crs kejang demam

52
CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 1 BAB I KASUS 1.1. Keterangan Umum A. Identitas Pasien Nama : An. N Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Turangga Barat, Bandung Tanggal lahir : 18 Juli 2014 Umur : 1 tahun 2 bulan Anak ke : 1 Tanggal masuk RS : 9 September 2015 Tanggal pemeriksaan : 10 September 2015 B. Identitas Orangtua Pasien Ibu Nama : Ny. I Umur : 24 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA

Upload: nouna-dinda-cengengcupcupcup

Post on 18-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejang demam

TRANSCRIPT

Page 1: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 1

BAB I

KASUS

1.1. Keterangan Umum

A. Identitas Pasien

Nama : An. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Turangga Barat, Bandung

Tanggal lahir : 18 Juli 2014

Umur : 1 tahun 2 bulan

Anak ke : 1

Tanggal masuk RS : 9 September 2015

Tanggal pemeriksaan : 10 September 2015

B. Identitas Orangtua Pasien Ibu

Nama : Ny. I

Umur : 24 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Page 2: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 2

Ayah

Nama : Tn. Z

Umur : 25 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : SMA

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Kejang

Pasien mengalami kejang pada 3 jam hari SMRS. Kejang muncul tiba-

tiba, berlangsung selama ±5 menit, dengan mata mendelik ke atas, pandangan

kosong, kemudian kedua lengan dan tungkai kelojotan dan bibirnya tidak

membiru. Kemudian kejang berhenti sendiri dan tidak berulang dalam waktu 24

jam selama diobservasi di Rumah Sakit. Selama kejang pasien tidak sadar.

Sebelum dan sesudah kejang pasien sadar, ini merupakan kejang yang pertama,

sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejang.

Keluhan kejang disertai dengan demam sebelumnya. Demam muncul pada

awalnya hanya hangat-hangat saja dan terjadi peningkatan. Demam terjadi terus

menerus, demam diukur menggunakan termometer, dengan suhu 38,5⁰C hingga

39,0⁰C Suhu pasien juga dirasakan tidak pernah mencapai suhu normal selama

demam berlangsung.

Keluhan demam disertai ruam disangkal oleh keluarga. Keluhan mimisan,

gusi berdarah, bintik merah di kulit disangkal. Keluhan kejang, maupun

Page 3: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 3

menggigil, kaki dan tangan teraba dingin maupun penurunan kesadaran disangkal.

Keluhan Keluhan sesak, terbangun di malam hari karena sesak, tidur

menggunakan lebih dari satu bantal, tangan dan kaki tampak kebiruan, riwayat

tersedak disangkal oleh keluarga. Keluhan batuk dan pilek, batuk disertai dengan

suara mengi maupun suara menarik nafas di akhir batuk, seperti suara

menggonggong, disangkal. Keluhan batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah,

penurunan nafsu makan, kesulitan naik berat badan, berkeringat malam hari

disangkal. Keluhan badan ataupun mata tampak kekuningan, mata merah, nyeri

tenggorok, nyeri menelan, perubahan suara serak, gigi berlubang, nyeri telinga,

cairan yang keluar cairan dari telinga, riwayat demam disertai ruam, nyeri pada

sendi, kebiruan saat menangis disangkal oleh keluarga. Keluhan mual, muntah,

nyeri di bagian perut, gangguan frekuensi BAB, nyeri saat BAB, BAB mencret,

BAB berdarah, BAB kehitaman, gangguan frekuensi dan jumlah BAK, nyeri

pinggang, terlihat menangis saat berkemih, perubahan warna urin disangkal oleh

keluarga.

Riwayat kepala terbentur/terjatuh disangkal oleh keluarga. Riwayat kontak

dengan dewasa penderita batuk lama atau sedang menjalani pengobatan TB

disangkal oleh keluarga pasien. Pasien tinggal di daerah yang padat penduduk

dengan rumah cukup berjarak antar tetangga. Dalam satu rumah seluas sekitar

100m², pasien tinggal dengan ayah dan ibunya. Sirkulasi udara dan pencahayaan

baik menurut orangtua pasien. Riwayat alergi seperti bersin-bersin lebih dari tiga

kali dalam sekali bersin, meler, gatal kemerahan di kulit yang biasanya muncul

Page 4: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 4

saat cuaca dingin atau tempat berdebu disangkal oleh keluarga. Riwayat alergi

obat-obatan, maupun makanan tertentu disangkal. Riwayat asma disangkal

keluarga. Pasien belum mendapat pengobatan sebelum di RS Muhammadiyah

Bandung untuk keluhan saat ini. Pasien saat ini hari kedua dirawat di RS

Muhammadiyah Bandung. Pasien sudah mendapatkan terapi infus Kaen 1B,

ibuprofen syrup 3 x 1 sendok teh, ampisillin 4x/hari yang disuntik, kloramfenikol

4x/hari yang disuntik. Suhu awal masuk RS 38,7⁰C dan sudah tidak kejang.

