cut neubi getha.pdf

58
PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 JULI 2014 Laporan Penelitian ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Cut Neubi Getha 1111103000060 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M

Upload: trinhnhan

Post on 13-Jan-2017

238 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cut Neubi Getha.pdf

PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP

FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 –

JULI 2014

Laporan Penelitian

ditulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Cut Neubi Getha

1111103000060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M

Page 2: Cut Neubi Getha.pdf

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar sarjana kedokteran di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2014

Cut Neubi Getha

Page 3: Cut Neubi Getha.pdf

iii

PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP FATMAWATI JAKARTA

PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

(S.Ked)

Oleh

Cut Neubi Getha

NIM: 11111030000060

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M

Page 4: Cut Neubi Getha.pdf

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP

FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014 yang

diajukan oleh Cut Neubi Getha (NIM : 1111103000060), telah diujikan dalam sidang

di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 September 2014. Laporan

penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, 12 September 2014

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid.

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid. dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes.

Penguji 1 Penguji 2

dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH.

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK

Page 5: Cut Neubi Getha.pdf

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan

hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat serta salam peneliti

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat

Adapun judul penelitian ini adalah “Profil Pasien Osteoporosis di RSUP

Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 - Juli 2014” tidak luput dari bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK. selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M. Kes

selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti.

4. dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT dan dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH

selaku penguji sidang laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset Program Studi

Pendidikan Dokter angkatan 2011.

6. dr. Risahmawati Ph.D dan dr. Marita Fadhilah Ph.D yang telah memberi

masukan dalam presentasi proposal penelitian.

7. drg. Danik Hariyani, Sp.KGA dan staff Pusdiklit RSUP Fatmawati yang telah

membantu peneliti untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP Fatmawati.

8. dr. Zainal Adhim, Sp. THT, PhD dan dr. Endang Poedjiningsih, M.Epid,

selaku komisi etik RSUP Fatmawati yang telah memberikan izin kepada

peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

Page 6: Cut Neubi Getha.pdf

vi

9. Ibu Dewi, Ibu Dian dan staff IRMIK RSUP Fatmawati yang telah meluangkan

waktu untuk mencarikan rekam medis untuk penelitian ini.

10. Ayahanda Ir. Teuku Nusyirwan Jacoeb dan ibunda Ir. Arifah Fungsiani serta

kedua saudara peneliti yaitu Cut Keumala Banaget, S.T., M.T dan Cut Tuleut

Zubaidah, yang selalu memberikan dukungan dan memberi semangat serta

selalu memberikan bantuan dukungan baik secara material maupun moral.

11. Prof. Dr. dr. H. Teuku Zulkifli Jacoeb, Sp.OG (K)fer yang selalu memberikan

motivasi sehingga peneliti bersemangat untuk menyelesaikan pendidikan

kedokteran.

12. Teman-teman kelompok penelitian yaitu Yofara Maulidiah Muslihah dan

Rasyad Wicaksono yang senantiasa selalu bersama-sama berjuang dari awal

hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

13. Herlina Rahmah, Leily Badria, Nadisha Refira, Muflikha Maayazi, Raeiza

Olyvia, Tiara Putri, Hania Asmarani, dan Madinatul Munawwaroh selaku

teman-teman terdekat peneliti yang selalu memberikan semangat kepada

peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

14. Sahabat-sahabat PSPD 2011 yang telah bersama-sama menjalani preklinik

selama tiga tahun.

15. Teman-teman PSPD 2008, 2009, 2010, 2012 dan 2013 yang selalu memberi

dukungan kepada peneliti.

16. Seluruh civitas akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun bagi

peneliti. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Ciputat, 12 September 2014

Peneliti

Page 7: Cut Neubi Getha.pdf

vii

ABSTRAK

Cut Neubi Getha. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Pasien

Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011- Juli 2014.

Pendahuluan : Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif,

dimana usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk prevalensi kejadian

osteoporosis. Pada tahun 2008, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, usia harapan

hidup penduduk Indonesia meningkat menjadi 69 tahun. Peningkatan usia harapan

hidup penduduk Indonesia dapat menyebabkan angka kejadian osteoporosis

meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pasien osteoporosis

berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa

tubuh. Metodologi : Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

desain cross-sectional. Data didapatkan dari rekam medis pasien osteoporosis yang

telah menjalani pemeriksaan DXA atau radiologi. Sampel diambil secara consecutive

sampling. Hasil dan Simpulan: Berdasarkan karakteristik yang diteliti, ditemukan

bahwa kategori dengan jumlah pasien terbanyak masing-masing adalah usia 70

tahun (55,2%), jenis kelamin peerempuan (86,2%), tingkat pendidikan SLTA

(41,4%), indeks massa tubuh normal (69,0%).

Kata kunci : Osteoporosis, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh.

Page 8: Cut Neubi Getha.pdf

viii

ABSTRACT

Cut Neubi Getha. Medical Education Programme. Profile of Patients with

Osteoporosis in RSUP Fatmawati Jakarta Period January 2011 – July 2014.

Objective: Osteoporosis is a degenerative disease in which the age above 65

years is considered to be very important in the prevalence of osteoporosis. In 2008,

based on data from the central statistical agency, life expectancy in Indonesia

population increased to 69 years. Increased life expectancy in Indonesian population

can lead to increased risk of osteoporosis. The purpose of this study is to depict

osteoporosis patients based on age, gender, education level, and body mass index.

Methode: This is descriptive study with cross-sectional design. The data is obtained

from medical records of patient with osteoporosis who had performed radiological or

DXA. Samples taken with consecutive sampling. Result and Conclusion: The groups

with the largest proportion of each characteristic were age 70 years old (55,2%),

female (86,2%), senior high school education (41,4%), and body mass index normal

(37,9%).

Keywords : Osteoporosis, age, gender, body mass index.

Page 9: Cut Neubi Getha.pdf

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL……………………………………………………………………..i

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN………………………………...………………………..iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................................... iv

KATA PENGANTAR .............................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3

1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 3

1.4.2 Civitas Akademika .............................................................................. 3

1.4.3 Manfaat Aplikatif ................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5

2.1 Landasan Teori ........................................................................................... 5

2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang ........................................................... 5

2.1.2 Fisiologi Tulang................................................................................... 8

2.1.3 Osteoporosis ...................................................................................... 12

2.2 Kerangka Teori ......................................................................................... 24

2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................... 24

Page 10: Cut Neubi Getha.pdf

x

2.4 Definisi Operasional ................................................................................. 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................. 28

3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 28

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................................. 28

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................ 28

3.3.2 Besar Sampel ..................................................................................... 28

3.3.3 Kriteria Sampel .................................................................................. 29

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ................................................................. 30

3.4 Cara Kerja Penelitian ................................................................................ 30

3.4.1 Alur Penelitian ................................................................................... 30

3.5 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 32

4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta ......... 32

4.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 40

5.1 Simpulan .................................................................................................. 40

5.2 Saran ........................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 41

LAMPIRAN ........................................................................................................... 44

Page 11: Cut Neubi Getha.pdf

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian tulang panjang……………………………..……………… 6

Gambar 2.2. Sel-sel tulang……………...………………………………………. 7

Gambar 2.3. Osifikasi intramembran………….………………………………... 9

Gambar 2.4. Osifikasi endokondral...…..…………………………….……….... 11

Gambar 2.5. Hubungan perubahan usia dengan massa tulang………………….. 18

Page 12: Cut Neubi Getha.pdf

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan Jhamaria Index 16

Tabel 2.2 Klasifikasi Kepadatan Tulang (DXA T-skor)…………………........ 17

Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan Jenis

Kelamin Tahun 2005…………………...…………………………… 20

Tabel 4.1 Prevalensi Penderita Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014………..…………………………………... 32

Tabel 4.2 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Usia ……...……...…………. 33

Tabel 4.3 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin ……………... 34

Tabel 4.4 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan……..….. 36

Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004……………. 36

Tabel 4.6 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh………………………………………………………………..

37

Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa

Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta………………………………..

