cr cks yogi

Upload: yogiyogio

Post on 02-Jun-2018

267 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    1/44

    1

    BAB I

    STATUS PASIEN

    Nama : Fakhmiyogi

    NIM : 1018011118

    Universitas : Lampung

    Pemeriksa : Fakhmiyogi

    Tanggal Pemeriksaan : 13 September 2014

    I. IDENTITAS PASIEN

    NAMA : Tn. W

    UMUR : 63 tahun

    ALAMAT : Jalan Kepodang III

    AGAMA : Islam

    PEKERJAAN : Tani

    STATUS : Menikah

    SUKU BANGSA : Jawa

    TANGGAL MASUK : 13 September 2014

    II. RIWAYAT PENYAKIT

    Anamnesis : Autoanamnesis

    Keluhan utama : Nyeri pada kepala dan kepala terasa berputar

    Keluhan tambahan : -

    Riwayat perjalanan penyakitPasien datang ke RSAM melalui UGD, dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sejak

    2 jam SMRS, setelah tertimpa balok kayu dirumahnya. Pasien mengatakan nyeri

    kepala dan kepala terasa berputar disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Pasien

    tidak mengeluhkan gangguan pengelihatan, gangguan pencernaan, gangguan anggota

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    2/44

    2

    gerak, tidak ada rasa baal, BAB dan BAK normal. Pasien tidak ada riwayat pingsan

    setelah tertimpa. Tidak keluar darah dari telinga dan hidung, pasien masih ingat

    kejadian sebelum dan setelah tertimpa balok kayu.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.Pasien tidak merokok, tidak

    minum alkohol dan tidak mengkonsumsi narkoba. Pasien tidak memiliki riwayat

    alergi makanan dan alergi obat-obatan.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung dalam keluarga.

    Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien bekerja sebagai seorang petani dan termasuk golongan menengah kebawah

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Status Present

    - Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    - Kesadaran : Compos Mentis

    - GCS : E4M6V5

    - Vital sign

    Tekanan darah : 120/70 mmHg

    Nadi : 80 x/menit

    RR : 20 x/menit

    Suhu : 36,5 C

    - Gizi : Baik

    Status Generalis

    a. Kepala

    Rambut (kepala) : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak

    mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-),

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    3/44

    3

    Vulnus laceratum post hecting diperban pada regio

    temporal dextra, nyeri tekan (+).

    Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, hematom

    palpebra -/-, oedem palpebra -/-, konjungtiva anemis -

    /-, sklera ikterik -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil

    bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks

    cahaya tidak langsung +/+ .

    Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battles

    sign) -/-, perdarahan -/-, otorea-/-

    Hidung : Deviasi septum -/-, rhinorea -

    Mulut : Bibir tidak sianosis & tidak kering, lidah tidak kotor

    b. Leher

    Pembesaran KGB : ( - )

    Pembesaran tiroid : ( - )

    JVP : tidak ada peningkatan

    Trachea : Terletak di tengah

    c. Thorak

    1. Cor

    Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

    Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial dari linea

    midklavikularis sinistra

    Perkusi :

    Batas jantung atas : ICS III garis sternalis kiri

    Batas jantung kanan : ICS IV, 1 cm lateral linea sternalis

    kanan

    Batas jantung kiri : ICS VI, 1 cm lateral linea

    midclavikularis kiri

    Auskultasi : BJ 1 / BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    4/44

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    5/44

    5

    Tes warna : normal

    Fundus oculi : tidak dilakukan

    N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )

    Kelopak mata :

    Ptosis : ( -/ - )

    Endophtalmus : ( - / - )

    Exopthalmus : ( - / - )

    Pupil :

    Diameter : ( 3 mm / 3 mm )

    Bentuk : ( Bulat / Bulat )

    Isokor / anisokor : Isokor

    Posisi : ( Sentral / Sentral )

    Reflek cahaya langsung : ( + / + )

    Reflek cahaya tidak langsung : ( + / + )

    Gerakan bola mata

    Medial : normal

    Lateral : normalSuperior : normal

    Inferior : normal

    Obliqus, superior : normal

    Obliqus, inferior : normal

    Reflek pupil akomodasi : normal

    Reflek pupil konvergensi : normal

    N. trigeminus ( N. V )

    Sensibilitas

    Ramus oftalmikus : normal

    Ramus maksilaris : normal

    Ramus mandibularis : normal

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    6/44

    6

    Motorik

    M. maseter : normal

    M. temporalis : normal

    M. pterigoideus : normal

    Reflek

    Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII ) : ( + / + )

    Reflek bersin : ( + )

    N. fascialis ( N. VII )

    Inspeksi wajah sewaktu :

    Diam : simetris

    Tertawa : simetris

    Meringis : simetris

    Bersiul : simetris

    Menutup mata : simetris

    Mengerutkan dahi : simetris

    Menutup mata kuat-kuat : simetris

    Menggembungkan pipi : simetris

    Sensoris

    Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

    N. Vestibulo-cochlearis ( N. VIII )

    N. cochlearis

    Ketajaman pendengaran : normal +/+

    Tinitus : -/-

    N. vestibularis

    Test vertigo : -

    Nistagmus : -/-

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    7/44

    7

    N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )

    Suara bindeng / nasal : -

    Posisi uvula : ditengah

    Palatum mole : normal

    Arcus palatoglossus : normal

    Arcus pharingeus : normal

    Reflek batuk : +

    Reflek muntah : +

    Peristaltik usus : Bising usus (+) normal

    Bradikardi : (-)

    Takikardi : (-)

    N. accesorius ( N. XI )

    M. sternocleidomastoideus : normal

    M. trapezius : normal

    N. hipoglossus ( N. XII )

    Atropi : (-)

    Fasikulasi : (-)

    Deviasi : (-)

    Tanda perangsangan selaput otak

    Kaku kuduk : (-)

    Kernig test : (-/-)

    Lasseque test : (-/-)

    Brudzinsky I : (-/-)

    Brudzinky II : (-/-)

    Sistem motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki

    Gerak aktif/aktif aktif/aktif

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    8/44

    8

    Kekuatan otot 5/5 5/5

    Tonus normotonus/ normotonus normotonus / normotonus

    Klonus - / - - / -

    Trophi Normal / Normal Normal / Normal

    Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )

    Tricep ( + / +) Achiles ( + / +)

    Reflek patologi Hoffman trommer ( - / - ) Babinsky ( - / - )

    Chaddock ( - / - )

    Oppenheim ( - / - )

    Schaefer ( - / - )

    Gordon ( - / - )

    Gonda ( - / - )

    Sensibilitas

    - Eksteroseptif / rasa permukaan ( superior / Inferior )

    Rasa raba : normal

    Rasa nyeri : normal

    Rasa suhu panas : normal

    Rasa suhu dingin : normal- Propioseptif / rasa dalam

    Rasa sikap : normal

    Rasa getar : normal

    Rasa nyeri dalam : normal

    Fungsi kortikal untuk sensibilitas

    Asteriognosis : normal

    Agosa taktil : normal

    Koordinasi

    Tes tunjuk hidung : normal

    Tes pronasi supinasi : normal

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    9/44

    9

    Susunan saraf otonom

    Miksi : Normal

    Defekasi : NormalFungsi luhur

    Fungsi bahasa : normal

    Fungsi orientasi : normal

    Fungsi memori : normal

    Fungsi emosi : normal

    V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

    Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

    Hematologi

    Hemoglobin 11,9 11,715,5 g/dl

    Hematokrit 35 3345%

    Leukosit 6.100 5,010,0 rb/ul

    Trombosit 309.000 150440 rb/ul

    LED 10 0-10 mm/jamFungsi Ginjal

    Ureum 17 17-43 mg/dl

    Creatinin 0,8 0,71,1

    Kimia Darah

    Gula Darah Sewaktu 114 70-200 mg/dl

    Colesterol Ttotal 143 150-220 mg/dl

    HDL 59 35-55 mg/dl

    LDL 90 < 150

    Trigliserida 56 < 200

    Asam Urat 5,4 2,5-7,0 mg/dl

    Elektrolit

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    10/44

    10

    Natrium 137 135-155 mmol/l

    Kalium 4,0 3,6 5,5 mmol/l

    Chlorida 106 98110 mmol/l

    VI. RESUME

    Pasien datang ke RSAM melalui UGD, dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sejak

    2 jam SMRS, setelah tertimpa balok kayu dirumahnya. Pasien mengatakan nyeri

    kepala dan kepala terasa berputar disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Pasien

    tidak mengeluhkan gangguan pengelihatan, gangguan pencernaan, gangguan anggota

    gerak, tidak ada rasa baal, BAB dan BAK normal. Pasien tidak ada riwayat pingsan

    setelah tertimpa. Tidak keluar darah dari telinga dan hidung, pasien masih ingatkejadian sebelum dan setelah tertimpa balok kayu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

    TD: 120/70 mmHg, N: 80x/ menit, RR: 20x/menit dan suhu: 36,7 C. Pada

    pemeriksaan neurologis, gerakan motorik, reflek fisiologis dan reflek patologis dalam

    batas normal.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    OS tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.OS tidak merokok, tidak minum

    alcohol dan tidak mengkonsumsi narkoba. OS tidak memiliki riwayat alergi makanan

    dan alergi obat-obatan.

    Dari pemeriksaan fisik didapatkan ;

    Kesadaran : Compos Mentis

    GCS : E4 M6 V5

    Tekanan darah : 120/70 mmHg

    Nadi : 80 x/menit

    RR : 20 x/menit

    Suhu : 36,5 C

    Trauma Stigmata :Vulnus laceratum post hecting di regio temporal

    dextra.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    11/44

    11

    VII. DIAGNOSIS

    - Klinis : Cephalgia

    Vulnus laceratum pada regio temporalis dextra- Topis : Regio temporal dextra

    - Etologis : Cedera kepala ringan et causatrauma

    VIII. DIAGNOSIS BANDING

    IX. PENATALAKSANAAN

    1. Non- medikamentosa

    Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 30

    0

    Perawatan luka

    Diet biasa: kalori 1800 K/hari

    2. Medikamentosa

    IVFD RL 20 tetes/menit

    Paracetamol 500 mg 3 x 1

    Ceftriakson 1 x 2 gr

    Dimenhidrinat 3 x 1

    X. PROGNOSA

    o Quo ad Vitam : dubia ad bonam

    o Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam

    o

    Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    12/44

    12

    FOLLOW UP

    Tanggal S O A P

    13/09/14 Nyeri

    kepala

    pada pada

    bagian

    temporalis

    dextra

    TD : 120/70

    N : 80x

    RR : 20x

    S : 36,5

    Status neurologis

    CM (E4M6V5)

    Pupil bulat isokor

    Refleks Fisiologis

    ++/++Refleks Patologis

    -/-

    Rangsang

    meningeal

    -

    Motorik

    5/5

    5/5

    CKR IVFD RL 20

    tetes/menit

    Ceftriakson 1 x 2

    gr

    Dimenhidrinat 3 x

    1

    Paracetamol 3 x 1

    15/09/14 Nyeri sudah

    berkurang dan

    pasien boleh

    pulang

    TD : 120/70

    N : 80x

    RR : 20x

    S : 36,5

    Status neurologis

    CM (E4M6V5)

    Pupil bulat isokor

    Refleks Fisiologis

    ++/++

    Refleks Patologis

    CKR Resep Pulang

    Amoxycilin 3 x 1

    Parasetanol 3 x 1

    Dimenhidrinat

    3x1

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    13/44

    13

    -/-

    Rangsang

    meningeal

    -

    Motorik

    5/5

    5/5

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    14/44

    14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Definisi Trauma Kepala

    Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma yang mengakibatkan kelainan

    struktural atau fisiologis pada fungsi otak oleh faktor eksternal yang diindikasikan

    sebagai onset baru atau perburukan dari satu atau lebih gejala klinis berikut :

    a. Kehilangan kesadaran

    b. Kehilangan memori tepat setelah terjadinya trauma

    c. Kelainan status mental setelah terjadinya trauma (kebingungan,

    disorientasi, pemikiran yang lambat dan lain-lain)

    d. Defisit neurologis (kelemahan, kehilangan keseimbangan, perubahan

    penglihatan, praxis, paresis atau plegia, kelainan sensoris, afasia dan lain-

    lain) yang dapat terjadi sementara atau presisten.

    e. Lesi intrakranial.

