cr paru pal.doc

69
STATUS PENDERITA Masuk RSAY : 16 Juli 2012 Pukul : 18.30 WIB I. IDENTITAS PASIEN -  Nama penderita : Tn. S - Jenis kelamin : Laki-laki - Umur : 45 Tahun - Pekerjaan : Petani - Agama : Islam - Suku : Jawa - Status : Menikah - Alamat : Rumbiah, Lampung tengah II. ANAMNESIS Riwayat Penyakit Keluhan utama : sesak dan Nyeri dada Keluhan tambahan : mual, muntah, Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RSUD A. Yani pada tanggal 16 Juli 2012 dengan keluhan sesak napas sejak ± 1 minggu SMR S sesak dirasakan terus menerus tanpa dipengaruhi aktivitas, waktu,emosi, dan cuaca dingin. Sesaknya semakin berat 2 hari SMRS. Selain sesak pasien juga mengeluh Nyeri dada sejak 3 hari SMRS,

Upload: pahala-simanjuntak

Post on 30-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case report

TRANSCRIPT

Page 1: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 1/69

STATUS PENDERITA

Masuk RSAY : 16 Juli 2012

Pukul : 18.30 WIB

I. IDENTITAS PASIEN

-  Nama penderita : Tn. S

- Jenis kelamin : Laki-laki

- Umur : 45 Tahun

- Pekerjaan : Petani

- Agama : Islam

- Suku : Jawa

- Status : Menikah

- Alamat : Rumbiah, Lampung tengah

II. ANAMNESIS

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : sesak dan Nyeri dada

Keluhan tambahan : mual, muntah,

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUD A. Yani pada tanggal 16 Juli 2012 dengan keluhan

sesak napas sejak ± 1 minggu SMRS sesak dirasakan terus menerus tanpa

dipengaruhi aktivitas, waktu,emosi, dan cuaca dingin. Sesaknya semakin berat 2

hari SMRS. Selain sesak pasien juga mengeluh Nyeri dada sejak 3 hari SMRS,

Page 2: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 2/69

nyeri dadanya semakin berat 1 hari SMRS, nyeri dirasakan di dada sebelah kanan

yg tidak menjalar dan nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam . Nyeri

diperberat ketika pasien banyak bergerak dan batuk. Keluhan ini disertai mual dan

muntah . Muntahan berupa cairan berwarna kuning, muntah sudah 10 kali selama

3 hari ini pasien menyangkal adanya nyeri ulu hati. Pasien mengeluh Batuk 

kering hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh lemas,

sering mersakan keringat malam dan gak nafsu makan. BAB tidak mencret dan

BAK lancar berwarna jernih.

Pasien mempunyai riwayat penyakit gula sejak ± 7 tahun yang lalu, sejak pasien

mengetahui penyakit ini pasien lebih memperhatikan makananya, minum obatkencing manis, dan cek gula darah di Bidan dekat rumahnya. Namun 3 bulan

SMRS os tidak teratur minum obat kencing manis dan jarang cek gula darah.

 pasien juga punya riwayat hipertensi. Riwayat sakit ginjal dan jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Sakit Serupa : disangkal

Riwayat DM tipe 2 : (+)

Riwayat Hipertensi : (+)

Riwayat Sakit Jantung : disangkal

Riwayat Pengobatan rutin OAT : disangkal

RiwayatAsma : (-)

Riwayat Merokok : (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak mengalami riwayat penyakit serupa.

Untuk orang yang aku cintai SHT 2

Page 3: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 3/69

III. PEMERIKSAAN FISIK  

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6

- HR : 88 x/menit

- Respirasi : 28 x/menit

- Suhu : 36,8 ºC

- Tekanan Darah : 180/100

- Status gizi : Cukup

Status Generalis

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

- Pucat : (-)

- Sianosis : (-)

- Ikterus : (-)

- Perdarahan : (-)

- Oedem umum : (-)

- Turgor : Cukup

- Pembesaran KGB generalisata : (-)

KEPALA : Normocephalik 

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Untuk orang yang aku cintai SHT 3

Page 4: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 4/69

- Mata : Tak cekung,edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis

(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2

mm, refleks cahaya +/+.

- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-),NCH (-)

- Mulut : Bibir kering, sianosis (-)

- Telinga : Simetris, liang lapang, serumen (-)

- Tenggorokan : Uvula ditengah, hiperemis (-)

LEHER 

- Bentuk : Simetris

- Trakhea : Di tengah

- KGB : Tidak membesar  

- JVP : Tidak meningkat

Dada

Bentuk : simetris

Pembuluh darah : normal

Buah dada : normal

PARU-PARU

Anterior Posterior

Inspeksi Pergerakkan nafas hemitoraks

kanan = kiri, tidak ada retraksi

sela iga

Pergerakkan nafas hemitoraks

kanan = kiri

Palpasi Vokal fremitus taktil

hemitoraks kanan = kiri

Vokal fremitus taktil

hemitoraks kanan = kiri

Perkusi Redup Sonor Sonor RedupAuskultasi Wheezing Wheezing

Untuk orang yang aku cintai SHT 4

- -

- -

- -

- -

- -

- -

Page 5: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 5/69

Ronki Ronki

JANTUNG

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

- Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra

Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak tegang

- Palpasi : NT (-) epigastrium, nyeri tekan titik Mac Burney (-),

nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar 

- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen. Chessboard phenomena (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal.

GENITALIA

- Tidak dilakukan pemeriksaan

SISTEM UROGENITAL

- Tidak dilakukan pemeriksaan

Untuk orang yang aku cintai SHT 5

- -

+ -

+ +

- -

- +

+ +

Page 6: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 6/69

EKSTREMITAS

- Superior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-)

- Inferior : Oedem (+), sianosis (-), pucat (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (16 Juli 2012)

1. Hematologi

WBC : 9600 (5.000-10.000/ uL)

HGB : 8,3 (14,8-18 g/dL)

HCT : 24 (41-54 %)

MCV : 88 (80-92 Fl)

MCH : 28 (27-31 pg)

MCHC : 34,3 (32-36 g/dL)

PLT : 345000 (150-450 rb/uL)

GDS : 385 (<200)

2. Rontgen Thoraks ( 10-7-2012)

Untuk orang yang aku cintai SHT 6

Page 7: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 7/69

Tgl 16-7-2012

Untuk orang yang aku cintai SHT 7

Page 8: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 8/69

Patologi Anotomi ( 13 juli 2012)

Kesimpulan : negative, tidak ditemukan sel malignancy, peradangan

kronis, adanya tuberculosis dapat dipertimbangkan.

V. RESUME

Pasien laki-laki 45 tahun datang ke UGD RSUD A. Yani dengan sesak nafas

sejak 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan terus menerus tanpa dipengaruhi

aktivitas, waktu,emosi, dan cuaca dingin.. Selain sesak pasien juga mengeluh

 Nyeri dada sejak 3 hari SMRS, nyeri dadanya semakin berat 1 hari SMRS, nyeri

dirasakan di dada sebelah kanan yg tidak menjalar dan nyeri dirasakan seperti

ditusuk benda tajam . Keluhan ini disertai mual dan muntah . Muntahan berupa

Untuk orang yang aku cintai SHT 8

Page 9: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 9/69

cairan berwarna kuning, muntah sudah 10 kali selama 3 hari ini. Pasien

mengeluh Batuk kering hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, pasien juga

mengeluh lemas, sering mersakan keringat dingin dan gak nafsu makan.