38

Page 13: Cut Neubi Getha.pdf

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian...……..………………………………………. 44

Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup..……………………………………………. 45

Page 14: Cut Neubi Getha.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dijuluki

sebagai the silent epidemic disease, karena penyakit ini menyerang secara diam-

diam tanpa disertai gejala (symptoms).[1]

Pada Mei 1998, World Health

Organization (WHO) menyampaikan laporan kesehatan dunia tahun 1997 yang

menggambarkan tingginya angka kematian, morbiditas, dan kecacatan akibat

penyakit yang tidak menular, termasuk osteoporosis.[2]

Berdasarkan data

International Osteporosis Foundation (IOF), setiap 30 detik seseorang di Eropa

mengalami fraktur akibat osteoporosis.[3]

Mayoritas osteoporosis diderita orang-orang yang telah berusia lanjut dan

usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk angka kejadian osteoporosis.[4]

Populasi penduduk Indonesia sendiri yang tersebar di seluruh pulau kurang lebih

berjumlah 237 juta. Diperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi 254 juta

pada tahun 2020 dengan 11,7% (29 juta) populasi berusia diatas 60 tahun. [5]

Data

Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia

mengalami kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun, yakni dari 68.6 tahun pada

tahun 2004 menjadi 69 tahun pada tahun 2008.[6]

Dengan meningkatnya usia

harapan hidup, maka risiko kejadian osteoporosis juga akan meningkat.[1]

Perubahan demografis dalam 50 tahun mendatang akan mengakibatkan

meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut di negara berkembang, terutama

Indonesia, sehingga jumlah penderita osteoporosis diperkirakan akan meningkat

secara signifikan.[7]

Sebagai penyakit klinis, osteoporosis dicirikan dengan kepadatan tulang

yang rendah dan perburukan mikroarsitektur tulang, sehingga terjadi peningkatan

kerapuhan tulang dan rentan untuk terjadi fraktur.[8]

Data epidemiologis mengenai

Page 15: Cut Neubi Getha.pdf

2

angka kejadian osteoporosis di Indonesia masih sangat jarang.[2]

Berdasarkan

hasil analisa data risiko yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan

sebuah perusahan nutrisi pada tahun 2005 di 16 wilayah di Indonesia, pasien

osteoporosis terbanyak adalah yang berusia 70% (53,3%). Dalam berbagai

penelitian, pasien osteoporosis cenderung dialami oleh wanita. Pasien osteopenia

dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan

wanita, sedangkan usia > 55 tahun peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali

lebih besar dari pria. [1]

Penyebab dasar terjadinya osteoporosis yakni proses resorpsi tulang yang

lebih cepat daripada proses deposisi.[9]

Beberapa faktor diperkirakan dapat

mempengaruhi massa tulang, dan dikelompokkan sebagai faktor yang tidak dapat

dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat

dimodifikasi antara lain jenis kelamin, usia, ukuran tubuh, genetik, dan etnik.

Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain status hormonal, gaya

hidup, tingkatan aktivitas fisik, konsumsi rokok dan alkohol, serta asupan

makanan yang dikonsumsi.[10]

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pasien osteoporosis di

RSUP Fatmawati Jakarta berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan

indeks massa tubuh, dimana ke empat variabel tersebut adalah data dasar yang

tertulis di dalam data sekunder yaitu rekam medis.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014?

Page 16: Cut Neubi Getha.pdf

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta

periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan usia di RSUP

Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

b. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan jenis kelamin

di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

c. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan tingkat

pendidikan di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli

2014.

d. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan indeks massa

tubuh di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :

1.4.1 Bagi Peneliti

a. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan

Dokter.

b. Menambah pengetahuan mengenai profil pasien osteoporosis di RSUP

Fatmawati periode Januari 2011 – Juli 2014.

1.4.2 Civitas Akademika

Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang

akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

Page 17: Cut Neubi Getha.pdf

4

1.4.3 Manfaat Aplikatif

Memberikan informasi mengenai profil pasien osteoporosis sebagai

pengenalan awal pasien osteoporosis untuk pemeriksaan kepadatan tulang

guna mencegah komplikasi dari osteoporosis.

Page 18: Cut Neubi Getha.pdf

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang

Secara makroskopis, komponen tulang dapat dilihat secara jelas pada

tulang panjang, seperti tulang femur dan humerus. Tulang panjang antara lain

terdiri atas:

a. Diafisis : bagian badan atau tubuh dari tulang. Diafisis merupakan bagian

utama tulang.

b. Epifisis : terletak di bagian proksimal dan distal tulang.

c. Metafisis : daerah diantara diafisis dan epifisis. Metafisis merupakan tempat

pertumbuhan tulang karena terdiri atas cakram epifiseal (pertumbuhan) yang

mengandung kartilago hialin, sehingga diafisis tulang dapat memanjang.

d. Kartilago artikular : merupakan lapisan tipis dari kartilago hialin yang

menutupi bagian epifisis, di mana tulang membentuk artikulasi (sendi) dengan

tulang yang lain.

e. Periosteum : mengelilingi permukaan terluar tulang di mana bagian tersebut

tidak ditutupi oleh kartilago artikular. Tersusun atas lapisan fibrosa luar yang

tersusun atas jaringan ikat iregular dan lapisan osteogenik dalam yang terdiri

atas sel. Periosteum memberikan proteksi terhadap tulang yaitu membantu

penyembuhan fraktur, memberikan nutrisi jaringan tulang, dan memberikan

perlekatan untuk ligamen dan tendon.

f. Medullary cavity (Ruang medulla) : atau marrow cavity (ruang sumsum),

merupakan ruang silindris diantara diafisis yang mengandung sumsum tulang

lemak kuning pada orang dewasa.

g. Endosteum : membran tipis yang membatasi lapisan internal tulang pada

ruang medulla. Terdiri atas selapis sel dan sejumlah kecil jaringan ikat. [9]

Page 19: Cut Neubi Getha.pdf

6

Gambar 2.1.Bagian tulang panjang. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009.

John Wiley & Sons Inc. p.177

Dilihat secara mikroskopis, tulang seperti jaringan ikat yang lain yang

terdiri atas matriks sekitar sel yang mengelilingi sel-sel terpisah. Terdapat empat

tipe sel pada jaringan tulang, yaitu : sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan

osteoklas.

a. Sel osteogenik : sel batang yang tidak terspesialisasi yang berasal dari

mesenkim. Sel osteogenik merupakan asal dari semua jaringan ikat tulang. Sel

ini dapat ditemukan pada bagian dalam periosteum, di dalam endosteum serta

di dalam kanal, diantara tulang yang mengandung pembuluh darah. [9]

Page 20: Cut Neubi Getha.pdf

7

b. Osteoblas : merupakan sel pembentuk tulang. Sel ini mensintesis dan

mensekresi serat kolagen dan komponen organik yang dibutuhkan untuk

membentuk matriks sekitar sel dari jaringan tulang dan menginisiasi

kalsifikasi. Osteoblas diperlukan untuk mineralisasi yaitu proses deposisi

hydroxyapatite dengan meregulasi konsentrasi kalsum dan fosfat. [9,11]

c. Osteosit : osteoblas yang terpendam di matriks termineralisasi dalam lakuna

dinamakan osteosit. Sel tulang yang sudah matang, merupakan jaringan tulang

yang paling utama dan memelihara metabolisme, seperti pertukaran nutrisi

dan membuangnya ke darah. [9,11]

d. Osteoklas : sel besar yang berasal dari penggabungan 50 monosit dan terdapat

pada endosteum. Sel ini dapat mengeluarkn enzim lisosomal dan asam yang

mencerna komponen protein dan mineral dari matriks tulang. Proses ini

dinamakan resorpsi, yang merupakan bagian dari pembentukan, pemeliharaan

dan penggantian tulang. Osteoklas juga membantu dalam meregulasi kaslium

darah. [9]

Gambar 2.2.Sel-sel tulang. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009.

