abstract d1215008.docx · web viewjurnal representasi pengunjuk rasa aksi bela islam di media cetak...

29
JURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaan Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid III Pada Surat Kabar Kompas dan Republika Periode 15 Oktober 2016, 5 November 2016, dan 3 Desember 2016) Oleh: ANGGA WIJAYA D1215008

Upload: vanlien

Post on 30-Mar-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

JURNAL

REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM

DI MEDIA CETAK

(Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaan Aksi Bela Islam Jilid I sampai

Jilid III Pada Surat Kabar Kompas dan Republika Periode 15 Oktober 2016,

5 November 2016, dan 3 Desember 2016)

Oleh:

ANGGA WIJAYA

D1215008

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018

Page 2: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK

(Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaan Aksi Bela Islam Jilid I sampaiJilid III Pada Surat Kabar Kompas dan Republika

Periode 15 Oktober 2016, 5 November 2016, dan 3 Desember 2016)

Angga WijayaSri Herwindya Baskara Wijaya

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractMedia has its own way of responding to an issue or event, because the

media has the power to construct reality. Not all media view the action in the same perspective, this is because of the identity or ideology of the media itself. A protest rally called “Aksi Bela Islam” becomes a hot conversation in the community at the end of last year. The mass media participated in highlighting the case in the form of news and media opinion itself. No exception Kompas and Republika Newspapers, make the event as the headlines. This study aims to find out how the discourse that emerged in Kompas Newspapers and Republika Newspapers related Aksi Bela Islam Vol. I-Vol. III through the representation of social actors, in this case the participants of the protest.

This type of research is by method discourse analysis Theo Van Leeuwen, used to examine how a group or social actor is featured in a media position. Through the strategy of exclusion and inclusion behavior or actions of social actors, can form a discourse. Both media have similarities in forming a discourse through its social actors. Kompas sees protesters as the cause of chaos as well as marginalized part. While Republika more fight for the group of protesters as a respected party, the selection of facts is also done by each media in preparing news that is adjusted with the editorial policy as well as aims to raise the discourse of “Aksi Bela Islam” through protesters.Keywords: News, Social Construction, Social Actors, Discourse Analysis, Aksi

Bela Islam

Pendahuluan

Media massa memiliki peran strategis sebagai saluran yang menyampaikan

informasi kepada publik secara serempak diantara khalayak yang sedang

menggunakan media tersebut. Media massa dalam menyajikan berita akan

menimbulkan berbagai sudut pandang mengikuti tata bahasa atau gaya bahasa

1

Page 3: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

yang digunakan oleh media tersebut. Dalam meneliti sebuah teks media, perlu

diketahui dimana ideologi media tersebut berada. Media menggunakan bahasa

untuk memanipulasi dan menggambarkan sebuah peristiwa yang bertujuan untuk

membangkitkan emosi masyarakat dalam menanggapi sebuah isu-isu penting.

Media massa berkewajiban untuk berusaha menjadi pihak yang netral dalam

penyampaian atau pembuatan sebuah pemberitaan. Pemberitaan yang memuat

salah satu pihak atau menguntungkan pihak-pihak tertentu, tentunya akan

melanggar tugas dari sebuah media massa untuk tetap netral. Menurut

Kusumaningrat dan Kusumaningrat (2005: 54) berpendapat bahwa, media dalam

bersikap objektif 100% sangat sulit, hampir tidak mungkin, karena latar belakang

seorang wartawan acapkali mewarnai hasil karyanya.

Setiap media memiliki pandangan tersendiri dalam menggambarkan aktor

sosialnya dalam sebuah pemberitaan. Menurut pemikiran Frankfurt, media hanya

dimiliki dan didominasi oleh kelompok dominan dalam masyarakat dan menjadi

saran untuk meneguhkan kelompok dominan sekaligus memarginalkan dan

meminggirkan kelompok minoritas (Eriyanto, 2009: 26). Media melakukan

representasi kelompok lain melalui proses pendefinisian dan penandaan. Berita

yang diproduksi media dilihat sebagai hasil pertarungan wacana antara kekuatan

masyarakat yang melibatkan pandangan dan ideologi media itu sendiri. Setiap

media massa melakukan wacana terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam

sebuah pemberitaan. Wacana ini dipengaruhi dari berbagai macam faktor ideologi

dan faktor lainnya yang terdapat dalam media maupun jurnalis. Hal inilah yang

dapat membedakan wacana dari satu media dengan media lainnya, sehingga suatu

peristiwa yang sama dapat dimaknai secara beragam.

Media merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas mana yang

ditonjolkan dan ditutupi, wacana tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.

Media dipandang sebagai instrumen ideologi, dimana ia mengkonstruksi realitas

atas penafsiran dan definisinya sendiri yang akan disebarkan kepada khalayak.