Status Present

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang

• Tekanan Darah : 180/100 mmHg

•  Nadi : 88 x/mnt

• RR : 28 x/mnt

• Suhu : 36,8 o C

Pemeriksaan FISIK 

Status Lokalis :

 

1. Paru

Anterior Posterior

Inspeksi Pergerakkan nafas hemitoraks

kanan = kiri

Pergerakkan nafas hemitoraks

kanan = kiri

Untuk orang yang aku cintai SHT 9

Page 10: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 10/69

Palpasi Vokal fremitus taktil

hemitoraks kanan = kiri

Vokal fremitus taktil

hemitoraks kanan = kiri

Perkusi Redup Sonor Sonor RedupAuskultasi Wheezing

Ronki

Wheezing

Ronki

Extremitas

Edema extrmitas inferior +/+

Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi

WBC : 9600 (5.000-10.000/ uL)

Untuk orang yang aku cintai SHT 10

- -

- -

- -

- -- +

+ +

- -

- -

- -

- -- +

- +

Page 11: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 11/69

HGB : 8,3 (14,8-18 g/dL)

HCT : 24 (41-54 %)

MCV : 88 (80-92 Fl)

MCH : 28 (27-31 pg)

MCHC : 34,3 (32-36 g/dL)

PLT : 345000 (150-450 rb/uL)

GDS : 385 (<200)

2. Rontgen Thoraks

1. Bercak infiltrat di apeks superior paru dextra dengan efusi pleura

 bilateral sugestif ec. Proses spesifik, DD : non spesifik 2. Besar Cor sulit dinilai karena batas kanan jantung tertutup

 perselubungan.

3. PA ( Cairan Pleura)

Kesimpulan : Negative, tidak ditemukan sel malignancy, peradangan kronis.

Adanya tuberkulosis dapat dipertimbangkan.

VI. DIAGNOSIS KERJA

1. Efusi pleura ec. TB

2. DM tipe II ,

3. HT stage II

VII. DIAGNOSIS BANDING

 Nefropati Diabetik 

Untuk orang yang aku cintai SHT 11

Page 12: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 12/69

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

• Sputum BTA SPS

• GDS perhari

• Albumin,SGOT,SGPT

• Ureum dan kreatinin

• EKG

IX. PENGOBATAN

Non medikamentosa :

• Rawat inap

• Diet normal

• IVFD RL gtt xx/menit

• Medikamentosa : (Terapi Ruangan)

- O2 2-4 L/ Menit

- RL gtt XX/Menit

- Metoklopramide 2 x 1 amp iv

- Ranintidin 2 x 1 amp iv

- Rimstar 4 FDC 1 x 4 tablet ( ½ jam sebelum sarapan )

- Ceftriaxon 2 x 1 gr iv

- Mucogard syr 3 x CI

X. PROGNOSIS

Untuk orang yang aku cintai SHT 12

Page 13: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 13/69

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal

17 Juli 2012 18 Juli 2012 19Juli 2012

S (subjektif) - sesak (+) sulit tidur 

- nyeri dada (+)

- mual(+) muntah(+) 10

x

- batuk (-)

- OAT hari ke - 4

- sesak (+)

- nyeri dada (+)

- mual(+) muntah(+)

sedikit

- batuk (-)

- sesak (+)

- nyeri dada (+)

- mual(+) muntah(+)

sedikit

- batuk (-)

O (objektif) - TTV : TD 160/100

mmHg, RR  

20x/menit, N

82x/menitT 36,8 ºC

- Kepala : CA (-/-),

- Thorax paru :

Perkusi redup paru

kana

Ronki -/-, wheezing

-/-

- Jantung : Murmur -,

gallop – 

- Abdomen : BU +

normal, NT (-)

- TTV : TD 170/100

mmHg,RR20x/meni

t, N 84x/menit

T 36,2 ºC- Kepala : CA (-/-)

- Thorax paru :

Ronki -/-, wheezing

-/-

- Jantung : Murmur 

-, gallop – 

- Abdomen : BU +

normal

- Ekstremitas :

tungkai edem +/+,

sianosis -/-

- TTV : TD 160/90

mmHg, RR  

20x/menit, N

86x/menit, T 37,9ºC

- Kepala : CA (+/+)

- Thorax paru :

Ronki +/+,

wheezing -/-

- Jantung : Murmur 

-, gallop – 

- Abdomen : BU +

normal

- Ekstremitas :

edem -/-, sianosis

Untuk orang yang aku cintai SHT 13

Page 14: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 14/69

- Ekstremitas :

Tungkai edem +/+,

sianosis -/-

-/-

T (Terapi)

Dan

diagnosis

-  NaCl 0,9 % gtt

XX/menit

- Ceftriaxon 2x1 gr 

IV

- Gentamisin 1 x 160

- Ranintidine 2x1

amp IV

- Cedantron 2 x 1

amp iv

- Mucogard syr 3xCI

-  panso 1 x 1

- Rimstar 4FDC 2X 2

- Diet Nasi Tim

TKTP

-  NaCl 0,9 % gtt

XX/menit

- Ceftriaxon 2x1 gr 

IV

- Gentamisin 1 x

160

- Ranintidine 2x1

amp IV

- Cedantron 2 x 1

amp iv

- Mucogard syr 

3xCI

-  panso 1 x 1

- Rimstar 4FDC

stop

R (450) + H (300)

[E(250)3 + Z

( 1500)3 ]

Sel,rb,kms

- Diet Nasi Tim

TKTP

- DM dgn nefropati

TIPE 4

-  NaCl 0,9 % gtt

XX/menit

- Ceftriaxon 2x1 gr 

IV

- Gentamisin 1 x

160

- Ranintidine 2x1

amp IV

- Cedantron 2 x 1

amp iv

- Mucogard syr 

3xCI

-  panso 1 x 1

- Rimstar 4FDC

stop

R (450) + H (300)

[E(250)3 + Z

( 1500)3 ]

Sel,rb,kms

- Diet Nasi Tim

TKTP

Untuk orang yang aku cintai SHT 14

Page 15: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 15/69

Pemeriksaan penunjang tgl 18 juli 2012

Urinalisis

Glukosa : ++

Protein/albumin : ++ (100 mg/dl)

Leukosit : 1-2

Epitel : +

Eritrosit : 0 -1

SGOT : 11

SGPT : 8,8

Creatinin : 14,7

Ureum : 251,8

Sputum sps : -/-/-

TINJAUN PUSTAKA

Untuk orang yang aku cintai SHT 15

Page 16: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 16/69

I. TUBERKULOSIS

A. DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan

asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun sprofit. Ada

 beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia

yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2

sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah(7).

Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala

umum TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang

disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis)

dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan berat badan,

keringat malam dan mudah lelah)(6).

Kasus TB adalah pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium

tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik 

(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur (6)

.

Untuk orang yang aku cintai SHT 16

Page 17: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 17/69

B. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

B.1. TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

tidak termasuk pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

-Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif 

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

 positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran

tuberkulosis aktif 

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

 positif dan biakan positif 

 b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan

tuberkulosis aktif 

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif 

dan biakan M. tuberculosis positif 

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan

dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu

 bulan.

Untuk orang yang aku cintai SHT 17

Page 18: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 18/69

 b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

 pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

 pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran

radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala

klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal

ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudiandievaluasi.