Keluhan demam saat ini masih ada, namun sudah menurun, terakhir diukur suhu

37,7⁰C.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Orangtua pasien memiliki riwayat kejang demam dari kecil hingga usia 6

tahun. Kejang yang terjadi selalu didahului dengan demam, orangtua pasien saat

kejang terlihat seperti tidak sadar. Orangtua pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Pasien belum pernah memiliki riwayat kejang sebelumnya. Pasien tidak

pernah memiliki riwayat penyakit yang lama sebelumnya.

Riwayat Kehamilan Ibu :

Ibu pasien hamil pada usia 22 tahun, pasien merupakan anak pertama.

Orang tua pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan dokter. Selama

kehamilan, ibu pasien tidak memiliki riwayat keputihan berbau, menggumpal, dan

gatal, maupun riwayat penyakit apapun. Saat hamil, Orang tua tidak pernah

Page 5: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 5

mengkonsumsi obat-obatan selain yang diberikan oleh bidan yaitu multivitamin

dan zat besi.

Orang tua pasien tidak ada riwayat memelihara binatang selama hamil.

Pada saat hamil ibu tidak ada kesulitan makan, seperti ikan, sayur, buah, dan susu

untuk ibu hamil. Ibu pasien tidak bekerja , dan tidak pernah terpapar oleh zat

kimia dan radiasi.

Riwayat Persalinan dan Perinatal :

Bayi perempuan lahir dari seorang ibu P1A0, bayi cukup bulan (40

minggu) , spontan, letak kepala, ditolong oleh bidan, warna ketuban jernih. Bayi

lahir langsung menangis, gerakan bagus, warna kemerahan, langsung disuntik

vit K

Bayi lahir dengan berat badan 3000 gram, panjang badan 48 cm, dan

lingkar kepala ibu pasien tidak ingat. Tidak terdapat riwayat kuning pada bayi.

Tidak terdapat riwayat kelainan bawaan pada bayi. Tidak terdapat keluhan sering

tersedak sejak lahir pada bayi.

Riwayat Asupan Makanan :

• 0-6 bulan : ASI

• >6 bulan-9bulan : ASI+ bubur susu

• >9bulan-12bulan : ASI + bubur lembut

• 1 tahun-sekarang : makanan keluarga

Page 6: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 6

Riwayat Imunisasi :

Menurut keluarga pasien, pasien rutin dilakukan imunisasi di bidan hingga

9 bulan. Imunisasi dilakukan di bidan, posyandu, dan puskesmas. Keluarga pasien

tidak ingat dengan jelas imunisasi yang sudah diberikan, yang terakhir diberikan

adalah imunisasi campak

Riwayat Tumbuh Kembang :

Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang sama dengan anak seusianya, yaitu :

Perkembangan Motorik Perkembangan Bahasa Perkembangan Sosial

Tengkurap dan

mengangkat pada

bulan ke-3

Duduk pada bulan

ke-6

Merangkak pada usia

7 bulan

Berdiri pada bulan

ke-10

Berjalan dengan

bantuan pada bulan

ke-12

Bersuara pada bulan

ke-3

Mengatakan “bababa,

mamama, yayayaya”

pada bulan ke-8

Memanggil papa mama

pada bulan ke 12

Melihat muka orang

pada bulan ke-3

Memperhatikan orang

pada bulan ke-6

Mengenal anggota

keluarga takut pada

orang yang belum

dikenal pada bulan ke-

12

1.3. Pemeriksaan Fisik

Page 7: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 7

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tenang.

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-Tanda Vital

• Nadi : 104x/menit, regular, equal, isi cukup

• Respirasi : 37 x/menit, abdominotorakal

• Suhu : 37,7⁰C

Antropometri

• Umur : 1 tahun 2 bulan

• Berat badan : 8,1 kg

• Panjang badan : 73 cm

• Lingkar kepala : 44 cm

• PB/U : 0 sampai -2 SD (normal)

• BB/U : 0 sampai -2 SD (normal)

• BB/PB : 0 sampai -1 SD (normal)

• LK/U : -1 sampai -2 SD (normal)

• BMI/U : 0 sampai -1 SD (normal)

• Kesimpulan : Gizi baik

Kulit : Ruam (-)

Otot : Atrofi (-), hipertrofi (-)

Tulang : Deformitas (-), ghibbus (-)

Sendi : Pembengkakan (-), nyeri (-)

Kepala

Page 8: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 8

• Bentuk : Simetris

• Fontanel anterior : terbuka

• Fontanel posterior : tertutup

• Rambut : Hitam, halus, tidak mudah rapuh

• Wajah : Simetris, flushing (-)

• Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak

ikterik.

