daftar isi - fpunram · web viewmisal : ada 5 varietas padi (ir 64, ir 70, ir 26, cisedane, dan...
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Kompetensi Dasar:
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa dapat menjelaskan berbagai macam
perancangan persilangan dan teknik analisis datanya, dapat menyelesaikan perhitungan-
perhingan yang berhubungan dengan program perbaikan sifat tanaman secara benar baik secara
manual maupun menggunakan komputer, dan dapat menerapkan pada persoalan yang
berhubungan dengan program pemuliaan tanaman.
B. Indikator
1. Menjelaskan pengertian teknik analisis dan rancangan persilangan
2. Menjelaskan arti penting dalam bidang pemuliaan tanaman
3. Menjelaskan hubungannya dengan bidang pemuliaan tanaman
C. Sub Materi Pokok :
1. Pengertian teknik analisis dan rancangan persilangan
2. Arti penting dalam bidang pemuliaan tanaman
3. Hubungannya dengan bidang pemuliaan tanaman
1.1. Pengertian Teknik Analisis Dan Rancangan Persilangan
Mata kuliah Teknik Analisis dan Rancangan Persilangan merupakan mata kuliah
keahlian ciri khusus Program Studi Pemuliaan Tanaman. Untuk bisa memahami mata kuliah
ini dengan baik, maka mahasiswa diharapkan sudah menempuh mata kuliah penunjang
terutama yaitu Statistika, Perancangan Percobaan, Pengantar Pemuliaan Tanaman, dan
Genetika Dasar. Mata kuliah ini menunjang mata kuliah lain terutama Teknik Pemuliaan
Khusus, Pemuliaan Tanaman Lanjutan, Pemuliaan Ketahanan Hama dan Penyakit, dan
Pemuliaan Tanaman Lahan Kering.
Pada mata kuliah Teknik Analisis dan Rancangan Persilangan akan dibahas tentang
berbagai macam perancangan persilangan dan berbagai teknik analisis data yang terkait
dengan genetika dan program pemuliaan tanaman yang mendasarkan pada kaidah-kaidah
statistika dalam rangka mengefisienkan dan mengefektifkan kegiatan-kegiatan program
pemuliaan tanaman. Pokok-pokok bahasan yang akan dipelajari selama satu semester
meliputi : 1. Ruang lingkup dan arti penting teknik analisis dan rancangan persilangan; 2.
Dasar-dasar statistika yang terkait dengan pemuliaan tanaman terutama tentang statistika
diskripsi, analisis keragaman dan analisis korelasi dan regresi; 3. Heritabilitas terutama
menyangkut pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi, metode estimasi, dan
interpretasinyanya; 4. Rancangan persilangan dari Comstock dan Robinson (NCI, NCII, dan
NCIII); 5. Analisis dialel (I, II, III, dan IV); 6. Korelasi dan regresi genotip yang membahas
tentang penerapan korelasi dalam seleksi tidak langsung, macam-macam korelasi, metode
estimasi dan cara interpretasi korelasi Genotip; 7. Program seleksi yang membahas koefisien
kemajuan genetik, pendugaan kemajuan, intensitas, dan deferensial seleksi; dan 8. Interaksi
Genotip dan lingkungan untuk pendugaan adaptasi genotip terhadap lingkungan.
2.1. Arti Penting Dalam Bidang Pemuliaan Tanaman
Program pemuliaan merupakan suatu rangkaian tahapan kegiatan yang
membutuhkan tenaga, waktu, dan biaya yang cukup besar dalam rangka menciptakan
suatu varietas unggul baru yang lebih baik dari varietas yang sudah ada. Agar pelaksanaan
program pemuliaan lebih terencana, efisien dan efektif perlu adanya adanya suatu
perencanaan yang matang dalam penentuan tujuan program pemuliaan terutama tipe
varietas unggul baru yang akan dirakit, sifat-sifat tanaman apa saja yang akan diperbaiki,
ketersediaan plasma nutfah sebagai bahan perakitan varietas unggul baru, perlu tidaknya
suatu persilangan atau hibridisasi, tipe persilangan yang akan dikerjakan, pemilihan metode
yang tepat, identifikasi faktor-faktor mendukung dan yang menghambat. Teknik analisis
dan rancangan persilangan dapat membantu mengatasi masalah-masalah tersebut terutama
dalam hal perancangan program pemuliaan yang akan dijalankan dan evaluasi serta analisis
hasil kegiatan-kegiatan dalam tahapan-tahapan program pemuliaan tanaman.
2.3. Hubungannya dengan Bidang Pemuliaan Tanaman
Teknik analisis dan rancangan persilangan juga dapat membantu pemulia dalam
masalah-masalah yang sering dihadapi di lapangan. Masalah-masalah yang sering muncul
dalam program pemuliaan tanaman yaitu teknik untuk memilih individu, famili atau grup
individu yang mempunyai karakter yang diinginkan untuk memperoleh varietas yang lebih
baik dari yang telah ada karena sifat atau karakter tanaman yang diinginkan ditentukan oleh
satu atau lebih gen. Penampilan suatu gen dipengaruhi oleh lingkungan dan menjadi lebih
rumit jika terdapat interaksi antara genotip dan lingkungan. Genotip merupakan kumpulan
gen-gen yang terdapat pada individu-individu, sedangkan lingkungan adalah faktor bukan
genotip yang mempengaruhi nilai penampakan (fenotip).
Pemulia memilih individu atau grup individu mendasarkan pada fenotipnya,
sedangkan yang diinginkan sebetulnya adalah superioritas genotipnya. Oleh karena itu
perlu teknik-teknik khusus agar tanaman yang dipilih adalah tanaman yang unggul tidak
hanya fenotipnya tetapi lebih penting unggul genotipnya. Pemulia akan tertarik jika
keragaman populasi disebabkan oleh adanya perbedaan genetik antara individu-individu
atau famili-famili dalam populasi, sehingga kemajuan seleksi dapat ditingkatkan karena
frekuensi gen terhadap sifat yang diperbaiki akan semakin meningkat. Dengan teknik
analisis dan rancangan persilangan akan memudahkan pemulia dalam menjalankan
program pemuliaan, sehingga program pemuliaan yang merupakan pekerjaan besar dapat
dilaksanakan dengan efisien dan efektif.
II. DASAR-DASAR STATISTIKA
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menyelesaikan perhitungan-
perhitungan yang berhubungan dengan statistika diskripsi, uji keragaman dan uji beda nyata, korelasi
dan regresi sederhana secara benar.
B. Indikator
1. Menghitung Statistika deskripsi
2. Menghitung Analisis keragaman
3. Menganalisis dengan Uji F dan Uji-t
4. Menghitung dan mengaplikasikan Korellasi dan regresi sederhana
C. Sub Materi Pokok :
1. Peranan Statistika dalam Pemuliaan Tanaman
2. Statistika Diskripsi
3. Analisis Keragaman
4. Analisis Korelasi dan Regressi
2. 1. Peranan Statistika dalam Pemuliaan Tanaman
Statistika mempunyai peranan yang penting dalam program perbaikan tanaman melalui
program pemuliaan tanaman. Statistika merupakan suatu alat yang digunakan oleh pemulia
tanaman untuk mendapatkan atau menimbulkan data, menata data, analisis, interpretasi, dan
menyimpulkan hasil interpretasi datanya. Statistika juga merupakan suatu alat untuk
memecahkan masalah-masalah yang ada dalam perbaikan sifat melalui program pemuliaan.
Pemulia sering menghadapi materi atau bahan pemuliaan terutama berupa galur atau populasi
yang besar yang harus dievaluasi dalam waktu yang bersamaan. Perbaikan tanaman harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga diperoleh pendugaan ragam genetik dengan
ketelitian yang besar supaya dapat memberikan hasil seperti yang diprogramkan. Selain itu
pemulia sering mempunyai benih masing-masing galur atau varietas dalam jumlah yang
berbeda. Pemulia sering melakukan percobaan dengan jumlah galur dan ulangan yang sama di
semua lokasi yang didasarkan pada jumlah benih yang paling sedikit atau pemulia melaksanakan
percobaan dengan jumlah galur yang berbeda pada setiap lokasi atau dengan jumlah ulangan per
galur berbeda demikian juga jumlah galur per lokasi berbeda.
Dalam program pemuliaan tanaman, pemulia mempunyai tugas untuk memilih individu,
famili atau grup individu yang mempunyai karakter yang diinginkan untuk memperoleh varietas
yang lebih baik dari yang telah ada. Sifat atau karakter tanaman yang diinginkan ditentukan oleh
satu atau lebih gen. Penampilan suatu gen dipengaruhi oleh lingkungan dan menjadi lebih rumit
jika terdapat interaksi antara genotip dan lingkungan. Genotip merupakan kumpulan gen-gen
yang terdapat pada individu-individu, sedangkan lingkungan adalah faktor bukan genotip yang
mempengaruhi nilai penampakan (fenotip). Pemulia tanaman lebih tertarik untuk mengkaji
seberapa besar pengaruh genotip terhadap fenotip. Pemulia akan tertarik jika keragaman populasi
disebabkan oleh adanya perbedaan genetik antara individu-individu atau famili-famili dalam
populasi, sehingga kemajuan seleksi dapat ditingkatkan karena frekuensi gen terhadap sifat yang
diperbaiki akan semakin meningkat. Pemulia harus bisa memisahkan pengaruh lingkungan dari
faktor genetik dengan jalan menghomogenkan faktor lingkungan, sehingga keragaman fenotip
yang dapat diamati atau diukur lebih dominan disebabkan oleh faktor genetik. Dengan bantuan
statistika, maka masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan, misalnya dengan metode kuadrat
terkecil atau menggunakan rancangan perkawinan tertentu.
Dua hal yang menjadi fokus dalam statistika yaitu nilai tengah atau tendensi sentral atau
rata-rata dan keragaman. Nilai tengah merupakan wakil nilai suatu populasi atau sampel,
sedangkan keragaman merupakan perbedaan-perbedaan nilai pengamatan atau pengukuran
antara individu yang satu dengan lainnya dalam suatu sampel atau populasi akibat berbagai
sebab. Dalam program pemuliaan, setiap analisisnya juga bermuara pada nilai tengah dan
keragaman ini juga. Misalnya untuk mengkaji adanya kemajuan seleksi, maka nilai respon
seleksinya diperoleh dari selisih nilai tengah populasi yang telah diperbaiki dengan populasi
asalnya. Kajian keragaman dalam program pemuliaan tanaman lebih difokuskan pada ragam
yang disebabkan oleh faktor genetik terutama faktor genetik aditifnya. Dasar-dasar Statistika
yang sering digunakan dalam program pemuliaan tanaman adalah Statistika Diskripsi, Analisis
Keragaman, dan Analisis Korelasi-Regresi.
2.2. Statistika Diskripsi
Analisis statistika ini sering digunakan dalam mencandra atau mendiskripsi suatu
tanaman baik yang berupa varietas liar, varietas lokal, galur, varietas unggul, varietas hasil
introduksi atau jenis lainnya agar dapat gambaran tentang bahan yang akan digunakan dalam
program pemuliaan atau hasil dari program pemuliaan. Statistika diskripsi terdiri dari nilai rata-
rata, simpangan baku, keragaman, nilai minimum, nilai maksimum, jarak pengukuran, dan
koefisien keragaman. Nilai rata-rata yang sering digunakan adalah nilai rata-rata hitung yaitu
perbandingan antara total nilai pengamatan dengan banyaknya data pengamatan.
Contoh :
Dari data berikut ini, hitunglah nilai rata-rata, varian, simpangan baku, jarak pengukuran, dan
koefisien keragamannya serta tentukanlah varietas mana (lokal atau unggul) yang produksinya
tinggi tetapi ragamnya rendah !
Varietas Lokal : 8 6 19 10 11 12 15
Varietas Unggul : 15 20 17 16 18 21 18
Untuk Varietas Lokal
Nilai rata-rata = 81/7 = 11,6
Varian = S2 = = 19 dan simpangan baku = S = = 4,35
Jarak pengukuran = 19 – 6 =13 dan koefisien keragaman (KK) = = 38 %
Untuk Varietas Unggul
Nilai rata-rata = 125/7 = 17,9
Varian = S2 = = 4,48 dan simpangan baku = S = = 2,12
Jarak pengukuran = 21 - 15 = 6 dan koefisien keragaman (KK) = = 12 %
Jadi varietas yang rata-ratanya tinggi dan ragamnya rendah adalah varietas unggul.
2.3. Analisis Keragaman
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memberikan
pengaruh yang sama atau berbeda terhadap parameter tertentu yang telah ditetapkan pada taraf
nyata tertentu. Analisis keragaman ini sangat tergantung pada rancangan yang digunakan
terutama menyangkut sumber keragamannya. Analisis keragaman dalam bidang pemuliaan
tanaman sangat penting terutama untuk menduga besarnya keragaman dan lebih spesifik lagi
keragaman yang diakibatkan oleh faktor genetik (2G) atau komponen ragam genetik yaitu ragam
aditif (2A), ragam dominan (2
D), dan ragam interaksi atau epinastinya (2I). Disamping itu
analisis keragaman juga digunakan untuk menduga ragam lingkungan (2E) dan ragam fenotip
(2P). Demikian juga bersama analisis peragam, analisis ragam digunakan untuk menduga
besarnya koefisien korelasi genotip. Dalam pendugaan keragaman genotip, bagian analisis
keragaman yang tidak kalah pentingnya yaitu tentang nilai harapan kuadrat tengah karena
dengan mengetahui nilai harapan kuadrat tengahnya pemulia dapat melakukan pendugaan ragam
sesuai dengan yang dibutuhkan.
Tabel 1. Analisis Keragaman untuk Rancangan Acak Kelompok Lengkap
S.K. D.B. JK KT. NHKT
Blok .r - 1 JKB KTB 2e + g2
B
Genotipe .g – 1 JKG KTG 2e + r2
G
Error .(g – 1)(r-1) JKE KTE 2e
Total .g.r - 1 JKT
KTG = 2e + r2
G ==> r2G = KTG - 2
e ==> 2e = KTE
2G = (KTG – KTE) / r
Tabel 2. Analisis Keragaman untuk Rancangan Acak Kelompok Lengkap Faktorial
Model Acak
S.K. D.B. JK KT. NHKT
Blok .r – 1 JKB KTB 2e + g.2
B
Genotipe .g – 1 JKG KTG
Jantan (M) .m – 1 JKM KTM 2e + r2
MF + r.f. 2M
Betina (F) .f – 1 JKF KTF 2e + r2
MF + r.m. 2F
M x F .(m-1)(f-1) JKMxF KTMF 2e + r2
MF
Error .(m.f – 1)(r-1) JKE KTE 2e
Total .g.r – 1=59 JKT
KTMF = 2e + r2
MF ==> 2MF = (KTMF - KTE) / r
KTF = 2e + r2
MF + r.m. 2F ==> KTF = KTE + r ( ) + r.m. 2
F
KTF = KTE + KTMF – KTE + r.m. 2F ==> KTF = KTMF + r.m. 2
F
2F = (KTF - KTMF) / (r.m)
2M = (KTM - KTMF) / (r.f)
Contoh
1. Suatu percobaan untuk menguji 15 galur kacang tanah telah dilakukan, masing-masing
galur diulang 3 kali. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap.
Dugalah besarnya ragam genotip untuk jumlah polong per tanaman dari tabel anova
berikut ini:
Tabel 3. Hasil Analisis Keragaman RAK untuk 15 Galur Kacang Tanah
Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Blok 2 60,4 30,2
Genotipe 14 100,8 7,2
Error 28 39,2 1,4
Total 44 200,4
2G = (KTG – KTE)/r = (7,2 – 1,4) / 3 = 1,933
Apabila diketahui nilai rata-rata jumlah polong per tanaman adalah 20, maka nilai
koefisien keragaman genetik (KKG) = ( )*100% KKG =( / 20)*100% =
6,95%
Seorang pemulia tanaman sedang mengevaluasi 10 galur kacang tunggak pada generasi
lanjut (F8). Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, masing-masing
galur diulang 5 kali. Berdasarkan hasil analisis dari data pengamatan jumlah polong per
tanaman diperoleh hasil analisis keragaman sbb:
Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Blok 4 82,23 20,558
Genotipe 9 198,67 22,074
Error 36 156,45 4,346
Total 49 437,35
Hitunglah nilai duga heritabilitasnya dan jelaskan maknanya !
2. Suatu percobaan untuk menguji galur murni kacang tunggak yang akan digunakan
hibridisasi yang terdiri dari 5 galur murni sebagai tetua jantan dan 5 galur murni sebagai
tetua betina, masing-masing diulang 3 kali dan rancangan yang digunakan yaitu
rancangan acak lengkap. Dugalah besarnya 2F, 2
M , 2FM dari hasil analisis keragaman
berikut ini:
Tabel 4. Hasil Analisis Keragaman RAL Faktorial untuk 5 Galur Kacang Tunggak
Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Jantan (M) 4 72,8 18,2
Betina (F) 4 64,4 16,1
Interaksi FxM 16 84,8 5,3
Error 50 110,0 2,2
Total 74 332,0
2M = (18,2 – 5,30)/15 = 0,86
2F = (16,1 – 5,30) / 15 = 0,72
2FM = (5,30 – 2,20) / 3 = 1,03
2.4. Analisis Korelasi dan Regresi
Analisis ini digunakan untuk mengkaji hubungan antar sifat atau peubah. Analisis
korelasi digunakan untuk mengkaji derajat hubungan keeratan antar sifat atau peubah yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi merupakan perbandingan antara
kovarian dengan simpangan baku masing-masing peubahnya. Analisis regresi digunakan untuk
mengkaji bentuk hubungan respon antara peubah bebas terhadap peubah terikat. Bentuk
hubungan antara peubah bebas terhadap peubah terikat ini dapat berupa hubungan yang linier
maupun yang non linier (kuadratik, kubik, kuartik, kuintik, dsb). Di dalam bidang pemuliaan
tanaman, analisis korelasi dan regresi ini banyak dimanfaatkan untuk mengkaji hubungan
kekerabatan baik intra maupun antar famili, penentuan sifat untuk seleksi tidak langsung, dll.
