cover sosio maret 2019 - lembaga penelitan

81
SOSIOHUMANITAS JOURNAL Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora diterbitkan oleh: LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LANGLANGBUANA VOLUME NOMOR HALAMAN BANDUNG ISSN 2 1 1 - 78 MARET, 2019 PRINT – 1410-9263 ONLINE – 2654-6205

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SOSIOHUMANITAS JOURNAL

Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora

diterbitkan oleh:

LEMBAGA PENELIT IAN

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

VOLUME NOMOR HALAMAN BANDUNG ISSN

2 1 1 - 78 MARET, 2019 PRINT – 1410-9263

ONLINE – 2654-6205

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1 MARET 2019

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

EDITORIAL TEAM

Editor in Chief

Farid S. Nurdin

Editorial Team

Farid S. Nurdin

Pin Arya Pinandita

Wahyu Zabudi

Section Editor

Pin Arya Pinandita

Wahyu Zabudi

Layout Editor

Pin Arya Pinandita

Penerbit

Lembaga Penelitian Universitas Langlangbuana

Alamat

Jl. Karapitan No. 116 Bandung 40261

Telp./Fax. 022-4200134/022-4237144, e-mail: [email protected]

DAFTAR ISI

Pengaruh Jiwa Kewirausahaan dan Peranan Pemerintah Terhadap Keberhasilan Usaha (Studi Pada Usaha Bakso Di Kota Malang) …………………………….. 1 – 13

Oleh: Muliastuti Anggrahini

Upaya Pencegahan Anak Dari Pengaruh Minuman Keras Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak …………………….... 14 - 21

Oleh: Dani Durahman

Memaksimalkan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Bicameral di Indonesia …………………………………..……………………………… 22 - 26

Oleh: Bambang Rudiansah

Analisis Yuridis Mengenai Peran PPAT Dalam Pendaftaran Tanah …………..……………. 27 - 33

Oleh: Riza Zulfikar

Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan Bencana (Studi Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat) ……………..… 34 - 39

Oleh: Uswatun Hasanah

Pelaksanaan Penyitaan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Perundang-Undangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ………………...…… 40 - 45

Oleh: Abdul Muis BJ

Pengaruh Kepemimpinan Visioner, dan Motivasi Terhadap Kinerja Dokter di RS. X Tipe C …………………………………………………………..……. 46 - 51

Oleh: Rukhiyat Syahidin

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan di PT. Pos Indonesia Cabang Solo ………………………………………..……….. 52 - 57

Oleh: Charolina Ayu Saputri, Bachruddin Saleh Luturlean

Pengaruh PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar Mata Uang Terhadap Non-Performing Financing (Studi Kasus Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2016) ……………………………………………...………………… 58 - 62

Oleh: Muhammad Ilham Nur Alif, Hendratno

Social Network Analysis Untuk Analisa Interaksi User di Media Sosial Mengenai Bisnis E-Commerce (Studi Kasus: Lazada, Tokopedia Dan Elevenia) ………….. 63 - 69

Oleh: Made Kevin Bratawisnu, Andry Alamsyah

Social Network Analysis Pada Interaksi Sosial Twitter Mengenai Operator Telekomunikasi Seluler di Indonesia (Studi Pada Telkomsel Dan Indosat Ooredoo) …...… 70 - 72

Oleh: Puput Hari Sanjani, Andry Alamsyah

Eksplorasi Pemimpin Opini Untuk Alternatif Pendukung Pemasaran PT. Net Mediatama Indonesia Menggunakan Metode Analisis Jejaring Sosial Di Twitter ………………………………………………………………………. 73 - 78

Oleh: Dian Puteri Ramadhani, Andry Alamsyah, Mukti Bawono Wicaksono

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 1

PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN PERANAN PEMERINTAH TERHADAP KEBERHASILAN USAHA

(STUDI PADA USAHA BAKSO DI KOTA MALANG)

Oleh:

Muliastuti Anggrahini

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Langlangbuana Bandung

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai pengaruh dari jiwa kewirausahaan pengusaha dan peran pemerintah terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang. Terdapat beberapa jiwa kewirausahaan yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha diantaranya menerima resiko, kreatifitas, fleksibilitas, reaksi positif terhadap tantangan, jiwa dinamis dan kepemimpinan, kemampuan bergaul, peka terhadap saran, prestasi, inisiatif, mampu berdiri sendiri, orientasi masa depan, orientasi laba, perspektif, keluwesan, pengetahuan tentang produk dan teknologi. Terdapat empat peranan pemerintah yang dapat menunjang keberhasilan usaha yaitu mengurangi regulasi, mempermudah perijinan, bantuan modal, dan penyerderhanaan pajak. Dalam mengukur keberhasilan usaha dilakukan berdasarkan penambahan aset, laba perusahaan, volume penjualan, keunggulan produk, keunggulan harga, penambahan cabang baru, penambahan jenis produk dan penambahan jumlah karyawan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif dengan metode penelitian descriptive survey dan explanatory survey. Untuk operasional variabel penelitian yang digunakan terdiri dari variable bebas yaitu jiwa Kewirausahaan Pengusaha(X1) yaitu Peranan Pemerintah (X2) sedangkan variabel terikat yaitu Keberhasilan Usaha (Y). Data yang digunakan diperoleh dari seluruh pengusaha bakso di kota Malang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi lapangan, kuesioner disusun berdasarkan metode Likert Summated Rating (LSR). Metode analisis yang digunakan yaitu analisis jalur. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha adalah sebesar 76,1%. Pengaruh terbesarnya terdapat dari variabel jiwa kewirausahaan sedangkan pengaruh terkecil terdapat pada variabel peranan pemerintah.

Kata Kunci: Jiwa kewirausahaan Pengusaha, Peranan Pemerintah, Keberhasilan Usaha

ABSTRACT

This study discusses the influence of entrepreneurial spirit and the government's role in the success of meatball business in Malang. There are 22 factors in the entrepreneurial spirit that are studied here, which include being full of energy, accepting risks, creativity, flexibility, positive reactions to challenges, dynamic spirit and leadership, ability to get along, sensitive to suggestions, achievements, initiatives, being able to stand alone, future traders, profit orientation, perspective, flexibility, knowledge about products and technology. There are four roles of the government that can support business success, namely reducing regulations, facilitating licensing process, capital assistance, and simplifying taxes. Business success is measured by the gain of assets, company profits, sales volume, product excellence, price advantages, the increase of the number of new branches, the growing variety of product types and the growth of the number of employees. The type of research used is descriptive and verificative with descriptive survey and explanatory survey research methods. Operational variables consist of independent variables (independent / variable X1), namely Entrepreneurial Spirit and independent variable (Independent / X2 variable), namely the Government’s Role while the dependent variable (Y variable) is Business Success. The data presented is obtained from all meatball entrepreneurs in Malang, 31 respondents in total. Data collection is accomplished by using questionnaires, interviews and field observations. The questionnaires are arranged based on the items and methods of likert's summated rating (LSR). The analytical method used is the path analysis. The results indicate that the influence of entrepreneurial spirit and the government's role in business success is 76.1%. The biggest influence is from the entrepreneurial spirit variable while the smallest influence is on the role variable of the government.

Keywords: Entrepreneurial Spirit, Government’s Role, Business Success

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 2

PENDAHULUAN

Peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Namun demikian, sejak krisis ekonomi, peranan UKM meningkat dengan tajam. Saat ini pemerintah memberikan peranan besar bagi perkembangan perekonomian rakyat dengan menekankan pentingnya peningkatan kualitas, produktivitas dan daya saing. Caranya dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada usaha kecil, menengah dan koperasi yang telah terbukti memiliki ketahanan ekonomi yang lebih dalam menghadapi krisis ekonomi. Guna mendukung peranan tersebut Pemerintah telah menggulirkan Gerakan Nasional Memasyarakat dan Membudidayakan Kewirausahaan (GNMMK) melalui Inpres Nomor 4/1995. Tujuannya adalah menunjang ekonomi nasional, khususnya dalam mengantisipasi dampak globalisasi ekonomi, keterbatasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, dan pemerataan hasil pembangunan melalui penumbuhan usaha baru dan wirausaha yang kreatif, inovatif, memiliki semangat berusaha yang tinggi dan mampu menanggung resiko yang muncul guna menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Bertitik tolak dari krisis yang terjadi di Indonesia, maka sebaiknya semakin disadari bahwa perkembangan suatu bangsa itu terletak pada bagaimana kemampuan dan kemauan serta semangat sumber daya manusianya sebagai aset utama dan terbesar dalam mengembangkan potensi bangsa, selain itu peranan pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah juga menjadi kunci utama agar perekonomian menjadi lebih baik. Pemerintah saat ini telah menjalankan berbagai macam strategi pemberdayaan UKM dan memberi kesempatan yang sebesaar-besarnya kepada UKM untuk berkembang.

Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia dan pengawasan.

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa di satu pihak jumlah angkatan kerja di Indonesia sangan berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar dan di pihak lain perusahaan besar tidak sanggup menyerap semua pencari kerja. Ketidaksanggupan perusahaan besar dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar relatif padat modal sedangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) relatif padat karya. Perusahaan besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi serta pengalaman kerja yang cukup sedangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) khususnya sebagian pekerjanya berpendidikan rendah.

Usaha Bakso di kota Malang merupakan bentuk usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang produksi makanan diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi di Indonesia. Usaha bakso adalah jenis makanan yang disukai oleh berbagai kalangan usia dan berharga relatif murah sehingga bisnis ini hampir tidak mengenal kata surut.

Keberadaan usaha bakso tersebut dapat menunjukkan kemampuan orang-orang yang mempunyai jiwa kewirausahaan. Meskipun punya potensi besar, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memang mempunyai banyak kelemahan. Berbicara mengenai bakso ini senantiasa tumbuh dari waktu ke waktu. Para pemain lama pada umumnya semakin besar dan mengembangkan bisnisnya menjadi berskala nasional. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang tertarik terjun di sektor usaha ini meskipun akhirnya tidak sedikit yang gulung tikar. Memang diakui, usaha bakso ini memberikan keuntungan (profit margin) yang cukup tinggi bahkan bisa mencapai 50% dari hasil penjualan kotor.

Banyaknya masalah yang dihadapi para pengusaha bakso membuat para pengusaha harus berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidup usaha serta meraih keberhasilan. Untuk mewujudkan kesuksesan suatu usaha diperlukan usaha yang nyata dari pengusaha serta peranan pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil menengah sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian. Keputusan seseorang untuk terjun dan memilih profesi sebagai seorang pengusaha didorong oleh berbagai kondisi yaitu sebagai berikut:

1. Orang tersebut lahir dan atau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki tradisi yang kuat di bidang usaha.

2. Orang tersebut berada dalam kondisi yang menekan sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain jadi wirausaha.

3. Seseorang yang memang mempersiapkan jadi wirausahawan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana jiwa kewirausahaan para pengusaha

dan peranan pemerintah dalam menunjang keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

2. Bagaimana pengaruh jiwa kewirausahaan para pengusaha dan peranan pemerintah dalam menunjang keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan pengaruh jiwa kewirausahaan dari para pengusaha dan peranan pemerintah dalam menunjang keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan maksud penelitian di atas maka dibuatlah tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis jiwa kewirausahaan para pengusaha dan peranan pemerintah dalam menunjang keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jiwa kewirausahaan para pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari, sehingga selain berguna bagi pengembangan pemahaman, penalaran dan pemahaman penelitian. Diharapkan pula akan berguna bagi pengembangan pengetahuan khususnya ilmu kewirausahaan.

2. Lembaga yang teliti, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat yang memiliki usaha serupa

3. Kegunaan praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan mengenai arti pentingnya jiwa kewirausahaan dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan kiat, dasar dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Kewirausahaan adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan prilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup (usaha). Seorang wirausahawan adalah pencipta, pemilik dan pemimpin eksekutif perusahaan. Wirausahawan adalah orang yang menciptakan usaha untuk mendapatkan laba dan terus berkembang yang lebih menekankan resiko keuangan sebagai karakteristik kunci dalam mengambil keputusan.

Kata entrepreneur diturunkan dari kata entreprende. The Concise Oxford French Dictionary (1980) dalam Riyanti (2003:21) mengartikan entrepreneur sebagai to undertake (menjalankan, melakukan, berusaha). Kata wirausaha merupakan gabungan kata wira (gagah berani, perkasa) dan usaha. Jadi wirausaha merupakan orang yang perkasa dan mandiri.

Menurut Zimmerer dan Scharborough (1998) dalam Riyanti (2003:22) menyebutkan sebagai berikut: “An entrepreneur is one who creates a new business kin face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying

opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on them. “ Peter dan Hisrich (1998:9) juga mengemukakan pendapat yang hampir senada, yaitu: “Entrepreneurship is process of creating something new with value by devoting the necessary time and effort, asumming the accompanying financial, physic and social risk, and receiving the resulting rewards of monetary and personal satisfaction and independence”.

2. Jiwa Kewirausahaan

Jiwa kewirausahaan adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan tertentu, Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan tertentu,

Seorang wirausaha termotivasi untuk melakukan kegiatan usaha dengan berbagai alasan: a. Independensi b. Penembangan diri c. Alternatif unggul terhadap pekerjaan yang tidak

memuaskan d. Penghasilan e. Keamanan

Hornaday dalam Winardi (2003) mengatakan bahwa seorang pengusaha yang berhasil adalah mereka yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kepercayaan pada diri sendiri Sifat ini dimulai dari pribadi yang mantap. Watak yang dimiliki adalah: 1) Kepercayaan (keteguhan) 2) Ketidak tergantungan 3) Kepribadian mantap 4) Optimisme

b. Penuh energi dan bekerja dengan cermat Seorang pengusaha mencintai pekerjaan bisnisnya serta mencintai produk yang dihasilkannya.

c. Kemampuan untuk menerima resiko diperhitungkan Pada umumnya pengusaha yang berhasil memiliki keputusan yang memerlukan resiko yang moderate atau sedang.

d. Memiliki kreativitas Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda, sedangkan inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan, mengaplikasikan sesuatu yang baru dan berbeda..

e. Memiliki fleksibilitas Seorang pengusaha harus fleksibel dan membuat pilihan-pilihan manajeman.

f. Memiliki reaksi positif terhadap tantangan yang dihadapi Seorang pengusaha harus mempunyai ciri yaitu senang dan mampu menghadapi tantangan.

g. Memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan Pengusaha yang berhasil, ditentukan oleh kemampuan dalam memimpin atau disebut juga dengan kepemimpinan.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 4

h. Memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang-orang Sifat kepemimpinan juga tergantung kepada masing-masing individu dalam menyesuaikan diri dengan organisasi atau orang yang ia pimpin.

i. Memiliki kepekaan untuk menerima saran-saran Pemimpin yang baik harus mau menerima kritik dari bawahan serta harus bersikap responsif.

j. Memiliki kepekaan terhadap kritik yang dilontarkan terhadapnya Seorang pengusaha harus terbuka terhadap saran dan kritik yang dilontarkan kepadanya

k. Memiliki pengetahuan (memahami) pasar l. Agar bisnis kita tampil beda dengan bisnis lain,

walaupun dalam usaha sejenis, maka perlu diciptakan berbagai perbedaan (diferensiasi), atau membuka usaha baru yang betul-betul beda dengan usaha yang sudah ada.

m. Ulet dan memiliki kebulatan tekad untuk mencapai sasaran

n. Seorang pengusaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian, rasa tanggung jawab yang tinggi dan tidak mau menyerah walaupun dihadapkan pada halangan atau rintangan yang tidak mungkin dihadapi.

o. Memiliki banyak akal Seorang pengusaha memiliki kemampuan untuk bangkit diatas kebiasaan rutin dan melihat permasalahan dari perspektif yang lebih luas kemudian memfokuskannya pada kebutuhan untuk berubah.

p. Memiliki rangsang/kebutuhan akan prestasi Berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam pandangan dan bertindak terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan, bencana dan mengutamakan monitoring.

q. Memiliki inisiatif Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Dalam kewirausahaan peluang hanya diperoleh apabila ada inisiatif.

r. Memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri Pengusaha yang berhasil memiliki kemampuan untuk menempatkan diri mereka dalam situasi dimana mereka bertanggung jawab secara pribadi terhadap kesuksesan atau kegagalan yang akan dijalani oleh usahanya.

s. Memiliki pandangan tentang masa yang akan dating Keuntungan usaha yang tidak pasti mendorong pengusaha selalu melihat peluang, menghargai waktu dan berorientasi ke masa depan. Pengusaha memiliki kecenderungan melihat apa yang akan dilakukan sekarang dan masa yang akan datang, tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dilakukan kemarin.

t. Berorientasi pada laba Menjadi pengusaha akan memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri keuntungan atas investasinya.

u. Memiliki sifat perspektif Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Karena memiliki pandangan yang jauh ke depan, maka ia selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya. (Suryana, 2003:23). Hisrich dan Peters (2000) secara ringkas menyatakan bahwa pada umumnya seorang pengusaha memiliki 3 karakteristik spesial yaitu: • Locus of Control

Yaitu bahwa seorang pengusaha memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa ia memiliki kendali atas segala tindakannya dan bahwa ia dapat mengendalikan hal-hal yang akan membantunya mencapai tujuannya.

• Memiliki jiwa optimisme Seorang pengusaha harus ulet, optimis dan bertanggung jawab.

• Memiliki keluwesan Keluwesan berhubungan dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan perilaku pengusaha lain, kemampuan bernegosiasi dengan kolega mencerminkan kompetensi pengusaha yang unggul.

3. Usaha Kecil Dan Menengah

Pembahasan mengenai usaha kecil tidak lepas dari pemahaman tentang lingkungan dan sistem perusahaan berskala kecil serta berbagai kegiatan yang dilakukan usaha kecil dan hambatan-hambatan yang dijumpai dalam dunia usaha. Upaya dan bentuk lain dari keinginan untuk mengembangkan usaha kecil di Indonesia juga semakin nyata, yaitu dengan adanya kepedulian terhadap usaha kecil yang tercermin dari semakin tingginya peran pemerintah. Dengan harapan usaha kecil di Indonesia mampu berkembang, bersaing dan mencapai sukses dalam era globalisasi dengan produk yang berkualitas global dan diterima di seluruh dunia.

Menurut Longenecker (2003:16) usaha atau bisnis berskala kecil mempunyai kriteria:

1) Usaha tersebut disediakan oleh satu orang atau sekelompok kecil orang, hanya dalam situasi tertentu saja, sebuah usaha memiliki banyak pemilik

2) Operasi bisnis tersebut dilakukan di satu tempat 3) Bila dibandingkan dengan perusahaan terbesar di

industri tersebut, perusahaan ini termasuk kecil. 4) Jumlah karyawan pada perusahaan tersebut

kurang dari seratus orang.

4. Peranan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil

Usaha kecil barangkali merupakan salah satu andalan utama bagi ketahanan ekonomi sebuah negara.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 5

Terbukti di masa krisis dengan bertumbangannya banyak konglomerasi yang dililit hutang luar negeri, usaha kecil menengah terutama yang berorientasi ekspor justru meraup keuntungan yang luar biasa. Sebagian lagi survive dengan berbagai cara karena kecilnya investasi dan modal yang berputar.

Usaha kecil memiliki beberapa kelemahan dan permasalahan, yakni meliputi:

a) Kurangnya permodalan. b) Kesulitan dalam pemasaran. c) Persaingan usaha yang ketat. d) Kesulitan bahan baku. e) Kurang teknik produksi dan keahlian. f) Kurangnya keterampilan manajerial. g) Kurangnya pengetahuan dalam masalah

manajemen, termasuk dalam keuntungan dan akuntansi.

Untuk menjawab kesulitan-kesulitan tersebut, dalam UU No. 22/2008 tentang UMKM, khususnya dalam pasal 7, ayat 1 sangat jelas dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:

a) Pendanaan b) Sarana dan prasarana c) Informasi usaha d) Kemitraan e) Perizinan usaha f) Kesempatan berusaha g) Promosi dagang h) Dukungan kelembagaan

Selanjutnya, mengenai dukungan pemerintah atas UMKM lewat kebijakannya dipertegas lagi dalam pasal 8, yakni bahwa aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, ayat (1) huruf a ditunjukan untuk:

1) Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank.

2) Memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringan sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, kecil dan Menengah.

3) Memperbanyak kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan keuntungan peraturan perundang-undangan.

4) Membantu para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Dalam undang-undang UKMK jelas bahwa pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus dapat memberdayakan UMKM ini melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan penguatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing.

Pemerintah saat ini telah menjalankan strategi pemberdayaan UKM yang dapat diklasifikasikan ke dalam:

1) Aspek manajerial Yang meliputi: peningkatan produktivitas, tingkat utililisasi, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia.

2) Aspek permodalan Yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank dan kemudahan kredit).

3) Mengembangkan program kemitraan Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik sistem bapak angkat, PIR, keterikatan hulu-hilir (forward linkage), keterikatan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura ataupun subkontrak.

4) Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan Apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).

5) Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

5. Kesempatan Untuk Kerkembang

Menurut Mudrajad Kuncoro, UKM harus diberi kesempatan untuk berkembang dengan beberapa cara sebagai berikut:

1) Kurangi regulasi yang membebani. 2) Mempermudah proses perizinan usaha. 3) Mendorong aktivitas subkontrak.

Agar dapat berkompetisi secara efektif, UKM dituntut untuk dapat menekan biaya produksi dengan mengadopsi teknologi usaha yang tepat guna. Aktivitas subkontrak adalah jalan yang paling umum ditempuh untuk menekan sejumlah biaya dan hal ini telah berperan penting dalam kesuksesan integrasi UKM ke dalam usaha yang lebih dinamis, yaitu sektor industri yang berorientasi ekspor.

4) Mendirikan Sebuah Dewan Tingkat Tinggi dalam Pembiayaan UKM.

5) Menyederhanakan Proses Pembayaran Pajak.

6. Keberhasilan Usaha Dalam menghadapi persaingan usaha yang

semakin ketat, perusahaan dituntut untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Michael Porter yang terkenal dengan teori Competitive Strategy, mengemukakan bahwa perusahaan harus mampu menciptakan daya saing khusus agar memiliki

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 6

posisi tawar menewar yang kuat (bargaining power) dalam persaingan. Menurut Porter (Suryana, 2003:128) suatu perusahaan dapat mencapai keberhasilan bila tiga kondisi terpenuhi, yaitu:

1) Tujuan perusahaan dan kebijakan fungsi-fungsi manajemen (pemasaran, keuangan, operasi dan SDM) harus secara kolektif menunjukkan posisi yang terkuat di pasar.

2) Tujuan dan kebijakan tersebut ditumbuhkan berdasarkan kekuatan perusahaan, serta diperbaharui terus (dinamis) sesuai dengan perubahan peluang dan ancaman lingkungan eksternal)

3) Perusahaan harus memiliki dan menggali kompetensi khusus sebagai pendorong untuk menjalankan perusahaan, misalnya dengan reputasi merk (brand name) dan biaya produksi yang rendah (low cost).

Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan di tengah persaingan yang semakin ketat, perlu dilakukan kembali analisis kelayakan usaha tersebut yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

a. Aspek pasar yaitu mencakup produk yang dipasarkan, peluang pasar, permintaan dan penawaran, harga, segmentasi pasar, pasar sasaran, perkembangan pasar, struktur pasar, dan strategi pasar.

b. Aspek manajemen/pengelolaan yaitu meliputi organisasi, aspek pengelolaan, aspek tenaga kerja, metode produksi, lokasi dan layout pabrik atau tempat usaha,

c. Aspek teknik produksi/operasi meliputi lokasi, gedung bangunan, mesin dan peralatan, bahan baku dan bahan penolong, tenaga kerja, metode produksi, lokasi dan layout pabrik atau tempat usaha.

d. Aspek financial/keuangan meliputi sumber dana, penggunaan dana, proyeksi biaya, proyeksi pendapatan, proyeksi keuntungan dan proyeksi aliran kas.

Sementara itu ahli lain Burns (Suryana, 2006:124) menyatakan bahwa agar perusahaan kecil dapat berhasil, maka harus ada usaha-usaha khusus yang diarahkan untuk kelangsungan hidup, konsolidasi, pengendalian, perencanaan dan harapan. Dalam tahapan ini diperlukan penguasaan manajemen, yaitu:

1) Di bidang pemasaran, harus mengubah dari mendapatkan konsumen menjadi situasi peningkatan persaingan. Untuk dapat memenangkan persaingan ini, yang harus diperhatikan adalah keunggulan (jasa, promosi, strategi produk) dan harga yang ditawarkan serta pangsa pasar.

2) Di bidang SDM, mengubah pemilik sebagai pengusaha yang merekrut tenaga kerja yang diberi wewenang yang jelas.

3) Di bidang keuangan, dari tahap cashflow berubah menjadi tahap memperketat pengendalian keuangan.

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap suatu objek di lapangan dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

1. Operasionalisasi Variabel Berdasarkan kerangka pemikiran, terdapat dua

variable yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

• Variabel bebas atau independent variable (X1) = jiwa kewirausahaan dari pengusaha.

• Variabel bebas atau independent variable (X2) = peranan pemerintah.

• Variabel terikat atau dependent variable (Y) = keberhasilan usaha.

2. Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan terdiri

dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer Yang dimaksud dengan data primer adalah data

yang bersumber langsung dari responden penelitian dan pihak-pihak yang relevan. Data pada penelitian ini diperoleh dengan cara: 1) Kuesioner, berupa daftar pertanyaan yang dibuat

dalam bentuk sederhana dengan metode tertutup yang diberikan kepada responden sehingga diperoleh data yang berhubungan dengan penelitian. Kesioner disusun berdasarkan item-item dan metode yang digunakan adalah Likert’s Summated Rating (LSR). Tingkat pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal untuk bagian pertama. Setiap item metode skala Likert diberi pilihan jawaban.

2) Wawancara, sebagai teknik komunikasi langsung untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

3) Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap kejadian-kejadian yang ditemukan terhadap populasi.

b. Data Sekunder Data sekunder berkaitan dengan literatur-literatur

yang diperlukan yang berkaitan dengan topik penelitian dan data mengenai jumlah dan lokasi usaha bakso di Malang.

3. Cara Penentuan Data Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas maupun jiwa kewirausahaan tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya menurut Sugiyono (2004).

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 7

Dari pendapat tersebut maka dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh pengusaha bakso yang ada di kota Malang.

Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data diusahakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam analisis tesis ini. Prosedur tersebut meliputi:

1) Wawancara 2) Observasi 3) Kuesioner

Rancangan Analisis

1. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator yang terukur ini dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata.

Kuesioner pada penelitian disusun berdasarkan berdasarkan item-item dan metode yang Likert’s Summated Rating (LSR). Tingkat pengukuran menggunakan skala ordinal, setiap item metode skala Likert diberi pilihan jawaban.

Metode Transformasi Data

Data mengenai variabel-variabel dalam penelitian ini yang akan dikumpulkan melalui kuesioner adalah data yang berskala ordinal, sedangkan syarat data agar dapat digunakan dalam statistik inferensial dalam hal ini path analysis adalah sekurang-kurangnya berskala interval. Agar dapat dianalisis dengan menggunakan statistik maka terlebih dahulu dilakukan konversi untuk menaikkan dari skala ordinal ke skala interval dengan Method of Successive Interval (MSI) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memperhatikan item pertanyaan/pernyataan. 2) Untuk setiap item pertanyaan/pernyataan,

tentukan berapa banyak responden yang mendapat skor 1,2,3,4 dan 5 yang selanjutnya disebut frekuensi (f).

3) Tentukan proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan banyak responden.

4) Menghitung proporsi kumulatif (pk). 5) Menghitung skala value.

2. Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur digunakan untuk mengukur

besarnya kontribusi atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, baik pengaruh secara langsung maupun pengaruh secara tidak langsung

melalui hubungan dengan variabel bebas lainnya. Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis jalur (path analysis) yang merupakan teknik analisis kuantitatif.

Dalam penelitian ini variabel bebas yaitu jiwa kewirausahaan pengusaha dilambangkan dengan X1 den peranan pemerintah dilambangkan dengan X2 sedangkan keberhasilan usaha yang merupakan variabel terikat dilambangkan dengan Y. Disamping variabel-variabel yang telah disebutkan diatas ada variabel lain yang disebut variabel residu yang diberi symbol ɛ.