- Infeksi jamur 

- TB paru kambuh Bila meragukan harap konsul ke

ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out 

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-

turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif 

atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu

 bulan sebelum akhir pengobatan)

- Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran

radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-

2 pengobatan

e. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif 

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan

 pengawasan yang baik 

Untuk orang yang aku cintai SHT 18

Page 19: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 19/69

B.2. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening,

selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan

atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak 

dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis

yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

Untuk orang yang aku cintai SHT 19

Page 20: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 20/69

Gambar… Skema klasifikasi tuberkulosis

B. PATOGENESIS

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan

 basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan

cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada

dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau

di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi

 peradangan. Kemudian timbul pneumonia akut yang dapat sembuh

atau berkembang terus. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Lesi primer paru

disebut  fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening

disebut kompleks ghon(7).

Untuk orang yang aku cintai SHT 20

Page 21: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 21/69

Gambar 11. Patogenesis Tuberkulosis15

C. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Menurut WHO(10):

• Tuberkulosis (TB) adalah yang kedua setelah HIV / AIDS sebagai

 pembunuh terbesar di seluruh dunia disebabkan oleh agen infeksi

tunggal.

• Pada tahun 2010, 8,8 juta orang jatuh sakit dengan TB dan 1,4 juta

meninggal karena TB.

• Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan

rendah dan menengah, dan itu adalah antara tiga penyebab utama

kematian pada wanita usia 15 sampai 44.

• Pada tahun 2009, ada sekitar 10 juta anak-anak yatim sebagai akibat

dari kematian TB pada orang tua.

Untuk orang yang aku cintai SHT 21

Page 22: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 22/69

• TB merupakan pembunuh utama Odha menyebabkan seperempat dari

seluruh kematian.

• Multi-obat TB resisten (MDR-TB) hadir di hampir semua negara yang

disurvei.

• Perkiraan jumlah morbiditas pada TB setiap tahun menurun, meski

sangat lambat, yang berarti bahwa masih menjadi tujuan pencapaian

Pembangunan Milenium pada tahun 2015.

• Tingkat kematian TB turun 40% antara 1990 dan 2010.

Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah penderita TB

terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB diIndonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di

Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru

dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di

Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB

terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Oleh karena itu kerugian

ekonomi akibat TB juga cukup besar (2).

Gambar 12. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian,

Indonesia, 1990 dan 2009.

Untuk orang yang aku cintai SHT 22

Page 23: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 23/69

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain

adalah(12):

o Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada

negara negara yang sedang berkembang.

o Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang

terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis

yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,

tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan

yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan

 paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan

kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara

yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan

masyarakat.

o Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia

dan perubahan struktur umur kependudukan.

o Dampak pandemi HIV.

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB

meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama

 pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan

masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal

tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai

kedaruratan dunia (global emergency).

Untuk orang yang aku cintai SHT 23

Page 24: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 24/69

D. PENEGAKAN DIAGNOSA

Gejala Klinis

Menurut PDPI pada tahun 2011, diagnosa TB dapat ditegakkan

 berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi,

radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala

lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratori:

Batuk ≥2 minggu

Batuk darah

Sesak napas

 Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang

 pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus

 belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak 

ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi diperlukan untuk 

membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik:

Demam

Untuk orang yang aku cintai SHT 24

Page 25: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 25/69

Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia

dan berat badan menurun.

3. Gejala TB ekstraparu

Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

 pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan

tidak nyeri dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB terdapat

gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga

 pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari

organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung

luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan

 penyakit umumnya tidak (atau suli sekali) menemukan kelainan.

Kelaianan paru pada umumnya terletak didaerah lobus superior 

terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus

inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara

napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-

tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum(6).

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari

 banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,

 pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar 

 pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat

 pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan

kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.

Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold

Untuk orang yang aku cintai SHT 25

Page 26: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 26/69

abscess

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

adalah:

1. Pemeriksaan Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan untuk pemeriksaan dapat berasal dari dahak, cairan pleura ,

liquor cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

 bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/ BAL), urin, feses dan

 jaringan biopsi (termasuk biopsi jaringan halus/BJH).

Untuk orang yang aku cintai SHT 26

Page 27: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 27/69

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior 

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan

opak berawan atau nodular.

Bayangan bercak ,ilier 

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). PDPI

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:

Fibrotik 

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura(6)

3. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura

dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan

diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis

TB adalah uji Rivaltasa positif dan kesan cairan eksudta, serta

 pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan

glukosa rendah(6).

4. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan

Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu:

Biposi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah

 bening

Untuk orang yang aku cintai SHT 27

Page 28: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 28/69

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,

Cope dan Veen silverman)

Biopsi jaringan paru (Trans bronchial lung biopsy/TBLB)

dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration (TTNA),

 biopsi paru terbuka.biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar 

 paru yang dicurigai TB

Otopsi

5. Pemeriksaan Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang

spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan

kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.

LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah

yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang

spesifik.

Untuk orang yang aku cintai SHT 28

Gejala Klinis-PF

DahakBTA

Foto Toraks

 TB paru BTA(+)

 TB paru BTA(-)

Penyakit parulain

Meragukan

Lakukan pemeriksaan penunjang

lainnya sesuai kebutuhan danfasilitas (induksi dahak,bronkoskopi biopsi dll) atau terapieksjuvantibus untuk TBFoto lama tidak

adaFoto Lamaada

Page 29: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 29/69

Gambar 13 . Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa (6).

E. Pengobatan TB

 

Obat yang dipakai:

Jenis obat lini pertama adalah

Obat Dosis

(mg/k 

gBB/h

r)

Dosis yang

dianjurkan

Dosis

maks/

hr 

(mg)

Dosis (mg)/berat

 badan (kg)/hr 

Untuk orang yang aku cintai SHT 29

 TB Paru

Evaluasi fototoraks 1-2 bulan

Bekas TB

Bukan TB

 TB Paru (bilapenyakit parulain telahtersingkirkan )

Perburukan

Perburukan

perbaikanMenetap

Page 30: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 30/69

Harian

(mg/k 

gBB/h

r)

Intermitte

n

(mg/kgBB

/kali)

<40 40-

60

>60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesu

ai

BB

750 1000

Keterangan:

R: Rifampisin

H: INH

P: Pirazinamid

E: Etambutol

S: Streptomisin

Jenis obat lini kedua adalah:

• Kanamisin

• Kapreomisin

• Amikasin

Untuk orang yang aku cintai SHT 30

Page 31: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 31/69

• Kuinolon

• Sikloserin

• Etionamid/Protionamid

• Para-Amino Salisilat (PAS).PDPI

• Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid,

amoksisilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin).