• Hidung : Simetris, mukosa hiperemis -/-, sekret (-),

epistaksis -/, sekret -/-, Pernafasan Cuping Hidung (-)

• Telinga : Simetris, sekret -/-, membran timpani intak

• Mulut : Bibir lembab, mukosa mulut sianosis (-),

stomatitis (-)

• Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar,

detritus (-)

• Faring : tidak hiperemis

Leher

KGB : tidak teraba pembesaran KGB

Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran

JVP : Sulit dinilai

Retraksi suprasternal (-)

Thoraks

Page 9: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 9

Bentuk & gerak simetris

Retraksi intercostal (-)

◦ Cor : ictus kordis tidak terlihat, Iktus kordis teraba di ICS IV LMCS,

tidak kuat angkat, S1 dan S2 murni reguler, murmur -, gallop-

◦ Pulmo

Anterior Kanan Kiri

inspeksi Bentuk normal, simetris

palpasi Pergerakan simetris

Perkusi Sonor ka=ki

aukultasi VBS kanan=kiri

Rhonki (-), Slam

(-) wheezing (-)

VBS kanan=kiri

Rhonki (-), Slam

(-) wheezing (-)

Posterior Kanan Kiri

inspeksi Bentuk normal, simetris

palpasi Pergerakan simetris

Perkusi Sonor ka=ki

Page 10: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 10

aukultasi VBS kanan=kiri

Rhonki (-), Slam

(-) wheezing (-)

VBS kanan=kiri

Rhonki (-), Slam

(-) wheezing (-)

Abdomen

• Auskultasi : Bising usus (+) normal

• Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)

• Palpasi : Lembut, massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

• Hepar : Tidak ada pembesaran

• Limpa : Tidak ada pembesaran

• Perkusi : Tympani, pekak samping (-), pekak pindah (-)

Anogenital : tidak hiperemis, lesi (-)

Ekstremitas : Bentuk simetris, deformitas (-)/(-),sianosis (-)/(-),

akral hangat, CRT < 2 detik, clubbing finger (-)/(-)

Status neurologis

• Saraf otak :

• CN II : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)

• CN III,IV,VI : Strabismus (-)

Rangsang meningen

Refleks FisiologiBiceps : +/+Triceps : +/+Brachioradialis : +/+Patella : +/+Achiles : +/+

Refleks Patologi Babinski : -/-Chaddock : -/-Oppenheim :-/-Gordon : -/-Scheiffner :-/-

Page 11: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 11

• Kaku kuduk : (-)

• Brudzinski I/II/III : (-/-/-)

• Laseque : (-)

• Kernig : (-)

Motorik

• Kekuatan otot :

5 5

5 5

1.4. Resume

Seorang anak usia 1 tahun 2 bulan dengan status gizi baik, mengalami

kejang dengan tipe tonik klonik selama ±5 menit didahului dengan panas badan

yang meningkat cepat. Selama kejang pasien tidak sadar, sebelum dan sesudah

kejang pasien sadar. Keluhan baru pertama kali dan tidak berulang setelah

diobservasi selama 24 jam. Terdapat riwayat keluarga yakni ibu pasien pernah

mengalami keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu awal masuk RS 38,70C, saat

pemeriksaan didapatkan suhu 37,70C, tanda vital lain dalam batas normal. Pada

pemeriksaan neurologis, Rangsang meningeal : kaku kuduk -/-,

brudzinski sign -/-, laseque -/-, kernig -/-. Refleks fisiologis : Biceps +/+,

Triceps +/+, Brachioradialis +/+, Patella +/+, Achiles +/+,

Page 12: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 12

Patologis : Babinski -/-, chaddok -/-, Oppenheim -/-, Gordon -/-, Scheiffner -/-.

Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.

1.5. Follow Up

09.09.2015 10.09.2015 11.09.2015 12.09.2015

S/ Kejang saat di

rumah satu kali

selama ±5 menit,

sebelumnya

demam tinggi,

namun di RS

sudah tidak

kejang

S/ demam sudah

agak menurun

S/ demam sudah

tidak ada sejak

malam kemarin

S/ Boleh Pulang

O/KU: tampak

sakit sedang,

Kesadaran:

composmentis,

Suhu: febris,

TTV lainnya dbn,

Cor dan pulmo:

dbn, Abd : dbn,

O/KU: tampak

sakit ringan,

Kesadaran:

composmentis,

Suhu: subfebris,

TTV lainnya dbn,

Cor dan pulmo:

dbn, Abd :dbn,

O/KU: tampak

sakit ringan,

Kesadaran:

composmentis,

Suhu: afebris,

TTV lainnya dbn,

Cor dan pulmo:

dbn, Abd : dbn,

O/KU: tampak

sehat,

Kesadaran:

composmentis,

Suhu: afebris,

TTV lainnya

dbn, Cor dan

pulmo: dbn,

Page 13: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 13

Ekst :

CRT<2detik, dbn

Lab:

Hb : 11,6

(normal)

Ht : 35 (normal)

Leukosit : 11.600

(meningkat)

Trombosit :

359.000 (normal)