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Data Responden Penelitian dilakukan secara langsung dengan

melakukan wawancara seputar proses produksi dan untuk memperoleh data yang lebih konkrit. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada responden yang menjadi pengusaha bakso di kota Malang. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin Diketahui bahwa responden berjenis kelamin pria

sebanyak 21 orang (67.74%) sedangkan responden berjenis kelamin wanita sebanyak 10 orang (32.26%). Hal ini mengindikasikan bahwa usaha bakso di kota Malang umumnya dijalankan oleh kaum pria, tetapi ada juga pengusaha bakso dari kaum wanita meskipun jumlahnya tidak banyak. 3. Tingkat Usia Responden

Diketahui bahwa mayoritas responden yang menjalankan usaha bakso di kota Malang berada pada tingkat usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 10 orang (32.26%), berusia 31-40 sebanyak 11 orang (35.48%), berusia 41-50 tahun 4 orang (12.90%), dan yang berusia >50 tahun sebanyak 6 orang (19.35%). Sedangkan untuk <20 tahun tidak ada. 4. Tingkat Pendidikan Responden

Pada pendidikan terakhir terlihat mayoritas pengusaha yang menjadi responden berpendidikan SD sebanyak 13 orang (41.94%) SMP/sederajat sebanyak 9 orang (29.03%), SMA sederajat sebanyak 5 orang (16.13%) dan Sarjana 4 orang (12.90%). Tidak ada pengusaha bakso yang berpendidikan Pasca Sarjana (S2). 5. Usia Pengusaha Ketika Memulai Usaha

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden pengusaha bakso di kota Malang, diperoleh data usia pengusaha ketika memulai usaha adalah sebagai berikut : < 20 tahun sebanyak 10 orang (32.26%), 21-30 tahun sebanyak 10 orang (32.26%), 31-40 tahun sebanyak 8 orang (25.81%), dan 41-50 tahun sebanyak 3 orang (9.68%). Biasanya para pengusaha bakso tersebut meneruskan usaha bakso yang telah dijalankan oleh orang tuanya sehingga mereka dapat memulai usaha ketika berusia <20 tahun. Sedangkan untuk pengusaha yang memulai usaha ketika berusia >50 tahun tidak ada.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 8

6. Jumlah Tenaga Kerja Yang Dimiliki Dalam menjalankan usahanya para pengusaha

bakso sangat membutuhkan bantuan tenaga kerja karena tanpa adanya tenaga kerja yang baik maka produksi yang dilakukan tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan, sehingga hal tersebut dapat merugikan para pengusaha. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh pengusaha bakso adalah 1-4 orang sebanyak 19 orang (61.29%), 5-19 orang sebanyak 9 orang (%), dan 20-99 orang sebanyak 3 orang (9.68%).

7. Pengujian Pengaruh Jiwa Kewirausahaan Dan Peranan Pemerintah Terhadap Keberhasilan Usaha Tujuan penelitian adalah untuk membuktikan ada

tidaknya pengaruh dari variabel bebas baik secara simultan maupun secara parsial terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang. Adapun jenis statistik yang digunakan untuk dapat mencapai kedua tujuan tersebut adalah dengan menggunakan analisis jalur yang diolah dengan menggunakan software SPSS 18. 8. Hubungan Antar Variabel

Pembahasan mengenai korelasi antar variabel yang ada merupakan suatu dasar perhitungan yang dibutuhkan dalam analisis jalur. Hubungan antar variabel yang diteliti disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Korelasi Bivariat Correlationsa

Jiwa

Kewirausahaan (X1)

Peranan Pemerintah

(X2)

Keberhasilan Usaha (Y)

Jiwa Kewirausahaan (X1)

Pearson Correlation Sig. (2-tailed)

1 .620 .000

.829

.000

Peranan Pemerintah (X2) Pearson Correlation Sig. (2-tailed)

.620

.000 1

.728

.000

Keberhasilan Usaha (Y) Pearson Correlation Sig. (2-tailed)

.829

.000 .728 .000

1

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Listwise N=31

Korelasi menunjukkan indikasi awal adanya hubungan antar variabel. Dari tabel diatas terlihat bahwa korelasi bivariat seluruh variabel adalah signifikan (probability di bawah 0,05). Dari hasil perhitungan korelasi tersebut, terlihat bahwa variabel yang memiliki hubungan paling erat dengan variabel Keberhasilan Usaha (Y) adalah Jiwa Kewirausahaan (X1) yaitu sebesar 0,829. Sedangkan hubungan Peranan Pemerintah (X2) lebih kecil yaitu sebesar 0,728. Hal tersebut menunjukkan bahwa Jiwa

Kewirausahaan (X1) lebih kuat kaitannya dengan Keberhaslan Usaha dibandingkan dengan Peranan Pemerintahan (X2).

Persamaan Jalur

Untuk mengetahui ada tidaknya dan seberapa besar pengaruh Jiwa Kewirausahaan Pengusaha dan Peranan Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha digunakan teknik Statistik Analisis Jalur. Hasil perhitungan Koefisien Jalur disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Koefisien Jalur Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) Jiwa Kewirausahaan (X1) Peranan Pemerintah (X2)

1.601 2.355 .680 .502

.092 .018 .613 5.204 .000

.604 .205 .347 2.949 .006

Dependent Variable: Keberhasilan Usaha (Y) Sumber: Hasil Perhitungan Statistik Menggunakan SPSS 18

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 9

ɛ

X1 PYX1=0,613 PYɛ = 0,489

rx1x2 = 0,620

Y

X2 PYX2=0,347

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien jalur untuk Kewirausahaan Pengusaha terhadap Keberhasilan Usaha (PYX1) sebesar 0,613 dan koefisien jalur untuk Peranan Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha (PYX2) sebesar 0,347.

Besar pengaruh secara bersama-sama 9 (koefisien determinasi) dari Jiwa Kewirausahaan Pengusaha dan

Peranan Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha dapat ditentukan dari hasil perkalian koefisien jalur terhadap matriks korelasi antara variabel sebab dengan variabel akibat diperoleh sebesar 0,761. Hasil tersebut merupakan perhitungan dari tabel di bawah ini:

Tabel 3. Hasil Besar Pengaruh Secara Bersama-sama

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .872a .761 .744 2.42691

Predictors: (Constant), Peranan Pemerintah (X2), Jiwa Kewirausahaan (X1) Sumber: Hasil Perhitungan Statistik Menggunakan SPSS 18

Selain pengaruh variabel Jiwa Kewirausaan Pengusaha dan Peranan Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha, terdapat probabilitas munculnya pengaruh variabel lain (residu). Maka untuk menghitung besarnya koefisien pengaruh variabel dimaksud digunakan formula sebagai berikut:

PYɛ = = 0,489

Persamaan koefisien jalur yang terbentuk dinyatakan sebagai berikut: Y = 0,631X1 + 0,347X2 + 0,489

Persamaan tersebut dapat digambarkan dalam model sruktural sebagai berikut:

Pengujian Hipotesis

Setelah diperoleh nilai-nilai koefisien pengaruh dari variabel yang diteliti selanjutnya untuk menguji apakah jiwa kewirausahaan dan peranan pemerintah berpengaruh terhadap keberhasilan usaha dilakukan uji hipotesis secara statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dalam dua tahapan yaitu pengujian secara simultan untuk mengetahui kebermaknaan pengaruh secara bersama-sama jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha dan pengujian secara parsial untuk mengetahui kebermaknaan pengaruh masing-masing variabel eksogen jiwa kewirausahaan dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha.

Pengujian Simultan dengan Uji F

Untuk pengujian kefisien jalur secara keseluruhan, terlebih dahulu membuat hipotesis pengujian yaitu sebagai berikut:

• H0: Pyx1 = Pyx2 = 0 (Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha).

• H1: Sekurang-kurangnya ada sebuah minimal Pyxi ≠ 0 ; i = 1 , 2 (Terdapat pengaruh yang signifikan antara jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha.

• Kriteria uji: Tolak Ho jika hitung ≥ F tabel, terima H1 dalam hal lainnya.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 10

Statistik uji untuk menguji pengaruh secara simultan adalah:

F = ( n – k - 1) x R2r(x1x2) = (31-2-1) x 0,761 = 44,539 k x (1-R2r(x1x2)) 2 x (1-0,761)

Dari tabel diperoleh nilai F tabel dengan α = 5% untuk derajat bebas (db1) = banyaknya variabel

eksogen = 2 dan derajat bebas (db2) = n – k – 1 = 31-2-1=28 sebesar F (0,05:2:28) = 3,340

Tabel 4. Pengujian Hipotesis Variabel Jiwa Kewirausahaan Pengusaha dan Peranan

Pemerintah terhadap Keberhasilan Usaha Hipotesis Alternatif F Hitung F Tabel Keterangan

X1 dan X2 secara simultan berpengaruh terhadap Y

44,539 3,340 Diterima

Sumber: Hasil Perhitungan Statistik

Karena nilai F hitung = 44,539 > F tabel = 3,340 maka keputusan uji adalah hipotesis nol ditolak. Hasil uji dapat disimpulkan bahwa untuk jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah secara simultan mempengaruhi keberhasilan usaha.

1. Pengujian Parsial dengan Uji t Setelah diperoleh hasil pengujian keseluruhan

jalur signifikan, maka dilanjutkan dengan pengujian signifikan masing0masing kefisien jjalur. Untuk melihat kebermaknaan (signifikansi) pengaruh variabel sebab (X1 dan X2) secara parsial terhadap variabel akibat (Y), maka dilakukan pengujian hipotesis parsial dengan uji t. Hipotesis pengujian yaitu: • H0: Pyx1 = 0 (Tidak terdapat pengaruh jiwa

kewirausahaan pengusaha terhadap keberhasilan usaha).

• H1: Pyx1 ≠ 0 (Terdapat pengaruh jiwa kewirausahaan pengusaha terhadap keberhasilan usaha).

• H0: Pyx2 = 0 (Tidak terdapat pengaruh positif peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha).

• H1: Pyx2 ≠ 0 (Terdapat pengaruh peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha).

• Kriteria uji : Tolak H0 jika t hitung ≥ t tabel (tα; n-k-1) Statistik uji untuk menguji pengaruh secara parsial adalah:

ti

i = 1 dan 2 Dari tabel diperoleh nilai t tabel dengan α = 5%

untuk derajat kebebasan (df) = n-k-1=31-2-1=28 sebesar t(0,05:2:28) = 2,04’

Tabel 5. Hasil Uji – t pada Masing-Masing Variabel

Variabel T hitung T variabel Hasil Pengujian

Jiwa kewirausahaan pengusaha 5,204 2,048 Ho ditolak,

Uji Signifikan

Peranan pemerintah 2,949 2,048 Ho ditolak,

Uji Signifikan

Sumber: Hasil Perhitungan Statistik

Dari tabel di atas dapat diihat bahwa nilai t

hitung untuk variabel jiwa kewirausahaan pengusaha (X1) lebih besar dari nlai t tabel ( t hitung = 5,204 > t tabel = 2,048), ini berarti variabel jiwa kewirausahaan pengusaha (X1) secara parsial berpengaruh terhadap keberhasilan usaha (Y) dan nilai t hitung untuk variabel peranan pemerintah (X2) lebih besar dari nilai t tabel (t hitung = 2,949 > t tabel = 2,048), ini berarti variabel peranan pemerintah (X2) secara parsial berpengaruh terhadap keberhasilan usaha (Y).

Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung

Setelah pengujian koefisien jalur selanjutnya dapat diketahui besarnya pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha sabagai berikut:

• Pengaruh X1 terhadap Y Pengaruh langsung X1 terhadap Y = Pyx1 . Pyx1 = 0,631 x 0,631 x 100% = 37,6% Pengaruh tidak langsung X1 terhadap Y melalui X2

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 11

= Pyx1 . rx1x2 . Pyx2 = 0,631 x 0,620 x 0,347 x 100% = 13,2%

• Pengaruh X2 terhadap Y Pengaruh langsung X2 terhadap Y

= Pyx2 . Pyx2 = 0,347 x 0,347 x 100% = 12,1% Pengaruh tidak langsung X2 terhadap Y melalui X1 = Pyx2 . rx1x2 . Pyx1 = 0,347 x 0,620 x 0,631 x 100% = 13,2%

Tabel 6. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Jiwa Kewirausahaan Pengusaha dan

Peranan Pemerintah Terhadap Keberhasilan Usaha

Variabel Koefisien Jalur Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung

Total Pengaruh

X1 0,631 37,6% 13,2% 50,8% X2 0,347 12,1% 13,2% 25,3%

Total 76,1%

Sumber: Hasil Perhitungan Statistik

Pengaruh Langsung

Berdasarkan tabel diatas pengaruh langsung variabel jiwa kewirausahaan pengusaha terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 37,6% dan pengaruh langsung variabel peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 12,1%.

Pengaruh Tidak Langsung

Berdasarkan tabel di atas pengaruh tidak langsung variabel jiwa kewirausahaan pengusaha melalui peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 13,2%. Dan pengaruh tidak langsung variabel peranan pemerintah melalui jiwa kewirausahaan pengusaha terhadap keberhasilan usaha dari para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 13,2%. Hal tersebut berarti bahwa pengaruh variabel kewirausahaan pengusaha terhadap variabel keberhasilan usaha terdapat peranan pemerintah.

Pengaruh Total

Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel jiwa kewirausahaan pengusaha terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 50,8%. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 25,3%. Pengaruh secara bersama-sama jiwa kewirausahaan pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha pada para pengusaha bakso di kota Malang adalah sebesar 76,1%, sedangkan sisanya sebesar 23,9% dipengaruhi oleh faktor lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Jiwa kewirausahaan para pengusaha terlihat sudah tinggi dan peranan pemerintah dalam menunjang

keberhasilan usaha bakso di kota Malang dinilai responden sudah baik.

2. Hasil pengaruh jiwa kewirausahaan para pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang yang dilakukan analisis menggunakan path analysis memperlihatkan adanya pengaruh yang bermakna dari jiwa kewirausahaan para pengusaha dan peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang. Diantara kedua faktor yang diteliti pengaruh jiwa kewirausahaan para pengusaha terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang diperoleh lebih besar dibandingkan pengaruh peranan pemerintah terhadap keberhasilan usaha bakso di kota Malang.

Saran

Berdasarkan kesimpulan maka dapat diajukan saran-saran penelitian sebagai berikut:

1. Setelah memahami tentang jiwa kewirausahaan atau karakteristik wirausaha yang dimiliki oleh para pengusaha bakso di kota Malang masih perlu adanya peningkatan dari segi jiwa wirausaha yang dimiliki. Dengan adanya peningkatan variabel tersebut diharapkan pengukuran atas jiwa wirausaha akan lebih relevan. Adapun langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan dorongan dan pelatihan yang lebih luas untuk senantiasa menciptakan inovasi baru, kemampuan dalam meningkatkan produktivitas usaha. Diharapkan dengan adanya dorongan dan pelatihan tersebut dapat lebih meningkatkan kualitas dari para pengusaha bakso di kota Malang dapat lebih baik keberadaannya.

2. Berkaitan dengan lembaga terkait seperti pemerintah harus selalu dapat memberikan fasilitas pendukung seperti seperti pelatihan sehingga usaha bakso di kota Malang dapat semakin berkembang dan membuat lebih banyak orang tertarik untuk terjun di bisnis tersebut.

3. Diharapkan ke depannya para pengusaha bakso di kota Malang bisa terus mengembangkan usahanya dengan selalu berinovasi terhadap produknya pemasaran hingga variasi bahan baku serta bahan tambahannya sehingga variasi menunya juga

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 12

semakin banyak. Dengan adanya hal tersebut diharapkan para pengusaha bakso akan dapat lebih berkembang sehingga mampu bersaing.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat membahas pengukuran dari keberhasilan usaha bakso yang lebih luas lagi. Misalnya dari segi produksi, operasi, fasilitas dan lain sebagainya sehingga pengukuran keberhasilan yang dilakukan akan lebih komplit dan menyeluruh. Dari hasil yang dicapai tersebut diharapkan nantinya akan diperoleh informasi yang bisa dipergunakan sebagai referensi dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA

Bygrave, William. 1994. The Portable MBA, Enterpreneurship. Terjemahan Diah Ratna Permatasari. Jakarta : Binarupa Aksara.

Drucker, Peter F. 1993. Innovation and Entrepreneurship, New York : Harper Business

Harimurti Subanar, Drs, 1998, Manajemen Usaha Kecil. Edisi Pertama, Yogyakarta : BPFE

Hisrich, D., Robert, Peter, P. Michael, Entrepreneurship : Starting, Developing, and Managing A New Entreprise, 3 rd edition. Boston : Mc. Graw Hill

Hisrich, D., Robert, Peter, P. Michael, Shepherd Dean, A : Entrepreneurship, 7 th edition, Boston : Mc. Graw Hill

Hodgetts, M., Richard. Kuratko, F. Donald. 1998 Effective Small Busness Management.

Kao, J. Jhon. 1991. The Entrepreneural Organization. New Jersey : Prentice Hall International Inc.

Kuratko, Donald F., Richard M Hodgets, 1995, Entrepreneurship : A Contemporary Apporoach, Third Edition, Florida : The Dryden Press, Harcout Brace College Publisher.

Kotler, Philips. 2000. Marketing Management. Millenium Edition. Prentice Hall Int Inc, New Jersey.

Lamping, Peggy. Kuehl, R., Charles. 2000. Entrepreneurship, 2 nd edition. New Jersey : Prentice Hall International Inc.

Lamb, Charles W and Joseph H. Hair and Carl Mc. Daniel. 2000. Marketing , Ohio : South Western Publishing.

Masri Singarimbun. 1994. Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi. Jakarta : LP3S

Meredith G. Geoffrey. 1996. Kewirausahaan : Teori dan praktikum , Jakarta : Pustaka Binaman Presindo

Moh. Nasir 1999. Metode Pnelitian. Jakarta : Graha Indonesia

Prasetia, Irawan, 1999, Logika dan Prosedur Penelitian. Cetakan I, Jakarta : STTA-LAN

Porter. E., Michael, 1994. Keunggulan Bersaing. Alih Bahasa Tim Penerjemah Bina Rupa Aksara. Judul Asli Competitive Adventure. Collier Maemillan Publisher

Rambat Lupiyoadi, Jero Wacik, 1998. Wawasan Kewirausahaan Cara Mudah Menjadi Wirausaha, Jakarta : Lembaga Penerbitan EE Universitas Indonesia

Rusman Hakim, 1998, Kiat Sukses Berwiraswasta, Jakarta : Pt. Elex Media Komputindo

Scarborough, Norman M., Zimmerer. W. Thomas. 1993. Effeetive Small Business Management. 4 th Edition. New York : Mac-Milan Publishing Company

Suharsini Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakata : PT. Rineka Cipta

Suryana. 2003. Kewirausahaan : Pedoman Praktis, Kilat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta : PT Salemba Empat

Steinhoff, Dan. 1992, Small Business Management Fundamental

Tulus TH Tambunan. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia : Beberapa Isu Penting. Jakarta : Salemba Empat

Thoby Mutis, 1998, Kewirausahaan yang Berproses, Jakarta : PT. Grasindo

Yuyun Wirasasmita. 1994. Buku Pegangan Kewirausahaan. Jatinangor : UPT-Penerbitan IKOPIN

Welsh. Jhon A. Jerry F. White. 1983. The Entrepreneurs Master Planning Guide : How To Launch A Successful Business, Ney York : Prentice Hall Press

JURNAL INTERNASIONAL

Hornaday, J, (1992). Thingking about entrepreneurship: A fuzzy set approach. Jurnal of Small Business Management. 30(4), 12-23.

Hornaday, J. & Aboud, J. (1971). Characteristics of successful entrepreneurs. Personnel Psychology, 24, 141-153.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muliastuti Anggrahini; Pengaruh Jiwa Kewirausahaan … Hal. 13

Hornaday, J. & Bunker, C. (1970). The nature of the entrepreneur. Personnel Psychology, 23, 47-54.

Hull, D., Bosley, J. & Udell, G. (1980). Reviewing the heffalump: Identifying potential entrepreneurs by personality characteristics. Jousrnal of Small Business Management, 18(1), 11-18.

Johnson, B. (1990). Toward a multidimensional model of entrepreneurship: The case of achievement motivation and the entrepreneur. Entrepreneurship: Theory and Practice, 14(3), 39-54.

Timmons, J. (1978). Characteristics and role demands of enrepreneurship, American Journal of Small Business, 3(1), 5-17.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak … Hal. 14

UPAYA PENCEGAHAN ANAK DARI PENGARUH MINUMAN KERAS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Oleh:

Dani Durahman

Fakultas Hukum, Universitas Langlangbuana Bandung

[email protected]

ABSTRAK

Maraknya perdagangan miras saat ini, di warung-warung kecil pinggir jalan bahkan diantaranya sudah terang-terangan berdagang miras. Hal ini berakibat menjadi mudahnya masyarakat mendapatkan minuman keras. Termasuk perdagangan miras yang tidak dibarengi pengetahuan terhadap jenis minuman beralkohol itu sendiri. Banyak diantara mereka yang tidak paham terhadap jenis alkohol yang boleh diminum atau tidak. Peredaran minuman keras saat ini belum dapat tertangani dengan baik, dikarenakan lemahnya penegakan hukum terhadap penjual minuman keras, sehingga dengan adanya penjualan secara mudah minuman keras yang masih berjalan berakibat adanya anak yang turut menjadi konsumen dan mengkonsumsi minuman keras sehingga berakibat buruk terhadap tumbuh kembang anak. Banyaknya pesta miras ini tentunya terjadi tidak begitu saja, kemudahan masyarakat mendapatkan minuman keras membuat beberapa orang dengan mudahnya berpesta miras. Kalau kita melihat beberapa peristiwa, pesta miras ini dilakukan oleh sekelompok orang sudah berusia tua sampai anak SMU yang usianya baru belasan tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang dapat membeli minuman keras dengan mudah di toko-toko minimarket. Kemudahan akses terhadap minuman keras ini kemudian menjadi salah satu faktor pendukung banyaknya peristiwa pesta miras di masyarakat. Faktor pendukung lainnya dari maraknya pesta miras di masyarakat Kelurahan Cigending adalah beredarnya miras ilegal di masyarakat. Salah satu perilaku anak yang menginjak usia remaja yaitu ingin menampilkan jati dirinya kepada teman atau lingkungan, dengan perilaku lingkungan yang kurang baik dan tidak diperhatikan dengan baik oleh keluarga bisa kebablasan. Secara umum remaja ingin diakui keberadaannya dan mendapat perlakuan khusus. Pergaulan yang negatif yang memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras di kalangan remaja. Minuman keras dapat merusak perkembangan tumbuh kembang anak sehingga perlu adanya upaya untuk melindungi anak dari pengaruh buruk minuman keras sebagai upaya penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Tugas penertiban ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pangan dimana Polri berhak dan wajib untuk menertibkan miras ilegal tanpa izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya penertiban miras ilegal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian pesta miras karena menurut beberapa kejadian yang terjadi, warga yang melakukan pesta miras biasanya dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Kata Kunci: Upaya pencegahan pengaruh dampak buruk minuman keras terhadap anak PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat tidak dapat didefinisikan secara singkat dan sederhana sebab ”masyarakat” memiliki arti yang berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Unit terkecil dari sebuah masyarakat adalah keluarga (keluarga inti dan keluarga besar), lingkungan tetangga, famili/warga dan lembaga-lembaga pendukungnya. Setiap masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda, antara lain budaya, nilai dan masalah yang beraneka ragam, terutama di daerah perkotaan. Masyarakat juga tidak hanya terdiri dari pemerintah daerah setempat tetapi ada juga lembaga-lembaga, termasuk juga penduduk di sebuah lingkungan, di suatu daerah tertentu.

Penyakit masyarakat selalu menjadi topik utama dalam surat kabar, berdasarkan berita-berita di surat kabar, sasaran penyakit masyarakat bukan saja anak-anak muda tapi juga orang dewasa dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk pula pegawai negeri dan polisi. Penyakit masyarakat merupakan perilaku menyimpang yang terjadi dalam sosial masyarakat. Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut, apabila terus berkembang akan menyebabkan timbulnya penyakit sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain, penyakit sosial adalah bentuk penyimpangan terhadap norma masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus. Sementara itu, bentuk-bentuk penyakit sosial pun bermacam-macam. Beberapa penyakit sosial yang biasa ditemukan di masyarakat salah satunya minuman keras.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 15

Minuman keras adalah minuman yang memiliki kandungan alkohol lebih dari 5 persen. Keberadaan miras di Indonesia sangat dibatasi oleh aturan pemerintah. Orang-orang yang menyalahgunakan miras akan dikenai sanksi. Adapun yang dimaksud penyalahgunaan di sini adalah suatu bentuk pemakaian yang tidak sesuai dengan ambang batas kesehatan. Artinya, minuman keras boleh digunakan sejauh hanya untuk maksud pengobatan atau kesehatan di bawah pengawasan dokter atau ahlinya. Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras. Sebenarnya, jika tidak digunakan secara berlebihan, jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras tersebut, dapat bermanfaat bagi tubuh. Namun, sangat disayangkan jika jamu atau minuman tradisional tersebut, dikonsumsi secara berlebihan atau sengaja digunakan untuk mabuk-mabukan. Para peminum minuman keras dapat dianggap sebagai penyakit masyarakat.

Peredaran minuman keras saat ini belum dapat tertangani dengan baik, dikarenakan lemahnya penegakan hukum terhadap penjual minuman keras, sehingga dengan adanya penjualan secara mudah minuman keras yang masih berjalan berakibat adanya anak yang turut mengkonsumsi minuman keras sehingga berakibat buruk terhadap tumbuh kembang anak dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dimana setiap anak berhak mendapatkan penghidupan yang layak.

B. Identifikasi Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka Penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor yang mempengaruhi anak

mengkonsumsi minuman keras? 2. Bagaimana upaya pencegahan anak dari pengaruh

buruk minuman keras di tinjau dari Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Minuman Keras

Minuman keras adalah minuman yang memiliki kandungan alkohol lebih dari 5 persen. Keberadaan miras di Indonesia sangat dibatasi oleh aturan pemerintah. Orang-orang yang menyalahgunakan miras akan dikenai sanksi. Adapun yang dimaksud penyalahgunaan di sini adalah suatu bentuk pemakaian yang tidak sesuai dengan ambang batas kesehatan. Artinya, pada dasarnya minuman keras boleh digunakan sejauh hanya untuk maksud pengobatan atau kesehatan dibawah pengawasan dokter atau ahlinya. Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras. Sebenarnya, jika tidak digunakan secara berlebihan, jamu atau minuman tradisional yang dapat digolongkan sebagai minuman keras tersebut, dapat bermanfaat bagi tubuh. Namun, sangat disayangkan jika jamu atau minuman

tradisional tersebut, dikonsumsi secara berlebihan atau sengaja digunakan untuk mabuk-mabukan. Para pemabuk minuman keras dapat dianggap sebagai penyakit masyarakat. Para pemabuk biasanya sudah kehilangan rasa malunya, tindakannya tidak terkontrol, dan sering kali melakukan hal-hal yang melanggar aturan masyarakat atau aturan hukum. Minuman keras juga berbahaya jika dikonsumsi saat mengemudi, karena dapat merusak konsentrasi sehingga dapat menimbulkan kecelakaan. Pada pemakaian jangka panjang, tidak jarang para pemabuk minuman keras meninggal dunia karena organ lambung atau hatinya rusak akibat efek samping alkohol yang dikonsumsinya.

Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (amoral), merugikan masyarakat, sifatnya asosiatif, dan melanggar hukum/undang-undang pidana. Tindak kejahatan bisa dilakukan oleh siapa pun baik wanita maupun pria, dapat berlangsung pada usia anak, dewasa, maupun usia lanjut. Tindak kejahatan pada umumnya terjadi pada masyarakat yang mengalami perubahan kebudayaan yang cepat, yang tidak dapat diikuti oleh semua anggota masyarakat, sehingga tidak terjadi penyesuaian yang sempurna. Selain itu, tindak kejahatan bisa muncul karena adanya tekanan mental atau kepincangan sosial. Oleh karena itu, tindak kejahatan (kriminalitas) sering terjadi pada masyarakat yang dinamis seperti di perkotaan. Tindak kejahatan (kriminalitas) mencakup pembunuhan, penjambretan, perampokan, korupsi, dan lain-lain.

B. Pengertian dan Hak Anak

1. Pengertian Anak

Berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana Pasal 45 batasan anak adalah orang yang berumur dibawah 16 (enam belas) tahun. Terhadap hal ini baik secara teoritik dan praktik maka apabila anak melakukan tindak pidana hakim dapat menentukan anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya, wali atau pemeliharanya tanpa panjatuhan pidana sebagai anak negara atau juga dapat dijatuhi pidana.

Ketentuan batasan umur menurut Pasal 171 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana umur anak di sidang pengadilan yang boleh diperiksa tanpa sumpah digunakan batasan umur di bawah 15 (lima belas) tahun dan belum pernah kawin.

Ketentuan Pasal 1 angka 8 huruf a, b dan c Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan bahwa anak didik pemasyarakatan baik anak pidana, anak Negara dan anak sipil untuk dapat didik di Lapas Anak adalah paling lama sampai berusia 18 (delapan belas) tahun

Sedangkan menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah : “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) Tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 16

dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, pengertian anak yaitu: “Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) Tahun dan belum pernah kawin”. Bahwa menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, bagi seorang anak yang belum mencapai usia 8 (delapan) tahun itu belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak pidana.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih ada dalam kandungan. Sedangkan menurut undang-undang pengadilan anak, anak adalah orang yang dalam perkara pidana telah mencapai delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.(Pasal 14 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014). Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Pengertian anak pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak adalah seseorang yang terlibat dalam perkara anak nakal. Yang dimaksud anak nakal dalam Pasal 1 angka 2 mempunyai dua pengertian, yaitu: 1) Anak yang melakukan tindak pidana

Perbuatan yang dilakukan anak tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan KUHP saja melainkan juga melanggar peraturan-peraturan di luar KUHP misalnya ketentuan pidana dalam Undang-undang Narkotika, Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan sebagainya.