F. Efek Samping OAT :

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek 

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat

 penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi

dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian

OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf 

tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat

dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari

atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan

dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra) Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas

obat yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi

hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai

dengan pedoman TB pada keadaan khusus

Untuk orang yang aku cintai SHT 31

Page 32: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 32/69

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

 pengobatan simtomatik ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut

OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB

 pada keadaan khusus

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila

salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan

dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,

air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena prosesmetabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan

kepada pasien agar dimengerti

dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat

terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan

arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,

mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

Untuk orang yang aku cintai SHT 32

Page 33: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 33/69

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

 berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis

yang dipakai, jarang sekali

terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang

diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali

normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya

etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler 

sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

 berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek 

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat

 pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek 

samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan

kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr . Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan

menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti

kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan

ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga

yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini

mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat

menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita

hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Untuk orang yang aku cintai SHT 33

Page 34: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 34/69

G. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi

luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH

Atau 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE/ 6HEPaduan ini dianjurkan untuk 

a. TB paru BTA (+), kasus baru

 b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk 

luluh paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila

dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan

lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke

ahli paru) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan

disesuaikan dengan hasil uji resistensi

2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi

minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau

: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

3. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada

fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat

diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase

lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan :

2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat

Untuk orang yang aku cintai SHT 34

Page 35: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 35/69

diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila

tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

 paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

4. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang

masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama

 pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil

uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian

dilanjutkan sesuai uji resistensi

5. TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali

sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

- Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadual

- Pasien menghentikan pengobatannya ³ 2 bulan:

1) Berobat ³ 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik 

tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran

radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan

 penyakit paru lain. Bila terbukti TB

Ringkasan Paduan Obat

Kategori Kasus Paduan obat yang dianjurkan keterangan1 - TB paru BTA +,

BTA - , lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE / 6 HE atau

2RHZE / 4R3H3

2 - Kambuh -2 RHZES/1RHZE / 5 RHE Bila

Untuk orang yang aku cintai SHT 35

Page 36: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 36/69

- Gagal pengobatan -2 RHZES lalu sesuai hasil uji

resistensi atau

-2RHZES/1RHZE / 5R3H3E3

streptomisin

alergi,

dapat

diganti

kanamisin

3 -TB paru lalai berobat 2 RHZ / 4 RH atau

6 RHE atau

2RHZ /4 R3H3

3 TB paru BTA neg. lesi

minimal

2 RHZ / 4 RH atau

6 RHE atau

2RHZ /4 R3H3

4 - Kronik  

- MDR TB

Sesuai uji resistensi (minimal 3obat sensitive dengan H tetap

diberikan) atau H seumur 

hidup

Sesuai uji resistensi + kuinolon

atau H seumur hidup

H. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS

A. TB MILIER 

- Rawat inap

- Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

Untuk orang yang aku cintai SHT 36

Page 37: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 37/69

- Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik,

radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan

dapat diperpanjang

- Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada

keadaan :

- Tanda / gejala meningitis

- Sesak napas

- Tanda / gejala toksik 

- Demam tinggi

- Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10

mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 – 6 minggu.

B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

- Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan

 pasien dan berikan kortikosteroid

- Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu

- Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan

DM.

- Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan

C. TB EKSTRA PARU (selain TB milier dan pleuritis TB)

Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya

 pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar.

Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan

 bedah dilakukan untuk :

- Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

- Pengobatan : -perikarditis konstriktiva

Untuk orang yang aku cintai SHT 37

Page 38: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 38/69

-kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's

- Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah

konstriksi jantung, dan pada meningitis TB untuk 

- menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis yang dianjurkan ialah

0,5 mg/kg /hari selama 3-6 minggu

D. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan gula

darah terkontrol

Bila gula darah tidak terkontrol, atau pada

evaluasi akhir pengobatan dianggap belum cukup, maka

 pengobatan dapat dilanjutkan (bila perlu konsult ke ahli paru)

Gula darah harus dikontrol

Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena

efek samping etambutol pada mata; sedangkan pasien DM

sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.

Perlu diperhatikan penggunaan rifampisi karena

akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonilurea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan

selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi

kekambuhan

E. TB PARU DENGAN HIV / AIDS

Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi

HIV atau menderita AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV

dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Pemeriksaan tes HIV

disertai dengan konseling sebelum dan sesudah tes (Voluntary

Counseling and Testing/VCT)

Untuk orang yang aku cintai SHT 38

Page 39: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 39/69

Indikasi tes darah HIV

Kombinasi dari A dan B ( 1 kelompok A dan 1 dari B)

A. Berat badan turun drastisTB paru

Sariawan / stomatitis berulang

Sarkoma Kaposi

B. Riwayat perilaku risiko tinggi

Pengguna NAZA suntikan

Homoseksual

Waria

Pekerja seks

Pramuria panti pijat

Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.

Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat

dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat

Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan

menyebabkan efek toksik berat pada kulit

Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali

 pakai yang steril.

Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena

mengakibatkan toksik yang serius pada hati

Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap

 pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus

dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/ AIDS terdapat

korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan,

karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi

obat rendah dalam serum

Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2

RHZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak 

Untuk orang yang aku cintai SHT 39

Page 40: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 40/69

INH diberikan terus menerus seumur hidup.

Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi / sesuai pedoman

 pengobatan MDR-TB Waktu Memulai Terapi

Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah

limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada

Kondisi Rekomendasi

TB paru, CD4 < 50 sel/mm3, atau TB

ekstrapulmonal

Mulai terapi OAT, segera mulai terapi

ARV jika

toleransi terhadap AOT telah tercapai

TB paru, CD4 50-200 sel/mm3 atau hitung

limfosit total < 1200 sel/mm3

Mulai terapi OAT. Terapi ARV dimulai

setelah 2 bulan

TB paru, CD4 > 200 sel/mm3 atau hitung

limfosit total > 1200/mm3

Mulai terapi TB. Jika memungkinkan

monitor hitung CD4. Mulai ARV

sesuai indikasi* setelah terapi TB

selesai

*simptomatik, AIDS (+Kaposi/ Ca cervix / limfoma / wasting syndrome / pneumonia

P. Carinii/ toksoplasmosis otak / retinitis virus sitomegalo / kandidiasis esofagus,

trakea, bronkus, sel/mm3), asimptomatik + viral load > 55.000 kopi/ml) Interaksi

obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)

Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya efek toksik OAT

Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,

kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT

karena bersifat sebagai buffer antasida

Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV golongan non-nukleotida

dan inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir 

karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin

Untuk orang yang aku cintai SHT 40

Page 41: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 41/69

dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum

ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan

F. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan

Obat antituberkulosis tetap dapat diberikan kecuali streptomisin, karena efek 

samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin

Pada pasien TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan,

walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi

konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi

Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga

mendapat pengobatan OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi

tidak mendapat dosis berlebihan

Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,

dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat

terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal

 berkurang.

G. TB Paru dan Gagal Ginjal

INH dan Rifampisin mengalami eksresi di bilier sehingga tidak 

 perlu penyesuaian dosis.

Etambutol mengalami eksresi di ginjal begitu pula dengan

metabolit pirazinamid sehingga keduannya penyesuaiaan dosis.

Pemberian OAT 3 kali seminggu dengan dosis yang

disesuaikan.

Dosis pirazinamid : 25 mg/kg

Dosis etambutol : 15 mg/kg

Karena dapat meningkatkan resiko nefrotoksik dan

ototoksik maka aminoglikosid sebaiknya dihindarkan pada

Untuk orang yang aku cintai SHT 41

Page 42: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 42/69

 pasien gagal ginjal, apabila streptomisin harus digunakan maka

dosis yang dipakai adalah 15 mg/kg BB, 2-3 kali seminggu

dengan dosis maksimal 1 gram. Sebaiknya kadar obat dalam

darah juga dimonitor 

Rujuk kspesialis paru

H. TB Paru dengan Kelainan Hati

Pasien dengan kondisi dibawah ini dapat diberikan pengobatan

TB dan dipastikan tidak ada bukti penyakit hati kronik 

1. hepatitis virus carriage2. riwayat hepatitis akut

3. konsumsi alcohol yang berlebihan

meskipun demikian pada keadaan diatas reaksi hepatotoksik 

sering terjadi dan sebaiknya diantisipasi.

