cr paru pal.doc
DESCRIPTION
case reportTRANSCRIPT
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 1/69
STATUS PENDERITA
Masuk RSAY : 16 Juli 2012
Pukul : 18.30 WIB
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama penderita : Tn. S
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 45 Tahun
- Pekerjaan : Petani
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Status : Menikah
- Alamat : Rumbiah, Lampung tengah
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : sesak dan Nyeri dada
Keluhan tambahan : mual, muntah,
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD A. Yani pada tanggal 16 Juli 2012 dengan keluhan
sesak napas sejak ± 1 minggu SMRS sesak dirasakan terus menerus tanpa
dipengaruhi aktivitas, waktu,emosi, dan cuaca dingin. Sesaknya semakin berat 2
hari SMRS. Selain sesak pasien juga mengeluh Nyeri dada sejak 3 hari SMRS,
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 2/69
nyeri dadanya semakin berat 1 hari SMRS, nyeri dirasakan di dada sebelah kanan
yg tidak menjalar dan nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam . Nyeri
diperberat ketika pasien banyak bergerak dan batuk. Keluhan ini disertai mual dan
muntah . Muntahan berupa cairan berwarna kuning, muntah sudah 10 kali selama
3 hari ini pasien menyangkal adanya nyeri ulu hati. Pasien mengeluh Batuk
kering hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh lemas,
sering mersakan keringat malam dan gak nafsu makan. BAB tidak mencret dan
BAK lancar berwarna jernih.
Pasien mempunyai riwayat penyakit gula sejak ± 7 tahun yang lalu, sejak pasien
mengetahui penyakit ini pasien lebih memperhatikan makananya, minum obatkencing manis, dan cek gula darah di Bidan dekat rumahnya. Namun 3 bulan
SMRS os tidak teratur minum obat kencing manis dan jarang cek gula darah.
pasien juga punya riwayat hipertensi. Riwayat sakit ginjal dan jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Sakit Serupa : disangkal
Riwayat DM tipe 2 : (+)
Riwayat Hipertensi : (+)
Riwayat Sakit Jantung : disangkal
Riwayat Pengobatan rutin OAT : disangkal
RiwayatAsma : (-)
Riwayat Merokok : (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak mengalami riwayat penyakit serupa.
Untuk orang yang aku cintai SHT 2
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 3/69
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
- HR : 88 x/menit
- Respirasi : 28 x/menit
- Suhu : 36,8 ºC
- Tekanan Darah : 180/100
- Status gizi : Cukup
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem umum : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran KGB generalisata : (-)
KEPALA : Normocephalik
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Untuk orang yang aku cintai SHT 3
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 4/69
- Mata : Tak cekung,edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2
mm, refleks cahaya +/+.
- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-),NCH (-)
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-)
- Telinga : Simetris, liang lapang, serumen (-)
- Tenggorokan : Uvula ditengah, hiperemis (-)
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar
- JVP : Tidak meningkat
Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : normal
Buah dada : normal
PARU-PARU
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakkan nafas hemitoraks
kanan = kiri, tidak ada retraksi
sela iga
Pergerakkan nafas hemitoraks
kanan = kiri
Palpasi Vokal fremitus taktil
hemitoraks kanan = kiri
Vokal fremitus taktil
hemitoraks kanan = kiri
Perkusi Redup Sonor Sonor RedupAuskultasi Wheezing Wheezing
Untuk orang yang aku cintai SHT 4
- -
- -
- -
- -
- -
- -
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 5/69
Ronki Ronki
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak tegang
- Palpasi : NT (-) epigastrium, nyeri tekan titik Mac Burney (-),
nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen. Chessboard phenomena (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
GENITALIA
- Tidak dilakukan pemeriksaan
SISTEM UROGENITAL
- Tidak dilakukan pemeriksaan
Untuk orang yang aku cintai SHT 5
- -
+ -
+ +
- -
- +
+ +
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 6/69
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-)
- Inferior : Oedem (+), sianosis (-), pucat (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (16 Juli 2012)
1. Hematologi
WBC : 9600 (5.000-10.000/ uL)
HGB : 8,3 (14,8-18 g/dL)
HCT : 24 (41-54 %)
MCV : 88 (80-92 Fl)
MCH : 28 (27-31 pg)
MCHC : 34,3 (32-36 g/dL)
PLT : 345000 (150-450 rb/uL)
GDS : 385 (<200)
2. Rontgen Thoraks ( 10-7-2012)
Untuk orang yang aku cintai SHT 6
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 7/69
Tgl 16-7-2012
Untuk orang yang aku cintai SHT 7
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 8/69
Patologi Anotomi ( 13 juli 2012)
Kesimpulan : negative, tidak ditemukan sel malignancy, peradangan
kronis, adanya tuberculosis dapat dipertimbangkan.
V. RESUME
Pasien laki-laki 45 tahun datang ke UGD RSUD A. Yani dengan sesak nafas
sejak 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan terus menerus tanpa dipengaruhi
aktivitas, waktu,emosi, dan cuaca dingin.. Selain sesak pasien juga mengeluh
Nyeri dada sejak 3 hari SMRS, nyeri dadanya semakin berat 1 hari SMRS, nyeri
dirasakan di dada sebelah kanan yg tidak menjalar dan nyeri dirasakan seperti
ditusuk benda tajam . Keluhan ini disertai mual dan muntah . Muntahan berupa
Untuk orang yang aku cintai SHT 8
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 9/69
cairan berwarna kuning, muntah sudah 10 kali selama 3 hari ini. Pasien
mengeluh Batuk kering hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, pasien juga
mengeluh lemas, sering mersakan keringat dingin dan gak nafsu makan.
Status Present
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Tekanan Darah : 180/100 mmHg
• Nadi : 88 x/mnt
• RR : 28 x/mnt
• Suhu : 36,8 o C
Pemeriksaan FISIK
Status Lokalis :
1. Paru
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakkan nafas hemitoraks
kanan = kiri
Pergerakkan nafas hemitoraks
kanan = kiri
Untuk orang yang aku cintai SHT 9
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 10/69
Palpasi Vokal fremitus taktil
hemitoraks kanan = kiri
Vokal fremitus taktil
hemitoraks kanan = kiri
Perkusi Redup Sonor Sonor RedupAuskultasi Wheezing
Ronki
Wheezing
Ronki
Extremitas
Edema extrmitas inferior +/+
Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
WBC : 9600 (5.000-10.000/ uL)
Untuk orang yang aku cintai SHT 10
- -
- -
- -
- -- +
+ +
- -
- -
- -
- -- +
- +
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 11/69
HGB : 8,3 (14,8-18 g/dL)
HCT : 24 (41-54 %)
MCV : 88 (80-92 Fl)
MCH : 28 (27-31 pg)
MCHC : 34,3 (32-36 g/dL)
PLT : 345000 (150-450 rb/uL)
GDS : 385 (<200)
2. Rontgen Thoraks
1. Bercak infiltrat di apeks superior paru dextra dengan efusi pleura
bilateral sugestif ec. Proses spesifik, DD : non spesifik 2. Besar Cor sulit dinilai karena batas kanan jantung tertutup
perselubungan.