2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak Perbuatan yang terlarang bagi anak adalah baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

Anak yang melakukan tindak pidana ini juga dikenai sanksi pidana. Berbicara mengenai pemidanaan terhadap anak sering menimbulkan perdebatan yang ramai dan panjang, karena masalah ini mempunyai konsekuensi yang sangat luas baik menyangkut diri pelaku maupun masyarakat. Pemidanaan merupakan unsur dari hukum pidana, dimana pemidanaan itu mempunyai akibat negatif bagi yang dikenai pidana, sehingga dalam penjatuhan pidana terhadap anak hakim harus menggunakan dasar pertimbangan yang rasional sehingga dapat

dipertanggungjawabkan. Bagi sebagian orang, menjatuhkan pidana bagi anak dianggap tidak bijak, akan tetapi ada sebagian yang beranggapan bahwa pemidanaan terhadap anak tetap penting dilakukan, agar sikap buruk anak tidak terus menjadi permanen sampai ia dewasa.

Bagir Manan berpendapat bahwa anak-anak di lapangan hukum pidana diperlakukan sebagai “orang dewasa kecil”, sehingga seluruh proses perkaranya kecuali di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan sama dengan perkara orang dewasa. Perlakuan yang berbeda hanya pada waktu pemeriksaan di sidang pengadilan, sidang untuk perkara anak dilakukan secara tertutup (Pasal 153 ayat (3) KUHAP) dan petugasnya (hakim dan jaksa) tidak memakai toga. Semua itu terkait dengan kepentingan fisik, mental dan sosial anak yang bersangkutan. Pemeriksaan perkara anak dilakukan secara tertutup sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Anak) menyatakan bahwa proses penyidikan anak wajib dirahasiakan. Oleh karena itu semua tindakan penyidik dalam rangka penyidikan anak wajib dirahasiakan, dan tanpa ada kecualinya.

Penilaian hakim pendidikan dan pembinaan terhadap anak nakal tidak dapat lagi dilakukan di lingkungan keluarga Pasal 24 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 11 tahun 2012, maka anak itu diserahkan kepada negara dan disebut sebagai Anak Negara. Untuk itu si anak ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan wajib mengikuti Pendidikan, pembinaan dan Latihan Kerja. Tujuannya untuk memberi bekal keterampilan kepada anak, dengan memberikan ketrampilan mengenai: Pertukangan menjalankan tindakan si anak diharapkan mampu hidup mandiri. Diserahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial, tindakan lain yang mungkin dijatuhkan hakim kepada anak nakal adalah menyerahkannya kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja untuk dididik dan dibina. Walaupun pada prinsipnya pendidikan, pembinaan dan latihan kerja itu diselenggarakan oleh Pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau oleh Departemen Sosial. Akan tetapi dalam hal kepentingan si anak menghendaki, maka hakim dapat menetapkan anak tersebut diserahkan kepada organisasi Sosial Kemasyarakatan, seperti : pesantren, panti sosial, dan lembaga sosial lainnya Pasal 24 ayat 1 huruf c Undang-Undang No. 11 Tahun 2012. Apabila anak diserahkan kepada Organisasi Sosial Kemasyarakatan, maka harus diperhatikan agama dari anak bersangkutan.

2. Hak-Hak Anak

Menurut perlindungan anak dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia tahun 1999 diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 66, menurut Pasal 56 menjelaskan sebagai berikut:

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 17

• ayat (1) setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”

• ayat (2) dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-Undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 14 menjelaskan sebagai berikut: “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.”

Menurut Pasal 16 ayat (1) setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

Menurut(Burgerlijk wetboek) Bab ke-12 bagian kesatu tentang anak-anak sah Pasal 250 KUHPerdata sebagai berikut: “Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.”

Pengertian anak kandung yaitu anak yang lahir dari perkawinan sah antara ayahnya dan ibunya adalah anak kandung yang sah. Ada kemungkinan dalam hidupnya ada seorang anak mengikuti ayahnya dan ibu yang melahirkannya, ada kemungkinan hanya mengikuti ibu kandungnya tanpa ayah kandung, atau mungkin juga mengikuti ayah kandungnya tanpa ibu kandung.

Mengatasi permasalahan perlindungan anak terlantar atau fakir miskin dalam koridor anak jalanan dengan cara mengadopsi, cara ini juga masih mempunyai kendala dalam pelindungannya, karena adanya interaksi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi.

Fenomena yang relevan dalam peran perlindungan anak melalui adopsi, akan menimbulkan akibat tersendiri dan jangan sampai menimbulkan akibat dikemudian hari, untuk itu diperlukan suatu aturan perundangan yang jelas karena perlindungan anak melalui adopsi banyak ragamnya sehingga tidak menimbulkan penyimpangan negatif karena menyangkut masalah hak pewarisan.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, pada bagian umum disebutkan, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal tidak memperoleh kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau perilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat. Selain itu anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan

perkembangan pribadinya. Hubungan antara orang tua dengan anaknya

merupakan suatu hubungan yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun mental spritualnya. Apabila karena hubungan antara orang tua dan anak kurang baik, atau karena sifat perbuatannya sangat merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan anak dari orang tuannya, hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar serta harus merupakan kesempatan terakhir (Ultimum Remedium).

Anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.(Pasal 14 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak).

Pembuatan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dilatar belakangi dengan ratifikasi Konvensi Hak Anak oleh Indonesia pada tahun 1990 setelah konvensi ini diadopsi oleh majelis umum PBB guna mengatur masalah pemenuhan hak anak. Selain itu Indonesia juga mengadopsi undang-undang tentang hak asasi manusia Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Meskipun sudah ada sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan anak, misalnya undang-undang kesejahteraan anak, undang-undang pengadilan anak dan lain-lain. Belum ada undang-undang yang secara utuh dapat mengatasi permasalahan anak. Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dapat dilihat sebagai salah satu produk dari Konvensi Hak Anak yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi anak sehubungan dengan upaya pemenuhan hak anak sehingga dapat mengurangi pelanggaran hak anak baik yang dilakukan oleh orang tua dalam konteks keluarga, masyarakat maupun negara.

C. Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan jatuh mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan pemelaratan.

Perlindungan bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 18

mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak yang dirampas kemerdekaannya (kebebasannya) berhak untuk: a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan

penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. b. Mendapatkan bantuan hukum atau bantuan

lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup dan umum. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak menyebutkan bahwa negara (pemerintah), masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 20 Undang-Undang No.35 Tahun 2014).

Pasal 22 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa: “Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan, sarana dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak.

Pasal 23 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa: (1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,

pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Advokasi terhadap anak sebagai bentuk upaya

perlindungan anak yang sedang berkonflik dengan hukum melalui sosialisasi tentang pelaksanaan restorative justice perlu terus dilakukan dalam rangka mencari alternatif lain selain pidana penjara sebagai tujuan pemidanaan di Indonesia.

Kepolisian Republik Indonesia telah membuat pedoman dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik Polri melalui Telegram Kapolri tertanggal 11 November 2006 dengan Nomor Pol : TR/1124/XI/2006, antara lain disebutkan; ”Kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diancam dengan sanksi pidana sampai dengan 1 tahun dapat diterapkan diversi; Kategori tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana di atas 1 (satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun dapat dipertimbangkan untuk penerapan diversi; dan anak kurang dari 12 (duabelas) tahun dilarang untuk ditahan, dan penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum harus mengedepankan konsep restorative justice”.

PEMBAHASAN

A. Faktor Yang Mempengaruhi Anak Di Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Mengkonsumsi Minuman Keras

Seperti yang kita ketahui bersama pesta miras selain membawa efek yang buruk bagi pelakunya, perilaku ini juga membawa efek negatif bagi warga yang tidak langsung terlibat di dalamnya. Contohnya dapat dilihat dari beberapa peristiwa kejahatan yang terjadi setelah orang meminum-minuman keras. Seperti premanisme yang terjadi di jalanan dimana sering terjadinya pemerasan terhadap warga setelah beberapa orang berpesta miras.. Banyaknya peristiwa pesta miras di masyarakat ini tentunya didukung oleh beberapa faktor. Banyaknya pesta miras ini tentunya terjadi tidak begitu saja, kemudahan masyarakat Kelurahan Cigending mendapatkan minuman keras membuat beberapa orang dengan mudahnya berpesta miras. Kalau kita melihat beberapa peristiwa, pesta miras ini dilakukan oleh sekelompok orang sudah berusia tua sampai anak SMU yang usianya baru belasan tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang dapat membeli minuman keras dengan mudah di toko-toko minimarket.

Faktor pendukung lainnya dari maraknya pesta miras di masyarakat Kelurahan Cigending adalah beredarnya miras ilegal di masyarakat. Minuman keras yang diperbolehkan untuk dijual oleh pemerintah adalah minuman yang berkadar paling tinggi 55% dan dalam peredarannya diatur oleh peraturan pemerintah. Hal ini menginsyaratkan bahwa pemerintah sudah mengatur sebuah mekanisme kontrol terhadap peredaran minuman keras sesuai dengan kadarnya sehingga efek dari minuman tersebut juga dapat dikontrol. Namun apa yang terjadi apabila minuman keras yang beredar di Indonesia tidak hanya minuman keras yang legal. Banyak minuman keras yang beredar di Indonesia tidak memenuhi peraturan yang diisyaratkan dalam Undang-Undang dimana minuman tersebut masuk ke Indonesia secara ilegal atau malah dibuat di dalam negeri secara ilegal. Minuman yang dibuat di dalam negeri secara ilegal contohnya seperti cap tikus, arak putih, ciu dan lain-lain.

Faktor yang ketiga adalah kurang seriusnya perhatian pemerintah terhadap masalah minuman keras yang ditunjukkan dengan kurang ketatnya kebijakan publik pemerintah yang mengatur masalah minuman keras. Polisi sebagai penegak hukum hanya bisa menertibkan tindak pidana yang melanggar hukum positif yang sudah diatur dalm undang-undang. Beberapa permasalah yang terjadi adalah polisi kesulitan menindak penjual minuman yang berjualan sembarangan di lingkungan pemukiman warga Kelurahan Cigending. Walaupun penjualan minuman keras di lingkungan pemukiman itu dirasa tidak pantas secara nilai sosial karena akan memberikan pengaruh negatif kepada anak-anak, namun hal ini tidak diatur dalam pelanggaran pidana melainkan hanya termasuk dalam kategori pelanggaran. Sehingga ketika menemukan kios-kios minuman keras di sekitar pemukiman, polisi tidak dapat melakukan apa-apa

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 19

selain menunggu orang yang meminum minuman keras tersebut melakukan tindak pidana kemudian menangkapnya. Apabila pemerintah menaruh perhatian serius kepada permasalahan ini seharusnya pemerintah merumuskan kebijakan publik yang sesuai untuk kemudian diterapkan dalam bentuk undang-undang sehingga bisa dilakukan penindakan oleh kepolisian.

Faktor berikutnya penyebab maraknya pesta miras adalah kurangnya kinerja aparat dalam melakukan langkah-langkah penanganan sistematis terhadap masalah publik ini. Tindakan aparat terkait pengontrolan peredaran dan penjualan minuman keras dapat digolongkan masih rendah. Tindakan razia yang nyata-nyata dirasa dapat menekan peredaran minuman keras ilegal dan pesta miras biasanya hanya dilakukan menjelang bulan ramadhan saja dan sangat jarang dilakukan di bulan lainnya. Dan akhirnya masyarakat pun menganggap wajar kalau pesta miras masih marak terjadi dikarenakan Polri kurang maksimal dalam melaksanakan tugasnya

Peredaran minuman keras di Kelurahan Cigending sangat sulit apabila harus dibasmi/dihilangkan sama sekali. Mungkin dari sisi agama masalah miras tidak ada toleransi, namun kita perlu juga melihatnya dari sisi lain yaitu kepentingan adat dan kepentingan Pariwisata. Dengan demikian yang penting bukan membasmi miras, tapi memperhatikan perangkat hukum untuk mengaturnya dan kemudian menegakkan peraturannya. Peredaran minuman keras sangat perlu adanya larangan dalam Peraturan Daerah. Kendatipun dalam KUHP khususnya Pasal 536, 537, 538 dan 539 secara eksplisit sudah mengatur tentang miras ini, namun kelihatannya pasal-pasal tersebut perlu direvisi kembali karena banyak yang kurang tegas dan kurang mengenai substansi (masih sumir) tentang miras itu sendiri, sehingga menyulitkan aparat keamanan untuk mengambil tindakkan tegas.

Penjualan miras seharusnya diberikan ijin di tempat-tempat tertentu seperti hotel, diskotek, karaoke dan toko khusus penjual miras harus diatur oleh Peraturan Daerah dan selanjutnya dimplementasikan sampai ketingkat Kelurahan dikarenakan peredaran minuman keras dimungkinkan terjadi di masyarakat terkecil seoerti yang terjadi di Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Izin untuk menjadi distributor, pengedar dan penampung miras harus ketat. Artinya agar mereka tidak terlalu gampang melakukan bisnis miras dengan tanpa melihat usia konsumennya.

Pergaulan yang negatif yang memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras dikalangan remaja Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Karena dengan minum-minuman keras mereka berharap bisa mendapatkan kegembiraan, menghilangkan rasa rendah diri, mempertahankan gengsi. Di samping itu, tidak sedikit remaja yang ikut-ikutan dan hanya sekedar mencari perhatiaan dan pengakuan bahwa dialah yang paling hebat.

Anak yang mencoba-coba biasanya jadi terjebak atau kecanduan minuman keras karena merasa bosan, butuh tantangan, atau ingin memberontak. Hal ini

tentu tak akan terjadi kalau dalam hidupnya anak memiliki minat dan kesibukan di bidang lain. Waktu dan pikirannya akan tersita oleh hal-hal yang positif dan membangun. Maka, pastikan orang tua menggali dan mengembangkan minat dan bakatnya. Misalnya anak suka bermain musik, bermain sepak bola, atau mengotak-atik komputer.Salah satu caranya adalah dengan mengenal orangtua teman anak. Cara lainnya adalah mengajak anak mengobrol soal teman-temannya. Jangan lupa tegaskan dari awal kalau pertemanan harus saling membangun dan mendukung, bukannya malah jadi pengaruh negatif.Sebenarnya, tingkat pengetahuan masyarakat tentang bahaya minuman keras sudah cukup baik, hanya saja pemahaman tentang bagaimana upaya pencegahan narkoba masih tergolong rendah. Dengan demikian, perlu adanya upaya komunikasi, edukasi, dan informasi yang lebih maksimal tentang cara melakukan pencegahan efektif dari ancaman bahaya narkoba. Dalam hal ini, peran orang tua memiliki andil sangat besar dalam melindungi anak-anak dari ancaman barang haram dan berbahaya tersebut.

B. Upaya Pencegahan Anak Dari Pengaruh Buruk Minuman Keras Di Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Ditinjau Dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Upaya mengawasi penjualan miras dan bahan-bahan atau zat kimia yang dijual di apotek atau toko kimia yang rawan disalahgunakan. Khususnya, yang digunakan sebagai campuran miras oplosan. Kedua, langkah preventif di antaranya dengan melakukan razia ke sekolah-sekolah. Petugas melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang yang dibawa para siswa ke sekolah. Hal ini untuk mengantisipasi siswa membawa miras, narkoba, senjata api (senpi) maupun senjata tajam (sajam). Untuk membantu polisi di sekolah-sekolah telah dibentuk polisi siswa (polsis). Cara ketiga yakni represif berupa operasi penindakan dan penertiban. Sasarannya adalah warung, kafe, maupun toko jamu yang diduga menjual miras dan oplosan. Polisi juga berupaya merekrut jaringan informasi sebagai bagian operasi intelijen mengungkap peredaran miras. Tindakan ini dilakukan karena peredaran miras dan oplosan saat ini sudah meniru peredaran dan transaksi narkoba.

Penjual dan pembeli miras tidak bertemu langsung melainkan memesan melalui sambungan telepon atau media teknologi informasi lainnya. Disamping ketiga cara tersebut, polisi dan elemen masyarakat lainnya menggelar deklarasi anti peredaran miras. Langkah tersebut untuk memperkuat komitmen dalam menanggulangi masalah miras. Polisi harus mengerahkan Bintara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) untuk terjun ke masyarakat dalam program door to door. Kegiatan ini untuk memberikan sosialisasi mengenai bahaya miras hingga tingkat masyarakat di desa hingga rukun tetangga (RT) maupun rukun warga (RW). Dalam kesempatan tersebut petugas Babinkamtibmas akan meminta orangtua untuk mengawasi anak-anaknya

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 20

agar terhindari dari miras maupun narkoba. Harapannya, orangtua memberikan perhatian yang cukup kepada anak-anak.

Perlindungan (advokasi) terhadap anak secara yuridis merupakan upaya yang ditujukan untuk mencegah agar anak tidak mengalami perlakuan yang diskriminatif/perlakuan salah (child abused) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, tumbuh dan perkembangan anak secara wajar, baik fisik maupun mental dan sosial.

Perlakuan bagi anak yang berorientasi terhadap perlindungan serta pemenuhan hak-hak bagi anak sudah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh komponen bangsa terutama para aparat penegak hukum sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebut merupakan jaminan pelaksanaan hak-hak anak di bidang hukum. Sudah jamak diketahui bahwa permasalahan perlindungan anak di Indonesia sangat berat dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk memperoleh perhatian adalah penanganan anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan Polri wilayah terdekat yaitu Polsek Ujungberung untuk menekan angka kejadian pesta miras yang terjadi di masyarakat Kelurahan Cigending adalah dengan melakukan razia terhadap miras ilegal. Tugas penertiban ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pangan dimana Polri berhak dan wajib untuk menertibkan miras ilegal tanpa izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya penertiban miras ilegal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian pesta miras karena menurut beberapa kejadian yang terjadi, warga yang melakukan pesta miras biasanya dari golongan ekonomi menengah ke bawah yang mengkonsumsi miras lokal ilegal seperti cap tikus, ciu, bir pletok, dan lain-lain. Polsek Ujungberung sangat perlu menertibkan miras ilegal ini karena didalam miras ilegal ini kadar alkoholnya tergolong tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan kadar alkohol yang tinggi tentunya akan menimbulkan efek yang tidak terkontrol pula bagi peminumnya. Dengan adanya upaya penertiban miras ilegal ini, diharapkan kejadian pesta miras akan menurun karena minuman yang biasa digunakan untuk pesta miras tidak ada lagi di pasaran.

Melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tidak sesuai dengan aturan. Selain meminum minuman keras yang ilegal, pesta miras biasanya dilakukan di tempat-tempat umum seperti di pinggir jalan, lapangan atau gardu yang lokasinya berdekatan dengan kios penjual minuman keras tak berizin. Penjual miras tak berizin ini mempunyai kontribusi yang tinggi dalam kejadian pesta miras karena pemerintah selaku pranata sosial tidak dapat mengontrol penjualan barang yang ada di kiosnya, berbeda dengan minimarket atau toko-toko berizin yang secara berkala melaporkan penjualannya kepada

pemerintah. Selain itu posisi kios penjual miras tak berizin yang biasanya dekat dengan pemukiman atau tempat berkumpulnya masyarakat ini dapat juga menjadi stimultan bagi orang yang lewat di sekitarnya. Kehadiran kios-kios tidak berizin ini membuat orang yang tidak ada niat meminum alkohol menjadi tertarik untuk meminum alkohol setelah melihatnya. Melihat besarnya dorongan yang ditimbulkan oleh penjual miras tak berizin ini, sudah tepat apabila Polri melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tidak sesuai dengan aturan sehingga dapat menekan angka kejadian pesta miras di masyarakat di Kelurahan Cigending.

Polsek Ujungberung hanya dapat menegakkan hukum apabila hukum itu sendiri sudah diciptakan oleh pemerintah. Terkadang timbul juga kendala yang dialami Polsek Ujungberung saat melakukan penertiban yaitu tidak adanya aturan yang mengatur sehingga Polsek Ujungberung tidak dapat melakukan penertiban dengan maksimal. Untuk itu perlu adanya feedback dari Polsek Ujungberung kepada pemerintah yang bertugas untuk membuat kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga masalah publik dapat ditangani dengan baik. Penyempurnaan kebijakan publik ini merupakan sebuah proses yang wajar dan selazimnya ada untuk memperoleh sebuah formula kebijakan publik yang ideal bagi masyarakat. Dalam hal ini adalah kebijakan publik yang mengatur mengenai minuman keras sehingga masalah publik seperti pesta miras ini dapat diatasi.

Polsek Ujungberung berupaya mendorong warga untuk tidak meminum minuman keras juga dapat mencegah generasi muda yang belum pernah mencoba minuman keras untuk tidak melakukannya. Hal ini kemudian dapat membentuk budaya anti miras di lingkungan masyarakat. Ketika budaya anti miras sudah terbentuk maka upaya kontrol sosial dapat dilakukan tidak hanya oleh Polsek Ujungberung tapi juga oleh masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Banyaknya pesta miras ini tentunya terjadi tidak begitu saja, kemudahan masyarakat Kelurahan Cigending mendapatkan minuman keras membuat beberapa orang dengan mudahnya berpesta miras. Kalau kita melihat beberapa peristiwa, pesta miras ini dilakukan oleh sekelompok orang sudah berusia tua sampai anak SMU yang usianya baru belasan tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang dapat membeli minuman keras dengan mudah di toko-toko minimarket. Kemudahan akses terhadap minuman keras ini kemudian menjadi salah satu faktor pendukung banyaknya peristiwa pesta miras di masyarakat.Faktor pendukung lainnya dari maraknya pesta miras di masyarakat Kelurahan Cigending adalah beredarnya miras ilegal di masyarakat. Salah satu perilaku anak yang menginjak usia remaja yaitu ingin menampilkan jati dirinya kepada teman atau lingkungan, dengan perilaku lingkungan yang kurang

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dani Durahman; Upaya Pencegahan Anak… Hal. 21

baik dan tidak diperhatikan dengan baik oleh keluarga bisa kebablasan. Secara umum remaja ingin diakui keberadaannya dan mendapat perlakuan khusus. Pergaulan yang negatif yang memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras di kalangan remaja Kelurahan Cigending Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Karena dengan minum-minuman keras mereka berharap bisa mendapatkan kegembiraan, menghilangkan rasa rendah diri, mempertahankan gengsi. Di samping itu, tidak sedikit remaja yang ikut-ikutan dan hanya sekedar mencari perhatian dan pengakuan bahwa dialah yang paling hebat.

Minuman keras dapat merusak perkembangan tumbuh kembang anak sehingga perlu adanya upaya untuk melindungi anak dari pengaruh buruk minuman keras sebagai upaya penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Tugas penertiban ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pangan dimana Polri berhak dan wajib untuk menertibkan miras ilegal tanpa izin yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya penertiban miras ilegal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian pesta miras karena menurut beberapa kejadian yang terjadi, warga yang melakukan pesta miras biasanya dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Saran

Pemerintah daerah dan Polsek Ujungberung harus menertibkan miras ilegal ini karena di dalam miras ilegal ini kadar alkoholnya tergolong tinggi dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Polsek Ujungberung harus menegakkan hukum apabila hukum itu sendiri sudah diciptakan oleh pemerintah.

Aparat pemerintah daerah dan Polsek Ujungberung harus berupaya mendorong warga untuk tidak mengkonsumsi minuman keras juga dapat mencegah generasi muda yang belum pernah mencoba minuman keras untuk tidak melakukannya. Hal ini kemudian dapat membentuk budaya anti miras di lingkungan masyarakat. Ketika budaya anti miras sudah terbentuk maka upaya kontrol sosial dapat dilakukan tidak hanya oleh Polsek Ujungberung tapi juga oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Gosita, Pengembangan Hak-Hak Anak Indonesia Dalam Proses Peradilan Pidana. Rajawali, Jakarta 1986.

---------------, “Beberapa Permasalahan Pelaksanaan Perlindungan anak”,Makalah dalam Seminar Nasional Perlindungan Anak, Jakarta, 1982.

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,

Gatot Suparmono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000.

Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Mandar Maju, Bandung 2005.

Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999

Sumiarni Endang, Halim Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, UniversitasAtma Jaya Yogyakarta.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang sistem Peradilan Anak.

Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Bambang Rudiansah; Memaksimalkan Fungsi Legislasi … Hal. 22

MEMAKSIMALKAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM BICAMERAL DI INDONESIA

Oleh:

Bambang Rudiansah

Universitas Langlangbuana Bandung

[email protected]

ABSTRAK

Bicameral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambar praktik pemerintahan legeslatif terdiri dari dua kamar. Di Indonesia sistem bicameral diwujudkan dengan membentuk lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga wakil rakyat (legislatif). Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran tentang bagaimana memaksimalkan fungsi legislasi DPD yang masih dirasa lemah perannya dalam sistem bicameral di Indonesia. Kajian yang digunakan adalah kajian literatur yang menghasilkan suatu gagasan berpikir. Gagasan yang dihasilkan adalah gagasan berdasarkan kajian literatur atau menghimpun gagasan-gagasan berdasarkan literatur yang ada. Adapun gagasan mengenai memaksimalkan fungsi legislasi ialah kesatuan anggota DPD dalam melaksanakan fungsinya, meningkatkan kinerja anggota DPD dalam fungsi legislasi, komunikasi (lobi-lobi politik). Gagasan tersebut juga harus didukung oleh suatu kebijakan dan kultur politik yang mengedepankan kesejetraan rakyat.

Kata Kunci: Bicameral, Dewan Perwakilan Daerah, Legislatif

ABSTRACT

Bicameral is a term used to draw the practice of legislative governance consisting of two rooms. In Indonesia, the bicameral system is realized by forming the House of Representatives (DPR) and the Regional Representative Council (DPD) as legislative representatives. The writing of this scientific work aims to provide an overview of how to maximize the legislative function of the DPD which is still weak in its role in the bicameral system in Indonesia. The study used is a literature study that produces a thinking idea. The idea produced is an idea based on literature review or gathering ideas based on existing literature. The idea of maximizing the legislative function is the unity of DPD members in carrying out their functions, increasing the performance of DPD members in legislative functions, communication (political lobbies). The idea must also be supported by a policy and political culture that prioritizes the people's welfare.

Keywords: Bicameral, Regional Representative Council, Legislature

PENDAHULUAN

Terlepas dari banyak perdebatan tentang pembentukan lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam sistem kelembagaan negara Republik Indonesia, DPD RI diharapkan menjamin terwujudnya hubungan pusat dan daerah yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahirnya DPD RI melalui amandemen UUD 1945 adalah akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat era orde baru yang bersipat sentralistik, dikarenakan pada masa itu pemerintah pusat dianggap gagal dalam membangun daerah sebagai bagian penting dari negara.

Dalam hal mewujudkan hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dapat dimaknai dengan lahirnya produk–produk kebijakan yang berpihak terhadap kepentingan rakyat, karena muara dari segala kebijakan adalah kesejahtraan rakyat itu sendiri. Lalu pertanyaannya adalah kebijakan yang bagaimana yang berpihak terhadap rakyat, jawaban

sederhananya adalah rakyat itu sendiri yang harus membuat kebijakan tersebut.

Proses pembuatan suatu kebijakan selalu melalui proses pembahasan yang dilakukan oleh lembaga legeslatif, sebelum adanya lembaga DPD RI kewenangan tersebut dijalankan oleh DPR RI tetapi ada kecenderungan DPR RI adalah suatu lembaga yang terkotak-kotak (terdiri dari beberapa fraksi) yang pada umumnya merepresentasikan kepentingan menurut kebijakan partai politik itu sendiri, yang jauh dari aspirasi rakyat.

Maka DPD RI lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa suatu daerah memiliki wakil untuk memperjuangkan kepentingan daerah tersebut. Keberadaan lembaga DPD RI juga dimaksudkan untuk: 1) memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah. 2) meningkatkan agregasi, akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan pusat dan daerah.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Bambang Rudiansah; Memaksimalkan Fungsi Legislasi … Hal. 23

3) Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.

Di sisi lain DPD RI sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi legislasi atau lembaga yang memiliki fungsi dalam membuat suatu kebijakan banyak kalangan yang mempertanyakan efektifitas fungsi tersebut. Hal ini dikarenakan fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPD RI tersebut kurang maksimal dalam prakteknya. Keberadaan DPD RI dalam sistem bicameral seperti anak tiri yang kurang dianggap dalam pembentukan UU di Indonesia.

TINJAUAN TEORI

Sistem parlemen bicameral adalah sistem parlemen yang terdiri dari dua kamar atau badan. Kamar pertama (First Chamber) biasa disebut dengan Majelis Rendah (Lower House) atau DPR atau House of Commons House of Representative, sedangkan kamar kedua (Second Chamber) disebut Majelis Tinggi (Upper House) atau Senat atau House of Lords. Hanya di Belanda yang menamakan Majelis Tingginya dengan Kamar Pertama (Erste Kamer) dan Majelis Rendahnya adalah Kamar Kedua (Tweede Kamer). Kamar pertama pada umumnya mewakili kepentingan partai yang skalanya nasional, sedangkan Kamar kedua pada umumnya adalah lembaga yang mewakili kewilayahan atau kelompok-kelompok fungsional

Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukan oleh Robert Endi Jaweng (Toni Andrianus Pito, 2006: 199) parlemen bicameral yakni parlemen yang berisi dua kamar berbeda secara umum dikenal diisi oleh lower chamber dan second/ upper chamber, bahwa para anggota melakukan aktifitas pertemuan dalam dua kamar yang terpisah, terutama soal legislasi, sebagai lawan dari parlemen unikameral yang hanya berisi satu kamar yang tunggal.