Ekst : CRT<2detik,

dbn

Ekst :

CRT<2detik, dbn

Abd : dbn, Ekst

: CRT<2detik,

dbn

A/ Kejang

demam

sederhana

A/ Kejang demam

sederhana

A/ Kejang demam

sederhana

A/ Kejang

demam

sederhana

P/- Inf. Kaen 1B

20gtt/menit

- Diazepam 3 mg

i.v. bila kejang

- Bactesyn 4 x

P/Terapi

dilanjutkan,

ditambah :

- Colsancentin 4 x

P/ Terapi

dilanjutkan

P/ - Diazepam

5mg per rektal

dibawa pulang

Page 14: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 14

375mg

- Bufect 3 x 1 cth

200mg i.v

- Cek urin rutin

1.6. Diagnosis Banding

• Kejang demam sederhana ec. Infeksi viral

• Kejang demam sederhana ec. ISK

• Kejang demam sederhana ec. Gangguan elektrolit

1.7. Usulan Pemeriksaan Tambahan

• Hematologi rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)

• Hitung jenis leukosit

• Pemeriksaan urin rutin

• Kadar elektrolit : Na, K, Cl

• Pungsi lumbal (dianjurkan)

1.8. Diagnosis Kerja

Kejang demam sederhana ec. Infeksi viral

1.9. Penatalaksanaan

Page 15: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 15

Umum

• Tempatkan pasien di tempat yang aman.

• Longgarkan pakaian pasien

• Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut/hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,

jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Khusus

• Antikonvulsi

• Diazepam (dosis 0,3-0,5 mg/kgBB) 2,43 – 4,05 mg. Diberikan

3 mg i.v.

• Diazepam per rektal. Diberikan 5 mg.. Dievaluasi dalam 5-10 menit.

• Antipiretik

• Parasetamol sirup (dosis 10-15 mg/kgBB/x) sediaan: 120 mg/ 5ml.

Diberikan 3 x 1 cth.

Page 16: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 16

BAB II

KEJANG PADA ANAK

2.1 Definisi

Kejang adalah manifestasi klinis di bawah sadar akibat aktivitas tidak normal

dan berlebihan yang berlangsung sinkron dari sekumpulan neuron di otak. Aktivitas

tidak normal ini menyebabkan serangan gangguan dari satu atau beberapa fungsi

otak. Manifestasi klinis dapat berupa eksitasi (motorik, sensorik, perilaku atau psikis)

atau inhibisi (gngguan kesadaran, hilangnya tonus otot dan kemampuan bicara), atau

gabungan dari keduanya

Kejang fokal yang berasal dari fokus lokal di otak dapat bermanifestasi

motorik, sensorik, maupun psikomotor. Adapun kejang umum yang melibatkan kedua

belah hemisfer, baik pada saat awal maupun lanjut, dapat berupa kejang non

konvulsif (absens) dan konvulsif.

2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi

1. Ekstrakranial :

Infeksi : sepsis, diare

Gangguan metabolic : hipoglikemia

Gangguan keseimbangan asam-basa : hiponatremia, hiponatremia

Kejang demam

Page 17: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 17

2. Intrakranial :

Infeksi : meningitis, encephalitis

Neoplasma

Trauma

Epilepsi

2.4 Faktor Resiko

2.5 Patofisiologi

Penelitian menunjukan bahwa patofisiologi terjadinya kejang pada tingkat selular

berhubungan dengan terjadinya paroxysmal depolarization shift (PDS) yang

merupakan depolarisasi potensial pasca sinap yang berlangsung lama (50ms).

Keadaan ini dapat menyebabkan lepasnya muatan listtik yang berlebihan pada

neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara

bersama-sama melepaskan muatan listriknya.

Terjadinya PDS yang menyebabkan hipereksitabilitas neuron otak diduga disebabkan

oleh: 1)kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan

muatan listrik yang berlebihan; 2) berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter

GABA; atau 3) meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan

aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang

Page 18: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 18

2.6 Klasifikasi

Kejang yang terjadi pada anak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan

klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure (1981).

Pembagian jenis kejang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kejang parsial (fokal, lokal)

Perubahan klinis dan EEG pertama diakibatkan aktivasi sistem neuron

inisial yang terbatas pada bagian dari satu hemisfer serebrum. Kejang

parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang

mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak

berusia 3 hingga 13 tahun. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi:

KEJANG

DISERTAI DEMAM

KEJANG DEMAM INFEKSI SSP

TANPA DEMAM

EPILEPSI NEOPLASMA GANGGUAN METABOLIK

Page 19: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 19

a. Kejang parsial simpleks

Kejang parsial si.mpleks adalah kejang parsial tanpa disertai dengan

perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan

aktivitas motorik yang abnormal dan sering terlihat pola aktivitas

motorik pada wajah dan ekstremitas atas yang tetap pada saat episode

kejang terjadi

b. Kejang parsial kompleks

Kejang parsial kompleks ditandai dengan adanya perubahan abnormal

dari persepsi dan sensasi disertai dengan perubahan kesadaran. Pada

saat kejang, pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti

mengecap-ngecap, keluarnya air liur dari mulut, dan seringkali disertai

mual dan muntah.

c. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan

menimbulkan gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan

kejang umum sekunder biasanya menimbulkan gejala seperti kejang

tonik-klonik. Hal ini sulit dibedakan dengan kejang tonik-klonik

2. Kejang umum

Perubahan klinis dan EEG pertama mengindikasikan adanya keterlibatan

yang sinkron antara kedua hemisfer. Kejang umum terdiri dari:

Page 20: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 20

Tonic seizures

Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik-klonik pada fase

tonik. Anak tiba-tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku

akibat rigiditas otot yang progresif.

Tonic-clonic seizure

Kejang tonik-klonik adalah bentuk kejang yang paling sering

terjadi pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang

tiba-tiba, namun pada beberapa anak kejang ini didahului oleh

aura (sensorik atau motorik). Pada awal fase tonik, anak menjadi

pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot-otot yang

disertai rigiditas otot yang progresif. Sering juga disertai dengan

inkontinensia urin atau inkontinensia tinja, kemudian pada fase

klonik terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan

fleksi yang disertai spasme pada ekstremitas. Terjadi perubahan

kesadaran pada anak selama episode kejang berlangsung dan bisa

berlanjut hingga beberapa saat setelah kejang berhenti.

Myoclonic seizure

Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh

secara tiba-tiba dan disertai dengan fleksi lengan.

Abscence seizure

Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simple (tipikal)

atau disebut juga pettit mal dan kejang absens kompleks (atipikal).

Page 21: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 21

Kejang absens tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas

motorik anak secara tiba-tiba, kehilangan kesadaran sementara

secara singkat, yang disertai dengan tatapan kosong. Sering

tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode

kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai

pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal

ditandai dengan gerakan seperti hentakan berulang yang bisa

ditemukan pada wajah dan ekstremita dan disertai dengan

perubahan kesadaran.

Atonic seizure

Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba-

tiba

3. Kejang tak terklasifikasi

Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak

dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial.

Kejang ini termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga

usia satu tahun

2.5.1 Kejang Demam

2.5.1.1 Definisi

Berdasarkan ILAE 1983, kejang demam merupakan kejang pada anak

>1bulan, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi SSP, tanpa

ada kejang neonatus sebelumnya, atau kejang yang diprovokasi dan tidak memenuhi

Page 22: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 22

kriteria untuk kejang simtomatik lainnya. Kejang demam biasanya terjadi akibat

peningkatan suhu di atas 38oC.

Mengapa pada pasien di diagnosis kejang demam ?

Pasien berusia 1 tahun 2 bulan, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan

oleh infeksi SSP, tanpa ada kejang neonatus sebelumnya, atau kejang yang

diprovokasi dan tidak memenuhi kriteria untuk kejang simtomatik lainnya. Pada

pasien, kejang terjadi saat suhu diatas 38oC.

2.5.1.2 Epidemiologi

Kejang umum terjadi pada 2-5% populasi anak. Tidak ada batasan usia yang

spesifik, sering terjadi pada usia 6 bulan-13 tahun dengan puncak usia 18

bulan.

Kejang demam jarang terjadi pada usia <1bulan dan >7 tahun.

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, angka

kejadian kejang demam kompleks hanya sekitar 35%.

Lama kejang yang berlangsung >15 menit hanya ditemukan sekitar 9%, dan

kejadian status epileptikus hanya 5%.

Kejang yang berulang dalam 24 jam sekitar 16% kasus.

Page 23: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 23

Bagaimana hubungan epidemiologi kejang demam pada pasien ?

• >> pada usia 6 bulan-13 tahun dengan puncak usia 18 bulan.

• Jarang terjadi pada usia <1bulan dan >7 tahun.

• >> kejang demam sederhana, angka kejadian kejang demam kompleks hanya

sekitar 35%.

2.5.1.3 Faktor Resiko

Faktor resiko berulangnnya kejang demam:

Mayor

Usia <1 tahun

Durasi demam <24 jam

Demam 38-390 C

Minor

Riwayat kejang demam di keluarga

Riwayat epilepsi di keluarga

Kejang demam kompleks

Daycare

Jenis kelamin laki-laki

Kadar natrium yang rendah

Pasien tanpa faktor resiko memiliki kemungkinan resiko kejang demam berulang

sekitar 12%, 1 faktor resiko: 25-50%, 2 faktor resiko: 50-59%, 3 atau lebih faktor

resiko: 73-100%

Page 24: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 24

Bagaimana hubungan faktor risiko kejang demam pada pasien ?