    Faktor eksternal yang dimaksud misalnya : pukulan ada kepala, kepala

    menabrak objek, percepatan atau perlambatan pada otak tanpa trauma eksternal pada

    kepala, penetrasi benda asing, atau faktor eksternal lainnya.

    Semua kriteria diatas dianggap sebagai trauma otak. Tidak semua individu

    yang terpapar faktor eksternal mengalami cedera pada otak, tapi semua individu yang

    memiliki riwayat seperti manifestasi klinis diatas dapat dikatakan mengalami cedera

    otak.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    15/44

    15

    2.2Klasifikasi

    Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam bebagai kategori yaitu

    berdasarkan mekanisme, patologi, lokasi lesi, hematoma intrakranial, Glasglow Coma

    Scale (GCS), dan berdasarkan keparahannya.

    1) Mekanisme

    a. Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-

    motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

    b. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan.

    Adanya penetrasi selaput dura menentukan cedera apakah cedera

    tembus atau tumpul.

    2)

    Klasifikasi berdasarkan patologis otak

    a. Komosio serebri

    Gangguan kesadaran karena pukulan pada kepala atau guncangan tiba-

    tiba pada otak.

    b. Kontusio serebri

    Cedera pada otak yang mengakibatkan memar pada permukaan

    parenkim otak

    c.

    Laserasio serebriCedera pada otak yang mengakibatkan jaringan otak robek atau

    terpotong

    3)Klasifikasi berdasarkan lokasi lesi

    a. Lesi diffus

    Lesi dengan tepi yang tidak dapat ditentukan dengan jelas

    b.

    Lesi kerusakan vaskuler otak

    Lesi yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah otak

    c. Lesi fokal

    i. Kontusio dan laserasio serebri

    ii. Hematoma intrakranial

    Hematoma ektradural (hematoma epidural)

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    16/44

    16

    Perdarahan intrakranial akibat cedera pada pembuluh

    darah arteri meningea media, vena meningea media,

    atau sinus venosus. Lokasi lesi paling sering di daerah

    temporoparietal atau temporal. Pada beberapa pasien,

    lucid interval,contohnya, pasien awalnya tidak sadar,

    lalu bangun sesaat dan kemudian mengalami penurunan

    kesadaran lagi. Lucid interval juga ditemukan pada

    pasien dengan perdarahan subdural.

    Hematoma subdural

    Perdarahan intrakranial dimana yang terkena adalah

    pembuluh darah vena (bridging vein)sehingga biasanyakeluhan baru muncul beberapa beberapa hari-minggu

    setelah trauma, karena perdarahannya lebih lambat

    dibandingkan dengan trauma arteri.

    Hematoma intraparenkimal

    Hematoma subarakhnoid

    Perdarahan yang terjadi akibat rupturnya arteri

    cerebri yang terletak di dalam ruang

    subarachnoid. Biasanya pasien mengeluhkan

    kepala yang sangat nyeri.

    Hematoma intraserebral

    Perdarahan dari pembuluh darah yang terletak

    di dalam parenkim otak biasanya yang sering

    terkena adalah arteri lentikulostriata yang

    memperdarahi daerah ganglia basalis dan

    kapsula interna

    Hematoma intraserebelar

    Perdarahan dari pembuluh darah yang berasal

    dari arteri basilaris yang mensuplai darah ke

    serebelum.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    17/44

    17

    4) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan

    Cedera otak dikelompokkan sesuai tingkat keparahannya menjadi cedera otak

    ringan, sedang, dan berat. Pasein diklasifikasikan sebagai menjadi cedera kepala

    ringan, sedang, berat jika sesuai dengan kriteria dalam Tabel 1. Jika pasien tergolong

    dalam lebih dari satu kategori maka, pasien itu digolongkan kedalam kategori yang

    terberat.

    Terkadang secara klinis tidak dapat ditentukan tingkat keparahan dari cedera

    otak karena komplikasi medis (contoh : kondisi koma karena obat), atau tanda-tanda

    lain yang dapat menentukan tingkat keparahan.

    Tabel.1 Klasifikasi Tingkat Keparahan Cedera Otak

    Kriteria Ringan Sedang Berat

    Pencitraan NormalNormal atau

    abnormal

    Normal atau

    abnormal

    Kehilangan kesadaran0-30 menit

    >30 menit dan

    24jam

    Gangguan kesadaran /

    perubahan status

    mental*

    Sesaat-24 jam >24 jam

    Amnesia pasca trauma0-1 hari >1 dan 7 hari

    Glascow Coma Scale

    (paling baik dinilai

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    18/44

    18

    Sumber : Clinical Practice Guideline for Management of Concussion/Mild Traumatic

    Brain Injury. Department of Veterants Affairs. Department of Defense. 2009

    1) Fisiologi Serebrovaskular

    Monroe Kellie Doctrine

    Isi dari rongga kepala adalah otak, carian serebrospinal (CSS), dan darah

    (arteri dan vena). Pada orang dewasa, otak mengisi 80% dari rongga kepala, CSS dan

    darah masing-masing 10%. Karena lengkung kepala tidak dapat bertambah, maka

    tekanan intrakrainial (TIK) tetap konstan. Oleh karena itu, bertambahnya volume

    sebagian jaringan otak atau adanya massa baru akan mengakibatkan berkurangnya

    volume jaringan otak lainnya.

    Untuk mengkompensasi berbagai peningkatakan volume karena lesi, maka

    akan terjadi pengurangan volume darah dan CSS. Darah otak terdistribusi 2/3 dalam

    vena dan sinus venosus, 1/3 dalam arteri. Untuk mengkompensasi volume dari lesi

    baru seperti hematoma, kontusio serebri, atau edema serebri, sinus venosus kolaps

    dan mendorong darah vena ke dalam sirkulasi sistemik. Darah arteriol akan menjadi

    volume regulator utama dan mampu mengkompensasi 75 ml peningkatan volume.

    Regulator volume darah yang paling penting adalah kadar karbondioksida arteriol.