Giovanni sartori (1997: 184) juga membedakan sistem bicameral dalam tiga jenis yang diklasifikasikan berdasarkan perbandingan kekuatan antara the lower chamber dan the upper chamber yaitu: 1. Sistem bicameral yang lemah (asymmetric

bicameralism atau weak bicameralism/ soft bicameralism), yaitu apabila kekuatan salah satu kamar, jauh lebih dominan atas kamar lainnya.

2. Sistem bicameral yang kuat (symmetric bicameralism atau strong bicameralism), yaitu apabila kekuatan antara dua kamarnya nyaris sama kuat.

3. Perfect bicameralism yaitu apabila kekuatan diantara kedua kamarnya betul-betul seimbang. Penerapan sistem bicameral di Indonesia ditandai

dengan keberadaan pasal 22c UUD 1945, yang mengamanatkan lahirnya lembaga tinggi negara baru yaitu DPD. Semangat hadirnya lembaga tinggi negara yang memiliki fungsi legislatif ialah bukan untuk mengganti keberadaan lembaga lama (DPR), melainkan untuk memperkuat fungsi check and balances dalam proses kebijakan politik.

Bicameral yang dijalankan di Indonesia bersifat Soft bicameral, hal itu dapat dilihat dari kewenangan

yang dimiliki oleh DPD, DPD sebagai kamar kedua tidak memiliki kewenagan yang sama dengan DPR. DPD hanya memiliki sebagian kewengan yang dimiliki oleh DPR atau hal-hal yang menyangkut kebijakan daerah saja. Pada prinsipnya soft bicameral memang begitu adanya. Namun pada prakteknya DPD di Indonesia tidak dapat menjalankan kewengannya dengan maksimal sekalipun itu menyangkut masalah-masalah pemerintahan atau kebijakan daerah.

Hal ini mengingatkan kita pada kritik yang ditujukan pada sistem bicameral seperti yang dikemukan A.F. Pollard yang menyatakan bahwa House of Lords di Inggris, lahir dari kelicikan sistem feodal dan untuk menjaga keterwakilan para bangsawan. Hans Kelsen cenderung melihat adanya kamar kedua sebagai sebuah pengistimewaan kaum bangsawan. H.J. Laski juga menyatakan bahwa sistem bicameral merupakan kecelakaan sejarah dari kebiasaan konstitusi di Inggris. Kebiasaan ini harus diubah. Menurut Laski, sistem unikameral merupakan jawaban terbaik yang dibutuhkan oleh negara modern saat ini.

Roger D. Congleton menyatakan bahwa sistem bicameral mempengaruhi berfungsinya kebijakan demokratis. Secara teoritis sistem parlemen bicameral dapat menghindari masalah konflik mayoritas dan membentuk kebijakan dengan dukungan super- mayoritas (supermajority) mewakili kelompok dari kedua kamar yang berbeda. Studi yang dilakukan terhadap Swedia dan Denmark yang berubah menjadi unikameral menunjukan bahwa parlemen bicameral akan menghasilkan kebijakan publik yang dapat diperkirakan.

Berdasarkan argumentasi yang dikemukakan oleh beberapa pendapat tersebut, maka dasar diperlukannnya dua kamar dalam parlemen adalah, pertama, untuk mencegah kesalahan legislasi yang dilakukan oleh satu kamar, kedua, untuk menciptakan prinsip saling mengontrol dalam parlemen, dan ketiga, agar kebijakan atau keputusan yang dibuat memperoleh dukungan mayoritas (supermajority) sehingga lebih dapat diterima dan stabil.

Untuk melaksanakan ketiga prinsip yang menjadi tujuan utama adanya sistem bicameral maka DPD atau DPR harus memiliki kewenangan yang sama besar dalam hal merancang ataupun membahas peraturan perundang-undangan. Adapun hal yang dapat menjadi pembeda kedua lembaga tersebut adalah dalam hal permasalahan yang dibahas, katakanlah di Indonesia DPD tidak dapat membahas masalah-masalah yang menyangkut masalah di luar urusan otonomi daerah. Sedangkan urusan yang menyangkut otonomi daerah keduanya memiliki kewenagan yang sama.

PEMBAHASAN

Fungsi DPD RI Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Bambang Rudiansah; Memaksimalkan Fungsi Legislasi … Hal. 24

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kewenangan DPD RI meliputi:

1) Mengajukan kepada DPR RI rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2) Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

3) Memberikan pertimbangan kepada DPR RI atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

4) Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR RI sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

5) Memberikan pertimbangan kepada DPR RI dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Melalui kebijakan tersebut dapat kita lihat bahwa fungsi dan kewenagan yang melekat pada lembaga DPD RI sangat terbatas. Hal itu memang tidak aneh karena dalam pembentukannya DPD RI di desain sebagai lembaga yang menjalakan fungsi soft bicameral. Namum makna dari sistem dua kamar yang lembut itu tidak berarti sebagai bicameral yang lemah sebagaimana yang dipraktekkan oleh DPD RI selama ini.

Dalam hal fungsi legislasi yang dijalankan oleh DPD RI, DPD RI sangat bergantung kepada DPR RI. Usulan-usulan atau pertimbangan yang disampaikan oleh DPD RI kepada DPR RI tidak selama diteruskan dan ditanggapi oleh DPR RI sehingga kerja DPD RI menjadi sia-sia. Hal itu terjadi dikarena tidak ada legitimasi yuridis yang memuat DPD RI untuk membuat undang-undang tertentu, kalau pun ada, peran DPD RI hanya sampai pada proses menyusun rancangan, mengajukan dan membahas rancangan Undang-undang tersebut saja.

Memperkuat fungsi legislasi DPD RI dalam sistem Bicameral

Titik lemah kewenangan DPD RI adalah pasal-pasal yang tercantum dalam UUDN RI 1945 kemudian ditafsirkan kembali melalui UU yang secara implisit mengurangi kewenagan DPD itu sendiri. Seperti yang

dikemukakan oleh, Saldi Isra ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya kewengan DPD:

1) Pasal 20 ayat 1 UUD 1945. DPR memegang kekuasaan membentuk UU, seharusnya kekuasaan membentuk UU juga ada pada DPD meski dapat dibatasi pada hal-hal tertentu.

2) Pasal 20 ayat 2 UUD 1945. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, yang mana inti kekuasaan legeslatif ada pada tahap pembahasan sehingga bila DPD didesain untuk mempunyai kekuasaan legeslatif yang efektif, pasal ini juga harus dihapus, agar setiap RUU tidak hanya dibahas oleh DPR dan presiden, tetapi juga DPD.

3) Pasal 22d ayat 1 UUD 1945. DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, kata “dapat” membuat DPD tidak mempunyai kekuasaan legeslatif yang efektif. DPD tidak menjadi salah satu institusi yang mengajukan RUU, karena pasal ini kemudian ditafsirkan di dalam UU no 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, hanya dpr dan pemerintah yang dapat mengajukan RUU, maka RUU yang diajukan oleh DPD harus disampaikan kepada dpr dan bila dpr menyetujui maka RUU tersebut dianggap diajukan oleh dpr nukan DPD karena DPD bukan pihak yang dapat mengajukan RUU

4) Pasal 22d ayat 2 UUD 1945. DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada dewan perwakilan rakyat daerah atas RUU anggaran pendapatan dan belanja negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Kata “ikut” membahas RUU membuat DPD tidak memiliki kekuasaan legislatif yang efektif karena pasal ini ditafsirkan dalam UU no 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan tata tertib DPR, DPD bisa saja di undang oleh dpr pada awal pembahasan namun DPD tidak dapat ikut serta dalam rapat-rapat berikutnya terutama yang berkaitan dengan pengambilan keputusan.

5) Pasal 22d ayat 3 UUD 1945. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan uu mengenai : otonomi daerah pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas RUU anggaran pendapatan dan belanja negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Bambang Rudiansah; Memaksimalkan Fungsi Legislasi … Hal. 25

dan agama serta menyampaikan hasil pengawasan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Kata “dapat” membuat DPD tidak efektif dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU, karena pasal ini ditafsirkan sedemikian rupa sehingga masukan dari DPD dalam hal fungsi pengawasan juga tidak diterjemahkan kedalam mekanisme yang jelas yang membuat masukan tersebut efektif.

6) Pasal 23 ayat 2 UUD 1945. RUU anggaran pendapan dan belanja negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama-sama DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD. Frase “dengan memperhatikan pertimbangan DPD” membuat DPD tidak mempunyai kekuasaan yang efektif dalam hal membahas RUU mengenai anggaran.

7) Pasal 23 ayat 3 UUD 1945. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, maka pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu. Dalam hal ini DPD tidak sama sekali dilibatkan dalam hal perumusan penganggaran apabila terjadi deadlock anatara DPR dan pemerintah.

Seharusnya DPD RI sebagai salah satu lembaga yang diamanatkan oleh UUD 1945 harus menjadi lembaga yang kuat, lembaga yang dapat memperjuangkan bukan hanya aspirasi rakyat yang menjadi konstituennya tetapi lebih luas lagi harus meperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya.

1) Propinsi yang diwakili oleh empat orang senatornya tidaklah harus terkotak-kotak sebagaimana komisi-komisi yang ada di DPR RI. Sehingga dalam menjalankan fungsi legislasi DPD RI bukan lagi mewakili provinsi tertentu atau daerah tertentu melainkan mewakili seluruh daerah-daerah di Indonesia. Hal itu sangat memungkinkan lembaga DPD RI menjadi kuat dalam menjalankan fungsinya khusunya fungsi legislasi yang berhubungan langsung dengan kebijakan pusat kepada daerah.

2) Banyak kalangan yang berpendapat apabila ingin memperkuat DPD RI adalah dengan cara mengamandemen UUD 1945 khususnya menyangkut kewenangan DPD RI hal itu menjadi suatu yang sangat logis untuk dilakukan, tetapi yang perlu kita ingat adalah proses untuk menuju diamandemennya UUD 1945 adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan, jalan panjang harus ditempuh. Untuk merubah UUDN RI 1945 perlu persetujuan 2/3 anggota MPR atau sebanding dengan 500 anggota MPR jumlah yang sangat banyak.

3) Tidak menutup kemungkinan masalah lainnya akan terjadi dalam ketatanegaraan kita. Maka jalan pintas yang dapat dilakukan untuk memperkuat DPD RI adalah memperkuat lembaga tersebut dari dalam. Kata dari dalam bermakna sebagai proses yang dapat dilakukan oleh DPD RI adalah kegiatan yang dilakukan oleh anggota-anggota DPD RI itu

harus benar-benar maksimal baik dalam merancang, mengajukan, membahas, mengawasi suatu peraturan yang menjadi bagian dari kewenangannya. Anggota DPD RI harus sadar bahwa keberadaannya bukan sebagai pelengkap sistem Bicameral. Tetapi sebagai sarana dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang diamanatkan oleh UUD 1945.

4) Komunikasi (lobi-lobi) perlu dilakukan oleh anggota DPD RI dengan fraksi-fraksi DPR RI hal ini biasa dan lazim dilakukan oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR RI guna memperjuangkan suatu kebijakan. Apabila lobi yang dilakukan oleh fraksi lebih didasari memperjuangkan aspirasi partai maka DPD RI sebagai suatu lembaga harus keluar dari zona tersebut. DPD RI harus berani memperjuangkan aspirasi atau kepentingan kesejahteraan daerah.

KESIMPULAN

Sebagai lembaga yang lahir dengan adanya kekecewaan terhadap pemerintah sebelumnya, rakyat berharap banyak atas lahirnya DPD RI. Secara yuridis sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, DPD RI disejajarkan dengan lembaga tinggi Negara lainnya. Namun tidak dibarengi dengan kesejajaran fungsi dan kewenangan. Tetapi bukan suatu keniscayaan bahwa lembaga DPD RI tidak dapat maksimal dalam menjalankan fungsinya, khusunya dalam fungsi legislasi DPD RI dalam melakukan beberapa hal untuk memaksimalkan fungsinya, antara lain: 1) DPD RI harus menjadi satu kesatuan dalam melaksanakan fungsinya anggota DPD RI harus sadar bahwa DPD RI adalah suatu lembaga yang utuh bukan sebagai suatu golongan yang mewakili daerah tertentu. 2) Bekerja dengan maksimal baik dalam merancang, mengajukan, membahas, dan mengawasi suatu peraturan yang menjadi kewenangannya. Apabila sesuatu yang diperjuangkan adalah benar-benar hal yang baik untuk kepentingan daerah maka tidak ada alasan bagi DPR RI untuk tidak mengesahkan kebijakan tersebut. 3) komunikasi yang baik dapat mempengaruhi realisasi atau terbentunya suatu kebijakan, melalui komunikasi (lobi-lobi) maka pesan dari suatu rancangan kebijakan akan mudah dimengerti bagi fraksi-fraksi yang lebih berwenang dan lebih memungkinkan dalam merealisasikan suatu kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianus Pito, Toni, dkk. 2006. Mengenal Teori -Teori Politik. Nuansa. Bandung

Fatwa, A.M, Potret konstitusi pasca amndemen UUD 1945, Jakarta: Kompas Penerbit, September 2009.

Marzuki masnur, analisi kontestasi kelembagaan DPD dan upaya mengefektifkan keberadaannya, Jogjakarta: UII- Press 2008

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Bambang Rudiansah; Memaksimalkan Fungsi Legislasi … Hal. 26

Pirmansyah Miki, eksistensi dewan perwakilan daerah dalam system bicameral di Indonesia, Jakarta : UIN- Press 2014

Sartori, Giovanni. 1997. Comparative Constitutional Engeneering: An Inquiry into Structures Incentives and Outcomes, New York. University Press.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 27

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERAN PPAT DALAM PENDAFTARAN TANAH

Oleh:

Riza Zulfikar

Fakultas Hukum, Universitas Langlangbuana

[email protected]

ABSTRAK

Tidak semua orang yang memiliki tanah mengerti akan pentingnya pendaftaran tanah miliknya, namun ada juga orang yang sudah mengerti namun tidak memiliki uang yang mencukupi untuk mendaftarkan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di sisi lain pemerintah telah berusaha mendorong dan mengatur agar tercipta kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Ketentuan yang dicita-citakan dengan realita kenyataan justru telah memunculkan masalah baru, salah satunya adalah munculnya sanksi administrasi bagi PPAT dan Kepala Kantor Pertanahan itu sendiri berdasarkan Pasal 62 dan 63 PP 24/1997.

Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, Sertifikasi Tanah

PENDAHULUAN

Dalam peralihan hak atas tanah, ada 2 hal yang penting untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah, yaitu pembuatan dan penandatanganan akta peralihan hak yang dibuat PPAT (Pasal 37 ayat [1] PP 24/1997), kemudian melakukan pendaftarannya di Kantor Pertanahan (Pasal 6 ayat [1] PP 24/1997). Dengan kata lain pendaftaran tanah dikenal 2 lembaga yang satu sama lainnya memonopoli bidangnya masing-masing, dikenal dengan istilah pemastian lembaga, yaitu Kantor Pertanahan yang bertugas melaksanakan pembukuan atau register (recording of title), pemberkasan (continuous recording), dan memberikan sifat grosse suatu akta Hak Tanggungan dengan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (UU Nomor 4 Tahun 1996/UUHT). Sedangkan PPAT melaksanakan pemberkasan perbuatan hukum (recording of deeds of conveyance), yaitu perekaman pembuatan akta tanah yang meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan dengan hak atas tanah berikut bangunan yang berada diatasnya (Hak Tanggungan), mendirikan hak baru diatas sebidang tanah (HGB diatas Hak Milik atau Hak Pakai di atas Hak Milik) ditambah tugas baru membuat SKMHT.

Lahirnya PP 24/1997 yang ditindaklanjuti dengan PP 37/1998 merupakan langkah pasti pemerintah setelah tidak berhasilnya PP 10/1961 dalam mensukseskan catur tertib pertanahan, karena dalam kurun waktu tahun 1961 hingga 1997 masih ada tanah barat dan tanah adat, walaupun ketentuan konversi hak atas tanah barat dan tanah adat sudah ada bersamaan dengan lahirnya UUPA.

Pemerintah mencoba memberi penekanan dengan cara setiap terjadinya peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan pejabat umum (dulu oleh Notaris/Camat) sekarang oleh PPAT, PPAT wajib

menyampaikan akta berikut dokumennya selambat-lambatnya 7 hari kerja ke Kantor Pertanahan, dan apabila PPAT ini lalai atau tidak memenuhi ketentuan ini, berakibat mendapatkan sanksi administrasi, demikian juga bagi Kepala Kantor Pertanahan apabila tidak melaksanakan pendaftaran tanah yang didaftarkan oleh PPAT juga akan berakibat sanksi administrasi pula.

PPAT hanya wajib mendaftarkan dan menyerahkan akta berikut dokumen yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah, sedangkan untuk biaya pensertifikatan bukan tugas dan tanggung jawab PPAT, melainkan terserah kepada pihak yang bersangkutan, apabila akta berikut dokumen ini telah diterima oleh Kantor Pertanahan, kemudian pihak yang berkepentingan tidak sanggup untuk membayarnya, maka pendaftaran tanah pun tidak dapat diteruskan, walaupun dalam PP 24/1997 jo PP 37/1998 hal itu dapat terus dilanjutkan walaupun pihak yang bersangkutan tidak mampu, namun dalam prakteknya belum pernah terjadi, dengan demikian hasilnya sama juga, yaitu pelaksanaan pendaftaran tanah tidak dapat terwujud dan berhenti sampai di Kantor Pertanahan.

Permasalahan ini tentu menjadi beban sanksi bagi Kepala Kantor Pertanahan, karena akta berikut dokumen pendukungnya harus diterima dari PPAT selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak aktanya ditanda tangani, sedangkan untuk diproses pendaftaran tanahnya, pihak yang berkepentingan tidak mampu membayar.

Akta PPAT tidak semuanya dibuat dengan sempurna, kadang terjadi kekurangan dan kelemanahan, sehingga perlu koreksi dan perbaikan, maka Kepala Kantor Pertanahan wajib memeriksa dan mengoreksi terhadap akta berikut dokumen

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 28

pendukungnya, jangan sampai terjadi, setelah terbit sertifikat kemudian muncul permasalahan. Hal ini sesuai PP 24/1997 bahwa PPAT adalah pembantu Kantor Pertanahan, sehingga tanggungjawab terletak pada Kepala Kantor Pertanahan karena akta tersebut telah dikoreksi dan diberi petunjuk untuk diperbaiki, disisi lain menurut PP 37/1998 PPAT, sebagai pejabat umum yang seharusnya tidak terikat instansi manapun (pertanggungjawaban secara mandiri), artinya Kepala Kantor Pertanahan tidak berwenang untuk mengoreksi dan memberi petunjuk untuk diperbaiki, karena kedudukan dan jabatan PPAT adalah profesi yang profesional artinya pekerjaan tersebut dilakukan berdasarkan keahliannya yang ia peroleh melalui tahapan-tahapan yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Permasalahan lain adalah batas waktu berlakunya SKMHT yang hanya beberapa bulan, sedangkan SKMHT digunakan untuk jaminan kredit, dimana lamanya kredit berkisar 2 tahun keatas, sehingga SKMHT perlu dibuat berulang-ulang, disamping itu SKHMT dapat dibuat oleh PPAT atau Notaris dan tidak ada kewajiban untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan, sehingga Kantor Pertanahan sama sekali tidak mengetahui adanya SKMHT di setiap buku tanah. Oleh karena itu perlu ada bagian khusus (misalnya bagian pengelola/koordinator akta PPAT di Kantor Pertanahan) yang menangani permasalahan seperti tersebut, yang sifatnya untuk menangani masalah-masalah aktual yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat yang dinamis ini. Hal ini perlu bila mengacu pada PP 24/1997 yang mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan untuk mengoreksi dan memberikan petunjuk perbaikan atas akta yang dibuat PPAT, karena kedudukan PPAT sebagai pembantu Kepala Kantor Pertanahan, sedangkan bila berdasarkan PP37/1998 yang menyatakan bahwa PPAT adalah pejabat umum, maka Kepala Kantor Pertanahan tidak perlu lagi mengoreksi akta-akta tersebut.

PEMBAHASAN

1. Tugas dan Kewenangan PPAT

Tugas dan kewenangan PPAT secara prinsip diatur dalam PP 24/1997 dan secara teknis oleh PP 37/1998. Menurut Pasal 7 PP 24/1997 jo Pasal 5 (1) PP 37/1998, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Ka.BPN, sedangkan untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Ka.BPN menunjuk PPAT Sementara (PPATS). PPAT diangkat oleh Ka.BPN harus melalui ujian dan penempatannya disuatu daerah tertentu. Menurut penjelasan Pasal 7 PP 24/1997, PPATS adalah pejabat pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan dan untuk itu dibebankan kepada Kepala Desa (Kades), sedangkan dalam Pasal 5 (3) butir a dan b PP 37/1998, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Ka.BPN dapat menunjuk pejabat-pejabat tertentu sebagai PPATS yaitu Camat atau Kedes untuk pembuatan akta didaerah yang belum cukup terdapat

PPAT dan PPAT Khusus adalah kewenangan Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka untuk melayani pembuatan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat sesuai pertimbangan dari Deplu. Disamping itu juga ada PPAT Khusus yang melekat pada Jabatan Deputi IV BPN (Pusat), yaitu untuk melayani pembuatan akta mutasi HGU berdasarkan Permendagri No.13/DDA/1970 dan PP 28/1997 sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam hal pembuatan akta Wakaf.

PPATS tidak melalui ujian, ia ditunjuk oleh Kepala Kanwil BPN dan dilantik oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan surat permohonan pengangkatan sebagai PPATS dari Camat atau Kades yang bersangkutan, sedangkan PPAT khusus tanpa surat permohonan pengangkatan dan tanpa penunjukan, ia dengan sendirinya dan melekat pada jabatannya).

Menurut Pasal 7 (3) PP 24/1997, peraturan jabatan PPAT akan diatur dengan PP, artinya pelaksanaan PP 24/1997 adalah oleh PP lagi yaitu PP 37/1998. hal ini adalah kurang tepat dan menyalahi hukum yang berlau, karena berdasarkan Tap MPRS No.:XX/MPRS/1966 jo Tap MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, tidak dikenal adanya PP dijalankan oleh PP lagi, ibarat seorang ibu melahirkan ibu lagi secara seketika, tentunya hal ini sama sekali tidak masuk logika atau irasional, sedangkan hukum itu lahir berdasarkan logika.

Seyogyanya Pasal 7 (3) PP 24/1997 memerintahkan peraturan Jabatan PPAT akan diatur dengan Keppres, hal cocok karena dalam PP 24/1997 kedudukan PPAT adalah pembantu Kepala Kantor Pertanahan, sedangkan bila kedudukan PPAT sebagai pejabat umum, maka harus dibentuk berdasarkan UU, hal ini sama dengan keberadaan UU tentang Jabatan Notaris, dimana kedudukan Notaris dapat dirangkap oleh PPAT.

Tugas kewenangan PPAT menurut Pasal 37 PP 24/1997 adalah sebagai syarat peralihan dan pembebanan hak atas tanah, yang isinya sebagai berikut: (1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan

rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan WNI yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 29

Prinsipnya dalam mutasi hak atas tanah, pengikatan hak tanggungan dan sebagainya harus melalui PPAT, namun ada perkecualian yang memungkinkan jika menurut penilaian Kepala Kantor Pertanahan dapat juga diterima sebelum diangkat PPATS terhadap bentuk-bentuk peralihan lain, yang bukan dibuat oleh PPAT.

Tugas dan kewenangan PPAT yang vital sesuai Pasal 40 PP 24/1997 adalah: (1) Selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal

ditanda-tanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pendaftaran Tanah untuk didaftar;

(2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan.

Oleh karena itu PPAT wajib menyampaikan aktanya kepada Kantor Pertanahan untuk diproses pendaftarannya. Dengan demikian PPAT hanya sebatas menyampaikan berikut dokumennya, sedangkan pendaftaran selanjutnya serta penerimaan sertifikatnya menjadi urusan Kantor Pertanahan dengan penerima hak.

Sanksi atas pelanggaran pasal ini sesuai Pasal 62 PP 24/1997 adalah: PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, 39, dan 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut.

Atas hal itu, PPAT adalah pembantu Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 6 [2] PP 24/1997) yang diangkat dan diberhentikan oleh Ka.BPN (Pasal 7 PP 24/1997 jo Pasal 5 [1] PP 37/1998). Lain halnya dengan PP 37/1998, ternyata yang dimaksud dengan PPAT menurut Pasal 1 (1) PP 37/1998 “PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Sarusun.”

Arti pejabat umum tidak sesuai dengan PP 24/1997 yang mengatur PPAT sebagai ‘pembantu’. Arti kata pejabat umum adalah independen dan berdiri sendiri, serta tidak menjadi pihak dalam isi aktanya (netral). Disamping itu yang namanya pejabat umum dapat menggunakan grosse akta pada akta yang dibuatnya sedangkan dalam PP 24/1997 tidak diatur dan dalam prakteknya yang dapat menggunakan grosse akta adalah Kepala Kantor Pertanahan.

Tugas pokok PPAT sesuai Pasal 2 PP 37/1998 adalah: (1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian

kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Milik atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu;

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut ; a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian HGB/hak pakai atas tanah hak

milik; g. Pemberian hak tanggungan; h. Pemberian kuasa membebankan Hak

Tanggungan. Menurut Pasal 101 PMA/Ka.BPN No.3/1997

menyebutkan bahwa: (1) Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para

pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kuranya 2 saksi yang memuat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.

(3) PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tugas PPAT melakukan recording of deeds of conveyance, selain itu bila dihubungkan dengan UUHT, tugas PPAT juga membuat APHT dan SKMHT, dan pembuatan SKMHT dapat juga dilakukan oleh Notaris, dengan formulir yang sudah dibakukan oleh BPN. SKMHT ini adalah surat kuasa khusus yang hanya memuat apa yang dikuasakan dan tidak bersifat umum. Selain itu PPAT juga dibebankan untuk memeriksa tanda bukti pelunasan PPh dan BPHTB yang telah dibayar oleh yangbersangkutan sebelum PPAT menandatangani akta yang dbuatnya. Masalah yang sering muncul adalah apabila terjadi pembatalan transaksi peralihan hak atas tanah, sedangkan PPh dan BPHTB-nya sudah dibayar, hal ini belum ada aturan teknisnya.

Disisi lain untuk menolong pengusaha kecil, perbankan dapat memberi kredit dengan jaminan SKMHT, hal ini karena untuk membuat APHT, SHT dan penulisan pembebanan hak tanggungan dalam sertifikat hak atas tanah milik debitur, memerlukan biaya yang mahal. Atas hal tersebut, pemerintah mengeluarkan regulasi, isinya menyimpang dari ketentuan Pasal 15 UUHT dan Pasal 8 UU Perbankan, yaitu untuk kredit golongan ekonomi lemah dapat

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 30

diberi pinjaman jangka pendek dan menengah oleh Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dimana perjanjian jaminannya cukup dengan SKMHT saja, sampai pengembalian atau pelunasan utang selesai atau lunas, tanpa APHT, SHT dan penulisan dalam sertifikat hak kepemilikan hak atas tanah yang diagunkan.

Kebijakan tersebut antara lain dituangkan dalam Skep Direksi B.I. Nomor :26/24/Kep/Dir, kemudian didukung oleh PMA/Ka.BPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan SKMHT Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit Tertentu, dapat hanya menggunakan jaminan agunan yang baru sebatas SKMHT yang tanpa diteruskan menjadi APHT, SHT.

Adapun kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 3 PP 37 Tahun 1998 yang menyebutkan sebagai berikut: (1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dari hak Milik atas Sarusun yang terletak di dalam daerah kerjanya;

(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. PPAT hanya berwenang untuk membuat akta-akta

PPAT berdasarkan penunjukannya sebagai PPAT disuatu wilayah dan perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PP 37/1998, sedangkan PPAT Khusus adalah untuk pembuatan akta PPAT yang secara khusus telah ditentukan secara tersendiri.

PPAT pada dasarnya hanya berwenang membuat akta mengenai tanah atau Sarusun yang terletak dalam daerah kerjanya, kecuali apabila ditentukan lain. Menurut Pasal 4 ayat (1) PP 37/1998 menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan aktanya tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah. Dalam prakteknya hal itu dapat disimpangi asalkan telah mendapatkan izin dari Kanwil BPN, kecuali untuk akta tukar menukar, akta inbreng, dan akta pembagian hak bersama, sesuai Pasal 4 ayat (2) PP 37/1998, hal itu tidak memerlukan izin dari Kanwil BPN, karena pasal ini telah mengatur dengan jelas.

Dalam proses pembuatan akta oleh PPAT, maka ketentuan-ketentuan yang bersifat vertikal dan horizontal, selain itu juga PPAT harus mempehatikan ketentuan yang telah diatur dalam KUH.Pdt selaku titel umum dalam suatu persetujuan yang daitur dalam Buku III, khususnya mengenai ketentuan Pasal 1313, 1320, dan 1338, serta 1365 KUH.Pdt. (Pasal 1313 tentang Persetujuan Pada Umumnya, Pasal 1320 tentang Sahnya Suatu Persetujuan atau Perjanjian, Pasal 1338 tentang Kebebasan Dalam Berkontrak dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, serta Pasal 1365 yaitu mengatur akibat dari perbuatan melawan hukum mewajibkan adanya pembayaran dan ganti kerugian).