Apabila terdapat hepatitis akut (akibat virus) yang tidak 

 berkaitan dengan penyakit TB sebaiknya pengobatan ditunda

sampai keadaan akut tersebut menyembuh.

Pasien dengan gangguan hati berat dan sebelum stabil, uji

fungsi hepar sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya

OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami

 penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat

diperlukan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis

menyembuh dan dilanjutkan dengan R H .

Sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis paru.

Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis)

Untuk orang yang aku cintai SHT 42

Page 43: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 43/69

Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik 

(drug induce hepatitis)

Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada :

Fase pengobatan TB (tahap awal atau lanjutan)

Beatnya gangguan pada hepar 

 beratnya penyakit TB

kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam

tatalaksana efek samping akibat OAT

 penatalaksanaan :

1. Bila klinis (+) : {ikterik,mual,muntah} OAT stop

2. bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3 kali : OAT stop

3. bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan:

 bilirubin >2 OAT stop

SGOT,SGPT ≥ 5 kali : OAT stop

SGOT, SGPT ≥ 3 kali teruskan pengobatan, dengan

 pengawasan.

Pengobatan TB dihentikan menunggu sampai fungsi hepar kembali

normal dan gejala klinik ( mual atau nyeri perut ) menghilang maka

OAT dapat diberikan kembali. Apabila tidak memungkinkan tidak 

melakukan test fungsi hepar maka sebaiknya menunggu 2 minggu lagi

setelah kuning atau jaundice dan nyeri/tegang perut menghilang

sebelum diberikan OAT kembali.

Apabila hepatitis imbas obat telah teratasi maka OAT dapat dicoba

satu. Pemberian obat sebaiknya dimulai dengan rifampisin yang jarang

menyebabkan hepatotoksik dibandingkan isoniazid atau pirazinamid.

Setelah 3-7 hari baru isoniazid diberikan. Pasien dengan riwayat

Untuk orang yang aku cintai SHT 43

Page 44: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 44/69

 jaundice tetapi dapat menerima rifamfisin dan isoniazid, sebaiknya

tidak mendapatkan pirazinamid.

Jika terjadi hepatitis pada fase lanjutan dan hepatitis sudah teratasi

maka OAT dapat diberikan kembali ( isoniazid dan rifampisin) untuk 

menyelesaikan fase lanjutan selama 4 bulan.

II DIABETES MELITUS

A. DenisiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik 

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes

melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban

yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu

kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari

sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA 1997)

1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut) :

Autoimun

Idiopatik 

Untuk orang yang aku cintai SHT 44

Page 45: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 45/69

2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin).

3. Diabetes tipe Lain

a). Defek genetik fungsi sel beta :

 b). Defek genetik kerja insulin

c). Penyakit eksokrin pankreas

d). Endokrinopati

e) . Karena obat/zat kimia

f). Infeksi

g). Sebab imunologi yang jarangh) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

B. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna

 penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah

 pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Penggunaan bahan darah utuh (whole blood ), vena ataupun kapiler tetap dapat

dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang

 berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

darah kapiler.

Untuk orang yang aku cintai SHT 45

Page 46: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 46/69

Menurut Suyono (2002), diagnosis diabetes dipastikan bila :

1). Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah gejala khas

diabetes.

2) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali pemeriksaan

 pada saat berbeda.

Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau

yang populer disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test) dengan

mengukur kadar glukosa puasa dan 2 jam setelah minum 75 g glukosa

(Suyono, 2002).

Cara test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO)• Puasa semalam selama 10-12 jam

• GD puasa diperiksa

• Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum

dalam waktu 5 menit

• Periksa GD setelah 2 jam

Selama pemeriksaan pasien tetap istirahat dan tidak merokok.

C. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

C. penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

Untuk orang yang aku cintai SHT 46

Page 47: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 47/69

a. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh

sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

 badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien

dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan

 pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan

 penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

 penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

 Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah

 pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome 

 Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel

otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

 pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara

 berkala.

Untuk orang yang aku cintai SHT 47

Page 48: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 48/69

c. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandangdiabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal

 jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk 

mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling

sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

• OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis

hampir maksimal

• Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

• Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

• Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

• Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

• Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan

 pertama

• Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

Untuk orang yang aku cintai SHT 48

Page 49: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 49/69

D. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

• Penurunan berat badan yang cepat

• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

• Ketoasidosis diabetik 

• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik 

• Hiperglikemia dengan asidosis laktat

• Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak 

terkendali dengan perencanaan makan

• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat

 jenis, yakni:

• insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

• insulin kerja pendek ( short acting insulin)

• insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

• insulin kerja panjang (long acting insulin)

E. Penyulit Diabetes Melitus

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

Untuk orang yang aku cintai SHT 49

Page 50: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 50/69

Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik 

2. Hiperosmolar non ketotik 

3. Hipoglikemia

Dalam buku konsensus ini hanya dibahas mengenai hipoglikemia,

sedangkan mengenai ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik 

dapat dilihat pada buku Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus

Tipe 2 (PERKENI 2002).

Hipoglikemia dan cara mengatasinya

• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60

mg/dL• Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus

selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia

 paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.

Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga

harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat

telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk 

 pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan

gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu

hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau

terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan

kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan

 pengawasan yang lebih lama.

• Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak 

keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,

gelisah, kesadaran menurun sampai koma).

• Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.

Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman

yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra

vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit

Untuk orang yang aku cintai SHT 50

Page 51: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 51/69

setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan

hipoglikemia berat

• Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat

diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan

darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

Penyulit menahun

1. Makroangiopati :

• Pembuluh darah jantung

• Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.

Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,

meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki

merupakan kelainan yang pertama muncul.

• Pembuluh darah otak 

2. Mikroangiopati:

• Retinopati diabetik 

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko

dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya

retinopati

•  Nefropati diabetic

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan

mengurangi risiko nefropati Pembatasan asupan protein dalam diet

(0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati• Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki

dan amputasi.

Untuk orang yang aku cintai SHT 51

Page 52: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 52/69

• Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri,

dan lebih terasa sakit di malam hari.

• Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan

skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan

 pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram.

Dilakukan sedikitnya setiap tahun.

• Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang

memadai akan menurunkan risiko amputasi.

F. Diabetes dengan Infeksi

• Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian

glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan

kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau

memperburuk infeksi.

• Infeksi yang banyak terjadi antara lain:

1. infeksi saluran kemih (ISK)

2. infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru3. infeksi kulit: furunkel, abses

4. infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi

5. infeksi telinga: otitis eksterna maligna

• ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit

dikendalikan. Dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan

septikemia. Kuman penyebab yang sering menimbulkan infeksi adalah:

 Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies candida dapat

menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi

yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.

Untuk orang yang aku cintai SHT 52

Page 53: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 53/69

• Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh:

streptokokus, stafilokokus, dan bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur 

 pada pernapasan oleh aspergillosis, dan mucormycosis juga sering terjadi.

• Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru.

Pemeriksaan rontgen dada, memperlihatkan pada 70% penyandang

diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan kavitasi. Pada penyandang

diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-obat

Tuberkulosis.

• Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang

sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman

 penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro

organisme, yangsering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang

gram negative dan kuman anaerob.

• Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang

diabetes dan sering mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan

rongga mulut dengan baik merupakan hal yang penting untuk mencegah

komplikasi rongga mulut.

Pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kalitidak terdeteksi sebagai penyebab infeksi.