    Begitu juga dengan CSS, mengkompensasi dengan menurunkan produksi danmeningkatkan absorbsi CSS, dan sebagian CSS terdorong ke rongga subarachnoid

    dari ventrikel.

    Penyesuaian Otak

    Saat mekanisme kompensasi intrakranial menurun, peningkatan sedikit

    volume intrakranial akan mengakibatkan peningkatan besar dari TIK, mengakibatkan

    herniasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui status penyesuaian otak.

    Penyesuaian otak dibagi dalam beberapa stadium :

    1. Penyesuaian tinggi + normal TIK

    2. Penyesuaian rendah + normal TIK

    3. Penyesuaian rendah + peningkatan TIK

    Gambar 1. Kurva penyesuaian otak

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    19/44

    19

    Sumber : Mangat HS. Severe Traumatic Brain Injury.American Academy of

    Neurology. 2012

    Perkembangan melebihi 3 stadium akan mengawali peningkatan TIK dan

    proses herniasi. Heriniasi dapat juga timbul pada stadium awal jika ada lesi fokal

    dengan peningkatan TIK. Proses ini dapat timbul pada kontusio temporal yang

    mengakibatkan herniasi uncal.

    Autoregulasi Aliran Darah Otak

    Perfusi otak diatur oleh aliran darah otak yang konstan yang berasal dari

    tekanan darah sistemik (Mean Arterial Pressure [MAP]60 mmHg- 160 mmHg atau

    tekanan perfusi serebral 50 mmHg- 150mmHg). Aliran darah otak yang konstan ini

    dipertahankan oleh mekanisme tekanan autoregulasi. Mekanisme ini terjadi pada

    tingkat arteriol, vasodilatasi jika tekanan perfusi menurun dan vasokonstriksi jika

    tekanan perfusi meningkat. Diatas ambang batas autoregulasi ini arteriol tidak mampu

    lagi mengkompensasi, akibatnya terjadi gangguan aliran darah otak dan iskemia

    berat.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    20/44

    20

    Gambar 2. Tekanan Perfusi Otak

    Sumber : Mangat HS. Severe Traumatic Brain Injury.American Academy of

    Neurology. 2012

    Kurva autorgeulasi bergeser ke kiri jika TIK meningkat dan kekanan jika

    hipertensi sistemik arteriol jangka lama.

    Aliran darah otak berhubungan dengan metabolisme otak. Yang mana,

    metabolisme otak diatur oleh alrian darah ke otak. Metabolisme otak meningkat maka

    aliran darah ke otak akan meningkat, begitu pula kebalikannya, jika kita menurunkan

    metabolisme otak makan aliran darah ke otak akan berkurang dengan sendirinya,

    mekanisme inilah yang mendasari teori penurunan TIK dengan cara sedasi dan

    hipotermi.

    2) Patofisiologi Cedera Kepala Berat

    Cedera Primer

    Kekuatan benturan menentukan jenis cedera primer trauma kepala.

    Mekanisme yang terlibat adalah percepatan-perlambatan (kecelakaan motor, jatuh),

    rotasional (kecelakaan motor, jatuh), remuk (ditabrak, kecelakaan motor), proyektil

    (tembakan). Lesi fokal termasuk hematoma subdural, kontusio serebri dengan

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    21/44

    21

    perdarahan intraserebral, hematoma epidural, dan perdarahan traumatik subarachnoid.

    Lesi difus, termasuk perdarahan traumatik subarachnoid dan Diffuse Axonal Injury

    (DAI).

    Cedera Sekunder

    Banyak faktor yang dapat mengakibatkan cedera sekunder, dan sangat penting

    untuk mencegah dan meminimalkan efek dari cedera tersebut. Biasanya, cedera awal

    berat tapi dapat diobati, seperti perdarahan subarachnoid atau epidural hematom yang

    akut. Kondisi pasien kadang memburuk hingga dapat terjadi cedera sekunder seperti

    iskemia, hipoksia, edema, infeksi, keracunan ion kalsium, vasospasme, bangkitan

    akhirnya mengakibatkan hipertensi intrakranial.

    Kelainan sistemik biasanya yang mengakibatkan cedera kepala sekunder seperti:

    a. Hipotensi (tekanan darah sistolik 45 mmHg)

    e. Hipertensi (sistolik > 160 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (MAP) >110

    mmHg)

    f. Anemia (Hb < 10 mg/dL atau Ht < 30%)

    g.

    Hiponatremia (serum natrium 10 mmol/L)

    i. Hipoglikemia (glukosa serum 7,45)

    l. Febril (suhu >36,5 C)

    m. Hipotermia (suhu < 35,5 C

    Hipoksia-iskemia adalah salah satu faktor sekunder yang dapat mempengaruhi

    hasil akhir dari cedera kepala. Waktu kritis adalah selama resusitasi dan sesaat setelah

    cedera, ketika hipoksia dan hipotensi akan muncul karena ketidakmampuan

    mempertahankan jalan napas atau volume darah yang hilang akibat perdarahan.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    22/44

    22

    Hipoksia-iskemia juga bisa karena cedera vaskuler, penyebab sistemik, edema

    serebri (yang mengakibatkan difusi gradien oksigen), hipertensi intrakranial, dan

    hiperventilasi yang berlebihan.

    Gangguan metabolisme serebral dapat terjadi pada cedera tingkat seluler

    misalnya cedera mitokondria. Kerusakan membran mitokondria dan metabolik

    oksidatif, akan mengakibatkan keracunan influks kalsium dan kematian sel. Pada

    perdarahan subdural, pencitraan Positron Emission Tomography (PET)

    memperlihatkan gangguan metabolik jauh melebihi luasnya cedera yang terlihat pada

    pencitraan CT.

    Gangguan perfusi otak juga terjadi akibat gangguan autoregulasi dan biasanya

    hasilnya tidak baik. Gangguan perfusi otak dapat fokal atau difus, dan terjadi

    bersamaan dengan hipoperfusi dan edema vasogenik. Kestabilan autoregulasi dapat

    ditentukan dengan beberapa observasi sederhada pada tekanan intrakranial dengan

    perubahan spontan pada tekanan arteri rata-rata. Hilangnya autoregulasi, TIK akan

    meningkat, begitu juga dengan tekanan arteri rata-rata, walaupun masih dalam batas

    autoregulasi. Pressure Reactivity Index (PRx) adalah index yang mengkorelasikan

    antara TIK dan tekanan arteri rata-rata, dan digunakan sebagai index autoregulasi.

