daftar isi - ansn.bapeten.go.idansn.bapeten.go.id/files/ins_efek_biologi.pdf · mempunyai bentuk...

39
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 01 A. Latar Belakang.......................................................................... 01 Tujuan Instruksional Umum..................................................... 01 Tujuan Instruksional Khusus.................................................... 01 BAB II. SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL................. 03 BAB III INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH........................................ 06 A. Interaksi radiasi dengan molekul air (radiolisis air)................... 07 B. Interaksi radiasi dengan DNA.................................................... 07 C. Interaksi radiasi dengan kromosom............................................ 09 D. Interaksi radiasi dengan sel…………………………………… 12 E. Radiosensitivitas Sel.................................................................. 12 BAB IV EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH............................. 14 A. Klasifikasi Efek Radiasi............................................................ 14 B. Efek Radiasi Pada Organ Tubuh .............................................. 17 1. Kulit......................................................................................... 17 2. Mata ....................................................................................... 19 3. Tiroid....................................................................................... 19 4. Paru......................................................................................... 20 5. Organ reproduksi................................................................... 20 6. Sistem Pembentukan Darah.................................................... 21 7. Sistem Pencernaan.................................................................. 23 8. Janin ....................................................................................... 24 BAB V SINDROMA RADIASI AKUT................................................... 25 BAB VI. EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA................... 31 BAB VII RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI............................................. 34 Daftar Pustaka ..................................................................................................... 37 i

Upload: buidat

Post on 03-Mar-2018

230 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 01

A. Latar Belakang.......................................................................... 01

Tujuan Instruksional Umum..................................................... 01

Tujuan Instruksional Khusus.................................................... 01

BAB II. SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL................. 03

BAB III INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH........................................ 06

A. Interaksi radiasi dengan molekul air (radiolisis air)................... 07

B. Interaksi radiasi dengan DNA.................................................... 07

C. Interaksi radiasi dengan kromosom............................................ 09

D. Interaksi radiasi dengan sel…………………………………… 12

E. Radiosensitivitas Sel.................................................................. 12

BAB IV EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH............................. 14

A. Klasifikasi Efek Radiasi............................................................ 14

B. Efek Radiasi Pada Organ Tubuh .............................................. 17

1. Kulit......................................................................................... 17

2. Mata ....................................................................................... 19

3. Tiroid....................................................................................... 19

4. Paru......................................................................................... 20

5. Organ reproduksi................................................................... 20

6. Sistem Pembentukan Darah.................................................... 21

7. Sistem Pencernaan.................................................................. 23

8. Janin ....................................................................................... 24

BAB V SINDROMA RADIASI AKUT................................................... 25

BAB VI. EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA................... 31

BAB VII RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI............................................. 34

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 37

i

Efek Biologi Radiasi

EFEK RADIASI PADA SISTEM BIOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Radiasi tidak dapat dilihat, dirasa atau diketahui keberadaannya oleh tubuh

dan paparan radiasi yang berlebih dapat menimbulkan efek yang merugikan.

Pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan

mematuhi ketentuan tehnik kerja dengan menggunakan sumber radiasi

untuk menghindari terjadinya paparan radiasi yang tidak diinginkan.

Pemanfaatan radiasi pada berbagai bidang untuk kesejahteraan manusia

dapat dilakukan tanpa batas selama selalu memperhatikan prosedur standar

proteksi dan keselamatan radiasi. Prosedur proteksi bertujuan untuk

mencegah terjadinya efek deterministik pada individu dengan

mempertahankan dosis di bawah ambang dan untuk memperkecil risiko

terjadinya efek stokastik pada populasi di masa kini dan masa mendatang.

Materi dalam modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar

mengenai berbagai efek radiasi pada sistem biologi tubuh manusia.

Tujuan Instruksional Umum:

Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mengetahui dan

memahami berbagai efek radiasi pada tubuh yang meliputi interaksi radiasi

dengan materi biologi, klasifikasi efek radiasi, efek pada berbagai organ dan

sistem tubuh akibat pajanan radiasi lokal dan sindroma radiasi akut, serta

efek kontaminasi radionuklida.

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan dapat:

1. Memahami biologi sel sebagai unit fungsional terkecil dalam tubuh

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 1

Efek Biologi Radiasi

2. Memahami interaksi radiasi dengan materi biologi yaitu dengan

molekul air, DNA, kromosom dan sel serta radiosensitivitas sel

3. Memahami berbagai jenis efek radiasi yang meliputi efek somatik, efek

genetik, efek segera, efek tertunda, efek deterministik, efek stokastik dan

efek bystander

4. Memahami efek radiasi pada beberapa organ tubuh akibat paparan

radiasi lokal

5. Memahami sindroma radiasi akut akibat paparan radiasi seluruh tubuh

6. Memahami efek kontaminasi interna radionuklida.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 2

Efek Biologi Radiasi

BAB II

SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL

Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan

lainnya. Setiap organ tubuh umumnya tersusun dari jaringan yang merupakan

kumpulan dari sejumlah sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama.

Sel merupakan unit fungsional terkecil dalam tubuh karena dapat menjalankan

fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti melakukan pembelahan,

pernapasan, pertumbuhan dan tanggapan terhadap rangsangan. Sel tubuh

sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan fungsinya. Tubuh manusia dewasa

terdiri dari sekitar seratus trilliun sel dengan diameter rerata sekitar 10

mikrometer.

Sel pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu sitoplasma dan inti

sel (nucleus) yang keduanya dilindungi oleh suatu membran sel yang

memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel dan mengatur transportasi

bahan-bahan keluar masuk sel. Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel

yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel antara lain

mitokondria berfungsi sebagai sumber energi bagi sel; lisosom sebagai tempat

sintesa enzim yang dibutuhkan sel; ribosom sebagai organ tempat sintesa

protein; dan lainnya. Sedangkan inti sel mengandung suatu struktur biologik

yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan

penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang

berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Instruksi

genetika dari sebuah sel dikatakan sangat spesifik dan akan diturunkan secara

menyeluruh melalui proses pembelahan sel.

Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang

membawa kode informasi tertentu dan spesifik untuk satu macam polipeptida

yang harus disintesa oleh sel. Dari 23 pasang kromosom tersebut, 22 pasang

yang dikenal dengan nama autosom mempunyai bentuk umum yang serupa

baik untuk laki-laki maupun perempuan, sedangkan pasangan ke 23

mempunyai bentuk yang berbeda yang dikenal dengan kromosom seks.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 3

Efek Biologi Radiasi

Struktur kromosom, (A) sebaran 46 buah kromosom dalam sebuah sel dan (B)

kario

Gambar 1.

tip kromosom sebagai susunan kromosom dari pasangan no. 1 sampai no.

mengandung

Gambar 2. menunjukkan hubungan antara DNA dengan

kromosom dalam inti sel.

23.

Instruksi genetika pada kromosom tersusun dalam bentuk rantai panjang

molekul DNA (Deoxyribonucleic acid). DNA merupakan sepasang rantai

panjang polinukliotida berbentuk spiral ganda (double helix) yang dihubungkan

dengan ikatan hidrogen. Selama sel melakukan mitosis (pembelahan sel),

spriral ganda DNA dibagi dua yang masing-masing akan digunakan sebagai

cetakan (template) oleh sejumlah enzim untuk mensintesa molekul DNA yang

identik dengan DNA awal. Oleh karena itu struktur DNA

informasi yang dibutuhkan sel untuk melakukan replikasi.