G. Diabetes dengan Nefropati Diabetik 

Definisi

 Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang

merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.(5) Ada 5 fase

 Nefropati Diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR,

AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin

relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih terdapat

Untuk orang yang aku cintai SHT 53

Page 54: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 54/69

hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi

 Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j).

Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini

terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan

End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya

sudah turun sampai 15ml/mnt.(

Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat

dibedakan dalam 5 tahap:

1. Stadium I ( Hyperfiltration-Hypertropy Stage)

Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnyalaju filtrasi glomerules mencapai 20- 50% diatas niali normal menurut

usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.

Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang

dari 200 ug/min.

2. Stadium II (Silent Stage)

Ditandai dengan:

Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).

Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke

normal. Awal kerusakan struktur ginjal

3. Stadium III ( Incipient Nephropathy Stage)

Stadium ini ditandai dengan:

Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya

mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara

dengan eksresi protein 30-300mg/24j. Awal Hipertensi.

4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)

Stadium ini ditandai dengan:

Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi Penurunan laju filtrasi

glomerulus.

5. Stadium V ( End Stage Renal Failure)

Untuk orang yang aku cintai SHT 54

Page 55: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 55/69

Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan

dijumpai fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk 

sampai pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV.

Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati

Diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).

Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis

ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status

metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan

 prognosis yang buruk.

DiagnosisAtas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan

visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria

diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan

sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi

 persyaratan seperti di bawah ini:

1. DM

2. Retinopati Diabetika

3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa

 penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus

kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.

• Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetic

Kategori Urine 24 jam

(mg/24 jam)

Warin dalam waktu

Tertentu (µ/menit)

Urine sewaktu

(µg/mg kreatinin)

 Normal < 30 < 20 < 30Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Makroalbuminuria ≥ 300 ≥ 20 ≥ 300

• Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam

(albuminuria mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik 

Untuk orang yang aku cintai SHT 55

Page 56: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 56/69

• Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi

albuminuria makro ( > 300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut

menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.

Diagnosis

Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30

mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6

 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penapisan

•Pada DM tipe 2 pada saat awal diagnosis

• Jika mikroalbuminaria negatif, dilakukan evaluasi ulang setiap tahun

Metode Pemeriksaan

• Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu

• Kadar albumin dalam urin 24 jam

•  Micral test untuk mikroalbuminuria

• Dipstik/reagen tablet untuk makroalbuminuria

• Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam)

Penatalaksanaan

• Kendalikan glukosa darah

• Kendalikan tekanan darah

• Diet protein 0,8 gram/kg BB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi

ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 – 0,8 gram/kg BB

 per hari.

• Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat

ACE, atau kombinasi keduanya

Untuk orang yang aku cintai SHT 56

Page 57: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 57/69

• Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau reseptor 

angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.

• Apabila serum kreatinin ≥ 2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut

dilibatkan

• Idealnya bila klirens kreatinin < 15 mL/menit sudah merupakan

indikasi terapi pengganti (dialisis, transplantasi).

III. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu factor risiko paling

 penting dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke 20, para

klinisi telah mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB, meskipun

masih sulit untuk ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang

menimbulkan manifestasi klinis DM. Istilah DM menggambarkan suatu

kelainan metabolic dengan berbagai etiologi yang ditandai oleh hiperglikemia

kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak,

sebagai akibat defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

DM dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi.

Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yang

diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia,

termasuk berkurangnya vaskularisasi.

Dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi DM,

terutama DM tipe II. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup,

meningkatnya obesitas, dan berkurangnya aktivitas yang umumnya terjadi

 pada negaranegara yang mulai mengalami industrialisasi. Peningkatan

 prevalensi DM, sebagai faktor risiko TB juga disertai dengan peningkatan

 prevalensi TB. Para ahli mulai memberi perhatian pada epidemi DM dan TB,

Untuk orang yang aku cintai SHT 57

Page 58: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 58/69

terutama pada negara-negara berpenghasilan rendah-menengah, seperti Cina

dan India yang mengalami peningkatan prevalensi DM tercepat dan

memiliki beban TB tertinggi di dunia.

Peningkatan kasus TB pada pasien DM juga terjadi di Indonesia. Cukup

 banyak pasien DM yang mengalami TB dan hal tersebut meningkatkan

morbiditas maupun mortalitas TB maupun DM. Dengan demikian penting

untuk diketahui lebih lanjut epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis,

maupun pengobatan kasus TB yang terjadi pada pasien DM.

EpidemiologiPrevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.

Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi

 penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan

dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi terbaru di Taiwan

disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada pasien

TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al 8 di Indonesia pada

tahun 2001-2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru

dibandingkan dengan non TB.

Patogenesis Tuberkulosis

Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara

 batuk, bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat

 bertahan di udara dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat

kecil (<5-10 μm) menyebabkan droplet tersebut dapat mencapai jalan napas

terminal jika terhirup dan membentuk sarang pneumonia, yang dikenal

sebagai sarang primer atau afek primer.

Dari sarang primer dapat terjadi peradangan saluran getah bening

(limfangitis lokal) yang diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus

Untuk orang yang aku cintai SHT 58

Page 59: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 59/69

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis dan

limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Kompleks primer ini

dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan

fibrotik atau kalsifikasi, ataupun menyebar secara perkontinuitatum,

 bronkogen, limfogen, maupun hematogen. Kejadian tersebut merupakan

 perjalanan tuberculosis primer.

Tuberkulosis pasca primer terjadi bertahun-tahun setelah tuberkulosis

 primer. Bentuk tuberkulosis ini menjadi masalah kesehatan karena dapat

menjadi sumber penularan. Tuberkulosis pasca primer diawali dengan

 pembentukkan sarang dini (sarang pneumonia), umumnya di segmen apikal

lobus superior maupun inferior.Sarang pneumonia tersebut dapat diresorbsi dan sembuh tanpa cacat,

meluas dan menyembuh dengan fibrotik dan perkapuran, atau meluas dan

mengalami nekrosis kaseosa membentuk kavitas. Kavitas tersebut dapat

meluas dan membentuk sarang pneumonia baru, membentuk tuberkuloma,

atau menyembuh membentuk kavitas terbuka yang sembuh.

Baik imunitas alamiah maupun imunitas adaptif berperan dalam

mekanisme defensi terhadap M. tuberculosis. Imunitas alamiah yang diawali

oleh ikatan antara M. tuberculosis dengan reseptor fagosit dan masuknya M.

tuberculosis ke dalam makrofag alveolar, sel dendrit, maupun monosit,

merupakan kunci untuk terbentuknya imunitas adaptif terhadap M.

tuberculosis. Imunitas adaptif berupa imunitas yang diperantarai oleh sel,

akan menimbulkan resistensi terhadap M. tuberculosis dan menyebabkan

terbentuknya hipersensitivitas terhadap antigen TB. Imunitas alamiah dan

imunitas adaptif tersebut akan menentukan hasil akhir dari paparan terhadap

 M. Tuberculosis.

Terdapat tiga kemungkinan hasil akhir paparan M. tuberkulosis. Pada

 beberapa orang, kuman TB ini langsung segera dieliminasi oleh pejamu

setelah inhalasi. Frekuensi dan penyebab dari penyembuhan spontan tidak 

diketahui dengan pasti. Kemungkinan kedua dan kelompok terbesar  ialah

Untuk orang yang aku cintai SHT 59

Page 60: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 60/69

 bertahannya infeksi melalui keberhasilan pembentukan granuloma, sebuah

fungsi respon imun alamiah dan adaptif  yang kuat oleh pejamu dan

menghasilkan infeksi laten. Pada kelompok ini, reaktivasi dari infeksi laten

dapat terjadi akibat  beberapa faktor, seperti penuaan atau status

imunokompromais dari pejamu. Pada sejumlah kecil pejamu yang terinfeksi,

imunitas adaptif gagal dan terbentuklah infeksi  primer.