    Pressure Reactivity berkisar antara -1 hingga +1. Nilai negatif (termasuk 0)

    mengindikasikan autoregulasi yang baik, dan nilai positif mengindikasikan

    autoregulasi yang menurun.

    Fenomena elektrofisiologis seperti bangkitan dan gelombang epileptiform yang

    muncul pasca cedera akang mengakibatakan gangguan metabolik. Memantau

    fenomena ini sangat penting karena dapat terjadi subklinis. Cortical Spreading

    Depression (CDS) adalah fenomena elektrofisiologis yang muncul setelah cedera

    kepala dan biasanya prognosisnya tidak terlalu baik. CDS muncul pada korteks yang

    cedera, mengganggu gelombang depolarisasi yang menyebar dengan kecepatan 2

    mm/menit menjadi 5 mm/menit dan mengakibatkan aliran ionik, kekacauan

    metabolik dan abnormalitas aliran darah.

    Cedera sekunder yang berakibat dari gabungan cedera di diatas akan mengarah

    pada proses cedera, kematian dan apoptosis seluler. Hasil dari edema dan inflamasi,

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    23/44

    23

    bersama dengan evolusi dari lesi primer seperti kontusio serebri, mengakibatkan

    hipertensi intrakranial. Sangat penting untuk menghentikan seluruh proses ini yang

    secara klinis kemuculan satu proses saja tidak dapat dinilai melalui monitor. Oleh

    karena itu, terapi yang menjadi target adalah tekanan intrakranial, hipotensi serebri,

    hipoksia serebri.

    3) Evaluasi dan Diagnosis

    Evaluasi awal sangat penting untuk intervensi awal dan dimulai pada saat

    terjadinya cedera. Jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi harus dinilai. Pemeriksaan

    neurologis awal harus terfokus pada GCS dan penilaian pupil. Ukuran, reaktifitas,

    dan kesimetrisan pupil harus diperhatikan. Asimetri pupil didefinisikan sebagai

    perbedaan ukuran yang lebih dari 1 mm. Pupil yang terfiksasi didefinisikan sebagai

    reaksi pupil terhadap cahaya yang kurang dari 1mm. Trauma orbita harus

    diiperhatikan.

    Tabel 2. Glasgow Coma Scale

    Jenis Respon Respon Skor

    Buka Mata Spontan 4

    Perintah 3

    Nyeri 2Tidak ada respon 1

    Verbal Oriantasi baik 5

    Disorientasi 4

    Kata-kata tidak tepat 3

    Suara tanpa arti 2

    Tidak ada respon 1

    Motorik Menuruti perintah 6

    Melokalisasi nyeri 5

    Fleksi terhadap nyeri 4

    Dekortikasi 3

    Deserebrasi 2

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    24/44

    24

    Tidak ada respon 1

    Total 15

    Sumber: Mangat HS. Severe Traumatic Brain Injury.American Academy of

    Neurology. 20126

    Kematian akan meningkat hingga 50% jika pasien tidak dirujuk ke rumah

    sakit yang tepat, walaupun itu bukan rumah sakit yang terdekat. Survei primer oleh

    traumatologist sangat penting untuk menghindari cedera yang berpotensi mengancam

    nyawa. Pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara rutin untuk mengevaluasi

    tanda-tanda herniasi serebri. Tanda-tanda herniasi berupa pupil anisokor, dilatasi

    pupil, pupil nonreaktif, posisi motorik eksensi, hilangnya respon motorik, ataumenurunnya GCS 2 poin.

    Ketika stabilisasi hemodinamik tercapai, pemeriksaan darurat CT-scan kepala

    harus dilakukan. Walaupun pasien dalam keadaan koma atau terdapat defisit

    neurologis, pencitraan neurologi harus dipercepat. Jika diperkirakan tedapat cedera

    vaskuler, maka pencitraan CT angiografi harus dilaksanakan. Jika kecurigaan sangat

    tinggi terhadap adanya cedera vaskuler maka pasien harus dipertahankan sesuai jenis

    cederanya (fraktur kanalis karotikus, terikatnya tali helem pada leher, dan dislokasi

    vertebra servikalis bagian atas). Pencitraan tulang belakang harus dilakukan jika ada

    pemeriksaan motorik dan otonom yang menunjukkan tanda-tanda cedera medula

    spinalis. Mengalirnya cairan serebrospinal melalui hidung atau telinga menandakan

    adanya fraktur basis kranii. Pengiriman cepat keunit perawatan intensif atau ruang

    operasi harus dilakukan apabila pemeriksaan fisik mendukung atau pencitraan

    mendapat hasil yang mengindikasikan untuk pengiriman pasien.

    4) Penanganan Pasien

    Penanganan Sebelum Tiba di Rumah Sakit

    Terdapat banyak pedoman penganganan cedera kepala sebelum tiba di rumah

    sakit. Beberapa penelitian menunjukkan hipotensi dan hipoxemia adalah indikator

    untuk menilai prognosis buruk setelah cedera kepala berat. Jalan napas harus

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    25/44

    25

    dipertahankan, saturasi oksigen arteri

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    26/44

    26

    - Mekanisme cedera yang berbahaya (ditabarak oleh kendaraan bermotor,

    terlempar dari kendaraan bermotor, atau jatuh dari ketinggian >1 m)

    - Pasien yang cedera atau teman pasien tidak dapat membawa pasien ke rumah

    sakit tanpa penggunaan ambulans.

    Kriteria merujuk pasien ke UGD:

    - Adanya riwayat kehilangan kesadaran (pingsan) sebagai akibat dari cedera.

    - Amnesia terhadap kejadian sebelum cedera

    - Nyeri kepala presisten setelah cedera

    - Adanya episode muntah setelah cedera

    - Adanya riwayat intervensi kepala (bedah otak)

    -

    Riwayat gangguan perdarahan atau pembekuan

    - Sedang dalam terapi warfarin

    - Sedang menggunakan obat-obatan atau intoksikasi alkohol

    - Usia 65 tahun

    - Gangguan perilaku atau teriritasi

    Penanganan di Unit Gawat Darurat

    Penilaian awal di UGD

    -

    Prioritas utama semua unit gawat darurat adalah stabilisasi dari airway,

    breathing, dan circulation (ABC) sebelum menindaklanjuti cederanya.