Gambaran skematis yang

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 4

Efek Biologi Radiasi

Sebuah nukliotida tersusun dari molekul gula (deoxyribose), basa nitrogen dan

gugus fosfat. Empat jenis basa nitrogen yang terikat pada molekul gula dan

saling berpasangan adalah Adenin (A) dengan Timin (T) dan Guanin (G)

dengan Sitosin (C). Urutan dari pasangan basa tersebut mengekspresikan kode

genetik yang dibawa yang dikenal sebagai gen. Fungsi DNA dalam inti sel

adalah untuk mengendalikan faktor-faktor keturunan dan sintesa protein.

Gambar 3. Struktur DNA yang menunjukkan ikatan antara gula, basa dan gugus fosfat.

Selain itu juga terdapat asam nukleat lain yang terdapat dalam sitoplasma sel

yaitu RNA (Ribonucleic acid). RNA berbentuk untai tunggal dengan gula

ribosa dan basa penyusunya seperti DNA kecuali basa timin diganti dengan

Urasil (U) dan fungsi dari RNA hanya berhubungan dengan sintesa protein.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 5

Efek Biologi Radiasi

BAB III

INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH

Interaksi radiasi dengan materi biologi diawali dengan terjadinya interaksi fisik

yaitu terjadinya proses eksitasi dan/ atau ionisasi, yang terjadi dalam waktu

10-15 detik setelah paparan radiasi. Reaksi ini dalam waktu 10-10 detik segera

yang diikuti dengan interaksi fisikokimia yang menghasilkan pembentukan ion

radikal. Selanjutnya terjadi reaksi kimia dengan menghasilkan radikal bebas

dalam waktu 10-5 detik. Radikal bebas menginduksi terjadinya reaksi biokimia

yang menimbulkan kerusakan khususnya pada DNA. Rangkaian proses ini

diakhiri dengan terjadinya respon biologi yang dalam waktu harian sampai

tahunan akan menimbulkan efek biologi.

Elektron sekunder yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi dari

elektron tersebut langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang

mempunyai arti biologi penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak

langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam

sel yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting.

Gambar 4. Interaksi langsung dan tidak langsung radiasi foton dengan DNA.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 6

Efek Biologi Radiasi

A. Interaksi radiasi dengan molekul air (radiolisis air)

Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan

menghasilkan ion radikal yang kemudian akan dihasilkan radikal bebas (H*

dan OH*). Radiakal bebas adalah suatu atom atau molekul yang bebas,

tidak bermuatan dan mempunyai sebuah elektron yang tidak berpasangan

pada orbit terluarnya. Keadaan ini menyebabkan radikal bebas menjadi

tidak stabil, sangat reaktif dan toksik terhadap molekul organik vital tubuh.

Radikal bebas yang terbentuk dapat saling bereaksi menghasilkan suatu

molekul hidrogen peroksida yang stabil dan toksik. Mengingat sekitar 80%

dari tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi

dalam tubuh terjadi secara tidak langsung.

H2O ⇒ H2O+ + e-

ion radikal (10-10 detik)

H2O+ ⇒ H+ + OH*

radikal bebas (10-5 detik)

e- + H2O ⇒ OH- + H*

B. Interaksi radiasi dengan DNA

Kerusakan pada DNA sebagai akibat radiasi dapat menyebabkan terjadinya

perubahan struktur molekul gula atau basa, pembentukan dimer, putusnya

ikatan hidrogen antar basa, hilangnya gula atau basa dan lainnya.

Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untai DNA yang

disebut single strand break dan putusnya kedua untai DNA pada posisi yang

berhadapan, yang disebut double strand breaks.

Radiasi LET tinggi dan dosis tinggi radiasi LET rendah menyebabkan

sekumpulan kerusakan yang padat pada suatu lokasi tertentu pada DNA,

disebut dengan clustered damage. Distribusi kerusakan yang tidak

homogen ini lebih sulit untuk diperbaiki dibandingkan dengan kerusakan

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 7

Efek Biologi Radiasi

DNA yang random. Clustered damage didefinisikan sebagai dua atau lebih

kerusakan (basa teroksidasi, basa hilang, atau strand breaks) yang terjadi

pada suatu tempat tertentu dalam struktur heliks DNA. Dosis sangat rendah

sekitar 0,01 Gy dapat menimbulkan kerusakan clustered DNA, yang

keseluruhan terdiri dari 20% double strand breaks dan 80% jenis kerusakan

DNA lainnya. Total clustered damage akibat radiasi pengion 3 – 4 kali lebih

besar dari double strand breaks dan nampaknya tidak terjadi pada sel yang

tidak diirradiasi. Tingkat clustered damage yang terjadi segera setelah

paparan radiasi dapat digunakan sebagai dosimeter yang relatif sensitif.

Karena kumpulan kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki dan

terakumulasi dalam sel, maka dapat dideteksi pada waktu yang lebih lama

setelah paparan.

Gambar 5. Kerusakan pada struktur DNA akibat paparan radiasi pengion.

Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses

perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat

berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula

dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi bila kerusakan

yang terjadi terlalu banyak yang melebihi kapasitas kemampuan proses

perbaikan, maka perbaikan tidak dapat berlangsung dengan secara tepat dan

sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang

dikenal dengan mutasi.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 8

Efek Biologi Radiasi

C. Interaksi radiasi dengan kromosom

Kromosom terdiri dari dua lengan (telomer) yang dihubungkan satu sama

lain dengan suatu penyempitan yang disebut sentromer. Pada salah satu fase

dari siklus sel yaitu fase S (sintesa DNA), kromosom mengalami

penggandaan untuk kemudian masuk ke dalam fase mitosis yaitu fase

pembelahan dari satu sel menjadi dua sel anak.

Radiasi menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah dan struktur

kromosom (aberasi kromosom). Perubahan jumlah kromosom, misalnya

menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan timbulnya kelainan

genetik. Sedangkan kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan

kromosom yang terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar

dengan meningkatnya dosis radiasi.

Bentuk aberasi kromosom yang dapat timbul akibat radiasi adalah:

1. Kromosom asentrik (fragmen asentrik), adalah potongan kecil

kromosom yang tidak mengandung sentromer. Kromosom ini

merupakan hasil dari terjadinya delesi atau pematahan pada lengan

kromosom, baik terminal atau interstisial.

2. Kromosom cincin (ring), merupakan hasil penggabungan lengan

kromosom dari dari satu kromosom yang sama.

3. Kromosom disentrik, adalah kromosom dengan dua buah sentromer

sebagai hasil dari penggabungan dua kromosom yang mengalami

patahan

4. Translokasi yaitu terjadinya perpindahan fragmen antar lengan dari

kromosom yang sama atau dari dua kromosom.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 9

Efek Biologi Radiasi

Gambar 6. Aberasi kromosom pada sel darah limfosit manusia. Kanan, kromosom

asentrik, cincin dan disentrik. Kiri, kromosom translokasi.

Di antara jenis kerusakan struktur kromosom, disentrik adalah yang paling

spesifik akibat radiasi. Dengan demikian jenis aberasi kromosom ini dapat

digunakan sebagai dosimeter biologis. Perubahan pada struktur kromosom

merupakan indikator kerusakan akibat pajanan radiasi pada tubuh yang

sangat dapat diandalkan. Pemeriksaan aberasi kromosom pada sel darah

limfosit sebagai sel tubuh yang paling sensitif terhadap radiasi, selain untuk

memperkirakan tingkat keparahan efek radiasi dan risiko pada kesehatan,

juga dapat digunakan sebagai dosimeter biologi.