- Mayor : Demam dengan suhu 38,0⁰C-39,0⁰C

- Minor : Riwayat kejang pada keluarga

2.5.1.4 Klasifikasi

Kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana dan

kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat, bersifat umum, dan tidak

berulang dalam 24 jam. Kejang demam kompleks berlangsung lama (>15 menit),

kejang fokal atau parsial dan berulang dalam 24 jam.

Karakteristik Kejang Demam Kompleks

Kejang Demam Sederhana

DurasiBentuk Bangkitan

≥ 15 menitFokal/kejang umum didahului fokal

<15 menitUmum

Rekurensi dalam 24 jam Ada Tidak ada

Gejala fokal pasca iktal Ada Tidak ada

Apa klasifikasi kejang demam yang sesuai pada pasien ?

Kejang demam sederhana, karena :

- Durasi < 15 menit

- Bentuk bangkitan umum

- Rekurensi dalam 24 jam tidak ada

- Gejala fokal pascaiktal tidak ada

Page 25: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 25

2.5.1.5 Patofisiologi

Peningkatan temperatur otak dapat mengakibatkan perubahan fungsi neuronal,

termasuk beberapa channel ion yang senistif terhadap temperatur. Hal ini akan

mempengaruhi neuronal firing dan memungkinkan dihasilkannya massive

synchronized neuronal activity yang mengakibatkan terjadinya kejang. Dalam

keadaan demam akan terjadi proses inflamasi yang bethubungan dengan sekresi

sitokin di perifer dan di otak. Pyrogen, Interleukin-1 berkontribusi terhadap terjadinya

demam dan meningkatkan neuronal excitability melalui glutamat dan GABA.

2.5.1.6 Manifestasi Klinis

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal >380C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

Bagaimana manifestasi klinis pada pasien ini ?

Pada saat terjadi kejang, kejang didahului peningkatan suhu tubuh yang cepat, dengan

tipe kejang tonik-klonik, <15 menit, tampak seperti tidak sadar, namun mata tidak

tampak seperti melihat keatas

Page 26: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 26

2.5.1.7 Diagnosis

Setiap anak dengan kejang demam membutuhkan anamnesis yang detail dan

melalui serangkaian pemeriksaan fisik dan neurologi. Kejang demam dapat terjadi

pada keadaan otitis media, roseola dan infeksi human herpes virus (HHV), infeksi

shigella atau infeksi lainnya.

Anamnesis

- Adanya kejang, jenis kesadaran, lama kejang

- Suhu sebelumnya/saat kejang, frekuensi kejang dalam 24 jam, interval,

keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi SSP (gejala

infeksi ISPA, ISK, OMA, dll)

- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam, dan epilepsi dalam keluarga

Page 27: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 27

- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,

atau asupan makanan yang kurang yang mengakibatkan hipoglikema)

Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh: apakah

terdapat demam

- Tanda rangsang meningeal

- Pemeriksaan nervus cranialis

- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB) menonjol,

papil edema

- Tanda infeksi di luar SSP

- Pemeriksaan neurologi: tonis, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis

Pemeriksaan Penunjang

Lumbar Puncture

Meningitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding dan harus

dilakukan pada semua bayi <6bulan dengan kejang demam, atau dalam usia

berapapun jika anak mengalami tanda dan gejala yang mengkhawatrikan. Lumbal

puncture merupakanpilihan pada anak berusia 6-12 bulan yang tidak mendapatkan

imunisasi Hib dan PCV atau pada anak yang status imunisasinya tidak diketahui. Jika

anak datang dengan febrile status epilepticus tanpa disertai adanya infeksi CNS, hasil

lumbar puncture jarang menunjukkan pleositosis dan kadar protein serta glukosa pada

CSF umumnya normal.

Page 28: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 28

Anjuran melakukan pungsi lumbal pada anak usia <2tahun yang mengalami

kejang adalah sebagai berikut:

- Harus dilakukan pada bayi usia <12 bulan yang mengalami kejang demam

pertama

- Dianjurkan pada bayi usia 12-18 bulan

- Tidak dilakukan secara rutin pada bayi berusia >18 bulan

- Pungsi lumbal dilakukan apabila secara klinis dicurigai mengalami meningitis

Electroencephalogram

Jika anak datang dengan kejang demam sederhana untuk pertama kali dan

pemeriksaan neurologinya normal, EEG tidak dibutuhkan sebagai bagian untuk

evaluasi. EEG tidak dapat memprediksi rekurensi kejang demam berikutnya atau

epilepsi jika hasilnya abnormal.

Blood Studies

Blood studies (serum elektrolit, kalsium, phosphorus, magnesium dan

complete blood count) tidak rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam

sederhana yang pertama kali. Kadar glukosa darah harus diperiksa pada anak dengan

prolonged post ictal obtundation atau dengan oral intake yang buruk (prolonged

fasting). Nilai serum elektrolit dapat abnormal pada anak kejang demam, hal ini harus

disesuaikan dengan abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan anamnesis. Jika

diindikasikan secara klinis misalnya pada anamenesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan tanda dehidrasi pemeriksaan elektrolit harus dilakukan. Kadar natrium

Page 29: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 29

yang rendah berhubungan dengan resiko rekurensi kejang demam yang tinggi pada 24

jam berikutnya.

Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini ?

- Anamnesis : kejang terjadi diawali dengan demam tinggi, tampak tidak sadar

saat kejang, lama kejang < 15 menit, terdapat riwayat keluarga dengan kejang

demam, tidak terdapat penyebab kejang selain demam.

- Pemeriksaan Fisik : Kesadaran komposmentis, suhu awal masuk RS 38,7⁰C,

saat pemeriksaan tanggal 10.09.2015 suhu pasien 37,7⁰C, tanda vital lain

dalam batas normal, tidak ada kelainan pada refleks fisiologis, tidak terdapat

refleks patologis, tidak terdapat tanda rangsang meningeal, pemeriksaan fisik

lainnya dalam batas normal.

Apa saja pemeriksaan penunjang yang sudah diperiksa pada pasien dan yang

akan diusulkan pada pasien ?

Pemeriksaan yang sudah dilakukan : Hematologi rutin

Pemeriksaan lain yang diusulkan :

o Hitung jenis leukosit

o Pemeriksaan urin rutin

o Kadar elektrolit : Na, K, Cl

o Pungsi lumbal (dianjurkan)

Page 30: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 30

2.5.1.8 Management

Tujuan tata laksana kejang demam pada anak adalah untuk mencegah kejang

demam berulang, status epilepsi, mencegah epilepsi dan atau mental retardasi, serta

normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Keluarga pasien perlu diberikan konseling mengenai resiko terjadinya kejang

demam berulang serta epilepsi, memberikan edukasi mengenai bagaimana untuk

mengatasi kejang pada anak, dan memberikan support secara emosional.

Saat kejang pastikan jalan nafas tidak terhalang, pakaian dilonggarkan, dan

anak diposisikan miring agar lendir dan cairan dapat mengalir keluar, kemudian

lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pasien dapat diberikan obat antipiretik seperti

parasetamol (10-15 mg/kgBB/kali sampai 4-5 kali) atau ibuprofen (5-10

mg/kgBB/kali sampai 3-4 kali). Penggunaan salisilat tidak dianjurkan digunakan pada

anak. Kemudian lanjutkan dengan tata laksana kejang akut pada anak.

Saat ini, diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase

akut, karena diazepam memiliki waktu kerja yang singkat. Bila di rumah, anak dapat

diberikan diazepam rektal 5 mg (BB <10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Pemberian

dapat diulangi maksimal 2 kali. Bila kejang demam belum berhenti sampai di rumah

sakit, berikan diazepam secara i.v 0,3-0,5 mg/kgBB dengan kecepatan 5mg/menit dan

dosis maksimal 20 mg.

Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial fenitoin 10-20mg/kgBB

dengan pengenceran setiap 10 mg fenitoin diencerkan dengan 1mL NaCl 0,9% dan

diberikan dengan kecepatan 1 mg.kg/menit maksimum 50 mg/menit. Dosis maksimal

Page 31: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 31

adalah 1000 mg fenitoin. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian lanjutkan dengan

dosis rumatan feniton 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.

Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin berikan fenobarbital 20 mg/kgBB

secara intravena dengan kecepatan 20 mg/menit, dosis inisial maksimal 1 gram.

Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2

dosis yang diberikan 12 jam kemudian. Bila kejang masih berlangsung diberikan

midazolam 0,2 mg/kgBB secara bolus perlahan dilanjutkan dengan dosis 0,02-0,06

mg/kgBB/jam yang diberikan secara drip. Cairan dibuat dengan cara 15 mg

midazolam (berupa 3 mL midazolam) diencerkan dengan 12 mg NaCl 0,9% menjadi

15 mL larutan dan diberikan perdrip dengan kecepatan 1 mL/jam (1mg/jam)

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila berlangsung

terus menerus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara

profilaksis yaitu:

Profilaksis intermiten pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermiten dengan anti konvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 380 C). Pencegahan intermiten

disarankan pada pasien dengan kejang demam kompleks yang rekuren, tidak

disarankan pada pasien kejang demam simpleks. Pencegahan dilakukan dengan

memberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB sampai 3 kali sehari jika anak demam

dengan suhu (>38,50C). Obat ini dapat diberikan sampai 2-3 hari selama anak

masih demam di samping pemberian antipiretik. Dapat pula berupa diazepam

rektal 5 mg atau 10 mg,

Page 32: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 32

Profilaksis terus menerus dengan anti konvulsan setiap hari

Pencegahan terus menerus dilakukan dengan mengkonsumsi antikonvulsan

setiap hari, namun penggunaannya harus hati-hati mengingat efek samping dari

obat anti konvulsan yang digunakan. Berdasarkan kesepakatan Unit Neurologi

Anak IDAI 2006, terdapat 2 kategori rekomendasi profilaksis terus menerus

1. Dianjurkan bila:

- Terdapat kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang

(misalnya serebral palsi, paresis Tod’s, hidrosefalus)