    - Semua klinisi di UGD harus mampu menilai ada atau tidaknya resiko cedera

    yang membutuhkan pencitraan darurat.

    - Pasien GCS

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    27/44

    27

    - Pasien dengan resiko rendah harus diperiksa ulang 1 jam kemudian

    - Nyeri harus ditatalaksana secara efektif karena dapat meningkatkan TIK.

    - Pasein yang kembali ke UGD dalam 48 jam setelah dipulangkan, dengan

    gejala klinis presisten yang berhubungan dengan cedera kepala sebelumnya

    harus diperiksa oleh klinisi yang lebih senior.

    Investigasi terhadap adanya cedera kepala yang bermakna secara klinis:

    - Alat investigasi yang utama untuk mendeteksi adanya cedera kepala akut yang

    bermakan secara klinis adalah CT kepala

    - MRI kontraindikasi terhadap cedera kepala dan servikal kecuali ada kepasitan

    bahwa pasien tidak memiliki implant device atau benda asing.

    -

    X-ray tengkorak sebaiknya tidak digunakan untuk mendiagnosis cedera

    kepala tanpa adanya diskusi dengan unit neuroscience.

    - Jika alat CT tidak tersedia, pasien dengan GCS 45 mmHg)

    o Irama pernafasan yang tidak teratur

    Indikasi intubasi dan ventilasi pada pasien cedera kepala sebelum di pindahkan jika

    memenuhi salah satu dari kriteria berikut :

    - Perburukan kesadaran yang signifikan

    - Fraktur mandibula bilateral

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    28/44

    28

    - Perdarahan melalui mulut

    - Bangkitan

    Konsul ke bagian bedah saraf jika pasien memiliki:

    - Status pasien memburuk, terutama jika penurunan GCS 2, pupil menjadi

    dilatasi, atau ada defisit neurologis yang baru

    - Cedera kepala berat (GCS 8), terutama jika pasien tidak sadar sejak

    kejadian trauma

    - Defisit neurologis yang berat sejak terjadinya trauma

    - Lesi signifikan untuk pembedahan yang terlihat pada pencitraan

    Penanganan pembedahan pada pasien dewasa dengan hematoma epidural akut :

    Indikasi pembedahan - Hematoma epidural > 30 cm harus segera dievakuasi

    sesuai GCS pasien

    - Hematoma epidural < 30 cm3 dan tebal < 15 mm dan

    midline shift < 5 mm pada pasien dengan GCS < 8 dan

    tanpa defisit fokal dapat ditanganani secara nonoperatif,

    dengan serial CT dan observasi ketat.

    Waktu - Sangat dianjurkan pasien dengan hematoma epidural

    akut dalam konsidi koma (GCS < 9) dengan anisokoria,

    dilakukan tindakan operatif secepatnya untuk

    mengevakuasi perdarahan.

    Metode - Belum ada data yang mendukung 1 metode pembedahan.

    Tapi, kraniotomi merupakan salah satu cara dimana

    dapat dilakukan evakuasi hematoma secara sempurna

    Penanganan pembedahan pada pasien dewasa dengan hematoma subdural akut :

    Indikasi pembedahan - Hematoma subdural akut dengan tebal > 10 mm atau

    midline shift > 5 mm pada CT, harus dievaskuasi

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    29/44

    29

    melalui pembedahan

    - Semua pasien hematoma subdural dalam kondisi koma

    (GCS < 9) harus dilakukan pemantauan TIK

    -

    Pasien koma (GCS < 9) dengan ketebalan hematoma

    subdural < 10 mm dan midline shift < 5 mm harus

    dilakukan evakuasi jika GCS menurun 2 poin antara

    saat kejadian trauma dan saat masuk rumah sakit

    dan/atau pupil asimetris terfiksasi dan dilatasi dan/atau

    TIK 20 mmHg

    Waktu - Jika indikasi operatif terpenuhi, lakukan pembedahan

    secepatnyaMetode - Metode kraniotomi dan duraplasty

    Penanganan pembedahan pada pasien dengan lesi intraparenkimal :

    Indikasi pembedahan - Pasien dengan masa intraparenkimal dan tanda

    perburukan neurologis akbiat lesi, tanda peningkatan

    TIK, dan terlihatnya massa pada pencitraan CT hatus

    ditangani dengan pembedahan

    - Pasien dengan GCS 6-8 dengan kontusio frontal atau

    temporal dengan volume > 20 cm3

    dengan midline shift

    5 mm3

    dan/atau tanda kompresi sisterna pada CT, dan

    pada pasien dengan lesi 50 cm3 harus ditangani

    dengan pembedahan

    - Pasien dengan massa intraparenimal yang tidak

    menunjukkan tanda neurologis yang berarti, dengan TIK

    terkontrol, dan tidak ada efek dari massa yang terlihat

    pada CT, dapat ditangani secra nonoperatif dengan

    pemantauan ketat dan pencitraan serial.

    Waktu dan Metode - Kraniotomi dengna mengevakuasi massa lesi dianjurkan

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    30/44

    30

    untuk pasien dengan lesi fokal dan indikasi pembedahan

    terpenuhi

    - Kraniotomi dekompresif bifrontal dalam 48 jam sejak

    trauma adalah pilihan bagi pasien dengan edema serebri

    difus paskatrauma dan hipertensi intrakranial

    - Prosedur dekompresif mencakup dekompresif

    subtemporal, temporal lobektomi, dan kraniektomi

    hemisfer dekompresif, adalah pilihan bagi pasien dengan

    hipertensi intrakranial dan cedera intraparenkimal yang

    difus dengan tanda klinis dan radiologis dari impending

    herniasi transtentorial.

