css ru daru

26
BAB I PENDAHULUAN Trauma urogenital seringkali ditemukan pada pasien dengan multi-trauma, dan termasuk cedera pada ginjal, kandung kemih, ureter, uretra, penis, dan skrotum. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik akibat intrumentasi pada uretra. Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau “straddle injury”. Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati- hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. Rehabilitasi memerlukan rekonstruksi saluran kemih dengan cara yang tidak mengganggu proses penyembuhan. 1,2 1

Upload: gebbymariza

Post on 11-Sep-2015

312 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

css

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma urogenital seringkali ditemukan pada pasien dengan multi-trauma, dan termasuk cedera pada ginjal, kandung kemih, ureter, uretra, penis, dan skrotum. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik akibat intrumentasi pada uretra. Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau straddle injury. Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. Rehabilitasi memerlukan rekonstruksi saluran kemih dengan cara yang tidak mengganggu proses penyembuhan.1,2BAB II

PEMBAHASANA. ANATOMI URETRA

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan miksi.2Uretra pada pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran urine dan saluran untuk semen dari organ reproduksi. Uretra laki-laki berawal dari leher kandung kemih dan berakhir pada meatus uretra pada glans penis. Hal ini kira-kira 15-25 cm pada orang dewasa dan membentuk "S" kurva bila dilihat dari bidang sagital medial dalam posisi tegak. Uretra posterior terdiri atas uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilingkupi kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea, terletak lebih inferior dari pars prostatika. Sedangkan uretra anterior adalah bagian uretra terpanjang yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri dari bulbous uretra, pendulous uretra dan fossa navicularis.3

Uretra pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai pada apeks prostat. Panjang kira-kira 3 cm. Mempunyai lumen yang lebih besar daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong dinding anterior bertemu dengan dinding posterior. Dinding anterior dan dinding lateral membentuk lipatan longitudinal. Pada dinding posterior di linea mediana terdapat crista urethralis, yang kearah cranialis berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal melanjutkan diri pada pars membranasea. Pada crista urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakan collicus seminalis (verumontanum), berada pada perbatasan segitiga bagian medial dan sepertiga bagian caudal uretra pars prostatika. Pada puncak dari colliculus terdapat sebuah lubang, disebut utriculus prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol sedikit ke dalam prostat. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung caudalis ductus paramesonephridicus (pada wanita ductus ini membentuk uterus dan vagina). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari ductus ejaculatorius (dilalui oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding posteriornya bermuara saluran-saluran dari glandula prostat.3,4

Uretra pars membranasea berjalan kearah caudo-ventral, mulai dari apeks prostat menuju ke bulbus penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Ukuran panjang 1 2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal symphysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranasea pada diaphragma urogenitale. Tepat di caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit di caudalis diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethra membelok ke anterior membentuk sudut lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis, berdekatan pada kedua sisi uretra. Saluran keluar dari kelenjar tersebut berjalan menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal uretra pars spongiosa.3Uretra pars spongiosa panjangnya sekitar 15 cm dan dibungkus di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Ostium uretra eksternum merupakan bagian tersempit dari seluruh uretra. Bagian uretra yang terletak di dalam glans penis melerbar membentuk fossa navikularis (fossa terminalis). Glandula bulbouretralis bermuara ke dalam uretra pars spongiosa distal dan diafragma urogenitale.4

Uretra pars bulbosa bermula di proksimal setinggi aspek inferior dari diafragma urogenitalia, yang menembus dan berjalan melalui corpus spongiosum. Corpus spongiosum merupakan jaringan serabut otot polos dan elastin yang kaya akan vaskularisasi. Kapsul fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea mengelilingi korpus spongiousum. Korpus spongiosum dan korpus kavernosum bersama-sama ditutupi oleh dua lapisan berurutan. Lapisan ini antara lain fascia bucks dan fascia dartos, fascia bucks merupakan lapisan paling tebal terdiri dari dua lapisan dan masing-masing terdiri atas lamina interna dan eksterna. Dua lamina dari fascia bucks membagi diri untuk menutupi korpus spongiosum. Fascia dartos merupakan lapisan jaringan ikat longgar subdermal yang berhubungan dengan fascia colles di perineum. 3,5Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.3B. RUPTUR URETRABerdasarkan anatomi, ruptur uretra dibagi atas ruptur uretra posterior yang terletak proksimal diafragma urogenital dan ruptur uretra anterior yang terletak distal diafragma urogenital.1. Ruptur Uretra Posterior