Aberasi kromosom dapat dibagi atas 2 kelompok utama yaitu aberasi tidak

stabil dan aberasi stabil. Kromosom disentrik dan cincin merupakan aberasi

tidak stabil karena sel yang mengandung kromosom ini akan mengalami

kematian ketika melakukan pembelahan sel. Dengan demikian, penggunaan

kromosom disentrik sangat terbatas oleh waktu karena jumlah sel yang

mengandung kromosom ini akan terus menurun bersama dengan

bertambahnya waktu pasca pajanan radiasi. Analisis frekuensi kromosom

disentrik khususnya digunakan pada individu yang terpapar secara akut

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 10

Efek Biologi Radiasi

akibat kerja atau dalam kasus kecelakaan radiasi yang harus dilakukan

dalam waktu secepatnya pasca paparan radiasi.

Translokasi merupakan aberasi kromosom bersifat stabil. Kromosom ini

tidak hilang dengan bertambahnya waktu karena sel yang mengandung

kromosom bentuk ini tidak mati ketika melakukan pembelahan sel. Dengan

demikian adanya kromosom translokasi akan sangat berguna untuk

digunakan sebagai indikator kerusakan genetik yang tetap ada meskipun

dalam waktu yang lama setelah paparan radiasi atau sebagai indikator dari

terjadinya akumulasi kerusakan untuk pendugaan risiko akibat radiasi.

Analisis translokasi lebih sesuai bila digunakan untuk pemeriksaan paparan

radiasi akut atau kronik yang dapat dilakukan beberapa tahun kemudian

setelah terpapar radiasi. Translokasi berperan dalam perkembangan kelainan

atau penyakit genetik dan dalam karsinogenesis termasuk proses aktivasi

onkogen yang menyebabkan sel normal berkembang menjadi sel malignan.

Dengan demikian pendeteksian adanya translokasi akan menjadi sangat

penting dalam memprediksi kemungkinan risiko kanker yang mungkin

diderita pada beberapa waktu kemudian. Tabel di bawah ini menunjukkan

hubungan antara aberasi kromosom dengan jenis kanker.

Tabel 1. Hubungan antara aberasi kromosom stabil dengan kanker.

Aberasi kromosom kanker

Delesi 5q (5q-) :gen p53

Delesi 1p (p31p36)

Delesi 13q14

Delesi 3p (p14p23)

Translokasi (6;14)(q21;q24)

Translokasi (8;14)(q24;q23)

Translokasi (9;22)(q34;q11)

Translokasi (11;14)(q13;q32)

Karsinoma kolon

Neuroblastoma

Retinoblastoma

Small-cell carcinoma (paru)

Karsinoma ovarium

Burkitt lymphoma

Chronic myelogenous leukemia

Chronic lymphocytic leukemia

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 11

Efek Biologi Radiasi

D. Interaksi radiasi dengan sel

Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel akan menyebabkan

sel tetap hidup atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan

yang terjadi secara enzimatis. Bila proses perbaikan berlangsung dengan

baik dan tepat/sempurna dan juga tingkat kerusakan yang dialami sel tidak

terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaannya sebelum

terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka

akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi telah mengalami

perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi sudah

menjadi sel yang baru atau terubah/abnormal tetapi hidup. Selain itu, bila

tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila proses perbaikan

tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati.

Gambar 7. Rangkaian proses yang terjadi pada sel akibat radiasi pengion.

E. Radiosensitivitas Sel

Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas terhadap paparan radiasi yang

berhubungan dengan kematian sel, khususnya kematian reproduktif sel.

Yang dimaksud dengan kematian reproduktif adalah hilangnya kemampuan

sel untuk melakukan pembelahan (proliferasi) setelah sel melakukan mitosis

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 12

Efek Biologi Radiasi

dua atau tiga kali. Radiosensitivitas suatu sel bergantung pada faktor fisik,

kimia dan biologi sel.

Faktor fisik antara lain meliputi LET radiasi, dosis, laju dosis, dan distribusi

waktu paparan radiasi (tunggal dan fraksinasi). Senyawa kimia dapat

memodifikasi tingkat radiosensitivitas sel yang dibedakan atas dua

kelompok utama yaitu radioprotektor dan radiosensitizer. Sedangkan faktor

biologi sel yang dimaksud antara lain kemampuan sel untuk melakukan

proses perbaikan (repair) terhadap kerusakan pada DNA, posisi sel dalam

siklus sel, usia, dan pola penggantian populasi sel dalam jaringan/organ.

Penggantian populasi sel berhubungan dengan tingkat proliferasi atau

kapasitas sel untuk melakukan pembelahan dan tingkat diferensiasi sel atau

derajat perkembangan/kematangan sel. Sel yang paling sensitif adalah sel

dengan tingkat proliferasi yang tinggi (aktif melakukan pembelahan) dan

tingkat diferensiasi yang rendah. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak

akibat radiasi yaitu sel dengan tingkat diferensiasi yang tinggi dan tidak

melakukan pembelahan.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 13

Efek Biologi Radiasi

BAB IV

EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH

Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel

yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak

sel yang rusak/mati, semakin parah gangguan fungsi organ yang dapat berakhir

dengan hilangnya kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan baik.

Perubahan fungsi sel atau kematian dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek

biologi dari radiasi yang bergantung antara lain pada jenis radiasi (LET), dosis,

jenis sel dan lainnya.

A. Klasifikasi efek radiasi

Pada tubuh manusia, secara umum terdapat dua jenis sel yaitu sel genetik

dan sel somatik. Sel genetik adalah sel oogonium (calon sel telur) pada

perempuan dan sel spermatogonium (calon sel sperma) pada laki-laki.

Sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Bila

dilihat dari jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik

dan efek somatik. Efek genetik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh

keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi, sehingga disebut pula

sebagai efek pewarisan. Bila efek radiasi dirasakan oleh individu yang

terpapar radiasi maka disebut efek somatik.

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat

bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda.

Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada

individu terpapar dalam waktu singkat (harian sampai mingguan) setelah

pemaparan, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit),

luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Sedangkan efek tertunda

merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan-

tahunan) setelah terkena paparan radiasi, seperti katarak dan kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek

radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 14

Efek Biologi Radiasi

deterministik yang sebelumnya dikenal dengan efek non-stokastik,

merupakan konsekuensi dari proses kematian sel akibat paparan radiasi

yang mengubah fungsi jaringan terpapar. Efek ini dapat terjadi sebagai

akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek

deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang

(threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar.

Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang

diterima lebih besar dari dosis ambang. Pada dosis lebih rendah dan

mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik adalah

nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi

100%.

Tetapi sebenarnya, tidak ada batasan dosis ambang untuk dapat

menimbulkan perubahan pada sistem biologik. Serendah apapun dosis

radiasi selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada

sistem biologik baik pada tingkat molekul maupun seluler. Dengan

demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi meubah sel dengan

fungsi yang berbeda. Sel yang mengalami modifikasi atau sel terubah ini

mempunyai peluang untuk lolos dari sistim kekebalan tubuh yang berusaha

untuk menghilangkan sel seperti ini.

Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat-sifat

sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul

efek genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik

maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah

dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan

tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 15

Efek Biologi Radiasi

SEL TERPAJAN RADIASI

SEL MATI SEL HIDUP

DISFUNGSI ORGAN SEL NORMAL SEL ABNORMAL

EFEK DETERMINISTIK EFEK STOKASTIK

Gambar 8. Hubungan antara kerusakan pada sel dengan efek deterministik dan

stokastik.

