cr anak revisi

Upload: ogiesilaen

Post on 04-Oct-2015

242 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case report anak

TRANSCRIPT

I. STATUS PENDERITA

No. catatan medik: 387098Masuk RSAM: 14 Januari 2015Pukul: 00.05 WIB

Status Pediatrik1. AnamnesisAlloanamnesis dari ibu pasien

IdentitasPresentasi KasusIlmu Kesehatan Anak

22

Nama pasien: An. SEP Jenis kelamin: laki-laki Umur: 3 bulan Agama: Islam Suku: Jawa Alamat: Brabasan, Kec. Tanjung raya, Kab.Mesuji Berat badan : 3,5 kg

Nama Ayah: Tn. PUmur: 23 tahunPekerjaan: Buruh Pendidikan: SMP Nama Ibu: Ny. SUmur: 22 tahunPekerjaan: Ibu rumah tanggaPendidikan: SMP

Riwayat PenyakitKeluhan utama: BAB cair Keluhan tambahan: Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang Sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh BAB cair sebanyak 8-9 kali, sekali BAB kurang lebih gelas belimbing, BAB cair berwarna kekuningan, tidak disertai ampas, tidak berlendir, BAB nyemprot (-). Selain itu pasien juga mengeluhkan muntah-muntah sebanyak 5 kali dalam sehari. Pasien selalu memuntahkan makanan yang masuk dan muntah sebanyak gelas belimbing.

Pasien tampak lemas, rewel dan nafsu makan berkurang, penderita tampak kehausan dan ingin minum terus. Tetapi setiap kali makan atau minum pasien muntah . Sebelum diare pasien minum susu formula dan makan- makanan seperti biasa. Ibu pasien mengaku urin yang dihasilkan pasien sedikit saat BAK.. Kemudian ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah dibawa ke bidan namun tidak ada perbaikan. Selama 2 hari tersebut pasien tidak disertai demam. Pasien langsung dibawa ke puskesmas terdekat kemudian di rujuk ke Rumah Sakit Abdul Muluk untuk perawatan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit DahuluPasien baru pertama kali mengalami diare yang disertai dengan muntah-muntah. Pasien menjalani operasi kolonostomi pada usia 1 bulan setelah lahir.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal yang sama seperti pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kondisi LingkunganPasien berasal dari golongan sosial ekonomi menengah kebawah. Pendidikan Ayah tamat SMP dan Ibu tamat SMP. Ayah bekerja sebagai buruh dengan pendapatan tidak tentu kurang dari 800 ribu, sedangkan ibu kandung pasien hanya sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama ibu yang sehat dan ayah yang sehat. Satu rumah dihuni oleh 3 orang anggota keluarga. Rumah pasien adalah rumah pemanen berdinding bata. Jalan menuju ke rumah merupakan jalan aspal. Jauh rumah pasien ke jalan besar kurang lebih 100m. Jarak antar rumah berdekatan. Rumah memiliki banyak jendela. Memiliki 2 kamar. Terdapat kamar mandi dan tempat buang air besar yang terletak didalam rumah. Untuk mandi dan aktivitas mencuci dilakukan di rumah. Ventilasi baik. Sumber air minum diperoleh dari air sumur yang dimasak sampai mendidih. Pembiayaan kesehatan ditanggung BPJS dan Nilai UMR provinsi Lampung adalah 1,7jt.

Riwayat Penyakit Kehamilan dan PersalinanPada saat hamil, ibu pasien tidak memiliki penyakit serius, tidak minum obat-obatan ataupun jamu-jamuan selain vitamin yang diberikan oleh bidan. Ibu pasien rutin kontrol ke bidan pada saat hamil, tiap bulan. BB ibu sebelum hamil 43 kg dan pada saat akan melahirkan 54 kg. Pasien merupakan anak pertama. Pasien lahir spontan di bidan, langsung menangis, dan gerakannya aktif. BB pada saat lahir 2900 gr dengan PB 46 cm.Kesan : riwayat kehamilan dan persalinan dalam batas normal.

Riwayat Makanan0-3 bulan: Susu formula diberikan setiap lapar saat pasien sehat sehari bisa lebih dari 6x.Kesan : Kualitas cukup

Riwayat ImunisasiIbu pasien mengatakan bahwa pasien belum mendapatkan imunisasi dari lahir.

2. Pemeriksaan FisikStatus Present Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Suhu: 36,0 C Frekuensi nadi: 144 x/menit Frekuensi Nafas: 36 x/menit Berat Badan: 3,5 kg Panjang Badan: 55 cm Status gizi: BB/U= < -3SD (Gizi Buruk) PB/U= < -3SD (Sangat Pendek) BB/PB = < -3SD (Sangat Kurus)

Status GeneralisKelainan Mukosa Kulit / Subkutan yang Menyeluruh Pucat: tidak ada Sianosis: tidak ada Ikterus: tidak ada Oedem: tidak ada Turgor: menurun < 2 detik

Kepala Muka: normal, bentuk oval, simetris, UUB cekung (+). Rambut: rambut hitam Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera anikterik, mata cekung +/+ Telinga: normal, sekret (-/-) Hidung: Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-) Mulut: Bibir hiperemis, sianosis perioral (-)

Leher Bentuk: Simetris Trakhea: Di tengah KGB : Tidak membesar

Thoraks Bentuk dan gerak: Simetris Retraksi suprasternal: (-) Retraksi substernal: (-) Retraksi intercostal: (-) Retraksi subcostal: (-)

Jantung- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat- Palpasi: Iktus kordis teraba- Auskultasi: Bunyi jantung III murni, reguler, murmur (-), gallop (-)Paru paruANTERIOR

KIRIKANAN

InspeksiPergerakan pernafasan simetris;Pergerakan pernafasan simetris;

PalpasiEkspansi simetrisEkspansi simetris

AuskultasiSuara nafas vesikulerRonkhi (-)Wheezing (-)Suara nafas vesikulerRonkhi (-)Wheezing (-)

Abdomen Inspeksi: Datar Palpasi: Turgor menurun, hepar tak teraba, lien tak teraba membesar. Nyeri tekan epigastrium - Perkusi: Timpani Auskultasi: Bising usus (+) meningkat

Genitalia externa- Kelamin: tidak terdapat kelainan

EkstremitasSuperior: Oedema (-/-), sianosis (-/-), clubbing (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologi (-/-).Inferior: Oedema (-/-), Sianosis (-), clubbing (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologi (-/-).Neurologis MotorikGerakan: aktifTonus: normotonusKlonus: (-)Refleks Fisiologis: (+)Refleks Patologis: (-) Tanda Rangsang Meningeal : tidak ada

3. Pemeriksaan Penunjang

TanggalDarah RutinHasil

14 Jan 2015Hb11,7 gr/dl

LED11

Leukosit20.500 /ul

Diff Count0/0/0/51/33/16

Natrium125 mmo/L

Kalium4,3 mmo/L

Calsium9,4 mg/dl

Clorida105 mmo/L

HASIL ANALISA FAECES14 Januari 2015

MAKROSKOPIS

WarnaKuning

KonsistensiLembek

BauKhas

Lendir-

Darah-

MIKROSKOPIS

Telur cacing-

Amoeba-

Sel-sel

Eritrosit0-1

Leukosit0-1

Epithel+

Sisa Makanan

Serat daging-

Granula Amylum -

Granula Lemak-

Sisa Tumbuhan-

Benzidin Test-

4. RESUMEPasien merupakan anak laki-laki berusia 3 bulan, dengan BB 3,5 kg. Dengan riwayat lahir spontan pada usia kandungan cukup bulan. Sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami BAB cair berwarna kuning, tidak berampas, tidak berlendir, dan tidak berdarah sebanyak 8-9 kali dalam sehari. Kemudian pasien juga muntah muntah sebanyak 5 kali dalam sehari.

Muntah sebanyak gelas belimbing yang merupakan makanan yang dimakan pasien. Urin yang dihasilkan pasien sedikit. Nafsu makan pasien sedikit menurun. Pasien tidak demam. Pasien sudah dibawa ke bidan namun tidak ada perbaikan. Setelah itu pasien di bawa ke puskesmas dan di rujuk di RSAM.

Pada pemeriksaan fisik awal pasien ini didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 144 x/menit, pernafasan 36 x/menit, suhu pada saat awal masuk 36C. Kepala normochepal, UUB cekung, mata cekung, pada hidung dalam batas normal, bibir hiperemis. Jantung tidak ditemukan kelainan. Paru-paru dalam batas normal, nyeri tekan epigastrium +, bising usus meningkat, turgor menurun < 2 detik. Ekstremitas dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 11,7 gr/dl, Leukosit 20.500/ul, Diff count Basophil 0%, eusinofil 0%, neutrofil batang 0%, neurtofil segmen 51%, Limfosit 33 %, dan monosit 16% natrium 125 mmo/L Kalium 4,3 mmo/L Calsium 9,4 mg/dl Clorida 105 mmo/L.

5. Diagnosis Banding Diare akut e.c bakteri + vomitus dengan dehidrasi ringan sedang Diare akut e.c virus + vomitus dengan dehidrasi ringan sedang Diare akut e.c jamur + vomitus dengan dehidrasi ringan sedang

6. Diagnosis Kerja Diare akut e.c bakteri + vomitus + dehidrasi ringan - sedang

7. Penatalaksanaan- IVFD RL XX gtt/mnt (mikro) Inj. Ceftriaxone 120 mg/12 jam- Oralit sachet setiap BAB

8. PrognosisQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam: bonamQuo ad sanationam : bonam

Follow UpTanggal dan JamCATATANINTRUKSI

14 Januari 2015, pukul 00.05 WIBS/ BAB cair sejak 2 hari yang lalu disertai muntah.

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 144x/mRR : 36x/mT : 36,5C

KepalaMuka : normochephal, UUB cekung (+)Mata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung +/+ Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP :Lemas, nyeri tekan epigastrium (+) hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : menurun

A/ Diare akut + vomitus + dehidrasi ringan sedang

P/ - IVFD RL XX gtt/mnt (mikro) Inj. Ceftriaxone 120 mg/12 jam Oralit 3 x sachet

14 Januari 2015, pukul 07.00 WIB

Hasil Lab :HB : 11,7 gr/dlLED : 11Leukosit : 20.500 /ulDiff Count : 0/0/0/51/33/16Natrium : 125 mmo/LKalium : 4,3 mmo/LCalsium : 9,4 mg/dlClorida : 105 mmo/L

Hasil FL :Makros : Warna : Kuning Konsistensi : Lembek Bau : KhasMikros : Eritrosit : 0-1 Leukosit : 0-1 Epithel : +S/ BAB cair sebanyak 5 kali, muntah 4 kali, demam (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 120x/mRR : 24x/mT : 37,6C

KepalaMuka : normochephal, UUB cekung (+)Mata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : membaik

A/ Diare akut + vomitus + rehidrasi

P/ - IVFD RL X gtt/mnt (mikro) Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet Cek FL

Konsul konsulen Terapi teruskan Antibiotik tunda

Setelah hasil lab keluar lapor ke konsulen bahwa leukosit 20.500 Inj. Ampicillin 120mg/8 jam

15 Januari 2015, pukul 07.00 WIB

Natrium : 143 mmo/LKalium : 3,8 mmo/LCalsium : 9,1 mg/dlClorida : 118 mmo/LS/ BAB cair sebanyak 3 kali, muntah (-) , demam (-), minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 120x/mRR : 24x/mT : 36,5C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasi

P/ - IVFD Nacl 3% gtt VIII/mnt (mikro) Inj. Ampicillin 120mg/8 jam Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet Cek ulang elektrolit 12 jam setelah pemasangan Nacl 3 %

16 Januari 2015, pukul 07.00 WIBS/ BAB cair berkurang, muntah (-) , demam (-), minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 100x/mRR : 24x/mT : 36,5C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasi

P/ - IVFD RL gtt X/mnt (mikro) Inj. Ampicillin 120mg/8 jam Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet

17 Januari 2015, pukul 07.00 WIB

HB : 10,3 gr/dlHT : 30%Leukosit : 13.400/ulDiff Count : 0/0/0/56/38/6Trombosit :482.000 /ul

S/ BAB cair masih dan berbusa, muntah (-), minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 112x/mRR : 24x/mT : 36,7C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasi

P/ - IVFD RL gtt X/mnt (mikro) Inj. Ampicillin 120mg/8 jam Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet Cek DL ulang

18 Januari 2015, pukul 07.00 WIBS/ BAB cair berkurang, muntah (-) , minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 112x/mRR : 24x/mT : 36,9C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasi

P/ - IVFD RL gtt X/mnt (mikro) Inj. Ampicillin 120mg/8 jam Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet

19 Januari 2015, pukul 06.30 WIBS/ BAB cair berkurang, muntah (-) , demam (+), batuk pilek (+), minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 118x/mRR : 22x/mT : 38,5C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasi

P/ - IVFD RL gtt X/mnt (mikro) Inj. Ampicillin 120mg/8 jam Ambroxol 3 x 1cc Paracetamol syrp 3 x 1/3 cth Oralit 3 x sachet Zink 1x 10 mg Lacto-B 1x 1 sachet

20 Januari 2015, pukul 06.30 WIBS/ BAB sudah ada ampas, muntah (-) , demam (-), batuk pilek (+), minum (+).

O/ KU : Tampak sakit sedangKes : SadarHR : 110x/mRR : 20x/mT : 36,2C

KepalaMuka : normochephalMata : anemis -/- ikterik -/- , mata cekung -/- Hidung : NCH (-), sekret (-)Mulut : bibir hiperemis (-)ParuI : Retraksi (-)P : ekspansi simetrisP : sonor A : vesikuler +/+, WH -/-, RK -/-JantungI : Ictus cordis tak terlihatP : ictus cordis terabaP : redupA : BJ I/II reguller, gallop (-), murmur (-)AbdomenI : Datar, post kolonostomiA : Bising usus (+)P : TimpaniP : Lemas, nyeri tekan epigastrium + hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas:Simetris,edema (-)Turgor kulit : baik

A/ Diare akut + rehidrasiP/ - Lapor konsulen Ambroxol 3 x 1cc Cefadroxil 3 x 1/3 cth BLPL Orangtua diberikan edukasi

II. ANALISA KASUS

Pasien merupakan anak laki-laki berusia 3 bulan, dengan BB 3,5 kg datang dengan keluhan BAB cair berwarna kuning, tidak berampas, tidak berlendir, dan tidak berdarah sebanyak 8-9 kali dalam sehari. Kemudian pasien juga muntah muntah sebanyak 5 kali dalam sehari. Muntah sebanyak gelas belimbing yang merupakan makanan yang dimakan pasien. Urin yang dihasilkan pasien sedikit. Nafsu makan pasien sedikit menurun. Pasien tidak demam. Pasien sudah dibawa ke bidan namun tidak ada perbaikan. Setelah itu pasien di bawa ke puskesmas dan di rujuk di RSAM.

Pada pemeriksaan fisik awal pasien ini didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 144 x/menit, pernafasan 36 x/menit, suhu pada saat awal masuk 36C. Kepala normochepal, UUB cekung, mata cekung, pada hidung dalam batas normal, bibir hiperemis. Jantung tidak ditemukan kelainan. Paru-paru dalam batas normal, nyeri tekan epigastrium -, bising usus meningkat, turgor menurun < 2 detik. Ekstremitas dalam batas normal.

Pasien ini didiagnosa diare akut dengan dehidrasi ringan sedang dan vomitus karena pada anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan BAB cair yang tidak berampas, lendir -, darah -, 6x/hari, adanya muntah yang terus menerus (5x/hari), nafsu makan yang menurun, rewel/gelisah, BAK yang sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam -, pernapasan yang normal, nadi yang teraba kuat dan reguler, UUB yang teraba sedikit cekung, mata cekung, bising usus meningkat, turgor kulit yang menurun (< 2 detik). Diagnosis ini sesuai dengan literatur yang ada yang menjelasakan bahwa diare akut merupakan kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari yang berlangsung < 14 hari. Selain diare akut, pasien ini juga disertai dengan dehidrasi ringan-sedang. Derajat dehidrasi ini sudah sesuai dengan literatur yang ada dimana dijelaskan bahwa kriteria dehidrasi ringan-sedang meliputi 2 atau lebih kriteria dari : gelisah/rewel, mata cekung, haus dan ingin minum banyak, turgor kulit kembali lambat.

Sedangkan, pada pemeriksaan penunjang (14/01/2015) didapatkan Hb 11,7 gr/dl, Leukosit 20.500/ul, Diff count Basophil 0%, eusinofil 0%, neutrofil batang 0%, neurtofil segmen 51%, Limfosit 33 %, dan monosit 16%, natrium 125 mmo/L, kalium 4,3 mmo/L Calsium 9,4 mg/dl Clorida 105 mmo/L. Dari hasil ini dijelaskan bahwa terdapat peningkatan leukosit yang menunjukan bahwa adanya infeksi didalam tubuh pasien yang penyebabnya adalah bakteri. Untuk lebih meyakinkan lagi penyebab dari diare tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan feses lengkap dan kultur feses.

Pada pemeriksaan faeces lengkap (14/01/2015) didapatkan bahwa pada pemeriksaan makroskopis, warna : kuning, konsistensi : lembek, bau : khas dan pemeriksaan mikroskopis, sel erytrosit : 0-1, sel leukosit : 0-1, sel epithel : +. Pada hasil pemeriksaan tersebut tidak didapatkan adanya kadar leukosit yang berlebih (> 10/LPB) yang menandakan tidak spesifik penyebab dari diare tersebut. Bila penyebab diare tersebut adalah infeksi bakteri biasanya akan ditemukan peningkatan jumlah leukosit di feses. Selain itu, tidak ditemukannya peningkatan leukosit pada feses pasien ini dikarenakan sudah diberikannya terapi antibiotik pada pasien ini. Dimana seharusnya pemeriksaan feses lengkap maupun biakan feses dilakukan saat pasien baru pertama kali datang atau sebelum dilakukan tatalaksana sehingga hasil yang didapatkan dapat akurat.

Penatalaksanaan pasien pada saat di RSAM meliputi: IVFD RL gtt XX / menit (mikro)Pada pasien ini dipasang infus RL XX gtt/m dari UGD. Pemasangan cairan infus ini sudah tepat dikarenakan pasien datang disertai dengan dehidrasi ringan-sedang. Namun, tetesan yang diberikan kurang tepat dimana seharusnya tetesan yang diberikan 49 tetes/menit. Tetesan ini didapatkan dari rumus :

Pada tanggal 15/01/2015, cairan pasien ini diganti menjadi NaCl 3% VIII gtt/m selama 12 jam. Penggantian cairan ini dikarenakan pada hasil elektrolit didapatkan penurunan kadar Natrium yaitu 125 mmol (N: 130-150mmol).

Sehingga, menggunakan rumus koreksi natrium yaitu Na x 0.6 x BB (kg) didapatkan koreksi natrium sebesar 10,5 mEq/L. NaCl 3% menaikan kadar Na 1-2 mEq/L dalam 1 jam atau mencapai normal dalam waktu 8 jam. NaCl 3% Na 0,513 mEq/cc. 1 flabot NaCl 3% 500ml1mEq/L dalam 1 jamterkoreksi 10 jam.

Inj. Ceftriaxon 120 mg/12 jamPemberian antibiotik pada pasien disebabkan karena terjadinya peningkatan leukosit yang tinggi yaitu 20.500/uL. Sedangkan untuk dosis yang diberikan sudah tepat. Hal ini sesuai dengan dosis ceftriaxon pada anak yaitu 20-80 mg/kgBB/hari.

Setelah beberapa hari, antibioti diganti dengan ampisilin 120mg/8jam. Dosis ini sesuai dengan dosis anak. Pemberian ampisilin pada anak > 2kg= 100mg/kgBB/hari terbagi tiap 6-8 jam 100x3,5= 350 mg/hari : 3= 116,67 mg atau 120mg/8jam.

Oralit 3x1/2 sachetPemberian ORALIT pada anak < 1 tahun adalah sachet sehingga pada pasien ini dosis ORALIT yang diberikan sudah tepat namun seharusnya pemberian dilakukan setiap bayi BAB cair. Zink 1x10 mgPemberian ZINC pada anak < 6 bulan adalah tablet sehingga pada pasien ini dosis ZINC yang diberikan sudah tepat. Dijelaskan bahwa dosis 1 tablet ZINC mengandung 20 mg sehingga bila diberikan tablet berarti dosisnya adalah 10 mg.

Lacto B 1x1 sachetPemberian probiotik yaitu Lacto B dalam kasus diare bukan merupakan salah satu tatalaksana dari diare sehingga tidak perlu diberikan. Paracetamol 3x1/3 cth

Pemberian antipiretik pada kasus diare hanya merupakan terapi simptomatik. Pada pasien ini tidak perlu diberikan antipiretik. Ambroxol syr 3x1 ccPemberian ambroxol pada pasien disebabkan karena pada masa perawatan pasien mengeluhkan batuk dan pilek. Dosis anak s/d usia 2 tahun 0,5ml (10 tetes) 2x1 sediaan 20 ml dimana 15mg/ml. Dosis kurang tepat. Cefadroxil syr 3x1/3Pemberian antibiotik sirup ini dikarenakan pasien sudah boleh pulang dan pasien masih bayi. Dosis yang diberikan seharusnya BB < 40kg 25mg/kgBB/hr terbagi 2 dosis 25x3,5=87,5:2= 43,75ml/kali. Sediaan sirup 125mg/5ml 1ml=25mg 2x1cth. Jadi, dosis kurang tepat. EdukasiPada saat pulang, ibu diberi edukasi mengenai perawatan dan pengawasan bayinya. PrognosisPrognosis pada pasien ini ad bonam karena pasien ini pulang dalam keadaan membaik.

III. TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISIDiare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata dirrovia (bahasa Yunani) yang bearti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalama usus, terutama pada keadaan keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpsi dan sekresi. Diare sering didefinisikan sebagai berak lembek cair sampai cair sebanyak 3 kali perhari. UKK Gasto-hepatologi IDAI (2009) mendefinisikan diare sebagai peningkatan frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. Kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.

ETIOLOGI

a. Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor yaitu :1. Faktor infeksia). Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak :a. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherechia Coli, Salmonella, Shigella, Yersina,b. Infeksi Virus : Enterovirus,c. Infeksi parasit : cacing ( Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongiloides),d. Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Thricomonas hominis,e. Infeksi jamur : Candida albicans.

b). Infeksi Parenterial yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti tonsilofaringitis.

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi atau anak dibawah tiga tahun. Makanan dan miniman yang terkontaminasi melalui tangan yang kotor, lalat, dan alat-alat makan yang terkontaminasi juga dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit diare tersebut (Azrul Azwar, 1989). Adapun sumber-sumber penularan penyakit dapat terjadi melalui : air, makanan, minuman, tanah, tangan dan alat yang digunakan secara pribadi.

Bila seseorang penderita disentri amoeba sembuh dari penyakitnya, maka amoeba akan bertukar bentuk menjadi bentuk kista. Kista ini akan keluar bersama faeces dan dapat hidup terus karena tahan terhadap segala pengaruh dari luar. Buang air besar sembarangan akan menjadikan sarang lalat, apabila lalat tersebut hinggap pada makanan, maka akan terjadi kontaminasi (Depkes RI, 1991).

2. Faktor MalabsorbsiFaktor malabsorbsi ini meliputi :a) malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intolerans laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terserang ialah intoleransi laktosa,b) Malabsorbsi lemak,c) Malabsorbsi protein,3. Factor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan,4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

EPIDEMIOLOGI Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.PATOFISIOLOGIDiare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. Sitotoksin Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. Enterotoksin Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida. Peranan Enteric Nervous System (ENS) Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VI Pergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.

Manifestasi KlinisDiare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Penegakan Diagnosis AnamnesisPasien diare akut datang dengan gambaran klinis yang bergantung dari etiologinya. Keluhan diare akut infektif bersifat khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan feces yang sering, bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung dari bakteri patogen yang spesifik. gambaran klinis diare juga dapat dibedakan menurut letak usus yang sakit.

Berikut adalah hubungan antara karakteristik feces dengan usus yang sakit:Karakter fecesUsus halusUsus besar

MorfologiBerairBerlendir, darah (+)

VolumeBanyakSedikit

FrekuensiMeningkatSangat meningkat

DarahDarah (mikros)Darah banyak (makros)

PhMungkin > 5,5>5,5

Leukosit10 dengan perbesaran maksimal

Leukosit darahNormalBisa leukositosis

PatogenViralRotavirus, Adenovirus, Calicivirus, Astrovirus, NorovirusEnterotoxigenic bacteriaE coli,Klebsiella, Clostridium perfringens, Cholerasp.,Vibriosp.ParasitesGiardiasp.Cryptosporidiumsp.Invasive bacteriaEscherichia Coli(enteroinvasive, enterohemorrhagic), Shigellasp.,Salmonellasp.,Campylobactersp.,Yersiniasp.,Aeromonassp.,Plesiomonassp.Toxic of bacteriaClostridium difficileParasitesEntamoeba organisms

Tabel .Korelasi karakteristik feces dan usus yang sakit (Takayeshu, 2010)

Dibutuhkan informasi tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air besar dan muntah,intakecairan dan urine output, riwayat perjalanan, penggunaan antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare.

Pemeriksaan FisikYang dapat ditemukan saat melakukan pemeriksaan fisik yakni1. Dehidrasi, yang dapat timbul bila terjadi diare berat dan terbatasnya asupan oral karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Berikut adalah klasifikasi diare menurut klinisnya:

Kekurangan cairan pada anak dapat diperkirakan sebagai berikut :

PengukuranKekurangan Cairan (%) Berat BadanKekurangan Cairan dalam ml/Kg Berat Badan

Tidak Dehidrasi10%>100 ml/kg

Tabel. Hubungan Derajat Dehidrasi Dengan Perkiraan Jumlah Cairan yang Hilang (Bhan et al, 2009)

2. Gagal tumbuh dan malnutrisiPenurunan massa tubuh dan lemak atau edema perifer dapat menunjukkan kelainan malabsorpsi karbohidrat, lemak, dan/atau protein. Giardia sp. dapat mengakibatkan diare intermiten dan malabsorpsi lemak.3. Nyeri abdomenPemeriksaan abdomen diperlukan untuk mengetahui adanya dan kualitas bunyi usus serta ada atau tidak adanya distensi abdomen. Nyeri saat palpasi biasanya tidak didapatkan pada diare. Nyeri abdomen fokal yang bertambah nyeri bila dipalpasi menunjukkan kemungkinan komplikasi atau diagnosis non-infeksi lainnya.4. Eritema perianalBuang air besar yang sering dapat menimbulkan kerusakan kulit perianal, terutama pada bayi dan anak kecil. Malabsorpsi karbohidrat sekunder dapat mengakibatkan feces asam. Malabsorpsi asam empedu sekunder mengakibatkan dermatitis berat perianal.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang diperlukan pada pasien dengan dehidrasi atau toksisitas berat atau diare yang sudah berlangsung selama beberapa hari. pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan feces, pemeriksaanEnzym-linked Immunoabsorbent Assay(ELISA) untuk mendeteksi giardiasis, test serologi amebiasis, dan foto rontgen abdomen.Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis, pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasive ke mukosa, memiliki leukositosis dengan sel darah putih muda.Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan feces dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam feces yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, telur cacing, dan parasit dewasa.Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri

PENATALAKSANAAN

Di dalam melakukan prosedur tatalaksana diare, petugas kesehatan harus melakukan tahap demi tahap untuk membantu ibu/pengasuh dari balita penderita diare dapat terlibat aktif dalam pengobatan diare balitanya.

A. MENILAI DERAJAT DEHIDRASI

Petugas kesehatan dalam melakukan prosedur penilaian derajat dehidrasi balita yang harus dilakukan adalah:

1. Tanyakan Riwayat Penyakit Anak Berapa lama anak sudah mengalami diare? Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari? Apakah tinjanya ada darah? Apakah anak muntah? Apakah ada penyakit lainnya?

2. Lihat dan Periksa Bagaimana keadaan umum anak? Sadar atau tidak sadar? Lemas atau terlihat sangat mengantuk? Apakah anak gelisah? Berikan minum, apakah dia mau minum? Jika iya, apakah ketika minum ia tampak sangat haus atau malas minum? Apakah matanya cekung atau tidak cekung? Lakukan cubitan kulit perut (turgor), Apakah kulitnya kembali segera, lambat atau sangat lambat (lebih dari 2 detik)?

Lakukan penilaian dengan membaca tabel di bawah

B. Prinsip tatalaksana Diare Mencegah terjadinya dehidrasiDehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (DEHIDRASI HIPERTONIK) atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (DEHIDRASI ISOTONIK) atau hilangnya natrium yang lebih daripada air (DEHIDRASI HIPOTONIK).Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita mengalami diareadalah:

1. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi yang masih menyusui (bayi 0 24 bulan atau lebih) dan bagi petugas kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu untuk menyusui bayinya jika ibu berhenti menyusui bayinya yang masih berusia 0-24 bulan

2. Pemberian ORALIT sampai diare berhenti

3. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa diberikan oleh keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare, dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh: kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah tangga dan ORALIT di rumah, bisa dengan memberikan air minum

4. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan

Mengobati dehidrasi (ORALIT)ORALIT adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.MANFAAT ORALITdiberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan ORALIT. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam ORALIT dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diareSejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan ORALIT dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan ORALIT osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan:- Mengurangi volume tinja hingga 25%- Mengurangi mual muntah hingga 30%- Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%

Mempercepat kesembuhan (OBAT ZINC)Bukti ZINC baik dan aman untuk pengobatan diare berdasarkan hasil penelitian Departement of Child and Adolescent Health and Development, World Health Organization yaitu:a. ZINC sebagai obat pada diare 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi ZINC (Penelitian di India) 20% risiko diare lebih dari 7 hari berkurang 18% 59% mengurangi jumlah tinja Mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan

b. ZINC dan pengobatan diare akut 25% mengurangi lama diare

c. ZINC dan pengobatan diare persisten 24% diare persisten berkurang

d. ZINC sebagai obat pencegah diare akut dan persisten Jika ZINC diberikan 5-7 kali per minggu dengan dosis yang dianjurkan (RDA) memberikan - 18% penurunan insiden diare - 25% penurunan diare

Pada penelitian lanjutan didapatkan - 11% penurunan insiden diare persisten - 34% penurunan prevalen diare

e. ZINC pencegahan dan pengobatan diare berdarah Pemberian ZINC baik dalam jangka pendek dan panjang terbukti menurunkan kejadian diare berdarah.

f. ZINC dan penggunaan antibiotik irasional Sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare masih 80% sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberi antibiotik tidak lebih dari 20%, sangat tidak rasional, (data sesuai dari hasil presentasi dr. M. Juffrie, PhD, SpA(K) dalam Kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia, Padang, 2008). Pemakaian ZINC sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan menurunkan pemakaian antibiotik irasional.

g. ZINC mengurangi biaya pengobatan Mengurangi jumlah pemakaian antibiotik dan, Mengurangi jumlah pemakaian ORALIT.

h. ZINC aman diberikan kepada anak.

Memberi MakananPemberian makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat1. Bayi berusia 0 6 bulanSaat usia ini, bayi HANYA diberikan Air Susu Ibu (ASI) saja sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari; pagi, siang maupun malam hari. Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI. Jika ibu memberikan susu formula atau makanan lain:-Bangkitkan rasa percaya diri ibu untuk HANYA memberikan ASI saja jelaskan keuntungan ASI dan dengan memberi ASI saja mencukup kebutuhan bayi meskipun bayi sedang diare-Susui bayi lebih sering, lebih lama; pagi, siang maupun malam-Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makanan lain

2. Bayi berusia 6 24 bulan Teruskan pemberian ASI Mulai memberikan Makanan Pendamping ASI (MP ASI) yang teksturnya lembut seperti bubur, susu, pisang Secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat ditambah kuning telur/ayam/ikan/ tempe Setiap hari berikan makanan sebagai berikut:Usia 6 bulan : 2 x 6 sdm peresUsia 7 bulan : 2 3 x 7 sdm peresUsia 8 bulan : 3 x 8 sdm peres

3. Balita umur 9 sampai 12 bulan Teruskan pemberian ASI Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau Setiap hari berikan makanan sebagai berikut:Usia 9 bulan : 3 x 9 sdm peresUsia 10 bulan : 3 x 10 sdm peresUsia 11 bulan : 3 x 11 sdm peres Berikan selingan 2 kali sehari di antara waktu pemberian makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat

4. Balita umur 12 sampai 24 tahun Teruskan pemberian ASI Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak Berikan 3 x sehari, sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah Beri makanan selingan kaya gizi 2 x sehari diantara waktu makan Perhatikan variasi makanan Sejak umur 12 bulan, anak sudah bisa makan makanan keluarga

5. Balita umur 2 tahun lebih Berikan makanan keluarga 3 x sehari, sebanyak 1/3 1/2 porsi makan orang dewasa Berikan makanan selingan kaya gizi 2 x sehari diantara waktu makan

ANJURAN MAKAN UNTUK DIARE PERSISTEN Jika anak masih mendapat ASI: Berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang dan malam Jika anak mendapat susu selain ASI:- Kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI- Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi di tambah tempe- Jangan diberi susu kental manis- Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan sesuai dengan kelompok umur

Mengobati masalah lainApabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi.

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein dkk, 2004).

C. Prosedur tatalaksana Diare

Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh balita :

1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.

RENCANA TERAPI A

Diare tanpa dehidrasi bila terdapat dua tanda atau lebih : Keadaan Umum baik, sadar Mata tidak cekung Minum biasa, tidak haus Cubitan kulit perut/turgor kembali segera

RENCANA TERAPI BBila terdapat dua tanda atau lebih:Gelisah, rewelMata cekungIngin minum terus, ada rasa hausCubitan kulit pertu/turgor kembali lambat

RENCANA TERAPI CDiare dehidrasi Berat Bila terdapat dua tanda atau lebih :Lesu, lunglai/tidak sadarMata cekungMalas minumCubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 dtk

KOMPLIKASI Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia sp

PROGNOSIS Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.PENCEGAHANKarena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. KESIMPULAN Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

1.Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68. 2.Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51. 3.Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50. 4.Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf 5.Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71. 6.Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305. 7.Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10. 8.Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57. 9.Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40. 10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56. 11.Tatalaksana Penderita Diare. Available from http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf. 12.Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47. 13.Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70. 14.Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56. 15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13. 16.Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66. 17.Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79. 18.Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79. 19.Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.