- Kejang berlangsung lama >15 menit

- Kejang fokal atau parsial

2. Dipertimbangkan bila:

- Kejang berulang dalam satu episode demam

- Kejang pada bayi usia <12 bulan

- Kejang demam kompleks berulang >4 kali dalam satu tahun

Antikonvulsan yang menjadi pilihan profilaksis terus menerus adalah:

- Fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 2x sehari. Efek sampingnya dapat

mengurangi fungsi kognitif pada pemakaian jangka panjang

- Sodium valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 kali dosis. Efek

sampingnya dapat menyebabkan hepatitis pada anak di atas usia 2 tahun.

Obat ini adalah obat pilihan utama untuk profilaksis terus menerus

Antikonvulsan diatas diberikan secara terus menerus selama 1 tahun sejak

kejang demam terakhir dan diberhentikan perlahan-lahan dalam 1-2 bulan.

Page 33: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 33

Apakah tatalaksana khusus pada pasien ini sudah sesuai ?

- Tatalaksana di IGD : Pastikan jalan nafas tidak terhalang, pakaian

dilonggarkan, kemudian lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, diberikan

paracetamol 125 mg per rektal

- Tatalaksana kejang demam sudah sesuai : diberikan ibuprofen syrup 3 x 1 cth

untuk penurun panas dan diberikan diazepam 3 mg i.v. apabila kejang

- Namun pada pasien ini ditambahkan terapi antibiotik ampisillin dan

kloramfenikol, dengan alasan : Pada kejang demam, harus dicari fokus

infeksinya. Pada anak ini keluhannya hanya demam. Pada beberapa anak,

kasus ISK hanya mengeluhkan demam. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

dilakukan pemeriksaa urin. Pada pasien, ibu pasien belum memberikan

sample urin. Berdasarkan pengalaman empiris dokter yang merawat, maka

terapi awal ISK diberikan kombinasi ampisilin dan kloramfenikol.

Bagaimana profilaksis kejang demam pada pasien ini ?

Pasien diberikan :

- Ibuprofen syrup fl. NO. I

ʃ 3 dd 1 cth

Page 34: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 34

- diazepam supp 5mg NO.III

ʃ pro rec

saat dipulangkan untuk disimpan dan dipakai sebagai pertolongan pertama apabila

terjadi kejang demam kembali

2.5.1.9 Diagnosis Banding

Serangan paroksismal yang ada pada keadaan awal harus dipastikan apakah

kejang atau bukan kejang. Diagnosis kejang pada anak umumnya ditegakkan

berdasarkan anamnesis dari orang tua

Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang KEADAAN KEJANG MENYERUPAI

KEJANG

Onset Tiba-tiba Mungkin gradual

Lama serangan detik/menit Beberapa menit

Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu

Sianosis Sering Jarang

Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron

Stereotipik serangan Selalu Jarang

Lidah tergigit atau luka lain

Sering Sangat jarang

Gerakan abnormal bola mata

Selalu Jarang

Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang

Tahanan terhadap gerakan pasif

Jarang Selalu

Pasca serangan bingung Hampir selalu Tidak pernah

Page 35: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 35

Iktal EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah

EEG pasca iktal abnormal

Selalu Jarang

2.5.1.10 Prognosis

Rekurensi terjadinya kejang demam adalah sebesar 50% dalam 6 bulan

pertama, 75% dalam tahun pertama, 90% dalam tahun kedua, jika kejang demam

pertama terjadi pada usia <1 tahun resiko terjadinya rekurensi kejang demam adalah

sebesar 50% dan pada usia >1 tahun sebesar 28%.

Sebesar 2-10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di kemudian hari.

Kejadian kecacatan dan kematian sebagai penyulit kejang demam tidak pernah

dilaporkan.

Bagaiman prognosis kejang demam pada pasien ini ?

• KD pertama pada usia <1 tahun : 50% , usia >1 tahun sebesar 28%.

• 2-10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di kemudian hari

• Quo ad vitam : ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Page 36: CRS Kejang Demam

CASE REPORT SESSION FEBRILE SEIZURE 36

DAFTAR PUSTAKA

1. Victor, N. Nelson Textbook Of Pediatric, 20th Edition. New York: McGraw-

Hill Professional: 2015.

2. Garna Herry, Melinda Heda. Pedoman diagnosis dan terapi. Edisi ke-5.

Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran: 2014.

3. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topics in Emergency Medicine. Dalam:

McMillan JA, De Angelis CD, Feigen RD. Oski’s pediatrics. Phialadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins. 1999. h.566-89

4. Hampers LC., Spina LA. Evaluation and Management of Pediatric Febrile

Seizure in the Emergency Departement. Emerg Med Clin N Am. 2011, 29; 83-

93