Koefisien dapat dibandingkan mana yang lebih tinggi derajat keeratannya jika koefisien
korelasinya berbeda nyata pada taraf nyata tertentu. Nilai koefisien korelasi (rx1x2) =
(terdapat hubungan antara variabel x1 dan x2) menggunakan uji t
Atau menggunakan tabel koefisien korelasi
Asumsi dasar korelasi diantaranya seperti tertera di bawah ini:
Kedua variabel bersifat independen satu dengan lainnya, artinya masing-masing variabel
berdiri sendiri dan tidak tergantung satu dengan lainnya. Tidak ada istilah variabel bebas
dan variabel tergantung.
Data untuk kedua variabel berdistribusi normal. Data yang mempunyai distribusi normal
artinya data yang distribusinya simetris sempurna.
Contoh:
Suatu percobaan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan keereatan antara jumlah
cabang produktif dan banyaknya polong per tanaman pada tanaman kacang tunggak
telah dilakukan. Dari hasil pengamatan 10 tanaman sampel didapatkan data sbb:
Cab. Prod (X1) : 7 9 6 10 11 9 11 10 9 8
Jum.Pol.(X2): 28 35 23 37 38 37 43 40 37 33
Hitung besarnya koefisien korelasi antar kedua sifat tersebut dan buktikan apakah kedua sifat tsb
mempunyai hubungan keeratan atau tidak pada taraf nyata 5% !
X1 X2(x1i- ) (x2i- ) Cov (x1i- )2 (x2i- )2
7 28 -2 -7,1 14,2 4 50,419 35 0 -0,1 0 0 0,016 23 -3 -12,1 36,3 9 146,41
10 37 1 1,9 1,9 1 3,6111 38 2 2,9 5,8 4 8,419 37 0 1,9 0 0 3,61
11 43 2 7,9 15,8 4 62,4110 40 1 4,9 4,9 1 24,019 37 0 1,9 0 0 3,618 33 -1 -2,1 2,1 1 4,41
90 351 0 0 81 24 306,99 35,1
Uji beda nyata koefisien korelasi:
ttabel 0,05(8) = 2,306
Karena t-hit > t-tab. berarti kedua sifat tersebut mempunyai hubungan keeratan yg nyata pada
taraf nyata 5%. Perubahan pada jumlah cabang akan menyebabkan perubahan pada jumlah
polong per tanaman.
Koefisien regresi dapat dihitung menggunakan rumus:
Koefisien (b) =
Contoh:
Suatu percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Dosis pupuk Urea terhadap
produksi padi. Adapun dosis pupuk Urea yg digunakan (kw/ha) dan produksi padi (kw/ha) sbb:
Dosis pupuk(X) Produksi (Y)
1,0 35,51,1 36,01,2 36,31,3 36,51,4 37,01,5 37,61,6 38,01,7 38,41,8 38,91,9 39,32,0 39,5
Buatlah persamaan garis regresinya dan buat pula analisis keragamannya pada taraf nyata 5% !
x y x*y X2 Y2 (x- )2
1 35,5 35,50 1,00 1260,25 0,251,1 36,0 39,60 1,21 1296,00 0,161,2 36,3 43,56 1,44 1317,69 0,091,3 36,5 47,45 1,69 1332,25 0,041,4 37,0 51,80 1,96 1369,00 0,011,5 37,6 56,40 2,25 1413,76 0,001,6 38,0 60,80 2,56 1444,00 0,011,7 38,4 65,28 2,89 1474,56 0,041,8 38,9 70,02 3,24 1513,21 0,091,9 39,3 74,67 3,61 1544,49 0,162 39,5 79,00 4,00 1560,25 0,25
16,5 413,0 624,08 25,85 15525,46 1,101,5 37,5
624,08 – ((16,5)(413,0))/11 4,58b1 = ----------------------------------- = ---------- = 4,164
25,85 – ((16,5)2 /11) 1,1
bo = 37,55 – (4,164)(1,5) = 31,3
Jadi persamaan garis regresinya Y = 31,3 + 4,164 X
Analisis keragaman regresi linier
JK total = 15525,46 – 15506,27 = 19,1873
JK regresi = (4,164)2 (1,1) = 19,0695
JK galat = 19,1873 – 19,0695 = 0,1178
S.K DB JK KT Fhit Ftabel
Regresi 1 19,0695 19,0695 1456,7 5,12
Galat 9 0,1178 0,0131
Total 10 19,1873
Koefisien determinasi (R2) = Jkregresi/Jktotal = 19,0695/19,1873 = 0,994
III. HERITABILITAS DAN ESTIMASINYA
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjellaskan dengan bennar
pengertian dan macam-macam heritabilitas, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai duga heritabilitas dan
dapat meyelesaikan dengan benar pendugaan besarnya heritabilitas.
B. Indikator
1. Menjelaskan Pengertian heritabilitas
2. Menjelaskan Macam-macam heritabilitas
3. Menjelaskan Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai duga heritabilitas
4. Menghitung nilai duga heritabilitas dengan berbagai metode estimasi
5. Menjelaskan hubungan heritabilitas dan pemuliaan tanaman
C. Sub Materi Pokok :
1. Konsep Heritabilitas
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Heritabilitas
3. Metode Estimasi Nilai Heritabilitas
3.1. Konsep Heritabilitas
Suatu gen tidak dapat menampakkan sifatnya tanpa ada lingkungan yang cocok.
Demikian pula lingkungan tidak dapat menghasilkan suatu sifat tanpa adanya gen yang
mengatur sifat tersebut. Oleh karena itu, kita harus dapat mengenali apakah keragaman yang
tampak terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dimiliki individu-individu yang
berlainan dan apakah keragaman sifat lain terutama disebabkan oleh lingkungan tempat
individu-individu tersebut tumbuh.
Guna mendapatkan gambaran secara kuantitatif; pertama kita harus mengerti benar
pengaruh lingkungan dan gen terhadap keragaman. Kita andaikan suatu keadaan genetik
yang konstan dan dipelajari pengaruh lingkungan terhadap perubahan proporsi
keragamannya. Dalam gambar diasumsikan perbedaan nilai rerata tetua suatu hibrida sebesar
RR : 2 Rr : rr1 (6)2 + (2(0)2 + 1 (6)2
= 18 4
12 unit (P1 = 50 unit dan P2 = 62 unit) dikendalikan oleh varian genetik dapat dihitung,
yaitu :
Dalam contoh diatas, diasumsikan semua keragaman disebabkan oleh sifat genetik. Jadi
heritabilitasnya 100% dan tiap genotipe dapat digambarkan dengan histogram. Apabila
lingkungan berpengaruh pada keragaman, maka genotipe-genotipe tidak dapat digambarkan
dengan histrogram, akan tetapi lebih tepat dengan kurva. Jadi heritabilitas menunjukkan
proporsi keragaman fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genetik atau nisbah keragaman
genetik terhadap total keragaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif, sebagai berikut :
H2 = =
Dimana 2G, adalah varian genetik dan 2
E adalah varian lingkungan.
Semakin kecil heritabilitas, makin besar tumpang tindih antar kelas dan makin sulit
membedakan genotipe berdasarkan fenotipenya walaupun dikendalikan oleh satu gen.
Semakin kecil heritabiltas, kurvanya semakin mendekati kurva normal. Hal ini
menggambarkan betapa sulitnya untuk melakukan seleksi apabila heritabilitas rendah.
Heritabilitas dapat digolongkan atas dua macam tergantung dari varian genetik yang
digunakan acuan untuk menghitung nilai heritabilitas tersebut. Heritabilitas arti luar (H2),
apabila yang digunakan adalah varian genetik total. Jadi,
Apabila varian adit1if yang digunakan untuk menghitung nilai tersebut, maka disebut
heritabilitas arti sempit dan oleh Wright disimbulkan dengan h2. Jadi,
1 (6)2 + (2 . 3)2 + 1 (6)2
= 27 4
Oleh karena itu, agar h2 dapat dihitung, maka varian genetik total perlu dipecah menjadi
komponen varian genetik (varian aditif, varian dominan dan varian interaksi); yang berarti
pendugaannya lebih kompleks. Pendugaan nilai dapat dilakukan melalui tetua homozigot
dan backcross atau dengan menggunakan rancangan persilangan. Nilai h2 ≤ H2.
Nilai heritabilitas sangat berguna untuk meramalkan kemajuan suatu metode
seleksi. Kemajuan seleksi prediksi akan lebih mendekati kemajuan seleksi aktual apabila
digunakan nilai heritabilitas arti sempit (h2). Hal ini disebabkan varian aditif yang digunakan
untuk mendapatkan nilai h2 mengambarkan variasi antar allel dan semakin tinggi variasi
tersebut, maka semakin mudah kita memisahkan allel – allel yang berkenan dengan allel
yang tidak berkenan melalui suatu metode seleksi. Sementara, H2 menggabarkan variasi
genetik total, dimana tidak dapat dipisahkan pengaruh aditif, dominan dan interaksi.
pengaruh bukan aditif ini besar pula kontribusinya dalam menentukan varian genetik total,
sehingga biasanya akan lebih besar. Oleh karenanya, nilai h2 lebih bermanfaat daripada nilai
H2.
3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Heritabilitas
Sebelum pemulia tanaman menduga nilai heritabilitas suatu sifat tanaman perlu
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi nilai duganya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai duga heritabilitas yaitu:
1. Struktur atau macam populasi
2. Cara pengambilan informasi
3. Metode perhitungan yang digunakan
Besarnya nilai duga heritabilitas sangat ditentukan oleh struktur atau macam populasinya.
Suatu sifat tanaman akan mempunyai nilai duga heritabilitas yang berbeda jika dilakukan pada
struktur atau macam populasi yang berbeda. Nilai heritabilitas untuk suatu sifat tertentu akan
berbeda jika diduga dari populasi dasar dengan populasi segregasi atau populasi generasi lanjut.
Nilai heritabilitas untuk tinggi tanaman pada F1 mungkin akan berbeda jika diduga pada
populasi F7. Demikian juga nilai heritabilitas akan berbeda jika jumlah atau macam sampel
yang digunakan berbeda. Pada populasi segregasi membutuhkan jumlah sampel yang lebih besar
jika dibandingkan pada populasi dasar atau populasi generasi lanjut. Untuk menduga besarnya
nilai heritabilitas banyak metode perhitungan yang dapat digunakan. Oleh karena itu nilai
heritabilitas juga akan berbeda jika metode perhitungan yang digunakan berbeda.
3.3. Metode Estimasi Nilai Heritabilitas
Beberapa cara yang bisa digunakan untuk menduga nilai heritabilitas yaitu:
1. Regresi antara keturunan dan tetua
Tetua -------------- Keturunan
Independent dependent
Y = a + b x
b = koefisien regresi (h2 arti sempit)
Apabila tetua yang digunakan keduanya, berarti
Y, variabel tergantung, apabila n keturunan berasal dari x, sehingga
, maka h2 = b
Apabila salah satu tetua, maka h2 = 2 b
Syarat : Tetua dan keturunan harus ditanam bersamaan (pada lingkungan yang sama).
Apabila ditanam pada lingkungan berbeda (Tetua ditanam lebih dahulu untuk
menghasilkan keturunan, maka perhitungan regresi menggunakan standar unit (data
distandarisasi).
Jadi Yi dirubah menjadi yi, sehingga h2 yang dihitung harus dikoreksi dengan 2 r x y.
Rerata tetua h2 = b/2 r x y
2 r x y = 1 apabila regresi F2 ke F1 ------ h2 = b
2 r x y = ½ apabila regresi F3 - F2
F4 - F3 dst
Sehingga h2 = ½ b
2. Berdasarkan kemajuan seleksi (∆ G)
Kamajuan seleksi diperoleh dengan cara menanam hasil seleksi, Heritabilitas
yang diperoleh disebut dengan heritabilitas yang sebenarnya (Realized heritability). Hal
ini tidak berguna karena, kita mencari heritabilitas untuk meramalkan kemajuan seleksi.
3. Dari set populasi F1 dan F2 (Metode Burton)
Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi F1 dan F2. F1 merupakan turunan
pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan keduanya. Ragam fenotipe
(σ2p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2E) diduga dari σ2
F1. Ragam genotipe (σ2g)
diduga dari σ2p - σ2
E. Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri.
Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan
adalah sebagai berikut: 2F2 - 2
F1. Nilai heritabilitas (h2) dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
4. Menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2
Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi P1, P2, F1 dan F2 sering digunakan
oleh pemulia tanaman. P1 dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F1 merupakan
turunan pertama dari persilangan P1 dan P2; dan F2 merupakan turunan keduanya. Ragam
fenotipe (σ2p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2E) diduga dari (σ2
p1 + σ2p2 + σ2
F1)/3.
Ragam genotipe (σ2g) diduga dari σ2
p - σ2E. Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri. Keunggulan metode ini
adalah populasi yang digunakan tidak terlalu besar. Sedangkan kelemahan metode ini
adalah sulit dilakukan untuk tanaman yang secara teknis susah penyerbukan silang
buatan. Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Nilai
heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20 %; cukup tinggi pada 20-50%;
tinggi pada lebih dari 50%. Akan tetapi nilai-nilai ini sangat tergantung dari metode dan
populasi yang digunakan.
5. Metode Mahmud-Kramer (Broad Sense – per tanaman)
Kadang-kadang populasi F1 sangat sedikit diperoleh, sehingga metode ini sangat baik
untuk diterapkan. Pendugaan heritabilitas menggunakan data populasi P1, P2, dan F2. P1
dan P2 merupakan galur murni, sedangkan F2 merupakan turunan kedua. Ragam fenotipe
(σ2p) diduga dari σ2
F2. Ragam lingkungan (σ2E) diduga dari √(σ2
P1)( σ2P2). Ragam genotipe
(σ2g) diduga dari σ2
p - σ2E. Metode ini sering dilakukan untuk tanaman menyerbuk sendiri.
Heritabilitas yang diduga merupakan heritabilitas dalam arti luas. Cara perhitungan
adalah sebagai berikut:
6. Dari beberapa genotipe yang seragam
Misal : ada 5 varietas padi (IR 64, IR 70, IR 26, Cisedane, dan Kuning aceh).
Dilakukan percobaan berulangan (r) dengan metode RCBD
a. Atas dasar rata-rata plot
Data di analisa dengan anova, sebagai berikut :
Tabel 5. Nilai Harapan Kuadrat Tengah atas Dasar Rata-rata Plot
S.K DB JK KT NHKT
Blok r - 1 JKB KTB
Genotipe g - 1 JKG KTG
Acak (r–1) (g–1) JKA KTA
( h2 arti luas )
b. Atas dasar individu (data setiap sampel dianalisa)
Misal jumlah sampel = S
ANOVA sebagai berikut :
Tabel 6. Nilai Harapan Kuadrat Tengah atas Dasar Individu
SumberRagam
DB JK KT NHKT
Blok r - 1 JKB KTB
Genotipe g - 1 JKG KTG
G x B (r–1) (g–1) JKBG KT(BG)
Acak (s – 1)rg JKE KTE
KTG = KTG = KTBG - rs2G
rs2G = KTG – KTBG
2G = (KTG – KTBG)/r.s
7. Menggunakan tetua silang balik (Metode Backcross-J. Warner)
Populasi yang diikutkan meliputi kedua tetua homozigot, F1 , F2 dan kedua hasil back
cross (BC1 dan BC2) varian genotipe dan varian fenotipe untuk populasi tersebut, sebagai
berikut :
Tabel 7. Keragaman Genotip dan Fenotip pada Back Cross
Populasi Varian G Varian P
P1 (tetua 1) 0
P2 (tetua 2) 0
F1 0
F2 +
BC1 + BC2
Metode ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan heritabilitas dalam arti sempit.
dimana σ2F2 merupakan ragam diantara tanaman populasi F2 single cross P1 x P2; σ2
B1
merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 1 (F1 x P1); σ2B2
merupakan ragam diantara tanaman populasi back cross dengan tetua 2 (F1 x P2); 2 σ2F2 –
(σ2B1 + σ2
B2) merupakan komponen ragam genetik aditif (σ2A); σ2
F2 merupakan ragam
fenotipe.
h2(ns) = (2*109 – (81,6+102)) / 109
8. Metode Kalton, Smit dan LeffelPada tanaman yang membiak secara vegetatif atau tanaman hasil mutasi, metode ini
merupakan metode alternatif yang dapat digunakan. Ragam lingkungan diduga
menggunakan ragam antar klon (σ2S0 = σ2
C), sedangkan ragam fenotipe diduga dari turunan
hasil selfing klon atau hasil mutasi dari klon (σ2S1).