Efek dari ideologi dalam media itu adalah menampilkan pesan dan realitas

konstruksi tersebut tampak seperti nyata, natural, dan benar (Eriyanto, 2009: 31).

2

Page 4: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

Seperti halnya dalam pemberitaan mengenai aksi unjuk rasa bernama Aksi

Bela Islam yang menuntut mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau

Ahok segera ditahan karena dugaan kasus penistaan agama. Dalam pemberitaan

tersebut muncul dua pemberitaan yang berbeda pada Surat Kabar Kompas dan

Republika. Pada pemberitaan Kompas edisi 5 November 2016 berjudul “Presiden

Aktor Politik Menunggangi”, sedangkan Republika pada edisi yang sama

memberikan judul berita “Aksi Bermartabat”. Seperti yang dikatakan Tony

Bennet dalam Eriyanto (2009: 36), media dipandang sebagai agen konstruksi

sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Dalam hal ini

media membantu kelompok dominan menyebarkan gagasan, mengontrol

kelompok lain, dan membentuk konsensus antar anggota komunitas. Selain itu

media juga dipandang sebagai wujud pertarungan ideologi antar kelompok-

kelompok yang ada di masyarakat. Media dipandang sebagai instrumen, dimana ia

mengkonstruksi realitas atas penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan

kepada khalayak.

Penelitian ini mencoba menelaah lebih dalam soal peran media dalam

mengkonstruksi realitas terkait wacana unjuk rasa pada Surat Kabar Kompas dan

Republika. Harian Kompas merupakan media cetak yang selama ini sikap

politiknya dalam melakukan pemberitaan cenderung bersikap netral dan dekat

dengan pemerintah. Semua sisi aspek berita tertentu diberitakan secara berimbang

dalam rangka menjunjung tinggi harkat kemanusiaan. Republika adalah sebuah

Koran nasional yang lahir dari kalangan komunitas muslim, serta didukung oleh

Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia. Alasan pemilihan media dilatarbelakangi

oleh latar belakang kedua media yang berbeda. Kompas dalam pemberitaannya

cenderung netral dan Republika sebagai media yang lahir dari komunitas muslim

dalam pemberitaannya selalu menitikberatkan pada pemberitaan yang terkait

dengan agama Islam. Penelitian ini memilih berita tentang jalannya Aksi Bela

Islam pada periode 15 Oktober 2016, 5 November 2016, dan 3 Desember 2016.

Rumusan MasalahBerdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu

bagaimana wacana yang dimunculkan pada Surat Kabar Kompas dan Republika

3

Page 5: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

terkait pemberitaan Aksi Bela Islam periode 15 Oktober 2016, 5 November 2016,

dan 3 Desember 2016.

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak

dan media elektronik). Komunikasi massa berasal dari kata media of mass

communication (media komunikasi massa). Menurut Nurudin (2013: 4)

menjelaskan bahwa, massa dalam komunikasi massa lebih menunjuk kepada

penerima pesan. Dengan kata lain massa yang dimaksud dalam hal ini kumpulan

individu dalam suatu lokasi tertentu. Oleh karena itu, massa disini menunjuk

kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca.

Komunikasi massa menghasilkan sebuah pesan, pesan tersebut

disebarluaskan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam

jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan dan bulanan. Proses

memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh

lembaga dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa

banyak dilakukan oleh masyarakat industri. Sedangkan menurut Rakhmat (2003),

komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditunjukan kepada

sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak

sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Komala dan

Karlinah, 2012: 4).

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari

komunikasi yang melibatkan khalayak luas dan media massa. Komunikasi massa

tidak akan terlepas dari peran media massa itu sendiri. Hal ini dikarenakan

komunikasi massa juga merujuk pada keseluruhan institusi pembawa pesan

seperti koran, majalah, stasiun pemancar (radio, televisi, atau yang mampu

menyampaikan pesan). Bentuk komunikasi dalam komunikasi massa bersifat satu

arah, pesan yang disampaikan bersifat serempak dan massal, stimulus alat indra

terbatas, umpan balik (feedback) cenderung tertunda (delayed). Komunikasi

4

Page 6: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

massa terdiri dari unsur-unsur (source), pesan (message), saluran (channel),

penerima (receiver), dan efek (effect).

Bidang kajian komunikasi massa cenderung bervariasi. Menurut McQuail

(1997) dalam Pawito (2007: 17), menyarankan empat subbidang kajian

komunikasi massa yang oleh McQuail disebut dengan perspektif (perspective).

Keempat bidang kajian ini terbangun dari persilangan antara sumbu media-

masyarakat dengan sumbu kebudayaan-material yang kemudian meliputi:

a. Media-culturalist perspective, lebih menitikberatkan persoalan isi dan

penerima isi (pesan-pesan media) oleh khalayak.

b. Media-materialist perspective, berkenan dengan persoalan ekonomi-politik

media, dan teknologi media.

c. Social-culturalist perspective, lebih menekankan pada pengaruh faktor-faktor

sosial terhadap produksi dan penerimaan isi atau pesan-pesan media serta

fungsi media dalam kehidupan masyarakat.

d. Social-materialist perspective, yang lebih melihat media massa sebagai

cermin dari kondisi ekonomi dan material masyarakat.

2. Surat Kabar

Media cetak memiliki peran yang sangat penting selama berabad-abad,

media cetak menjadi salah satu alat pertukaran dan penyebaran informasi,

gagasan, dan hiburan. Surat kabar merupakan sebuah lembaga tercetak atau

berizin yang berisi tentang suatu peristiwa atau iklan yang terbit secara periodik,

aktual, universal, dan menyangkut human interest.

Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal dalam hal

menyampaikan informasi, komunikator harus mengetahui karakteristik dari media

massa yang digunakan. Karakteristik surat kabar sebagai media massa meliputi:

a. Publisitas (Publicity), pesan yang akan disampaikan pada khalayak atau publik

harusnya memiliki unsur penting atau menarik untuk kepentingan umum. Hal

ini dikarenakan publisitas merupakan penyebaran pada publik atau khalayak

diberbagai wilayah atau tempat.

b. Periodesitas, menunjuk pada keteraturan terbitnya bisa harian, mingguan, atau

dwi mingguan.

5

Page 7: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

c. Universalitas, isi dalam surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia

seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, politik, agama, pendidikan, keamanan

dan lain sebagainya. Lingkup informasinya bersifat lokal, nasional hingga

internasional.

d. Aktualitas, merujuk pada definisi berita adalah laporan mengenai fakta-fakta

atau opini yang penting atau menarik minat bagi sejumlah orang. Aktualitas

berarti berita terkini (penting bagi sejumlah orang) dan sesuai dengan fakta

yang sebenarnya.

e. Terdokumentasi, berita atau artikel yang terdapat dalam surat kabar dapat

diarsipkan oleh beberapa instansi atau pihak-pihak tertentu yang dijadikan

menjadi kliping berita. Kliping berita biasanya digunakan untuk menentukan

kebijakan selanjutnya dalam sebuah instansi.

3. Konstruksi Wacana dalam Media Massa

Individu dalam mengkonstruksi realitas sosial berdasarkan subyektifitas

individu lain dalam institusi sosialnya. Realitas sosial tersebut akan memiliki

makna ketika di konstruksi oleh manusia secara subyektif yang kemudian diyakini

secara objektif oleh masyarakat. Berger dan Luckmann memulai penjelasan

realitas sosial dengan memisahkan pemahaman antara “kenyataan” dan

“pengetahuan” (Sobur, 2012 : 91). Mereka mengartikan realitas sebagai kaualitas

yang terdapat di dalam realitas–realitas yang diakui memiliki keberadaan yang

tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan

didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas–realitas itu nyata dan memiliki

karakteristik secara spesifik (Sobur, 2012: 91). Realitas sosial menurut pandangan

konstruktivis, merupakan bagian dari produksi manusia, hasil proses budaya,

termasuk penggunaan bahasa. Paradigma ini beranggapan bahwa pembuat teks

berita sebagai penentu yang akan mengarahkan pola pikir khalayak. Seperti

pertanyaan utama dari paradigma konstruksionis adalah bagaimana peristiwa atau

realitas dikonstruksi, dan dengan cara apa konstruksi itu di bentuk.

Pendekatan konstruksionis mempunyai pandangan tersendiri dalam melihat

proses kerja dan posisi media massa, wartawan dan berita. Pertama, fakta atau

peristiwa merupakan hasil konstruksi. Sebuah realitas hadir karena dihasilkan oleh

6

Page 8: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

subjektivitas seorang wartawan. Realitas atau peristiwa bisa berbeda-beda

tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas tersebut dipahami oleh

wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Kedua, media sebagai mata-mata

gambaran dari realitas peristiwa yang sebenarnya tetapi juga ada konstruksi dari

media itu sendiri melalui berbagai instrumen dalam menyajikan berita itu.

Ketiga, berita sebagai konstruksi realitas. Pandangan konstruksionis

berpendapat bahwa berita ibarat drama. Berita tidak menunjukkan realitas yang

sesungguhnya melainkan hanya menggambarkan wujud pertarungan antara

berbagai pihak yang berkaitan dengan sebuah peristiwa. Berita adalah hasil dari

konstruksi sosial di mana berita selalu melibatkan pandangan ideologi dan nilai-

nilai kewartawanan. Keempat, berita bersifat subjektif atau kontruksi terhadap

realitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil kerja jurnalistik tidak bisa

dianggap dan dinilai dengan standar yang kaku. Hal ini terjadi karena berita

adalah produk konstruksi dan pemaknaan atas peristiwa. Pemaknaan seseorang

atas suatu realitas bisa saja berbeda sebab ukuran yang standar dan baku tidak bisa

dipakai. Jika ada perbedaan antara berita dan realitas yang sebenarnya maka hal

tersebut bukan dianggap sebagai kesalahan akan tetapi memang seperti demikian

pemaknaan realitas.

Kelima, wartawan bukan pelapor. Dalam positivis wartawan dapat

menyajikan realitas secara benar apabila wartawan tersebut profesional. Wartawan

yang profesional bisa menyingkirkan keberpihakannya sehingga apa yang

diungkapkan adalah murni fakta bukan penilaian, wartawan murni melaporkan

apa yang dilihat dan ditemukan di lapangan. Dalam pandangan konstruksionis

wartawan dianggap tidak dapat menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakan

sebab wartawan adalah ikutan di dalam bagian terbentuknya berita. Pandangan ini

juga melihat berita bukan hanya produk individual akan tetapi bagian dari

organisasi dan interaksi antara wartawan dengan medianya sehingga disebut juga

sebagai agen konstruksi karena wartawan tidak hanya melaporkan fakta tetapi

juga mendefinisikan peristiwa. Keenam, Etika, pilihan moral dan keberpihakan

wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Berita mempunyai

fungsi penjelasan dalam menjelaskan fakta atau realitas. Pandangan

7

Page 9: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

konstruksionis justru menilai bahwa etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak

mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang

meliput apa yang dia lihat.

4. Analisis Wacana

Wacana merupakan sebuah praktik sosial (mengkonstruksi realitas) yang

menyebabkan sebuah diskursif antara peristiwa yang diwacanakan dengan

konteks sosial, budaya, atau ideologi tertentu. Menurut Crystal (1987) dalam

Eriyanto (2009) menyebutkan bahwa, analisis wacana memfokuskan pada struktur

yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat

dalam wacana seperti percakapan, wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan.

Stubs mengatakan, analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau

menganalisa bahasa yang digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk lisan

maupun tulisan. Stubs lebih menekankan pada konteks sosial dari pada

keteraturan dan kaidah tata bahasa (Badara 2013: 18).

Dalam analisis wacana terdapat tiga dimensi dalam melihat dan

membongkar struktur pesan atau ketimpangan struktur sosial. Menurut Norman

Fairclough mendefinisikan wacana adalah pemakaian bahasa tampak sebagai

sebuah bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai

bagaimana teks bekerja/berfungsi dalam praktik sosial budaya (Sumarlan, 2003:

12). Konsep-konsep ideologi pun dimasukkan dalam model ini untuk

mengungkapkan makna di balik wacana. Makna sendiri tidak terdapat dalam teks

wacana, melainkan makna dihasilkan dari interaksi antara teks dan khalayak.

Produksi makna merupakan tindakan dinamis yang di dalamnya setiap unsur

bersama-sama memberikan kontribusi.

Secara garis besar, analisis wacana adalah suatu cara atau metode untuk

mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi

baik secara tekstual maupun kontekstual. Melalui penjelasan tersebut ada dua hal

yang dapat diambil sebagai aspek dalam wacana, yaitu teks dan konteks. Aspek

penting yang dimunculkan oleh penjelasan tersebut adalah bahasa yang digunakan

untuk merepresentasikan maksud pembuat wacana. Pendekatan wacana sebagai

8

Page 10: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

kegiatan komunikasi merupakan salah satu cara menafsirkan konstruksi sosial dan

realitas yang ada.

Analisis wacana model Theo van Leeuwen digunakan untuk meneliti

bagaimana proses pemarginalan terhadap seseorang atau kelompok dalam suatu

wacana. Melalui sebuah wacana yang dibuat oleh surat kabar dan diberitakan

terus-menerus secara tidak langsung dapat membentuk pemahaman dan kesadaran

khalayak mengenai sesuatu. Terdapat dua perhatian dalam model analisis wacana

van Leeuwen, yaitu proses pengeluaran (exclusion), dan proses pemasukan

(inclusion).

a. Proses Pengeluaran (Exclusion)

Proses pengeluaran menitikberatkan [ada kelompok atau aktor yang

dikeluarkan dalam suatu teks berita. Proses ini secara tidak langsung mengubah

pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tertentu.

Terdapat beberapa strategi wacana dalam mengeluarkan aktor dari suatu teks.

1) Pasivasi

Melalui penggunaan kalimat pasif, seseorang, kelompok atau aktor sosial

dapat tidak dilibatkan dalam suatu wacana. Penggunaan kalimat pasif

memungkinkan membuat korban lebih menarik untuk diberitakan dibandingkan

dengan memberitakan pelaku.

2) Nominalisasi

Strategi nominalisasi merupakan strategi penghilangan aktor sosial dengan

cara mengubah kata kerja (verba) jadi kata benda (nomina). Nominalisasi tidak

membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya mengubah kata kerja

yang bermakna tindakan/kegiatan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa.

Tujuan dari bentuk nominal untuk memberitahukan kepada khalayak bahwa telah

terjadi peristiwa dan umumnya lebih menyentuh emosi khalayak. Biasanya

nominalisasi dilakukan dengan memberikan imbuhan pe-an.

b. Proses Pemasukan (Inclusion)

Menurut van Leeuwen dalam Badara (2013: 43), hadirnya (inklusi)

peristiwa atau kelompok lain selain diberitakan itu bisa menjadi penanda yang

baik bagaimana suatu kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks.

9

Page 11: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

Secara tidak langsung penghadiran kelompok atau peristiwa lain dapat

menunjukan bahwa kelompok itu tidak bagus dibandingkan dengan kelompok

lain. Ada beberapa macam strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, atau

seseorang, atau kelompok ditampilkan dalam teks pemberitaan, sebagai berikut:

1) Diferensiasi-Indiferensiasi

Diferensiasi seringkali menimbulkan prasangka tertentu dengan membuat

garis batas (penggambaran) pihak “kita” dan pihak “mereka” untuk menampilkan

satu kelompok dikucilkan, dimarginalkan, atau dianggap buruk.

2) Objektivitas-Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi

mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial ditampilkan dengan memberi petunjuk

yang konkret ataukah yang ditampilkan abstraksi. Maksud dari abstraksi disini

menunjukan jumlah angka seperti ratusan, ribuan, berulang kali dan lain

sebagainya.

3) Nominasi-Kategorisasi

Suatu kategori yang ditonjolkan dalam sebuah pemberitaan sering kali

menjadi informasi yang berharga untuk mengetahui lebih dalam ideologi suatu

media. Oleh karena itu kategori menunjukan suatu representasi bahwa suatu

tindakan akan menjadi ciri khas atau atribut yang sesuai dengan kategori yang

bersangkutan. Kategori dapat menunjukan ciri dari seseorang berupa agama,

status, kulit, fisik dan sebagainya.

4) Nominasi-Identifikasi

Strategi wacana nominasi-identifikasi hampir memiliki kesamaan dengan

strategi wacana kategorisasi, yakni berkaitan dengan pendefinisian suatu

kelompok, peristiwa, atau tindakan tertentu. Pada strategi ini terdapat dua

preposisi, preposisi kedua merupakan penjelas dari preposisi pertama. Biasanya

preposisi tersebut dihubungkan dengan kata hubung seperti yang dan dimana.

Seringkali pemberian penjelas tersebut memberi sugesti makna tertentu berupa

penilaian atas seseorang, kelompok, atau tindakan.

10

Page 12: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

5) Determinasi-Indeterminasi

Dalam sebuah pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan

secara jelas, tetapi sering kali tidak jelas (anonim). Anominitas dapat

menyebabkan efek generalisasi yang luas atau jamak. Seperti penggunaan kata

teman dekat, banyak orang, sebagian dan lain sebagainya.

6) Asimilasi-Individualisasi

Strategi wacana asimilasi-individualisasi berkaitan dengan pertanyaan,

apakah aktor sosial diberitakan dengan jelas kategorinya atau tidak. Ketika sebuah

pemberitaan menyebutkan aktor sosial dengan tidak spesifik atau mengganti aktor

sosial dengan sebuah komunitas atau kelompok sosial maka disebut strategi

wacana asimilasi. Strategi wacana dari asimilasi digunakan untuk memunculkan

pemaknaan dan menciptakan pendapat umum.

7) Asosiasi-Disosiasi

Elemen asosiasi dalam strategi wacana asosiasi-disosiasi ingin melihat

apakah suatu peristiwa atau aktor sosial dihubungkan dengan peristiwa lain atau

kelompok lain yang lebih luas, kelompok sosial tersebut berhubungan dengan

aktor sosial tersebut berada.

Metodologi

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, artinya data

yang digunakan merupakan data kualitatif (data tidak terdiri dari angka-angka).

Data utama dari penelitian ini adalah Surat Kabar Kompas dan Republika terkait

dengan jalannya Aksi Bela Islam pada periode 15 Oktober 2016, 5 November

2016, dan 3 Desember 2016. Penelitian ini merupakan penelitian analisis wacana

model analisis Theo Van Leeuwen. Analisis Van Leeuwen secara umum meneliti

bagaimana pihak-pihak dan aktor sosial ditampilkan atau terkadang dihilangkan

dalam pemberitaan. Wartawan dapat menggambarkan aktor dengan beberapa

strategi, yaitu strategi ekslusi dan strategi inklusi. Strategi ekslusi adalah strategi

yang bertujuan menyembunyikan aktor atau pelaku, sedangkan strategi inklusi

adalah strategi yang bertujuan memunculkan aktor atau pelaku, serta meng-

gambarkannya sedemikian rupa. Selain itu data lain diambilkan dari berbagai

11

Page 13: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

literatur yang terkait dengan pokok persoalan yang diteliti yakni mengenai

intoleransi beragama, media massa cetak dan analisis wacana.

Sajian dan Analisis Data

1. Berita Surat Kabar Kompas

Berita dari Kompas terkait jalannya Aksi Bela Islam sejumlah 3 berita, yaitu

“Bareskrim Berjanji Usut Tuntas Pidato Basuki” (Kompas, 15/10/2016),

“Presiden: Aktor Politik Menunggangi” (Kompas, 5/11/2016), “Terima Kasih”

(Kompas, 3/12/2016).

a. Bareskrim Berjanji Usut Tuntas Pidato Basuki

Secara inklusi, aktor sosial pada pemberitaan Kompas dalam hal ini

pengunjuk rasa merupakan pihak yang termarjinalkan atau pihak yang disudutkan.

Pengunjuk rasa pada pemberitaan tersebut digambarkan melalui dua strategi yaitu

kategorisasi dan identifikasi. Penggambaran pengunjuk rasa dengan kategorisasi

ditunjukan melalui penyebutan “massa yang sebagian besar berpakaian putih,”

Makna “berpakaian putih” itu sendiri menunjukan damai, harapan. dan aman.

Selain itu pakaian putih selalu lekat dengan identitas sebuah agama yaitu umat

Muslim. Informasi tambahan inipun ingin menunjukan kepada pembaca bahwa

massa dari unjuk rasa tersebut diikuti oleh umat Muslim. Penggambaran

pengunjuk rasa dengan identifikasi melalui dua proposisi, dimana proposisi kedua

merupakan penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. Proposisi pertama

yaitu “unjuk rasa yang berlangsung sekitar 3,5 jam itu secara umum

berlangsung aman”, sedangkan proposisi kedua “walau sempat diwarnai

pelemparan botol plastik dari arah kerumunan masa ke arah Balai Kota,”.

Pada kalimat tersebut redaksi ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa

unjuk rasa yang berlangsung aman, pada akhirnya akan ricuh.

Kompas ingin menunjukan kepada pembaca bahwa unjuk rasa walaupun itu

disebut-sebut sebagai unjuk rasa yang aman dan damai pada akhirnya berujung

kericuhan. Selain itu, Kompas juga tidak memasukkan informasi penyebab dari

aksi kericuhan tersebut. Hal tersebut membuat para peserta pengunjuk rasa

sebagai pihak yang disudutkan dan disalahkan dalam kericuhan tersebut. Kompas

12

Page 14: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

tidak menyajikan peristiwa tersebut secara utuh melainkan sudah disusun,

diseleksi, dan dikemas sedemikian rupa yang bertujuan untuk menggiring

pembaca ke sebuah wacana.

b. Presiden: Aktor Politik Menunggangi

Secara eksklusi, aktor sosial pengunjuk rasa mengalami proses pasivasi

(penghilangan) informasi kerugian akibat kericuhan. Kompas hanya memasukan

informasi mengenai kerugian yang dialami oleh aparat keamanan. Hal ini

dikarenakan Kompas ingin menjadikan aparat keamanan sebagai korban dan

fokus dari pemberitannya. Sedangkan pengunjuk rasa sebagai pihak yang

disalahkan akibat dari kericuhan yang menimbulkan kerugian dan dianggap

anarkis.

Secara inklusi, pengunjuk rasa digambarkan sebagai pihak penyebab

kericuhan melalui penandaan dan legitimasi. Kompas menggambarkan pengunjuk

rasa sebagai pihak melanggar kesepakatan yang sudah dibuat antara pemerintah

dengan pihak pengunjuk rasa, sedangkan pihak pemerintah sebagai pihak yang

sudah baik menerima aspirasi dari pengunjuk rasa. penggambaran tersebut

ditunjukan melalui “Saat itu aksi unjuk rasa seharusnya sudah bubar dan

tuntutan pengunjuk rasa yang meminta penanganan hukum terhadap

Basuki Tjahaja Purnama dilakukan secara tegas, cepat, dan transparan

sudah disepakati pemerintah,”. Selain itu, pengunjuk rasa juga disudutkan

dengan melegitimasi perilaku pengunjuk rasa dengan UU No. 9 Tahun 1998

tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjelaskan

unjuk rasa harus berakhir pukul 18.00.

c. Terima Kasih

Secara inklusi, Kompas menggambarkan sebagai pihak yang bertanggung

jawab terhadap kebersihan dan ketertiban lingkungan. Penggambaran tersebut

ditunjukan melalui dua proposisi, proposisi pertama yaitu “mengumpulkan

koran bekas yang mereka pakai untuk alas shalat” sedangkan proposisi kedua

“menjaga ketertiban saat berjalan kaki agar tidak menginjak rumput atau

tanaman disekitar kawasan Monas dengan saling mengingatkan,”. Selain itu,

Kompas juga memberikan kritik terkait pernyataan mengenai kegiatan “Doa

13

Page 15: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

Bersama. Kompas menyayangkan pernyataan Prabowo (Prabowo Subianto tokoh

politik) yang menganggap kegiatan “Doa Bersama” sebagai sebuah aksi

demonstrasi (yang dihubungkan dengan politik), bukan sebuah kegiatan

keagamaan.

2. Berita Surat Kabar Republika

Berita dari Kompas terkait jalannya Aksi Bela Islam sejumlah 3 berita, yaitu

“Aksi Damai Disambut Positif” (Republika, 15/10/2016), “Aksi Bermartabat”

(Republika, 5/11/2016), “Aksi 212 Untuk NKRI” (Republika, 3/12/2016).

a. Aksi Damai Disambut Positif

Secara inklusi, Republika menggambarkan pengunjuk rasa melalui strategi

wacana identifikasi, abstraksi, kategorisasi, asimilasi, dan asosiasi. Wacana

identifikasi pada pengunjuk rasa ditunjukan melalui “Unjuk rasa dikawal ribuan

aparat keamanan dari Polda Metro Jaya, dengan kekhawatiran bakal

munculnya kericuhan. Meski begitu, hingga massa membubarkan diri pada

pukul 16.00 WIB di Balai Kota, tak ada insiden ataupun kekerasan yang

terjadi,”, yang menggambarkan bahwa adanya sikap tidak kepercayaan aparat

keamanan terhadap Aksi Damai, dan seharusnya yang dikawal ketat adalah Ahok

bukan pengunjuk rasa. Wacana abstraksi pada pengunjuk rasa ditunjukan melalui

penggunaan kata “puluhan ribu, ribuan, dan ratusan” yang menjelaskan jumlah

peserta unjuk rasa. penggunaan kata abstraksi menunjukan bahwa Aksi Bela Islam

merupakan peristiwa besar dan penting.

Wacana kategorisasi pada pengunjuk rasa ditunjukan melalui penggunaan

kata “positif (pada judul berita)” yang menjelaskan Aksi Bela Islam bertujuan

positif dan menggiring pembaca mengenai aksi tersebut merupakan aksi yang

tidak menimbulkan kericuhan. Wacana asimilasi pada pengunjuk rasa ditunjukan

melalui penggunaan kata “etnis tionghoa” yang dapat menimbulkan efek

generalisasi dan mempengaruhi kesadaran publik terhadap etnis minoritas di

Indonesia.

Wacana asosiasi pada pengunjuk rasa juga ditunjukan melalui penggunaan

kalimat “Khawatir kalau kasus itu akan menimbulkan reaksi kekerasan,

seperti yang sempat terjadi di negara lain,” yang mengaitkan Aksi Bela Islam

14

Page 16: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

dengan peristiwa yang berhubungan dengan etnis minoritas baik di Indonesia

maupun di negara lain, serta dapat menunjukan pola kehidupan sosial di Indonesia

terhadap etnis minoritas.

b. Aksi Bermartabat

Secara eksklusi, Republika menggambarkan pengunjuk rasa melalui strategi

wacana nominalisasi ditunjukan melalui penggunaan kalimat“Hingga kini, belum

diketahui penyebab pasti kericuhan di depan Istana Merdeka,” yang

menjelaskan bahwa Republika menyembunyikan oknum penyebab kericuhan.

Republika memilih memasukkan informasi penyebab kericuhan yang diakibatkan

karena miskomunikasi antara aparat keamanan dengan oknum mahasiswa.

Secara inklusi, Republika menggambarkan pengunjuk rasa melalui strategi

wacana identifikasi ditunjukan melalui penggunaan kalimat “Kesalahpahaman

yang bermula dari ulah oknum mahasiswa dan petugas keamanan terjadi,”

yang menjelaskan bahwa penyebab kericuhan akibat dari miskomunikasi antara

oknum mahasiswa dan aparat keamanan, serta melindungi pengunjuk rasa dengan

menampilkan aparat keamanan sebagai pihak penyebab kericuhan.

c. Aksi 212 Untuk NKRI

Secara inklusi, Republika menggambarkan pengunjuk rasa melalui strategi

wacana identifikasi, abstraksi, dan diferensiasi. Wacana identifikasi ditunjukan

melalui penggunaan kalimat “Massa mulai membubarkan diri secara tertib

sesuai kesepakatan awal, yaitu 14.00 WIB,” yang menjelaskan bahwa

pengunjuk rasa sebagai pihak yang taat terhadap peraturan dan kesepakatan yang

telah dibuat. Wacana abstraksi ditunjukan melalui penggunaan kata “jutaan dan

ribuan” yang menjelaskan bahwa Aksi Bela Islam sebagai peristiwa yang besar

dan penting, serta banyak masyarakat antusias menyambut aksi tersebut.

Wacana diferensiasi ditunjukan melalui penggunaan kalimat “kedatangan

jutaan umat Islam ke Ibu Kota dalam rangka Aksi 212 bukan untuk

menghancurkan NKRI,” dan “Mereka hadir untuk membela NKRI, membela

Alquran, dan kebinekaan yang terkoyak akibat penistaan agama yang

dilakukan Ahok,” yang menjelaskan bahwa pengunjuk rasa Aksi Bela Islma

15

Page 17: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

sebagai korban fitnah atas kabar mengenai aksi 212 yang berujung kericuhan atau

menghancurkan NKRI.

Kesimpulan

Kompas dan Republika memiliki pandangan yang berbeda dalam

menganggap suatu isu permasalahan yang sama. Kompas memandang pengunjuk

rasa sebagai pihak yang termarjinalkan. Pada pemberitaan pertama, Kompas

memandang tidak perlunya adanya aksi unjuk rasa tersebut dan menyerahkan

kasus tersebut ke pihak yang berwenang. Selain itu, para pengunjuk rasa

merupakan penyebab kericuhan. Pada pemberitaan kedua, Kompas memandang

para pengunjuk rasa sebagai pihak yang tidak menepati apa yang sudah dijanjikan.

Kompas fokus menyajikan pemberitaan mengenai tindakan pemerintah yang

menerima pengunjuk rasa dan perilaku pengunjuk rasa yang sulit diajak

bernegosiasi. Sedangkan pada pemberitaan ketiga yang berjudul “Terima Kasih”,

secara umum Kompas mengapresiasi para peserta aksi dan aksi damai, namun di

balik pemberitaan tersebut Kompas secara tidak langsung membandingkan aksi

damai dengan aksi damai sebelumnya. Kompas berusaha menampilkan perbedaan

perilaku antara para peserta aksi dengan pengunjuk rasa dalam menanggapi suatu

peristiwa.

Republika menggambarkan pengunjuk rasa sebagai pihak yang terpandang.

Pada pemberitaan pertama, Republika menggambarkan pengunjuk rasa melalui

Aksi Damai yang mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia. Republika lebih

fokus pada Aksi Damai yang digelar di berbagai daerah dan tujuan dari Aksi

Damai tersebut. Pada pemberitaan kedua, Republika memandang Aksi Damai

sebagai aksi bermartabat atau aksi yang mempunyai nilai tinggi atau penting.

Walaupun terjadi kericuhan, Republika terkesan menonjolkan penyebab kericuhan

dengan memasukkan informasi mengenai klarifikasi penyebab kericuhan yang

diakibatkan karena miskomunikasi antar oknum mahasiswa dengan aparat

keamanan. Selain itu, Republika menampilkan usaha para pengunjuk rasa untuk

bertemu dengan Presiden. Sedangkan pada pemberitaan ketiga, Republika

menyebut Aksi 212 sebagai sebuah gerakan demokrasi. Republika lebih fokus

16

Page 18: Abstract D1215008.docx · Web viewJURNAL REPRESENTASI PENGUNJUK RASA AKSI BELA ISLAM DI MEDIA CETAK (Studi Analisis Wacana Dalam Pemberitaa n Aksi Bela Islam Jilid I sampai Jilid

memberitakan mengenai Aksi 212 dianggap sebagai gerakan cinta NKRI, bukan

bertujuan menghancurkan NKRI. Republika juga ingin menjelaskan kepada

pembaca bahwa penista agamalah yang menghancurkan NKRI. Hal tersebut

merupakan sebuah penegasan oleh Republika kepada masyarakat yang telah

menganggap Aksi 212 dapat menghancurkan NKRI.

Daftar Pustaka

Ardiyanto, E., Komala, L., & Karlinah, S. (2012). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Badara, A. (2012). Analisis Wacana: Teori, Metode dan Penerapannya Pada Wacana Media. Jakarta: Kencana.

Eriyanto. (2009). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang.

Kusumaningrat, P., & Kusumaningrat, H. (2009). Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurudin. (2013). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.

Sobur, A. (2012). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semotika dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

17