    Pencitraan darurat:

    a. Pencitraan CT kepala yang harus dilakukan segera dengan kriteria :

    - Usia 65 tahun

    - Koagulopati (riwayat gangguan pembekuan dan riwayat perdarahan, atau

    sedang dalam pengobatan dengan warfarin)

    - Mekanisme cedera yang berbahaya (ditabrak oleh kendaraan bermotor,

    terlempar dari kendaraan atau jatuh dari ketinggian lebih dari 1 m)

    b. Pencitraan CT kepala harus dilakukan dalam 1 jam setelah permintaaan

    pencitraan diterima oleh departemen radiologi, dengan kriteria :

    - GCS

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    31/44

    31

    - Koagulopati (riwayat perdarahan, gangguan pembekuan, atau sedang

    diobati dengan warfarin)

    - Gangguan neurologis fokal

    c.

    Pencitraan CT kepala harus dilakukan dalam 8 jam setelah cedera kepala,

    dengan kriteria :

    - Amnesia terhadap kejadian lebih 30 menit sebelum benturan.

    - Usia 65 tahun dengan gangguan kesadaran atau adanya amnesia

    - Mekanisme cedera yang berbahaya (ditabarak oleh kendaraan bermotor,

    terlempar dari kendaraan bermotor, atau jatuh dari ketinggian >1 m)

    dengan gangguan kesadaran atau adanya amnesia.

    d.

    Anak-anak

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    32/44

    32

    - Cedera kepala ringan dengan gejala seperti nyeri kepala, fotofobia,

    nausea, muntah, atau amnesia yang membutuhkan perawatan

    Prinsip utama dalam tatalaksana cedera kepala adalah memastikan perfusi dan

    oksigenasi otak yang adekuat selagi proses perbaikan otak.

    Berikut kita akan membahas parameter yang memberikan petunjuk terhadap

    iskemi atau hipoksia otak :

    a. Tekanan darah dan Oksigenasi sistemik

    Saturasi oksigen darah harus >90% selama masa penangan kritis pasien

    dengan cedera kepala berat. Sampel analisa gas darah harus sering dilakukan

    untuk mempertahankan PaO >60 mmHg. Tekanan darah sistolik harus

    dipertahankan >90 mmHg. Cairan hipotonik dan dextrose tidak boleh

    digunakan.

    b. Tekanan intrakranial

    Tekanan intrakranial (TIK) dapat diukur dengan alat intraventrikular (salurn

    eksternal ventrikular dihubungkan dengan transduser pengukur eksternal) atau

    dengan satelit intraparenkimal. TIK yang terus-menerus >20 mmHg dianggap

    berbahaya dan hasil akhirnya buruk. Semakin tinggi TIK dapat

    mengakibatkan iskemi otak sekunder, untuk itu TIK harus diterapi dandipertahankan dibawah 20 mmHg. Pedoman cedera kepala

    merekomendasikan agar TIK dimonitor untuk semua pasien cedera kepala

    berat (GCS

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    33/44

    33

    berdasarkan pemantauan TIK dan tekanan perfusi otak. Tekanan perfusi otak

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    34/44

    34

    high-performance liquid chromatograph. Kita juga akan mendapatkan

    konsentrasi laktat, asam piruvat, glukosa, glutamat dan gliserol. Nilai yang

    paling sering dianalisis adalah perbandingan laktat dan asam piruvat (L/P) dan

    perbandingan laktat dan glukosa (L/G). Perbandingan ini memberikan

    pandangan terhadap metabolisme cerebri. Perbandingan L/P mengindikasikan

    keseimbangan metabolisme aerobik dan anaerobik. Kadar glukosa

    menunjukkan penyaluran yang adekuat. Kadar abnormal dari laktat, piruvat,

    L/P dan L/G mengindikasikan stres metabolik iskemik dan noniskemik.

    Ketika nilai-nilai ini tidak proporsional, piruvat menunjukkan gangguan

    metabolisme yang berkepanjangan. Ambang krisis metabolik, perbandingan

    L/P 25-40.

    f. Continuous EEG

    Resiko bangkitan postraumatik berkisar 10-20%. Pada pasien dengan fraktur

    depresi tulang tengkorak atau cedera penetrasi, continuous EEG dapat

    membantu untuk mendeteksi bangkitan subklinis. Banyak gelombang

    epileptiform yang berbeda-beda terlihat pada pasein dengan cedera kepala,

    dan biasanya mengawali bangkitan yang terlihat.

    Observasi selama perawatan di Rumah Sakit

    Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan :

    - GCS

    - Rektivitas dan ukuran pupil

    - Pergerakan ekstremitas

    - Laju pernafasan

    - Nadi

    - Tekanan darah

    -

    Temperatur

    *Lakukan observasi sekurang-kurangnya setiap 15 menit hingga GCS kembali 15

    selama 2 kali observasi berturut-turut.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    35/44

    35

    Untuk pasien dengan GCS awal 15, atau GCS telah kembali 15 selama 2 kali

    observasi berturut-turut, minimal dilakukan observasi :

    - Setiap setengah jam untuk 2 jam pertama, lalu

    -

    Setiap satu jam untuk 4 jam, lalu

    - Setiap dua jam untuk seterusnya

    *jika pasien dari GCS 15 menurun sewaktu-waktu dalam waktu 2 jam, observasi

    kembali setiap 15 menit.

    Penilaian ulang darurat harus dilakukan oleh dokter jika perburukan gejala neurologis

    muncul :

    - Terjadi agitasi atau kelakuan abnormal

    -

    Penurunan 1 poin GCS selama 30 menit

    - Penurunan GCS >2 poin

    - Terjadi nyeri kepala berat atau muntah yang presisten

    - Munculnya defisit neurologis yang baru

    *Pikirkan dilakukannya CT segera jika tanda-tanda perburukan neurologis di atas

    muncul

    *Pikirkan dilakukkannya CT atau MRI selanjutnya jika CT sebelumnnya normal tapi

    GCS

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    36/44

    36

    - Adanya transportasi pulang yang mendukung dan ada yang merawat di

    rumah

    - Jika tidak ada yang merawat di rumah, pulangkan pasien jika tidak ada

    risiko komplikasi yang berarti.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    37/44

    37

    BAB III

    PEMBAHASAN

    1.

    Apakah diagnosa pada kasus sudah tepat? Dan bagaimana menegakkan

    diagnosisnya dari :

    Anamesis?

    Pemeriksaan fisik?