Cara perhitungan adalah sebagai berikut:
9. Pendugaan Heritabilitas Menggunakan Pendugaan Komponen Ragam
Tabel 9. Anova dan Nilai Harapan Percobaan pada berbagai kombinasi Lokasi dan MusimNo Sumber Keragaman DB KT Nilai Harapan1 Satu lokasi satu musim
Ulangan (r-1)
Genotipe (G) (g-1) M2 2e + r2
G
Galat (r-1)(g-1) M1 2e
2. Satu lokasi beberapa musimMusim (M) (m-1)Ulangan/M m(r-1)Genotipe (G) (g-1) M3 2
e + r2gm + rm2
g
G x M (g-1)(m-1) M2 2e + r2
gl
Galat m(r-1)(g-1) M1 2e
3. Satu musim beberapa lokasiLokasi (L) (l-1)Ulangan/L l(r-1)Genotipe (G) (g-1) M3 2
e + r2gl + rl2
g
G x L (g-1)(l-1) M2 2e + r2
gl
Galat l(g-1)(r-1) M1 2e
4. Beberapa musim beberapa lokasiLokasi (L) (l-1) M9
Musim (M) (m-1) M8
L x M (l-1)(m-1) M7
Ulangan/LM lm(r-1) M6
Genotipe (G) (g-1) M5 2e + r2
lgm + rm2lg +
rl2mg + rlm 2
g
L x G (l-1)(g-1) M4 2e + r2
lgm + rm2lg
M x G (m-1)(g-1) M3 2e + r2
lgm + rl2mg
L x M x G (l-1)(m-1)(g-1) M2 2e + r2
lgm
G x ulangan/LM (g-1)(r-1)lm M1 2e
Pada percobaan satu lokasi dan satu musim, maka heritabilitas dapat diduga dengan perhitungan sebagai berikut:
IV. RANCANGAN PERKAWINAN (MATING DESIGN) DAN
PENDUGAAN KOMPONEN RAGAM GENETIK
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar perbedaan
antara rancangan persilangan I, II, dan III serta dapat menghitung dengan benar ragam aditif, ragam
dominan, dan heritabilitas arti sempit
B. Indikator
1. Menjelaskan perbedaan antar rancangan persilangan
2. Menghitung menggunakan Metode rancangan persilangan I
3. Menginterpretasikan hasil perhitungan rancangan persilangan I
4. Menghitung menggunakan Metode rancangan persilangan II
5. Menginterpretasikan hasil perhitungan rancangan persilangan II
6. Menghitung menggunakan Metode rancangan persilangan III
7. Menginterpretasikan hasil perhitungan rancangan persilangan III
C. Sub Materi Pokok :
1. Pengertian
2. Rancangan Persilangan I
3. Rancangan Persilangan II
4. Rancangan Persilangan III
5. Rancangan Persilangan IV
4.1. Pengertian
Keberhasilan suatu program pemuliaan tanaman untuk menciptakan varietas unggul baru
tergantung pada peran gen dan bentuk-bentuk interaksi genotip dan lingkungan. Agar sasaran,
kemudahan analis data, dan keefisienan program pemuliaan tercapai dengan hasil yang
maksimum, maka seorang pemulia perlu merencanakan dan merancang program pemuliaan yang
akan dijalankan. Hal ini perlu diperhatikan karena setiap program pemuliaan merupakan
pekerjaan yang besar, yang membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang banyak. Untuk
keperluan rancangan yang baik, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan terutama
ulangan, pengeblokan, pengacakan, dan unit kontrol. Langkah-langkah desain didasarkan pada
keadaan persoalan yang dihadapi. Untuk mempermudah kerja pemulia dalam melaksanakan
program perlu menyusun langkah-langkah yang jelas yaitu merumuskan secara jelas persoalan
yang dihadapi, menyusun latar belakang yang berhubungan dengan program, rancangan
program, melaksanakan penelitian, menganalisa data hasil pengamatan dan menginterpretasikan
hasil analisis data serta mengambil kesimpulan. Setiap tahap dalam program pemuliaan perlu
perencanaan dan rancangan yang jelas agar hasil dari program pemuliaan secara keseluruhan
dapat berhasil dengan baik.
Dalam usaha peningkatan kemampuan suatu karakter tanaman penting untuk diketahui
oleh pemulia tanaman yaitu pendugaan ragam genetik dari suatu karakter, misalnya kemampuan
hasil, tinggi tanaman, berat butir biji, kandungan unsur, dan ketahanan terhadap faktor yang
kurang menguntungkan. Informasi mengenai keragaman genetik dapat memberikan gambaran
secara umum bagi pemulia tanaman akan kemungkinan peningkatan kemampuan tanaman
terlepas dari system kerja gen yang bersangkutan dengan karakter tanaman yang diperbaiki yaitu
apakah keragaman genetik aditif, dominan, atau keragaman genetik interaksi. Pendugaan
keragaman genetik dapat secara akurat apabila pembuatan rancangannya memenuhi kaidah-
kaidah baik mengenai sistem perkawinan , pembuatan plot, pengambilan sample, jumlah
ulangan, pengacakan dan lain-lain.
Pengetahuan akan komponen-komponen varian aditif, dominan, dan interaksi yang
menjadi bagian dari varian genetik total, memerlukan rancangan persilangan yang khusus dibuat
untuk itu, misalnya rancangan persilangan dialel, rancangan persilangan North Carolina I, II,
dan III dari Comstock dan Robinson. Untuk dapat menafsirkan komponen varian dari rancangan
secara genetik, perlu diterjemahkan dulu ke dalam kovarian kekerabatan. Bila keturunan dari
suatu system perkawinan ditanam pada suatu lingkungan sebagai percobaan yang berulang,
maka analisis keragaman dari pengamatannya dapat dipakai untuk menaksir komponen
keragaman dari kovarian.
Untuk dapat mengetahui besarnya koefisien kekerabatan seperti koefisien kekerabatan
saudara kandung (FS) dan saudara tiri (HS), maka dengan asumsi varian interaksi = 0, dapat
ditaksir besarnya varian genetic yang terdiri dari varian aditif (2A ) dan varian dominan (2
D ),
dimana besarnya cov (HS) = ¼ 2A dan cov (FS) = ½ 2
A + ¼ 2D, sehingga dapat ditaksir
besarnya nilai kovarian kekerabatannya. Dengan mengembangkan sistem perkawinan maka
dapat dikembangkan bermacam-macam hubungan kekerabatan. Populasi yang dipakai dapat
berasal dari persilangan antara dua galur homosigot atau campuran genetic dari banyak galur
homosigot.
Dengan menggunakan pasangan yang tidak berkerabat, tersedia banyak rancangan
perkawinan yang dapat dianalisis dengan prosedur statistik baku. Rancangan persilangan yang
biasa digunakan adalah yang dapat dengan mudah dianalisis dengan prinsip-prinsip dan
prosedur statistik baku, antara lain rancangan Dialel dan rancangan persilangan I, II, dan III.
4.2. Rancangan Persilangan I
Rancangan Persilangan I (North Carolina I = NCI), tiap anggota dari suatu kelompok
tetua dipakai sebagai pejantan dikawinkan dengan f tanaman betina. Setiap tetua betina tidak
diperkenankan dikawinkan dengan lebih dari satu tetua jantan. Populasi yang dipakai adalah
generasi F2 dari perkawinan antara dua galur murni. Rancangan NC I ini lebih cepat untuk
menaksir varian aditif (2A).
Tabel 8. Analisis Keragaman untuk Rancangan Persilangan I (NC I)
Sumber Keragaman Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
Nilai Harapan Kuadrat Tengah
Set .s - 1
Ulangan dalam set .s(r – 1)
Pejantan dlm set .s(m – 1) KTP 2e + n2
p + n.r.2f + nrf2
m
Betina dlm Pejantan dlm set .sm(f – 1) KTB/P 2e + n2
p + n.r.2f
Ulangan x Betina .s(m.f-1)(r-1) KTUxB 2e + n2
p
Error (m.f-1)(r-1) KTE 2e
2P = (KTp – KTb/p) / (r.f)
2P = Cov (HS) = ¼ 2
A
2A = 4 cov (HS) = 4 2
P
2A = (4 (KTp - KTb/p) / (r.f)
Tabel 9. Data Hasil Pengamatan untuk Rancangan Persilangan I
Ulangan 1 Ulangan 2 TOTALSet M P M1 M2 M1 M2 M1 M2 TOTAL1 1 1 3,6 3,8 3,5 3,1
2 3,4 3,6 3,7 3,23 3,1 3,2 3,6 3
10,1 10,6 10,8 9,3 20,9 19,9 40,82 1 3,2 3 2,5 2,5
2 3,1 2,8 2,6 2,13 2,9 2,5 2,5 2,2
9,2 8,3 7,6 6,8 16,8 15,1 31,93 1 4,2 3,8 4,5 3,5
2 4 4,2 4,6 3,43 3,9 3,9 5,1 3,5
12,1 11,9 14,2 10,4 26,3 22,3 48,662,2 59,1 121,3
2 1 1 2,6 3,4 2,5 2,12 2,5 3,8 2,1 2,73 2,3 4 2 3
7,4 11,2 6,6 7,8 14 19 332 1 2,7 3 2,5 2,5
2 3 3,5 2 2,93 3,4 3,7 2,4 3
9,1 10,2 6,9 8,4 16 18,6 34,63 1 3,5 4 3,5 3,4
2 3,7 4,6 3,7 43 4 4,8 4,1 4,2
11,2 13,4 11,3 11,6 22,5 25 47,562,5 52,6 115,1
236,4
FK = 236,42 / 72 = 776,18
JKTotal = (3,62 + 3,42 + … + 4,02 + 4,22) – FK = 813,46 – FK = 37,28
JKSet = [(121,3)2 + (115,1)2] / 36 – FK = 776,71 – FK = 0,53
JKUlangan dlm Set = (62,22 + 59,12 + 62,52 + 52,62 ) / 18 – JKSet tdk terkoreksi
= 779,70 – 776,71 = 2,99
JKJantan dlm Set = [(40,82 + … + 47,52) / 12] – JKSet tdk terkoreksi = 798,89 – 776,71 = 22,18
JKBetina dlm Jantan = [(20,92 + 19,92 + … + 25,02)/6] – JKJantan dlm Set tdk terkoreksi
= 803,71 – 798,89 = 4,82
JKUlangan x Betina = ((betina/Jantan) x Ulangan dlm Set) – JKBetina dlm Jantan tdk terkoreksi –
JKUlangan dlm Set tdk terkoreksi + JKSet tdk terkoreksi
= [(10,12 + 10,62 + … + 11,62)/3] – 803,71 – 779,70 + 776,71 = 3,21
JKError = JKTotal – JKLainnya = 3,55
Tabel 10. Hasil Analisis Keragaman untuk Rancangan Persilangan I (NC I)
Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Set s-1= 1 0,53 0,53
Ulangan dlm Set S(r-1) = 2 2,99 1,44
Pejantan dlm Set S(m-1) = 4 22,18 5,54
Betina dlm Jantan dlm Set Sm(f-1)=6 4,82 0,80
Ulangan x Betina S(mf-1)(r-1)=10 3,21 0,32
Error Smfr(n-1)=48 3,55 0,07
Total Smfrn-1 37,28
2M = (KTPejantan dlm Set – KTBetina dlm Set) / (f.r.n) = (5,54 – 0,80)/(2x2x3) = 0,395
2F = [(KTF/M/S – KTUl x Betina) / (nxr) = (0,80 – 0,32) / (3x2) = 0,08
2M = 0,5 2
A ==> 2A = 4 2
M = 4(0,395) = 1,58
2F = 0,25 (2
A + 2D) ==> 2
A + 2D = 4 2
F
2D = 4 2
F - 4 2M = 4 (2
F - 2M ) = 4(0,80 – 0,395) = -1,26
4.3. Rancangan Persilangan II
Rancangan ini biasa digunakan untuk tanaman yang mempunyai banyak bunga betina
dalam tiap tanamannya. Bahan yang digunakan juga dari tanaman F2 hasil persilangan 2 galur
murni. Satu set dari m.f keturunan merupakan hasil persilangan antara m jantan dengan f betina,
artinya tiap dari anggota kelompok tetua betina disilangi oleh tiap anggota dari kelompok jantan,
selanjutnya hasil dari persilangannya ditanam sebagai suatu percobaan dengan beberapa ulangan
yang ditanam pada suatu lingkungan tertentu. Rancangan persilangan dua ini lebih cocok untuk
menaksir varian genetik dominan. Adapun bentuk dari analisis dan penaksiran dari rancangan
persilangan II ini adalah sebagai berikut:
Tabel 11. Analisis Keragaman untuk Rancangan Persilangan II (NC II)
Sumber Keragaman Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
Nilai Harapan Kuadrat Tengah
Ulangan .r – 1
Genotip m.f – 1 KTG 2e + r 2g
Pejantan (P) .m – 1 KTP 2e + r2bp + r.f2p
Betina (B) .f - 1 KTB 2e + r2bp + r.m. 2b
Betina x Pejantan .m(f – 1) KTB x P 2e + r 2bp
Error (m.f-1)(r-1) KTE 2e
2bp = (KTbp – KTe) / (r)
2bp = ¼ 2D
2D = 4 2
BP
2D = (4 (KTbp – KTe)/r)
Cov(HS) = (KTb – KTbp) / (r.m)
2A = 4 cov (HS) = (4 (KTb – KTbp)/ (r.m)
Tabel 12. Data Pengamatan untuk Analisis Persilangan II (NC II)
M1 M2 M3F1 24 18 14
25 19 1523 19 14
F2 20 13 1022 14 1119 10 12
F3 27 21 1327 22 1528 20 18
Tabel 13. Analisis Keragaman untuk Rancangan Persilangan III (NC III)
ANOVAS.k. JK DB KT F P-value F crit
Betina (F) 207.407 2 103.704 54.902 2.2E-08 3.55456Jantan (M) 492.074 2 246.037 130.255 2E-11 3.55456F x M 17.7037 4 4.42593 2.34314 0.09385 2.92775Error 34 18 1.88889Total 751.185 26
Sample = F = tetua betina; Columns = M= tetua jantan; SS= Jumlah Kuadrat;
MS = Kuadrat Tengah; Berbeda nyata apabila P-value < 0.05 sehingga tetua jantan dan
tetua betina berbeda nyata sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%.
Jika F atau koefisien inbreeding = 0
Varian jantan = Covarian HS jantan = 1/4 Varian Aditif
Varian betina = Covarian HS betina = 1/4 Varian Aditif
Varian jantan*betina = Cov FS - Cov HS jantan - Cov HS betina = 1/4 Varian Dominan
Jika F = 1
Varian jantan = Cov HS jantan = 1/2 Varian Aditif
Varian betina = Covarian HS betina = 1/2 Varian Aditif
Varian jantan*betina = Cov FS - Cov HS jantan - Cov HS betina = Varian Dominan
Varian Jantan = (Kuadrat Tengah M - Kuadrat Tengah F*M) / r * f
Varian Betina = (Kuadrat Tengah F - Kuadrat Tengah F*M) / r * m
Varian Jantan*Betina = (Kuadrat Tengah FM - Kuadrat Tengah Error) / r
Varian jantan = (246.037 - 4.4259) / 3*3 = 26.8457
Varian betina = (103.7307-4.4259)/(3*3) = 11.0339
Untuk F = 0
Varian Dominan = 4 * Varian jantan*betina = (4*(4.4259-1.889))/3 = 3.38253
Jika Varian jantan dan betina berbeda berarti terdapat efek tetua betina atau maternal effect,
sehingga untuk menghitung Varian Aditif agar tidak bias sebaiknya menggunakan Varian betina.
Jadi Varian Aditif = 4 * Varian betina = 4 * 11.03387 = 44.1355
Varian Error = Kuadrat Tengah Error = 1.889
Heritabilitas arti sempit = Varian Aditif / (Varian Aditif + Varian Dominan + Varian Error) =
0.89331
Untuk F = 1
Varian Dominan = (4.4259 - 1.889)/3 = 0.84563
Varian Aditif = 2 * 11.03387 = 22.0677
Varian Error = Kuadrat Tengah Error = 1.889
Heritabilitas arti sempit = 22.06773/(22.06773+0.84563+1.8889) = 0.88975
Rancangan Persilangan III
Pada rancangan persilangan ini dipergunakan hasil persilangan balik dari tanaman-
tanaman F2 terhadap tetua galur murninya, yang mana tanaman-tanaman F2 itu diturunkan.
Tanaman F2 dipergunakan sebagai pejantan, anggota dari setiap pasangan mempunyai tanaman
F2 jantan yang sama tetapi berbeda induk galur murninya. Jadi disini diperlukan tiaga jenis
tetua, misalnya tetua A, B, dan C. Pertama, tetua C disilangkan dengan tetua B, hasil persilangan
B x C disilangkan dengan tetua A, maka keturunan dari persilangan ini yang digunakan untuk
analisis datanya.