Paparan radiasi dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker yang secara

statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta

terkait dengan paparan individu. Semua efek yang terjadi akibat terjadinya

proses modifikasi atau transformasi pada sel dan terdeteksi secara statistik

ini disebut efek stokastik karena sifatnya yang acak. Dengan demikian,

pada efek stokastik ini, tidak ada dosis ambang dan akan muncul setelah

masa laten yang lama. Peluang terjadinya efek stokastik lebih besar pada

dosis yang lebih tinggi, namun keparahannya tidak bergantung pada dosis.

Tabel 2. Perkiraan risiko kanker dan efek pewarisan pada populasi terpajan

radiasi.

Risiko efek stokastik 10-2 Sv-1

Populasi

terpapar Kanker

fatal

Kanker non

fatal

Efek

pewarisan

Total

- Pekerja

Radiasi

- Masyarakat

4,0

5,0

0,8

1,0

0,8

1,3

5,6

7,3

Perubahan atau kerusakan pada materi genetik dapat pula terjadi akibat

radiasi pada sitoplasma sel bahkan pada sel yang berada di sekitar atau

berdekatan dengan sel yang terpapar radiasi secara langsung. Efek biologi

yang timbul pada sel yang tidak dilintas radiasi secara langsung tetapi

berada berdekatan dengan sel yang secara langsung dilintas radiasi pengion

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 16

Efek Biologi Radiasi

disebut sebagai efek bystander. Penggunaan single particle microbeam,

memungkinkan sebuah sel tertentu untuk diirradiasi dan efek biologi yang

terjadi pada sel disekitarnya dapat diamati. Penelitian dengan transfer

medium dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak diirradiasi telah

menunjukkan bahwa sel yang diirradiasi mensekresikan suatu

molekul/sinyal perusak dan mentransfernya ke sel terdekat (bystander)

melalui komunikasi antar sel, gap junction. Efek bystander yang timbul

berupa kematian sel, aberasi kromosom, mutasi dan transformasi onkogenik.

Gambar 9. Efek Bystander yang terjadi dapat dimediasi oleh komunikasi gap junction

intraseluler dari sel ke sel (A) atau transmisi faktor terlarut dari sel yang

diirradiasi ke sel yang tidak diiradiasi melalui medium sel (B).

B. Efek radiasi pada organ tubuh

Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion

sangat bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung

pada karakteristik biologi penyusun jaringan/organ tubuh terpajan.

Diketahui bahwa setiap organ tubuh paling tidak tersusun dari 3 komponen

yaitu pembuluh darah, jaringan ikat atau penunjang dan jaringan parenkhim.

Tingkat sensitivitas dari jaringan penyusun organ berbeda-beda bergantung

antara lain pada tingkat proliferasi atau diferensiasi yang akhirnya akan

mempengaruhi tingkat sensitivitas dari organ terhadap paparan radiasi.

1. Kulit

Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Paparan

radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema)

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 17

Efek Biologi Radiasi

sementara yang timbul dalam waktu beberapa jam dan kemudian

menghilang. Beberapa minggu kemudian, eritema akan kembali muncul

sebagai akibat dari hilangnya sel stem/basal pada epidermis. Dosis

sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan

pengelupasan kulit (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu

setelah paparan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, sekitar 12 – 20 Gy,

akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan

pelepuhan dan bernanah (blister) serta peradangan akibat infeksi pada

lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6 minggu kemudian. Kematian

jaringan (nekrosis) timbul dalam waktu 10 minggu setelah paparan

radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari

kerusakan yang parah pada kulit dan pembuluh darah. Bila dosis yang di

terima mencapai 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih

singkat yaitu sekitar 3 minggu.

Gambar 10. Kerusakan pada kulit akibat paparan radiasi gamma berupa blister

(kanan) dan ulceration (kiri).

Efek stokastik pada kulit adalah kanker kulit. Keadaan ini, berdasarkan

studi epidemiologi, banyak dijumpai pada para penambang uranium yang

menderita kanker kulit di daerah muka akibat paparan radiasi dari debu

uranium yang menempel pada muka. Hal yang sama juga terjadi pada

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 18

Efek Biologi Radiasi

pasien radioterapi yang menggunakan orthovoltage (200 – 300 kVp) atau

superficial x-rays (50 - 150 kVp).

2. Mata

Mata terkena paparan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau

protraksi) maupun paparan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata adalah

struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Kerusakan pada lensa

diawali dengan terbentuknya titik-titik kekeruhan atau hilangnya sifat

transparansi sel serabut lensa yang mulai dapat dideteksi setelah paparan

radiasi sekitar 0,5 Gy. Kerusakan ini bersifat akumulatif dan dapat

berkembang sampai terjadi kebutaan akibat katarak. Tidak seperti efek

deterministik pada umumnya, katarak tidak akan terjadi beberapa saat

setelah paparan, tetapi setelah masa laten berkisar dari 6 bulan sampai 35

tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun.

3. Tiroid

Tiroid atau kelenjar gondok berfungsi mengatur proses metabolisme

tubuh melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Kelenjar ini berisiko

kerusakan baik akibat paparan radiasi eksterna maupun radiasi interna.

Tiroid tidak terlalu peka terhadap radiasi. Meskipun demikian bila terjadi

inhalasi radioaktif yodium maka akan segera terakumulasi dalam kelenjar

tersebut dan mengakibatkan kerusakan. Paparan radiasi dapat

menyebabkan tiroiditis akut dan hipotiroidism. Dosis ambang untuk

tiroiditis akut sekitar 200 Gy.

Efek stokastik berupa kanker tiroid. Hal ini banyak terjadi sebagai akibat

paparan radiasi tindakan radioterapi (sampai 5 Gy) pada kelenjar timus

bayi yang menderita pembesaran kelenjar timus akibat infeksi. Paparan

radiasi pada kelenjar timus yang berada tepat di bawah kelenjar tiroid ini

menyebabkan kelenjar tiroid juga terirradiasi walaupun dengan dosis

yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan individu tersebut menderita

kanker tiroid setelah dewasa.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 19

Efek Biologi Radiasi

4. Paru

Paru dapat terkena paparan radiasi eksterna dan interna. Efek

deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah

beberapa minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial

yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya

sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat yang dapat berakhir

dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya

peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy.

Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada volume paru

yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah

inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro

pendek. Setelah inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode

waktu yang lebih singkat atau lebih lama, antara lain bergantung pada

ukuran partikel dan bentuk kimiawinya.

Efek stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak dijumpai pada

para penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja

menginhalasi gas Radon-222 sebagai hasil luruh dari uranium.

5. Organ reproduksi

Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas

atau kemandulan. Paparan radiasi pada testis akan mengganggu proses

pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel

sperma yang akan dihasilkan. Proses pembentukan sel sperma diawali

dengan pembelahan sel stem/induk dalam testis. Sel stem akan membelah

dan berdiferensiasi sambil bermigrasi sehingga sel yang terbentuk siap

untuk dikeluarkan. Dengan demikian terdapat sejumlah sel sperma

dengan tingkat kematangan yang berbeda, yang berarti mempunyai

tingkat radiosensitivitas yang berbeda pula. Dosis radiasi 0,15 Gy

merupakan dosis ambang sterilitas sementara karena sudah

mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa

minggu. Dosis radiasi sampai 1 Gy menyebabkan kemandulan selama

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 20

Efek Biologi Radiasi

beberapa bulan dan dosis 1 – 3 Gy kondisi steril berlangsung selama 1 –

2 tahun. Menurut ICRP 60, dosis ambang sterilitas permanen adalah 3,5

– 6 Gy.

Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua

usia, semakin sensitif terhadap radiasi. Selain sterilitas, radiasi dapat

menyebabkan menopouse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal

sistem reproduksi. Dosis terendah yang diketahui dapat menyebabkan

sterilitas sementara adalah 0,65 Gy. Dosis ambang sterilitas menurut

ICRP 60 adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas

permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu 12 – 15 Gy, tetapi

pada usia 40-an dibutuhkan dosis 5 – 7 Gy.

Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan

yang terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa

keturunan (sel sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik yang terjadi

akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan individu terpajan.

Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang

terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau kelainan

anatomik yang parah bahkan kematian prematur.

6. Sistem Pembentukan Darah

Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah, adalah organ

sasaran paparan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam

waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan

secara tajam sel stem/induk pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh

tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses

pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun.

Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah

putih(lekosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel lekosit dapat

dibedakan atas sel limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 21

Efek Biologi Radiasi

jenis sel darah ini bervariasi, sel yang paling sensitif adalah sel limfosit

dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit.

Gambar 11. kerusakan sel darah pasca paparan radiasi gamma 1 Gy dan 3 Gy.

Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan

radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi

dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara

penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu

kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan

untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita

seseorang akibat paparan radiasi akut.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 22

Efek Biologi Radiasi

Gambar 12. Sebuah nomogram limfosit yang menunjukkan perubahan jumlah

limfosit total/mm3 dalam waktu 2 hari.

Pada dosis yang lebih tinggi, individu terpapar umumnya mengalami

kematian sebagai akibat dari infeksi karena terjadinya penurunan jumlah

sel lekosit (limfosit dan granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat

dihentikan karena menurunnya jumlah trombosit dalam darah.

Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah

merah. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom atom di

Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda

pertama yang terjadi setelah paparan radiasi seluruh tubuh dengan masa

laten sekitar 2 tahun dan puncaknya setalah setelah 6 – 7 tahun.

7. Sistem Pencernaan

Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus

halus. Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala

mual, muntah, diare, gangguan sistem pencernaan dan penyerapan

makanan. Dosis radiasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian

karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang

timbul berupa kanker pada epitel saluran pencernaan.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 23

Efek Biologi Radiasi

8. Janin

Efek paparan radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung

pada kehamilan pada saat terpapar radiasi. Dosis ambang yang dapat

menimbulkan efek pada janin adalah 0,05 Gy. Perkembangan janin

dalam kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap pertama yaitu

preimplantasi dan implantasi yang dimulai dari proses pembuahan

sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur

kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan

kematian janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan

2 – 7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan

kematian neonatal. Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan

8 – 40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa retardasi pertumbuhan

dan retardasi mental. Janin juga berisiko terhadap efek stokastik dan yang

paling besar adalah risiko terjadinya leukemia pada masa anak-anak.

Kemunduran mental diduga terjadi karena salah sambung sel-sel syaraf

di otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang

diperkirakan sekitar 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8 - 15 minggu dan

sekitar 0,4 - 0,6 Gy untuk usia kehamilan 16 - 25 minggu. Pekerja wanita

yang hamil tetap dapat bekerja selama dosis radiasi yang mungkin

diterimanya harus selalu dikontrol secara ketat. Komisi

merekomendasikan pembatasan dosis radiasi yang diterima permukaan

perut wanita hamil tidak lebih dari 1 mSv.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 24

Efek Biologi Radiasi

BAB V

SINDROMA RADIASI AKUT

Paparan radiasi dosis cukup tinggi pada seluruh tubuh akan menimbulkan

sindroma radiasi akut yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.

Kematian terjadi sebagai akibat kerusakan dan kematian sel dalam jumlah yang

banyak dari organ dan sistem vital tubuh. Sindroma radiasi akut (SRA) adalah

sekumpulan sindrom klinik yang terjadi dalam waktu beberapa detik sampai 3

hari setelah paparan radiasi pengion akut pada seluruh tubuh dengan dosis

relatif tinggi (≥ 1 Gy).

Perkembangan SRA meliputi (1) fase inisial sebagai fase timbulnya gejala

klinis umum yang dikenal sebagai sindroma prodromal, (2) fase laten, (3) fase

manifestasi kerusakan sistemik tubuh, dan (4) fase pemulihan atau kematian.

Rangkuman singkat tentang perkembangan kerusakan dan keparahan SRA

ditampilkan dari Tabel 3 - 6.

Tabel 3. Sindroma prodromal sebagai tahap inisial SRA.

Tingkat SRA dan perkiraan dosis akut radiasi pada seluruh tubuh (Gy) Simptom

dan

tindakan

medis

Rendah

(1 – 2 Gy)

Sedang

(2 – 4 Gy)

Parah

(4 – 6 Gy)

Sangat

parah

(6 – 8 Gy)

Letal

(> 8Gy)

Muntah – – – – –

Waktu 2 jam 1 – 2 jam < 1 jam < 30 menit < 10 menit

% kejadian 10-50 70-90 100 100 100

Diare Tidak ada Tidak ada Rendah Parah Parah

Waktu – – 3 – 8 jam 1 – 3 jam Menit – 1 jam

% kejadian – – < 10 > 10 Hampir 100

Sakit kepala Sangat

ringan

ringan Sedang Parah Parah

Waktu – – 4 – 24 jam 3 – 4 jam 1 – 2 jam

% kejadian – – 50 80 80-90

Kesadaran Tidak

terganggu

Tidak

terganggu

Tidak

terganggu

Terganggu

sedikit

Hilang

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 25

Efek Biologi Radiasi

Waktu – – – – Detik ~ menit

% kejadian – – – – 100(>50 Gy)

Suhu tubuh Normal Naik Demam Demam

tinggi

Demam tinggi

Waktu – 1 – 3 jam 1 – 2 jam < 1 jam < 1 jam

% kejadian – 10 – 80 80 – 100 100 100

Tindakan

medis Rawat jalan

Rawat pada

RS umum

Tindakan

pada RS

khusus

Tindakan

pada RS

khusus

Tindakan paliatif

Dengan paparan relatif homogen pada seluruh tubuh, prognosis diperoleh dari

manifestasi klinik dan laboratorium. Gejala awal pada sindroma prodromal

berupa mual, muntah, gangguan gastrointestinal, demam, hipotensi, eritema,

dan perkembangan parotitis akut. Mual dan muntah terjadi 2 – 3 jam pada 33 –

50% pasien setelah paparan dosis 1 – 2 Gy. Jika dosis mencapai 2 – 4 Gy,

kondisi ini terjadi pada 75 - 80% korban dalam waktu 1 – 2 jam. Peningkatan

suhu tubuh, sakit kepala dan hipotensi dan juga diare singkat terjadi akibat

paparan radiasi dosis 6 – 8 Gy. Ketika dosis dan laju dosis meningkat, mual

dan muntah akan terjadi lebih cepat pada semua pasien dalam waktu beberapa

menit setelah paparan.