3. PA ( Cairan Pleura)
Kesimpulan : Negative, tidak ditemukan sel malignancy, peradangan kronis.
Adanya tuberkulosis dapat dipertimbangkan.
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Efusi pleura ec. TB
2. DM tipe II ,
3. HT stage II
VII. DIAGNOSIS BANDING
Nefropati Diabetik
Untuk orang yang aku cintai SHT 11
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 12/69
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
• Sputum BTA SPS
• GDS perhari
• Albumin,SGOT,SGPT
• Ureum dan kreatinin
• EKG
IX. PENGOBATAN
Non medikamentosa :
• Rawat inap
• Diet normal
• IVFD RL gtt xx/menit
• Medikamentosa : (Terapi Ruangan)
- O2 2-4 L/ Menit
- RL gtt XX/Menit
- Metoklopramide 2 x 1 amp iv
- Ranintidin 2 x 1 amp iv
- Rimstar 4 FDC 1 x 4 tablet ( ½ jam sebelum sarapan )
- Ceftriaxon 2 x 1 gr iv
- Mucogard syr 3 x CI
X. PROGNOSIS
Untuk orang yang aku cintai SHT 12
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 13/69
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
17 Juli 2012 18 Juli 2012 19Juli 2012
S (subjektif) - sesak (+) sulit tidur
- nyeri dada (+)
- mual(+) muntah(+) 10
x
- batuk (-)
- OAT hari ke - 4
- sesak (+)
- nyeri dada (+)
- mual(+) muntah(+)
sedikit
- batuk (-)
- sesak (+)
- nyeri dada (+)
- mual(+) muntah(+)
sedikit
- batuk (-)
O (objektif) - TTV : TD 160/100
mmHg, RR
20x/menit, N
82x/menitT 36,8 ºC
- Kepala : CA (-/-),
- Thorax paru :
Perkusi redup paru
kana
Ronki -/-, wheezing
-/-
- Jantung : Murmur -,
gallop –
- Abdomen : BU +
normal, NT (-)
- TTV : TD 170/100
mmHg,RR20x/meni
t, N 84x/menit
T 36,2 ºC- Kepala : CA (-/-)
- Thorax paru :
Ronki -/-, wheezing
-/-
- Jantung : Murmur
-, gallop –
- Abdomen : BU +
normal
- Ekstremitas :
tungkai edem +/+,
sianosis -/-
- TTV : TD 160/90
mmHg, RR
20x/menit, N
86x/menit, T 37,9ºC
- Kepala : CA (+/+)
- Thorax paru :
Ronki +/+,
wheezing -/-
- Jantung : Murmur
-, gallop –
- Abdomen : BU +
normal
- Ekstremitas :
edem -/-, sianosis
Untuk orang yang aku cintai SHT 13
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 14/69
- Ekstremitas :
Tungkai edem +/+,
sianosis -/-
-/-
T (Terapi)
Dan
diagnosis
- NaCl 0,9 % gtt
XX/menit
- Ceftriaxon 2x1 gr
IV
- Gentamisin 1 x 160
- Ranintidine 2x1
amp IV
- Cedantron 2 x 1
amp iv
- Mucogard syr 3xCI
- panso 1 x 1
- Rimstar 4FDC 2X 2
- Diet Nasi Tim
TKTP
- NaCl 0,9 % gtt
XX/menit
- Ceftriaxon 2x1 gr
IV
- Gentamisin 1 x
160
- Ranintidine 2x1
amp IV
- Cedantron 2 x 1
amp iv
- Mucogard syr
3xCI
- panso 1 x 1
- Rimstar 4FDC
stop
R (450) + H (300)
[E(250)3 + Z
( 1500)3 ]
Sel,rb,kms
- Diet Nasi Tim
TKTP
- DM dgn nefropati
TIPE 4
- NaCl 0,9 % gtt
XX/menit
- Ceftriaxon 2x1 gr
IV
- Gentamisin 1 x
160
- Ranintidine 2x1
amp IV
- Cedantron 2 x 1
amp iv
- Mucogard syr
3xCI
- panso 1 x 1
- Rimstar 4FDC
stop
R (450) + H (300)
[E(250)3 + Z
( 1500)3 ]
Sel,rb,kms
- Diet Nasi Tim
TKTP
Untuk orang yang aku cintai SHT 14
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 15/69
Pemeriksaan penunjang tgl 18 juli 2012
Urinalisis
Glukosa : ++
Protein/albumin : ++ (100 mg/dl)
Leukosit : 1-2
Epitel : +
Eritrosit : 0 -1
SGOT : 11
SGPT : 8,8
Creatinin : 14,7
Ureum : 251,8
Sputum sps : -/-/-
TINJAUN PUSTAKA
Untuk orang yang aku cintai SHT 15
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 16/69
I. TUBERKULOSIS
A. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan
asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun sprofit. Ada
beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia
yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2
sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah(7).
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala
umum TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang
disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis)
dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan berat badan,
keringat malam dan mudah lelah)(6).
Kasus TB adalah pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur (6)
.
Untuk orang yang aku cintai SHT 16
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 17/69
B. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
B.1. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
-Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M. tuberculosis positif
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan.
Untuk orang yang aku cintai SHT 17
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 18/69
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal
ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudiandievaluasi.
- Infeksi jamur
- TB paru kambuh Bila meragukan harap konsul ke
ahlinya.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobatan)
- Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-
2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
Untuk orang yang aku cintai SHT 18
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 19/69
B.2. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening,
selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan
atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak
dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis
yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
Untuk orang yang aku cintai SHT 19
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 20/69
Gambar… Skema klasifikasi tuberkulosis
B. PATOGENESIS
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan
basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau
di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Kemudian timbul pneumonia akut yang dapat sembuh
atau berkembang terus. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Lesi primer paru
disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
disebut kompleks ghon(7).
Untuk orang yang aku cintai SHT 20
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 21/69
Gambar 11. Patogenesis Tuberkulosis15
C. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Menurut WHO(10):
• Tuberkulosis (TB) adalah yang kedua setelah HIV / AIDS sebagai
pembunuh terbesar di seluruh dunia disebabkan oleh agen infeksi
tunggal.
• Pada tahun 2010, 8,8 juta orang jatuh sakit dengan TB dan 1,4 juta
meninggal karena TB.
• Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah, dan itu adalah antara tiga penyebab utama
kematian pada wanita usia 15 sampai 44.
• Pada tahun 2009, ada sekitar 10 juta anak-anak yatim sebagai akibat
dari kematian TB pada orang tua.
Untuk orang yang aku cintai SHT 21
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 22/69
• TB merupakan pembunuh utama Odha menyebabkan seperempat dari
seluruh kematian.
• Multi-obat TB resisten (MDR-TB) hadir di hampir semua negara yang
disurvei.
• Perkiraan jumlah morbiditas pada TB setiap tahun menurun, meski
sangat lambat, yang berarti bahwa masih menjadi tujuan pencapaian
Pembangunan Milenium pada tahun 2015.
• Tingkat kematian TB turun 40% antara 1990 dan 2010.
Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah penderita TB
terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB diIndonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di
Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB
terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Oleh karena itu kerugian
ekonomi akibat TB juga cukup besar (2).
Gambar 12. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian,
Indonesia, 1990 dan 2009.
Untuk orang yang aku cintai SHT 22
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 23/69
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain
adalah(12):
o Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada
negara negara yang sedang berkembang.
o Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang
terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis
yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan
yang standar, dan sebagainya).
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan
paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan
kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara
yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan
masyarakat.
o Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia
dan perubahan struktur umur kependudukan.
o Dampak pandemi HIV.
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan
masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal
tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).
Untuk orang yang aku cintai SHT 23
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 24/69
D. PENEGAKAN DIAGNOSA
Gejala Klinis
Menurut PDPI pada tahun 2011, diagnosa TB dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi,
radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori:
Batuk ≥2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus
belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik:
Demam
Untuk orang yang aku cintai SHT 24
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 25/69
Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun.
3. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau suli sekali) menemukan kelainan.
Kelaianan paru pada umumnya terletak didaerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus
inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum(6).
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
Untuk orang yang aku cintai SHT 25
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 26/69
abscess
Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah:
1. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan dapat berasal dari dahak, cairan pleura ,
liquor cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/ BAL), urin, feses dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jaringan halus/BJH).
Untuk orang yang aku cintai SHT 26
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 27/69
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:
Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular.
Bayangan bercak ,ilier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). PDPI
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura(6)
3. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
TB adalah uji Rivaltasa positif dan kesan cairan eksudta, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah(6).
4. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu:
Biposi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah
bening
Untuk orang yang aku cintai SHT 27
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 28/69
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,
Cope dan Veen silverman)
Biopsi jaringan paru (Trans bronchial lung biopsy/TBLB)
dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration (TTNA),
biopsi paru terbuka.biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar
paru yang dicurigai TB
Otopsi
5. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang
spesifik.
Untuk orang yang aku cintai SHT 28
Gejala Klinis-PF
DahakBTA
Foto Toraks
TB paru BTA(+)
TB paru BTA(-)
Penyakit parulain
Meragukan
Lakukan pemeriksaan penunjang
lainnya sesuai kebutuhan danfasilitas (induksi dahak,bronkoskopi biopsi dll) atau terapieksjuvantibus untuk TBFoto lama tidak
adaFoto Lamaada
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 29/69
Gambar 13 . Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa (6).
E. Pengobatan TB
Obat yang dipakai:
Jenis obat lini pertama adalah
Obat Dosis
(mg/k
gBB/h
r)
Dosis yang
dianjurkan
Dosis
maks/
hr
(mg)
Dosis (mg)/berat
badan (kg)/hr
Untuk orang yang aku cintai SHT 29
TB Paru
Evaluasi fototoraks 1-2 bulan
Bekas TB
Bukan TB
TB Paru (bilapenyakit parulain telahtersingkirkan )
Perburukan
Perburukan
perbaikanMenetap
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 30/69
Harian
(mg/k
gBB/h
r)
Intermitte
n
(mg/kgBB
/kali)
<40 40-
60
>60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesu
ai
BB
750 1000
Keterangan:
R: Rifampisin
H: INH
P: Pirazinamid
E: Etambutol
S: Streptomisin
Jenis obat lini kedua adalah:
• Kanamisin
• Kapreomisin
• Amikasin
Untuk orang yang aku cintai SHT 30
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 31/69
• Kuinolon
• Sikloserin
• Etionamid/Protionamid
• Para-Amino Salisilat (PAS).PDPI
• Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid,
amoksisilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin).
F. Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi
dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek samping
ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian
OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari
atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra) Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas
obat yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai
dengan pedoman TB pada keadaan khusus
Untuk orang yang aku cintai SHT 31
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 32/69
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut
OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena prosesmetabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada pasien agar dimengerti
dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat
terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan
arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Untuk orang yang aku cintai SHT 32
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 33/69
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali
normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya
etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler
sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek
samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat
pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr . Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti
kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga
yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat
menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita
hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Untuk orang yang aku cintai SHT 33
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 34/69
G. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi
luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH
Atau 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE/ 6HEPaduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila
dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan
lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke
ahli paru) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi
2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi
minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau
: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
3. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada
fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase
lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan :
2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat
Untuk orang yang aku cintai SHT 34
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 35/69
diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila
tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
4. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan
menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang
masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama
pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil
uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi
5. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadual
- Pasien menghentikan pengobatannya ³ 2 bulan:
1) Berobat ³ 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik
tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran
radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB
Ringkasan Paduan Obat
Kategori Kasus Paduan obat yang dianjurkan keterangan1 - TB paru BTA +,
BTA - , lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE atau
2RHZE / 4R3H3
2 - Kambuh -2 RHZES/1RHZE / 5 RHE Bila
Untuk orang yang aku cintai SHT 35
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 36/69
- Gagal pengobatan -2 RHZES lalu sesuai hasil uji
resistensi atau
-2RHZES/1RHZE / 5R3H3E3
streptomisin
alergi,
dapat
diganti
kanamisin
3 -TB paru lalai berobat 2 RHZ / 4 RH atau
6 RHE atau
2RHZ /4 R3H3
3 TB paru BTA neg. lesi
minimal
2 RHZ / 4 RH atau
6 RHE atau
2RHZ /4 R3H3
4 - Kronik
- MDR TB
Sesuai uji resistensi (minimal 3obat sensitive dengan H tetap
diberikan) atau H seumur
hidup
Sesuai uji resistensi + kuinolon
atau H seumur hidup
H. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A. TB MILIER
- Rawat inap
- Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Untuk orang yang aku cintai SHT 36
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 37/69
- Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik,
radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan
dapat diperpanjang
- Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada
keadaan :
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
- Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10
mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 – 6 minggu.
B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
Paduan obat: 2RHZE/4RH.
- Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan
pasien dan berikan kortikosteroid
- Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu
- Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan
DM.
- Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
C. TB EKSTRA PARU (selain TB milier dan pleuritis TB)
Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.
Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya
pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar.
Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan
bedah dilakukan untuk :
- Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)
- Pengobatan : -perikarditis konstriktiva
Untuk orang yang aku cintai SHT 37
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 38/69
-kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's
- Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah
konstriksi jantung, dan pada meningitis TB untuk
- menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis yang dianjurkan ialah
0,5 mg/kg /hari selama 3-6 minggu
D. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan gula
darah terkontrol
Bila gula darah tidak terkontrol, atau pada
evaluasi akhir pengobatan dianggap belum cukup, maka
pengobatan dapat dilanjutkan (bila perlu konsult ke ahli paru)
Gula darah harus dikontrol
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena
efek samping etambutol pada mata; sedangkan pasien DM
sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.
Perlu diperhatikan penggunaan rifampisi karena
akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonilurea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan
selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi
kekambuhan
E. TB PARU DENGAN HIV / AIDS
Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi
HIV atau menderita AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV
dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Pemeriksaan tes HIV
disertai dengan konseling sebelum dan sesudah tes (Voluntary
Counseling and Testing/VCT)
Untuk orang yang aku cintai SHT 38
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 39/69
Indikasi tes darah HIV
Kombinasi dari A dan B ( 1 kelompok A dan 1 dari B)
A. Berat badan turun drastisTB paru
Sariawan / stomatitis berulang
Sarkoma Kaposi
B. Riwayat perilaku risiko tinggi
Pengguna NAZA suntikan
Homoseksual
Waria
Pekerja seks
Pramuria panti pijat
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat
dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan
menyebabkan efek toksik berat pada kulit
Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali
pakai yang steril.
Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus
dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/ AIDS terdapat
korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan,
karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi
obat rendah dalam serum
Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2
RHZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
Untuk orang yang aku cintai SHT 39
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 40/69
INH diberikan terus menerus seumur hidup.
Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi / sesuai pedoman
pengobatan MDR-TB Waktu Memulai Terapi
Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah
limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada
Kondisi Rekomendasi
TB paru, CD4 < 50 sel/mm3, atau TB
ekstrapulmonal
Mulai terapi OAT, segera mulai terapi
ARV jika
toleransi terhadap AOT telah tercapai
TB paru, CD4 50-200 sel/mm3 atau hitung
limfosit total < 1200 sel/mm3
Mulai terapi OAT. Terapi ARV dimulai
setelah 2 bulan
TB paru, CD4 > 200 sel/mm3 atau hitung
limfosit total > 1200/mm3
Mulai terapi TB. Jika memungkinkan
monitor hitung CD4. Mulai ARV
sesuai indikasi* setelah terapi TB
selesai
*simptomatik, AIDS (+Kaposi/ Ca cervix / limfoma / wasting syndrome / pneumonia
P. Carinii/ toksoplasmosis otak / retinitis virus sitomegalo / kandidiasis esofagus,
trakea, bronkus, sel/mm3), asimptomatik + viral load > 55.000 kopi/ml) Interaksi
obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya efek toksik OAT
Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,
kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT
karena bersifat sebagai buffer antasida
Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV golongan non-nukleotida
dan inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir
karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin
Untuk orang yang aku cintai SHT 40
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 41/69
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum
ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan
F. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
Obat antituberkulosis tetap dapat diberikan kecuali streptomisin, karena efek
samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin
Pada pasien TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi
konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga
mendapat pengobatan OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi
tidak mendapat dosis berlebihan
Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat
terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal
berkurang.
G. TB Paru dan Gagal Ginjal
INH dan Rifampisin mengalami eksresi di bilier sehingga tidak
perlu penyesuaian dosis.
Etambutol mengalami eksresi di ginjal begitu pula dengan
metabolit pirazinamid sehingga keduannya penyesuaiaan dosis.
Pemberian OAT 3 kali seminggu dengan dosis yang
disesuaikan.
Dosis pirazinamid : 25 mg/kg
Dosis etambutol : 15 mg/kg
Karena dapat meningkatkan resiko nefrotoksik dan
ototoksik maka aminoglikosid sebaiknya dihindarkan pada
Untuk orang yang aku cintai SHT 41
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 42/69
pasien gagal ginjal, apabila streptomisin harus digunakan maka
dosis yang dipakai adalah 15 mg/kg BB, 2-3 kali seminggu
dengan dosis maksimal 1 gram. Sebaiknya kadar obat dalam
darah juga dimonitor
Rujuk kspesialis paru
H. TB Paru dengan Kelainan Hati
Pasien dengan kondisi dibawah ini dapat diberikan pengobatan
TB dan dipastikan tidak ada bukti penyakit hati kronik
1. hepatitis virus carriage2. riwayat hepatitis akut
3. konsumsi alcohol yang berlebihan
meskipun demikian pada keadaan diatas reaksi hepatotoksik
sering terjadi dan sebaiknya diantisipasi.
Apabila terdapat hepatitis akut (akibat virus) yang tidak
berkaitan dengan penyakit TB sebaiknya pengobatan ditunda
sampai keadaan akut tersebut menyembuh.
Pasien dengan gangguan hati berat dan sebelum stabil, uji
fungsi hepar sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya
OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat
diperlukan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan R H .
Sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis paru.
Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis)
Untuk orang yang aku cintai SHT 42
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 43/69
Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik
(drug induce hepatitis)
Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada :
Fase pengobatan TB (tahap awal atau lanjutan)
Beatnya gangguan pada hepar
beratnya penyakit TB
kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam
tatalaksana efek samping akibat OAT
penatalaksanaan :
1. Bila klinis (+) : {ikterik,mual,muntah} OAT stop
2. bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3 kali : OAT stop
3. bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan:
bilirubin >2 OAT stop
SGOT,SGPT ≥ 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 3 kali teruskan pengobatan, dengan
pengawasan.
Pengobatan TB dihentikan menunggu sampai fungsi hepar kembali
normal dan gejala klinik ( mual atau nyeri perut ) menghilang maka
OAT dapat diberikan kembali. Apabila tidak memungkinkan tidak
melakukan test fungsi hepar maka sebaiknya menunggu 2 minggu lagi
setelah kuning atau jaundice dan nyeri/tegang perut menghilang
sebelum diberikan OAT kembali.
Apabila hepatitis imbas obat telah teratasi maka OAT dapat dicoba
satu. Pemberian obat sebaiknya dimulai dengan rifampisin yang jarang
menyebabkan hepatotoksik dibandingkan isoniazid atau pirazinamid.
Setelah 3-7 hari baru isoniazid diberikan. Pasien dengan riwayat
Untuk orang yang aku cintai SHT 43
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 44/69
jaundice tetapi dapat menerima rifamfisin dan isoniazid, sebaiknya
tidak mendapatkan pirazinamid.
Jika terjadi hepatitis pada fase lanjutan dan hepatitis sudah teratasi
maka OAT dapat diberikan kembali ( isoniazid dan rifampisin) untuk
menyelesaikan fase lanjutan selama 4 bulan.
II DIABETES MELITUS
A. DenisiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes
melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA 1997)
1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut) :
Autoimun
Idiopatik
Untuk orang yang aku cintai SHT 44
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 45/69
2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin).
3. Diabetes tipe Lain
a). Defek genetik fungsi sel beta :
b). Defek genetik kerja insulin
c). Penyakit eksokrin pankreas
d). Endokrinopati
e) . Karena obat/zat kimia
f). Infeksi
g). Sebab imunologi yang jarangh) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
B. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood ), vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler.
Untuk orang yang aku cintai SHT 45
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 46/69
Menurut Suyono (2002), diagnosis diabetes dipastikan bila :
1). Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah gejala khas
diabetes.
2) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali pemeriksaan
pada saat berbeda.
Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau
yang populer disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test) dengan
mengukur kadar glukosa puasa dan 2 jam setelah minum 75 g glukosa
(Suyono, 2002).
Cara test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO)• Puasa semalam selama 10-12 jam
• GD puasa diperiksa
• Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
dalam waktu 5 menit
• Periksa GD setelah 2 jam
Selama pemeriksaan pasien tetap istirahat dan tidak merokok.
C. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Untuk orang yang aku cintai SHT 46
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 47/69
a. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan
pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala.
Untuk orang yang aku cintai SHT 47
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 48/69
c. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandangdiabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
• OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
hampir maksimal
• Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
• Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
• Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
• Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
• Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan
pertama
• Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
Untuk orang yang aku cintai SHT 48
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 49/69
D. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat
jenis, yakni:
• insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• insulin kerja pendek ( short acting insulin)
• insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• insulin kerja panjang (long acting insulin)
E. Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Untuk orang yang aku cintai SHT 49
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 50/69
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Dalam buku konsensus ini hanya dibahas mengenai hipoglikemia,
sedangkan mengenai ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik
dapat dilihat pada buku Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 (PERKENI 2002).
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60
mg/dL• Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus
selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga
harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat
telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan
gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu
hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau
terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan
kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan
pengawasan yang lebih lama.
• Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
• Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman
yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra
vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit
Untuk orang yang aku cintai SHT 50
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 51/69
setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan
hipoglikemia berat
• Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat
diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan
darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
• Pembuluh darah jantung
• Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,
meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
• Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
• Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya
retinopati
• Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati Pembatasan asupan protein dalam diet
(0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati• Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
dan amputasi.
Untuk orang yang aku cintai SHT 51
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 52/69
• Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri,
dan lebih terasa sakit di malam hari.
• Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram.
Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
• Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.
F. Diabetes dengan Infeksi
• Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian
glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan
kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau
memperburuk infeksi.
• Infeksi yang banyak terjadi antara lain:
1. infeksi saluran kemih (ISK)
2. infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru3. infeksi kulit: furunkel, abses
4. infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi
5. infeksi telinga: otitis eksterna maligna
• ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit
dikendalikan. Dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan
septikemia. Kuman penyebab yang sering menimbulkan infeksi adalah:
Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies candida dapat
menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi
yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.
Untuk orang yang aku cintai SHT 52
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 53/69
• Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh:
streptokokus, stafilokokus, dan bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur
pada pernapasan oleh aspergillosis, dan mucormycosis juga sering terjadi.
• Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru.
Pemeriksaan rontgen dada, memperlihatkan pada 70% penyandang
diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan kavitasi. Pada penyandang
diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-obat
Tuberkulosis.
• Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang
sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman
penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro
organisme, yangsering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang
gram negative dan kuman anaerob.
• Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang
diabetes dan sering mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan
rongga mulut dengan baik merupakan hal yang penting untuk mencegah
komplikasi rongga mulut.
•
Pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kalitidak terdeteksi sebagai penyebab infeksi.
G. Diabetes dengan Nefropati Diabetik
Definisi
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang
merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.(5) Ada 5 fase
Nefropati Diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR,
AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin
relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih terdapat
Untuk orang yang aku cintai SHT 53
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 54/69
hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi
Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j).
Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini
terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan
End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya
sudah turun sampai 15ml/mnt.(
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat
dibedakan dalam 5 tahap:
1. Stadium I ( Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnyalaju filtrasi glomerules mencapai 20- 50% diatas niali normal menurut
usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang
dari 200 ug/min.
2. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan:
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normal. Awal kerusakan struktur ginjal
3. Stadium III ( Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya
mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara
dengan eksresi protein 30-300mg/24j. Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi Penurunan laju filtrasi
glomerulus.
5. Stadium V ( End Stage Renal Failure)
Untuk orang yang aku cintai SHT 54
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 55/69
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan
dijumpai fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk
sampai pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati
Diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).
Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan
prognosis yang buruk.
DiagnosisAtas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan
visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria
diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan
sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi
persyaratan seperti di bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus
kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.
• Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetic
Kategori Urine 24 jam
(mg/24 jam)
Warin dalam waktu
Tertentu (µ/menit)
Urine sewaktu
(µg/mg kreatinin)
Normal < 30 < 20 < 30Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Makroalbuminuria ≥ 300 ≥ 20 ≥ 300
• Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam
(albuminuria mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik
Untuk orang yang aku cintai SHT 55
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 56/69
• Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi
albuminuria makro ( > 300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut
menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.
Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30
mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6
bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.
Penapisan
•Pada DM tipe 2 pada saat awal diagnosis
• Jika mikroalbuminaria negatif, dilakukan evaluasi ulang setiap tahun
Metode Pemeriksaan
• Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu
• Kadar albumin dalam urin 24 jam
• Micral test untuk mikroalbuminuria
• Dipstik/reagen tablet untuk makroalbuminuria
• Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam)
Penatalaksanaan
• Kendalikan glukosa darah
• Kendalikan tekanan darah
• Diet protein 0,8 gram/kg BB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi
ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 – 0,8 gram/kg BB
per hari.
• Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat
ACE, atau kombinasi keduanya
Untuk orang yang aku cintai SHT 56
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 57/69
• Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau reseptor
angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.
• Apabila serum kreatinin ≥ 2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut
dilibatkan
• Idealnya bila klirens kreatinin < 15 mL/menit sudah merupakan
indikasi terapi pengganti (dialisis, transplantasi).
III. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu factor risiko paling
penting dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke 20, para
klinisi telah mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB, meskipun
masih sulit untuk ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang
menimbulkan manifestasi klinis DM. Istilah DM menggambarkan suatu
kelainan metabolic dengan berbagai etiologi yang ditandai oleh hiperglikemia
kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak,
sebagai akibat defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
DM dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yang
diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia,
termasuk berkurangnya vaskularisasi.
Dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi DM,
terutama DM tipe II. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup,
meningkatnya obesitas, dan berkurangnya aktivitas yang umumnya terjadi
pada negaranegara yang mulai mengalami industrialisasi. Peningkatan
prevalensi DM, sebagai faktor risiko TB juga disertai dengan peningkatan
prevalensi TB. Para ahli mulai memberi perhatian pada epidemi DM dan TB,
Untuk orang yang aku cintai SHT 57
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 58/69
terutama pada negara-negara berpenghasilan rendah-menengah, seperti Cina
dan India yang mengalami peningkatan prevalensi DM tercepat dan
memiliki beban TB tertinggi di dunia.
Peningkatan kasus TB pada pasien DM juga terjadi di Indonesia. Cukup
banyak pasien DM yang mengalami TB dan hal tersebut meningkatkan
morbiditas maupun mortalitas TB maupun DM. Dengan demikian penting
untuk diketahui lebih lanjut epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
maupun pengobatan kasus TB yang terjadi pada pasien DM.
EpidemiologiPrevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.
Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi
penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan
dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi terbaru di Taiwan
disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada pasien
TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al 8 di Indonesia pada
tahun 2001-2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru
dibandingkan dengan non TB.
Patogenesis Tuberkulosis
Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara
batuk, bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat
bertahan di udara dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet yang sangat
kecil (<5-10 μm) menyebabkan droplet tersebut dapat mencapai jalan napas
terminal jika terhirup dan membentuk sarang pneumonia, yang dikenal
sebagai sarang primer atau afek primer.
Dari sarang primer dapat terjadi peradangan saluran getah bening
(limfangitis lokal) yang diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus
Untuk orang yang aku cintai SHT 58
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 59/69
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis dan
limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Kompleks primer ini
dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan
fibrotik atau kalsifikasi, ataupun menyebar secara perkontinuitatum,
bronkogen, limfogen, maupun hematogen. Kejadian tersebut merupakan
perjalanan tuberculosis primer.
Tuberkulosis pasca primer terjadi bertahun-tahun setelah tuberkulosis
primer. Bentuk tuberkulosis ini menjadi masalah kesehatan karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis pasca primer diawali dengan
pembentukkan sarang dini (sarang pneumonia), umumnya di segmen apikal
lobus superior maupun inferior.Sarang pneumonia tersebut dapat diresorbsi dan sembuh tanpa cacat,
meluas dan menyembuh dengan fibrotik dan perkapuran, atau meluas dan
mengalami nekrosis kaseosa membentuk kavitas. Kavitas tersebut dapat
meluas dan membentuk sarang pneumonia baru, membentuk tuberkuloma,
atau menyembuh membentuk kavitas terbuka yang sembuh.
Baik imunitas alamiah maupun imunitas adaptif berperan dalam
mekanisme defensi terhadap M. tuberculosis. Imunitas alamiah yang diawali
oleh ikatan antara M. tuberculosis dengan reseptor fagosit dan masuknya M.
tuberculosis ke dalam makrofag alveolar, sel dendrit, maupun monosit,
merupakan kunci untuk terbentuknya imunitas adaptif terhadap M.
tuberculosis. Imunitas adaptif berupa imunitas yang diperantarai oleh sel,
akan menimbulkan resistensi terhadap M. tuberculosis dan menyebabkan
terbentuknya hipersensitivitas terhadap antigen TB. Imunitas alamiah dan
imunitas adaptif tersebut akan menentukan hasil akhir dari paparan terhadap
M. Tuberculosis.
Terdapat tiga kemungkinan hasil akhir paparan M. tuberkulosis. Pada
beberapa orang, kuman TB ini langsung segera dieliminasi oleh pejamu
setelah inhalasi. Frekuensi dan penyebab dari penyembuhan spontan tidak
diketahui dengan pasti. Kemungkinan kedua dan kelompok terbesar ialah
Untuk orang yang aku cintai SHT 59
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 60/69
bertahannya infeksi melalui keberhasilan pembentukan granuloma, sebuah
fungsi respon imun alamiah dan adaptif yang kuat oleh pejamu dan
menghasilkan infeksi laten. Pada kelompok ini, reaktivasi dari infeksi laten
dapat terjadi akibat beberapa faktor, seperti penuaan atau status
imunokompromais dari pejamu. Pada sejumlah kecil pejamu yang terinfeksi,
imunitas adaptif gagal dan terbentuklah infeksi primer.
Rangkaian interaksi antara makrofag dengan kuman TB dan peran
makrofag sebagai respons pejamu diawali dengan ikatan M. tuberculosis pada
permukaan makrofag, kemudian dilanjutkan dengan fusi fagosom-lisosom,
hambatan pertumbuhan kuman TB, perekrutan sel imun tambahan untuk
respons inflamasi lokal, dan presentasi antigen kepada sel T untuk perkembangan imunitas adaptif.
Fagositosis M. tuberculosis oleh makrofag alveolar yang belum
teraktivasi merupakan peristiwa pertama yang terjadi dalam hubungan pejamu
dengan patogen, yang akan menentukan hasil akhir terjadinya infeksi. M.
tuberculosis masuk ke dalam makrofag alveolar dengan cara endositosis.
Terjadinya endositosis tersebut diperantarai oleh sejumlah reseptor yang
terdapat di permukaan makrofag. Reseptor komplemen (CR1, CR2, CR3, dan
CR4), reseptor mannose (MR), dan molekul reseptor yang lain (CD14,
scavenger receptor ) memainkan peranan penting dalam terjadinya ikatan
antara kuman dengan fagosit. Sejumlah sitokin mempengaruhi ekspresi dari
reseptor permukaan sel tersebut. Prostaglandin E2 (PGE2) dan interleukin
(IL)-4 meningkatkan ekspresi reseptor komplemen dan reseptor mannosa,
sedangkan interferon-g (IFN-g) menurunkan ekspresi reseptor dan
menyebabkan berkurangnya kemampuan mikobakteria untuk melekat pada
makrofag.
Stadium awal TB primer ditandai oleh proliferasi M. tuberculosis
di dalam makrofag alveolar. Proliferasi ini pada akhirnya dapat menyebabkan
lisis makrofag. Lisisnya makrofag melepaskan berbagai kemoatraktan, seperti
Untuk orang yang aku cintai SHT 60
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 61/69
komplemen, molekul bakteri, dan sitokin yang merekrut dan mengaktivasi
lebih banyak makrofag imatur, termasuk sel dendrit. Makrofag-makrofag
tersebut kemudian bermigrasi ke dalam aliran limfatik dan mempresentasikan
antigen M. tuberculosis pada limfosit T, dengan perantara MHC kelas
II. Pada saat ini, pembentukan imunitas yang diperantarai sel dimulai.1,9-11
Reseptor menyerupai Toll (TLR) juga diperkirakan memiliki peranan dalam
pembentukan imunitas adaptif terhadap M. tuberculosis. Akibat utama dari
interaksi antara TLR pada makrofag dan sel dendrit dengan M. tuberculosis
adalah terjadinya sekresi sitokin dan kemokin. Sitokin dan kemokin ini
selanjutnya bertanggung jawab dalam pembentukan respon imun adaptif
terhadap M. tuberculosis.
Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkan peran paling penting dalam
respon imun adaptif terhadap M. tuberculosis. Apoptosis atau lisis sel-sel
yang terinfeksi oleh sel T CD4 juga dapat memainkan peranan dalam
mengontrol infeksi. Limfosit T CD4 ini akan berdiferensiasi menjadi sel
Th1 dan Th2, yang memproduksi sitokin. Pada saat ini, dikenal tiga jenis
sitokin yang menginduksi perubahan sel T menjadi Th1. Ketiga jenis sitokin
tersebut adalah IL-12, yang merupakan sitokin yang dominan dalam induksi
dan pemeliharaan Th1; IL-23, yang memiliki aktivitas pada sel T memori; dan
IL-27, yang terlibat dalam inisiasi Th1. 1,9-11 Th1 memproduksi IFN-g dan
IL-2, sedangkan Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-10, IL-13, dan berperan
pada timbulnya imunitas humoral. Namun, hingga saat ini peran sel Th2 pada
TB masih kontroversial.
Limfosit T CD8 juga memiliki peranan dalam proteksi terhadap TB.
Sel CD8 juga memiliki kemampuan untuk mensekresi sitokin, seperti IFN-g
dan IL-4, dan berperan dalam meregulasi keseimbangan sel Th1 dan Th2 pada
paru pasien dengan TB paru. 1,9-11 Sel Th1 matur, baik di paru maupun di
nodus limfatik, menghasilkan IFN-g. IFN-g merupakan molekul efektor
Untuk orang yang aku cintai SHT 61
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 62/69
penting yang menyebabkan makrofag mampu menahan infeksi M.
tuberculosis. Sitokin ini dapat meningkatkan presentasi antigen, sehingga
merekrut lebih banyak limfosit T CD4 dan atau limfosit T sitotoksik yang
akan berpartisipasi pada pembunuhan M. tuberculosis. 1,9-11 IFN-g juga
menstimulasi pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan
memaparkan kuman pada suatu lingkungan yang sangat asam. Selain itu, IFN-
g menstimulasi ekspresi dari inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang
menghasikan nitric oxide (NO). NO menyebabkan timbulnya reactive
nitrogen intermediates dan radikal bebas lainnya yang mampu menyebabkan
destruksi oksidatif pada bagianbagian kuman, mulai dari dinding sel hingga
DNA.Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh M. tuberculosis,
respons Th juga merancang pembentukan granuloma dan nekrosis kaseosa.
Makrofag teraktivasi, yang distimulasi oleh IFN-g, memproduksi tumor
necrosis factor b (TNFa), yang merekrut monosit. Monosit-monosit ini
berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid, yang merupakan gambaran respon
granulomatosa. Pada sebagian orang, respon ini tidak menimbulkan destruksi
jaringan yang signifikan maupun penyakit. Akan tetapi pada sebagian
orang yang lain, infeksi bersifat progresif menyebabkan destruksi jaringan
melalui nekrosis kaseosa dan kavitasi. Progresivitas infeksi ini berkaitan
dengan umur dan imunosupresi. Di samping itu, TNFa juga berperanan dalam
menginduksi terbentuknya reactive nitrogen intermediates dan terjadinya
apoptosis makrofag yang terinfeksi, sehingga mengurangi jumlah kuman.1,9-
11 Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberculosis paru pada
pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan
mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal
tersebut masih belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat
sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang
penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu,
Untuk orang yang aku cintai SHT 62
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 63/69
ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien
DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.2
Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek
pada makrofag alveolar atau limfositT. Wang et al .11 mengemukakan adanya
peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag alveolar hipodens)
pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan
jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien
TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB
yang disertai DM, seperti yang ditemukan dalam penelitian ini, dianggap
bertanggungjawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah
bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM. Pada percobaan eksperimentalyang dilakukan Stalenhoef et al .11 pada plasma darah manusia didapatkan
bahwa tidak ada perbedaan produksi sitokin antara pasien TB dengan atau
tanpa DM. Jika pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol yang
sehat, produksi IFN-g spesifik M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN
g yang non-spesifik berkurang secara signifikan pada kelompok DM. Diduga
bahwa berkurangnya IFN-g yang non-spesifik tersebut menunjukkan adanya
defek pada respon imun alamiah yang berperan pada meningkatnya risiko
pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme
yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut.
Manifestasi Klinis
Bacakoðlu et al .12 melakukan penelitian untuk melihat apakah diabetes
mellitus mempengaruhi manifestasi klinis dan radiologis tuberkulosis pada
pejamu non-imunokompromais dan untuk melihat keterlibatan lapangan paru
bawah. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa DM tidak memengaruhi
gejala, hasil bakteriologi, reaktivitas tuberkulin, dan lokalisasi infiltrat pada
gambaran radiografi. Pada pasien DM yang lebih tua dari 40 tahun dan
berjenis kelamin wanita didapatkan adanya keterlibatan lapangan paru bawah
Untuk orang yang aku cintai SHT 63
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 64/69
yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang
tidak DM.
Pada penelitian Wang et al.6didapatkan bahwa pasien DM dengan TB
paru menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam, hemoptisis,
pewarnaan sputum BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi, dan lapangan
paru bawah, serta angka kematian yang lebih tinggi.6 Penelitian lain yang
dilakukan oleh Alisjahbana et al.13 menemukan adanya beberapa perbedaan
manifestasi klinik pada pasien TB yang juga menderita DM dan pasien TB
tanpa DM. Pada pasien TB yang juga DM ditemukan gejala klinis yang lebih
banyak dan keadaan umum yang lebih buruk (menggunakan indek
Karnofsky). Penjelasan detail mengenai penelitian ini dapat dibaca d referensino 13. Tetapi hasil penelitian tersebut juga tidak menunjukkan hasil yan
signifikan. Pada penelitian itu juga didapatkan pengaruh negatif dari DM
terhadap hasil akhir pengobatan antituberkulosis. DM secara signifikan
berkaitan dengan kultur sputum yang masih positif setelah enam bulan
pengobatan.
Berdasarkan ketiga penelitian di atas tidak ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan manifestasi klinis antara pasien TB yang menderita
DM maupun pasien TB tanpa DM. Dengan demikian pada pasien TB yang
juga menderita DM dapat ditemukan gejala, seperti batuk, batuk berdarah,
sesak nafas, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan, namun
gejala cenderung lebih banyak dan keadaan umum lebih buruk. Sedangkan
gambaran hasil pemeriksaan darah, radiologi, dan bakteriologi tidak
menunjukkan perbedaan.
Tatalaksana
Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien
DM akan meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma
diabetes. Setelah diperkenalkan terapi insulin pada tahun 1922, TB masih
Untuk orang yang aku cintai SHT 64
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 65/69
tetap menjadi ancaman yang serius dan mematikan pada pasien DM. Namun,
dengan pengobatan anti-TB yang efektif, prognosisnya akan jauh lebih baik.
Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa dengan yang
bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. Prinsip
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,
yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan
fase lanjutan selama 4-6 bulan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam memberikan pengobatan TB paru pada pasien DM, salah satunya
adalah kontrol kadar gula darah dan efek samping OAT. Obat lini pertama
yang biasa digunakan adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambuto,dan
streptomicin.Dosis harian isoniazid ialah 4-6 mg/kg berat badan (BB)/ hari dengan
dosis maksimal 300 mg. Efek samping ringan dapat berupa gejala-gejala pada
saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Keadaan ini terkait
dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B
kompleks. Kelainan akibat defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom
pellagra. Efek samping berat yang dapat terjadi berupa hepatitis imbas obat
yang t timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat
atau ikterik, OAT yang bersifat hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB dilanjutkan sesuai pedoman
pengobatan TB pada keadaan khusus.
Obat lini pertama selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis
hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis maksimal 600 mg. Efek samping
ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam, menggigil, nyeri
tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),
dan sindrom kulit (gatal-gatal). Efek samping berat rifampisin dapat berupa
hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan bila terjadi salah satu gejala sepeti
purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka pengobatan dengan
rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun gejala
Untuk orang yang aku cintai SHT 65
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 66/69
telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin,
keringat, air mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini
tidak berbahaya.
Keadaan yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada
pasien DM yang menggunakan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea
karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan
metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian sulfonilurea
harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3,13 Saat ini penulis belum dapat
menemukan literatur yang menjelaskan cara meningkatkan dosis sulfonilurea
pada kasus ini. Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat
diberikan dengan dosis harian: 20-30 mg/kg BB/hari.Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat
pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang oleh penimbunan asam
urat. Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat
terlalu tinggi mungkin obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg
BB/hari. Antituberkulosis ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. Gangguan
penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek
sampingnya terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi
penyakit berupa kelainan pada mata.
Streptomisin sebagai antituberkulosis diberikan pada dosis harian 15-
18 mg/kg BB/hari dan dengan dosis maksimal: 1000 mg. Efek samping utama
adalah kerusakan nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Gejalanya adalah telinga mendenging, vertigo, dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 25 mg dari dosis total yang diberikan. Jika pengobatan
Untuk orang yang aku cintai SHT 66
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 67/69
streptomisin diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Efek samping
ringan lainnya yang dapat terjadi demam, sakit kepala, muntah, eritema pada
kulit, dan kesemutan sekitar mulut. Streptomisin dapat menembus sawar
plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat
merusak saraf pendengaran janin.
Obat-obat ini dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam
bentuk kombinasi dosis tetap ( Fixed Dose Combination/ FDC), kecuali
streptomisin. Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari
kasus TB paru yang diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori
pengobatan TB.Berbagai bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa efikasi
rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan konsentrasi maksimum
obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin pada
pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM.
Begitu pula pasien TB dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin
di atas target (8 mg/L) hanya ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada
yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien. Hal ini mungkin dapa
menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB denga DM.
Namun, studi tambahan lain yang menjelaskan respon pengetahun lebi rendah
pada TB dengan DM ini tetap diperlukan. Untuk mengontrol kadar gula darah
dilakukan pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan
terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu. Bila kada
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologi
dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan insulin. Namun dalam
pemberian obat oral anti diabetes pada kasus ini harus diperhatikan adanya
interaksi dengan obat anti tuberkulosis.
Untuk orang yang aku cintai SHT 67
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 68/69
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru, WS, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Cahyadi, venti. 2011. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Atma Jaya/ Rumah Sakit Atma Jaya,IDI.
3. DEPKES. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 6 th Ed .
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakart
Untuk orang yang aku cintai SHT 68
7/16/2019 cr paru pal.doc
http://slidepdf.com/reader/full/cr-paru-paldoc 69/69
4. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta,; 3-4
5. Depkes RI, 2012. Pengendalian TB di Indonesia mendekati MDG.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-pengendalian-
tb-di-indonesia-mendekati-target-mdg.html . Diakses 24 juni 2012
6. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
7. PDPI, 2011. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta.
8. PDPI. 2006. Tuberkulosis, Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta.9. Price, SA., Wilson. LM., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1 Edisi 6 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
10.WHO.March2012.Tuberculosis.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/. Diakses 24 Juni 2012