan sering terdapat fistula yang bermuara di daerah ini (Voughan et al, 2000).1.2. PengertianDakriosistitis merupakan suatu inflamasi pada sakus lakrimal, yang biasanya terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi bisa disebabkan oleh stenosis inflamasi idiopatik (primary acquired nasolacrimal duct obstruction) atau sebab sekunder akibat dari trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik (secondary acquired nasolacrimal duct obstruction) (Bharathi, et al 2007).

1.3 EpidemiologiInfeksi pada sakus lakrimalis umumnya ditemukan pada 2 kategori usia, pada infant dan orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun. Dakriosistitis akut pada bayi baru lahir jarang ditemukan, terjadi pada kurang dari 1% dari semua kelahiran. Dakriosistitis didapat secara primer terjadi pada wanita dan lebih sering pada pasien dengan usia di atas 40 tahun, dengan puncak insidensi pada usia 6070 tahun. Kebanyakan penelitian mendemonstrasikan sekitar 7083% kasus dakriosistitis terjadi pada wanita, sementara dakriosistitis kongenital memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita.Pada individu dengan kepala berbentuk brachycepalic memiliki insidensi yang tinggi mengalami dakriosistitis dibandingkan dengan individu dengan kepala berbentuk dolichocephalic atau mesosephalic. Hal ini dikarenakan pada tengkorak berbentuk brachycephalic memiliki diameter lubang yang lebih sempit ke dalam duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis lebih panjang, dan fossa lakrimalis lebih sempit. Pada pasien dengan hidung pesek dan muka kecil memiliki resiko lebih tinggi mengalami dakriosistitis, diduga karena kanalis osseus lakrimal yang lebih sempit (Antonk, 2009).1.4 KlasifikasiBerdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:1. AkutPasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.2. KronisMorbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.3. KongenitalMerupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan (Mardiana & Roza, 2011).1.5 EtiologiDakriosistitis terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi bisa disebabkan oleh stenosis inflamasi idiopatik (primary acquired nasolacrimal duct obstruction) atau sebab sekunder akibat dari trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik (primary acquired nasolacrimal duct obstruction) (Bharathi, et al 2007).Obstruksi duktus nasolakrimalis menyebabkan penyumbatan aliran air mata yang berhubungan dengan system drainase air mata yang mengakibatkan dakriosistitis.Dakriosistitis akut biasanya sering disebabkan oleh bakteri kokus gram negatif, sedangkan dakriosistitis kronik disebabkan oleh campuran; bakteri gram negatif maupun positif. Bakteri yang sering ditemukan umumnya didominasi oleh streptokokus pneumonia dan stapilokokus Sp. Infeksi jamur biasanya oleh candida albikan dan aspergillus Sp, biasanya infeksi akibat jamur jarang ditemukan (Bharathi, et al 2007).Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus. (Ilyas, 2008).1.6 Patofisiologi dakriosistitisAwal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: Tahap obstruksiPada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan. Tahap InfeksiPada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya. Tahap SikatrikPada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista (Mardiana & Roza, 2011).1.7 Gambaran klinikGambaran klinis dakriosistitis secara umum berupa nyeri fokal, kemerahan dan bengkak pada mata daerah kelopak mata bawah bagian nasal. Dalam beberapa kasus nyeri dapat menyebar sampai hidung dn gigi, epifora dan okular discharge juga sering dilaporkan,Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan disekitar sakus lakrimalis dan discharge dapat keluar dari pungktum inferior ketika ditekan, kondisi ini dapat rekuren dan menjadi berat berhubungan dengan demam (Sowka et al, 2010).1. Dakriosistitis AkutPada keadaan akut, terdapat epifora, sakit yang hebat didaerah kantung air mata dan demam. Terlihat pembengkakan kantung air mata. Terlihat pembengkakan kantung air mata disertai sekret yang mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata ditekan, daerah kantung ar mata berwarna merah meradang.

Gambar 2. Dakriosistitis akut

2. Dakriosistitis KronisPada keadaan menahun, tidak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar secret yang mukoid (Ilyas et al, 2008). Infeksi pada dakriosistitis dapat menyebar ke anterior orbita dengan gejala edema palpebra atau dapat berkembang menjadi selulitis preseptal.Studi pada pasien daksriosistitis kronis didiagnosa berdasarkan tanda dan gejala meliputi epifora dengan atau tanpa massa dan regurgitasi mukoid atau cairan mukopurulent pada penekanan di daerah sakus atau pada saluran di kanalis lakrimalis (Nigam et al, 2008).

Gambar 3 Dakriosistitis kronis

3. Dakriosistitis KongenitalBentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis kongenital, yang secara patofisiologi sangat erat kaitannya dengan embriogenesis sistem eksresi lakrimal. Dakriosistitis sering timbul pada bayi yang disebabkan karena duktus lakrimalis belum berkembang dengan baik. Pada orang dewasa infeksi dapat berasal dari luka atau peradangan pada hidung. Meskipun demikian, pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahuiMerupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan (Mardiana & Roza, 2011)1.8 DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Bila anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang (Mardiana & Roza, 2010).Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan Johns dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test (Mardiana & Roza, 2011).Dye disappearance test : meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing satu tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Zat warna akan tertinggal pada mata yang mengalami obstruksi.

Fluorescein clearance test : meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Kemudian pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk bersin dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue terdapat zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.

Jones dye test I : meneteskan zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau, berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalis.

Jones dye test II : caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau, maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalis. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka fungsi sistem lakrimalis dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka fungsi sistem lakrimalis sedang terganggu.

Anel test : dengan memakai spuit yang telah diisi garam fisiologis, disuntikkan melalui pungtum lakrimal yang sebelumnya dilebarkan dengan dilator pungtum, masuk ke dalam saluran ekskresi, ke rongga hidung dan sebagian ke tenggorokan. Tes Anel (+) bila terasa asin di tenggorokan, menunjukkan fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Tes Anel (-) bila tak terasa asin, berarti ada obstruksi di dalam saluran ekskresi tersebut.

Probing test : menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, pungtum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sakus lakrimalis. Jika probe yang bisa masuk panjangnya > 8 mm, berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk < 8 mm berarti ada obstruksi.

Pemeriksaan penunjang lain yang berguna antara lain : CT-scan untuk menentukan penyebab obstruksi duktus nasolakrimalis, terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan, serta dacryocystography dan dacryoscintigraphy untuk mendeteksi adanya suatu kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.

1.9 Diagnosis Banding a. Selulitis OrbitaSelulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.1. c. HordeolumHordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak (Mardiana & Roza, 2011).1. 10 PenatalaksanaanPengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser (Sowka et al, 2010).Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).1.11 Komplikasi. Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita (Mardiana & Roza, 2011).Komplikasi pada dakriosistitis lebih kepada komplikasi terapi bedah. Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang cukup aman dan efektif. Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan, komplikasi berat dapat terjadi. Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan dilaporkan terjadi pada 3% pasien. Selain itu, infeksi juga merupakan komplikasi serius dakriosistorinostomi. Beberapa ahli menyarankan pemberian antibiotic drop spray pada hidung setelah pembedahan. Kegagalan dakriosistorinostomi paling sering disebabkan oleh osteotomi atau penutupan fibrosa pada pembedahan ostium yang tidak adekuat. Kebanyakan kasus kemudian diterapi dengan dilatasi ostium menggunakan probing Bowman berturut-turut.Kompliksi lainnya meliputi nyeri transient pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas (Yuliani, 2009).1.12 Pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan higienitas pada palpebra ,termasuk melakukan kompres air hangat dan membersihkan silia. Selain itu, higienitas nasal dengan spray salin dapat mencegah obstruksi aliran lakrimal bagian distal.1.13 Prognosis Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan kesembuhan pada infeksi akut.Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe. Satu kali tindakan efektif pada 75% kasus.KesimpulanDakriosistitis adalah peradangan pada kantong air mata (sakkus lakrimalis). Etiologi primer dari dakriosistitis adalah obstruksi nasolakrimal yang menyebabkan mukokel pada sakus lakrimalis.Dakriosistitis diklasifikasikan menjadi 3 bentuk yaitu akut dan kronik da congenitsl. Bentuk spesial dari dakriosistitis adalah dakriosistitis kongenital. Gambaran klinis dari dakriosistitis akut berupa gejala radang, sakit, bengkak, nyeri tekan, biasanya disertai pembesaran kelenjar preaurikuler, serta peningkatan suhu tubuh. Pada dakriosistitis kronik gejalanya berupa air mata berlebih. Penanganan pasien dengan dakriosistitis dapat berupa medikamentosa dan pembedahan.Penanganan medikamentosa seperti pemberian antibiotic topical dan oral, serta pemberian steroid tetes topical. Tindakan pembedahan berupa dakriosistorhinostomi.

Daftar pustakahttp://www.dokterbook.com/2011/10/26/dakriosistitis/Gilliland, GD. 2009. Dacryocystitis. Diakses dari www.emedicine.medscape.comIlyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FK UI.James, B., Chew, C., Bron., A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. Jalarta : Erlangga.