    Pemeriksaan penunjang?

    2. Apakah pengobatan yang diberikan sudah sesuai?

    3. Apakah rencana selanjutnya?

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    38/44

    38

    1. Apakah diagnosa pada kasus sudah tepat? dan bagaimana menegakkan diagnosanya?

    Diagnosa pada kasus sudah tepat, karena:

    Cedera kepala didefinisikan sebagai trauma yang mengakibatkan kelainan

    struktural atau fisiologis pada fungsi otak oleh faktor eksternal yang diindikasikan

    sebagai onset baru atau perburukan dari satu atau lebih gejala klinis berikut :

    a) Kehilangan kesadaran

    b) Kehilangan memori tepat setelah terjadinya trauma

    c) Kelainan status mental setelah terjadinya trauma (kebingungan,

    disorientasi, pemikiran yang lambat dan lain-lain)

    d)

    Defisit neurologis (kelemahan, kehilangan keseimbangan, perubahanpenglihatan, praxis, paresis atau plegia, kelainan sensoris, afasia dan lain-

    lain) yang dapat terjadi sementara atau presisten.

    e)

    Lesi intracranial.

    Faktor eksternal yang dimaksud misalnya : pukulan ada kepala, kepala

    menabrak objek, percepatan atau perlambatan pada otak tanpa trauma eksternal pada

    kepala, penetrasi benda asing, atau faktor eksternal lainnya.

    Semua kriteria diatas dianggap sebagai trauma otak. Tidak semua individu

    yang terpapar faktor eksternal mengalami cedera pada otak, tapi semua individu yang

    memiliki riwayat seperti manifestasi klinis diatas dapat dikatakan mengalami cedera

    otak. Jadi berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini

    termasuk pasien yang mengalami cedera kepala.

    Cedera kepala yang dialami oleh pasien ini termasuk kedalam cidera kepala

    ringan, dikarenakan berdasarkan dari pemeriksaan GCS pasien dalam keadaan baik,

    kesadaran compos mentis dengan GCS 15 (E4M6V5)

    Untuk penegakkan diagnosis cedera kepala berat yang lebih mendalam dapat

    dilihat dari hasil sebegai berikut.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    39/44

    39

    Anamnesis dan pemeriksaan fisik

    Berdasarkan anamnesis, menurut mekanisme terjadinya, pasien termasuk

    mengalami cedera kepala tumpul yang biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-

    motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Menurut informasi dari keluarga pasien,

    pasien mengalami trauma kepala pada regio temporalis tertimpa balok kayu, sehingga

    kepala pasien mengalami robekan, terasa nyeri dan berputar.

    Berdasarkan beratnya cedera, pasien termasuk mengalami cedera kepala

    ringan dimana GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera

    penderita kepala. GCS pasien saat dibawa ke UGD (

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    40/44

    40

    Diagnosis

    Klasifikasi Tingkat Keparahan Cedera Otak

    Kriteria Ringan Sedang Berat Pasien

    Pencitraan NormalNormal atau

    abnormal

    Normal atau

    abnormal

    Normal

    Kehilangan

    kesadaran0-30 menit

    >30 menit

    dan 24jam

    Tidak mengalami

    kehilangan

    kesadaran

    Gangguan

    kesadaran /

    perubahan status

    mental*

    Sesaat-24jam

    >24 jam Sesaat

    Amnesia pasca

    trauma0-1 hari >1 dan 7 hariTidak mengalami

    amnesia

    Glascow Coma

    Scale (paling baik

    dinilai

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    41/44

    41

    - GCS

    - Rektivitas dan ukuran pupil

    - Pergerakan ekstremitas

    -

    Laju pernafasan

    - Nadi

    - Tekanan darah

    - Temperatur

    Penatalaksanaan terapi

    Diberikan terapi simtomatik dan antibiotik

    Pada pasien ini penatalaksanaan sudah tepat. Pasien diberikan terapi sbb :

    Non- medikamentosa

    Tirah baring

    Perawatan luka

    Diet biasa: kalori 1800 K/hari

    Medikamentosa

    IVFD RL 20 tetes/menit

    Pemberian Ringer lactat disini sebagai resusitasi cairan intravena dengan jalan

    memberika cairan isotonik agar sirkulasi tetap berjalan lancar.

    Ceftriakson 1 x 2 gr

    Pemberian ceftriaxone sebagai profilaksis sekaligus terapi infeksi karena pada

    pasien terdapat luka terbuka.

    Paracetamol 3 x 1

    Digunakan sebagai antipiretik dan analgesik

    Dimenhidrinat 3 x 1

    Untuk mengatasi keluhan kepala yang terasa berputar.

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    42/44

    42

    3. Apakah rencana selanjutnya?

    Rencana selanjutnya adalah perbaikan keadaan umum pasien dan mengurangi gejala.

    Pasien dapat dipulangkan apabila:

    -

    GCS 15 dan CT tidak diindikasikan

    Atau

    - Pencitraan kepala atau servikal normal dan GCS kembali 15

    Dan

    - Adanya perbaikan dari semua tanda dan gejala klinis

    - Tidak ada faktor lain yang membutuhkan perawatan di rumah sakit

    - Adanya transportasi pulang yang mendukung dan ada yang merawat di

    rumah

    - Jika tidak ada yang merawat di rumah, pulangkan pasien jika tidak ada

    risiko komplikasi yang berarti

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    43/44

  • 8/10/2019 CR CKS yogI

    44/44

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,

    Anugrah P. EGC, Jakarta, 1995, 1014-10

    2. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:

    http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm.Accessed on : 22 Juni 2013

    3. David, Bernath. Head Injury. Available at :www.e-medicine.com.Accessed

    on : 22 Juny 2013

    4. Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005

    5. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi

    Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

    6. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:

    http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm.Accessed on : 22

    Juni 2013

    7. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU,

    Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep

    8. Prof. DR. S.M. Lumban Tobing :Pemeriksaan Fisik dan Mental; Neurologi

    Klinik, FKUI.

    9. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian

    Rakyat. Jakarta : 2009

    http://dryogeshgandhi.com/cranial.htmhttp://www.e-medicine.com/http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htmhttp://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htmhttp://www.e-medicine.com/http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm