ct scan pis fix
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Computed Assisted Tomografi (CAT) atau Computed Tomografi (CT)
diperkenalkan sejak tahun 1968 oleh Goldfrey Housfield dan di Indonesia
digunakan sejak tahun 1970. CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi
sinar-x, komputer, dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis
tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja dari CT-Scan yaitu hanya dapat men-scaning tubuh dengan
irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan
teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat
kembali hingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan
bentuk tiga dimensi dari objek tersebut. (Tortorici,1995)
Keunggulan dari teknologi inilah yang dimanfaatkan untuk dapat
memberikan diagnosa yang lebih tepat dibandingkan dengan radiografi
konvensional karena dapat membedakan soft tissue, lemak, udara dan tulang
pada irisan cossectional dan dapat direformat menjadi tiga dimensi sehingga
terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan. Salah satu manfaatannya yaitu untuk
pemeriksaan CT-Scan kepala.
Untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi dibagian kepala biasanya
dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional, angiografi CT-Scan ataupun
MRI. Pemeriksaan radiologi konvensional dilakukan jika peralatan yang tersedia
hanya konvensional atau karena kelainan yang diderita pasien mudah dideteksi,
misalnya karena trauma ringan. Akan tetapi, untuk kasus trauma kepala yang
disertai penurunan kesadaran atau gejala neurologis lainnya seperti pada kasus
cedera kepala sedang (CKS) dianjurkan untuk dilakukam pemeriksaan
penunjang awal dengan CT-Scan.
Pada pemeriksaan CT-Scan diperlukan suatu teknik untuk menentukan
daerah dan luas lapangannn yang akan discanning. Untuk pemeriksaan CT-Scan
1
kepala teknik yang digunakan adalah dua range. Range pertama dimulai dari
basis cranii sampai pars petrosum, sedangkan range kedua dari pars petrosum
sampai vertex. Ketebalan range pertama lebih tipis dibandingkan dengan range
kedua. (Naseth, 2000)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Fisiologi Kepala
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang picak yang bentuknya
melengkung, satu sama lain, dan berhubungan erat sekali. Tengkorak
terdiri atas dua bagian yaitu: tengkorak otak dan tengkorak wajah.
a. Gubah tengkorak, yang terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Frontal (bagian depan)
2) Os Parietal (bagian tengah)
3) Os Occipital (bagian belakang)
b. Dasar tengkorak, yang terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Sphenoidalis, tulang yang terdapat di tengah-tengah dasar
tengkorak dan berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga pasang
sayap.
2) Os Ethmoidalis, terletak di sebelah depan dari Os Sphenoidalis di
antara lekuk mata.
Selain kedua tulang di atas, dasar tengkorak dibentuk pula oleh
tulang-tulang lain seperti tulang kepala belakang, tulang dahi, dan
tulang pelipis.
c. Samping tengkorak, yang dibentuk oleh tulang-tulang:
1) Tulang pelipis
2) Sebagian tulang dahi
3) Tulang ubun-ubun
4) Tulang baji
d. Tengkorak wajah
Tengkorak wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari
tengkorak otak. Di dalam tengkorak wajah terdapat rongga-rongga
3
yang membentuk rongga mulut (cavuum oris), rongga hidung (cavum
nasi), dan rongga mata (cavum orbita).
Tengkorak wajah terdiri dari dua bagian:
1) Bagian hidung
a) Os Lacrimal (tulang mata), letaknya di sebelah kanan atau
kiri pangkal hidung, di sudut mata.
b) Os Nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga
hidung dan bentuknya berlipat-lipat.
c) Septum Nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari
tulang tapis yang tegak.
2) Bagian rahang
a) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
b) Os Zygomaticum, tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri
dan kanan.
c) Os Palatum (tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang
kiri dan kanan.
d) Os Mandibularis (tulang rahang bawah), terdiri dari dua
bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu
dipertengahan dagu. Di bagian depan dari mandibula terdapat
prosesus coracoid, tempat melekatnya otot.
Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama lain oleh tulang
bergerigi yang disebut sutura.
Sutura-sutura itu adalah:
1) Sutura Coronalis, yaitu yang menghubungkan antara os frontal dan
os parietal.
2) Sutura Sagitalis, yaitu yang menghubungkan os parietal kiri dan
kanan.
3) Sutura Lambdoidea, yaitu yang menghubungkan antara os parietal
dan os occipital.
4
2. Anatomi Fisiologi Otak
a. Otak (Brain)
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak merupakan
dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium)
yang dibungkus oleh suatu lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak
besar (Cerebrum), batang otak (Trunchus Enchepali), dan otak kecil
(Cerebellum). (Syaifudin, 1997)
1) Otak Besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari
otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga
tengkorak. Otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan
atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh
lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks cerebral dan
zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut
saraf. (Syaifudin, 1997)
Fungsi Otak Besar, yaitu:
- Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
- Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal,
intelegensi, keinginan dan memori.
- Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
5
Gambar 1. Penampang melintang otak (Syaifudin, 1997)
Keterangan gambar 1 :
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Otak tengah
4. Meningens
5. Otak depan
6. Cerebrum
7. Konvolusi
8. Dienchepalon
9. Cerebellum
10. Hind brain
11. Medula spinal
2) Batang Otak (Truncus Enchepali)
Batang otak terdiri dari beberapa bagian.
a) Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat
diantara cerebellum dengan mesenchepalon. (Syaifudin,
1997)
Fungsi disenchepalon:
6
- Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
- Respiratory, membantu proses persarafan.
- Mengontrol kegiatan refleks.
- Membantu pekerjaan jantung.
b) Mesenchepalon, atap dari mesenchepalon terdiri dari empat
bagian yang menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut
corpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah
disebut corpus kuadrigeminus inferior. (Syaifudin, 1997)
Fungsi mesenchepalon:
- Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
- Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan
mesenchepalon dengan pons naroli dan cerebellum terletak di
depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata, disini terdapat premoktosid yang mengatur
gerakan pernafasan dan refleks. (Syaifudin, 1997)
Fungsi pons varoli:
- Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga
antara medulla oblongata dengan cerebellum atau otak
besar.
- Pusat saraf nervus trigeminus.
d) Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
(Syaifudin, 1997)
Fungsi medulla oblongata:
- Mengontrol pekerjaan jantung.
- Mengecilkan pembuluh darah (vase konstruktor).
- Pusat pernafasan (respiratory).
- Mengontrol kegiatan refleks.
7
e) Otak Kecil (Cerebellum)
Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan
belakang tengkorak, dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura
trans versalis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas
medulla oblongata. (Syaifudin, 1997)
Fungsi otak kecil:
- Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum), untuk
keseimbangan dan rangsangan pendengaran otak.
- Paleacerebellum (spinocerebellum), sebagai pusat
penerima impuls dan nervus vagus kelopak mata rahang
atas, rahang bawah, dan otot pengunyah.
- Neocerebellum (pontocerebellum), korteks cerebellum
menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan
yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.
Gambar 2. Otak dengan piameter (Syaifudin, 1997)
Keterangan gambar:
1. Vena-vena serebri superior
2. Lobus frontalis
3. Vena serebri media
4. Vena-vena serebri inferior
5. Rolandi
8
6. Serebellum
7. Medulla oblongata
8. Lobus temporalis
b. Selaput Otak (Meningen)
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan cerebro spinalis). Memperkecil benturan atu
gerakan yang terdiri dari tiga lapisan. ( Syaifudin, 1997)
1) Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembunaringgkus otak yang berasal dari
jaringan ikat dan kuat dibagian tengkorak terdiri dari selaput
tulang tengkorak dan durameter propia dibagian dalam di canalis
vertebralis, kedua lapisan ini terpisah. (Syaifudin, 1997)
2) Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
(Syaifudin, 1997)
3) Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak. Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-
struktur jaringan ikat yang disebut trakekel. (Syaifudin, 1997)
c. Ventrikel Otak
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak
yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel
epitel yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis) dan
mengandung CSF (Cerebrospinal Fluid). Ventrikel otak terdiri dari
ventrikel lateral, ketiga dan keempat. (Price Sylvia, 1995)
9
d. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid kedalam
ventrikel-ventrikel yang ada dalam otak. Cairan tersebut masuk
kedalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga kedalam
ruang subarachnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel
ke empat.
Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang
subarachnoid berkisar antara 120-180 ml pada orang dewasa, 100-
140 ml pada anak umur 8-10 tahun, dan 40-60 ml pada bayi. Pada
orang dewasa, produksi cairan serebrospinal selama 24 jam
berjumlah 430-500 ml, ini berarti dalam 24 jam cairan serebrospinal
diganti sebanyak tiga kali. (Woodruff WW, 1993)
B. PERDARAHAN INTRAKRANIAL
1. Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah perdarahan antara tulang kranial dan
dura mater, yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea
media.9 Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda.
Baru setetelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan
dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami mual dan
muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang
terpenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar. Ciri
khas hematoma epidural murni adalah terdapatnya interval bebas antara
saat terjadinya trauma dan tanda pertama yang berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam. Jika hematoma epidural disertai dengan
cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat,
sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. Gejala perdarahan
epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
10
hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan
parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. 7
2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terletak diantara
duramater dan serebrospinal. Perdarahan subdural merupakan perdarahan
intrakranial yang paling sering terjadi. Karakteristik perdarahan subdural
biasanya dibagi berdasarkan ukuran, lokasi dan lama kejadian.
a. Perdarahan subdural akut
Secara umum perdarahan subdural akut terjadi dibawah 72 jam dan
biasanya pasien dalam keadaan koma. 85 % persen pasien yang koma
memiliki gambaran kontusio parenkim. Gejala klinis perdarahan subdural
akut dapat berupa pusing, mual, bingung, perubahan kepribadian,
penurunan kesadaran, sulit berbicara, dilatasi pupil ipsilateral dari
hematoma, hemiparese kontralateral hematoma dan lemah anggota gerak.
b. Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi dari hari ketiga hingga
minggu ketiga setelah cedera.
c. Perdarahan subdural kronis
Perdarahan subdural kronis biasanya terjadi setelah 21 hari atau lebih. 25
hingga 50 persen dari pasien yang menderita perdarahan subdural kronis
tidak memiliki riwayat trauma kepala, biasanya trauma kepala yang terjadi
adalah trauma kepala ringan. Gejala klinis dari perdarahan ini dapat berupa
penurunan kesadaran, pusing, kesulitan berjalan atau keseimbangan,
disfungsi kognitif atau hilang ingatan, perubahan kepribadian, defisit
motorik, kejang, dan inkontinensia. 8
3. Perdarahan Subserebrospinal
Perdarahan subserebrospinal adalah ekstravasasi darah ke dalam
rongga subaraknoid yang terdapat di antara lapisan piamater dan membran
araknoid. Etiologi yang paling sering dari perdarahan subaraknoid non
traumatik adalah pecahnya aneurisma intrakranial (berry aneurism).
11
Gejala klinisnya biasanya tampak sepuluh hingga dua puluh hari setelah
terjadinya ruptur. Gejala yang paling sering berupa sakit kepala, nyeri
daerah orbital, diplopia, gangguan penglihatan, gangguan sensorik dan
motorik, kejang, ptosis, disfasia.9
4. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada
ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi
perdarahan intraserebral. 10
5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada
jaringan otak yang semakin lama semakin banyak dan menimbulkan
tekanan pada jaringan otak sekitar. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan konfusi dan letargi. Gejala
klinis biasanya timbul dengan cepat bergantung pada lokasi perdarahan.
Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, nausea, muntah, letargi atau
konfusi, kelemahan mendadak atau kebas pada wajah, tangan atau kaki
yang biasanya pada satu sisi, hilangnya kesadaran, hilang penglihatan
sementara, dan kejang.11
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan
otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang
kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika
Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis
tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
12
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang
menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H , 1999). Intra
Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi
otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala
sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul .
(Brunner dan suddart,2002). Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan
koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau
robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan
fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat
terjadi pada 2- 16 kasus cidera. (setya negara,1998). Intra secerebral
hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.(corwin,1997)
B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
- Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
- Fraktur depresi tulang tengkorak
- Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
- Cedera penetrasi peluru
- Jatuh
- Kecelakaan kendaraan bermotor
- Hipertensi
- Malformasi Arteri Venosa
- Aneurisma
- Distrasia darah
- Obat
- Merokok
C. Patofisiologi
13
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih
yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu
dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media
dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria
lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria
perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang
sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih
jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons
atau hemisfer serebeler. ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan
fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis
progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah
sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh
kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-
40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang
kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung
ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan
ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan
gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan
pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat
peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer
dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama
pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia
basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan
yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.
80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
14
klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90%
terjadi antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih
berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan
terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari
20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin
meninggikan risiko terjadinya PIS. ICH terjadi pada teritori vaskuler
arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada ganglia basal,
talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons.
Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer
serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-
50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%,
serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan
adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang
mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti
dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke
parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier
kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria
lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi.
Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM,
malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah
tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan
melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik
yang tersering menimbulkan perdarahan. Kematian akibat ICH sekitar
50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit neurologis
nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung
pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan.
Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon
1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas
outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih
dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome.
Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau
15
volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis
buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai
outcome buruk. Penelitian Herbstein dan Schaumberg 1974 dengan
menyuntikkan eritrosit yang dilabel radioaktif memperlihatkan bahwa
fase aktif perdarahan saat PIS akuta berakhir dibawah dua jam.
Perburukan selanjutnya diduga sebagai edema otak reaktif yang dapat
dikurangi dengan evakuasi secara bedah terhadap klot darah.
C. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan
ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan
menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa
dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
16
Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra kranium.
D. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali
sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun
begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik,
dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena
membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
• Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
• Transfusi atau platelet.
• Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan
platelet (plasma segar yang dibekukan).
• Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan
hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih,
lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah.
Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan
pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Satya negara (1998) Intra Cerebral Hematom tidak selalu perlu
17
di operasi. Tindakan evaluasi ditujukan bila ada perburukan klinis yang
progresif. Walaupun secara klinis tampaknya ada perbaikan, dilain pihak
tidak menunjukan perbaikan prognosa jangka panjang.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
Observasi dan tirah baring terlalu lama.
Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
Menurut Hudak Gallo (1996) penanganan pasien dengan hematom intra
cerebral masih bersifat controversial apakah harus dilakukan
pembedahan atau penanganan medis adalah paling baik. Intervensi bedah
digunakan hanya bila lesie terus meluas dan menyebabkan
penyimpangan neurologis lanjut.
C. CT SCAN
1. Definisi CT-Scan
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x,
komputer dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis
tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning tubuh dengan
irisan melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan
teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat
diformat kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital,
oblique, diagonal bahkan bentuk tiga dimensi dari objek tersebut.
(Tortorici, 1995)
18
2. Perkembangan CT-Scan
Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London
dengan James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital
di London, Inggris pada tahun 1970 memperkenalkan Computed
Tomography Scanning atau CT-Scan. (Ballinger, 1995)
a. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar-x
model pencil yang diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang
dicapai 4,5 menit untuk member informasi yang cukup pada satu
slice dari rotasi tabung dan detector sebesar 180 derajat.
b. Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti
pancaran sinar-x model kipas dengan menaikkan jumlah detector
sebanyak 30 buah dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu
15 detik per slice atau 10 menit untuk 49 slice.
c. Scanner Generasi Ketiga
Scanner generasi ketiga ini dengan kenaikan 960 detektor yang
meliputi bagian tepi berhadapan dengan tabung sinar-x yang saling
rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360 derajat
secara sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu
scanning hanya berkisar satu detik.
d. Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan
teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat
pemeriksaan berlangsung, tabung sinar-x berputar 360 derajat
mengelilingi detector yang diam. (Bontrager, 2000)
Generasi terakhir dari CT-Scan disebut CT Helical atau CT
spiral. Kelebihan dari tipe ini penggambaran organ akan lebih cepat
dan radiographer dapat mengolah data menjadi gambar tiga dimensi
melalui pengolahan komputer. (PROTEKSI, 1998)
19
3. Komponen Dasar CT-Scan
CT-Scan mempunyai dua komponen utama yaitu scan unit dan
operatir konsul. Scan unit biasanya berada didalam ruang pemeriksaan
sedangkan operator konsul letaknya terpisah dalam ruang kontrol.
Scan unit terdiri dari dua bagian yaitu gentry dan couch (meja
pemeriksaan).
a. Gentry
Didalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan
meja tersebut bergerak menuju gentry. Gentry ini terdiri dari
beberapa perangkat yang keberadaannya sangat diperlukan untuk
menghasilkan suatu gambaran, perangkat keras tersebut antara lain
tabung sinar-x, kolimator dan detector.
1) Tabung Sinar-x
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip
dengan tabung sinar-x konvensional namun perbedaannya
terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output
yang tinggi.
2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur
membatasi jumlah sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta
untuk meningkatkan kualitas gambaran. Tidak seperti pada
pesawat radiografi konvensional, CT-Scan menggunakan dua
buah kolimator. Kolimator pertama diletakkan pada rumah
tabung sinar-x yang disebut pre-pasien kolimator. Dan kolimator
kedua diletakkan diantara pasien dan detector yang disebut pre-
detektor kolimator atau post pasien kolimator.
3) Detektor
Selama eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien
dan mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang
20
telah ter-atenuasi kemudian ditangkap oleh detector. Detector
memiliki dua tipe, yaitu detektor solide state dan detektor isian
gas.
b. Couch (Meja Pemeriksaan)
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan
pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya
bahan ini maka sinar-x yang menembus pasien tidak terhalangi
jalannya untuk menuju ke detector. Meja ini harus kuat dan kokoh
mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja
bergerak kedalam gentry.
Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama msih
menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan
sendiri dan untuk perekaman dan percetakan gambar. Model yang baru
sudah memakai sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan
dan fungsi. Bagian dari sistem konsul yaitu: sistem control, sistem
pencetak gambar, dan sistem perekam gambar.
a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter
yang berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan
kV, mA, waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-
lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data
pasien dan pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.
b. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran tersebut
dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan
menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera
merekam gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film.
21
Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung
ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17 inchi).
c. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data-data
pasien yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan
cepat.
Gambar 2.5 Gantry dan Couch ( Bontrager, 2001 )
Gambar 2.6 Komputer dan console ( Bontrager, 2001 )
4. Parameter CT-Scan
Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang
optimal antara lain:
a. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek
yang diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai
dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan
gambaran dengan detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis
22
akan menghasilkan detai yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan
timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi noise.
b. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan
irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
c. Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang
diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga
batas akhir objek yang akan diiris semakin besar.
d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap
eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu
eksposi (s). Biasanya tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis
pada tiap-tiap pemeriksaan.
e. Filed Of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan
direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan biasanya berada pada rentang
12-50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi karena FOV
yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam
rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV
lebih kecil, maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan
klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
f. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal
dengan gentry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan
antara -25 derajat sampai +25 derajat. penyudutan gentry bertujuan
untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.
Disamping itu bertujuan untuk mengurangi dosis radiasi terhadap
organ-organ yang sensitif.
23
g. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture
elemen (pixel) dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi
matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam lemori
komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada
umumnya matriks berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin
tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusinya.
h. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang
digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan
karakteristik dari gambar CT-Scan tergantung pada kuatnya
algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi yang gambar
yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran
seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan
dengan jelas pada layar monitor.
i. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang
di konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV
monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar
melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan di
konversi menjadi sekala numerik yang dikenal dengan nama nilai
computed tomography.
j. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan
untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung
pada karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa.
Window level menentukan densitas gambar.
5. PROSEDUR PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS
24
1. Indikasi Pemeriksaan
a. Penyakit bawaan (kelainan kongenital)
b. Kejang
c. Peredaran darah yang tidak normal
d. Tumor
e. Inflamasi
f. Kelainan pada sistem tulang belakang (sistem saraf)
2. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya melepaskan
benda-benda asesoris yang mengandung logam karena akan
menyebabkan artefak dan memberi penjelasan tentang prosedur
pemeriksaan agar pasien dapat bekerjasama demi kelancaran
pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan
dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut.
b. Persiapan Alat dan Bahan
1) Pesawat CT-Scan
2) Dry view (pencetak radiograf)
3) Tabung oksigen
4) Selimut
c. Teknik pemeriksaan
Posisi Pasien : supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi
kepala dekat dengan gantry.
25
Posisi Objek : kepala fleksi dan diletakkan pada head holder.
Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane
tubuh sejajar dengan lampu indikator
longitudinal dan meatus acusticus externus
setinggi lampu indikator horisontal. Kedua
lengan pasien diletakkan di atas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan,
dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi
dengan sabuk khusus pada head holder dan meja
pemeriksaan.
d. Scan parameter
Scanogram : kepala lateral
Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosus
dan range II dari pars petrosus sampai vertex.
Slice thickness : 2-5 mm (range I) dan 5-10 mm (range II).
FOV : 24 cm
Gantry tilt : sudut gantry tergantung pada besar kecilnya
sudut yang terbentuk oleh orbito meatal line
(OML) dengan garis vertikal.
kV : 120
mA : 130
Reconstruction algorithm : soft tissue
Window width : 0-90 HU (otak supratentorial)
110-160 HU (otak pada fossa posterior)
2000-3000 HU (tulang)
Window level : 40-45 HU (otak supra tentorial)
30-40 HU(otak pada fossa posterior)
26
200-400 HU (tulang)
e. Indikasi pemeriksaan CT-Scan kepala yaitu:
1) Suspect neoplasma, massa, lesi atau tumor pada otak
2) Metastase pada otak
3) Pendarahan intrakranial
4) Aneurysma
5) Abses
6) Atrofi kepala
7) Posttraumatic abnormalities
8) Acquired atau kelainan kongenital
9) Cidera kepala
10) Stroke
D. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Foto polos kepala
Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang
tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial. Fraktur
pada tengkorak dapat berupa fraktur impresi ( depressed fracture), fraktur linear dan
fraktur diastasis ( traumatic suture separation). Fraktur impresi biasanya disertai
kerusakan jaringan otak dan pada foto terlihat sebagai garis atau dua garis sejajar
dengan densitas tinggi pada tulang tengkorak. Fraktur linear harus dibedakan dari sutura
dan pembuluh darah. Pada foto, fraktur ini terlihat sebagai garis radiolusen, paling
sering di daerah parietal. Garis fraktur biasanya lebih radiolusen daripada pembuluh
darah dan arahnya tidak teratur. Fraktur pada dasar tengkorak seringkali sukar dilihat.
Adanya bayangan cairan (air-fluid level) dalam sinus sfenoid menunjukkan adanya
27
fraktus basis cranii. Fraktur diastasis lebih sering pada anak-anak dan terkihat sebagai
pelebaran sutura. 12
Fraktur Impresi Fraktur Linear
2. CT SCAN
Interpretasi Gambaran Radiologis pada Perdarahan Intrakranial
1. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural didefinisikan sebagai perdarahan ke dalam
ruang antara duramater, yang tidak dapat dipisahkan dari periosteum
tengkorak dan tulang yang berdekatan. Hematoma epidural dapat terjadi
secara intra kranial atau intra spinal dan dapat menyebabkan morbiditas
yang signifikan secara klinis dan/atau kematian jika tidak di diagnosis
dan di tatalaksana sesegera mungkin. Pada kenyataannya, hematoma
epidural, dianggap sebagai kasus darurat bedah saraf.
28
Selain itu, tidak seperti hematoma subdural, hematoma epidural
biasanya tidak melewati sutura. Hematoma epidural sangat sulit
dibedakan dengan hematoma subdural jika ukurannya kecil. Dengan
bentuk bikonveks yang khas, elips, penampilan tomografi komputer
hematoma epidural tergantung pada sumber perdarahan, waktu berlalu
sejak cedera, dan tingkat keparahan perdarahan.
Karena dibutuhkan diagnosis yang akurat dan perawatan yang
cepat, diperlukan pemeriksaan tomografi komputer dengan cepat dan
intervensi bedah saraf. Tomografi komputer adalah pemeriksaan pilihan
dalam evaluasi kasus yang dicurigai hematoma epidural. Namun
terkadang hematoma epidural sulit untuk dideteksi dengan tomografi
komputer. 7
2. Perdarahan Subdural
Hematoma subdural adalah 1 dari 3 jenis pendarahan intrakranial
ekstra-aksial dan biasanya terjadi sebagai akibat trauma. Cedera
deselerasi sering menjadi penyebab dari perdarahan subdural yang
disebabkan pecah pembuluh darah vena. Kemungkinan lain, seperti
kekerasan pada anak dan dekompresi ventrikel juga dapat mengakibatkan
perdarahan subdural. Pendarahan spontan dapat terjadi pada pasien yang
menerima antikoagulan atau pasien dengan kondisi koagulopati.
Kompresi dari sinus dural tidak secara langsung menyebabkan hematoma
subdural, meskipun kompresi dapat mengakibatkan infark vena.8
Beberapa hematoma subdural tidak menimbulkan gejala klinis,
sementara yang lain menimbulkan gejala sebagai akibat dari efek massa
di otak. Beberapa hematoma dapat tumbuh cukup besar untuk
menyebabkan herniasi jaringan otak. Sebelum tomografi komputer dan
teknologi pencitraan magnetik (MRI), hematoma subdural didiagnosis
hanya berdasarkan efek massa, yang digambarkan sebagai perpindahan
dari pembuluh darah pada angiogram atau sebagai kalsifikasi kelenjar
hipofisis pada radiografi tengkorak. Munculnya tomografi komputer dan
pencitraan resonansi magnetik telah membuat diagnosis rutin bahkan
pada perdarahan kecil.
29
Temuan tomografi komputer dalam hematoma subdural
tergantung pada lamanya perdarahan (lihat gambar di bawah).8
Tomografi komputer menunjukkan pasien dengan hematoma
subdural dari berbagai usia. Pasien ini memiliki tomografi komputer 1
minggu sebelumnya yang menunjukkan hematoma subdural kronis .
Selama minggu berikutnya, kondisi klinis semakin menurun, kemudian ia
pingsan sesaat sebelum gambar ini diperoleh. Darah abu-abu merupakan
perdarahan subakut, sedangkan darah putih merupakan akut.8
Pada fase akut, hematoma subdural muncul berbentuk bulan
sabit, ketika cukup besar, hematoma subdural menyebabkan pergeseran
garis tengah.
30
Pergeseran dari gray matter-white matter junction merupakan
tanda penting yang menunjukkan adanya lesi. Meskipun sering diberikan
di masa lalu untuk membantu mendeteksi perpindahan pembuluh
kortikal, media kontras tidak diperlukan dengan kemampuan scanner saat
ini. Dalam kasus yang jarang, hematoma subdural kronis dapat mengeras
dan menghasilkan penampilan yang tidak biasa yang bisa disalah artikan
sebagai sebuah massa kalsifikasi. 8
Tidak seperti hematoma epidural, hematoma subdural tidak
dibatasi oleh penarikan dural pada sutura, mereka bisa menyeberang
garis sutura dan terus sepanjang falx dan tentorium (lihat gambar di
bawah). Namun, mereka tidak melewati garis tengah karena refleksi
meningeal.
31
Jika ditemukan hematoma subdural pada tomografi komputer,
penting untuk memeriksa adanya cedera terkait lainnya, seperti patah
tulang tengkorak (lihat gambar pertama di bawah), kontusio
intraparenkimal, dan darah pada subaraknoid (lihat gambar kedua di
bawah). Adanya cedera parenkim pada pasien dengan hematoma
subdural adalah faktor yang paling penting dalam memprediksi hasil
klinis mereka. 8
32
3. Perdarahan Subaraknoid
Pada tomografi komputer, perdarahan subaraknoid (SAH) terlihat
mengisi ruangan subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi CSF
di sekitar otak. Rongga subaraknoid yang biasanya hitam mungkin
tampak putih di perdarahan akut. Temuan ini paling jelas terlihat dalam
rongga subaraknoid yang besar. 9
Ketika tomografi komputer dilakukan beberapa hari atau minggu
setelah perdarahan awal, temuan akan tampak lebih halus. Gambaran
putih darah dan bekuan cenderung menurun, dan tampak sebagai abu-
abu. 9
Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, tomografi komputer
berguna untuk melokalisir sumber perdarahan. Hal ini sangat penting
dalam kasus-kasus aneurisma intrakranial ganda, yang terjadi pada 20%
pasien. Lokalisasi SAH pada Tomografi komputer berkorelasi dengan
33
lokasi dari pecahnya aneurisma. Kehadiran darah dalam celah
interhemisfer anterior atau lobus frontal yang berdekatan menunjukkan
pecahnya aneurisma arteri anterior. Bekuan fisura Sylvian berkorelasi
dengan aneurisma arteri serebral tengah ipsilateral. Jika darah terdapat di
fossa posterior, hal ini menunjukkan perdarahan dari aneurisma sirkulasi
posterior. 9
4. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma
terhadap pembuluh darah, timbul hematoma intraparenkim dalam waktu
½-6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma ini bisa timbul pada area
kontralateral trauma. Pada tomografi komputer sesudah beberapa jam
akan tampak daerah hematoma (hiperdens), dengan tepi yang tidak rata.13
Tomografi komputer angiography "spot sign" dapat digunakan untuk
memprediksi pertumbuhan hematoma intraserebral. 13
5. Perdarahan Intraventrikular
Sebelum ketersediaan ultrasonografi, tomografi komputer
digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut. Tomografi komputer tidak
lagi digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut mengingat keamanan
dan efektivitas biaya sonografi.10
34
3. Pencitraan Resonansi Magnetik Kepala
Pencitraan resonansi magnetik merupakan salah satu cara pemeriksaan
diagnostik dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi yang menghasilkan
gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa
menggunakan sinar X.12 Tujuan dari pencitraan resonansi magnetik dalam
evaluasi perdarahan intrakranial (ICH) adalah sebagai berikut:
a. Untuk melihat ada atau tidaknya darah
b. Untuk mengetahui lokasi dan membedakan perdarahan (ekstra-aksial
dibandingkan intra-aksial): ekstra-aksial, untuk membedakan perdarahan
subarachnoid (SAH), hematoma subdural (SDH), dan hematoma epidural
(EDH), dan intra-aksial, untuk menemukan lokasi spesifik dari neuroanatomi
c. Untuk menentukan sudah berapa lama perdarahan terjadi
d. Untuk mengetahui etiologi
e. Untuk membantu penatalaksanaan perdarahan dan menentukan prognosis
pasien14
35
Tabel Gambaran Perdarahan Intra Parenkim Berdasarkan Waktu
Fase Waktu Hemoglobin, Lokasi
Kesan
T1 T2
Hiperakut < 24 h Oxyhemoglobin, intraseluler Isointens atau
hipointens
Hiperintens
Akut 1-3 d Deoxyhemoglobin, intraseluler Hipointens Hipointens
Sub akut awal >3 d Methemoglobin, intraseluler Hiperintens Hipointens
Sub akut akhir >7 d Methemoglobin, extraseluler Hiperintens Hiperintens
Kronik >14 d Ferritin dan hemosiderin,
extraseluler
Hipointens Hipointens
Perdarahan Intra Parenkim Berdasarkan Waktu
1. Perdarahan Hiperakut
Pencitraan resonansi magnetik aksial menunjukkan hematoma hiperakut dalam kapsul
eksternal yang tepat dan korteks insular pada pasien hipertensi. T1 aksial menunjukkan
isointens untuk lesi hipointens di daerah temporoparietal kanan yang hiperintens pada
T2 dan dengan kecenderungan tampak sebagai intensitas sinyal rendah karena darah
pada gradien-echo (GRE). Sebuah lingkaran kecil edema vasogenik mengelilingi
hematoma.14
2. Perdarahan Akut
36
Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma akut pada daerah frontal kiri.
T1 aksial dan T2 menunjukkan hematoma yang hipointens. Sebuah lingkaran kecil
edema vasogenik mengelilingi hematoma terlihat di T2.14
3. Perdarahan Subakut Awal (Early Subacute Hemorrhage)
Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma subakut awal di daerah
oksipital kiri. Lesi terlihat hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 ditandai dengan
kecenderungan disebabkan oleh hematoma pada gradien-echo (GRE). Hematoma
intraventrikular juga terlihat jelas sebagai sinyal rendah pada GRE.14
4. Perdarahan Subakut Akhir (Late subacute hemorrhage)
Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan perdarahan subakut akhir di kedua daerah
thalamus pada pasien malaria cerebral. T1, T2, dan gradient-echo (GRE) menunjukkan
hematoma hiperintens. T2 dan GRE menunjukkan lingkaran kecil hipointens yang
disebabkan hemosiderin.14
5. Perdarahan Kronik
37
Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma kronik sebagai space-occupying
lesion pada fossa posterior kanan. Perdarahan terlihat sebagai gambaran hipointens di
T1 dan T2. Hipointensitas diperjelas oleh efek darah pada GRE.14
4. Angiografi
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah dengan
menggunakan zat kontras. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang
mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan
adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya pergeseran
lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat tomografi komputer tidak
ada. Trauma kapitis pada angiografi terutama memperlihatkan adanya hematoma
subdural dan hematoma epidural.12
Hematoma subdural menunjukkan pendesakan arteri dan vena berbentuk
konveks sesuai dengan lengkung hemisfer serebri. Sesuai dengan lokalisasi perdarahan,
akan tampak pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media maupun deep vein.
Kadang-kadang ditemukan lesi yang luas, tetapi pendesakan arteri serebri anterior, arteri
serebri media dan vena serebri interna sangat sedikit (tidak seimbang), maka harus
dilakukan angiografi sisi kontralateral karena kemungkinan adanya hematoma subdural
di sisi kontralateral tersebut.12
Pada hematoma di daerah temporobasal atau lebih ke posterior, dilakukan juga
posisi oblik dengan kepala miring ke sisi kontralateral dengan proyeksi sinar antero-
posterior. Hematoma subdural yang kronis sesudah 2 atau 3 minggu disebut higroma,
yang pada angiogram tampak gambaran bridging vein selain tanda-tanda desakan
vaskular.12
Membedakan hematoma epidural dan hematoma subdural pada angiogram
sering sulit. Jika arteri meningea media terdesak ke arah median (ke dalam), maka
38
diagnosis hematoma epidural bisa ditegakkan. Jika hematoma epidural masuk ke dalam
sinus venosus, maka sinus venosus ini akan terpisah dari tabula interna.12
Hematoma subdural di daerah parietal kiri (fase vena)
Hematoma epidural di daerah temporal kiri
BAB 3
KESIMPULAN
1. Perdarahan Intrakranial terdiri dari :
- Perdarahan epidural
- Perdarahan subdural
- Perdarahan Subaraknoid
- Perdarahan Intraserebral
- Perdarahan Intraventrikular
39
2. Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
3. Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma terhadap pembuluh
darah, timbul hematoma intraparenkim dalam waktu ½-6 jam setelah terjadinya
trauma. Hematoma ini bisa timbul pada area kontralateral trauma.
4. Pada tomografi komputer sesudah beberapa jam akan tampak daerah hematoma
(hiperdens), dengan tepi yang tidak rata.
DAFTAR PUSTAKA
Rasad, dkk. 1999. Radiologi Diagnostik,Gaya baru. Jakarta.
Tortorici, M, R, 1995, Advanced Radiographic and Angiographic Procedures with an
Introduction to Spealized Imaging, F. A Davis Company, Philadelphia.
Syaifuddin, B.A.C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC : Jakarta.
40
Sylvia A, Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi IV,
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support For Doctor. 7th ed.
USA: First Impression; 2004
Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta; 2008. Diunduh dari:
http://books.google.co.id/books?
id=3ZyOm94xiCMC&pg=PP9&dq=anatomi+fisiologi+untuk+siswa+perawat&hl=id&s
a=X&ei=gsF2T_7OAYfWrQf9xc25DQ&ved=0CDYQ6AEwAQ#v=onepage&q&f=tru
e. [25 Maret 2012]
Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke -6. Jakarta: EGC;
2006.
Faul M., Xu L., Wald MM,. Coronado VG. Traumatic brain injury in the United States:
emergency department visits, hospitalizations, and deaths. Centers for Disease
Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control; 2006.
Diunduh dari: http://www.cdc.gov/traumaticbraininjury/pdf/blue_book.pdf [26
Maret 2012]
Irwan O. Trauma kapitis. Universitas Riau; 2006. Diunduh dari:
http://www.yayanakhyar.co.nr. [25 Maret 2012].
Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., SetiowulanW. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius; 2000
Douglas KM. Imaging in Epidural Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/340527. [25 Maret 2012]
Andrew LW. Imaging in Subdural Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/344482. [25 Maret 2012]
Abner Gershon. Imaging in Subarachnoid Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/344342 [25 Maret 2012]
41
David J., Ted R. Periventricular Hemorrhage- Intraventricular Hemorrhage. USA:
Medscape; 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/976654
[26 Maret 2012]
Mayfield Clinic and Spine Institute. Intracerebral Hemorrhage. USA: Mayfield Clinic;
2009. Diunduh dari: http://www.mayfieldclinic.com/PE-ICH.HTM [28 Maret
2012]
Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005
David J., Ted R. Intracaranial Hemorrhage Workup. USA: Medscape; 2011. Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/1163977-workup [26 Maret 2012]
Ashtekar JL. Naul LG. Intracranial Hemorrhage Evaluation with MRI. USA: Medscape;
2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/344973-overview [25
Maret 2012]
42