John Wiley & Sons Inc. p.178

Matriks sekitar sel terdiri atas 25% air, 25% serat kolagen dan 50% garam

kristal mineral. 80% dari matriks yang tidak termineralisaasi merupakan serat

kolagen tipe 1 yang berasal dari molekul tropokolagen yang dihasilkan oleh

Page 21: Cut Neubi Getha.pdf

8

osteoblas. Terdapat pula protein non-kolagen dalam jumlah sedikit pada matriks

yang termineralisasi yang diperkirakan terlibat dalam regulasi sel tulang dan

matriks termineralisasi, protein tersebut antara lain :sialoprotein (osteopontin),

osteonectin, osteocalsin dan alkaline phosphatase. [12]

Garam mineral yang terbanyak adalah kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] yang

akan membentuk kristal hydroxyapatite [Ca10(PO4)6 (OH)2] bersama dengan

garam mineral yang lain seperti kalsium karbonat (CaCO3) dan ion seperti

magnesium, fluoride, kalium dan sulfat. [9]

2.1.2 Fisiologi Tulang

2.1.2.1 Pembentukan dan Pertumbuhan Tulang

Proses pembentukan tulang disebut dengan proses osifikasi.

Terdapat dua cara dalam pembentukan tulang, dimana kedua proses

tersebut meliputi penggantian jaringan ikat yang ada dengan tulang tetapi

berbeda dengan proses pekembangan tulang. Proses osifikasi ini meliputi

osifikasi intramembran dan osifikasi endokondral. [9]

(1) Osifikasi intramembran

Osifikasi intramembran merupakan proses pembentukan tulang yang

sederhana. Proses ini terjadi pada tulang datar seperti tengkorak dan

mandibula.

Pada bagian di mana tulang akan terbentuk, suatu pesan kimia spesifik

akan menyebabkan sel mesenkim berkumpul dan berdiferensiasi,

pertama menjadi sel osteogenik dan kemudian menjadi osteoblas pada

pusat osifikasi. Osteoblas mensekresikan matriks organik sekitar sel

dari tulang hingga akhirnya ia sendiri dikelilingi oleh matriks tersebut.

Sekresi matriks sekitar sel akan berhenti dan sel tulang yang

terperangkap didalamnya dinamakan dengan osteosit yang berada pada

lakuna. Lakuna memiliki sitoplasma yang memanjang menuju

kanalikuli dan memancar ke segala arah. Dalam beberapa hari,

Page 22: Cut Neubi Getha.pdf

9

kalsium dan garam mineral akan disimpan dan matriks sekitar sel akan

mengeras atau mengalami kalsifikasi.

Dengan terbentuknya matriks sekitar tulang, akan terbentuk trabekula

yang menyatu satu dengan yang lain untuk membentuk tulang spons.

Pembuluh darah akan tumbuh di antara trabekula dan mesenkim akan

berkondensasi pada bagian perifer tulang dan membentuk periosteum.

[9,12]

Gambar 2.3. Osifikasi intramembran. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and

Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.183

(2) Osifikasi endokondral

Proses ini terjadi pada pembentukan tulang panjang seperti tulang

femur, dimana tulang akan menggantikan kartilago. Pada saat janin,

terjadi proses pembetukan kartilago, kondorosit-kondrosit yang

terbentuk pada akhirnya akan mati karena nutrisi tidak dapat berdifusi

Page 23: Cut Neubi Getha.pdf

10

secara cepat melalui matriks sekitar sel. Ketika kondrosit mati, akan

terbentuk lakuna dan suatu rongga, sehingga proses osifikasi primer

dimulai.

Terdapat arteri yang dapat berpenetrasi ke perikondrium dan kartilago

yang mengalami kalsifikasi melalui foramen nutrisi dibagian tengah

kartilago, hal ini menyebabkan perikondrium berdiferensiasi menjadi

osteoblas. Osteoblas akan terdeposit pada sisa matriks sekitar sel

kartilago untuk membentuk tulang trabekula. Proses ini dimulai pada

bagian periosteum dan akan berlanjut hingga ujung tulang. Osifikasi

primer ini akan meninggalkan lubang di bagian tengah, yaitu rongga

medulla (medullary cavity) pada bagian diafisis.

Ketika cabang arteri epifiisis memasuki epifisis, maka akan dimulai

pusat osifikasi sekunder, yaitu pada saat bayi akan lahir. Proses ini

terjadi seperti osifikasi primer, hanya saja tulang spons tersisa pada

bagian inferior epifisis dan tidak terbentuk rongga medulla.

Kartilago hialin yang menutupi epifisis akan menjadi kartilago

artikular, sedangkan kartilago yang tersisa di antara diafisis dan

epifisis akan menjadi lempeng pertumbuhan, yang akan bertanggung

jawab pada proses pemanjangan tulang. [9,12]

Page 24: Cut Neubi Getha.pdf

11

Gambar 2.4. Osifikasi endokondrral. Sumber : Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and

Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.184

2.1.2.2 Resorpsi Tulang

Resorpsi tulang dilakukan oleh osteoklas dibawah pengaruh sel

stroma (osteoblas) dan kedua pengaktif lokal dan sistemik. Terdapat pula

pengaruh hormon PTH (parathormon) secara tidak langsung yang

memiliki efek pada metabolit vitamin D, 1,25-dihydroxycholecalciferol

[1,25(OH)2D3] dan osteoblas.

Proliferasi sel progenitor osteoklas membutuhkan faktor

diferensiasi osteoklas yang dihasilkan oleh osteoblas stromal setelah

stimulasi dari PTH, glukokortikoid atau sitokin pro-inflamasi. Diketahui

bahwa receptor activator of nuclear factor-ligand (RANKL) akan

Page 25: Cut Neubi Getha.pdf

12

berikatan dengan dengan reseptor RANK pada prekursor osteoklas dengan

adanya macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) sebelum dewasa

penuh dan resorpsi osteoklas dimulai.

Diperkirakan bahwa osteoblas mulanya menyiapkan daerah

resorpsi dengan memindahkan osteoid dari permukaan tulang sementara

matriks yang lain bertindak sebagai pembangkit osteoklas. Selama

resorpsi, setiap osteoklas membentuk tanda perlekatan pada permukaan

tulang dimana membran sel melipat ke pinggiran diantara asam

hidroklorik dan enzim proteolitik disekresikan. Pada pH mineral yang

rendah ini, matriks akan larut dan komponen organik akan rusak oleh

enzim lisosom. Ion kalsium dan fosfat akan diabsorpsi ke dalam vesikel

osteoklas dan akan dikeluarkan ke cairan sekitar sel dan kemudian

mengalir ke darah. [9,12]

2.1.3 Osteoporosis

2.1.3.1 Definisi

Berdasarkan Tortora dalam buku Principles of Anatomy and

Physiology (2009), osteoporosis merupakan penyakit klinis yang dicirikan

dengan massa tulang yang rendah dan abrnomal serta terjadi defek pada

struktur tulang. Sebuah kombinasi yang menyebabkan tulang menjadi

rapuh dan risiko fraktur menjadi lebih besar dibandingkan dengan orang

pada usia, jenis kelamin dan ras yang sama. [9]

Berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO),

osteoporosis secara operasional didefinisikan sebagai penurunan lebih dari

-2.5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa muda sehat (Bone

Mineral Density T-score < -2.5 SD). [13]

Page 26: Cut Neubi Getha.pdf

13

2.1.3.2 Epidemiologi

Berdasarkan data WHO pada tahun 2003, osteoporosis diketahui

mengenai lebih dari 75 juta orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang.