Tabel 14. Data Pengamatan untuk Analisis Rancangan Persilangan III (NC III)
ulangan 1
ulangan 2
total total
pejantan betina 1 betina 2 betina 1 betina 2 betina 1 betina 21 4.2 3.8 3.8 6 8 9.8 17.82 5.7 3.7 5 3.5 10.7 7.2 17.9
total 9.9 7.5 8.8 9.5 18.7 17 35.717.4 18.3 35.7
1 5 3 4.6 2.5 9.6 5.5 15.12 3.7 4 1.8 5 5.5 9 14.5
total 8.7 7 6.4 7.5 15.1 14.5 29.615.7 13.9 29.6
1 4.7 4.8 4.4 4.8 9.1 9.6 18.72 3.7 3.5 4.6 3.2 8.3 6.7 15
total 8.4 8.3 9 8 17.4 16.3 33.716.7 17 33.7
1 4.2 5 4 5 8.2 10 18.22 4.5 2.2 3.8 2.1 8.3 4.3 12.6
total 8.7 7.2 7.8 7.1 16.5 14.3 30.815.9 14.9 30.8
total 67.7 62.1 130
FK = 526.5
JKT = 557.74-526.5 = 31.24
JKset = 529.3725-526.5 = 2.871
JKrep(set) = (17,4^2+18.3^2+ …+14,9^2)/4-crude set = 530.02 –529,37 = 0.65
JKbetina(set) = ((18.7^2+15.1^2+…+14.3^2)/4)-crude set = 530.50 – 529,37= 1,13
JKjantan(set) =((17.8^2+17.9^2+…+12.6^2)/4-crude set = 535.10 – 529,37= 5,73
JKinteraksi (MxF)dlm set = ((8^2+10.7^2+…+4.3^2)/2-crude male-crude female+ crude
set =15.48
JK error = 5,38
Tabel 15. Hasil Analisis Keragaman untuk Rancangan Persilangan III
Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung
Set 3 2,87 0,96 2,13
Ulangan dlm set 4 0,65 0,16 0,36
Betina(F) dlm set 4 1,13 0,28 0,62
Jantan (M) dlm set 4 5,73 1,43 3,18
F x M dlm set 4 15,48 3,87 8,60*
Error 12 5,38 0,45
Total 31 31,24
V. RANCANGAN DIALEL
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menghitung daya gabung umum dan
daya gabruung khusus, ragam aditif, ragam dominan dan resiproknya serta dapat menjelaskan perbedaan
antara analisis dialel I, II, III, IV, dan parsial
B. Indikator1. Menjelaskan pengertian dan aplikasi daya gabung umum, daya gabung khusus
2. Menghitung besarnya daya gabung umum dan khusus
3. Menjelaskan macam-macam analisis dialel
4. Menjelaskan perbedaan antar analisisdialel
5. Menghitung menggunakan Metode dialel I
6. Menginterpretasikan hasil analisis dialel I
7. Menghitung menggunakan Metode dialel II
8. Menginterpretasikan hasil analisis dialel II
9. Menghitung menggunakan Metode dialel III
10. Menginterpretasikan hasil analisis dialel III
11. Menghitung menggunakan Metode dialel IV
12. Menginterpretasikan hasil analisis dialel IV
C. Sub Materi Pokok :
1. Pengertian
2. Analisis Dialel I
3. Analisis Dialel II
4. Analisis Dialel III
5. Analisis Dialel IV
5.1. Pengertian
Rancangan dialel ini merupakan salah satu rancangan genetik yang banyak sekali
digunakan dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam pendugaan daya gabung umum dan
khusus dari suatu program persilangan. Persilangan dialel adalah persilangan diantara n galur-
galur murni yang dilakukan secara resiprok, sehingga setiap galur murni mempunyai
kesempatan yang sama dalam persilangan baik sebagai tetua jantan maupun sebagai tetua betina.
Rancangan dialel merupakan salah satu rancangan genetik yang banyak digunakan dalam
bidang pemuliaan tanaman. Tujuan persilangan dialel adalah terutama untuk menduga daya
gabung umum, daya gabung khusus dari suatu program persilangan, memperbesar keragaman
genetik, dan memecahkan blok-blok kaitan (linkage). Yang dimaksud dengan persilngan dialel
adalah persilangan diantara p galur murni – galur murni dari semua kombinasi persilangan yang
mungkin dapat dibuat. Dalam persilangan dialel lengkap terdapat 3 grup yang berbeda jika
ditinjau dari komposisinya. Ketiga grup tersebut yaitu :
1. Sejumlah p galur murninya sendiri
2. Satu set dari ½ p (p – 1) F1
3. Satu set dari ½ p (p – 1) kebalikan F1 (resiproknya)
Terdapat empat macam metode dialel jika ditinjau dari banyaknya grup yang diikutkan yaitu
1. Metode Dialel I yaitu semua grup diikutsertakan dalam pengujian.
2. Metode dialel II yaitu dengan mengikutsertakan tetua dan satu set F1 saja dalam
pengujiannya.
3. Metode dialel III yaitu dengan mengikutkan satu set dari F1 dan satu set resiproknya
dalam pengujiannya.
4. Dialel IV yaitu hanya mengikutkan satu set F1 saja dalam pengujiannya.
5.2. Analisis Dialel I
Tabel 16. Data Pengamatan untuk Analisis Dialel I
P1 P2 P3 TOTAL
P1 13 11 20 4416 15 18 4910 16 16 42
Subtotal 39 42 54P2 15 21 25 61
17 19 20 5613 20 21 54
Subtotal 45 60 66P3 17 19 20 56
16 21 22 5918 17 18 53
Subtotal 51 57 60TOTAL 135 159 180 474
Tabel 17. Hasil Analisis Keragaman untuk RAK
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Blok 2 14,00 7,00
Perlakuan 8 222,67 27,83
Galat 16 68,00 4,25
Total 26 304,67
Tabel 18. Nilai Rata-rata Tetua
P1 P2 P3 TOTAL
P1 13 14 18 45
P2 15 20 22 57
P3 17 19 20 56
TOTAL 45 53 60 158
= 5609,33 – 5547,56 = 61,77
Tabel 19. Analisis Keragaman untuk Analisis Dialel I
Sumber Keragaman
Derajat Bebas Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhit. Ftabel
DGU p-1 = 2 61,77 30,885 21,797 3,63
DGK .p(p-1)/2 = 3 6,95 2,317 1,635 3,24
Resiprok .p(p-1)/2 = 3 5,50 1,833 1,294 3,24
Galat 16 1,417
=
= 0,83
5.3. Analisis Dialel II
Tabel 20. Data Hasil Pengamatan untuk Analisis Dialel II
Persilangan Blok I Blok II Blok III Total
P1 x P1 13 16 10 39
P1 x P2 11 15 16 42
P1 x P3 20 18 16 54
P2 x P2 21 19 20 60
P2 x P3 25 20 21 66
P3 x P3 20 22 18 60
Total 110 110 101 321
Faktor koreksi (FK) = (321)2 /18 = 5724,5
JKT = (132 + … + 182) – FK = 5983 – FK = 258,5
JKP = 1/3 ( 392 + … + 602) – FK = 5919 – FK = 194,5
JKB = 1/6 (1102 + 1102 + 1012) – FK = 5733,5 – FK = 9,0
JKG = 258,5 – 194,5 – 9,0 = 55,0
Tabel 21. Rata-rata Ulangan untuk Analisis Dialel IITetua P1 P2 P3 Yi. - Yii Yi. + Yii
P1 13 14 18 32 58
P2 20 22 36 76
P3 20 40 80
Total 214
JKDGU = 1 / (n + 2)[(Yi. + Yii)2 – (4/n) Y..2]
= (1/5) [(582 + 762 + 802] – (4/3)1072]
= (1/5)(15540 – 15265,33) = 54,93
JKDGK = Yij2 - 1/ (n + 2)[(Yi. + Yii)2 + (2/((n+1)(n + 2))Y..2
= 132 + 142 + … + 202 – (1/5)(582 + 762 + 802) + (2/20).1072
= 1973 – 3108 + 1144,9 = 9,9
r (JKDGU + JKDGK) = JKP
Tabel 22. Analisis Keragaman RAK pada Analisis Dialel II
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhit. Ftabel
Blok 2 9,0 4,5 0,82 4,10
Perlakuan 5 194,5 38,9 7,07* 3,33
Galat 10 55,0 5,5
Total 17 258,5
Tabel 23. Hasil Analisis Keragaman Untuk Analisis Dialel II
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhit.
DGU 2 54,93 27,465 .p – 1
DGK 3 9,90 3,300 (p(p-1)/2)
Galat 10 55/3 =18,33 1,833
=
2DGK = KTDGK – KTgalat = 3,3 – 1,833 = 1,467
2A = 22
DGU = 2(4,833) = 9,666
2D = 2
DGK = 1,467
5.4. Analisis Dialel III
Tabel 24. Data Hasil Pengamatan untuk Analisis Dialel III
Persilangan Blok I Blok II Blok III Total
P1 x P2 11 15 16 42
P1 x P3 20 18 16 54
P2 x P1 15 17 13 45
P2 x P3 25 20 21 66
P3 x P1 17 16 18 51
P3 x P2 19 21 17 57
Total 107 107 101 315
Tabel 25. Analisis Keragaman RAK pada Analisis Dialel III
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhit. Ftabel
Blok 2 4,0 2,0 0,4 4,10
Perlakuan 5 124,5 24,9 4,98* 3,33
Galat 10 50,0 5,0
Total 17 178,5
Tabel 26. Nilai Rata-rata Ulangan pada Anlisis Dialel III
Tetua P1 P2 P3 Total (Yi.)
P1 - 14 18 32
P2 15 - 22 37
P3 17 19 - 36
Total (Y.j) 32 33 40 105
Yi. + Y.j 64 70 76
= 7386 – 7350 = 36
r(JKDGU + JKDGK + JKResiprok ) = JKP
5.5. Analisis Dialel IV
Tabel 27. Data Hasil Pengamatan untuk Analisis Dialel IV
Persilangan Blok I Blok II Blok III Total
P1 x P2 11 15 16 42
P1 x P3 20 18 16 54
P1 x P4 18 19 20 57
P2 x P3 25 20 21 66
P2 x P4 22 26 24 72
P3 x P4 18 22 20 60
Total 114 120 117 351
Tabel 28. Analisis Keragaman RAK untuk Analisis Dialel IV
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhit. Ftabel
Blok 2 3,0 1,5 0,29 4,10
Perlakuan 5 178,5 35,7 7,00* 3,33
Galat 10 51,0 5,1
Total 17 232,5
Tabel 29. Nilai Rata-rata Ulangan untuk Analisis Dialel IV
P1 P2 P3 P4 TotalP1 - 14 18 19 51
P2 - 22 24 60
P3 - 20 60
P4 - 63
234
= 6885-6844,5 = 40,5
= 19,0
Tabel 30. Analisis Keragaman untuk Analisis Dialel IV
Sumber Keragaman
Derajat Bebas Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Nilai Harapan Kuadrat Tengah
DGU 3 40,5 13,5 e2 + 2
DGK +(n-2) 2DGU
DGK 4(4-3)/2=2 19,0 9,5 e2 + 2
DGK
Galat 10 1,7 e2
2DGK = KTDGK - KTError = 9,5 – 1,7 = 7,8
2DGU = ½ 2
A 2A = 2 2
DGU = (2)(2) = 4
2DGK = 2
D 2D = 7,8
VI. SILANG PUNCAK (TOP CROSS)
A. Kompetensi Dasar:Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar arti
dan manfaat Top Cross dalam pemuliaan tanaman serta mampu menghitung
B. Indikator
1. Menjelaskan pengertian dan manfaat top cross dalam program pemuliaan2. Menjelaskan cara menghitung dan menginterpretasikan hasil analisisnya
C. Sub Materi Pokok :1. Silang Puncak (Top Cross), Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus
2. Hibridisasi
3. Evaluasi Hasil Hibridisasi
6.1. Silang Puncak (Top Cross), Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus
Silang puncak merupakan persilangan antara suatu galur/Kultiva/varietas dengan penguji.
Pola perkawinan silang puncak melibatkan sejumlah persilangan dari galur atau kultivar yang
menggunakan tetua penguji. Tetua jantan digunakan sebagai penguji sedangkan tetua betina
(galur, kultivar) yang diuji dapat berupa mandul jantan, self-incompatibel atau diemaskulasi
sebelum kotak sari pecah. Tanaman penguji yang paling dikehendaki adalah tanaman yang
mampu memberikan informasi jelas tentang sifat yang diinginkan bila dikombinasikan dengan
tanaman teruji atau bila ditumbuhkan pada lingkungan berbeda ( Stube, 1980; Poespodarsono,
1988)
Tujuan silang puncak adalah untuk mengurangi jumlah galur yang terlalu besar yang
akan diuji untuk membentuk varietas unggul baru hibrida maupun multilini hasil tinggi. Silang
puncak merupakan salah satu prosedur yang dapat digunakan untuk mengevaluasi galur-galur
atau varietas yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut . Untuk mengevaluasi potensi
hasil galur-galur inbred, pemilihan penguji yang tepat menjadi sangat penting. Penguji yang
berupa kultivar, galur murni, silang tunggal dan lain-lain. Seleksi penguji dapat berupa dasar
genetik luas vs dasar genetik sempit, frekuensi genetik tinggi vs frekuensi genetik rendah , daya
gabung umum vs daya gabung khusus, daya hasil tingi vs daya hasil rendah, beberapa penguji vs
satu penguji dan lain-lain. Karena penggunaaan penguji tersebut sangat penting dalam silang
puncak, maka penggunaan penguji yang tepat untuk mencapai tujuan yang didikehendaki
mutlak diperlukan (Hallauer, 1975 dan Stube,. 1980).
Dengan analisis silang puncak akan dapat diperoleh informasi tentang peran gen dan pada
saat bersamaan dapat diketahui daya gabung galur-varietas dalam kombinasinya (Singh and
Chaudhary, 1997). Bebera peneliti telah menggunakan analisis galur x penguji untuk
mengetahui daya gabung sifat suatu tanaman, baik pada tanaman menyebuk sendiri maupun
tanaman menyerbuk silang.
Berkenaan dengan asumsi-asumsi untuk contoh perlu dibedakan antara : 1) situasi di
mana galur-galur tetua atau materi percobaan secara keseluruhan dianggap sebagai contoh acak
dari suatu populasi, dan 2) situasi di mana galur-galur dipilih dan tidak dapat dianggap sebagai
contoh acak dari suatu populasi. Kedua asumsi berbeda tersebut menghasilkan pendugaan
masalah yang berbeda serta pengujian hipotesis yang berbeda berkenan dengan pengaruh daya
gabung.
Daya gabung dapat digolongkan menjadi dua yaitu daya gabung umum dan daya gabung
khusus. Suatu bahan pemuliaan tanamanan dikategorikan mempunyai daya gabung umum yang
baik jika hasil perkawinannya dengan sejumlah bahan pemuliaan lain memberikan nilai rata-rata
yang lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata keseluruhan perkawinan yang dilakukan.
Dengan demikian bahan pemuliaan tersebut mempunyai kemampuan bergabung dengan baik.
Oleh karena itu bahan-bahan pemuliaan yang demikian dapat dikawinkan dengan bahan-bahan
pemuliaan yang mempunyai dasar genetik yang luas. Sedangkan daya gabung khusus akan
memperlihatkan keselektifan suatu bahan pemuliaan jika disilangkan dengan bahan pemuliaan
lain. Suatu bahan pemuliaan dikatakan mempunyai daya gabung khusus yang baik jika dalam
suatu pasangan perkawinan tertentu memberikan nilai penampakan atau hasil yang jauh lebih
baik dari pada rata-rata tetua atau rata-rata seluruh perkawinan. Besarnya daya umum dan daya
gabung khusus dapat diduga melalui persilang dialel atau silang puncak.
Kombinasi persilangan (hibrida) yang baik tidak selalu dihasilkan oleh persilangan dua
tetua yang memiliki efek daya gabung umum tinggi. Tetua dengan nilai daya gabung umum
rendah sekalipun dapat membentuk hibrida unggul. Dalam hal ini faktor yang paling
berpengaruh adalah ragam rata-rata efek daya gabung umum dalam penampilan sifat, di
samping efek daya gabung khusus dan ragamnya. Dengan kata lain, setiap tetua memiliki
perbedaan kemampuan dalam menggabungkan sifat-sifat yang dimilikinya dengan tetua lain.
Ragam daya gabung umum tinggi merupakan indikasi adanya kemampuan berkombinasi yang
luas dari tetua tersebut. Jika suatu tetua memiliki efek daya gabung umum rendah dan ragam
daya gabung umum juga rendah, maka hasil persilangannya tergantung pada efek dan ragam
daya gabung umum tetua pasangannya (Darlina et al., 1992).
Biasanya daya gabung umum yang terdapat pada keturunan persilangan antar sejumlah
galur merupakan wujud dari peran gen aditif, sedangkan daya gabung khusus dari penampilan
kombinasi antar dua galur merupakan hasil peran gen dominan atau epistasis (Welsh, 1991)
Ukuran perbedaan kemampuan penggabungan suatu karakter tertentu dari suatu galur
dalam kombinasi persilangannya dinyatakan dalam ragam daya gabung khusus. Nilai ragam
daya gabung khusus rendah mengindikasikan bahwa galur tersebut berpeluang memberikan
penampilan yang merata jika disilangkan dengan sejumlah galur lain. Sebaliknya, bila ragam
daya gabung khusus tinggi, maka hal ini berarti bahwa galur tersebut berpeluang memberikan
penampilan atau hasil yang lebih baik atau jelek pada kombinasi persilangan (Darlina et al.,
1992
6.2. Hibridisasi.
Sasaran dari pelaksanaan hibridisasi adalah untuk menggabungkan perbedaan sifat dari
20 genotipe padi beras merah dengan 2 kultivar padi beras merah sebagai penguji melalui
kegiatan persilangan puncak sehingga diperoleh keturunan pertama (F1).
Rancangan persilangan yang digunakan adalah Silang Puncak (Top Cross) dimana 20
genotipe sebagai tetua betina (♀) dan 2 kultivar penguji sebagai tetua jantan (♂).Jumlah rumpun
tanaman yang disilangkan tiap macam persilangan 30 rumpun tanaman, dan tiap macam
persilangan diharapkan menghasilkan 60 butir gabah hasil persilangan.
Tabel 31. Nama Kultivar / galur padi beras merah yang dipergunakan sebagai perlakuan tetua betina dan tetua jantan (Penguji) dalam kegiatan hibridisasi
No Nama Kultivar/galur KeteranganSebagai Tetua Betina
1 KALA ISI TOLO Ras indica 2 PUJUT Ras indica3 SRI Ras indica4 DU,U Ras javanica5 SEGREN Ras indica6 GALUR 6 Ras indica7 CICIH BARAK Ras javanica8 MANCHIS Ras indica9 RUPE Ras indica10 AEK SIBONDANG Ras indica11 REKET BIRENG Ras javanica12 PARE KETA MEE Ras indica13 PARE BURA Ras indica14 GALUR 15 Ras indica15 ANGKA Ras indica16 GALUR 9 Ras indica17 GALUR 18 Ras indica18 GALUR 14 Ras indica19 GALUR 1 Ras indica20 GALUR 4 Ras indica
Sebagai tetua Jantan (Penguji)1 PIONG Ras indica2 SOBA Ras javanica
6.3. Evaluasi hasil Hibrisisasi
Sasaran yang harapkan pada percobaan ini adalah mengetahui daya gabung umum,
daya gabung khusus, aksi gen (dominan, aditif )
Percobaan akan dilakukan di lapang dengan Rancangan Acak kelompok (RAK)
dengan 62 perlakuan yang diulang 3 kali sehingga diperoleh 186 plot percobaan. Perlakuan
meliputi : 20 tetua betina, 2 Tetua Jantan (penguji), 40 genotipe F1
b.3. Analisis data
Data hasil pengamatan untuk evaluasi hasil hibridisasi dianalisis dengan menggunakan
Model Silang Puncak (Top Cross) dengan langkah-langkah sebagai berikut
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model linier aditif:
Dimana: i,jk = 1,2,…n; l = 1,2,3
Yijkl = Nilai tengah sifat yang diamati pada genotipe ke-ijk, dalam blok ke-l
μ = Pengaruh nilai tengah populasi dari suatu sifat yang diamati
gijk = Pengaruh genotipe ke-ijk pada sifat yang diamati
bl = Pengaruh blok ke-l pada sifat yang diamati
εijkl = Pengaruh galat percobaan pada genotipe ke-ijkl dan blok ke-l
Analisis ragam dari Rancangan Acak Kelompok dari Percobaan ini disajikan
pada tabel berikut ini :
Tabel 32. Analisis ragam Rancangan Acak Kelompok
Sumber keragaman
Derajat bebas(db)
Jumlah Kuadrat
(JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Nilai HarapanKuadrat Tengah
(NHKT)Kelompok r-1 sb MbGenotip a-1 sv MvGalat (a-1)(r-1) sbv MbvTotal ar(-1)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh genotipe, bila genotipe berbeda nyata maka
perhitungan dilanjutkan dengan analisis galur x penguji ( line x test analysis). Pada analisis
galur x penguji, pemecahan pengaruh genotipe kedalam kompoenen tetua, tetua vs hasil
persilangan dan hasil persilangan adalah sebagai berikut :
Dimana gijk = pengaruh genotipe tetua ke-i, pengaruh tetua vs persilangan ke-ij dan pengaruh
persilangan ke-k
gi = pengaruh genotipe tetua ke-i
gij = pengaruh genotipe tetua vs persilangan ke-ij
gk = pengaruh persilangan ke-k
Apabila komponen persilangan menunjukan perbedaan nyata, maka komponen
persilangan dapat dipecah menjadi komponen galur, penguji dan interaksi galur x penguji dengan
model sebagai berikut :
di mana :
gk = pengaruh hasil persilangan dari galur ke-l, penguji ke-t, dan interaksi galur x
penguji ke-lt
gl = pengaruh galur ke-l
gt = pengaruh penguji ke-ti
(g)lt = pengaruh interaksi galur x pengji ke-lt
Analisis ragam untuk analisis galur x penguji termasuk tetua dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Analisis ragam untuk analisis galur x penguji dengan tetuanyaSumber
keragamanDerajat
bebas (db)Jumlah Kuadrat
(JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Nilai HarapanKuadrat Tengah
(NHKT)Kelompok r-1 Sr MrPerlakuan a-1 Sa MaTetua b-1 Sb MbTetua vs Persil. 1 Sbp MbpPersilangan p-1 Sp MpGalur g-1 Sg MgPenguji t-1 St MtGalur x Penguji (g-1)(t-1) Sgt MgtGalat (a-1)(r-1) Se Me
Keterangan : r = jumlah kelompok /ulangan; a = jumlah perlakuan; b = jumlah tetua; p = jumlah persilangan; g = jumlah galur; t = jumlah penguji
Model aditif linier untuk analisis galur x penguji ( line x tester analysis) termasuk
tetuanya adalah sebagai berikut :
Dimana:
Yijklt = nilai pengamatan untuk tetua ke-i, tetua vs persilangan ke-ij, galur ke-l, penguji
ke-t, interaksi ke-lt dan ulangan ke-k
μ = nilai tengah umum
Ti = pengaruh tetua ke-i
Ti Cj = pengaruh tetua vs persilangan ke-ij
Gl = pengaruh galur ke-l
Ht = pengaruh penguji ke-t
(GH)lt = pengaruh interaksi GH pada G ke-l dan H ke-t
εijklt = galat percobaan untuk tetua ke-i, tetua vs persilangan ke-ij, galur ke-l, penguji ke-
t, dan interaksi ke-lt serta ulangan ke-k
Efek daya gabung umum dan khusus diduga menggunakan rumusan Singh dan
Chaudhary (1979) sebagai berikut :
1. Daya gabung umum (gca) galur ke-i
a. Galur : gi = (Xi.. / tr) – ( X.. / gtr)
b. Penguji : gt = (X.j. / gr) – (X.. / gtr)
2. Daya gabung khusus (sca)
Sij = (Xij / r) – (Xi.. / tr) – (X.j. / gr) + (X.. /gtr)
Uji untuk mengetahui tinggi atau rendah daya gabung umum dari galur-galur tetua
dan daya gabung khusus pada setiap kombinasi tertentu, digunakan rumus sebagai berikut:
a. Salah baku dari galur = (Me / r x t) ½
b. Salah baku dari penguji = (Me / r x l) ½
c. Salah baku dari kombinasi persilangan = (Me / r ) ½
Dimana : Me = kuadrat tengan error; r x t = ulangan x penguji; r x l = ulangan x galur
Ragam DGU = ½ σA2 σA
2 = 2 σ2DGU
Ragam DGK = σ2D
6.3. Hasil Dan Pembahasan
Tabel 34 : Analisis ragam karakter kuantitatif padi beras merah hasil silang puncak
Sumber Keragaman DB Kuadrat TengahBGPR
Ulangan 2 110.97ns Perlakuan 61 778.98** Tetua 21 890.23** Tetua vs persilangan
1 3936.79**
Persilangan 39 638.11* Galur 19 953.72* Penguji 1 214.64ns Galur X Penguji 19 344.76*
Keterangan :; BGPR = Bobot gabah per rumpun; * = Nyata pada taraf uji 5%; ** = Sangat nyata pada taraf uji 1 %; ns = Tidak nyata
Tabel 35 : Nilai rerata dan daya gabung umum bobot gabah per rumpun padi beras merah berdasarkan silang puncak
GenotipeBobot gabah per
rumpunRerata DGU
Kala Isi Tolo 67.07 -5.72
Pujut 66.05 -7.28
Sri 61.90 -2.76
Duu 71.61 5.26
Segren 67.52 -1.75
Galur 6 72.44 -1.14
Cicih Barak 99.62 34.84
Manchis 90.81 5.15
Rupe 91.64 6.48
Aek sibondang 72.10 -18.58
Reket Bireng 78.46 8.26
Pare Keta Mee 64.14 -4.02
Pare Bura 89.86 18.45
Galur 15 32.55 -17.82
Angka 73.97 -10.02
Galur 9 67.42 -3.57
Galur 18 72.40 0.54
Galur 14 87.08 -2.35
Galur 1 89.10 -16.09
Galur 4 52.14 12.13
Salah baku DGU galur 7.10
Piong 11.67 0.19
Soba 5.03 -0.19
Salah baku DGU penguji 2.25
Tabel 36: Nilai rerata dan daya gabung khusus karakterbobot gabah per rumpun genotipe padi beras merah berdasarkan silang puncak
Genotipe
Bobot gabah per rumpun
Piong Soba
Rerata DGK Rerata DGK
Kala Isi Tolo 66.41 10.27 45.19 -9.273
Pujut 44.44 -11.14 64.05 11.139
Sri 46.24 -13.86 71.29 13.864
Duu 74.57 6.45 59.13 -6.45
Segren 57.52 -3.60 62.04 3.59
Galur6 61.63 -.009 59.14 0.09
Cicih Barak 92.32 -5.38 100.41 5.38
Manchis 59.46 -8.56 73.90 8.56
Rupe 64.68 -4.66 71.33 4.66
Aek sibondang 53.57 10.30 32.31 -9.30
Reket Bireng 79.98 8.86 59.98 -8.86
Pare Keta Mee 48.97 -9.86 66.03 10.87
Pare Bura 86.17 4.87 73.77 -4.87
Galur 15 54.10 9.06 33.30 -9.06
Angka 57.40 4.56 45.60 -4.56
Galur 9 57.00 -2.28 58.90 2.28
Galur 18 60.09 -3.31 64.03 10.31
Galur 14 62.92 2.41 58,75 -2.41
Galur 1 56.60 10.83 34.27 -9.83
Galur 4 73.34 -1.86 74.17 1.86
Salah baku DGK
10.05
Keterangan : DGK = daya gabung khusus
Analisis ragam silang puncak karakter bobot gabah per rumpun genotipe padi beras merah
ANOVA with parents and crosses ============================== Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)Replications 2 221.9580 110.9790 0.366 0.6943Treatments 61 47517.8090 778.9805 2.572 0.0000Parents 21 18694.7859 890.2279 2.939 0.0001Parents vs. Crosses 1 3936.7966 3936.7966 12.997 0.0005Crosses 39 24886.2265 638.1084 2.107 0.0011Error 122 36955.0462 302.9102 Total 185 84694.8132
ANOVA for line X tester analysis ================================ Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)Lines 19 18120.648 953.7183 2.766 0.0160Testers 1 214.642 214.6420 0.623 0.4397Lines X Testers 19 6550.936 344.7861 1.138 0.3229Error 122 36955.046 302.9102
ANOVA for line X tester analysis including parents ================================================== Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)Replications 2 221.9580 110.9790 0.366 0.6943Treatments 61 47517.8090 778.9805 2.572 0.0000Parents 21 18694.7859 890.2279 2.939 0.0001Parents vs. Crosses 1 3936.7966 3936.7966 12.997 0.0005Crosses 39 24886.2265 638.1084 2.107 0.0011Lines 19 18120.6483 953.7183 2.766 0.0160Testers 1 214.6420 214.6420 0.623 0.0197Lines X Testers 19 6550.9361 344.7861 1.138 0.3229Error 122 36955.0462 302.9102
Total 185 84694.8132
VII. KORELASI GENOTIPA. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar hubungan
antar sifat tanaman dalam kaitannya dengan seleksi tidak langsung dan seleksi lebih dari satu sifat serta
dapat menghitung koefisien korellasi genetik dan mampu mengintrepretasikannya
B. Indikator
1. Menjelaskan pengertian seleksi tidak langsung
2. Menjelaskan pengertian.seleksi lebih dari satu sifat
3. Menjelaskan pengertian faktor-faktor adanya korelasi
4. Menjelaskan pengertian macam-macam korelasi
5. Menghitung korelasi dengan berbagai metode estimasi
6. Menjelaskan cara interpretasi hasil analisis estimasi berbagai koefisien korelasi terutama
korelasi genotipik
C. Sub Materi Pokok :
1. Pengertian
2. Pendugaan Koefisien Korelasi Genotip
3. Aplikasi Korelasi Genotip
7.1. Pengertian Korelasi genotip adalah suatu analisis untuk mengetahui derajat keeratan antar sifat
tanaman yang ditimbulkan oleh faktor genetik total. Penyebab korelasi genotip ini teutama
disebabkan oleh dua hal yaitu pleiotropi dan linkage. Pleiotropi merupakan suatu peristiwa
dimana satu macam gen dapat mengendalikan beberapa sifat tanaman yang menyebabkan adanya
hubungan antar sifat yang dikendalikan oleh gen yang sama tersebut. Karena sebagian dari lokus
yang mengendalikan sifat x juga mengendalikan sifat y, maka kedua sifat yang berbeda tersebut
dikorelasikan secara genetik.
AABBCCddEEff mengendalikan sifat x
BBCCddEEffGG mengendalikan sifat y
Linkage merupakan suatu peristiwa dimana beberapa gen yang mengendalikan beberapa
sifat yang berbeda berada pada kromosom yang sama dan diwariskan secara bersama, sehingga
mengakibatkan adanya keterkaitan antar sifat tersebut. Besarnya linkage disequilibrium
cenderung menurun dari generasi ke generasi pada populasi yang kawin acak. Laju
penurunannya bergantung pada dekatnya laju rekombinasi antar lokus tersebut. Penghampiran
menuju linkage disequilibrium terjadi secara gradual dan asymtotis, serta akan lebih cepat bila
fraksi rekombinasi mendekati maksimum ( r = 0,5), sebaliknya akan makin lambat bila
linkagenya makin dekat. Bila gen tidak linkage dekat, maka linkage disequilibrium bukan
merupakan penyebab utama adanya korelasi genetik antar sifat pada populasi kawin acak.
Dalam hal ini korelasi genetik lebih disebabkan oleh peristiwa pleiotropi.
Korelasi antar sifat tanaman terdapat beberapa macam yaitu:
1. Korelasi genotip yaitu korelasi antar sifat yang hanya ditimbulkan oleh faktor genetik
total.
2. Korelasi Aditif yaitu korelasi antar sifat yang hanya ditimbulkan oleh faktor genetik aditif
3. Korelasi lingkungan yaitu korelasi antar sifat pada suatu tanaman karena adanya
perubahan faktor lingkungan, misalnya korelasi lingkungan positif bisa terjadi antara
tinggi tanaman dan panjang tongkol pada tanaman jagung yang sama karena perubahan
lingkungan mikro yang memperbaiki tinggi tanaman juga memperbaiki panjang tongkol.
4. Korelasi fenotipik yaitu korelasi antar sifat tanaman yang ditimbulkan oleh faktor
genetik, lingkungan, dan interaksinya.
Korelasi genotip lebih banyak digunakan pada jenis tanaman menyerbuk sendiri atau jenis
tanaman apomiktik. Korelasi aditif banyak digunakan pada jenis tanaman menyerbuk silang.
Penaksiran koefisien korelasi genotip, aditif, lingkungan, dan fenotipe didasarkan pada
komponen ragam dan peragam yang ditaksir dari analisis keragaman dan analisisi peragam.
Korelasi aditif sangat penting dalam program seleksi karena pengaruh aditif dapat dirubah
dengan seleksi. Dengan seleksi terhadap suatu sifat akan merubah rata-rata sifat tersebut melalui
pengaruh aditif gen dari individu (genotip) yang dipilih.
7.2. Pendugaan Koefisien Korelasi Genotip
Besarnya hubungan keeratan antar sifat tanaman yang diakibatkan oleh faktor genetik
ditunjukkan oleh besar kecilnya koefisien korelasi Genotip. Koefisien korelasi Genotip diperoleh
melalui analisis keragaman dan analisis peragam. Analisis keragaman digunakan untuk menduga
besarnya keragaman Genotip, sedangkan analisis peragam digunakan untuk menduga besarnya
peragam Genotip. Koefisien korelasi Genotip merupakan perbandingan antara peragam Genotip
dengan akar kuadrat perkalian antara ragam Genotip sifat yang satu dengan sifat yang kedua.
Contoh: Suatu percobaan untuk mengetahui derajat hubungan keeratan antara berat 100 butir biji
padi dengan berat biji kering per tanaman telah dilakukan. Perlakuan yang digunakan adalah 8
genotipe, dan masing-masing genotip diulang 4 kali. Percobaan ini menggunakan rancangan
acak kelompok lengkap. Hasil data pengamatan untuk kedua peubah tersebut disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 31. Data Pengamatan untuk Berat 100 Butir Biji (g)
Genotipe Blok Total1 2 3 4
1 3.9 4 3.8 3.9 15.62 3.7 3.6 3.6 3.7 14.63 4.5 4.6 4.6 4.7 18.44 4.3 4.4 4.2 4.3 17.25 4.1 4 4.2 4.1 16.46 4.2 4.5 4.3 4.5 17.57 4.3 4.3 4.2 4.3 17.18 4.2 4 4.3 4.1 16.6
33.2 33.4 33.2 33.6 133.4
Tabel 32. Data Hasil Pengamatan Berat Biji Kering per Tanaman (g)
Genotipe Total1 2 3 4
1 104.9 84.3 77 76.5 342.72 88 106.5 89.8 108.7 3933 80 71.3 77.5 69.5 298.34 80.8 106.5 83.3 95.9 366.55 60 52.5 53 51 216.56 96.4 98.8 99.1 107.2 401.57 91.4 99.7 83.3 89.5 363.98 91.8 84.8 70 81.5 328.1
693.3 704.4 633 679.8 2710.5
Tabel 33. Analisis Keragaman untuk Berat 100 Butir Biji untuk 3 blok pertamaSK DB JK KT NHKTBlok 2 328,89 164,445Genotipe 7 5962,81 851,831 2
e + 3 2G
Error 14 533,36 38,097 2e
Total 23 6825,06
2G1 = (851,831 – 38,097 ) / 3 = 271,245
Tabel 34. Analsis Keragaman untuk Berat Biji Kering per Tanaman 3 blok pertamaSK DB JK KT NHKTBlok 2 0,01 0,005Genotipe 7 2,03 0,290 2
e + 3 2G
Error 14 0,14 0,010 2e
Total 23 2,18
2G2 = (0,290 – 0,010) / 3 = 0,093
Analisis Peragam (Covariance) untuk peubah satu dan dua
JHKTotal = (84,3 x 4,0) + (77,0 x 3,8) + … + (81,5 x 4,1) - = -10,23
JHKBlok =
JHKGenotipe =
JHKError = JHKTotal - JHKBlok – JHKGenotipe = 10,23 – (1,17) – (-12,623) = 1,223
Tabel 35. Hasil Analisis Peragam untuk 3 Blok PertamaSK DB JHK HKT NHHKTBlok 2 1,170 0,585Genotipe 7 -12,623 -1,803 Cove + 3 CovG
Error 14 1,223 0,087 Cove
Total 23 -10,230
CovG12 = (-1,803 – 0,087)/3 = -0,63024
.rG12 = = - 0,125
Untuk mengetahui apakah koefisien korelasi tersebut nyata atau tidak dapat diuji lanjut dengan
uji t atau dibandingkan dengan tabel korelasi. Jika koefisien korelasi lebih kecil dari thit atau
lebih kecil dari nilai di tabel korelasi berarti koefisien korelasi tersebut tidak berbeda nyata pada
taraf nyata tertentu dan sebaliknya.