Setelah prosedur seperti diatas dilengkapi, maka menurut Pasal 22 PP 37/1998 “Akta PPAT harus

dibacakan atau dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT”. Hal ini ciri dari sifat otentik dari akta itu sendiri, pembacaan akta dilakukan oleh PPAT dan tidak boleh diwakilkan (mutlak), kemudian penandatanganan oleh para pihak, saksi dan PPAT dilakukan segera setelah pembacaan akta. Selain itu menurut Pasal 23 ayat (1) PP 37/1998, PPAT dilarang untuk membuat akta, karena: PPAT dilarang membuat akta apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain”.

Aturan lebih lanjut dari PP 37/1998 ternyata mengembalikan kembali kepada peraturan perundang-undangan pertanahan. Hal ini sesuai dengan Pasal 24 PP 37/1998 yang menyebutkan bahwa “Ketentuan-ketentuan lebih lanjutnya mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah,” dan menurut penjelasannya disebutkan bahwa “ketentuan ini antara lain dalam PP 24/1997 dan peraturan pelaksanaannya. Hal ini membingungkan karena PP 37/1998 adalah tindak lanjut dari PP 24/1997, akan tetapi dalam Pasal 24 PP 37/1998 mengembalikan lagi ke PP 24/1997.

2. Tugas dan Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan

Kewenangan BPN menyelenggarakan pendaftaran tanah, hal ini sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 PP 24/1997 disebutkan bahwa “Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN.” Jika memperhatikan Kep.Ka.BPN No.1 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kanwil BPN di Provinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten atau Kota, telah dijelaskan pada Pasal 21 hingga Pasal 24 PP 24/1997 bahwa tugas dan kewenangan ada pada bidang pengukuran dan pendaftaran tanah di tingkat propinsi dengan 4 (empat) seksi, yaitu seksi pengukuran, seksi pemetaan, seksi pendaftaran tanah dan sistem informasi pertanahan, serta seksi peralihan hak, pembebanan hak dan PPAT.

Sedangkan pada tingkat Kantor Pertanahan (Kabupaten dan Kota) diatur dalam Pasal 45 hingga Pasal 48 PP 24/1997, yaitu adanya seksi pengukuran dan pendaftaran tanah, seksi peralihan dan pembebanan hak atas tanah, serta bimbingan PPAT dengan sub seksi pengukuran, pemetaan dan konversi, sub seksi Pendaftaran Hak dan Informasi Pertanahan dan sub seksi Peralihan Hak, Pembebanan Hak dan PPAT (Pasal 47).

Tugas dan kewenangan BPN tidak hanya mencakup pengukuran dan pemetaan maupun pendaftaran hak seseorang saja, tetapi juga untuk pelaksanaan konversi hak atas tanah dan informasi pertanahan (ditingkat Kanwil Sistem Informasi Pertanahan) dan penegasan bimbingan pada PPAT.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 31

Selain itu juga kalau dilihat ketentuan dalam UUPA, maka termasuk tugas Kantor Pertanahan adalah menjaga agar prinsip nasionalitas dan hak-hak atas tanah dilaksanakan dengan konsekuen, demikian pula pelaksanaan dari landreform Indonesia dengan menjaga agar tanah-tanah yang terkena landreform harus dilaksanakan dengan tegas, seperti larangan absenti, larangan pemilikan tanah yang luas (larangan Lantifundia), larangan pengalihan hak atas tanah pertanian tanpa izin, demikian pula pelaksanaan dari pencabutan dan pembebasan tanah memperhatikan seluruh ketentuan dan peraturan yang ada dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Kanwil BPN Propinsi dan Kantor Pertanahan dalam taktis operasionalnya dikoordinasi oleh Gubernur dan Bupati/Walikota, tetapi Kanwil Propinsi dan Kantor Pertanahan ini adalah lembaga vertikal yang bertanggung jawab kepada Ka.BPN (Pusat di Jakarta) berdasarkan Keppres No.1 tahun 2000.

Menurut Pasal 6 ayat (1) dan (2) PP 24/1997 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah secara teknis dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh PP ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain;

(2) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Maksud dari kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugas pada pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya, sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah pembuatan akta oleh PPAT atau PPATS, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan lain sebagainya.

Sanksi bagi Kepala Kantor Pertanahan yang tidak melaksanakan tugas kewajibannya diatur dalam Pasal 63 PP 24 tahun 1997 yaitu: Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan dalam PP ini dan ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya serta ketentuan-ketentuan lain dalam pelaksanaan tugas kegiatan pendaftaran tanah dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Langkah yang diambil oleh Kepala Kantor Pertanahan terhadap akta yang disampaikan oleh para PPAT yang berada di wilayah hukumnya adalah dengan cara melihat secara lahiriah dan formalitas dari akta-akta PPAT tersebut, apakah sudah memenuhi syarat atau tidak. Apabila ada keraguan terhadap isi akta PPAT, maka akan digali kandungan hukum

matarialnya, antara lain dengan mempertimbangan peraturan perundang-undangan yang lain akan tetapi secara tidak langsung dapat dijadikan dasar dan landasan hukum terhadap keraguan-keraguan dari akta PPAT tersebut. Langkah Kantor Pertanahan ini sangat diperlukan karena tidak semua persoalan dan permasalahan diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan, maka dikeluarkan kebijakan-kebijakan sebagai salah satu solusi alternatif dalam menyelesaikan tugas yang bermuara kepada prinsip pelayanan terbaik terhadap masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

PPAT yang tidak melaksanakan tugas sesuai Pasal 62 PP 24/1997, dapat dikenakan sanksi, mulai dari teguran sampai pemecetan, namun realitanya ada beberapa persoalan lain, yaitu dengan tanpa merendahkan fungsi dan kedudukan PPATS, akta yang dibuat PPATS rawan terhadap isi hukumnya. Hal ini harus disadari karena mereka bukan sebagai PPAT, namun kenyataannya walau PPAT sudah mencukupi, masih diangkat PPATS. Selanjutnya mengenai penggunaan secara permanen atas SKMHT di perbankan tidak diatur pengaturannya, apakah harus didaftarkan atau tidak, karena sifatnya yang hanya sementara dan untuk ditingkatkan ke APHT oleh PPAT dan diterbitkan SHT oleh Kantor Pertanahan, namun dalam kenyataannya SKMHT berlaku sampai kreditnya lunas.

Penyampaian akta ke Kantor Pertanahan dengan waktu paling lama 7 hari kerja (Pasal 40 PP 24/1997) hanya sebatas menyampaikan saja berikut dokumennya dan memberi bukti tertulis atas penyampaian akta itu kepada para pihak yang bersangkutan saja, untuk biaya pensertifikatan atau balik nama menjadi urusan pihak yang bersangkutan. Masalahnya bagaimana kalau pihak ini tidak mengurusnya, karena yang bersangkutan telah memiliki salinan, atau karena pihak yang bersangkutan tidak memiliki uang untuk bayar sehingga proses pendaftaran terhenti, sedangkan sanksi yang diatur dalam Pasal 62 PP 24/1997 tidak disimpangi karena kewajiban tersebut hanya sampai disitu saja.

Dualisme kedudukan PPAT sering menimbulkan perbedaan persepsi, sebagai pembantu, PPAT tidak memiliki kewenangan layaknya seorang pembantu rumah tangga, artinya setiap kesalahan yang dibuat PPAT menjadi tanggungjawab Kepala Kantor Pertanahan, sehingga Kepala Kantor Pertanahan wajib melakukan kontrol dan koreksi terhadap akta yang dibuat PPAT, sedangkan sebagai pejabat umum, PPAT berdiri sendiri, tanpa pengaruh dan intervensi dari pihak manapun juga.

Tugas PPATadalah melakukan perekaman perbuatan hukum, artinya setiap perbuatan hukum yang sifatnya mengalihkan hak atas tanah sudah sesuai dengan Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan, maka perekaman tersebut adalah sah dan mengikat semua pihak.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 32

Pengaturan SKMHT diadakan untuk menunggu penerbitan sertifikat tanah, khususnya diperuntukan bagi kredit perumahan yang akan dibangun, hingga waktu berlakunya hanya untuk beberapa bulan saja, namun dalam kenyataan ternyata SKMHT juga digunakan untuk pemberian kredit ekonomi lemah dan menengah, yang memerlukan waktu pengembalian 2 tahun ke atas.

PPAT juga dibebani untuk memeriksa tanda bukti pelunasan PPh dan BPHTB telah dibayar oleh yang bersangkutan sebelum PPAT menandatangani akta yang dbuatnya.Disini PPAT bertindak seolah-olah petugas pajak.

Saran

Pasal 62 PP 24/1997 memerlukan implementasi dengan dibentuk pilot project ditingkat Kantor Pertanahan yaitu Pengelola dan koordinator PPAT untuk dapat memberi arahan kepada para PPAT, juga memberi saran dan masukan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebelum menjatuhkan sanksi administrasi kepada PPAT yang tidak melakukan tugas jabatannya secara baik dan benar

Pengangkatan PPATS boleh tetap dilaksanakan sepanjang mereka mempunyai ijasah Notariat (S-2), atau dihapuskan karena mereka ini mempunyai standar ganda (yaitu sebagai pejabat pemerintah dan pejabat umum) sedangkan menurut PP 37/1998 jabatan PPAT dilarang untuk dirangkapkan dengan jabatan lainnya, sehubungan jabatan tersebut adalah jabatan umum atau public service.

SKMHT sebaiknya didaftarkan, ini demi kepastian bagi kreditur, agar jaminan kreditnya aman dan tercatat dalam buku tanah, dan bagi Kantor Pertanahan mulai memiliki bukti awal dari tanah-tanah yang belum bersertifikat.

Perlu ada revisi diantara PP 24/1997 dengan PP 37/1998, khususnya mengenai kedudukan PPAT terhadap Kantor Pertanahan, apakah sebagai pembantu, itu berarti tidak ada sanksi baginya, karena pembantu bekerja untuk dan atas nama atasannya, sedangkan PPAT sama sekali tidak mendapat gaji dari Kantor Pertanahan. Kalau sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya harus sempurna dan Kantor Pertanahan tidak ada kewenangan untuk memeriksa dan mengoreksi atas akta yang dibuatnya. Kantor Pertanahan harus serta merta menerima dan memproses pendaftaran tanahnya dan apabila terjadi kesalahan, maka secara serta merta pula menjadi tanggung jawab PPAT saja.

Pemeriksaan tanda bukti lunas PPh dan BPHTB sebaiknya oleh Kantor Pertanahan, karena tugas PPAT hanya merekam perbuatan hukum saja. Kekuatan pembuktian yang pasti terletak pada sertifikat tanah, hal ini juga untuk menghindari pembayaran pejak tidak terhutang, yaitu pajaknya sudah dibayarkan tetapi transaksi peralihan haknya batal atau dibatalkan oleh para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid ke-1, Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1999.

---------, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2000.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Mariam Barus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung, 1979.

Parlindungan, A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mondar Maju, Bandung, 1999.

Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Bandung, 2000.

---------, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1982.

Sri Soedewi, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan Perorangan, BPHN, Jogjakarta, 1980.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, sampai dengan Amandemen ke-4 Tahun 2002;

TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 jo TAP MPR No.: III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan;

Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

---------, Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

---------, Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan;

---------, Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

---------, No.37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT;

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Riza Zulfikar; Analisis Yuridis Mengenai Peran … Hal. 33

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit tertentu.

---------, No.3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

---------, No.4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

Skep Direktur BI No.31/147/147/Kep/Dir, tgl.12-11-1998 tentang Kriteria Kredit.

Sumber Lain

R.F.Sinaulang, “Dasar-dasar Hukum Perkreditan Usaha Kecil Tanpa Agunan,” Wawasan Tridharma, Nomor 1 Tahun VIII Agustus 1999.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 34

AKUNTABILITAS KEUANGAN PENANGGULANGAN BENCANA (STUDI PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT)

Oleh:

Uswatun Hasanah

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Langlangbuana

[email protected]

ABSTRAK

Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagai salah satu lembaga non-departemen pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan penanggulangan bencana yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penanggulangan bencana harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga kinerja kegiatan dapat ditingkatkan secara efektif dan memberikan rasa aman pada masyarakat. Pada akuntabilitas keuangan dalam penanggulangan bencana di Jawa Barat cukup baik, akan tetapi masih perlu ada peningkatan diberbagai aspek, antara lain publikasi dalam program-program penanggulangan bencana serta pelaporan keuangan perlu ditingkatkan. Dengan sudah adanya media online yang dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat, seharusnya bisa meningkatkan kualitas laporan dari tahap-tahap bencana. Sedangkan untuk proses akuntabilitas yang ada telah mencerminkan sebuah pertanggungjawaban yang efektif dan efisien.

Kata kunci: Akuntabilitas, Penanggulangan Bencana

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bencana merupakan kejadian luar biasa yang menyebabkan kerugian baik secara materi maupun non-materi. Bencana seringkali mengancam keberlangsungan pemerintahan di suatu wilayah apabila pemerintah setempat lumpuh dihantam bencana. Oleh sebab itu perlunya kesiapan pemerintah dalam menghadapi bencana baik itu sebelum terjadi, saat terjadi dan setelah terjadinya bencana.

Sementara itu, Indonesia menempati peringkat kedua dalam data jumlah kematian tertinggi akibat bencana alam se-Asia Pasifik. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana berdasarkan data yang dirilis dalam The Asia Pacific Disaster Report yang disusun oleh The Economic and Social Commission for Asia and Pacific (ESCAP) dan The United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN ISDR) menunjukkan bahwa selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana alam di Indonesia telah mengakibatkan kerugian ekonomi setidaknya $22,5 miliar (Ulum : 2013).

Untuk menghadapi dampak dari bencana tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana untuk penyelenggaraan dan tata kelola penanggulangan bencana. Untuk mematangkan kelembagaan, Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Salah satu prinsip utama dan sangat penting dalam mewujudkan good governance adalah akuntabilitas. Dalam kehidupan dunia birokrasi pemerintah, akuntabilitas merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan dan memperlihatkan pencapaian misi organisasi. Secara eksistensi, organisasi birokrasi pemerintah dirancang untuk memenuhi kepentingan publik, dan karena itu masalah pertanggungjawaban tindakan dan kebijakan pemerintah kepada publik menjadi fokus dari akuntabilitas publik. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan tingkat bencana tertinggi di Indonesia. Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2018, Jawa Barat menempati peringkat ketiga jumlam kejadian bencana dengan 163 kejadian bencana. Dengan tingkat kejadian bencana tersebut Jawa Barat harus menyiapkan proses manajemen bencana yang efektif dan efisien. Selain itu, Kepala Satuan Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Iwa Karniwa menuturkan BPBD provinsi diminta membenahi sejumlah hal terkait kebencanaan seperti akuntabilitas sumbangan bencana harus transparan ke institusi tersebut.

Schacter (2000:1) selanjutnya menegaskan bahwa pelaksanaan akuntabilitas pada dasarnya memiliki dua tujuan utama. Pertama, tujuan politik (political purpose), yaitu akuntabilitas merupakan suatu mekanisme untuk meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, tujuan operasional (operational purpose), yaitu akuntabilitas merupakan mekanisme untuk membantu menjamin pemerintah bertindak secara efektif dan efisien.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 35

Oleh karena bencana merupakan sebuah kejadian yang luar biasa perlu adanya pelaksanaan akuntabilitas keuangan yang berbeda dengan akuntabilitas sektor publik secara umum. Adanya tahap-tahap dalam penanggulangan bencana dibutuhkan perhatian khusus di masing-masing tahap-tahap untuk pelaksanaan akuntabilitas keuangannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Penanggulangan Bencana

UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan ditetapkannya UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk mendukung pengembangan tersebut, perlu disusun kebijakan, strategi, dan operasi secara nasional dengan melibatkan pusat dan daerah. Hal tersebut sesuai dengan Wijaya (2007) yang menyatakan bahwa upaya manajemen bencana perlu direncanakan dalam koridor visi dan misi tertentu yang melibatkan tiga sektor: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Fokus penyelenggaraan penanggulangan bencana saat ini bukan lagi bersifat reaktif atau menunggu bencana terjadi, bukan pula pada pengenalan dan penerapan teknologi untuk mengidentifikasi daerah rawan bencana, tetapi lebih pada “bersahabat” dengan bencana. Artinya, masyarakat Indonesia dituntut untuk menyadari sepenuhnya bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana, dan oleh karenanya, mereka diharapkan dapat menggunakan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional warisan para leluhur untuk bersinergi dengan alam.

Gambar Lingkup Kegiatan Dan Pendanaan Bencana

No. Dimensi Lingkup Tugas 1. Tahapan Pra Bencana Saat Bencana 2. Tujuan Pengurangan Risiko Bencana Penanganan Darurat 3. Manajemen Manajemen Risiko Bencana Manajemen Darurat 4. Penyelenggara

an Situasi tidak terjadi bencana Situasi terdapat

terjadi bencana Tanggap darurat

5. Kegiatan • Perencanaan • Pengurangan Risiko Bencana • Pencegahan • Pemaduan dalam rencana

pembangunan • Persyaratan analisis risiko • Perencanaan tata ruang • Pendidikan dan pelatihan • Persyaratan standar teknis • Penelitian • Pemberdayaan/peningkatan

kemampuan

• Mitigasi • Sistem

Peringatan Dini

• Kesiapsiagaan

• Pengkajian cepat dan tepat • Penentuan status keadaan

darurat • Penyelamat dan evakuasi

masyarakat terkena bencana

• Pemenuhan kebutuhan dasar

• Perlindungan terhadap kelompok rentan

• Pemulihan darurat

6. Perencanaan Rencana Mitigasi Rencana Kontijensi

Rencana Operasi Penanganan Darurat

Rencana Penanggulangan Bencana 7. Pendanaan Dana Penanggulangan Bencana dari APBN/APBD

DIPA DANA

KONTIJENSI DIPA & Dana Siap Pakai

Dana dari Masyarakat 8. Peran BNPB

& BPBD Koordinasi & Pelaksana

Koordinasi, Komando, dan Pelaksana

Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas adalah subjek lama dan sulit (Barberis, 1998) dan mengambil banyak bentuk. Akuntabilitas di sektor publik semakin sulit untuk didefinisikan, dan kontroversial (Goddard, 2005) tetapi sangat penting bagi sistem pemerintahan. Akuntabilitas telah berubah dari pengertian tradisional tentang tanggung jawab dan kepatuhan kepada gagasan kinerja (Barberis, 1998). Akuntabilitas sektor publik telah berubah dari waktu yang bergeser dari akuntabilitas yang difokuskan secara internal ke

parlemen dan badan pengawasan pemerintah menjadi konsep akuntabilitas yang lebih eksternal terfokus terhadap berbagai pemangku kepentingan eksternal seperti pengguna layanan publik dan masyarakat umum (Parker dan Gould, 1999). Stewart (1984) dan Broadbent et al. (1996) mendiskusikan akuntabilitas dalam hal tangga. Pada tingkat terendah, akuntabilitas untuk menguji kejujuran memeriksa apakah dana telah digunakan dengan cara yang tepat. Proses pertanggungjawaban memastikan proses hukum diikuti. Akuntabilitas kinerja mengkaji hasil program

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 36

kerja dalam hal tujuan; dan akuntabilitas kebijakan menyumbang hasil dalam ketentuan kebijakan yang luas dan merupakan level tertinggi (Kloot dan Martin, 2001). Akuntabilitas telah berubah dari fokus sempit pada akuntabilitas keuangan menjadi gagasan akuntabilitas manajemen yang lebih luas melalui penggunaan pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja (Tilbury, 2006).

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki ciri-ciri antara lain : a) meneliti interaksi peristiwa dan proses, b) melibatkan peneliti secara penuh, c) memiliki latar belakang alamiah, d) menggunakan sampel purposif, e) mengutamakan makna di balik realitas, f) melibatkan variabel-variabel yang komplek, dan g) menerapkan analisis induktif.

Penelitian kualitatif menurut Lincoln dalam Neuman (2003) adalah penelitian yang menekankan pada proses dan pemaknaan atas realitas sosial yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas ataupun frekuensi. Fokus dari penelitian kualitatif adalah menjelaskan bagaimana gejala sosial dibentuk dan diberi makna.

Dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif naturalistik, penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Data-data kuantitatif digunakan sebagai penunjang. Penelitian deskriptif menurut menurut Sugiyono (1999) adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain. Suatu penelitian yang berusaha menjawab suatu pertanyaan.

Creswell (1998) mendefinisikan penelitian kualitatif yang kurang bertumpu pada sumber-sumber informasi, tetapi membawa ide-ide yang sama. Creswel menekankan suatu gambaran yang “kompleks dan holistik”, suatu rujukan pada naratif yang kompleks yang mengajak pembaca ke dalam dimensi jamak dari sebuah masalah atau isu dan menyajikannya dalam suatu kompleksitasnya (Emzir : 2012).

Sedangkan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam subjek penelitian, dimana peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian yang berupa kata-kata yang diperoleh selama mengadakan pengamatan dan wawacara dengan sejumlah informan. Dengan pendekatan fenomenologis, maka menurut Moleong (2007:9) yakni usaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Hal ini akan membantu peneliti memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami mengapa mereka demikian.

Sedangkan untuk studi kasus bertujuan untuk memahami makna, menyelidiki proses dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok dan situasi. Menurut Smith yang dikutip Emzir (2012), studi kasus

dapat berbeda dari bentuk-bentuk penelitian kualitatif lain oleh fakta bahwa studi ini berfokus pada satu “unit tunggal” atau “suatu sistem terbatas”.

PEMBAHASAN

Akuntabilitas keuangan diperluas untuk mengatasi kepatuhan. Masalah efisiensi dan efektivitas yang telah mengarah pada fokus pada kebutuhan untuk mendukung data dan / atau sistem kontrol. Efektivitas dapat dipikirkan dalam dua elemen: hasil, seperti yang dialami oleh individu tertentu, dan dampak, pencapaian yang lebih luas dari tujuan inti sosial seperti memiliki masyarakat yang sehat dan berpendidikan lebih baik.

Pada akuntabilitas penanggulangan bencana daerah, Pimpinan Lembaga dalam hal ini Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah menguasai Bagian Anggaran dan mempunyai kewenangan atas penggunaan anggaran di lingkungan BPBD. BNPB memiliki satu KPA, satu Bendahara Pengeluaran, beberapa PPK/BPP pada setiap unit kerja setingkat eselon II ditetapkan satu PPK/BPP. Untuk unit eselon II (Biro Perencanaan) memiliki 2 BPP, yaitu BPP Unsur Pengarah dan BPP Biro Perencanaan, serta unit eselon II (Biro Umum) memiliki 2 BPP, yaitu BPP Unsur Pimpinan dan BPP Biro Umum.

Di samping itu dalam rangka pelaksanaan penanggulangan bencana yang meliputi tahap prabencana, keadaan darurat bencana, dan pascabencana dalam hal BNPB melibatkan BPBD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan/atau Kementerian Negara/Lembaga lainnya KPA dapat menunjuk PPK dan BPP sesuai dengan kebutuhan. Kepala BNPB selaku Pengguna Anggaran menetapkan Pegawai/Pejabat di lingkungan BNPB yang ditunjuk sebagai pengelola anggaran yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan DIPA BNPB.

Adapun Pengelola Anggaran yang ditunjuk meliputi:

1. Kuasa Pengguna Anggaran; 2. Bendahara Pengeluaran; 3. Bendahara Pengeluaran Pembantu; dan 4. Bendahara Dana Masyarakat.

Untuk selanjutnya Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk pejabat pengelola anggaran lainnya yang meliputi:

1. Pejabat Pembuat Komitmen; 2. Pejabat Penandatangan SPM; 3. Pembantu Pejabat Penandatangan SPM; 4. Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai

(PPABP); 5. Petugas Pengelola Keuangan (Pembatu

Administrasi PPK); dan 6. Petugas Pengelola Keuangan (Pembantu

Administrasi PPK sebagai verifikator di unit kerja).

Dalam pelaksanaan pengelolaan DIPA BNPB agar dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 37

transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas-asas serta prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik.

Adapun asas pengelolaan keuangan yang baik meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Akuntanbilitas berorientasi pada hasil; b. Profesionalitas; c. Proporsionalitas; d. Keterbukaan dalam pengelolaan Keuangan

Negara; dan e. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa

yang bebas dan mandiri.

Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan ketentuan teknis yang disyaratkan;

b. Efektif, terarah, dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan, sesuai fungsi setiap Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah;

c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri;

d. Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran; dan

e. Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran.

Hasil temuan penelitian menunjukan bahwa asas dan prinsip pengelolaan telah dipahami oleh para pemangku kepentingan didalam lingkungan Badan Penanggulan Bencana Daerah di Jawa Barat. Hal ini penting karena pemangku kepentingan dalam ini pejabat-pejabat di dalam organisasi merupakan penentu arah dari proses pengelolaan program-program di setiap tahap-tahap penanggulangan bencana. Sehingga nantinya menghasilkan kualitas akuntabilitas yang efektif dan efisien. Hal ini senada dengan temuan Erwin dan Edi (2014) menunjukkan betapa inter-relasi antara para pihak yang didasarkan atas adanya tujuan dan kesepakatan bersama, lalu diatur lewat kebijakan atau regulasi hingga tingkat teknis untuk dilaksanakan oleh para pihak terbukti amat membantu dalam tata kelola penanggulangan bencana. Tata kelola yang baik semakin dikukuhkan oleh komitmen nyata pemimpin daerah yang turun langsung melakukan pengawasan dan pengendalian dari setiap proses dan tahapan penanggulangan bencana di daerahnya.

Dalam pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana pada Tahap Prabencana, mekanisme pelaksanaan anggaran pada tahap prabencana menggunakan Dana Kontijensi Bencana yang berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Mengenai Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sepanjang Dana Kontijensi Bencana belum dialokasikan dalam DIPA BNPB, kegiatan kesiapsiagaan, pembangunan sistem peringatan dini, dan kegiatan pengurangan resiko bencana menggunakan dana kegiatan operasional Satker

BNPB. Untuk pembiayaan kegiatan kesiapsiagaan, pembangunan sistem peringatan dini, dan kegiatan pengurangan resiko bencana yang melibatkan BPBD Provinsi, Kabupaten/ Kota, Perguruan Tinggi, dan Satker Kementerian Negara/ Lembaga menggunakan mekanisme pembayaran langsung (SPM-LS).

Pencairan Dana Kontijensi Bencana didasarkan pada Keputusan Kepala BNPB tentang Penetapan Alokasi Dana Kontijensi Bencana, dan dilanjutkan dengan pembuatan Surat Perjanjian Kerjasama Operasional (SPKO) antara Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB dengan Kepala BPBD Provinsi, Kabupaten/ Kota, Perguruan Tinggi, dan Satker Kementerian Negara/Lembaga yang terkait.

Berdasarkan SPKO dimaksud Kepala BPBD Provinsi, Kabupaten/Kota, Rektor Perguruan Tinggi, dan Kepala Satker Kementerian Negara/Lembaga yang terkait mengusulkan Pejabat/Pegawai untuk diangkat sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), untuk mengelola Dana Kontijensi Bencana. Yang diangkat sebagai PJOK adalah Kepala Bidang/Seksi Kesiapsiagan pada BPBD Provinsi, Kabupaten/Kota dan memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa. Sedangkan Kepala BPBD mengangkat Petugas Pengelola Keuangan yang membantu PJOK dalam melakukan pengujian tagihan. Rekening yang digunakan untuk menampung dana Kontijensi Bencana dibuka oleh Kepala BPBD Provinsi, Kabupaten/Kota pada Bank Pemerintah setempat atas nama "BPP Dana Kontijensi Bencana".

Pada tahap Keadaan Darurat Bencana pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana, mekanisme pelaksanaan anggaran pada tahap ini menggunakan Dana Siap Pakai (on call) yang disediakan dalam bentuk Uang Persediaan (UP) pada BP BNPB. Penggunaan Dana Siap Pakai dilaksanakan sesuai dengan keadaan darurat bencana yang meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan, yaitu terbatas pada pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana.

Penggunaan Dana Siap Pakai, dapat dilaksanakan dengan cara:

a. Dilaksanakan oleh BNPB sendiri; atau b. Dilaksanakan oleh BNPB dengan melibatkan

BPBD/ Kementerian Negara/ Lembaga.

Pembiayaan untuk kegiatan dalam keadaan darurat bencana baik yang dilaksanakan sendiri oleh BNPB, atau yang melibatkan BPBD/Kementerian Negara/Lembaga disediakan dalam bentuk UP pada BP BNPB. UP Dana Siap Pakai disimpan dalam rekening yang terpisah dari UP yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan rutin Satker BNPB, dan UP untuk kegiatan rehabiliasi dan rekonstruksi.

Pada tahap Pasca Bencana pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Pencairan dan Penggunaan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Bentuk Swakelola atau

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 38

Kontraktual yang Dikerjakan oleh BNPB dengan atau Tanpa Melibatkan BPBD.