Pada kasus distribusi paparan yang tidak homogen, pasien mungkin merasakan

panas yang diikuti dengan eritema dan pembengkakan pada bagian tubuh yang

terpapar tinggi. Reaksi awal ini paling sering terjadi pada bagian kepala, leher,

dan abdomen. Pemeriksaan laboratoroum penting untuk identifikasi limpopenia

dan penurunan elemen seluler muda (pada sel stem erythroid sumsum tulang)

pada 3 hari pertama pasca paparan. Adanya aberasi kromosom pada sel limfosit

perifer dan sumsum tulang akan berguna untuk memperkiraan dosis radiasi

yang diterima korban.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 26

Efek Biologi Radiasi

Tabel 4. Perubahan jumlah limfosit (G/L) pada beberapa hari pertama setelah

paparan radiasi akut seluruh tubuh.

Tingkat SRA Dosis (Gy) Jumlah limfosit (G/L)

Fase prodromal

Ringan

Sedang

Parah

Sangat parah

letal

0,1 – 1,0

1,0 – 2,0

2,0 – 4,0

4,0 – 6,0

6,0 – 8,0

> 8,0

1,5 – 2,5

0,7 – 1,5

0,5 – 0,8

0,3 – 0,5

0,1 – 0,3

0,0 – 0,05

Fase laten adalah suatu periode waktu dimana pasien terbebas dari simptom

akibat radiasi setelah mengalami gejala sindroma prodromal. Lamanya fase

laten sangat bergantung pada dosis, semakin besar dosis semakin singkat masa

latennya.

Tabel 5. Fase laten sebagai fase kedua SRA.

Tingkat SRA dan perkiraan dosis akut seluruh tubuh (Gy) Simptom dan

tindakan medis Ringan

(1 – 2 Gy)

Sedang

(2 – 4 Gy)

Parah

(4 – 6 Gy)

Sangat parah

(6 – 8 Gy)

Letal

(> 8 Gy)

Limfosit

(G/L, hari 3– 6) 0,8 – 1,5 0,5 – 0,8 0,3 – 0,5 0,1 – 0,3 0,0 – 0,1

Granulosit (G/L) > 2,0 1,5 – 2,0 1,0 – 1,5 ≤ 0,5 ≤ 0,1

Diare Tidak ada Tidak ada Jarang Hari 6 – 9 Hari 4 – 5

Epilasi Tidak ada

Sedang,

pada hari >

15

Sedang pada

hari 11-21

Total pada

< hari 11

Total pada

< hari 10

Masa laten (hari) 21 – 35 18 – 28 8 – 18 < 7 Tidak ada

Tindakan medis Tidak perlu

dirawat

Disarankan

untuk

dirawat

Perlu

dirawat

Sangat perlu

dirawat

Hanya

tindakan

simtompatik

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 27

Efek Biologi Radiasi

Fase manifestasi kerusakan sistemik tubuh dikenal sebagai sindroma radiasi

akut yang digolongkan dalam 3 tingkat keparahan meliputi :

1. Sindroma sistem pembentukan darah (hematopoietic syndrome). Dosis

ambang sindroma ini adalah 1 Gy yang berupa penurunan jumlah sel darah

setelah 2 – 4 minggu. Dosis sekitar 2 Gy sudah dapat menyebabkan

terjadinya kematian dalam waktu 2 – 8 minggu.

2. Sindroma sistem pencernaan (gastrointestinal syndrome). Dosis ambang

sindroma sekitar 5 Gy dalam waktu 3 – 5 hari dan dosis ambang kematian

sekitar 10 Gy dalam waktu 3 hari sampai 2 minggu.

3. Sindroma sistem syaraf pusat (central nervous system syndrome). Dosis

ambang sindroma ini adalah 20 Gy yang timbul dalam waktu kurang dari 3

jam.

Perbedaan paparan jenis radiasi menimbulkan perbedaan dalam manifestasi

SRA. Pada paparan kombinasi radiasi gamma dengan beta, menimbulkan

kerusakan pada kulit dan mukosa sebagai penyebab utama mortalitas. Pada

kebanyakan kasus paparan radiasi yang tidak homogen, akan terjadi kombinasi

sindrom hematopoitik atau sumsum tulang dan sindrom kutaneus. Pada

kecelakaan dengan radiasi gamma dosis rendah, kerusakan kulit sering terbatas

pada daerah permukaan tetapi dapat berkembang ke organ dalam bergantung

pada bagian tubuh yang terpapar. Biasanya keparahan SRA dideterminasi oleh

kerusakan lokal dan juga sindroma hematopoitik. Paparan gamma-neutron

sebagai karakteristik kecelakaan kritikalitas menimbulkan variasi kerusakan

lokal dan kerusakan seluruh tubuh. Bagian penting dari sindrom kutaneus

adalah kerusakan jaringan seluler subkutaneus dan pembuluh darah.

Untuk besaran dosis yang dapat menginduksi kerusakan kutaneus, waktu

terjadinya eritema kedua digunakan sebagai petunjuk, dan pada kasus

kerusakan radiasi pada usus halus bagian atas, waktu timbulnya diare adalah

spesifik untuk diagnosis (4 – 8 hari setelah paparan).

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 28

Efek Biologi Radiasi

Tabel 6. Tahap kritis SRA setelah paparan radiasi seluruh tubuh.

Tingkat SRA dan perkiraan dosis radiasi akut seluruh tubuh (Gy)

Ringan

(1 – 2 Gy)

Sedang

(2 – 4 Gy)

Parah

(4 – 6 Gy)

Sangat

parah (6 – 8

Gy)

Letal

(> 8 Gy)

Onset

simptom

> 30 hari 18 – 28 hari 8 – 18 hari <7 hari < 3 hari

Limfosit

(G/L)

0,8 – 1,5 0,5 – 0,8 0,3 – 0,5 0,1 – 0,3 0,0 – 0,1

Platelet

(G/L)

60 – 100

10 – 25%

30 – 60

25 – 40%

25 – 35

40 – 80%

15 – 25

60 – 80%

< 20

80 – 100%

Manifestasi

klinik

lelah,

lemas

demam,

infeksi,

pendarahan,

lemas,

epilasi

demam

tinggi,

infeksi,

pendarahan,

epilasi

demam

tinggi,

diare,

muntah,

pusing,

disorientas,

hipotensi

demam

tinggi, diare,

hilang

kesadaran

Letalitas

(%)

0 0 – 50 pada

minggu 6 –

8

20 – 70

pada

minggu 4 –

8

50 – 100

pada 1 – 2

minggu

100 pada

minggu 1 –

2

Tindakan

medis

propilaktik propilaktik

khusus dari

hari 14 – 20,

isolasi dari

hari 10 – 20

propilaktik

khusus dari

hari 7 – 10,

isolasi dari

awal

tindakan

khusus dan

isolasi dari

hari

pertama

hanya

tindakan

simptomatik

Kebanyakan pasien meninggal akibat SRA tanpa tindakan medis yang terjadi

dari hari 9 sampai hari 60. Ini merupakan periode terjadinya komplikasi

sumsum tulang (infeksi dan pendarahan) atau kerusakan usus halus (kehilangan

elektrolit dan nutrisi). Jika dapat bertahan terhadap manifestasi kerusakan

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 29

Efek Biologi Radiasi

SRA, kebanyakan pasien mengalami proses penyembuhan, yang mungkin

sempurna atau tidak. Efek tertunda SRA meliputi katarak, fibrosis lokal dan

atropi pada kulit dan jaringan lain yang rusak. Akan terjadi peningkatan risiko

leukemia dan neoplasma malignan lainnya. Efek pewarisan pada turunan

pasien terpapar terjadi cukup rendah.