7.3. Aplikasi Korelasi Genotip
Korelasi genotip dalam program pemuliaan sering digunakan untuk menentukan suatu
sifat yang dapat digunakan untuk seleksi tidak langsung. Apabila sifat kedua mempunyai
korelasi secara genetik aditif dengan sifat pertama, maka seleksi sifat pertama juga akan
menyebabkan perubahan rata-rata sifat kedua secara tidak langsung. Oleh karena itu jika suatu
sifat tanaman sulit dilakukan seleksi, maka perbaikan sifat tersebut dapat dilakukan melalui sifat
yang lain yang mempunyai nilai koefisien korelasi yang berbeda nyata. Peristiwa semacam ini
sering disebut dengan seleksi tidak langsung. Besarnya perubahan yang terjadi tergantung pada
derajat keeratan hubungan antar dua sifat tersebut.
Seleksi tak langsung digunakan apabila :
1. Sifat utama yang diseleksi sulit dievaluasi atau diukur, sedangkan sifat kedua lebih
mudah.
2. Sifat utama memiliki heritabilitas yang rendah dan sifat kedua heritabilitasnya tinggi
3. Sifat kedua mempunyai koefisien korelasi yang nyata dengan sifat utama.
Seleksi tak langsung akan lebih menguntungkan dari pada seleksi langsung jika rA h1 >
h2 atau sifat sekunder mempunyai heritabilitas lebih besar dari pada sifat primer dan korelasi
aditifnya juga tinggi. Sebaliknya jika rA h1 < h2, seleksi tak langsung kurang menunjukkan
kemajuan yang besar dari pada seleksi langsung. Besarnya heritabilitas dan korelasi aditif
tergantung dari populasi yang akan diseksi dan lingkungan. Oleh karena itu keuntungan seleksi
tak langsung harus dikaji pada setiap kondisi lingkungan. Keterangan yang ada sebelumnya
tentang heritabilitas, tipe tindak gen dan lingkungan merupakan petunjuk berharga bagi pemulia
tanaman dalam menentukan kebijakan dalam program pemuliaan. Manfaat lain dari korelasi
adalah untuk menyusun indek seleksi.
Efisiensi dari perbaikan tanaman terhadap sifat-sifat yang mempunyai nilai ekonomi
penting seperti hasil dapat ditingkatkan apabila diketahui besarnya keterkaitan antara sifat
tersebut dengan sifat-sifat lain terutama yang menjadi komponennya. Misalnya pemulia ingin
memperbaiki potensi hasil tanaman padi, tentunya pemulia akan mengalami kesulitan apabila
dilakukan seleksi tak langsung terhadap hasil. Oleh karena itu perlu dicari sifat-sifat lyang
mempunyai hubungan yang erat dengan hasil dan mudah diamati, misalnya tinggi tanaman, luas
daun, panjang malai, lamanya fase vegetatif dan generatif, jumlah anakan. Sifat kuantitatif
seperti potensi hasil merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Sifat yang menjadi sasaran utama pada program pemuliaan , misalnya hasil dinamakan
sifat primer, sedangkan sifat yang mempengaruhi sifat primer misalnya jumlah anakan disebut
sifat sekunder. Efisiensi seleksi tak langsung dapat diukur dengan perbandingan antara respon
ikutan yang diharapkan (CRx) dengan respon langsung. Hubungan antara nilai potensial
(efisiensi) dari seleksi tidak langsung untuk sifat sekunder yang merupakan sifat kuantitatif
adalah sebagai berikut:
CRx = banyaknya perbaikan dalam sifat primer yang diperoleh dengan seleksi tidak langsung
melalui sifat sekunder.
Rx = banyaknya perbaikan yang diperoleh dengan seleksi langsung terhadap sifat primer
rA = korelasi genetik antara sifat primer (x) dan sifat sekunder (y)
.iy = intensitas seleksi untuk sifat sekunder
.ix = intensitas seleksi untuk sifat primer
.hy = akar kuadrat dari heritabilitas arti sempit untuk sifat sekunder
Persamaan di atas menunjukkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perbaikan
tanaman untuk sifat yang mempunyai nilai ekonomi penting melalui seleksi tidak langsung
secara efektif. Intensitas seleksi merupakan perbandingan antara jumlah genotip yang terpilih
dengan jumlah genotip yang diuji akan mempengaruhi efektivitas seleksi tidak langsung.
Penggunaan sifat sekunder yang lebih mahal dan lebih sulit diukur jika dibandingkan sifat primer
dalam seleksi tidak langsung adalah tidak efektif. Demikian juga korelasi Genotip dan
heritabilitas sangat mempengaruhi efektivitas seleksi tidak langsung. Seleksi tidak langsung
melalui sifat sekunder akan lebih efektif apabila heritabilitas dari sifat sekunder lebih tinggi
dibandingkan heritabilitas sifat primer. Heritabilitas yang tinggi berhubungan dengan
keragaman genetik aditif yang lebih besar, keragaman lingkungan yang rendah, interaksi G x E
yang rendah, dan keragaman non genetik yang rendah pula.
Seleksi ikutan ini dapat pula diprediksi dengan metode regresi. Misalnya X1 adalah ukuran
sifat pertama dalam individu atau famili yang terpilih dan W1 adalah ukuran sifat yang sama
pada individu dari populasi yang diperbaiki yang secara genetis dihubungkan dengan X1.
Perubahan satu unit pada X diharapkan ada perubahan sebesar bW1X1 (koefisien regresi W1
atas X1) pada q1. Bila W2 adalah ukuran adalah ukuran sifat kedua pada individu yang sama
dalam populasi yang diperbaiki, adanya perubahan tiap unit nilai pemuliaan dari sifat yang
dilakukan seleksi (sifat pertama), diharapkan ada perubahan nilai pemuliaan sifat kedua sebesar
b2W2W1. Total perubahan pada sifat kedua yang disebut dengan correlated respond (CR2) sama
dengan bW1W2
VIII. RESPON SELEKSI
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar perbedaan
dan hubungan antara respon seleksi, intensitas seleksi, diferensial seleksi, dan dapat menghitung dengan
benar besarnya koefisien kemajuan genetik.
B. Indikator
1. Menjelaskan pengertian Kemajuan seleksi
2. Menghitung secara manual dan computer kemajuan seleksi
3. Menjelaskan pengertian intensitas seleksi
4. Menghitung secara manual dan computer intensitas seleksi
5. Menjelaskan pengertian deferensial seleksi
6. Menghitung secara manual dan computer deferensial seleksi
C. Sub Materi Pokok :
1. Pengertian
2. Cara menduga Besarnya Respon Seleksi
3. Indeks Seleksi
8.1. Pengertian
Pengaruh seleksi terhadap suatu sifat kontinyu dapat ditunjukkan pada gambar berikut :
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa A dominan sempurna terhadap a. Jadi, populasi
terbagi atas dua kelompok yang selisih rerata nilai fenotipnya –2a; yang homozigot.
Selanjutnya diasumsikan bahwa varian non genetik kedua kelompok adalah sama. Yang
dimaksud dengan non genetik adalah selain yang disebabkan oleh lokus yang diminati
-2a AAAa
aa
(lokus-lokus lain dan lingkungan). Proporsi kelompok aa = q2; sehingga proporsi
kelompok kedua (lainnya) yaitu AA dan Aa adalah (1-q2 ).
Setelah dilakukan seleksi, yakni dengan memilih sejumlah tanaman yang nilai
fenotipnya melebihi suatu nilai batas C yang digambarkan dalam kurve sebaran sifat
tersebut, sebagai berikut :
Proporsi aa tanaman terpilih sekarang jelas lebih kecil daripada proporsi sebelum
dilakukan seleksi. Rerata tanaman terpilih; yang dinyatakan sebagai simpangan terhadap
rerata populasi awal (Mi-Mo) disebut difrensial.
8.2. Cara menduga Besarnya Respon Seleksi
Seleksi (dilambangkan dengan I). Diferensial seleksi yang telah dibakukan
disebut intensitas seleksi ( i ). Jadi . Frekuensi allel a setelah seleksi disimbulkan
dengan q1; dapat diperoleh dengan meregresikan frekuensi gen terhadap nilai fenotipe,
yaitu :
q1 = q + bq PI
Dimana bqP = koefisien regresi antara frekuensi gen dengan nilai fenotipe. Jadi :
q tidak ketergantungan dari lingkungan (E), maka
Nilai koefisien regresi di atas dapat diperoleh dengan memperhatikan tabel berikut :
Tabel 36. Frekuensi Gen, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Genotipe
C
Mo Mi
Tanaman terpilih
Genotipe Frek.
Genotipe
Frek. Gen a
(q)
Nilai
genotipe
AA P2 0 a
Aa 2 pq 1 d
Aa q2 2 -a
Rerata q (Mq) = p2 ( 0 ) + 1 ( 2 pq ) + 2 q2
= p2 + 2 pq + 2 q2
2 q ( p + q )
= 2 q
Rerata nilai genotipe populasi, dilambangkan dengan Mg = (p – q) + 2 pqd
Dengan demikian Cov ( q , G ) = p2 ( 0 ) ( a ) + 2 pq ( 1 ) d + q2 ( 2 ) (-a) – Mq Mg
= - pq { a + d (q – p)}
= - pqa
Jadi sq = q1 – q
Yang menggambarkan perubahan allel a setelah dilakukan seleksi. Perubahan
frekuensi alel A dilambangkan dengan Sp = -sg
Kemajuan seleksi sering pula disebut respon seleksi dilambangkan dengan ΔG = R
merupakan selisih rerata populasi hasil seleksi dengan rerata populasi awal.
Jadi R = M1 – Mo.
Didasarkan atas definisi tersebut, R merupakan hasil kali perubahan fek gen berkenan
(sp) dengan perubahan rerata genotipe yang terjadi untuk setiap unit perubahan fekuensi
gen (su/sp).
R = sp ( su / sp)
Berdasarkan rumus tersebut, maka kemajuan seleksi untuk berbagai macam seleksi
berulang, sebagai berikut :
Tabel 37. Kemajuan Seleksi untu Berbagai Macam Seleksi Berulang
Kemajuan seleksi di atas, merupakan kemajuan seleksi ramalan yang di dasarkan atas
besarnya varian aditif, intensitas seleksi dan macam seleksi. Varian aditif akan diperoleh
dengan cara memecah varian genetik total menjadi komponen varian genetik yaitu varian
aditif, varian dominan dan varian interaksi pendugaan komponen varian tersebut dapat
diperoleh dengan menggunakan rancangan persilangan (masing design) atau
menggunakan tetua homozigot dan hasil back cross (silang balik).
Apabila seleksi telah dilakukan, maka kemajuan seleksi dapat dihitung dari M1 –
M2. Namun apabila seleksi dilakukan lebih dari satu siklus, maka kemjuan seleksi dapat
dihitung menggunakan koefisien regresi polinomial, sebagai berikut :
Dimana : = Penduga variabel Y
= Rerata variabel Y
X1 = Jumlah siklus seleksi (variabel x)
K2 =
No Macam seleksi Kemajuan seleksi (R)
1 Seleksi massa dengan pengendalian
2 Seleksi massa tanpa pengendalian
3 Seleksi saudari tiri
4 Seleksi saudara sekandung
5 Seleksi tongkol ke baris
P1 =
dengan C merupakan koefisien linier dan i bergerak dari 1 – n yang menunjuk
pada jumlah populasi
Tabel 38. Nilai Koefisien Linier
tabel kn Koefisi
en ( C )3 -1 0
41 -3 -1 1 35 -2 -1 0 1 26 -5 -3 -1 1 3 57 -3 -2 -1 0 1 2 38 -7 -5 -3 -1 1 3 5 79 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 410 -9 -7 -5 -3 -1 1 3 5 7 9
Sumber : Little and Hills (1972)
Guna memudahkan pemahaman hal di atas, berikut diberikan contoh penerapannya. Pada
tanaman jagung telah dilakukan seleksi massa dengan pengendalian penyerbukan
sebayak 3 siklus terhadap jumlah daun. Hasil seleksi tersebut telah dilakukan pengujian
dengan rancangan acak kelompk, 6 ulangan. Data hasil pengujian disajikan dalam Tabel
berikut :
Tabel 39. Rerata Jumlah Daun Untuk Berbagai Populasi
N/D Macam populasi
Jumlah daun TotalI II III IV V1 Co 12 13 12 12 12 612 C1 12 13 13 12 12 623 C2 13 12 13 13 13 644 C3 14 13 14 13 14 68
Seleksi selama tiga siklus menghasilkan 3 macam populasi yaitu C1 (Siklus 1); C2
(siklus 2) dan C3 (siklus3). Agar kemajuan seleksi dapat diketahui, maka populasi awal
(Co) harus disertakan dalam pengujian, sehingga jumlah n = 4.
Koefisien regresi yang digunakan adalah –3 -1 +1 +3.
Besarnya nilai
Besarnya koefisien regresi linier; yang merupakan rerata kemajuan seleksi persiklus sebagai berikut :
Dimana r = jumlah ulangan dan nilai Yo. , Y1. , Y2. , dan Y3. berturut-turut total blok untuk Co, C1, C2 dan C3.
8.3. Indeks Seleksi
Penggunaan indeks seleksi dalam arti luas lebih umum dipakai. Pada kebanyakan
prosedur seleksi, pemulia tanaman umumnya secara intensif menerapkan indeks seleksi ini.
Dengan cara ini seleksi terhadap beberapa sifat dilakukan secara simultan dan pertimbangan-
pertimbangan yang dipakai oleh pemulia tanaman hanya berdasar pada bobot nisbi yang
diberikan terhadap masing-masing sifat. Ketajaman visual dan pengalaman pemulia tanaman
akan membantu dalam mempertimbangkan pilihan subjectivitas yang melekat pada proses
seleksi memungkinkan pemulia tanaman menerapkan kemampuannya mengenal genotip yang
diinginkan. Dalam hal demikian, pemulia tanaman dikatakan hanya berdasar seni dan tidak
berdasar pada metode ilmiah.
Evaluasi genotip didasarkan pada pengamatan individu tanaman dan seleksi berdasarkan fenotipe. Dengan cara demikian efesiensi seleksinya bergantung pada seberapa besar efisiensi pemulia tanaman dalam menerapkan bobot empiris masing-masing sifat. Penggunaan indeks seleksi secara optimum baru dimulai tahun 1936 oleh Smith yang pertama kali pada tanaman dan diikuti oleh Hazel dan Luth (1942) pada ternak. Penggunaan indeks seleksi akan meningkatkan efesiensi seleksi bila dibandingkan dengan seleksi hanya terhadap suatu sifat. Jadi indeks seleksi lebih baik dari pada seleksi tandem maupun independent culling.
Superioritas akan mencapai maksimum bila sifat yang dipilih sama pentingnya. Kemajuan seleksi tiap sifat menurun dengan semakin banyak sifat yang akan dipilih. Oleh karena itu dalam memilih sifat yang akan dimaksudkan dalam indeks seleksi harus seobyektif mungkin. Penggunaan indeks seleksi pada pemuliaan tanaman akan lebih sesuai pada jenis tanaman yang
nilai nisbi masing-masing sifat telah ditentukan secara ekonomi. Nilai fenotipe individu untuk suatu sifat dapat digambarkan sebagai P = G + EApabila akan mempertimbangkan beberapa sifat maka hendaknya dipilih individu dengan kombinasi terbaik dari sifat-sifat ini. Dasar dari pemilihan ini adalah indeks seleksi yaitu dengan mempertimbangkan kombinasi sifat sesuai bobot relatifnya. Jadi tiap individu mempunyai indeks nilai dan seleksinya didasarkan atas nilai indeks ini. Dengan demikian dimungkinkan individu yang hasinya tidak selalu memperoleh nilai indeks yang tinggi. Smith membuat batasan nilai genetik disimbulkan dengan H suatu individu sebagai berikut:Hj = a1G1j + a2G2j + … + a1Gij + … + anGnj
Dimana Gij = nilai genotip ke-I pada individu ke-j.
Ai = bobot nisbi atau nilai ekonomi nisbi sifat ke-I
Selanjutnay Smith membuat batasan untuk nilai Indeks seleksi (I) sbb:
Ij = b1P1j + b2P2j + …. + biPij +…. + bnPnj
Dimana Pij = nilai fenotipe sifat ke-i individu ke-j
bi = bobot sifat ke-i
Nilai bi ditaksir sedemikian rupa sehingga rhi, korelasi antara H dan I maksimum. Setelah fungsi
I diperoleh pemisahan genotip yang baik dan yang jelek dilakukan berdasarkan peragaan Pij
secara langsung.
Indeks seleksi dapat digunakan untuk beberapa tujuan yang berbeda yaitu:
1. Seleksi pada satu sifat menggunakan informasi pada individu dan hubungan kekeluargaan
tertentu
2. Seleksi pada dua atau lebih sifat menggunakan informasi pada individu
3. Seleksi pada dua atau lebih sifat menggunakan informasi pada individu dan hubungan
kekeluargaannya
4. Seleksi dari persilangan galur menggunakan data persilangan.
IX. INTERAKSI GENOTIP DAN LINGKUNGAN
A. Kompetensi Dasar:
Setelah meyelesaikan pokok bahasan ini mahasiswa dapat menjelaskan dengan benar arti
interaksi genotip – lingkungan dan hubungannya dengan pemuliaan tanaman serta mampu menghitung
parameter stabilitas suatu sifat tanaman.
B. Indikator1. Menjelaskan pengertian interaksi genotip dan lingkungan2. Menghitung interaksi genotip dan lingkungan dengan berbagai metode estimasinya3. Menjelaskan cara interpretasi hasil analisis datanya
C. Sub Materi Pokok :1. Pengertian2. Cara menghitung G x E
9.1. Pengertian
Interaksi genotip dan lingkungan sangat penting dalam program pemuliaan tanaman
terutama dalam membuat rekomendasi tentang varietas yang dianjurkan di suatu daerah.
Interaksi genotip dan lingkungan terjadi apabila penampakan atau peragaan genotip akan
berubah dengan perubahan kondisi lingkungan. Varietas berdaya hasil tinggi pada suatu
lingkungan (lokasi, musim, cara bercocok tanam) tertentu belum tentu sama pada lingkungan
yang berbeda. Oleh karena itu, apabila lingkungan berubah sering diperlukan juga perubahan
varietas yang dianjurkan, karena respon genotip tidak selalu sama terhadap perubahan
lingkungan. Interaksi genotip dan lingkungan menunjukkan adanya faktor saling pengaruh
mempengaruhi antara genotip dan lingkungan terhadap setiap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Banyak faktor lingkungan yang dapat menjadi sumber interaksi genotip antara lain:
1. Tinggi tempat dari permukaan laut
2. Perbedaan temperatur (minimum – maksimum)
3. Fotoperiod
4. Jenis tanah, keasaman tanah, keracunan unsur-unsur tertentu
5. Curah hujan, pengairan dan drainase
6. Hama, penyakit dan gulma
7. Keadaan yang kurang baik (cekaman kekeringan, kemasaman, dll.)
Berdasarkan responnya terhadap lingkungan, varietas dibedakan menjadi dua yaitu
varietas yang beradaptasi luas dan varietas yang beradaptasi sempit. Varietas beradaptasi luas
jika interaksi genotip dan lingkungannya kecil, dimana perbedaan lingkungan yang besar tidak
terlalu mempengaruhi perubahan penampakan suatu genotip atau varietas. Jika perubahan
lingkungan mempengaruhi penampakan genotip atau varietas varietas berarti andanya interaksi
genotip dan lingkungan yang besar dan varietas demikian dikategorikan sebagai varietas
beradaptasi sempit. Hal ini berarti bahwa varietas tersebut hanya akan menampilkan penampakan
terbaiknya pada kondisi lingkungan tertentu, sehingga perlu adanya spesifik varietas untuk
spesifik agroekosistem. Oleh karena itu sebelum merekomendasikan varietas unggul baru yang
akan disebar ke petani, pemulia tanaman harus melakukan uji multilokasi, multi musim, dan
multi cara bercocok tanam. Atas dasar pengujian ini, pemulia dapat merekomendasikan varietas
unggul barunya cocok untuk ditanam di semua lokasi, musim, dan cara bercocok tanam atau
hanya baik untuk lokasi, musim, dan cara bercocok tanam tertentu.
9.2. Cara menghitung G x E
Banyak metode atau konsep yang dapat digunakan untuk menduga interaksi genotip dan
lingkungan yaitu antara lain Finlay dan Wilkinson, Shakla, Wricke, Perkins dan Jinks, dan
Eberhart dan Russell. Salah satu metode yang sering digunakan yaitu metode Eberhart dan
Russell terutama untuk mengetahui stabilitas beberapa varietas di beberapa perbedaan
lingkungan dan varietas dikatan stabil apabila galat sisa regresi pada indeks lingkungan kecil dan
koefisien regresi mendekati satu. Contoh perhitungan berikut ini adalah untuk mengevaluasi
stabilitas 5 varietas yang masing-masing diulang tiga kali dan dievaluasi di tiga lokasi.
Tabel 40. Data Pengamatan untuk Stabilitas Hasil 5 Varietas pada Tiga Lokasi
Var R1 R2 R3 Total R1 R2 R3 Total R1 R2 R3 Total G-Total1 36 41 51 128 27 39 30 96 21 26 27 74 2982 40 38 50 128 36 28 28 92 27 19 26 72 2923 32 40 46 118 32 42 36 110 35 30 35 100 3284 33 30 49 112 34 29 35 98 29 32 33 94 3045 41 43 39 123 32 36 37 105 30 29 30 89 317
Total 182 192 235 609 161 174 166 501 142 136 151 429 1539FK = 15392 / 45 = 52633,8
JKTotal = 54869 – FK = 2235,2
JKLokasi = (6092 + 5012 + 4292 ) / 15 – FK = 53728,2 – FK = 1094,4
JKVar = (2982 + … + 3172) / 9 – FK = 52728,56 – FK = 94,76
JKBlok dlm Lokasi = (1822 + … + 1512 )/5 = 54085,4 – JKLokasi tak terkoreksi = 357,2
JKVar x Lokasi = (1282 +… + 892) / 3 – JKVar tak terkoreksi – JKLok tak terkoreksi + FK = 240,71
JKGalat = 448,13
Tabel 41. Analisis Keragaman Gabungan
Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Varietas 4 94,76 23,69
Lokasi 2 1094,40 547,20
Blok dlm Lokasi 3(3-1) = 6 357,20 59,53
Lokasi x Varietas 8 240,71 30,09
Galat 24 448,13 18,67
Total 44 2235,20
Anova untuk masing-masing lokasi
Lokasi I
FK = 6092 / 15 = 24725,40 JKTOTAL = 25303 – FK = 577,60
JKVAR. = 24788,33 – FK = 62,93 JKBLOK = 25042,6 – FK = 317,20
JKGALAT = 197,47
Lokasi II
FK = 5012 / 15 = 16733,4 JKTOTAL = 17009 – FK = 275,6
JKBLOK = 16750,6 – FK = 17,2 JKVAR. = 16803 – FK = 69,6
JKGALAT = 188,8
Lokasi III
FK = 4292 / 15 = 12269,4 JKTOTAL = 12557 – FK = 287,6
JKVAR = 12472,33 – FK = 287,6 JKBLOK = 12292,2 – FK = 22,8
JKGALAT = 61,87
Tabel 42. Analisis Keragaman pada Masing-masing Lokasi
SK DB JK1 KT1 JK2 KT2 JK3 KT3
Blok 2 317,20 158,60 17,20 8,60 22,80 11,40
Perlakuan 4 62,93 15,73 69,60 17,4 202,93 50,73
Galat 8 197,47 24,68 188,80 23,6 61,87 7,73
Total 14 577,60 276,60 287,60
Tabel 43. Data Rata-rata Masing-masing Varietas dan Lokasi
Perlakuan Lokasi I Lokasi II Lokasi III Total
VAR1 42,67 32,00 24,67 99,34
VAR2 42,67 30,67 24,00 97,34
VAR3 39,33 36,67 33,33 109,33
VAR4 37,33 32,67 31,33 101,33
VAR5 41,00 35,00 29,67 105,67
TOTAL 203,00 167,01 143,00 513,01
FK = 17545,28 JKLOKASI= 17910,07 – FK = 364,79
JKTOTAL = 18021,88 – FK = 476,60 JKLxV = 80,26
Tabel 44. Analisis Keragaman untuk Data Rata-rata Ulangan
SK DB JK KT
VARIETAS 4 31,55 7,89
LOKASI 2 364,79 121,60
VAR x LOK 8 80,26 10,03
TOTAL 14 476,60
Indeks seleksi masing-masing lokasi = Ii =
I1 = 40,6 – 34,20 = -0,798
I2 = (167,01/5) – 34,20 = 33,20 – 34,20 = -0,798
I3 = (143/5) – 34,20 = 28,6 – 34,20 = -5,60
=
I2 = (6,4)2 + (-0,798)2 + (-5,60)2 = 72,96
Koefisien regresi untuk masing-masing varietas = bi =
.b1 = 109,4/72,96 = 1,50 b2 = 114,2/72,96 = 1,57
.b3 = 35,8/72,96 = 0,49 b4 = 37,4/72,96 = 0,51
.b5 = 68,3/72,96 = 0,94
Ragam tiap-tiap varietas pada beberapa lokasi yang berbeda = 2Vi = Yij
2 – (Yi2/v)
Y1j2 = (42,67)2 + (32,00)2 + (24,67)2 = 3453,34
Y1. = 42,67 + 32,00 + 24,67 = 99,34
Y1.2 /l = 99,342 / 3 = 3289,48
2V1 = 3453,34 – 3289,48 = 163,86
Y2j2 = 3337,38 Y2. = 97,34 Y2.
2 /l = 3158,36 2V2 = 3337,38 – 3158,36 = 179,02
Y3j2 = 4002,43 Y3. = 109,33 Y3.
2 /l = 3984,35 2V3 = 4002,43 – 3924,35 = 18,08
Y4j2 = 3442,43 Y4. = 101,33 Y4.
2 /l = 3422,59 2V4 = 19,84
Y5j2 = 3786,31 Y5. = 105,67 Y2.
2 /l = 3722,05 2V5 = 64,26
Tabel 45. Nilai Simpangan dari Koefisien Regresi
Var Vi2 bi YijIj biYijIj ij
2 = Vi2 - biYijIj
1 163,86 1,50 109,4 164,10 0,24
2 179,02 1,57 114,2 179,29 0,27
3 18,08 0,49 35,8 17,54 0,54
4 19,84 0,51 37,4 19,07 0,77
5 64,26 0,94 68,3 64,20 0,06
Total 445,06 5,01 444,20 1,88
Simpangan Kuadrat Tengah dari regresi linier :
Sdi2 = [2
ij / (l – 2)] – (KTG / r)
Sd12 = [-0,24 / (3-2)] – (26,84/3) = -9,19
Sd22 = [-0,27 / (3-2)] – (26,84/3) = -9,22
Sd32 = [0,54 / (3-2)] – (26,84/3) = -8,41
Sd42 = [0,77 / (3-2)] – (26,84/3) = -8,18
Sd52 = [0,06 / (3-2)] – (26,84/3) = -8,89
Tabel 46. Analisis Keragaman Model Eberhart dan Russell
Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Fhitung
Total v.l – 1 = 14 476,60 34,04
Varietas .v – 1 = 4 31,55 7,89 46,41
Lokasi + (Var x Lok) V(l-1) = 10 445,05 44,51
Lokasi (linier) 1 365,46 365,46
Var x Lok (linier) 4 78,74 19,69 115,82
Simpangan Gabungan V(l-2) = 5 0,85 0,17
Varietas 1 l-2=1 0,24 0,24
Varietas 2 l-2=1 0,27 0,27
Varietas 3 l-2=1 0,54 0,54
Varietas 4 l-2=1 0,77 0,77
Varietas 5 l-2=1 0,06 0,06
Galat Gabungan v.l(r-1)=30 805,33/3=268,44 8,95
KEPUSTAKAAN
Baker, R.J. 1978. Issues in Diallel Analysis. Crop Sci. 18(4): 533-536
Carmer, S.G., W.E. Nyquist and W.M. Walker. 1989. Least Significant Differences for Combined Analyses of Experiments with Two or Three Factor Treatment Design. Agron. J. 81:665-672.
Clerg, E.L. 1994. Significance of Experimental Design in Plant Breeding. Agricultural Research Service, Maryland, p. 243-313
Dahlan, M. 1991. Peranan Statistika dalam Pemuliaan Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 16 h.
Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longman.
Gardner, C.O. and Eberhart, S.A. 1966. Analysis and Interpretation of Variety Cross Diallel and Related Populations. Boiometrics. P. 439-451
Griffing, B. 1956. Concept of General and Specific Combining Ability in Relation to Diallel Crossing System. C.S.I.R.O. Canberra. P. 463-493
Hannafin, M.J and L.L. Peck. 1998. Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey: Printice Hall, Englewood Cliffs.
Hanson, W.D. and H.F. Robinson. 1978. Statistical Genetics and Plant Breeding. NAS-NRC.
Kang, M.S. 1994. Applied Quantitative Genetics. Department of Agronomy Lousiana State University.
Kempthorne, O. 1973. An Introduction to Genetic Statistics. The Iowa State University Press, Ames.
Nasrullah dan Sumartono. 1988. Genetika Kuantitative. Proyek IMS PAU Bioteknologi UGM, Yogyakarta.
Pepper, W.D. 1983. Choosing Plant-Mating Design Allocations to Estimate Genetic Variance Components in the Absence of Prior Knowlwdge of Relative Magnitudes. Biometrics 39, 511-521.
Pribadi, B.A. dan D.P. Putri. 2001. Ragam Media dalam Pembelajaran. PAU untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti.
Singh, H.K. and Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers. New Delhi.
Sokol, M.J. and R.J. Baker. 1977. Evaluation of Assumptions Required for the Genetic Interpretation of Diallel Experiments on Self Pollinating Crops. Can. J. Plant Sci. 57:1185-1191.
Sprague, G.E. 1994. Quantitative Genetics in Plant Improvement. Agricultural Research Service, Maryland, p. 315-361
RANCANGAN KISI (LATTICE DESIGN) SEIMBANG
Pendahuluan Tujuan dari rancangan percobaan adalah keefisienan percobaan baik dari segi
penggunaan lahan maupun biaya. Suatu rancangan acak kelompok lengkap dengan banyak perlakuan akan memerlukan banyak satuan percoban untuk mencapai ketelitian percobaan, sehingga untuk mencapai keefisienan, maka penelit i dapat membentuk suatu rancangan percobaan kelompok tak lengkap. Ada beberapa metode rancangan kelompok tak lengkap, salah satunya adalah rancangan kisi seimbang. Rancangan ini pertama kali dikenalkan oleh Yates. Awalnya Yates menggunakan informasi intra blok dalam pendugaan parameter pada rancangan kisi seimbang, kemudian Yates mengenalkan analisa interblok yang memiliki perhitungan lebih akurat
Dalam rancangan percobaan terdapat tiga rancangan lapangan dasar, yaitu rancangan acak lengkap, rancangan acak kelompok lengkap, dan rancangan bujur sangkar latin. Ketiga rancangan ini tidak cocok dilakukan apabila dalam percobaan melibatkan banyak perlakuan. Untuk keefisienan rancangan percobaan dengan banyak perlakuan, Yates (1936) dalam Federer (1955) memperkenalkan rancangan kelompok tak lengkap yang dikenal dengan rancangan Lattice atau rancangan kisi.
Rancangan kisi dikatakan seimbang jika banyaknya ulangan untuk tiap perlakuan sebesar r k 1 dan banyaknya tiap pasangan perlakuan muncul dalam satu blok yang sama hanya sekali yang dinotasikan dengan 1 . Banyaknya blok yang diperlukan dalam percobaan kisi seimbang sebesar b k k 1.
Menurut Federer (1955), keuntungan dari rancangan kisi adalah banyaknya perlakuan dapat dibandingkan ke dalam blok yang relatif kecil, dapat dianalisis sebagai rancangan acak kel ompok lengkap (bergantung pada penyusunan kelompok tak lengkapnya), dan keragaman blok dalam rancangan kisi lebih dapat dikendalikan dibandingkan dengan rancangan acak kelompok lengkap. Sedangkan kerugian dari rancangan kisi adalah perhitungan yang cukup rumit, yaitu pada saat data dalam satuan percobaan hilang, tidak tersedia untuk semua nilai t , r , dan k , analisa menjadi rumit jika perlakuannya merupakan persoalan dalam membedakan keragaman galat, dan rancangan lebih sulit dibentuk.
Awalnya analisa untuk rancangan kisi hanya menggunakan informasi intrablok, sehingga keragaman antar blok tak lengkap diabaikan. Kemudian Yates (1939) dalam Federer (1955) menggunakan informasi tambahan akibat keragaman antar kelompok tak lengkap yang dikenal dengan analisa interblok dalam rancangan kisi. Dengan analisa interblok, keefisienan rancangan kisi terhadap rancangan acak kelompok lengkap akan lebih besar dari 100, sedangkan keefisienan rancangan kisi akan lebih kecil dari 100 jika dilakukan dengan analisa intrablok.
Dalam tulisan ini akan dipelajari pembentukan rancangan kisi seimbang, pendugaan parameter menggunakan analisa intrablok dan interblok, analisa varian pada rancangan kisi seimbang, dan pengaplikasi rancangan kisi seimbang menggunakan paket program SAS.
Pembentukan Rancangan Kisi
Sebagai contoh, pada suatu percobaan di bidang pertanian terdapat 9 varietas padi yang akan diamati hasilnya. Penelitian dilakukan di areal persawahan dan dilakukan pengelompokan untuk meningkatkan ketelitian percobaan. Akan tetapi, di lapangan peneliti sulit menemukan kelompok satuan percobaan homogen yang dapat ditanami 9 varietas padi. Oleh karena itu peneliti memilih rancangan kisi seimbang 3x3 sebagai alternatifnya. Dalam penelitian ini, peneliti harus menyediakan12 blok tak lengkap yang berukuran k=3 satuan percobaan, sehingga setiap perlakuan akan muncul sebanyak r 4 kali. Untuk pembentukkan dan pengacakan ra ncangan percobaan, dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:1. Areal percobaan dibagi menjadi r k 1 ulangan, yang masing-masing berisi t=k2 satuan
percobaan. Untuk contoh ini, areal percobaandibagi menjadi r 4 ulangan, yang masing-masing terdiri dari t 9 satuan percobaan, seperti yang terlihat pada layout berikut:
Blok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 41 1 2 3 10 11 12 19 20 21 28 29 302 4 5 6 13 14 15 22 23 24 31 32 333 7 8 9 16 17 18 25 26 27 34 35 36
Gambar 1. Layout Satuan Percobaan Rancangan Kisi Seimbang 3x32. Bagilah setiap ulangan ke dalam k=3 kelompok tak lengkap, yang masing -masing kelompok
berisi k=3 satuan percobaan.3. Pilih rancangan dasar kisi seimbang sesua i dengan banyaknya perlakuan yang akan diamati.
Untuk contoh ini, rancangan dasar kisi seimbang 3x3 diambil dari rancangan 10.1 dalam Cochran & Cox seperti yang terlihat pada Gambar berikut:Blok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
1 v1 v2 v3 v1 v4 v7 v1 v5 v9 v1 v8 v62 v4 v5 v6 v2 v5 v8 v7 v2 v6 v4 v2 v93 v7 v8 v9 v3 v6 v9 v4 v8 v3 v7 v5 v3
Sumber : Cochran & Cox, 1957 .Gambar 2. Layout Rancangan Dasar Kisi Seimbang 3x3
4. Acaklah susunan ulangan dari rancangan dasar yang terpilih. Mi salkan setelah dilakuan pengacakan pada rancangan dasar (Gambar 2).
Blok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 41 v1 v4 v7 v1 v2 v3 v1 v8 v6 v1 v5 v92 v2 v5 v8 v4 v5 v6 v4 v2 v9 v7 v2 v63 v3 v6 v9 v7 v8 v9 v7 v5 v3 v4 v8 v3
Gambar 3. Layout Rancangan Kisi Seimbang 3x3 Setelah Dilakukan Pengacakan pada Ulangan.
5. Acaklah kelompok tak lengkap dalam setiap ulangan.Blok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
1 v3 v6 v9 v4 v5 v6 v7 v5 v3 v1 v5 v92 v2 v5 v8 v1 v2 v3 v1 v8 v6 v4 v8 v33 v1 v4 v7 v7 v8 v9 v4 v2 v9 v7 v2 v6
Gambar 4. Layout Rancangan Kisi Seimbang 3x3 Setelah Dilakukan Pengacakan Kelompok dalam Setiap Ulangan.
6. Acaklah susunan perlakuan dalam setiap kelomok tak lengkap.Blok Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
1 v9 v3 v6 v5 v4 v6 v7 v5 v3 v1 v9 v52 v8 v5 v2 v3 v2 v1 v6 v8 v1 v4 v8 v33 v7 v1 v4 v9 v8 v7 v2 v4 v9 v7 v6 v2
Gambar 5. Layout Rancangan Kisi Seimbang 3x3 Setelah Dilakukan Pengacakan Perlakuan dalam Setiap Kelompok.
Layout pada Gambar 5 merupakan modifikasi lain dari rancangan dasar kisi seimbang 3x3. Pada pengacakan dan penataan rancangan kisi seimbang, hal yang terpenting yang harus diperhatikan adalah syarat dari rancangan kisi seimbang, yaitu setiap pasangan perlakuan mun cul bersama-sama hanya satu kali dalam kelompok yang sama.
Model Linier dan Asumsi
Hasil pengamatan pada rancangan kisi seimbang terdiri dari komponen -komponen yang bersifat aditif. Model untuk rancangan kisi seimbang adalah:
Yijg i g ij ijg , i 1,2, , r , j 1,2, , b , g 1,2, , t
dimana,Y
ijg = Pengamatan untuk perlakuan ke - g pada blok ke- j untuk ulangan ke- i = Rataan umum i = Pengaruh ulangan ke- i ij = Pengaruh blok ke- j untuk ulangan ke- i
g = Pengaruh perlakuan ke - g
ijg = Galat percobaan untuk perlakuan ke - g pada blok ke- j ulangan ke- iAsumsi untuk model linier rancangan ini adalah:
a. ijg menyebar bebas identik menurut sebaran normal 0, 2 b. ˆ i 0
i 1
c. ij menyebar bebas identik menurut sebaran normal 0, 2 d. Pengaruh perlakuan tetap atau acake. ijg dan ij menyebar saling bebasr
Analisa Varian
Analisa varian pada rancangan kisi seimbang biasanya menggunakan analisa interblok. Berikut ini akan diberikan tabel analisa varian pada rancangan kisi seimbang (Tabel 1) dan formula - formula untuk mendapatkannya :
FK G 2
k 2 k 1r bt
JKT Yijg2 FK
Ri2r
JKR i 1 FKk 2
t
Tg2
JKP g 1 FKk 1TK
Tabel 1. Analisa Varian pada Rancangan Kisi SeimbangSumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat NHKTKeragaman Kuadrat tengah
Ulangan k JKR -2 k 2 k 2 2
Blok k 1 JKBK KTBk 2
k 2
2
(Terkoreksi) k 1Perlakuan
k 2 1 JKPTK
2 k
2 k 1
2(Tak -Terkoreksi) k 1
Galat Intrablok k 1k 2 1 JKGintra
KTGintra
2
Perlakuan k 2 1 JKPK KTPK 2 k 1
2
(Terkoreksi)
Galat Efektif k 1 k2
1 - KTGefektif
2 1
k
Total k 2 k 1 1 JKT - -Sumber : Federer, 1955.
t
Wg2
JKBK g 1
k 3 k 1
JKGintra JKT JKR JKPTK JKBK
KTBK JKBK
k 2 1
KTGintra
JKGintra
k 1k 2 1 KTBK KTGintra
k 2 KTBK
Tg' Tg Wg
t
JKPK
Tg
' 2 FKg 1
KTPK
JKPK
k 2 1KTG
efektif
KTGintra 1 k
Pada pengujian hipotesis bahwa H 0 : 1
2 tvsH1: sedikitnya adaij,ij,
digunakan statistik uji:
Fhit
KTPK ~ F
k 2 1;k 1k 2 1KTG
efektif
Sehingga kesimpulannya adalah tolak H 0 : 1 2 tjikaFhit Fk 2 1;k 1k 2 1, yang berarti
terdapat pengaruh dari perlakuan terhadappengamtan. JikaF
hit
F
k 2 1;k 1k 2 1
H 0 : 1
2t diterima yang artinya perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
pengamatan.Pada analisa varian rancangan kisi seimbang, kuadrat tengah blok terkoreksi harus lebih
besar daripada kuadrat tengah galat intrablok. Hal ini dikarenakan jika kuadrat tengah blok terkoreksi lebih besar daripada kuadrat tengah galat intrablok, pengoreksian untuk blok tidak berpengaru h. Sehingga dalam kasus ini data pada rancangan kisi seimbang dapat dihitung dengan analisa varian untuk rancangan acak kelompok lengkap dengan ulangan sebagai pemblokan.
Apabila pengujian hipotesis telah dilakukan dan kesimpulan menunjukkan bahwa perlak uanyang diberikan berpengaruh secara nyata dengan taraf nyata 1 % . Perbedaan rataan simpanganbaku antara dua perlakuan terkoreksi adalah:
s 2 k 1 2Ee 1 k
k 1 k 1 kw w' Efisiensi (ketepatan) rancangan kisi seimbang terhadap rancangan acak kelompok lengkap
adalah perbandingan antara keragaman rataan galat efektif.
ER
100JKBK JKGintra
k k 2 1KTGefektif
Studi Kasus
Suatu percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan tanaman padi. Pada percobaan ini terdapat 16 jenis pupuk sebagai perlakuan yang akan diteliti. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kisi seimbang berukuran 4x4, sehingga dalam percobaan diperlukan k 4 blok yang berukuran k 4 satuan percobaan dalamk 1 4 1 5 ulangan. Satuan percobaan yang dipe rlukan sebanyak k 2 k 1 80 satuan lahan percobaan dengan ukuran 1mx1m. Setelah dilakukan percobaan, diperoleh data banyak anakan dalam setiap satuan percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Banyak Anakan per Meter Persegi dari 16 Perlakuan Pemupukan yangDiujikan dalam Rancangan Kisi Seimbang 4x4
Blok Ulangan 1 Blok Ulangan 2 Blok ulangan 3v1 v2 v3 v4 v1 v5 v9 v13 v1 v6 v11 v16
1 147 152 167 150 1 140 165 182 152 1 155 162 177 152v5 v6 v7 v8 v10 v1 v14 v6 v5 v2 v15 v12
2 127 155 162 172 2 97 155 192 142 2 182 130 177 165v9 v10 v11 v12 v7 v15 v3 v11 v9 v14 v3 v8
3 147 100 192 177 3 155 182 192 192 3 137 185 152 152v13 v14 v15 v16 v16 v8 v12 v4 v13 v10 v7 v4
4 155 195 192 205 4 182 207 232 162 4 185 122 182 192
Blok Ulangan 4 Blok Ulangan 5
v1 v14 v7 v12 1 10 15 8
1 220 202 175 205 1 147 112 177 147v13 v2 v11 v8 9 2 7 16
2 205 152 180 187 2 180 205 190 167
v5 v10 v3 v16 13 6 3 12
3 165 150 200 160 3 172 212 197 192v9 v6 v15 v4 5 14 11 4
4 155 177 185 172 4 177 220 205 225Sumber : Gomez & Gomez, 1995 .
Dengan menggunakan paket program SAS, maka analisa varian perlakuan pupuk terhadap hasil anakan padi adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Analysis of Variance for Hasil Padi
Source DF Sum of Mean SquareSquares
Replications 4 5946.05 1486.51Blocks within Replications (Adj.) 15 11382 758.79
Component B 15 11382 758.79Treatments (Unadj.) 15 26994 1799.62Intra Block Error 45 14533 322.96Randomized Complete Block Error 60 25915 431.92Total 79 58856 745.01
Tabel 4. Additional Statistiks for Hasil PadiDescriptive Value
Variance of Means in Same Block 147.74LSD at .01 Level 32.6909LSD at .05 Level 24.4807Efficiency Relative to RCBD 116.94
Tabel 5. Adjusted Treatment Means for Hasil PadiTreatment Mean Treatment Mean
1 165.76 9 163.002 161.04 10 118.823 183.92 11 188.194 175.68 12 190.545 162.88 13 169.516 173.82 14 197.237 168.43 15 185.678 176.92 16 167.78
Berdasarkan hasil analisa dapat dilihat tabel anava, deskripsi statistik dan rata -rata perlakuan terkoreksi untuk data hasil padi untuk 16 perla kuan pupuk. Pada tabel anava dapat dilhat bahwa KTBK KTGintra , sehingga pemblokkan pada rancangan kisi seimbang berpengaruh terhadappengamatan.
Pada hasil analisa juga terdapat deskripsi statistic dari hasil percobaan, sehingga dapat diuraikan sebagai berikut:- Keragaman rata-rata antar perlakuan pada percobaan adalah 147,4, sehingga simpangan bakunya
adalah 147,74 12,15 .- Nilai beda nyata terkecil (LSD) untuk uji pembandingan perlakuan pada taraf kepercayaan 99%
atau 1% adalah 32,6909.- Nilai beda nyata terkecil (LSD) untuk uji pembandingan perlakuan pada taraf kepercayaan 95%
atau 5% adalah 24,4807.- Efisiensi rancangan kisi seimbang terhadap rancangan kelompok tak lengkap adalah 116,94%,
berarti rancangan kisi seimbang pada percobaan 16,94% lebih efisien dibanding rancangan acak kelompok lengkap.
Berdasarkan rata-rata perlakuaan terkoreksi pada hasil analisa dapat dihitung pengaruh tiap perlakuan pupuk terhadap banyaknya anakan padi. Dengan membandingkan nilai LSD pada deskripsi statitisik maka dapat dilihat perlakuan yang berbeda dengan taraf nyata 100 % . Perbedaan pengaruh antar perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Perbedaan Pengaruh Antar Perlakuanˆi 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 4,72 18,16 9,92 2,88 8,06 2,67 11,16 2,76 46,94** 22,4 24,78* 3,75 31,47* 19,91 2,022 22,88 14,64 1,84 12,78 7,39 15,88 1,96 42,22** 27,2* 29,5* 8,47 36,19** 24,63** 6,743 8,24 21,04 10,1 15,49 7 20,92 65,1** 4,27 6,62 14,41 13,31 1,75 16,144 12,8 1,86 7,25 1,24 12,68 56,86** 12,5 14,86 6,17 21,55 9,99 7,95 10,94 5,55 14,04 0,12 44,06** 25,3* 27,66* 6,63 34,35** 22,79 4,96 5,39 3,1 10,82 55** 14,4 16,72 4,31 23,41 11,85 6,047 8,49 5,43 49,61** 19,8 22,11 1,08 28,8* 17,24 0,658 13,92 58,1** 11,3 13,62 7,41 20,31 8,75 9,149 44,18** 25,2* 27,54* 6,51 34,23** 22,67 4,78
10 69,4** 71,72** 50,69** 78,41** 66,85** 48,96**
11 2,35 18,68 9,04 2,52 20,4112 21,03 6,69 4,87 22,7613 27,72* 16,16 1,7314 11,56 29,45*
15 17,89
* = Kedua perlakuan berbeda dengan taraf 95%.* = Kedua perlakuan berbeda dengan taraf 99%.
Kesimpulan
Rancangan kisi seimbang merupakan suatu rancangan kelompok tak lengkap dimana sebanyak t=k2 perlakuan berada dalam blok yang berukuran k satuan percobaan dan banyaknya tiap pasangan perlakuan muncul dalam satu blok yang sama hanya sekali. Ulangan pada rancangan kisi seimbang dapat dikatakan sebagai rancangan acak kelompok lengkap jika kuadrat tengah blok lebih kecil daripada kuadrat tengah galat.Pengaruh perlakuan pada rancangan kisi seimbang diduga dengan menggunakan analisa interblok, sehingga pengujian pengaruh perlakuan lebih akurat. Penghitungan analisis varian untuk rancangan kisi seimbang lebih mudah dibandingkan dengan analisis varian untuk rancangan kisi lainnya. Apabila percobaan yang dilakukan memiliki banyak perlakuan, rancangan kisi seimbang akan lebih efisien dibandingkan rancangan acak kelompok lengkap. Sehingga penelitii terutama di bidang pertanian yang akan melakukan percobaan dengan banyak perlakuan dapat melakukan percobaan menggunakan rancangan kisi seimbang untuk tujuan keefisienan percobaan.
Dari studi kasus pengamatan 16 pupuk pada padi, dapat disimpulkan bahwa pemupukan yang dilakukan memiliki pengaruh terhadap hasil anakan padi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anonim. General BIBD. http://mathstat.carleton.ca/~Amills/STAT 5505-06/110.pdf. (03Maret 2007)
[2] Cochran, W.G. and G.M. Cox. 1957. Experimental Designs, 2 nd ed. John Wiley & Sons, New York, USA.
[3] Federer, W.T. 1955. Experimental Design: Theory and Application . MacMillan Company, New York, USA.
[4] Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian, Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. UI -Press, Jakarta.
[5] Hinkelmann, K. And O. Kempthorne. 2005. Design and Analysis of Experiments . John Wiley & Sons, New York, USA..
[6] Kempthorne, O. 1952. The Design and Analysis of Experiments . John Wiley & Sons, New York, USA.
[7] Kuehl, R.O. 2000. Statistical Principles of Research Design and Analysis, 2 nd ed. Duxbury-Thomson Learning, London.
[8] Lentner, M. and T. Bishop.1986. Experimental Designs and Analysis . Valley Book Company, Blacksburg, VA, USA.
[9] Montgomery, D.C. 1976. Design and Analysis of Experiments . John Wiley & Sons, New York, USA.
[10] Ott, R.L. and M. Longnecker. 2001. Statistical Methods and Data Analysis , 5th ed. Duxbury, USA.
[11] Peterson, R.G. 1994. Agricultural Field Experiments: Design and analysis . Marcel dekker, Inc, New York.
160
Sigma Mu Rhoe-Jurnal Statistika
[12] Setiyowati, N.T. 2006. Rancangan Kelompok Tak Lengkap Seimbang . Tugas Akhir Universitas Gadjah Mada Tahun 2006.
[13] Snyder, E.B. Lattice and Compact Family Block Designs In Forest Genetics .www.ncrs.fs.fed.us/pubs/rp/rp_nc006/rp_nc006_012.pdf. (02 Januari 2007).
[14] Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik, edisi ke -3. Diterjemahkan oleh Ir. Bamba ng Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[15] Williams, E.R. et.al. 2002. Experimental Design and Analysis for Tree Improvement, 2 nd ed. CSIRO Publishing, Australia.
[16] Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan: Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya . Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[17] Yusnandar, M.E. 2001. Aplikasi Analisis Regresi/korelasi Data Hasil Penelitian Peternakan dengan Menggunakan Program SAS (Statistical Analysis System) . Informatika Pertanian Volume 10:570-583.
1