2. Pencairan dan Penyaluran Dana Bantuan Langsung kepada Masyarakat/Kelompok Masyarakat (BLM).

3. Pencairan dan Penggunaan Bantuan kepada Pemerintah Daerah Yang Terkena Bencana berupa Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah

4. Hasil temuan menunjukan bahwa dalam tahap-tahap tersebut telah berjalan dengan baik di dalam Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Jawa Barat. Proses dilakukan dengan mengedepankan akuntabilitas keuangan secara efektif dan efisien. Komitmen dalam melaksanakan proses tersebut berjalan dengan baik sehingga proses pelaksanaan tahap-tahap yang berjalan dengan baik. Selain itu, pelaksanaan dalam proses tahap-tahap penanggulangan bencana di Jawa Barat telah diapresiasi oleh pemerintah dengan memperoleh penghargaan terbaik karena dinilai mampu memberikan data kebencanaan secara cepat, tepat, akurat, koordinatif, kooperatif, transparansi dan akuntabel pada tahun 2016. Sehingga ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam pelaksanaan pada tahap-tahap penanggulangan bencana daerah.

5. Dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, diperlukan data realisasi APBD, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu, Kepala Kantor/ Satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) setiap bulan harus melakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran dengan Kepala KKPN selaku Kuasa BUN. Setiap awal bulan Kepala Kantor/ Satker menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca beserta ADK yang memuat data pagu anggaran berdasarkan APBN atau APBN perubahan dan realisasi anggaran menurut unit eselon 1 per program dengan memperhatikan pagu anggaran yang dicantumkan merupakan pagu program yang terakhir dan realisasi per program yang terakhir,kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran tingkat wilayah (UAPPAW).

6. Pada akhir kegiatan, penggunaan Dana Penguatan Kelembagaan, Dana Siap Pakai, dan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Kepala BPBD/Kepala Satker Kementerian Negara/Lembaga di samping berkewajiban menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, juga harus menyampaikan Laporan Pelaksanaan Kegiatan kepada Kepala BNPB. Bentuk dan format laporan kegiatan dan dokumen yang harus disertakan diatur dalam pedoman/petunjuk teknis yang ditetapkan oleh masing-masing kedeputian.

7. Namun begitu, BPBD Jawa Barat masih kurang optimal dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan penanggulangan bencana daerah di Jawa Barat kepada masyarakat. Dengan teknologi yang telah dimiliki oleh BPBD Jawa Barat, sangat disayangkan penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

penanggulangan belum dipublikasikan di media online. Seharusnya dengan penyampaian secara online, seperti website yang dimiliki oleh BPBD Jawa Barat, masyarakat dalam menilai proses dan laporan pertanggungjawaban penanggulangan bencana di Jawa Barat.

8. Dengan kekurangan tersebut, saat ini BPBD Jawa Barat mulai menggenjot penggunaan teknologi informasi dalam kebencanaan. Dengan begitu titik-titik bencana harus dipantau supaya informasi sebelum dan sesudah bencana agar bentuk penanganan dan lalu lintas informasi bisa lebih cepat. Program dalam peningkatan penggunaan teknologi informasi dengan meminta jajaran BPBD Jabar segera melakukan inventarisasi peralatan, SDM, relawan maupun tenaga lepas terutama SDM, pemberian pelatihan terkait kebencanaan penting agar cara penanganan di lapangan makin cepat dan terarah.

KESIMPULAN

Perubahan paradigma akuntabilitas keuangan pada pemerintahan dari sebuah pertanggungjawaban outcome berupa laporan keuangan menjadi pertanggungjawaban untuk menggunakan dana publik (public money) secara efisien dan efektif menjadikan akuntabilitas dilihat dari berbagai aspek-aspek. Dalam penanggulangan bencana, akuntabilitas keuangan menjadi lebih komplek karena adanya tahap-tahap penanggulangan bencana yaitu pra-bencana, tanggap darurat bencana dan pasca-bencana. Yang mana pengelolaan keuangan pada tiap tahap akan berbeda-beda, sehingga dibutuhkan mekanisme yang lebih komplek.

Pada akuntabilitas keuangan dalam penanggulangan bencana di Jawa Barat cukup baik. Akan tetapi masih perlu ada peningkatan di berbagai aspek, antara lain publikasi dalam program-program penanggulangan bencana serta pelaporan keuangan perlu ditingkatkan. Dengan sudah adanya media online yang dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat, seharusnya bisa meningkatkan kualitas laporan dari tahap-tahap bencana. Sedangkan untuk proses akuntabilitas yang ada telah mencerminkan sebuah pertanggungjawaban yang efektifitas yang efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Puspita Kurniawati. 2015. Kajian Permasalahan Kebijakan Penetapan Status Bencana, Kelembagaan BPBD, Dan Pengelolaan Bantuan Pasca Terbitnya Uu Nomor 24 Tahun 2007. Jurnal Tata Kelola & Akuntabilitas Keuangan Negara

Catherine Asamoah, Harry Akussah, Adams Musah, (2018). Recordkeeping and disaster management in public sector institutions in Ghana. Records Management Journal, https://doi.org/10.1108/RMJ-01-2018-0001

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Uswatun Hasanah; Akuntabilitas Keuangan Penanggulangan … Hal. 39

Dewald Van Niekerk. 2015. Disaster Risk Governance In Africa - A Retrospective Assessment Of Progress In Against The Hyogo Framework For Action (2000-2012). Disaster Prevention and Management Vol. 24 No. 3, 2015 pp. 397-416

Erwin dan Edi Indrizal. 2014. Tata Kelola Penanggulangan Bencana Alam (Suatu Deskripsi Inter-Relasi dan Kesiapan Para Pihak dalam rangka Rehabilitasi-Rekonstruksi Rumah Warga Terdampak Pascagempa di Kabupaten Tanah Datar). Jurnal Antropologi : Isu-Isu Sosial Budaya, Volume 16 No. 2

https://jabar.antaranews.com/berita/61919/akuntabilitas-sumbangan-bencana-bpbd-jabar-harus-transparan

https://bnpb.go.id//publikasi/info-bencana

Kristian Widya Wicaksono. 2015. Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik Vol 19 No 1 - Mei 2015, ISSN 0852-9213

Louise Kloot, 2009, Performance Measurement And Accountability In An Australian Fire Service, International Journal of Public Sector Management, Vol. 22 Iss 2 pp. 128 – 145

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana

Rasul, Syahrudin, 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI

Schacter, M. (2000), Monitoring and Evaluation Capacity Development in Sub-Saharan Africa, World Bank, Washington, DC.

Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capacity Building Dalam Manajemen Bencana Banjir di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana 4(2), 5-12.

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Patrizio Monfardini. 2010. Accountability In The New Public Sector: A Comparative Case Study. International Journal of Public Sector Management, Vol. 23 Iss 7 pp. 632 – 646

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 40

PELAKSANAAN PENYITAAN HARTA KEKAYAAN PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA

Oleh:

Abdul Muis BJ

Universitas Langlangbuana

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang penyitaan harta kekayaan dari pelaku tindak pidana korupsi menurut perundang-undangan tindak pidana korupsi di Indonesia. Pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi sangatlah penting karena akan berdampak pada timbulnya krisis di beberapa bidang lainnya, oleh karena itu kerugian keuangan negara harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi. Keberadaan ketentuan Undang-undang Pemberantasan Korupsi yang telah ada dan yang akan diberlakukan dikemudian hari hendaknya memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi penegak hukum. Pengembalian aset tindak pidana korupsi dapat terdiri dari benda tetap maupun benda bergerak atau dapat pula berupa uang hasil korupsi baik yang berada di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar negeri. Uang Pengganti adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada terpidana berupa pembayaran sejumlah uang yang disesuaikan dengan kerugian negara yang timbul karena perbuatan pidana korupsi. Uang pengganti merupakan suatu bentuk hukuman (pidana) tambahan dalam perkara korupsi, secara hukum maupun doktrin hakim tidak diwajibkan selalu menjatuhkan pidana tambahan. Ada dua hal yang perlu dicermati yaitu upaya jaksa penuntut umum dalam melakukan penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti dari terpidana tindak pidana korupsi dan pelaksanaan penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti dari terpidana tindak pidana korupsi tidak semuanya berjalan lancar.

Kata Kunci: Penyitaan Harta Kekayaan, Pelaku Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pemberantasan Korupsi

PENDAHULUAN

Dalam rangka pemberantasan dan pencegahan berkembangnya perbuatan korupsi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya salah satunya dengan dibuatnya peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi diantaranya: dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi dan nepotisme, Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta UU No 30 I'ahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada hakikatnya, pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi sangat penting eksistensinya. Apabila dijabarkan lebih sistematis maka ada beberapa argumentasi mengapa pengembalian aset tindak pidana korupsi tersebut penting eksistensinya.

Secara sosiologis, dikaji dari perspektif ketentuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat. Kenyataannya ada perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar sehingga berdampak pada timbulnya

krisis di pelbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat. Selain itu dengan adanya pemberantasan korupsi yang salah satunya melalui pengembalian aset maka akan berdampak luas pada masyarakat. Konkretnya, masyarakat akan melihat dan menilai kesungguhan dari penegak hukum tentang pemberantasan korupsi dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (Presumption of innocent), asas kesamaan kedudukan di depan hukum (Equality before the law) dan asas kepastian hukum (legal certainty). Selain itu landasan secara sosiologis, ini merupakan wujud nyata dan peran serta kebijakan legislasi dan aplikasi untuk memberikan ruang gerak lebih luas terhadap adanya kerjasama antara aparat penegak hukum dengan peran serta masyarakat sebagaimana diamanatkan ketentuan Pasal 41 UU 31/1999 jo UU 20/2001.

Landasan yuridis, keberadaan ketentuan Undang-undang Pemberantasan Korupsi yang telah ada dan yang akan diberlakukan dikemudian hari hendaknya memberikan ruang gerak dap dimensi lebih luas baik bagi penegak hukum. Masyarakat dan segala lapisan untuk lebih lengkap dalam menanggulangi akibat dan dampak dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu kebijakan legislasi memberikan ruang dalam pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui tindakan kepidanaan dan tindakan keperdataan. Pada

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 41

hakikatnya, aspek pengembalian aset tindak pidana korupsi melalui prosedur pidana dapat berupa penjatuhan pidana kepada pelakunya seperti pidana denda maupun terdakwa dihukum untuk membayar uang pengganti, selain anasir itu maka terhadap pengembalian aset tindak pidana korupsi dapat juga melalui gugatan secara perdata di Pengadilan Negeri.

Secara filosofis, pada aspek ini maka pengembalian aset tindak pidana korupsi dapat terdiri dari benda tetap maupun benda bergerak atau dapat pula berupa uang hasil korupsi baik yang berada di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar negeri. Dari dimensi ini, maka aset tersebut hakikatnya merupakan uang negara adalah berasal dari dana masyarakat. Dengan menggunakan sarana/cara pembalikan beban pembuktian dan pemidanaan terhadap pelaku maka logikanya pelaku melakukan pengembalian aset hasil korupsi yang diharapkan akan berdampak/manfaat langsung untuk memulihkan keuangan negara atau perekonomian negara yang akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Apabila bertitik tolak kepada kebijakan legislatif pada hakikatnya korupsi terjadi secara sistemik dan meluas serta juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Konsekuensi logisnya maka untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera tersebut harus ada suatu tindakan secara terus menerus serta juga tak dapat dikesampingkan adalah usaha-usaha yang bersifat pencegahan tindak pidana korupsi (preventif), pemberantasan tindak pidana korupsi (represif) dan pendekatan bersifat restoratif yang salah satunya berupa pengembalian aset pelaku tindak pidana korupsi di samping juga tindakan-tindakan lain berupa tindakan hukum pidana seperti pelakunya diadili serta dijatuhkan putusan yang seadil mungkin sesuai dengan kadar kesalahannya.

Dari landasan filososfis tersebut, dalam pelaksanaan pengembalian aset negara, dibebankan kepada Jaksa Penuntut Umum, yang berwenang untuk melakukan penuntutan dan sebagai eksekutor. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi.

PEMBAHASAN

1. Upaya Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Penyitaan Harta Kekayaan Sebagai Uang Pengganti Dari Terpidana Tindak Pidana Korupsi

Uang Pengganti adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada terpidana berupa pembayaran

sejumlah uang yang disesuaikan dengan kerugian negara yang timbul karena perbuatan pidana korupsi.

Pidana pembayaran uang pengganti merupakan konsekuensi dari akibat tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sehingga untuk mengembalikan kerugian tersebut diperlukan sarana yuridis yakni dalam bentuk pembayaran uang pengganti.

Dalam UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. yang lama (UU No.3 tahun 1971) jenis pidana tambahan Pembayaran Uang Pengganti (PUP) ini tercantum didalam pasal 34 huruf c yang menyatakan bahwa terhadap pelaku tindak pidana korupsi dapat dijatuhkan pidana (hukuman) tambahan berupa ;

"Pembayaran Uang pengganti yang julahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi"

Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1988 untuk melakukan gugatan terhadap kewajiban pembayaran uang pengganti yang sudah dilaksanakan oleh terpidana perlu dipedomani. Mahkamah Agung menerbitkan sebuah Surat Edaran, yang dikenal dengan nama SEMA No. 4 Tahun 1988. Isi dari SEMA ini dapat diintisarikan sebagai berikut:

1. Dalam hal Hakim menjatuhkan pidana pembayaran uang pengganti kepada pelaku tindak pidana korupsi, didalam putusannya hendaknya hakim tidak mencantumkan pidana kurungan pengganti sebagai alternatif jika si pelaku tindak pidana korupsi tersebut tidak melaksanakan pidana pembayaran uang pengganti tersebut dengan membayar sejumlah uang yang ditentukan di dalam putusan Hakim.

2. Jika pembayaran uang pengganti tidak dilaksanakan, jaksa selaku pelaksana putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap dapat melakukan penyitaan terhadap barang milik pelaku tindak pidana korupsi tersebut.

3. Jika penyitaan dalam rangka eksekusi tersebut tetap tidak memenuhi jumlah pembayaran uang pengganti yang ditentukan, masalah ini diselesaikan dengan mengajukan gugatan perdata terhadap si pelaku tindak pidana korupsi termaksud.

Secara yuridis formal, isi SEMA No. 4 Tahun 1988 tersebut masih berlaku sesudah UU No. 31 tahun 1999 menggantikan UU No. 3 tahun 1971. Karena isi SEMA ini tidak pernah dicabut oleh Mahkamah Agung RI sesudah berlakunya UU No.31 tahun 1999.

Berdasarkan pasal 17 Jo Pasal 18 ayat (1) UU

No. 31 tahun 1999, dinyatakan bahwa selain dapat dijatuhi pidana pokok, terdakwa dalam perkara korupsi dapat dijatuhi pidana pokok, terdakwa dalam perkara korupsi dapat di jatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai pidana tambahan, yaitu:

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak terwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 42

tcrpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta Benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

Aturan pasal 18 ayat (1) huruf b merupakan konsekuensi dari akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, sehingga untuk mengembalikan kerugian tersebut diperlukan sarana yuridis yakni dalam bentuk pembayaran uang pengganti.

Undang-undang memberikan penekanan khusus mengenai besaran uang pengganti tersebut yakni sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Secara yuridis diartikan kerugian yang dapat dibebankan kepada terpidana adalah kerugian negara yang besarnya nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja atau lalai yang dilakukan oleh terpidana. Dengan demikian yang memegang peranan penting untuk hal ini adalah teknis penemuan kerugian keuangan yakni hams ditemukan berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk melalui tata cara/prosedur audit yang benar.

Dalam pasal 18 ayat (2) termuat aturan "jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut".

Pelaksanaan penagihan Uang Pengganti adalah perbuatan jaksa untuk menagih sejumlah uang sebagai pengganti kekayaan negara yang disalahgunakan oleh terpidana.

Peran Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan, Penyitaan Harta Kekayaan, Menurut pasal 18 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan jelas menyebutkan: "Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut".

Menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP menyebutkan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penyitaan harta kekayaan dari terpidana tindak pidana korupsi masih bersumber pada KUHAP yaitu Pasal 38, Pasal 39, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 45 yang jelas menyebutkan:

Pasal 38 ayat (1) "penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat." Pasal 38 ayat (2) menyebutkan "dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya."

Pasal 39 menyebutkan:

(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa

yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana ;

e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilaktikan.

(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).

Pasal 42 menyebutkan:

(1) Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.

(2) Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jika kalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.

Pasal 43 menyebutkan "penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia Negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain".

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 43

Pasal 44 menyebutkan :

(1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara.

(2) Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.

Pasal 45 menyebutkan:

(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan Pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:

(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.

(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Semua Pasal-pasal tersebut digunakan dalam melakukan penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti dari terpidana tindak pidana korupsi, karena dasar hukum dalam melakukan upaya penyitaan hanya berdasarkan pada KUHAP.

UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah dirubah dengan UU No. 20 tahun 2001, Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi ini pada bagian pertimbangannya menyatakan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi, bahkan dalam bagian pertimbangan UU No. 20 tahun 2001 dinyatakan tindak pidana korupsi dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Oleh karenanya dengan mempertimbangkan karakteristik dan akibat dari tindak pidana korupsi tersebut maka UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 bertujuan untuk mencegah dan memberantas secara efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi. Penanganan masalah tindak pidana korupsi yakni melalui aspek pidana dengan pidana tambahan sebagaimana yang ternyata dalam pasal 18.

2. Kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam upaya penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti dalam tindak pidana korupsi

Uang pengganti merupakan suatu bentuk hukuman (pidana) tambahan dalam perkara korupsi. Baik secara hukum maupun doktrin, hakim tidak diwajibkan selalu menjatuhkan pidana tambahan. Walaupun demikian, untuk perkara korupsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Korupsi

Korupsi adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara. Kerugian negara harus dipulihkan. Terdakwa yang terbukti dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi wajib mengembalikan kepada negara hasil korupsi tersebut dalam wujud uang pengganti. Karena itu, meskipun uang pengganti adalah pidana tambahan, tidak layak membiarkan terdakwa tidak membayar uang pengganti sebagai cara memulihkan kerugian negara, kecuali dapat dikompensasikan dengan kekayaan terdakwa yang dinyatakan dirampas untuk negara atau terdakwa sama sekali tidak menikmati uang tersebut, atau telah ada terdakwa lain yang telah dihukum membayar uang pengganti, atau kerugian negara masih dapat ditagih dari pihak lain.

b. Jumlah uang pengganti

Jumlah uang pengganti adalah kerugian negara yang secara nyata dinikmati atau memperkaya terdakwa atau karena kausalitas tertentu, sehingga terdakwa bertanggung jawab atas seluruh kerugian negara. Bagaimana dengan perbuatan "memperkaya orang lain"? Tidak setiap perbuatan melawan hukum yang memperkaya orang lain dapat dibebankan kepada terdakwa. Suatu perbuatan memperkaya orang lain, dapat dibebankan kepada terdakwa, kalau dapat dibuktikan bahwa memperkaya orang lain tersebut semata-mata karena perbuatan melawan hukum terdakwa. Apabila orang lain yang diperkaya merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum tersebut - baik secara bersama-sama atau dalam bentuk apapun - terdakwa tidak semestinya harus membayar uang pengganti yang memperkaya orang lain. Terdakwa hanya wajib mengganti uang yang dinikmatinya secara melawan hukum tersebut. Bagaimana dengan pengertian "dapat merugikan negara"? Seperti telah dikemukakan, uang pengganti adalah pidana memulihkan kerugian negara. Apakah mungkin terdakwa membayar uang pengganti kalau negara belum menderita kerugian, atau tidak ada kepastian kerugian negara. Kerugian negara harus rill. Pemidanaan tidak dapat didasarkan pada asumsi atau perkiraan semata. Disamping perbuatan bertentangan dengan hukum, unsur kesalahan (schuld) harus terbukti dan dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa. Dalam

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 44

kaitan dengan "dapat merugikan keuangan negara" haruslah lebih berhati-hati. Barangkali satu contoh adalah korupsi pada Badan Usaha Milik Negara. Sebagai badan hukum, negara hanya sehagai penyerta modal, sebagai pemegang saham. Menurut prinsip, kerugian pemegang saham terbatas pada jumlah atau nilai saham. Sebagai badan hukum, Badan Usaha Milik Negara mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan negara. Tetapi kerugian Badan Usaha Milik Negara, yang terjadi karena suatu perbuatan melawan hukum dapat merugikan negara sebagai pemegang saham, bukan sekedar kerugian Badan Usaha Milik Negara tersebut. Lebih-lebih kalau negara sebagai satu-satunya pemegang saham dalam Badan Usaha Milik Negara tersebut. Perlu pula diperhatikan, kalau sejumlah terdakwa masing-masing didakwa secara terpisah satu sama lain. Untuk menghindari kesulitan menentukan tanggung jawab setiap terdakwa membayar uang pengganti seyogyanya para terdakwa yang melakukan secara bersama suatu korupsi diajukan dalam satu dakwaan yang disidangkan bersama.

c. Uang pengganti dan pidana penjara subsidair

Dalam pemeriksaan kasasi, Mahkamah Agung sangat enggan dan berusaha menghindari menjatuhkan pidana penjara subsidair atas uang pengganti. Telah dikemukakan, pada dasarnya, terdakwa yang terbukti melakukan korupsi wajib mengembalikan uang hasil korupsi sebagai cara memulihkan kerugian negara. Pidana penjara subsidair menutup kesempatan negara memperoleh kembali kerugian akibat korupsi. Dalam banyak putusan, Mahkamah Agung semata-mata menjatuhkan uang pengganti tanpa pidana penjara subsidair sebagai cara memaksa terdakwa mengembalikan uang negara. Pidana penjara subsidair dapat dijatuhkan terhadap korupsi dengan jumlah kerugian negara yang kecil, atau karena keadaan tertentu terdakwa tidak mungkin membayar. Apabila karena ketentuan hukum harus ada pidana penjara subsidair, harus diperberat yaitu untuk waktu yang sedapat-dapatnya sarna dengan putusan pidana penjara. Lagi-lagi hal ini dimaksudkan sebagai cara lebih mendorong terdakwa (terpidana) membayar uang pengganti.

d. Eksekusi uang pengganti

Mahkamah Agung berpendirian, eksekusi uang pengganti tidak memerlukan gugatan tersendiri. Pidana uang pengganti adalah satu kesatuan putusan pidana yang dijatuhkan majelis hakim. Wewenang eksekusi setiap putusan pidana ada pada Jaksa/Penuntut Umum, termasuk pidana uang pengganti. Akan bertentangan dengan pelaksanaan pemidanaan apabila eksekusi uang pengganti harus melalui gugatan tersendiri. Uang pengganti bukan utang terdakwa (terpidana). Tidak ada hubungan keperdataan antara terdakwa (terpidana) yang telah merugikan negara sehingga

negara perlu menggugat serara keperdataan baik atas dasar wanprestasi atau perbua.tan melawan hukum. Pidana uang pengganti adalah putusan hakim yang wajib serta merta dilaksanakan Jaksa / Penuntut Umum. Setiap kekayaan terdakwa dapat dikuasaii negara untuk membayar uang pengganti.

Dikaji dari aspek kebijakan legislasi dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi Indonesia terhadap pembalikan beban pembuktian sampai dengan sebelum tahun 1960 tidak mengatur pembalikan beban pembuktian dalam peraturan perundang-undangan korupsi disebabkan perspektif kebijakan legislasi memandang perbuatan korupsi sebagai delik biasa sehingga penanggulangan korupsi cukup dilakukan secara konvensional dan tidak memerlukan perangkat hukum yang luar biasa (extra ordinary measures).

Selanjutnya kebijakan legislasi pembalikan beban pembuktian mulai terdapat dalam UU Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Konipsi. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 1960 menyebutkan, "Setiap tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri/suami dan anak dan harta benda sesuatu badan hukum yang diurusnya, apabila diminta oleh Jaksa". Substansi pasal ini mewajibkan tersangka memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya apabila diminta oleh Jaksa. Konsekuensinya, tanpa ada permintaan dari Jaksa maka tersangka tidak mempunyai kesempatan untuk memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya.

Namun demikian dalam hal penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dalam aplikasinya tidaklah semudah yang dibayangkan, hal tersebut berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum yakni sub-sistim daripada aparat penegak hukum tersebut harus sudah tersusun dengan rapi.

Pcnegakan hukum di Indonesia dapat diibaratkan bagai menegakkan benang basah. Law enforcement hanya slogan dan retorika tak bermutu. Kenyataan di lapangan rnenunjukkan, hukum bukan lagi keadilan melainkan identik dengan uang. Hukum dan keadilan dapat dibeli, pengadilan tak ubahnya seperti balai lelang. Siapa yang menjadi pemenang, bergantung pada jumlah penawaran. Pemenangnya tentu yang mampu memberikan penawaran tertinggi. Kalau lelang dilakukan dalam amplop tertutup, di pengadilan tawar-menawar dilakukan dalam sidang terbuka.

Secara konsepsional, maka inti dan anti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Abdul Muis BJ; Pelaksanaan Penyitaan Harta … Hal. 45

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dalam hal penulisan tentang penyitaan harta kekayaan sebagai uang pengganti terpidana tindak pidana korupsi maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

a. Upaya Jaksa Penuntut Umum Dalam Melakukan Penyitaan Harta Kekayaan Sebagai Uang Pengganti Dari Terpidana Tindak Pidana Korupsi. Bahwa upaya Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penyitaan harta kekayaan masih berdasarkan pada (Pasal 1 angka 6), yang membedakan hanyalah penyitaan harta tersebut akan dilelang untuk membayar kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi dan apabila hasil lelang tersebut tidak mencukupi, Jaksa Penuntut Umum dapat memberikan perjanjian tertulis agar si terpidana sanggup melaku.kannya, atau si terpidana menjalankan pidana penjara pengganti dari uang pengganti yang belum dibayar dan hasil pelelangan yang tidak mencukupi itu tetap masuk kedalam kas negara dan tidak dikembalikan, atau kekurangan uang pengganti yang tidak dibayar oleh si terpidana, ditagih melalui gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara.

b. Dalam pelaksanaan Penyitaan Harta Kekayaan Sebagai Uang Pengganti Dari Terpidana Tindak Pidana Korupsi tidak semuanya berjalan lancar, adapun hambatan-hambatan yang terjadi diantaranya adalah : adanya perlawanan dari pihak keluarkan tersangka/terdakwa/terpidana, harta yang mau disita tersebut sudah di pindahnamakan, tersangka/terdakwa/terpidana melarikan diri keluar negeri dan membawa harta bendanya, dan aset tersebut diamankan dengan cara teknologi canggih serta mencari celah-celah hukum yang bisa meloloskan si pelaku tersebut dari jeratan hukum.

Saran

a. Karena dalam upaya Penyitaan Harta Kekayaan Sebagai Uang Pengganti Dari Terpidana Tindak Pidana Korupsi, sangat memberikan nilai positif bagi masyarakat maupun negara, yakni untuk mengembalikan kerugian negara maka untuk Jaksa Penuntut Umurn sebagai eksekutor harus

lebih meningktkan profesionalismenya dalam hubungannya dengan penyitaan tersebut.

b. Pemerintah harus segera membuat aturan yang jelas tentang bagaimana tata cara Penyitaan Harta Kekayaan Sebagai Uang Pengganti Dari Terpidana Tindak Pidana Korupsi, hal ini dikarenakan oleh aturan yang digunakan untuk saat ini masih mengacu kepada KUHAP, yang mana aturan tersebut sudah banyak ketinggalan dari masyarakat, khususnya dalam penanganan kasus-kasus pidana khusus.

DAFTAR PUSTAKA

A Djoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian Korupsi, http://gagasanhukum. wordpress.com.

Evi Hartanti, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Kasus Korupsi, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Mahfudz Ali, Hukum Telah Runtuh, http://www.suaramerdeka.com.

Romli Attnasasmita, Pengembalian Aset Korupsi: Masukkan Konverensi Internasional Anti Korupsi 2008, http://gagasanhukum.wordpress.com.

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1983.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 46

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER, DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA DOKTER DI RS X TIPE C

Oleh:

Rukhiyat Syahidin

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Langlangbuana, Bandung

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Visioner dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja dokter (Studi pada Dokter di Rumah Sakit tipe C)”, bertujuan untuk Mengetahui kondisi kepemimpinan visioner pimpinan, motivasi kerja, Kinerja dokter di rumah Sakit tipe C serta untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner pimpinan terhadap Kinerja dokter, pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja dokter, pengaruh kepemimpinan visioner pimpinan dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja dokter, di Rumah Sakit tipe C. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan tingkat eksplanasi asosiatif. Responden dalam penelitian ini merupakan sensus sebanyak 57 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, studi dokumentasi, dan studi lapangan menggunakan cara wawancara dan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis statistik. Analisis kualitatif meliputi skor responden, sedangkan analisis statistik meliputi analisis jalur.

Kata Kunci : Kepemimpinan Visioner, Motivasi Kerja, Kinerja Dokter

ABSTRACT

This study is title influence visioner leadership,and motivation to the doctor’s performance (study in hospital tipe C at city Bandung), this study aim to determine, asses and analyze the effect of visioner leadership, motivation to the job satisfaction and asses , analyze the job satisfaction to doctor’s performance. The methode used in this study is survey research method and descriptive analysis to obtain description of the characteristic of the variable of vision leadership, motivation, to the job satisfaction as well as the implication on doctor’s performance at type c hospital in Bandung city.

Keywords: visioner leadership, motivation, doctor’s performance

PENDAHULUAN

Rumah Sakit sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa perlu memperhatikan dan mengedepankan sumber daya manusianya agar memiliki keunggulan kompetitif dan berdaya saing. Defenisi Rumah Sakit menurut Undang-undang Nomor 44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pasal 12 ayat 1 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 mengatakan bahwa persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi, tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.

Peran sumber daya manusia pada Rumah Sakit sangat diperlukan karena ia berhubungan langsung dengan kepuasan yang akan dirasakan

pelanggan/pasien (Sujudi, 2011:45). Penulis tertarik untuk melihat dari sisi karyawan dalam hal ini perawat yang langsung berhadapan dengan pasien, bagaimana pendapat karyawan terhadap Rumah Sakit tempat mereka bekerja.

Berdasarkan pra penelitian kepada dokter tetap di rumah sakit tipe C bahwa kinerja dokter dalam memenuhi tugasnya belum tercapai dengan baik, hal ini dikarenakan dari dampak Kinerja dokter para dokter yang kurang, motivasi kerja yang kurang dan kepemimpinan visioner yang masih lemah dari para pimpinan rumah sakit.

KAJIAN PUSTAKA

1. Kepemimpinan Visioner

Seorang pemimpin yang efektif yaitu pemimpin yang memiliki visi yang jelas. Kartanegara dalam Sonedi, (2013) “Kepemimpinan visioner adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 47

memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas”.

Barbara Brown dalam Sanusi (2009:23) mengajukan 10 (sepuluh) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin visioner, yaitu: (1) Visualizing, pemimpin visioner mempunyai gambaran jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran jelas kapan hal itu akan dapat dicapai. (2) Futuristic Thinking, memikirkan yang diinginkan pada masa yang akan datang. (3) Showing Foresight, pemimpin visioner adalah mempertimbangkan tekhnologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana. (4) Proactive Planning, pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. (5) Creative Thinking, dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan peluang, dan masalah. (6) Taking Risks, pemimpin visioner berani mengambil resiko dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran. (7) Process Aligment, pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan dirinya dengan sasaran organisasi. (8) Coalition Building, pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasaran, dirinya harus menciptakan hubungan yang harmoni, baik ke dalam maupun ke luar organisasi. (9) Continuous Learning, Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan, memberikan tantangan dan mengembangkan imajinasi. (10) Embracing Change, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

2. Motivasi Kerja Berbagai ahli telah banyak memaparkan teori-

teori motivasi, penulis berusaha merangkum teori-teori tersebut yang yang tercantum dalam buku Damin (2017:174-178):

Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow

Berikut pada gambar 2.3 adalah hierarki kebutuhan menurut Maslow dengan penjelasan: (a) Physiological needs, kebutuhan fisiologis. kebutuhan

yang paling dasar, seperti mendapatkan makanan, air, udara, dan hubungan seksual. (b) Safety needs, atau security needs, kebutuhan akan rasa aman mencakup semua kebutuhan terhadap lingkungan yang aman dan terlindungi. (c) Affection needs atau love needs atau belonging needs, kebutuhan untuk disukai (rasa memiliki, sosial, dan cinta) merupakan kebutuhan yang lebih tinggi. (d) Esteem needs, kebutuhan harga diri. memiliki kebutuhan untuk prestasi dan mandapatkan pengakuan serta penghargaan dari orang lain. (e) Self-actualization needs, yaitu memenuhi diri sendiri dengan memaksimalkan keahlian dan potensi yang ada.

Kinerja Dokter Pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 631/menkes/sk/iv/2005 tentang pedoman peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit yang dituangkan didalam aturan staf medis antara lain adalah : (1) Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. (2) Kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. (3) Kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.(4) Kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. (5) Kewajiban untuk memberikan penjelasan secara lengkap kepada pasien sebelum persetujuan tindakan disetujui pasien (informed consent). (6) Kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

a. Kerangka Pemikiran Dengan didasari oleh teori-teori di atas, penulis

merumuskannya dalam sebuah kerangka pemikiran yang tergambarkan pada gambar berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Danim (2012) Simbolon (2013)

Untung Wiyono (2016)

Irwandi (2016) Maryadi (2012)

Maryadi (2012) Achmad Sudiro

(2009)

Muttaqin (2016) Ivanchevic (2007)

Kepemimpinan Visioner

Dimensi: a. Visualizing b. Futuristic Thinking c. Showing Foresight d. Proactive Planning e. Creative Thinking f. Taking Risk g. Process Aligmenent h. Coalition Building i. Continuous Learning j. Embracing Change Barbara Brown dalam Sanusi (2009:23)

Motivasi Kerja Dimensi:

a. Kebutuhan Fisiologis b. Kebutuhan Rasa Aman c. Kebutuhan Untuk

Disukai d. Kebutuhan Harga Diri e. Kebutuhan

Pengembangan Diri Edison dkk (2017:181)

Kinerja Dokter

Dimensi: a. Pembelajaran

&perbaikan berbasis praktek

b. Kinerja berbasis system kesehatan

c. Ketrampilan interpersonal & komunikasi

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 48

b. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang

masih harus diuji kebenarannya. Berdasarkan kepada kerangka pemikiran penelitian, dirumuskan hipotesis, sebagai berikut:

Secara lengkap hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan

signifikan kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter dokter di Rumah Sakit tipe C.

H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter di rumah sakit Rumah Sakit tipe C.

2. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi kerja terhadap Kinerja dokter di rumah sakit tipe C Rumah Sakit tipe C.

H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi terhadap Kinerja dokter di rumah sakit tipe C Rumah Sakit tipe C.

3. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja dokter di rumah sakit tipe C Rumah Sakit tipe C.

H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja dokter di Rumah sakit tipe c Rumah Sakit tipe C.

METODE PENELITIAN

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2008:121) “instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”.

2. Uji Reliabilitas

Hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono 2011:121). Rancangan Pengujian Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka diajukan rumus hipotesis sebagai jawaban sementara yang akan diuji dan dibuktikan kebenarannya. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Secara Parsial (Uji-t)

Uji statistik t disebut juga uji signifikasi individual. Uji ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variable dependen.

b. Pengujian Secara Simultan (Uji-F) Uji F (uji simultan) adalah untuk melihat apakah

variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Terhadap rumusan hipotesis tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis, yaitu tentang diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.

PEMBAHASAN

Pengaruh Kepemimpinan Visioner dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit tipe C

Menguji pengaruh kepemimpinan visioner dan motivasi kerja terhadap Kinerja dokter, uji statistika analisis jalur (path analysis) digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis yang telah diungkapkan dalam bab sebelumnya. Dimana X1 = Kepemimpinan Visioner Pimpinan, X2 = Motivasi Kerja dan Y = Kinerja dokter.

Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan visioner dan motivasi kerja terhadap kinerja dokter dilakukan dengan cara menganalisis hubungan skor item variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk menguji hipotesis tersebut dihitung besarnya koefisien path masing-masing variabel.

Nilai koefisiensi determinasi dapat diinterpretasikan sebagai pengaruh variabel sebab terhadap variabel akibat. Jadi dalam penelitian ini 59,3% Kinerja dokter dokter di perguruan tinggi swasta prodi perhotelan di Rumah Sakit tipe C dipengaruhi oleh kepemimpinan visioner dan motivasi kerja sedangkan sisanya 40,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Sedangkan koefisien jalur untuk faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah 0,638 yaitu dari ρyε = √1 − 0,593 = 0,638

Setelah melakukan perhitungan terhadap besarnya koefisien jalur, maka akan dilakukan pengujian terhadap koefisien jalur, baik secara individual maupun secara keseluruhan.

1. Pengujian Pengaruh secara Individual

Apabila terdapat hasil dari pengujian secara simultan menyimpulkan terdapat pengaruh secara bersama-sama, selanjutnya dilakukan pengujian individual untuk melihat variabel mana saja diantara dua variabel yaitu kepemimpinan visioner dan motivasi kerja yang berpengaruh terhadap Kinerja dokter dokter. Untuk keperluan ini digunakan uji t.

Berdasarkan uji statistik, diketahui nilai signifikansi kepemimpinan visioner terhadap kinerja dokter adalah sebesar 0,000 atau lebih kecil dari < 0,05 dan thitung 5,919 lebih besar dari ttable > 2,005, maka dapat disimpulkan H0 ditolak H1 diterima, dengan kata lain, variabel kepemimpinan visioner memiliki pengaruh positif dan siginifikan terhadap kinerja dokter. Sedangkan untuk variabel motivasi kerja, diketahui nilai signifikansinya terhadap Kinerja dokter adalah sebesar 0,011< 0,05 dan thitung 2,641 > t tabel

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 49

2,005 maka sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja dokter.

2. Pengujian Pengaruh Secara Bersama-Sama Untuk menguji apakah variabel kepemimpinan

visioner dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja dokter, diuji melalui F, sebagai berikut:

a) Menentukan hipotesis pengujian, sebagai berikut: Hipotesis Simultan H0 Jika nilai signifikansi > 0.05 atau F hitung < F

tabel maka tidak terdapat pengaruh antara variabel kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara simultan terhadap variabel Kinerja dokter.

H1 Jika nilai signifikansi < 0.05 atau F hitung > F tabel maka terdapat pengaruh antara variable kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara simultan terhadap variabel kinerja dokter.

Berdasarkan uji statistik, diketahui nilai

signifikansi kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara simultan terhadap Kinerja dokter adalah sebesar 0,000 < 0,05 dan F hitung 39,341 > F tabel 3,18 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti variabel kepemimpinan visioner dan motivasi kerja secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel Kinerja dokter terdapat pengaruh positif dan signifikan, dengan demikian hipotesis terbukti.

Secara keseluruhan hasil perhitungan analisis jalur dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Struktur Hubungan Kausal Dari Kepemimpinan Visioner (X1) Dan Motivasi Kerja (X2) Terhadap Kinerja dokter (Y)

Dari gambar tersebut struktur hubungan kausal

antara variabel dengan nilai-nilai parameter strukturnya, maka pengaruh dari variabel penyebab ke variabel akibat, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dapat ditentukan.

Besarnya Pengaruh Masing-Masing Variabel Kepemimpinan Visioner dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja dokter secara Parsial

Berikut ini akan diuraikan mengenai pengaruh masing-masing variabel kepemimpinan visioner dan motivasi kerja dokter secara parsial terhadap Kinerja dokter dokter tetap Rumah sakit tipe c Rumah Sakit tipe C.

1. Pengaruh Kepemimpinan Visioner Terhadap Kinerja dokter Untuk mengetahui kontribusi pengaruh

kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter, maka dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 1. Pengaruh Langsung Dan Tidak Langsung Kepemimpinan Visioner Terhadap Kinerja Dokter

Interpretasi Analisis Jalur Ket Pengaruh %

X1

Pengaruh langsung ke Y 0,3576 35,76 Pengaruh tidak langsung melalui X2 ke Y 0,0817 8,17

Jumlah 0,4393 43,93

Sumber : Hasil pengolahan SPSS

Tabel diatas dapat terlihat bahwa pengaruh langsung dari kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter sebesar 35,76% dan pengaruh tidak langsung melalui X2 sebesar 8,17%. ini menandakan bahwa kepemimpinan visioner sangat berhubungan erat dengan motivasi kerja. Total pengaruh kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter sebesar 43,93%. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik kepemimpinan visioner maka akan meningkatkan Kinerja dokter di Rumah sakit tipe C.

2. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja dokter

Untuk mengetahui kontribusi pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja dokter, maka dapat dilihat melalui tabel berikut:

0,512

0,598

0,267

Kepemimpinan Visioner (Variabel X1)

Motivasi Kerja Dokter (Variabel X2)

Kinerja Dokter (Variabel Y)

Ɛ 0,407

R2 Yx1x2 = 59,3

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 50

Tabel 2. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dokter

Interpretasi Analisis Jalur

Ket Pengaruh %

X2

Pengaruh langsung ke Y 0,0713 7,13

Pengaruh tidak langsung melalui X1 ke Y 0,0817 8,17

Jumlah 0,1530 15,30 Sumber : Hasil perhitungan SPSS

Tabel diatas dapat terlihat bahwa pengaruh langsung dari motivasi kerja terhadap Kinerja dokter sebesar 7,13% dan pengaruh tidak langsung melalui X1 8,17%. ini menandakan bahwa motivasi kerja sangat berhubungan erat dengan kepemimpinan visioner. Total pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja dokter sebesar 15,30%. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik motivasi kerja maka akan meningkatkan Kinerja dokter dokter tetap di Rumah sakit tipe cRumah Sakit tipe C.

Besarnya Pengaruh Kepemimpinan Visioner (X1) dan Motivasi Kerja (X 2) terhadap Kinerja dokter (Y) Secara Bersama-sama

Berikut ini akan diuraikan mengenai pengaruh masing-masing variabel kepemimpinan visioner dan motivasi kerja dokter secara simultan terhadap Kinerja dokter dokter tetap Prodi Perohotelan di PTS Kita Bandung.

Tabel 3. Pengaruh Kepemimpian Visioner Dan Motivas Kerja Terhadap Kinerja Dokter

Variabel Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total

X1 X2 Kepemimpinan Visioner 35,76 8,17 43,93

Motivasi Kerja 7,13 8,17 15,30 Jumlah 59,23

Pengaruh Faktor Lain/faktor residu 40,77

Sumber: Hasil perhitungan SPSS Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui total

pengaruh kepemimpinan visioner dan motivasi kerja dokter tetap terhadap Kinerja dokter dokter tetap di prodi perhotelan PTS Rumah Sakit tipe C baik secara parsial maupun simultan sebesar 59,23%. Perbedaan hasil perhitungan antara SPSS dengan Excel. Hal ini terjadi karena angka-angka yang ada di SPSS bersifat pembulatan sehingga pada saat dihitung menggunakan SPSS terjadi perbedaan desimal. Sedangkan sisanya 40,77% dipengaruhi faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kinerja dokter di rumah sakit tipe C Rumah Sakit X secara umum sudah puas, digambarkan dengan kontribusi paling besar dari keberartian kerja, tanggungjawab hasil kerja dan umpan balik terhadap pekerjaannya cukup baik, hal ini berarti bahwa Kinerja dokter dokter sangat besar pengaruhnya dari dimensi pekerjaan itu sendiri. Akan tetapi yang perlu peningkatan yaitu pada kelayakan gaji yang diterima dan belum

optimalnya pemberian penghargaan/reward dari pimpinan terhadap dokter yang berprestasi.

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan visioner pimpinan terhadap Kinerja dokter di Rumah Sakit tipe C sebesar 35,76% sedangkan pengaruh tidak langsung melalui motivasi sebesar 8,17% sehingga total pengaruh kepemimpinan visioner terhadap Kinerja dokter sebesar 43,93%. Sehingga hipotesis yang pertama terbukti.

3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap Kinerja dokter di rumah sakit tipe C. Persentase pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja dokter secara langsung adalah sebesar 7,13%, secara tidak langsung melalui kepemimpinan visioner sebesar 8,17% sehingga total pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja dokter sebesar 15,30%. Sehingga hipotesis yang kedua terbukti.

Saran

Dari kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang penulis ingin sampaikan kepada rumah sakit di Rumah Sakit tipe C: 1. Diharapkan para pimpinan rumah sakit

menerapkan gaya kepemimpinannya dengan gaya yang visioner dalam meningkatkan kinerja dokternya, melalui futuristic thinking, memberikan posisi mana dana apa yang

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Rukhiyat Syahidin; Pengaruh Kepemimpinan Visioner … Hal. 51

diperlukan dokter dan rumah sakit di masa yang akan datang, , Showing Forsight memberikan apa yang diinginkan oleh dokter dalam teknologi, prosedur dan alat bantu yang optimal, sehingga hasil kinerja dokter di rumah sakit tipe C lebih baik lagi dan membawa kinerja rumah sakit keseluruhan akan lebih baik lagi.

2. Diharapkan para pimpinan untuk meningkatkan kinerja dokternya dapat dilakukan dengan cara memotivasi kerja setiap dokternya sehingga Kinerja dokternya meningkat, melalui penghargaan dan reward yang sesuai dengan keprofesionalan, memperbaiki suasana kerja, pemberian tanggungjawab yang menyeluruh kepada setiap dokter.

3. Secara bersama-sama meningkatkan kepemimpinan yang visioner dan memotivasi para dokter melalui perbaikan reward dokter, tanggungjawab dan tantangan serta creative thinking memberikan alternatif dan problem solving dalam permasalahan diagnosa dan terapi kepada pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Michael. (2009). Amstrong’s Handbook

Of Management and Leadership a guide to managing for result (2nd edition). London: 120 Pentonville Road.

Aditama, Tjandra Yoga. 2010. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI Press

Danim, Sudarwan. Suparno. (2012). Menjadi Pemimpin Besar Visioner Berkarakter. Bandung: Alfabeta

Daft, Richard L, Marcic, Dorothy. (2007). Understanding Management 12 Edition. New York: McGraw-Hill Education

Daft, Richard L. (2010). Era Baru Manajemen, Edisi 9, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat

Dharma, Surya. (2009). Manajemen Kinerja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Flippo, Edwin B. (2008). Manajemen Personalia. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hasibuan, Malayu S.P. (2009). Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (Editor). 2011. Metode Penelitian Survay. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia No . 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 52

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISIPLIN KERJA KARYAWAN DI PT POS INDONESIA CABANG SOLO

Oleh:

Charolina Ayu Saputri, Bachruddin Saleh Luturlean

Prodi S1 Administrasi Bisnis, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Disiplin merupakan suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang paling dominan mempengaruhi disiplin kerja karyawan di PT Pos Indonesia Cabang Solo. Variabel dalam penelitian ini ada delapan variabel yaitu teladan pimpinan, pengawasan melekat, sanksi hukuman, ketegasan, kompensasi, hubungan kemanusiaan, perhatian oleh pimpinan, dan penegakan disiplin. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Responden dalam penelitian berjumlah 70 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis faktor dengan bantuan software SPSS Versi 22 for windows. Hasil penelitian menunjukkan disiplin kerja karyawan kantor pos dalam kategori sangat baik. Hasil analisis faktor juga menunjukkan bahwa terbentuk tiga faktor yang juga termasuk dominan dalam mempengaruhi disiplin kerja karyawan di PT Pos Indonesia Cabang Solo yaitu kepemimpinan, kepastian hukum, dan hubungan kemanusiaan.

Kata Kunci: Disiplin Kerja, Analisis Faktor

ABSTRACT

Discipline is a growing force within the body of the employee and that causes employees to adjust voluntarily to regulatory decisions and high values of work and behavior. The purpose of this study is to determine what factors are the most dominant influence employee work discipline in PT Pos Indonesia Solo Branch. Variables in this study there are eight variables that are exemplary leadership, inherent supervision, penalty sanctions, assertiveness, compensation, humanitarian relationships, attention by the leadership, and discipline enforcement. By using descriptive research method quantitative. Respondents in the study amounted to 70 respondents. The data analysis technique used is factor analysis with the help of SPSS version 22 software for windows. The results show the discipline of post office employees works in the very good category. The result of factor analysis also shows that formed three factors which also including dominant in influencing employee work discipline in PT Pos Indonesia Solo Branch that is leadership, legal certainty, and humanity relation. Keywords: Work Discipline, Factor Analysis

PENDAHULUAN

Sumber daya manusia merupakan satu hal yang sangat penting dan paling menentukan dari seluruh sumber daya yang sudah tersedia dalam suatu organisasi dalam proses mencapai tujuan tersebut. Sinambela (2017:6) menyatakan bahwa, semakin besar suatu organisasi, secara otomatis akan semakin besar juga pegawai yang bekerja dalam organisasi tersebut sehingga besar kemungkinan timbulnya permasalahan didalamnya salah satunya masalah kedisiplinan karyawan. Manfaat disiplin kerja bagi organisasi salah satunya adalah untuk menjamin terpeliharanya tata

tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang maksimal untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Siswanto dalam Sinambela (2017:356) salah satu tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai adalah semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran dalam bekerja, maka pegawai tersebut telah memiliki disiplin kerja yang tinggi. Berikut adalah tingkat absensi karyawan Kantor Pos pada bulan April-September 2017 dapat dilihat pada tabel 1, dibawah ini:

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 53

Tabel 1. Tingkat Absensi Karyawan Kantor Pos Solo Dalam Sebulan Pada Bulan April-September 2017

Tahun Bulan Jumlah Karyawan yang Tidak Hadir Penuh dalam Sebulan 2017 April 20 Karyawan

Mei 37 Karyawan Juni 37 Karyawan Juli 43 Karyawan

Agustus 42 Karyawan September 61 Karyawan

Sumber : Data Internal Kantor Pos

Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa karyawan yang tidak hadir 100% dalam kurun waktu sebulan dari bulan April sampai dengan September selalu mengalami peningkatan, terlebih pada bulan september yang meningkat dari 42 karyawan hingga 61 karyawan.

Untuk data pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan adalah sebagai berikut : a. Pegawai yang menolak pindah kantor (mutasi) b. Mangkir berturut-turut selama tiga hari kerja. c. Melakukan pencurian aset perusahaan. d. Melakukan perbuatan tindakan asusila. e. Pulang sebelum jam kerja berakhir tanpa

mendapat izin dari atasan. f. Tidak menggunakan seragam sesuai dengan

ketentuan perusahaan. g. Terlambat hadir ke tempat kerja tanpa alasan yang

jelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer

HRD beliau mengatakan bahwa tingkat disiplin karyawan kantor pos masih belum maksimal, dalam mendisiplinkan kerja karyawan harus dengan adanya dorongan, karyawan tidak akan berkembang dengan lebih baik lagi apabila tidak dilakukan pendekatan secara langsung oleh atasan terhadap karyawan.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Menurut Fahmi (2016:75) kedisiplinan adalah tingkat kepatuhan dan ketaatan kepada aturan yang berlaku serta bersedia menerima sangsi atau hukuman jika melanggar aturan yang diteteapkan dalam kedisiplinan tersebut.

Disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan pimpinan untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku mereka mengikuti aturan main yang ditetapkan. Disiplin kerja adalah suatu kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Disiplin Kerja

Simamora dalam Sinambela (2017:339) menyatakan tujuan utama tindakan pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku seorang pegawai konsisten dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi.

Siswanto dalam Sinambela (2017:340) menguraikan bahwa maksud dan sasaran disiplin kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan seperti: a. Tujuan umum disiplin kerja adalah demi

kelangsungan perusahaan sesuai dengan apa yang menjadi motif organisasi bagi yang bersangkutan baik hari ini, maupun hari esok.

b. Tujuan khusus disiplin kerja adalah: 1) agar para pegawai menepati segala peraturan

dan kebijakan ketenagakerjaan, serta kebijakan perusahaan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, dan melaksanakan perintah manajemen dengan sebaik-baiknya.

2) Dapat melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya, dan mampu memberikan servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepntingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.

5) Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Faktor-Faktor Disiplin Kerja

Menurut Sutrisno dalam Fahmi (2016:219) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan adalah:

a. Besar kecilnya pemberian kompensasi Karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, jika karyawan merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan.

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan Keteladanan pimpinan sangat penting, karena di dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana pimpinan dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang ditetapkan.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 54

c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, jika tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama

d. Keberanian pimpinan dalam mengambil Tindakan Hal ini sangat diperlukan ketika ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Tindakan tegas yang diambil oleh pimpinan akan membuat karyawan merasa terlindungi dan membuat karyawan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang telah dilakukan.

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan melekat ini pada tingkat manapun, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.

f. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan Pemimpin yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada karyawan akan menciptakan disiplin kerja yang baik. Pimpinan yang mau memberikan perhatian kepada karyawan akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan sehingga akan berpengaruh besar pada prestasi, semangat kerja, dan moral kerja karyawan.

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Hasibuan dalam Sinambela (2017:356) mengatakan bahwa pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi diantaranya adalah: a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut serta dalam mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal, serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai.

b. Teladan Pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dapat dijadikan teadan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, seperti berdisiplin, jujur, adil, serta sesuai antara kata dan perbuatannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun akan baik juga. Namun sebaliknya, apabila teladan pimpinan kurang baik maka para bawahan pun akan kurang disiplin.

c. Balas Jasa Balas jasa ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap

perusahaan. Semakin besar balas jasa maka semakin baik kedisiplinan pegawai. Sebaliknya, apabila balas jasa yang diberikan kecil maka kedisiplinan pegawai menjadi rendah. Pegawai sulit untuk berdisiplin dengan baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.

d. Keadilan Keadilan ikut serta dalam mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting, dan menuntut untuk diperlakukan sama dengan manusia lainnya.

e. Pengawasan Melekat Waskat adalah tindakan yang nyata dan yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai perusahaan. Dengan adanya waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, semangat kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

f. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman mempunyai peran penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat maka pegawai akan semakin takut melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner pegawai akan berkurang.

g. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas dalam bertindak untuk menghukum pegawai yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan.

h. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama pegawai akan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Seorang manajer harus berusaha menciptakan suasana kemanusiaan yang serasi serta memikat baik secara vertikal maupun secara horizontal.

4. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Sumber : Sinambela (2017:336), Fahmi (2016:219)

METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Perhatian oleh Pimpinan

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 55

Jenis Data dalam penelitian ini termasuk ke dalam penelitian Kuantitatif, apabila dipandang pada tingkat eksplanasinya termasuk kedalam penelitian deskriptif.

2. Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2014:38) Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan lainnya yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan di antaranya adalah Teladan Pimpinan, Pengawasan Melekat, Sanksi Hukuman, Ketegasan, Kompensasi, Hubungan Kemanusiaan, Perhatian oleh Pimpinan, dan Penegakan Disiplin.

3. Populasi dan Sampel

Jumlah populasi dalam penelitian ini dapat diketahui, yaitu sebanyak 197 karyawan. Dan pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling. Dari perhitungan menggunakan rumus Slovin, didapatkan jumlah sampel untuk penelitian ini adalah berjumlah 70 orang responden.

PEMBAHASAN

1. Analisis Deskriptif

Presentase tingkat disiplin kerja karyawan PT Pos Indonesia Cabang Solo mempunyai nilai sebesar 86,3% dan termasuk dalam kategori yang sangat baik.

2. Analisis Faktor

Tabel 2

Sumber : Hasil Pengolahan Data,2017

Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa:

1) Angka KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA) adalah 0,717 dengan tingkat siginfikan 0,000. Yang berarti angka MSA sudah lebih besar dari 0,5 dan dengan signifikasi yang jauh dibawah 0,05 (0,000<0,5).

2) Dapat dilihat juga bahwa Chi-Square sebesar 159,486 dengan signifikasi 0,000. Maka variabel dan sampel yang ada dapat diproses lebih lanjut menggunakan analisis faktor.

Tabel 3

Anti Images Matrices

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

X1 .705a .052 -.176 -.167 -.466 .047 -.232 .071

X2 .052 .782a -.290 -.280 .081 -.049 -.235 -.004

X3 -.176 -.290 .705a -.274 .191 .091 .164 -.221

X4 -.167 -.280 -.274 .800a -.096 -.255 .059 -.221

X5 -.446 .081 .191 -.096 .578a .135 .124 -.399

X6 .047 -.049 .091 -.255 .135 .695a -.287 -.022

X7 -.232 -.235 .164 .059 .124 -.287 .667a -.344

X8 .071 -.004 -.221 -.221 -.399 -.022 -.344 .748a

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017

Tabel 3 menunjukkan besarnya nilai MSA dapat dilihat dari angka yang membentuk diagonal yang bertanda “a” dari masing-masing faktor. Seperti yang sudah dibahas diatas apabila nilai MSA lebih dari 0,5 maka variabel masih bisa diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan pada tabel di atas bahwa masing-masing variabel seluruh faktor memiliki angka MSA lebih dari 0,5. Maka faktor-faktor tersebut bisa di analisis lebih lanjut tanpa perlu melakukan pengujian ulang.

Tabel 4 Communalities

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 56

Sumber: Hasil Pengolahan Data,2017

Communalities pada dasarnya adalah jumlah besarnya presentase varian yang digambarkan oleh faktor yang terbentuk. Untuk variabel X1 angka pada tabel Extraction adalah 0,654. Hal ini berarti sekitar 65,4% varian dari variabel X1 bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Demikian seterusnya untuk variabel-variabel lainnya, dengan ketentuan bahwa semakin besar communalities sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang akan terbentuk.

Tabel 5

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017

Dapat dilihat pada tabel diatas dengan satu faktor, angka eigenvalues di atas 1, dengan dua faktor angka eigenvalues masih di atas 1, dan dengan tiga faktor angka eigenvalues juga masih di atas 1, untuk empat faktor angka eigenvalues sudah dibawah 1 yakni 0,635, jadi proses faktoring berhenti pada 3 faktor saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya terdapat tiga faktor yang terbentuk.

Tabel 6

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Pada variabel X1 korelasi antara variabel dengan faktor 1 adalah 0,630 (cukup kuat). Korelasi variabel dengan faktor 2 juga cukup kuat yakni 0,504 dengan tanda “-“ hanya menunjukkan arah korelasi yang berlawanan dengan faktor 2, sehingga tidak ada

korelasi yang berbeda, maka sulit untuk memutuskan akan masuk ke faktor mana variabel X1 tersebut. Karena masih ada variabel yang belum jelas akan dimasukkan dalam faktor 1, 2, atau 3 maka perlu dilakukan proses rotasi.