Rangkaian interaksi antara makrofag dengan kuman TB dan peran

makrofag sebagai respons pejamu diawali dengan ikatan M. tuberculosis pada

 permukaan makrofag, kemudian dilanjutkan dengan fusi fagosom-lisosom,

hambatan pertumbuhan kuman TB, perekrutan sel imun tambahan untuk 

respons inflamasi lokal, dan presentasi antigen kepada sel T untuk  perkembangan imunitas adaptif.

Fagositosis M. tuberculosis oleh makrofag alveolar yang belum

teraktivasi merupakan peristiwa pertama yang terjadi dalam hubungan pejamu

dengan patogen, yang akan menentukan hasil akhir terjadinya infeksi. M.

tuberculosis masuk ke dalam makrofag alveolar dengan cara endositosis.

Terjadinya endositosis tersebut diperantarai oleh sejumlah reseptor yang

terdapat di permukaan makrofag. Reseptor komplemen (CR1, CR2, CR3, dan

CR4), reseptor mannose (MR), dan molekul reseptor yang lain (CD14,

 scavenger receptor ) memainkan peranan penting dalam terjadinya ikatan

antara kuman dengan fagosit. Sejumlah sitokin mempengaruhi ekspresi dari

reseptor permukaan sel tersebut. Prostaglandin E2 (PGE2) dan interleukin

(IL)-4 meningkatkan ekspresi reseptor komplemen dan reseptor mannosa,

sedangkan interferon-g (IFN-g) menurunkan ekspresi reseptor dan

menyebabkan berkurangnya kemampuan mikobakteria untuk melekat pada

makrofag.

Stadium awal TB primer ditandai oleh proliferasi M. tuberculosis

di dalam makrofag alveolar. Proliferasi ini pada akhirnya dapat menyebabkan

lisis makrofag. Lisisnya makrofag melepaskan berbagai kemoatraktan, seperti

Untuk orang yang aku cintai SHT 60

Page 61: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 61/69

komplemen, molekul bakteri, dan sitokin yang merekrut dan mengaktivasi

lebih banyak makrofag imatur, termasuk sel dendrit. Makrofag-makrofag

tersebut kemudian bermigrasi ke dalam aliran limfatik dan mempresentasikan

antigen M. tuberculosis pada limfosit T, dengan perantara MHC kelas

II. Pada saat ini, pembentukan imunitas yang diperantarai sel dimulai.1,9-11

Reseptor menyerupai Toll (TLR) juga diperkirakan memiliki peranan dalam

 pembentukan imunitas adaptif terhadap M. tuberculosis. Akibat utama dari

interaksi antara TLR pada makrofag dan sel dendrit dengan M. tuberculosis

adalah terjadinya sekresi sitokin dan kemokin. Sitokin dan kemokin ini

selanjutnya bertanggung jawab dalam pembentukan respon imun adaptif 

terhadap M. tuberculosis.

Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkan peran paling penting dalam

respon imun adaptif terhadap M. tuberculosis. Apoptosis atau lisis sel-sel

yang terinfeksi oleh sel T CD4 juga dapat memainkan peranan dalam

mengontrol infeksi. Limfosit T CD4 ini akan berdiferensiasi menjadi sel

Th1 dan Th2, yang memproduksi sitokin. Pada saat ini, dikenal tiga jenis

sitokin yang menginduksi perubahan sel T menjadi Th1. Ketiga jenis sitokin

tersebut adalah IL-12, yang merupakan sitokin yang dominan dalam induksi

dan pemeliharaan Th1; IL-23, yang memiliki aktivitas pada sel T memori; dan

IL-27, yang terlibat dalam inisiasi Th1. 1,9-11 Th1 memproduksi IFN-g dan

IL-2, sedangkan Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-10, IL-13, dan berperan

 pada timbulnya imunitas humoral. Namun, hingga saat ini peran sel Th2 pada

TB masih kontroversial.

Limfosit T CD8 juga memiliki peranan dalam proteksi terhadap TB.

Sel CD8 juga memiliki kemampuan untuk mensekresi sitokin, seperti IFN-g

dan IL-4, dan berperan dalam meregulasi keseimbangan sel Th1 dan Th2 pada

 paru pasien dengan TB paru. 1,9-11 Sel Th1 matur, baik di paru maupun di

nodus limfatik, menghasilkan IFN-g. IFN-g merupakan molekul efektor 

Untuk orang yang aku cintai SHT 61

Page 62: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 62/69

 penting yang menyebabkan makrofag mampu menahan infeksi M.

tuberculosis. Sitokin ini dapat meningkatkan presentasi antigen, sehingga

merekrut lebih banyak limfosit T CD4 dan atau limfosit T sitotoksik yang

akan berpartisipasi pada pembunuhan M. tuberculosis. 1,9-11 IFN-g juga

menstimulasi pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan

memaparkan kuman pada suatu lingkungan yang sangat asam. Selain itu, IFN-

g menstimulasi ekspresi dari inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang

menghasikan nitric oxide (NO). NO menyebabkan timbulnya reactive

nitrogen intermediates dan radikal bebas lainnya yang mampu menyebabkan

destruksi oksidatif pada bagianbagian kuman, mulai dari dinding sel hingga

DNA.Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh M. tuberculosis,

respons Th juga merancang pembentukan granuloma dan nekrosis kaseosa.

Makrofag teraktivasi, yang distimulasi oleh IFN-g, memproduksi tumor 

necrosis factor  b (TNFa), yang merekrut monosit. Monosit-monosit ini

 berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid, yang merupakan gambaran respon

granulomatosa. Pada sebagian orang, respon ini tidak menimbulkan destruksi

 jaringan yang signifikan maupun penyakit. Akan tetapi pada sebagian

orang yang lain, infeksi bersifat progresif menyebabkan destruksi jaringan

melalui nekrosis kaseosa dan kavitasi. Progresivitas infeksi ini berkaitan

dengan umur dan imunosupresi. Di samping itu, TNFa juga berperanan dalam

menginduksi terbentuknya reactive nitrogen intermediates dan terjadinya

apoptosis makrofag yang terinfeksi, sehingga mengurangi jumlah kuman.1,9-

11 Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberculosis  paru pada

 pengidap diabetes dapat berupa defek   pada fungsi sel-sel imun dan

mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal

tersebut masih  belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat

sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang

 penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,

Untuk orang yang aku cintai SHT 62

Page 63: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 63/69

ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien

DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.2

Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek 

 pada makrofag alveolar atau limfositT. Wang et al .11 mengemukakan adanya

 peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag alveolar hipodens)

 pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan

 jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien

TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB

yang disertai DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap

 bertanggungjawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah

 bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM. Pada percobaan eksperimentalyang dilakukan Stalenhoef et al .11 pada plasma darah manusia didapatkan

 bahwa tidak ada perbedaan produksi sitokin antara pasien TB dengan atau

tanpa DM. Jika pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang

sehat, produksi IFN-g spesifik  M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN

g yang non-spesifik berkurang secara signifikan pada kelompok DM. Diduga

 bahwa berkurangnya IFN-g yang non-spesifik tersebut menunjukkan adanya

defek pada respon imun alamiah yang berperan pada meningkatnya risiko

 pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme

yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.

Manifestasi Klinis

Bacakoðlu et al .12 melakukan penelitian untuk melihat apakah diabetes

mellitus mempengaruhi manifestasi klinis dan radiologis tuberkulosis pada

 pejamu non-imunokompromais dan untuk melihat keterlibatan lapangan paru

 bawah. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa DM tidak memengaruhi

gejala, hasil bakteriologi, reaktivitas tuberkulin, dan lokalisasi infiltrat pada

gambaran radiografi. Pada pasien DM yang lebih tua dari 40 tahun dan

 berjenis kelamin wanita didapatkan adanya keterlibatan lapangan paru bawah

Untuk orang yang aku cintai SHT 63

Page 64: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 64/69

yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang

tidak DM.

Pada penelitian Wang et al.6didapatkan bahwa pasien DM dengan TB

 paru menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam, hemoptisis,

 pewarnaan sputum BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi, dan lapangan

 paru bawah, serta angka kematian yang lebih tinggi.6 Penelitian lain yang

dilakukan oleh Alisjahbana et al.13 menemukan adanya beberapa perbedaan

manifestasi klinik pada pasien TB yang juga menderita DM dan pasien TB

tanpa DM. Pada pasien TB yang juga DM ditemukan gejala klinis yang lebih

 banyak dan keadaan umum yang lebih buruk (menggunakan indek 

Karnofsky). Penjelasan detail mengenai penelitian ini dapat dibaca d referensino 13. Tetapi hasil penelitian tersebut juga tidak menunjukkan hasil yan

signifikan. Pada penelitian itu juga didapatkan pengaruh negatif dari DM

terhadap hasil akhir pengobatan antituberkulosis. DM secara signifikan

 berkaitan dengan kultur sputum yang masih positif setelah enam bulan

 pengobatan.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas tidak ditemukan adanya

 perbedaan yang signifikan manifestasi klinis antara pasien TB yang menderita

DM maupun pasien TB tanpa DM. Dengan demikian pada pasien TB yang

 juga menderita DM dapat ditemukan gejala, seperti batuk, batuk berdarah,

sesak nafas, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan, namun

gejala cenderung lebih banyak dan keadaan umum lebih buruk. Sedangkan

gambaran hasil pemeriksaan darah, radiologi, dan bakteriologi tidak 

menunjukkan perbedaan.

Tatalaksana

Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien

DM akan meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma

diabetes. Setelah diperkenalkan terapi insulin pada tahun 1922, TB masih

Untuk orang yang aku cintai SHT 64

Page 65: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 65/69

tetap menjadi ancaman yang serius dan mematikan pada pasien DM. Namun,

dengan pengobatan anti-TB yang efektif, prognosisnya akan jauh lebih baik.

Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa dengan yang

 bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. Prinsip

 pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,

yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan

fase lanjutan selama 4-6 bulan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam memberikan pengobatan TB paru pada pasien DM, salah satunya

adalah kontrol kadar gula darah dan efek samping OAT. Obat lini pertama

yang biasa digunakan adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambuto,dan

streptomicin.Dosis harian isoniazid ialah 4-6 mg/kg berat badan (BB)/ hari dengan

dosis maksimal 300 mg. Efek samping ringan dapat berupa gejala-gejala pada

saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Keadaan ini terkait

dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi

dengan pemberian piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B

kompleks. Kelainan akibat defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom

 pellagra. Efek samping berat yang dapat terjadi berupa hepatitis imbas obat

yang t timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat

atau ikterik, OAT yang bersifat hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan

 pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB dilanjutkan sesuai pedoman

 pengobatan TB pada keadaan khusus.

Obat lini pertama selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis

hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis maksimal 600 mg. Efek samping

ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam, menggigil, nyeri

tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),

dan sindrom kulit (gatal-gatal). Efek samping berat rifampisin dapat berupa

hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan bila terjadi salah satu gejala sepeti

 purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka pengobatan dengan

rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun gejala

Untuk orang yang aku cintai SHT 65

Page 66: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 66/69

telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin,

keringat, air mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini

tidak berbahaya.

Keadaan yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada

 pasien DM yang menggunakan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea

karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan

metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian sulfonilurea

harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3,13 Saat ini penulis belum dapat

menemukan literatur yang menjelaskan cara meningkatkan dosis sulfonilurea

 pada kasus ini. Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat

diberikan dengan dosis harian: 20-30 mg/kg BB/hari.Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat

 pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang oleh penimbunan asam

urat. Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat

terlalu tinggi mungkin obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg

BB/hari. Antituberkulosis ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan

 berupa berkurangnya ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. Gangguan

 penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek 

sampingnya terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi

 penyakit berupa kelainan pada mata.

Streptomisin sebagai antituberkulosis diberikan pada dosis harian 15-

18 mg/kg BB/hari dan dengan dosis maksimal: 1000 mg. Efek samping utama

adalah kerusakan nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan

 pendengaran. Gejalanya adalah telinga mendenging, vertigo, dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau

dosisnya dikurangi 25 mg dari dosis total yang diberikan. Jika pengobatan

Untuk orang yang aku cintai SHT 66

Page 67: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 67/69

streptomisin diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan

akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Efek samping

ringan lainnya yang dapat terjadi demam, sakit kepala, muntah, eritema pada

kulit, dan kesemutan sekitar mulut. Streptomisin dapat menembus sawar 

 plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat

merusak saraf pendengaran janin.

Obat-obat ini dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam

 bentuk kombinasi dosis tetap ( Fixed Dose Combination/ FDC), kecuali

streptomisin. Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari

kasus TB paru yang diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori

 pengobatan TB.Berbagai bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa efikasi

rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan konsentrasi maksimum

obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin pada

 pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM.

Begitu pula pasien TB dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin

di atas target (8 mg/L) hanya ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada

yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien. Hal ini mungkin dapa

menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB denga DM.

 Namun, studi tambahan lain yang menjelaskan respon pengetahun lebi rendah

 pada TB dengan DM ini tetap diperlukan. Untuk mengontrol kadar gula darah

dilakukan pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan

terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu. Bila kada

glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologi

dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan insulin. Namun dalam

 pemberian obat oral anti diabetes pada kasus ini harus diperhatikan adanya

interaksi dengan obat anti tuberkulosis.

Untuk orang yang aku cintai SHT 67

Page 68: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 68/69

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru, WS, dkk. 2009.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Jakarta:

Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

2. Cahyadi, venti. 2011. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus. 

Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Atma Jaya/ Rumah Sakit Atma Jaya,IDI.

3. DEPKES. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 6 th Ed .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakart

Untuk orang yang aku cintai SHT 68

Page 69: cr paru pal.doc

7/16/2019 cr paru pal.doc

http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 69/69

4. Depkes RI. 2007.  Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta,; 3-4

5. Depkes RI, 2012. Pengendalian TB di Indonesia mendekati MDG. 

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-pengendalian-

tb-di-indonesia-mendekati-target-mdg.html . Diakses 24 juni 2012

6. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

 Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

7. PDPI, 2011. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

 Indonesia. Jakarta.

8. PDPI. 2006. Tuberkulosis, Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta.9. Price, SA., Wilson. LM., 2006.  Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

 Penyakit  Volume 1 Edisi 6 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

10.WHO.March2012.Tuberculosis.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/. Diakses 24 Juni 2012