[1] Osteoporosis dapat menyebabkan lebih dari 8,9 juta fraktur di seluruh

dunia, dimana 4,5 juta terjadi di Amerika dan Eropa. [2]

Di Amerika Serikat, 8 juta perempuan dan 2 juta laki-laki

menderita osteoporosis (T-score < -2.5) dan 18 juta orang memiliki

massa tulang yang meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis (T-score

< -1.0). [13]

Total penduduk jepang yang terkena osteoporosis

diperkirakan mencapai 11.6 juta yang terdiri atas 8,4 juta perempuan dan

3,2 juta laki-laki, sedangkan angka kejadian fraktur osteoporosis pada

tahun 2002 sebesar 117.900. [5]

Di negara berkembang seperti Cina, pada tahun 2002, prevalensi

penderita osteoporosis keseluruhan sebesar 16,1%. Prevalensi diantara

pria sebesar 11,5% dan diantara wanita 19,9%. [14]

Data epidemiologis tentang besaran masalah osteoporosis di

Indonesia masih sangat langka. Penelitian yang dilakukan oleh Abas

Basuni dan Sri Prihartini dalam Risiko Osteoporosis di Indonesia (2007)

menyatakan bahwa pada tahun 2002, proporsi risiko osteoporosis sebesar

19,7% dimana 14,8% adalah laki-laki dan 21,7% adalah perempuan. Pada

tahun 2005 proporsi risiko osteoporosis sebesar 10,3% yaitu laki-laki

14,3% dan perempuan sebesar 8,2%, di tahun yang sama, proporsi risiko

osteopenia sebesar 41,8% atau 4 dari 10 penduduk memiliki risiko

osteoporosis.[7]

Berdasarkan hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di

16 wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan

salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, pasien osteoporosis

Page 27: Cut Neubi Getha.pdf

14

terbanyak pada kategori usia 70 tahun (53,3%), 29,4% pasien berusia

60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69 tahun sebesar 36,4%. [21]

2.1.3.3 Patogenesisis dan Patofisiologi

Massa tulang pada dewasa tua sama dengan puncak massa tulang

yang didapat pada usia 18-25 tahun dikurangi dengan jumlah tulang yang

hilang setelahnya. Puncak massa tulang ditentukan oleh faktor genetik

dan kontribusi dari nutrisi, status hormon, aktivitas fisik dan kesehatan

ketika petumbuhan.[15]

Selama pertumbuhan, terjadi 90% deposisi massa

tulang, diikuti oleh periode konsolidasi dan terus berlanjut hingga usia

15-30 tahun. [16]

Normalnya, proses pembentukan tulang dan proses resorpsi tulang

berjalan berpasangan. Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi

digantikan oleh jumlah yang sama dengan jaringan tulang baru. Massa

tulang rangka akan tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah

tercapai. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan pembentukan

tulang menjadi tidak seimbang, dan proses resorpsi melebih proses

pembentukannya. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang

berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda.

Hilangnya jaringan tulang menyebabkan kerusakan arsitektur tulang dan

peningkatan risiko fraktur. [13,15,16]

Pada wanita, ketika mengalami perimenopause, terjadi defisiensi

estrogen secara signifkan, kehilangan massa tulang menjadi sangat cepat.

Penurunan kadar estrogen menyebabkan berbagai sitokin seperti

interleukin-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor alfa (TNF α)

kadarnya menjadi meningkat dan akan meningkatkan resorpsi tulang

melalui perektrutan, diferensiasi dan aktivasi osteoklas. [16]

Page 28: Cut Neubi Getha.pdf

15

2.1.3.4 Diagnosis

Osteoporosis dikenal sebagai “the silent epidemic disease” karena

penurunan massa tulang dapat terjadi tanpa disertai gejala. [7]

Kecuali

seseorang mendapatkan fraktur, osteoporosis biasanya tidak

menimbulkan gejala sama sekali. Seiring dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan, terjadi perubahan sudut pandang terhadap osteoporosis,

sehingga osteoporosis tidak lagi hanya terdiagnosis ketika terjadi fraktur.

[17]

Evaluasi pasien yang diduga mengalami osteoporosis meliputi

riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

a. Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik

Bagian ini berfokus pada faktor risiko utama untuk fraktur

osteoporosis seperti usia dan riwayat fraktur osteoporosis

sebelumnya. Faktor risiko lain yang harus diperhatikan meliputi berat

badan yang rendah, riwayat keluarga dengan fraktur pinggul,

merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, terapi glukokortikoid

dalam jangka waktu yang lama, dan penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan osteoporosis sekunder. [18]

b. Pemeriksaan labortorium

Termasuk didalamnya pemeriksaan darah lengkap dan profil serum

biokimia yang meliputi kalsium, fosfor, alkalin fosfatase, tirotropin,

fungsi ginjal dan hati, 25-hydroxyvitamin D, dan kalsium urin.[18]

c. Radiologi

Gambaran radiologi pada osteoporosis memiliki tujuan untuk

mengukur berkurangnya kepadatan tulang dan untuk diagnosis.

Untuk menentukan tingkatan dan diagnosis dapat dilakukan

menggunakan gambaran radiologi sederhana. Gambaran radiologi

yang khas pada osteoporosis adalah adanya penipisan korteks dan

daerah trabekular yang lebih lusen. Indeks Jhamaria menggunakan

pola trabekular pada tulang calcaneus sebagai index osteoporosis.

Page 29: Cut Neubi Getha.pdf

16

Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan

Indeks Jhamaria

Gambaran radiologi Gambaran tulang Keterangan

Grade I. Severe

Osteoporosis.

Hilangnya

seluruh trabekula

Grade II.

Osteoporosis.

Trabekula

anterior mulai

tidak terlihat.

Grade III.

Borderline

osteoporosis.

Resesi pada

trabekula

posterior

Grade IV.

Tampak

gambaran wedge

shaped diantara

kedua trabekula

posterior.

Grade V. Normal

trabekula

Sumber : Bank, A.S, Brad Castellano. Radiology of Osteoporosis Evaluation and Interpretation. (telah

diolah kembali)

Page 30: Cut Neubi Getha.pdf

17

Penilaian kepadatan tulang atau massa tulang secara umum dilakukan

dengan menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DXA).

DXA menilai kepadatan tulang pada bagian tulang yang spesifik dan

bersangkutan. WHO menggolongkan osteoporosis dan osteopenia

berdasarkan T-skor dari DXA, yang dibandingkan dengan nilai rata-

rata kepadatan tulang untuk dewasa muda dan perbedaan dinyatakan

sebagai standard deviation (SD). DXA merupakan metode yang

sudah disahkan untuk penggunaan umum sebagai kriteria inklusi

untuk percobaan klinis dan memonitor efek terapi farmasi untuk

osteoporosis. Standard pengukuran tulang vertebra dengan DXA

dilakukan pada proyeksi posteroanterior. Tempat tersering dilakukan

pengukuran adalah vertebra dan tulang femur bagian proksimal. [17]

Keuntungan melakukan DXA antara lain, pemeriksaan ini tidak

invasif dan mempelajarinya cepat serta pajanan radiasi yang

rendah.[18]

Tabel 2.2 Klasifikasi kepadatan tulang (DXA T-skor) menurut

WHO

Sumber:Viela P, Nunes T. Osteoporosis. 2011;53;185-190

Page 31: Cut Neubi Getha.pdf

18

2.1.3.5 Faktor Risiko

a. Usia

Sejak lahir hingga remaja, jaringan tulang lebih banyak

diproduksi dibandingkan hilangnya jaringan tersebut akibat proses

remodeling. Pada dewasa muda, kecepatan deposisi tulang akan

sama dengan kecepatan resorpsi. Dengan penurunan hormon seks

pada usia pertengahan, terutama pada wanita, penurunan massa

tulang terjadi akibat resorpsi tulang oleh osteoklas melebihi

deposisi tulang oleh osteoblas.[9]

Usia berhubungan dengan

hilangnya massa tulang pada dekade keempat atau kelima

kehidupan.[19]

Gambar 2.5. Hubungan perubahan usia dengan massa tulang. Sumber: Poole KES, Compston JE. Clinical review Osteoporosis and its

management. 2006;333(December):1251–6.

Pada lansia, daya serap kalsium akan menurun seiring

bertambahnya usia.[1]

Prinsip hubungan usia terhadap jaringan

tulang yaitu kehilangan massa tulang dan tulang menjadi lebih

rapuh. Kehilangan massa tulang merupakan hasil dari proses

demineralisasi, kehilangan kalsium dan mineral lainnya dari

Page 32: Cut Neubi Getha.pdf

19

matriks sekitar tulang. Proses ini dimulai setelah usia 30 tahun

pada wanita, dan menjadi lebih cepat pada usia 45 tahun seiring

dengan penurunan estrogen, serta terus berlanjut hingga terjadi

kehilangan kalsium tulang sebanyak 30% pada usia 70 tahun.

Ketika kehilangan jaringan tulang telah dimulai pada wanita,

sekitar 8% dari massa tulang akan menghilang setiap 10 tahun.