Menurut ICRP 60, untuk orang dewasa sehat, dosis radiasi yang dapat

menyebabkan kematian pada 50% populasi yang terpapar radiasi seluruh tubuh

dalam waktu 60 hari disebut mean lethal dose atau LD 50/60 yang berkisar

antara 2,5 - 5 Gy, dengan nilai dosis rerata sekitar 3,5 Gy. Dengan demikian

seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian setelah terpapar radiasi

seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gy selama individu tersebut tidak

dalam kondisi sakit sebelum terkena paparan radiasi. Bila dosis radiasi yang

diterima antara 6 – 10 Gy, kebanyakan individu akan mengalami kematian

kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat untuk mencegah

terjadinya infeksi dan pendarahan. Dengan perawatan medis yang baik dan

khusus, LD 50/60 dapat meningkat sampai 4 – 5 Gy. Di atas 10 Gy, kematian

yang akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum

tulang dari donor yang sesuai.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 30

Efek Biologi Radiasi

BAB VI

EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA

Masuknya radionuklida ke dalam tubuh (kontaminasi interna) dapat melalui

saluran pernapasan (inhalasi), saluran pencernaan (ingesi) dan luka di kulit.

Kontaminasi interna dapat terjadi secara akut maupun kronis, langsung maupun

tidak langsung (melalui beberapa perantara pada jalur masuk). Empat tahapan

berlangsungnya kontaminasi interna yaitu (1) masuk tubuh melalui jalan

masuk; (2) penyerapan ke dalam darah atau cairan getah bening; (3) distribusi

ke dalam tubuh dan akumulasi pada organ sasaran; dan (4) pengeluaran melalui

urin, feses atau keringat.

Efek radiasi akibat masuknya radionuklida ke dalam tubuh dipengaruhi antara

lain oleh jumlah radionuklida yang masuk, jalan masuk ke dalam tubuh, sifat

fisik radionuklida, sifat kimiawi dan kinetikanya termasuk organ sasaran

radionuklida. Tempat akumulasi radionuklida ditentukan oleh jenis dan

bentuk/susunan kimianya. Seperti yodium akan menuju kelenjar gondok karena

yodium adalah zat yang diperlukan untuk pembuatan hormon tiroid. Strontium

dan radium akan terakumulasi pada tulang dan cesium pada jaringan lunak.

Kontaminsi interna menjadi masalah efek tertunda ketika paparan kontaminan

yang relatif lama dari lingkungan dan memungkinkan materi radioaktif tersebut

pindah ke dalam tubuh dengan berbagai jalur ekologis. Masuknya radioisotop

berumur panjang secara ingesi menyebabkan letalitas akut yang lebih rendah

karena paparan radiasi terjadi secara protraksi, tetapi tetap dapat menginduksi

kerusakan jaringan tertentu dan meningkatkan risiko kanker. Inhalasi partikel

radioaktif dapat berisiko menyebabkan kerusakan pada organ paru. Setelah

inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih singkat

atau lebih lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel dan bentuk

kimiawinya. Efek yang mungkin timbul antara lain limpositopenia,

leukositopenia, fibrosis, gangguan pernapasan, dan edema yang akhirnya dapat

menyebabkan kematian.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 31

Efek Biologi Radiasi

Gambar 9. Kinetika radionuklida yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan

(inhalasi).

Efek deterministik akut dapat pula terjadi akibat masuknya radionuklida ke

dalam tubuh. Sumber paparan interna yang menyebabkan efek deterministik

akut meliputi ledakan instalasi nuklir atau bom dan akibat pelanggaran

peraturan dan kesalahan dalam administratif radionuklida baik untuk tujuan

medis atau penelitian. Biasanya, paparan relatif lambat pada organ kritis yang

menyebabkan perkembangan tanda-tanda klinik yang lambat pula.

Efek deterministik awal dapat terjadi akibat (1) deposisi radionuklida yang

relatif homogen atau pada banyak organ dalam tubuh (tritium, polonium dan

cesium), (2) akumulasi dosis radiasi yang cepat (beberapa isotop iodin pada

tiroid), (3) akumulasi dosis sangat tinggi pada tahap awal masuknya

radionuklida atau kontaminasi radionuklida pada kulit dan mukosa, dan (4)

adanya radionuklida pemancar radiasi gamma (phosphor, stronsium, yitrium

dan radium).

Kerusakan pada sumsum tulang bergantung pada metabolisme radionuklida,

laju dosis dan distribusi. Ketika dosis dari radionuklida terjadi dalam rentang

dosis 1 – 2 Gy pada seluruh tubuh atau sumsum tulang dalam waktu 1 – 3 hari,

penurunan sel sumsum tulang dan SRA akan mungkin terjadi. Kasus seperti ini

yang pernah terjadi adalah akibat kontaminasi interna tritium dengan dosis

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 32

Efek Biologi Radiasi

kumulatif tubuh mencapai 10-12 Gy, kontaminasi phosphor dengan dosis

kumulatif tubuh 3 - 6 Gy yang menimbulkan kerusakan erithroid hematopoisis,

kontaminasi emas radioaktif dengan dosis lebih besar dari 4 Gy, dan

kontaminasi Am-241 yang menimbulkan dosis kumulatif tubuh sampai 5,5 Gy

dengan kerusakan limpopoiesis. Selain itu juga kerusakan pada sistem

endotelial retikular setelah masukan polonium dan koloid emas.

Hasil studi menunjukkan bahwa paparan kronik radium dapat menginduksi

kanker tulang dengan masa laten minimum sekitar 7 tahun setelah paparan

pertama. Risiko inhalasi radium dihubungkan terutama dengan anak luruh

radium yang mudah menempel pada partikel debu, yaitu radon dan luruhannya.

Radon-222 adalah anak luruh dari radium-226 dan radon-220 adalah anak

luruh dari radium-228. Partikel ini dapat dengan mudah terinhalasi masuk ke

dalam paru dan menetap pada lapisan mukosa saluran pernapasan. Anak luruh

yang tidak menempel lebih cenderung terinhalasi ke bagian yang lebih dalam

pada sistem pernapasan dan menetap lebih lama. Ketika partikel alfa meradiasi

organ paru, sel pada saluran pernapasan ini akan rusak dan berpotensi sangat

besar terhadap inisiasi kanker paru.

Sumsum tulang dan selaput dalam serta luar tulang merupakan bagian tulang

yang peka terhadap radiasi. Kerusakan pada tulang biasanya sebagai akibat dari

kontaminasi interna oleh Sronsium-90 atau Radium-226. Efek stokastik berupa

kanker pada sel epitel selaput tulang. Para pekerja di pabrik jam banyak yang

menderita kanker ini sebagai akibat dari penggunaan radium sulfat sebagai

bahan yang membuat angka pada jam menjadi berpendar.

Kelenjar tiroid berisiko kerusakan tidak hanya akibat paparan radiasi eksterna,

tetapi juga akibat paparan radiasi interna. Inhalasi bahan radioaktif yodium

akan segera terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan

kerusakan. Selain dapat menyebabkan tiroiditis dan hipotiroidism, juga

terdapat kemungkinan pembentukan kanker tiroid.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 33

Efek Biologi Radiasi

BAB VII

RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI

Fakta dari studi epidemic radiasi membuktikan bahwa paparan radiasi dapat

meningkatkan kebolehjadiannya kanker. Diasumsikan bahwa resiko kanker

bervariasi secara linear dengan dosis bahwa terdapat suatu kepastian akan

resiko bahkan pada dosis yang sangat rendah. Dosis radiasi, sekecil apapun,

diasumsikan memiliki resiko terhadap kesehatan individu terpapar. Dengan

meningkatnya dosis, keparahan kanker itu sendiri tidak meningkat

tetapiprobabilitas akan resiko terbentuknya kanker yang meningkat. Ini sering

dianalogkan dengan rokok cigarette yang meningkatkan probabilitas kanker

paru dan probabilitas ini meningkat dengan jumlah cigarette yang dikonsumsi,

tetapi tidak semua individu yang merokok akan menderita kanker paru.

Data utama tentang resiko kanker yang diinduklsi radiasi berasal dari life span

study pada korban bom atom di Jepang. Informasi ini ditambah dengan data

dari study pada populasi yang terpapar radiasi akibat tindakan medis, seperti

pasien ankylosing spondylitis, pasien pembesaran timus dan lainnya. Juga

diperoleh data dari individu yang pada masa lalu terpapar radiasi akibat kerja

khususnya penambang uranium dan bekerja di pabrik jam.

Sangat sulit untuk membuat suatu kajian resiko kanker sepanjang hidup

seseorang sebagai fungsi dosis. Hubungan antara dosis radiasi dengan

kemungkinan timbulnya efek stokastik dapat diekspresikan sebagai faktor

resiko, yaitu probabilitas terjadinya sebuah efek stokastik persievert radiasi.

Dengan demikian kemungkinan, Kebolehjadian suatu efek stokastik = Dosis

(Sv) x Faktor resiko (Sv-1)

Perhitungan resiko kanker melibatkan faktor resiko yang bervariasi pada setiap

bagian tubuh yang berbeda. ICRP telah memberikan perkiraan probabilitas

kanker fatal yang diinduksi radiasi yang ditampilkan pada table 7. Dari table

ini setiap individu dapat beresiko total terhadap semua kanker per sievert

irradiasi seluruh tubuh dan kemungkinan ada kontribusi dari setiap resiko

fraksional pada organ tubuh yang berbeda. Perkiraan resiko fraksional

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 34

Efek Biologi Radiasi

berdasarkan irradiasi local pada tubuh, khususnya ketika sebuah radionuklida

masuk dalam tubuh dan terkonsentrasi pada organ tertentu.

Tabel 7. Faktor resiko kanker fatal sepanjang hidup pada semua usia setelah paparan radiasi dosis terendah

Jaringan/ Organ Koefisien Probabilitas

kanker fatal (10-4 Sv-1)

Payudara

Kantung Kemih

Sumsum Tulang

Paru

Tiroid

Tulang (lapisan luar)

Hati

Ovarium

Oesphagus

Kolon

Kulit

Lambung

Jaringan Lain

Seluruh Tubuh

20

50

50

88

8

5

15

10

30

85

2

110

50

500

Terdapat ketidakpastian dalam memperkirakan resiko kanker karena sangat

bergantung pada data yang dieksplorasi dari paparan radiasi dosis tinggi dan

bagaimana ekstrapolasi dilakukan. Resiko pada individu atau kelompok

individu akan bergantung pada beberapa faktor seperi usia, seks dan ras.

Sebagai contoh resiko kanker payudara pada laki-laki hampir nol, tetapi pada

perempuan sekitar 4 x 10-3/ Sv, menghasilkan nilai rerata resiko 2 x 10-3/ Sv.

Laju onduksi kanker oleh radiasi pada organ dan jaringan tubuh yang berbeda

pada populasi masyarakat umum adalah sekitar 5%/Svdan pada populasi

pekerja radiasi sekitar 4%/Sv. Probabilitas resiko total adalah 5 x 10-2/Sv,

artinya 5 dari 100 individu terpapar radiasi dengan dosis efektif 1 Sv akan

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 35

Efek Biologi Radiasi

menderita kanker fatal. Perkiraan ini menjadi sangat realialistis jika dosis

ekivalen terdistribusi kurang lebih merata pada seluruh tubuh. Faktor bobot

jaringan digunakan untuk kerusakan non fatal dan efek pewarisan, serta kanker

fatal. Perkiraan berdasarkan dosis efektif (seluruh tubuh) atau dosis ekivalen

pada suatu organ dapat berbeda.

Sebagai contoh seseorang menelan I131 dengan aktivitas total 10 kBq yang

terkonsentrasi pada tiroid. Dosis efektif seluruh tubuh diperkirakan adalah 2,2

x 10-4 Sv dan dosis ekivalen pada tiroid (faktor bobot 0,05) adalah 4,4 x 10-3

Sv. Menggunakan dosis ekivalen, perkiraan resiko kanker fatal pada tiroid

adalah 4,4 x 10 –3 x 8 x 10-4 = 3,5 x 10-6 atau sekitar 4 dari sejuta orang

terpapar radiasi. Bila menggunakan dosis efektif dan faktor resiko seluruh

tubuh adalah 2,2 x 10-4 x 5 x 10-2 = 11 x 10-6, yaitu sekitar 3 kali lebih besar.

Perbedaan ini merefleksikan kenyataan kenyataan bahwa rasio resiko kanker

fatal terhadap non fatal adalah jauh lebih rendah jika menggunakan dosis pada

tiroid daripada dosis dari seluruh tubuh. Oleh karena itu, pada kasus ini

menghitung dosis efektif dan menggunakan faktor resiko seluruh tubuh

memberikan perkiraan yang besar yang tidak realistis Karena telah diketahui

bahwa yodium terkonsentrasi pada tiroid

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 36

Efek Biologi Radiasi

DAFTAR PUSTAKA 1. INTERNATIONAL COMMISSION ON RADIOLOGICAL

PROTECTION, 1990 Recommendations of the International Commission

on Radiological Protection, Publication 60, Pergamon Press, Oxford

(1991).

2. UNITED NATIONS, Sources, Effects and Risks of Ionizing Radiation

(Report to the General Assembly), Scientific committee on the Effects of

Atomic Radiation (UNSCEAR), UN, New York (1988).

3. COMMITTEE ON THE BIOLOGICAL EFFECTS OF IONIZING

RADIATION, NATIONAL RESEARCH COUNCIL, Health Effects of

Exposure to Low Levels of Ionizing Radiation (BEIR V), National

Academy Press, Washington, DC (1990).

4. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Health Surveillance

of Persons Occupationally Exposed to Ionizing Radiation: Guidance for

Occupational Physicians. Safety Reports Series No. 5, IAEA, Vienna

(1998).

5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. Planning the Medical

Response to Radiological Accidents. Safety Reports Series No.4. IAEA,

Vienna. 1998.

6. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Health Effects and

medical Surveillance. Practical Radiation Technical Manual, IAEA, Vienna

(1998).

7. HALL, E.J. Radiobiology for the Radiologist. 5th ed. Lippincott Wlliams &

Wilkins, Philadelphia (2000).

8. HALL, E.J. The Bystander Effect. Health Physics 85: 31-35 (2003).

9. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. Cytogenetic Analysis

for Radiation Dose Assessment. Technical Reports Series No. 405, IAEA,

Vienna (2001).

10. METTLER, F.A. and UPTON, A.C. Medical Effects of Ionizing Radiation.

2nd ed. W.B.Saunders Company, Philadelphia (1995).

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 37

Efek Biologi Radiasi

11. MORGAN, W.F. Non-targeted and Delayed Effects of Exposure to

Ionizing Radiation: I. Radiation-Induced Genomic Instability and

Bystander Effects In Vitro. Radiation Res. 159. 576-580. 2003.

Diklat Insprektur Pratama Tingkat I, Juli 2005 38