a. Etiologi dan Mekanisme trumaCedera uretra posterior terjadi dengan fraktur pelvis, yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas jalan, crush injury, atau jatuh dari ketinggian. Sekitar dua-pertiga (70%) fraktur pelvis terjadi sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, dengan kejadian 20% kecelakaan bermotor yang fatal, sebagai pengemudi atau penumpang, dan hampir 50% dalam kecelakaan pejalan kaki fatal. 25% dari kasus-kasus ini sebagai akibat dari jatuh dari ketinggian. Secara keseluruhan, trauma tumpul menyebabkan lebih dari 90% cedera uretra. Pada perempuan jarang terjadi cedera uretra, kecuali oleh memar atau luka gores akibat fragmen tulang.6

Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada didalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas pada kavum retzius sehingga ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta buli-buli akan terangkat ke kranial. 2b. KlasifikasiMenurut Colapinto dan McCollum (1977) cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan berdasarkan luas cederanya, yaitu:7Tipe I

: Cedera tarikan uretra.

Tipe II: Cedera pada proksimal diafragma uretra. Tipe II: Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria.

The American Asosiasi for Surgery Trauma (AAST) mengusulkan klasifikasi trauma uretra seperti pada tabel berikut:6Tabel.1 Organ injury scaling III classification of urethral injury

c. Diagnosisi. Gambaran klinis

Secara klinis, ruptur uretra posterior akan memberikan gambaran klinis yang khas berupa trias: 1) adanya darah di meatus uretra, 2) retensi urin, dan 3) kandung kemih teraba penuh. Jumlah perdarahan meatus tidak berkorelasi dengan keparahan cedera. Hematoma perineum atau pembengkakan dari ekstravasasi urin dan darah juga dapat dilihat. Ketika darah di meatus uretra ditemukan, maka disarankan untuk mendapatkan urethrogram retrograde segera untuk menyingkirkan cedera uretra. Jika temuan normal, kateter uretra ditempatkan. Jika cedera uretra ditunjukkan, pasien dibawa ke ruang operasi untuk penempatan kateter kemih suprapubik formal, eksplorasi kandung kemih, dan perbaikan cedera kandung kemih jika ada.7High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.7ii. Pemeriksaan RadiologiDiagnosis trauma uretra dilakukan dengan pemeriksaan urethrography retrograde, yang harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk menghindari cedera lebih lanjut untuk uretra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi robekan. Pengelolaan selanjutnya didasarkan pada temuan urethrography dalam kombinasi dengan kondisi keseluruhan pasien.8,9

iii. Pemeriksaan UrethroscopyUretroscopy tidak memiliki peran dalam diagnosis awal posteriortrauma uretra pada laki-laki. Namun hal itu mungkin memberikan bergunaInformasi dalam evaluasi gangguan parsial dari uretra anterior distal. Pada wanita, urethroscopy mungkin merupakan tambahan penting untuk identifikasi dan stadium cedera uretra. 9d. Tatalaksana Ruptur uretra parsialRuptur uretra parisial, adanya robekan sebagian dari uretra posterior harus dikelola dengan kateter suprapubik atau uretra. Urethrography harus dilakukan pada interval 2 minggu sampai terjadinya penyembuhan. Sebagian robekan dapat sembuh sendiri tanpa jaringan parut atau obstruksi yang bermakna. Sisa ruptur atau striktur selanjutnya harus dikelola dengan dilatasi uretra atau urethrotomy optik jika pendek dan tipis, dan dengan urethroplasty anastomotic jika padat atau panjang.9 Ruptur uretra komplitRuptur uretra posterior yang komplit harus dikelola dengan kateter suprapubik. Masih ada kontroversi antara yang mendukung intervensi awal untuk mereposisi uretra dan menguras hematoma pelvis dan yang mendukung cystostomy suprapubik awal saja dengan penundaan perbaikan dari defek uretra.

Pengobatan akut meliputi:

Primery Endoscopy Realigment ; biasanya dilakukan selama pertama 10 hari setelah cedera. Dilakukan repair yang membutuhkan penempatantabung suprapubik pada saat cedera awal, repair dilakukan saat pasien stabil. Biasanya terjadi dalam waktu 7 hari ketika pasien stabil dan sebagian besar perdarahan pelvis telah diselesaikan. Mereposisi internal bertujuan untuk memperbaiki cedera yang berat dan mencegah striktur.

Immediate Open Urethroplasty (