Pada laki-laki, kehilangan kalsium pada umumnya tidak akan

terjadi sampai usia lebih dari 60 tahun, dan 3% massa tulang akan

hilang setiap 10 tahun.[9]

Prinsip hubungan yang kedua yaitu kerapuhan tulang, yang

merupakan hasil dari penurunan kecepatan sintesis protein. Pada

usia tua, kecepatan sintesis serat kolagen akan melambat akibat

berkurangnya produksi hormon pertumbuhan, sedangkan serat

kolagen merupakan bagian organik dari matriks sekitar sel tulang

yang memberikan kekuatan pada tulang. Kehilangan kekuatan

tulang menyebabkan tulang akan menjadi rapuh dan mudah terjadi

fraktur pada usia tua.[9]

Hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di 16

wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan

salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, terdapat

29,4% lansia berusia 60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69

tahun sebesar 36,4% dan usia > 70 tahun sebesar 53,3%.[21]

Page 33: Cut Neubi Getha.pdf

20

Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan

Jenis Kelamin Tahun 2005

Sumber : Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di indonesia.

2007;30(1):1–11.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan teori yang dinyatakan dalam buku Principles of

Anatomy and Physiology, osteoporosis terutama mengenai usia

pertengahan dan usia tua. Sekitar 80% mengenai wanita dengan

alasan (1) tulang wanita lebih kecil jika dibandingkan dengan

tulang pria, (2) produksi estrogen pada wanita menurun secara

drastis ketika memasuki fase menopause, sedangkan produksi

androgen utama yaitu testosteron berkurang sedikit dan secara

bertahap pada pria yang lebih tua.[9]

Hal ini dibuktikan pada

penelitian yang dilakukan oleh Karasik dan S. L. Ferrari (2008)

bahwa osteoporosis merupakan kondisi yang mengenai 30%

wanita dan 12% pria pada usia yang sama. [22]

Perbedaan jenis kelamin menentukan struktur komponen

kekuatan tulang (bentuk tulang dan ketebalan), respon biomekanis

dan massa tulang. [22]

Page 34: Cut Neubi Getha.pdf

21

Studi yang dilakukan oleh Ninghua et.al dalam Prevalence

Rate of Osteoporosis in the Mid-aged and Elderly in Selected

Parts of China (2002), menunjukan bahwa penderita osteoporosis

lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki sesuai

peningkatan usia. Angka prevalensi untuk perempuan China

tertinggi pada usia setelah 60 tahun. [14]

Di Indonesia, berdasarkan studi Risiko Osteoporosis pada

tahun 2005 yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan

sebuah perusahaan nutrisi di 16 wilayah di Indonesia, pasien

osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung

lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan usia > 55 tahun

peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria

dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari

pria. [1]

c. Indeks Massa Tubuh

Studi National Osteoporosis Foundation (NOF) menyarankan

untuk memasukkan indeks massa tubuh yang rendah ke dalam

penilaian risiko untuk evaluasi osteoporosis dan risiko fraktur

osteoporosis.[3]

Hubungan antara indeks massa tubuh, berat badan,

dan tinggi badan dengan kepadatan tulang telah banyak

dikemukakan. Berat badan atau indeks massa tubuh dilaporkan

berbanding terbalik dengan risiko fraktur osteoporosis.[20]

Yates AJ, et.al (1999) dalam penelitiannya mengevaluasi

bentuk tubuh yang kurus (persentasi lemak tubuh yang rendah,

indeks massa tubuh yang rendah atau berat badan tubuh yang

rendah) sebagai faktor risiko untuk kepadatan tulang yang rendah.

Pada studi ini, presentasi lemak tubuh, IMT dan berat badan

dihubungkan dengan kepadatan tulang dan kehilangan massa

tulang selama 2 tahun. Wanita dengan presentasi lemak tubuh atau

Page 35: Cut Neubi Getha.pdf

22

IMT yang rendah memiliki kepadatan tulang 12% lebih rendah dan

2 kali lipat kehilangan massa tulang dalam 2 tahun dibandingkan

dengan wanita yang memiliki lemak tubuh dan IMT normal (p

0,004).[23]

Pada studi klinis yang dilakukan oleh Salamat, M. R., Salamat,

A. H., Abedi, I., & Janghorbani, M (2013), ditemukan bahwa

indeks massa tubuh dan berat badan memiliki hubungan dengan

kepadatan tulang, dan obesitas secara signifikan menurunkan

risiko osteoporosis pada pria, yaitu pria dengan indeks massa

tubuh < 25 memiliki 4,4 (95% CI) kali risiko fraktur dibandingkan

pria dengan indeks massa tubuh 25 pada usia yang sama. Hal ini

sesuai dengan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa, indeks

massa tubuh dan berat badan yang rendah berhubungan dengan

kepadatan tulang yang rendah pada wanita postmenopause.[20]

Pada studi yang dilakukan oleh Montazerifar, et al (2014) rata-

rata berat badan dan indeks massa tubuh ditemukan rendah pada

pasien osteoporosis dibandingkan dengan kelompok pasien yang

normal.[24]

Hal ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh

Saravi, et al (2013) yang melaporkan bahkan tidak ada efek

signifikan antara berat badan dan indeks massa tubuh, dimana

76,2% pasien dengan osteoporosis dan osteopenia memiliki indeks

massa tubuh yang normal.[25]

d. Tingkat Pendidikan

Banyak studi yang telah menunjukan bahwa status sosio-

ekonomi maupun tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan

berbagai penyakit kronik, tapi masih sedikit sekali penelitian yang

menguhubungkan antara tingkat pendidikan dengan kesehatan

tulang. Pendidikan merupakan cara yang umum untuk menilai

status sosio-ekonomi seseorang. Status sosio-ekonomi dan

pendapatan seseorang menjadi faktor yang menentukan pajanan

Page 36: Cut Neubi Getha.pdf

23

sosial dan lingkungan. Gaya hidup, tingkah laku, pola makan dan

nutrisi berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan status

sosio-ekonomi, meskipun pengaruhnya berbeda di setiap populasi.

Individu dengan pendidikan yang baik cenderung memiliki

pengetahuan kesehatan dan tingkah laku yang lebih baik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Suzanne C (2005) pada

populasi perempuan china yang sudah mengalami postmenopause,

tingkat pendidikan formal yang tinggi berhubungan dengan

kepadatan tulang yang lebih baik serta angka kejadian osteoporosis

yang lebih rendah. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan

osteoporosis termasuk faktor hormonal, penggunaan berbagai obat,

konsumsi rokok, aktivitas fisik dan diet rendah kalsium serta

vitamin D yang kaitannya sangat erat dengan tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan secara langsung dapat mempengaruhi

kesehatan tulang dengan efek positif melalui pengetahuan yang

lebih baik mengenai kesehatan pada gaya hidup dan tingkah laku

seseorang. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

memiliki sikap positif terhadap penggunaan obat-obatan serta

dapat mengadopsi kebiasan-kebiasan yang baik atau positif seperti

kebiasan makan sehat yang meliputi asupan kalsium, buah-buahan

dan mengurangi konsumsi alkohol. [34,38]

Page 37: Cut Neubi Getha.pdf

24

2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

osteoporosis

Tingkat

Pendidikan

Jenis

Kelamin

Usia

Indeks Massa

Tubuh

Osteoporosis

Bone resorption

Tingkat

pendidikan

Status sosio-

ekonomi

Gaya Hidup Pola makan

Konsumsi makanan yang

banyak menandung Ca,

sayur & buah, serta

suplemen Aktivitas fisik

Peningkatan deposisi

garam mineral dan

produksi kolagen oleh

osteoblas

Bone formation

Usia

Absorpsi Ca

Hipertiroidisme sekunder

Konsumsi

alkohol, kopi

& soda Jenis kelamin IMT

Puncak

massa tulang Status hormonal

Merokok

Laki-laki

Kadar estrogen tubuh

Sitokin proinflamasi

Komposisi lemak tubuh

Perempuan

Page 38: Cut Neubi Getha.pdf

25

2.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara

Pengukuran

Hasil Ukur Skala

Osteopo-

rosis

Secara statistik :

keadaan

Densitas

Mineral Tulang

(DMT) berada

di bawah nilai

rujukan

menurut umur

atau standar

deviasi berada

di bawah nilai

rata-rata

rujukan pada

usia dewasa

muda (depkes,

2008)

1.DXA (dual

energy X-

ray

absorptio-

meter)

>-1 :

Normal

> -2.5 dan

-1 :

Osteopeni

a

-2.5 :

osteoporos

is

2.Radiologi :

index

Jhamaria

Grade I :

severe

osteoporos

is

Grade II :

Osteopo-

rosis

Grade III:

Borderline

osteoporo-

sis

Grade IV

Sesuai

tertulis

dalam

rekam

medis

1 = osteoporosis

2 = tidak

osteoporosis

Nominal

Page 39: Cut Neubi Getha.pdf

26

Grade V

: normal

Usia Usia pasien

ketika

didiagnosis

osteoporosis

Berdasarkan

tanggal lahir,

di KTP atau

kartu

identitas

lainnya.

Sesuai

tertulis

dalam

rekam

medis

Usia (tahun)

Dikelompokkan

menjadi [21]

:

1= < 25

tahun

2= 25-29

tahun

3= 30-34

tahun

4= 35-39

tahun

5= 40-44

tahun

6= 45-49

tahun

7= 50-54

tahun

8= 55-59

tahun

9= 60-64

tahun

10= 65-69

tahun

11= 70

tahun

Interval

Jenis

kelamin

Jenis kelamin

ketika lahir

Sesuai

tertulis

dalam

rekam

medis

1=Perempuan

2=Laki-laki

Nominal

IMT

(Indeks

Massa

Tubuh)

Berat badan

(kilogram)

dibagi dengan

tinggi badan

kuadrat

(meter2).

Ukuran

tinggi badan

diukur

dengan alat

ukur stature

meter

Ukuran berat

badan

dengan alat

Pengukuran

tinggi badan

dan berat

badan yang

ditulis

dalam

rekam

medis

Kg/m2.

Diklasifikasikan

berdasarkan

kriteria CDC

.[29]

:

< 18.5 :

underweight

18.5 – 24.9 :

normal

Ordinal

Page 40: Cut Neubi Getha.pdf

27

ukur

tinbangan

berat badan.

25.0-29.9 :

overweight

30.0 :

Obesitas

Tingkat

pendidikan

Jenjang atau

tingkat sekolah

terakhir yang

pernah

ditamatkan atau

diselesaikan

oleh seseorang

dengan

mendapatkan

ijazah.

Sesuai

tertulis

dalam

rekam

medis.

Dikategorikan

menjadi [34]

:

1 = Tidak

pernah

bersekolah

2 = SD

3 = SLTP

4 = SLTA

5 = UNIV

Ordinal

Page 41: Cut Neubi Getha.pdf

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) yang

bersifat deskriptif dengan menggambarkan profil pasien osteoporosis di RSUP

Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan faktor risiko

usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh dan pendidikan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder (rekam medis) pasien osteoporosis

di poliklinik orthopaedi, penyakit dalam dan rehabilitasi medis di Rumah sakit

Fatmawati Jakarta. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Juli-Agustus 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian adalah pasien dengan osteoporosis. Populasi

terjangkau adalah pasien poliklinik orthopedi, penyakit dalam, dan

rehabilitasi medis yang telah terdiagnosis osteoporosis berdasarkan

pemeriksaan DXA atau radiologi di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.

Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

penelitian.

3.3.2 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus analisis deskriptif [38]

sebagai

berikut :

Page 42: Cut Neubi Getha.pdf

29

n = Jumlah sampel

Zα = Deviat baku alfa

P = Proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1 – P

d = Nilai presisi

Dengan menetapkan α sebesar 5% maka deviat baku alfa (Zα) dengan

hipotesis satu arah menjadi 1,645. Nilai P yang digunakan diambil dari

penelitian Abas Basuni Jauhari dan Sri Prihatini yaitu prevalensi

osteoporosis pada tahun 2002 sebesar 19,7% Nilai presisi ditetapkan

sebesar 15%. Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah 19 subjek.

3.3.3 Kriteria Sampel

3.3.3.1 Kriteria Inklusi Umum

Pasien yang telah melakukan pemeriksaan menggunakan DXA

atau radiologi kemudian terdiagnosa osteoporosis yang berasal dari

poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medis di

Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi Umum

Pasien yang data rekam medisnya tidak lengkap mengenai usia,

jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan tingkat pendidikan.

Page 43: Cut Neubi Getha.pdf

30

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel

Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling, yaitu dengan

mengikutsertakan seluruh populasi terjangkau yang didapat dan

memenuhi kriteria penelitian.

3.4 Cara Kerja Penelitian

Pengumpulan data sekunder berdasarkan data rekam medis pasien mencakup:

- Data dasar pasien: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan

- Pemeriksaan fisik : tinggi badan, berat badan.

Pengambilan data rekam medis pasien osteoporosis dimulai Agustus 2014 sampai

tercapai jumlah sampel yang diinginkan

3.4.1 Alur Penelitian

Rekam medis pasien yang berasal dari

poliklinik orthopaedi, penyakit dalam

dan rehabilitasi medis

Kriteria penerimaan

dan penolakan

Memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria

Tidak disertakan dalam

penelitian

Disertakan dalam

penelitian

Pengumpulan data

dari rekam medis

Analisis dan

pengolahan data

Page 44: Cut Neubi Getha.pdf

31

3.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi :

1. Cleaning

Data yang terkumpul dicek kembali untuk memastikan tidak ada data yang

tidak diperlukan.

2. Editing

Dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan data

3. Coding

Pada tahapan ini, data akan dikelompokkan atau diberi kode sehingga

memudahkan untuk proses pemasukan data.

4. Entry data

Data dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan analisa data.

Data dari data sekunder yang telah dikumpulkan akan dianalisa menggunakan

software SPSS 16.0 for Windows, meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui

distribusi frekuensi setiap variabel.

Page 45: Cut Neubi Getha.pdf

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta

Subjek penelitian ini berjumlah 29 pasien dan merupakan pasien osteoporosis

yang telah terdiagnosis melalui pemeriksaan DXA atau radiologi yang berasal

dari poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik

Tabel 4.1. Gambaran Pasien Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode

Januari 2011 – Juli 2014.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Poli Orthopaedi 9 31.0

Penyakit Dalam 14 48.3

Rehabilitasi Medik 6 20.7

Total 29 100

Berdasarkan tabel di atas, pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati terbanyak

berasal dari poli Penyakit Dalam yaitu sebanyak 14 pasien (48,3%).

Page 46: Cut Neubi Getha.pdf

33

Tabel 4.2. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta

Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Usia.

Variabel Kategori Median

(Min-Max)

Frekuensi Persentase (%)

Usia 71 (21 - 83)

< 25 1 3.4

25 – 29 0 0

30 – 34 1 3.4

35 – 39 0 0

40 – 44 0 0

45 – 49 0 0

50 – 54 1 3.4

55 – 59 2 6.9

60 – 64 6 20.7

65 – 69 2 6.9

70 16 55.2

Total 29 100

Dari hasil penelitian pasien osteoporosis dengan karakteristik usia pada tabel

4.2, didapatkan usia terendah 21 tahun dan usia tertinggi 83 tahun, dengan median

atau nilai tengahnya adalah 71 tahun. Pasien osteoporosis terbnyak pada kategori

usia 70 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Puslitbang Gizi Bogor dan salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005 di

16 wilayah di Indonesia, pasien osteoporosis terbanyak ditemukan pada usia > 70

tahun, yaitu sebesar 53,1%. [21]

Berbeda sedikit dengan penlitian Li Ninghua

(2002) di China bahwa angka kejadian osteoporosis teringgi pada wanita dengan

usia > 60 tahun. [14]

Dikatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Poole KES

(2006) bahwa menurunnya massa tulang berhubungan dengan usia dimulai pada

dekade keempat atau kelima kehidupan. [20]

Penambahan usia berhubungan

kehilangan massa tulang dan tulang menajdi lebih rapuh. Hal ini disebabkan

semakin meningkatnya usia proses demineralisasi akan semakin cepat terjadi,

selain itu kecepatan sintesis protein terutama serat kolagen akan semakin

menurun, sehingga tulang menjadi lebih ringan dan rapuh. [9]

Selain itu, pada

pasien berusia lanjut, terjadi defisiensi vitamin D dan penurunan absorpsi kalsium

Page 47: Cut Neubi Getha.pdf

34

pada usus sehingga dapat meningkatkan kadar hormon PTH dan menginduksi

peningkatan reabsopsi kalsium dari tulang. [28]

Tabel 4.3. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta

Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

JenisKelamin Perempuan 25 86.2

Laki-laki 4 13.8

Total 29 100

Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan pasien osteoporosis dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebanyak 25 pasien

(86,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian dan teori yang ada yang mengatakan

bahwa jenis kelamin perempuan terutama ketika menginjak fase menopause

merupakan faktor risiko osteoporosis. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fatmah (2008) pada lansia etnis Jawa, persentase perempuan osteoporosis

dua kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dengan masing-masing

persentase perempuan (63,7%) dan laki-laki (36,3%). [21]

Penelitian lain dilakukan

oleh Tarek Fawzy, et al (2011) di Ajman, UAE menyatakan bahwa penderita

osteoporosis terbanyak adalah perempuan (87,1%) dengan perbandingan

perempuan dan laki laki = 1 : 6,7. [29]

Peyman Hadji, et al (2013) di Jerman

menyatakan bahwa dari 240.657 kasus osteoporosis, pasien osteoporosis berumur

di atas 50 tahun lebih banyak berjenis kelamin perempuan (24%) dibandingkan

laki-laki. [30]

Berdasarkan teori yang dikemukakan pada buku Principles of Anatomy and

Physiology, wanita cenderung memiliki risiko osteoporosis dikarenakan ukuran

dari tulang wanita yang lebih kecil dibandingkan dengan tulang pria dan wanita

akan mengalami fase menopause yaitu produksi estrogen akan menurun secara

tajam, sedangkan pada pria, testosteron akan berkurang sedikit demi sedikit dan

secara bertahap. [9]

Estrogen secara normal menekan produksi RANKL dan

meningkatkan kadar OPG, selain itu estrogen dapat memproduksi TGF-β oleh sel

Page 48: Cut Neubi Getha.pdf

35

osteoblastik yang berperan untuk menginduksi apoptosis osteoklas. Kejadian ini

yang menyebabkan proses resorpsi dan deposisi tulang berjalan dengan seimbang.

Ketika seorang perempuan mengalami menopause, kadar estrogen tubuh menurun

drastis, proses tersebut ikut berkurang sehingga proses reabsorpsi tulang menjadi

lebih dominan. Selain itu dengan menurunnya kadar estrogen maka sitokin

proinflamsi yang berperan dalam proses reabsorpsi tulang seperti IL-1, IL-6,

TNF-α dan M-CSF kadarnya akan meningkat.[31]

Peter (2013) dalam An Increasingly Important Issue for Both Young and

Aging Citizens menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara perempuan dan laki-

laki yang terkena osteoporosis dikarenakan tiga faktor, 1) Perempuan mencapai

massa tulang puncak yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, 2) Perempuan

mengalami fase menopause, dan 3) Pada hampir semua populasi, perempuan

memiliki ekspektasi usia harapan hidup lebih panjang dibandingkan pria sehingga

semakin tua umur perempuan angka kejadian osteoporosis akan semakin

meningkat. [32]

Hal ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan

Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI tahun 2010 pada gambar berikut. [6]

Page 49: Cut Neubi Getha.pdf

36

Tabel 4.4. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta

Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat

Pendidikan.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Pendidikan Tidak Pernah sekolah 1 3.4

SD 1 3.4

SLTP 4 13.8

SLTA 12 41.4

UNIV 11 37.9

Total 29 100

Pada tabel 4.4, Pasien osteoporosis berdasarkan tingkat pendidikan,

didapatkan tingkat pendidikan tertinggi pada pasien osteoporosis adalah SLTA

(41,4%) dan terendah pada pasien yang tidak pernah sekolah dan SD (3,4%). Hal

ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aleem Mardas K. et al di

Babylon Iraq (2013) yang menyatakan bahwa penderita osteoporosis terbanyak

adalah pada kategori orang yang tidak dapat membaca atau tidak pernah sekolah.

Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa pasien yang memiliki tingkat

pendidikan rendah (tidak pernah sekolah) secara signifikan meningkatkan risiko

osteoporosis 3.57 kali dibandingkan pasien dengan edukasi yang tinggi.[33]

Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004

Sumber : Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.

2009

Page 50: Cut Neubi Getha.pdf

37

Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2004,

seperti tertera pada tabel di atas, mayoritas masyarakat DKI Jakarta

berpendidikan SMA/Aliyah/SMEA. [34]

Hal ini memungkinkan bahwa pasien

osteoporosis yang datang ke tempat pelayanan kesehatan mayoritas adalah

orang-orang dengan tingkat pendidikan SLTA.

Pendidikan yang dicapai seseorang merupakan faktor yang menentukan

pendapatan dan pekerjaan, serta penanda penting untuk status sosio-ekonomi.

Pendapatan dan status sosio-ekonomi menentukan pajanan lingkungan, sosial,

gaya hidup, tingkah laku, pola makan, dan nutrisi, meskipun pengaruhnya

berbeda pada kelompok populasi yang berbeda. [35]

Penelitian yang dilakukan

oleh Suzanne C (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan aktivitas fisik

diantara kelompok tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang semakin jarang seseorang menghabiskan waktu untuk berjalan dan

melakukan aktivitas fisik yang menggunakan beban tubuh. [36]

Tabel 4.6. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta

Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh.

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Indeks Massa

Tubuh

Underweight 4 13.8

Normal 20 69.0

Overweight 3 10.3

Obesitas 2 6.9

Total 29 100

Berdasarkan tabel 4.6, dilihat dari indeks massa tubuh pasien osteoporosis

didapatkan pasien osteoporosis terbanyak terdapat pada kategori Normal yaitu

sebanyak 20 pasien (69,0%).

Indeks massa tubuh merupakan pengukuran antropometri untuk mengetahui

status nutrisi, komposisi tubuh dan sel lemak tubuh. Indeks massa tubuh dapat

menjadi tidak valid terhadap orang-orang tertentu seperti atlet dan orang dengan

Page 51: Cut Neubi Getha.pdf

38

aktivitas tinggi, selain itu pada orang tua indeks massa tubuh dapat menjadi rancu

karena banyak penyakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan. Selain

itu, indeks massa tubuh juga dikaitkan dengan banyak penyakit, salah satunya

adalah osteoporosis. Indeks massa tubuh telah lama dikaitkan sebagai faktor

risiko osteoporosis. Berdasarkan teori yang ada, bahwa indeks massa tubuh yang

tinggi sebagai faktor protektif terhdap kejadian fraktur osteoporosis. BMI >

25kg/m2 memiliki kejadian rendah terjadinya osteoporosis. Diduga bahwa

peningkatan berat badan yang mempengaruhi indeks massa tubuh disebabkan

oleh massa lemak yang besar dimana lemak mempengaruhi tulang secara

makroskopik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarek

Fawzy, et al (2011) mengenai hubungan antara indeks massa tubuh dan kepadatan

mineral tulang pada pasien yang diperiksa dengan DXA di Ajman,

UAE bahwa kepadatan tulang rendah pada 82,4% orang dengan indeks massa

tubuh yang normal.[29]

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh AleemMardas K.

(2013) mendukung hasil penelitian ini, dimana penderita osteoporosis terbanyak

adalah pada kategori pasien dengan indeks massa tubuh normal (<25.0).[33]

Penelitian Saravi, et al (2013) melaporkan bahwa tidak ada efek signifikan antara

berat badan dan indeks massa tubuh, dimana 76,2% pasien dengan osteoporosis

dan osteopenia memiliki indeks massa tubuh yang normal.[25]

Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa

Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta

Kategori Persentase (%)

Kurus 9.7

Normal 61.8

Berat badan lebih 12.3

Obesitas 16.2 Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010

Jika dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh Badan Litbangkes,

Kemenkes RI, Riskesdas 2010. Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan

Page 52: Cut Neubi Getha.pdf

39

Indeks Massa Tubuh (IMT) penduduk DKI Jakarta seperti terlihat pada tabel di

atas. Mayoritas penduduk DKI Jakarta memiliki indeks massa tubuh dalam

kategori normal yang memungkinkan pasien yang datang ke pusat kesehatan lebih

banyak dengan indeks massa tubuh normal [37]

4.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian. Variabel yang diikutsertakan hanya sedikit karena diambil dari

data sekunder yaitu rekam medis dan adanya keterbatasan waktu dari peneliti

untuk mengambil data primer. Peneliti juga mengalami kesulitan dalam

mendapatkan rekam medis, sedangkan data yang ada di dalam rekam medis tidak

lengkap sehingga subjek penelitian sesuai kriteria inklusi dan diikutsertakan

dalam penelitian hanya sedikit.

Page 53: Cut Neubi Getha.pdf

40

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pasien osteoporosis terbanyak berasal dari poli Penyakit Dalam (48,3%).

2. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan usia terbanyak yaitu pada kategori usia 70

tahun (55,2%).

3. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan

(86,2%).

4. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak pada kategori

SLTA (41,4%).

5. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari

2011 – Juli 2014 berdasarkan indeks massa tubuh terbanyak yaitu pada

kategori normal (69,0%).

5.2 Saran

1. Pada penelitian ini, peneliti hanya melihat gambaran pasien osteoporosis

berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, pendidikan, dan indeks massa

tubuh. Masih banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

osteoporosis namun belum diikutsertakan. Diharapkan pada penelitian

selanjutnya akan ada yang meneliti mengenai faktor risiko osteoporosis yang

lain.

2. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif yang hanya menjelaskan

mengenai gambaran faktor risiko usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

indeks massa tubuh. Diharapkan pada penelitian lebih lanjut dapat dicari

hubungan antar variabel independent dengan kejadian osteoporosis.

Page 54: Cut Neubi Getha.pdf

41

DAFTAR PUSTAKA

[1] Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008. 2008.

[2] WHO SCIENTIFIC GROUP ON THE ASSESSMENT OF OSTEOPOROSIS

AT PRIMARY HEALTH. May 2004:5–7.

[3] World Health Organization. Osteoporosis : Both heatlh organizations and

individuals must act now to avoid an impending epidemic. Press Release

WHO/58 11 October 1999.

[4] Delmas PD, Fraser M. Strong bones in later life: luxury or necessity. Bulletin of

the World Health Organization,. 1999;77.

[5] International Osteoporosis Foundation. The Asian audit epidemiology , costs

and burden of osteoporosis in Asia 2009. 2009

[6] Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Indikator kesehatan Indonesia 2005-2009. 2010.

[7] Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indon 30(1):1–11.

[8] Ng MYM, Sham PC, Paterson AD, Chan V, Kung AWC. Effect of

environmental factors and gender on the heritability of bone mineral density and

bone size. Annals of Human Genetics 2006;428–38

[9] Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12

th ed.

United States of America : John Wiley & Sons Inc.; 2009.

[10] Cashman KD. Diet , nutrition , and bone health, The Journal of Nutrition

2007;2507–12.

[11] Manolagas SC. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and

implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. The Endocrine

Society 2014;21(February):115–37.

[12] Solomon L, Marwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and

fractures. 9th ed. Great Britain : Hodder Arnold.; 2010.

[13] Kasper, D.L., Fauci, A. S., Longo, D. L, Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J.

L. Harrison’s principles of internal medicine. 16th

ed. United States of America :

McGrawHill.; 2005

Page 55: Cut Neubi Getha.pdf

42

[14] Li N, Ou P, Zhu H, Yang D, Zheng P. Prevalence rate of osteoporosis in the mid-

aged and eldery in selected parts of China. Chin Med J (Engl). 2002;123:7–9

[15] National Osteoporosis Foundation. Clinician ’ s guide to prevention and treatment

of osteoporosis. 2010;

[16] Walker J. Osteoporosis: pathogenesis, diagnosis and management. Nurs Stand

2008;22(17):48–56.

[17] Lentle BC, Prior JC. What the clinician wants to know radiology osteoporosis:

what a clinician expects to learn from a Patient ’ s bone density examination.

Radiology 2003; 228:620–628

[18] Vilela P, Nunes T. Osteoporosis. Neuroradiology 2011;53:185–90.

[19] Poole KES, Compston JE. Clinical review osteoporosis and its management. BMJ

2006;333(December):1251–6.

[20] Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight,

body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy X-

Ray absorptiometry scan in Isfahan, Iran. J Osteoporos. 2013 Jan;2013.

[21] Fatmah. Osteoporosis dan faktor risikonya pada lansia etnis jawa. Media Med.

2008.

[22] Karasik D, Ferrari SL. Contribution of gender-specific genetic factors to

osteoporosis risk. Annals of Human Genetics 2008; 72,696–714 [23]

Mcclung M, Hosking D, Yates AJ, For CC, et al. Low body mass index is an

important risk factor for. Journal of Bone and Mineral Research

1999;14(9):1622–7. [24]

Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandoughi M, Zakeri Z, Dashipour

AR. Age , weight and body mass index effect on bone mineral density in

postmenopausal women. Health Scope 2014;3(2).

[25] Saravi FD, Sayegh F. Bone mineral density and body compositionof adult

premenopausal women with three levels of physical activity. J

Osteoporos.2013;2013:953271.

[26] Nguyen T V, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of

dietary calcium, physical activity , and body mass index. Journal of Bone and

Mineral Research 2000;15(2):322–31.

[27] Hannan MT, Felson DT, Dawson-Hughes B, Tucker KL, Cupples L a, Wilson

PW, et al. Risk factors for longitudinal bone loss in elderly men and women: the

Framingham osteoporosis study. J Bone Miner Res. 2000;15(4):710–20.

[28] McPhee, Steven J, Vishwanath R. Lingappa, William F. Ganong, Jack D. Lange.

A LANGE Medical book pathophysiology of disease an introduction to clinical

medicine. 2nd

edition. USA. Appleton & Lange. 1997.

Page 56: Cut Neubi Getha.pdf

43

[29] Fawzy T, et al. Association between body mass index and bone mineral density in

patients referred for Dual-Energy X-Ray Absorptiometry scan in Ajman, UAE.

Journal of Osteoporosis Volume 2011.

[30] Hadji P, Silvia K, Holger G, Bertram H, Thomas K, Torsten S, et al. The

Epidemiology of osteoporosis—bone evaluation study (BEST). Deutsches

Arztebiatt International. Dtsch Arztebfl Int 2013; 110(4) : 52-7.

[31] Khosla SB, Lawrence R. Pathophysiology of age related bone loss and

osteoporosis. Endocrinol Metab Clin N Am 34 (2005) 1015–1030

[32] Barling P M. Osteoporosis an increasingly important issue for both young and

aging citizens of Malaysia. IeJSME 2013.7(1):1-3

[33] Aleem M K, Sulaf A H, Ali A. Effect of body mass index and physical activities

on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon-Vol. 11- No.

1 -2014

[34] Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun

2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan

RI. 2009

[35] Maddah M, Sharami SH, Karandish M. Educational difference in the prevalence

of osteoporosis in postmenopausal women: a studyin northern Iran. BMC Public

Health 2011, 11:845

[36] Ho S C, Yu-ming C, Jean LFW. Educational level and osteoporosis risk in

postmenopausal Chinese women. American Journal of Epidemiology. 2005.

[37] Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbangkes. Kementrian Kesehatan

RI. 2010

[38] Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of sample size in

health studies. United States of America : John Wiley & Sons : 1993.

Page 57: Cut Neubi Getha.pdf

44

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Penelitian

Page 58: Cut Neubi Getha.pdf

45

Lampiran 2

Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cut Neubi Getha

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Purwokerto, 30 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Johar Baru IV A No. 8. RT/RW 01/09. Jakarta

Pusat 10560

Nomor Telepon/HP : 085782837975

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1. TK Al-Amin (1998-1999)

2. SD Negeri Johar Baru 01 (1999-2005)

3. SMP Negeri 216 Jakarta (2005-2008)

4. SMA Negeri 68 Jakarta (2008-2011)

5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2011-sekarang)