Tabel 7

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Pada tabel 4.22 ini hasil proses rotasi

memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata. Berdasarkan factor loading pada tabel diatas dapat dilihat akan masuk ke faktor mana variabel-variabel tersebut, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : Faktor 1 dinamakan Kepemimpinan, yang mewakili : 1) X1 = Teladan Pimpinan 2) X5 = Kompensasi; 3) X8 = Penegakan Disiplin Faktor 2 Kepastian Hukum, yang mewakili : 1) X2 = Pengawasan Melekat (Waskat) 2) X3 = Sanksi Hukuman; 3) X4 = Ketegasan Faktor 3 Hubungan Kemanusiaan, yang mewakili : 1) X6 = Hubungan Kemanusiaan; 2) X7 = Perhatian oleh Pimpinan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa peneliti yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil kuisoner yang disebarkan kepada 70 responden karyawan PT Pos Indonesia Cabang Solo dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Disiplin kerja karyawan PT Pos Indonesia Cabang termasuk dalam kategori yang sangat baik.

2. Dari delapan variabel yang diteliti, dapat direduksi menjadi hanya tiga faktor yang mempengaruhi disiplin kerja pada karyawan PT Pos Indonesia Cabang Solo, yaitu kepemimpinan, kepastian hukum, dan hubungan kemanusiaan.

Initial Extraction X1 1,000 .654 X2 1,000 .671 X3 1,000 .788 X4 1,000 .687 X5 1,000 .805 X6 1,000 .707 X7 1,000 .704 X8 1,000 .632

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Charolina Ayu Saputri; Analisis Faktor-Faktor … Hal. 57

3. Faktor Kepemimpinan mewakili Teladan Pimpinan, Kompensasi dan Penegakan Disiplin dan memiliki nilai eigenvalues sebesar 3,200 dengan presentase varian (kontribusi) paling tinggi sebagai faktor yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan di PT Pos Indonesia Cabang Solo.

4. Faktor Kepastian Hukum mewakili pengawasan melekat, sanksi hukuman, dan ketegasan, memiliki nilai eigenvalues sebesar 1,397 dengan presentase varian (kontribusi) tingkat kedua sebagai faktor yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan di PT Pos Indonesia Cabang Solo

5. Faktor Hubungan Kemanusiaan mewakili hubungan kemanusiaan dan Perhatian oleh Pimpinan memiliki nilai eigenvalues sebesar 1,050 dengan presentase varian (kontribusi) ketiga sebagai faktor yang mempengaruhi disiplin kerja Karyawan PT Pos Indonesia Cabang Solo.

6. Total precentage of variance dari ketiga faktor adalah sebesar 70,58%, yang dapat menjelaskan dari seluruh faktor asli tersebut.

7. Dengan demikian, faktor yang paling mendominasi dalam mempengaruhi disiplin kerja karyawan PT Pos Indonesia adalah kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin, ketegasan pimpinan, dan hubungan kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Sinambela, L.P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Fahmi, I. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014).Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muhammad Ilham Nur Alif; Pengaruh PDB, Inflasi, … Hal. 58

PENGARUH PDB, INFLASI, DAN NILAI TUKAR MATA UANG TERHADAP NON PERFORMING FINANCING

(STUDI KASUS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2012-2016)

Oleh:

Muhammad Ilham Nur Alif, Hendratno

Prodi S1 Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia mengisyaratkan bank syariah untuk terus meningkatkan kinerja agar dapat menarik nasabah serta tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien. Salah satu indikator untuk menilai tingkat kesehatan bank syariah adalah melihat kualitas aset dalam hal ini tercermin pada tingkat Non Performing Financing. PDB dari tahun 2012 terus mengalami peningkatan hingga tahun 2015, dan ketika pertumbuhan ekonomi meningkat setiap tahunnya maka menggambarkan keberhasilan produksi perusahaan yang diserap dengan baik oleh masyarakat, maka seharusnya rasio NPF semakin mengecil setiap tahunnya. Inflasi dalam rentang waktu tahun 2012-2016 cenderung mengalami penurunan, seharusnya rasio NPF semakin mengecil setiap tahunnya. Berdasarkan data NPF pada tahun 2012-2016 cenderung mengalami peningkatan walaupun belum melampaui batas maksimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Produk Domestik Bruto, Inflasi, Dan Nilai Tukar Mata Uang Terhadap Non Performing Financing dengan Studi Kasus Bank Umum Syariah Di Indonesia. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui publikasi Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan penggunaan data sekunder periode 2012-2016. Metode penelitian yang digunakan adalah Uji Asumsi Klasik, kemudian dilakukan perhitungan regresi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), kemudian dilanjutkan pengujian hipotesis dengan Uji t dan Uji F, dan di akhiri dengan melakukan Uji Koefisien Determinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial perkembangan PDB dan Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing, sedangkan Nilai Tukar Mata Uang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Non Performing Financing. Secara simultan PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar Mata Uang berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing.

Kata kunci: Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Inflasi, Nilai Tukar Mata Uang, Non Performing Financing (NPF).

ABSTRACT

The rapid growth of sharia banking in Indonesia implies sharia banks to continue to improve performance in order to attract customers and create a bank with the principles of sharia healthy and efficient. One indicator to assess the soundness of Islamic banks is to look at the quality of assets in this case is reflected in the level of Non Performing Financing. GDP from 2012 continues to increase until 2015, and as economic growth increases each year it illustrates the success of the company's production that is well absorbed by the public, the NPF ratio should decrease every year. Inflation in the period 2012-2016 tends to decrease, the NPF ratio should decrease every year. Based on NPF data in 2012-2016 tends to increase despite not exceeding the maximum limit. This study aims to determine how big the influence of Gross Domestic Product, Inflation, and Exchange Rate Against Non Performing Financing with Case Studies of Sharia Commercial Bank In Indonesia. Secondary data in this research is obtained through publication of Central Bureau of Statistics, and Bank Indonesia. This study uses quantitative methods with the use of secondary data for the period 2012-2016. The research method used is Classical Assumption Test, then do the regression calculation using Ordinary Least Square method (OLS), then continued testing hypothesis with t-Test and F-Test, and ended by doing Determination Coefficient Test. The results of this study indicate that partially GDP and Inflation developments have no significant effect on Non Performing Financing, while Currency Exchange has significant influence on Non Performing Financing. Simultaneously GDP, Inflation, and Currency Exchange have significant effect to Non Performing Financing.

Keywords: Gross Domestic Product (GDP), Inflation, Currency Exchange Rate, Non Performing Financing (NPF).

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muhammad Ilham Nur Alif; Pengaruh PDB, Inflasi, … Hal. 59

PENDAHULUAN

Bank syariah sudah menunjukkan peran yang meningkat sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjalankan fungsi intermediasi. Mengingat begitu pesatnya pertumbuhan dan ketatnya persaingan perbankan syariah di Indonesia, maka pihak bank syariah perlu meningkatkan kinerjanya agar dapat menarik investor dan nasabah, serta dapat tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien.

Untuk melihat tingkat kesehatan bank syariah dapat dilihat pada penilaian kesehatan bank syariah dilakukan berdasarkan peraturan bank Indonesia (PBI) No 9/1/PBI/2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah berdasarkan prinsip syariah. Salah satu indikator untuk menilai tingkat kesehatan bank syariah adalah melihat kualitas aset dalam hal ini tercermin pada tingkat Non Performing Financing (NPF). Sehingga dapat dilihat sejauh mana bank dapat menjalankan kegiatannya secara efisien yang diukur melalui pembandingan pembiayaan yang dilakukan terhadap NPF, jika NPF sebuah bank tinggi maka dapat dikatakan kinerjanya dalam melakukan intermediasi juga buruk.

Kondisi perekonomian akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas Perbankan Syariah, kita dapat melihat salah satu indikator tingkat kestabilan ekonomi melalui Nilai Tukar. Nilai Tukar yang berfluktuatif cenderung mendorong masyarakat untuk memiliki uang asing, dengan begitu banyak sekali masyarakat yang melakukan penarikan dana hingga bank pun mengalami kesulitan untuk menyalurkan dana karena persediaan dana yang terbatas. Nilai tukar mata uang atau kurs merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang sangat penting, karena pergerakan nilai kurs dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi. Pergerakan nilai tukar yang fluktuatif ini mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memegang uang seperti tingkat suku bunga dan inflasi. Kondisi ini didukung oleh laju inflasi yang meningkat tajam dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional.

Bank memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan sektor riil, semakin banyak dana pihak ketiga yang dialokasikan pada sektor riil maka akan semakin berkurang tingkat pengangguran dan kemiskinan. Maka dari itu kontribusi perbankan sangatlah penting dalam sebuah negara, bank sebagai salah satu institusi keuangan penting dalam perekonomian karena kegiatan bank di antaranya adalah penghimpun dan alokasi dana dalam kredit, pelayanan jasa keuangan masyarakat, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak di Indonesia.

Melihat pentingnya peran yang diberikan perbankan, sudah seharusnya sebelum bank melakukan pemberian pinjaman melakukan penilaian terhadap debitur mengenai kemampuannya dalam mengembalikan dana pembiayaannya. Bank dalam memberikan pembiayaan harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar

kembali kewajibannya. Setelah pembiayaan diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan pembiayaan serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dasar Teori

a. Produk Domestik Bruto Produk domestik bruto adalah merupakan

jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.

b. Inflasi Inflasi adalah proses kenaikan harga

barangbarang secara terus menerus yang berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun dengan asumsi bahwa tingkat pendapatan masyarakat konstan. Inflasi juga dapat merepresentasikan meningkatnya persediaan uang. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

c. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing dalam harga mata uang domestik atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang asing dalam mata uang asing. Nilai tukar mata uang mencerminkan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang yang lainnya dan berperan penting untuk digunakan dalam beragam transaksi internasional seperti perdagangan, investasi, ataupun aliran uang jangka pendek antarnegara. Kurs adalah sesuatu yang penting, karena:

1) Dengan adanya kurs maka perdagangan internasional (ekspor-impor) dapat dilakukan.

2) Dengan adanya kurs maka pembayaran transaksi komersial dan finansial antar negara dapat terlaksanakan.

3) Dengan adanya kurs maka kerjasama lalu lintas pembayaran (LLP) antar bank devisa di dunia dapat terlaksana.

4) Dengan adanya kurs maka transkasi jual beli valuta asing dapat dilakukan.

d. Non Performing Financing

NPF merupakan cerminan rasio tingkat kredit bermasalah yang terjadi pada sebuah bank, dan bank yang melewati batas maksimal NPF yaitu 5% dapat dikatakan tidak baik dalam melakukan pengelolaan pembiayaannya. Setiap bank yang tidak baik dalam pengelolaan

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muhammad Ilham Nur Alif; Pengaruh PDB, Inflasi, … Hal. 60

pembiayaannya maka akan beresiko mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya.

Non-performing loan merupakan rasio untuk mengukur besarnya tingkat kredit bermasalah yang terjadi pada suatu bank. Besarnya NPL yang diperbolehkan oleh Bank Indonesia saat ini adalah maksimal 5%. Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tersebut tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya yang akan berdampak pada kerugian bank, karena semakin tinggi non-performing loan maka semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit yang bermasalah semakin besar, sehingga bank mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya yang berpengaruh terhadap menurunnya laba.

2. Kerangka Pemikiran

Batas maksimum NPF sebuah perbankan adalah 5% dimana hal itu telah ditentukan melalui peraturan bank indonesia nomor 15/2/PBI/2013 tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum konvensional. Variabel makroekonomi sebuah negara terbukti mempengaruhi NPF perbankan. Sehingga dalam penelitian ini penulis memilih variabel ‘X’ yang mewakili kondisi makroekonomi yaitu PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar Mata Uang dan menguji pengaruhnya parsial dan simultan terhadap variabel ‘Y’ yaitu NPF Perbankan Syariah [1]. Penelitian ini akan menguji pengaruh kontribusi sektor makroekonomi terhadap Non Performing Financing di Indonesia periode 2012-2016. Dengan demikian kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis Secara Parsial

H01 : PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

H11 : PDB berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

H02 : Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

H12 : Inflasi berpengaruh signifikan terhadap rasio Non-Performing Financing.

H03 : Nilai Tukar Mata Uang tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

H13 : Nilai Tukar Mata Uang berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

Hipotesis Secara Simultan

H0 : Secara Bersama-sama PDB, Inflasi, Nilai Tukar Mata Uang, dan Tingkat Pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

H1 : Secara Bersama-sama PDB, Inflasi, Nilai Tukar Mata Uang, dan Tingkat Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap rasio Non Performing Financing.

PEMBAHASAN

1. Sampel dan Pengumpulan Data

Terdapat lima Bank Umum Syariah (Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bank BCA Syariah, Bank BRI Syariah, dan Bank Syariah Bukopin) yang menjadi sampel dalam penelitian ini dengan kriteria melakukan publikasi laporan keuangan triwulan secara konsisten pada periode pengamatan penelitian tahun 2012-2016. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui publikasi Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia.

2. Teknik Analisis Data

a) Uji Asumsi Klasik

Pada penelitian ini penulisis menggunakan analisis regresi linear berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS), sehingga akan menghasilkan perhitungan yang lebih tepat dan akurat. Model regresi linear adalah salah satu teknik analisis kuantitatif yang dapat digunakan untuk memberikan informasi besarnya hubungan sebab akibat antara suatu faktor dengan faktor lainnya. Namun sebelum sampai ke tahapan tersebut diperlukan pengujian Uji Asumsi Klasik agar menghasilkan estimator yang baik dan tidak mengalami BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Berikut adalah pengujian yang akan dilakukan:

1) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan untuk menguji variabel bebas dan terikat memiliki model regresi yang baik. Dalam pengujian kali ini yang akan digunakan adalah uji normalitas Jarque-Bera, dapat dikatakan baik jika data terdistribusi normal dan model regresi layak digunakan. Jika probabilitas uji normalitas Jarque-Bera lebih besar dari 0.05, maka dapat dikatakan data terdistribusi normal.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muhammad Ilham Nur Alif; Pengaruh PDB, Inflasi, … Hal. 61

2) Uji Otokorelasi

Pengujian otokorelasi dilakukan dengan metode Lagrange-Multiplier Test. Pengujian ini dilakukan untuk menguji model regresi linear apakah terdapat korelasi antara kesalahan penggunaan pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Metode regresi yang baik adalah metode regresi yang terbebas dari otokorelasi. Dapat dikatakan tidak terjadi otokorelasi dalam model ini jika nilai probabilitas Chi Square lebih besar dari 0.05.

3) Uji Multikolinieritas Data

Uji multikolinieritas perlu dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ini ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika nilai korelasi antar variabel independen tidak lebih besar dari 0.85, maka dapat dikatakan model ini terbebas dari gejala multikolinearitas. Sehingga dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

b) Regresi Linear Berganda

Dalam mengestimasi hubungan antar variabel-variabel yang mempengaruhi NPF Perbankan Syariah dilakukan menggunakan pendekatan ini. Metode ini memiliki fungsi untuk menganalisis pengaruh masing-masing, pengaruh parsial, dan pengaruh simultan beberapa variabel independen terhadap sebuah variabel dependen. Pada akhir rekapitulasi output metode ini akan memperlihatkan persamaan regresi linear berganda.

c) Pengujian Hipotesis

Tahapan pengujian ini akan menguji apakah model regresi yang digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis, dengan begitu akan diperlukan pengujian statistik sebagai berikut :

1) Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Pengujian ini bertujuan agar dapat diketahui seberapa besar pengaruh signifikan yang ditimbulkan setiap variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Uji t dapat dilakukan dengan melihat probabilitas (Nilai Signifikan) dan derajat kepercayaan (Koefisien) yang ditentukan dalam peneltian. Pada penelitian ini kriteria pengujian tingkat signifikan (α) = 0.05. Jika sebuah variabel memiliki nilai signifikan yang lebih kecil dibandingkan (α) = 0.05, maka memberikan penjelasan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap NPF Perbankan Syariah. Dan dengan begitu H0 diterima, H1 ditolak.

2) Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap

variabel dependen secara bersama-sama. Pengujian ini dilakukan dengan melihat hasil perhitungan probabilitas F-Statistik, dan jika nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari (α) = 0.05 maka akan diketahui variabel independen secara bersamaan memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (NPF Perbankan Syariah).

3) Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R-Square)

Pengujian ini bertujuan untuk memberikan gambaran seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependen. Semakin tinggi koefisien determinasi akan menunjukkan kemampuan tinggi yang dimiliki variabel independen dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel independen. Besaran koefisien determinasi dapat dilihat pada hasil perhitungan Adjusted R-Square. Jika hasil perhitungannya sebesar 95%, maka dapat disimpulkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variasi pada variabel dependen sebesar 95%. Sedangkan 5% lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.

KESIMPULAN

Setelah penulis mengadakan pembahasan mengenai “ Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar Mata Uang Terhadap Non Performing Financing Perbankang Syariah (Studi Kasus Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2016)” , maka penulis dalam bab ini akan mencoba menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

a. PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar Mata Uang secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing, dengan nilai probabilitas statistik F lebih kecil dari taraf signifikansi (α = 5%) yang ditetapkan (0,034971 < 0,05).

b. PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing, dengan nilai probabilitas statistik t lebih besar dari taraf signifikansi (α = 5%) yang ditetapkan (0,9819 > 0,05). Hal ini menunjukkan peningkatan atau penurunan nilai variabel PDB tidak mengakibatkan peningkatan atau penurunan Non Performing Financing.

c. Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing, dengan nilai probabilitas statistik t lebih besar dari taraf signifikansi (α = 5%) yang ditetapkan (0,4501 > 0,05). Hal ini menunjukkan peningkatan atau penurunan nilai variabel Inflasi tidak mengakibatkan peningkatan atau penurunan Non Performing Financing.

d. Nilai Tukar Mata Uang berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Financing, dengan nilai probabilitas statistik t lebih kecil dari taraf signifikansi (α = 5%) yang ditetapkan (0,0469 < 0,05). Hal ini menunjukkan peningkatan atau penurunan nilai variabel Nilai Tukar Mata Uang

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Muhammad Ilham Nur Alif; Pengaruh PDB, Inflasi, … Hal. 62

mengakibatkan peningkatan atau penurunan Non Performing Financing.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Perbankan Syariah memiliki resistensi terhadap perubahan kondisi PDB dan Inflasi yang terjadi pada tahun 2012 sampai tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Ginting, Ari Mulianta. (2013). Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.7 NO.1, JULI 2013.

Mankiw, N. G. (2013). Principle of macro-economics. Singapore: Cengange Learning.

Yeniwati. (2013). Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika.

Karim, Adiwarman A. (2015). Ekonomi Makro Islami. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Misbah, Nur Imanudin. (2016). Analisis Pengaruh Dpk, Marjin Keuntungan, NPF, ROA, Dan SWBI Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat.

Septiani, R., dan Lestari, P. V. (2016). Pengaruh Npl Dan Ldr Terhadap Profitabilitas Dengan Car Sebagai Variabel Mediasi Pada Pt Bpr Pasarraya Kuta. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No.1, 2016: 293 - 324 ISSN: 2302-8912.

Hasibuan, Malayu S.P. (2017). Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Krisnaldy. (2017). Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Produk Domestik Bruto, Kurs Dan Tingkat Bunga Terhadap Inflasi Di Indonesia

Pendekatan Error Corection Model. Jurnal Kreatif : Pemasaran, Sumberdaya Manusia dan Keuangan, Vol. 5, No.1, Oktober 2017.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 63

SOCIAL NETWORK ANALYSIS UNTUK ANALISA INTERAKSI USER DI MEDIA SOSIAL MENGENAI BISNIS E-COMMERCE

(STUDI KASUS: LAZADA, TOKOPEDIA DAN ELEVENIA)

Oleh:

Made Kevin Bratawisnu, Andry Alamsyah

Prodi S1 Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom

ABSTRAK

Bisnis e-commerce memerlukan promosi dalam memperkenalkan produk yang dimilikinya. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media sosial. Terdapat banyak informasi yang disediakan di media sosial, salah satunya adalah User Generated Content (UGC). UGC adalah jejak rekam user di media sosial yang dapat dilihat oleh user lainnya. Diperlukan analisis media sosial untuk melihat pola interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya dari UGC yang banyak tersebar di media sosial. Hal ini dapat dijadikan insight bagi perusahaan dalam membantu pemasaran produk di media sosial. Metode yang digunakan dalam menganalisis pola interaksi dari UGC yang ada di media sosial adalah Social Network Analysis (SNA). Pemodelan jaringan sosial dapat membantu bisnis e-commerce untuk memahami pola interaksi yang terjadi di media sosial.. Hasil temuan dalam penelitian memperlihatkan bahwa jaringan sosial yang lebih unggul adalah jaringan sosial interaksi mengenai Lazada. Penelitian juga memperlihatkan pemeran kunci bagi masing-masing e-commerce.

Kata Kunci: User Generated Content; Social Network Analysis; Pemeran Kunci; Properti Jaringan; e-commerce

ABSTRACT

The e-commerce business requires promotion for introducing its products. One of the media that can be used is social media. There is a lot of information provided on social media, one of which is User Generated Content (UGC). UGC is a track record user in social media that can be seen by other users. Social media analysis is needed to see the pattern of interaction between the company and its customers from UGC, which is widely spread on social media. This can be an insight for product marketing in social media. The method used to analyze the interaction pattern of UGC in social media is Social Network Analysis (SNA). Social network modeling can help e-commerce business to understand the interaction patterns that occur in social media.. The findings in the study show the best of social network is a social network of interactions regarding Lazada. Research also shows key actors for each e-commerce.

Keywords: User Generated Content; Social Network Analysis; Key Player; Network Property; e-commerce

PENDAHULUAN

Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia menyebabkan terjadinya perkembangan pada bisnis online e-commerce. Bisnis online e-commerce merupakan sarana transaksi komersial antara dan antar organisasi dan perorangan secara digital dengan pemanfaatan internet, web dan aplikasi bisnis online (Laudon, dan Traver, 2014). Bisnis e-commerce telah mengubah banyak hal dalam dunia bisnis, hal yang menjadi fokus tidak hanya pada barang melainkan pada layanan, informasi dan fokus intelijen pada pelanggan (Rahayu dan Day, 2015).

Media sosial menjadi hal penting dalam bisnis e-commerce di dunia maya dikarenakan media sosial memberikan insight dalam pemasaran bisnis e-commerce (Yadav dan Rahman, 2017). Media sosial menjadi alat untuk menciptakan, mengomunikasikan

dan mengirimkan nilai yang diberikan organisasi ke konsumen (Alalwan et al., 2017). Konsumen secara global menggunakan media sosial dalam mencari informasi untuk produk dan menyebarkan komentar terkait produk di media sosial.

Semua informasi yang diberikan user di media sosial disebut dengan User Generated Content (UGC). UGC adalah data yang ditinggalkan user yang dapat diakses publik secara online (Moens et al., 2014). Media sosial yang menyimpan banyak UGC adalah Twitter. Twitter merupakan media sosial yang memiliki banyak manfaat sehingga memiliki kekuatan informasi yang sangat kuat antara lain; komunikasi kunci untuk politik, penyebaran informasi terkait bencana alam dan bagi bisnis untuk marketing, serta customer service (O’Reilly, 2012).

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 64

Diperlukan analisis media sosial untuk melihat pola interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya dari UGC yang banyak tersebar di media sosial. Data yang ada di media sosial bersifat tidak terstruktur dan memiliki volume yang besar, sehingga diperlukan alat dan teknik yang canggih untuk melakukan ekstrak informasi dari media sosial (Sapountzi dan Psannis, 2016). Metode yang dapat digunakan adalah Social Network Analysis (SNA) yang merupakan bagian dari teknik Social Computing untuk melakukan ekstrak informasi pada data yang tidak terstruktur dan memiliki volume yang besar. SNA adalah studi yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan memanfaatkan teori graf (Oktora dan Alamsyah, 2014).

SNA membantu untuk memahami hubungan sosial yang melambangkan user dengan titik (nodes) dan hubungan antar user dilambangkan dengan garis (edges) pada Online Social Network (OSN) (Rios et al., 2017). SNA dapat digunakan untuk mempelajari pola jaringan organisasi, ide-ide, dan orang-orang yang terhubung melalui berbagai cara dalam sebuah lingkungan (Oktora dan Alamsyah, 2014).. Sehingga SNA dapat diaplikasikan bisnis untuk memperoleh insight dan knowledge dari market dan komunitas melalui media sosial (Sapountzi dan Psannis, 2016). Bisnis dapat memanfaatkan properti jaringan sosial pada SNA untuk melakukan perbandingan terhadap bisnis lainnya mengenai hubungan pada jaringan sosial.

SNA merupakan pendekatan analitis yang dapat mengidentifikasi struktur sosial dan menjelaskan posisi pemangku kepentingan utama atau yang dapat disebut dengan pemeran kunci (Mbaru dan Barnes, 2017). Pemeran kunci dapat menjadi aktor terpenting dalam penyebaran informasi khusunya bagi bisnis untuk mempromosikan produknya di media sosial dikarenakan memiliki efek yang terbesar dalam penyebaran informasi di jaringan sosial (Rios et al., 2017). Sehingga hal ini dapat dijadikan insight bagi perusahaan dalam membantu pemasaran produk khususnya bagi bisnis e-commerce yang memanfaatkan media sosial dalam mempromosikan produk. Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui properti jaringan sosial yang terbentuk pada masing-masing e-commerce dan mengetahui pemeran kunci dalam jejaring sosial untuk penyebaran informasi.

KAJIAN PUSTAKA

1) Big Data Big data adalah data yang melebihi kapasitas pemrosesan sistem database konvensional. Big

data memiliki ukuran yang sangat besar, bergerak dengan cepat, dan tidak sesuai dengan arsitektur database konvensional (O’Reilly, 2012). Dengan mengadopsi teknologi analisis yang canggih dan teknik yang tepat, organisasi dapat menggunakan big data untuk mengembangkan wawasan, produk, dan layanan inovatif yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari organisasi (Gunther et al., 2017).

2) User Generated Content (UGC) User Generating Content (UGC) adalah data atau konten yang secara umum dapat dilihat oleh user lain, dimana konten tersebut berisi sejumlah kreatifitas dan dibuat oleh orang-orang yang bukan merupakan profesional dalam hal tersebut (Moens et al., 2014). Data UGC online memainkan peran yang penting sebagai sumber informasi bagi organisasi untuk menggali nilai sehingga diperlukan prosedur dan teknologi mutakhir untuk memungkinkan pengambilan, penyimpanan, pengelolaan, dan analisis data (Olmedilla, 2016).

3) Social Computing Social computing adalah sebuah paradigma komputerisasi yang baru dan berkembang diantara ilmu komputer dan ilmu sosial yang melibatkan pendekatan multi-disiplin dalam menganalisis dan memodelkan perilaku sosial pada media dan platform yang berbeda untuk menghasilkan metode atau aplikasi yang cerdas dan interaktif (Tavakolifard dan Almeroth, 2012).

4) Social Network Analysis (SNA) Social Network Analysis (SNA) merupakan pemodelan terhadap user yang dilambangkan dengan titik (nodes) dan interaksi antar user tersebut yang dilambangkan dengan garis (edges), hal ini diperlukan analisis dikarenakan membawa kesempatan baru untuk memahami individu atau masyarakat terkait pola interaksi sosial mereka (Sapountzi dan Psannis, 2016). SNA dapat digunakan untuk mempelajari pola jaringan organisasi, ide-ide, dan orang-orang yang terhubung melalui berbagai cara dalam sebuah lingkungan (Oktora dan Alamsyah, 2014).

5) Properti Jaringan pada SNA SNA memiliki beberapa properti jaringan untuk memetakan hubungan yang sangat membantu untuk meningkatkan penciptaan management knowledge di organisasi (Alamsyah, 2013). Adapun beberapa properti jaringan pada SNA antara lain: nodes, edges, average degree, diameter, dan average path length.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 65

Tabel 1 Pengertian Properti Jaringan

Properti Jaringan Penjelasan

Nodes Nodes merepresentasikan posisi yang dimiliki oleh aktor yang berada dalam network (Hanneman dan Riddle, 2005).

Edges Edges merefleksikan hubungan antar aktor atau entitas yang terjadi dalam network (Hanneman dan Riddle, 2005).

Average Degree Average degree dapat ditentukan dengan jumlah hubungan pada satu node dibagi jumlah hubungan yang terjadi pada satu jaringan sosial (Alhajj dan Rokne, 2014).

Diameter Diameter adalah jarak terjauh antara dua node yang berdekatan (Jackson, 2008).

Average Path Length Average path length adalah rata-rata jarak geodesi, atau rata-rata jalur yang dilewati oleh tiap node ke node lainnya (Jackson, 2008).

6) Centrality pada SNA

Pengukuran centrality digunakan untuk menentukan aktor yang beperan paling penting dalam suatu jaringan sosial, hal ini menunjukkan derajat pusat seseorang (Mincer dan

Niewiadomska-Szynkiewicz, 2012). Terdapat empat pengukuran centrality yaitu: degree centrality, betweenness centrality, closeness centrality, dan eigenvector centrality.

Tabel 2 Pengertian Centrality

Centrality Penjelasan

Degree Centrality Degree centrality ditentukan dengan jumlah edges yang berhubungan dengan pada nodes Alhajj dan Rokne, 2014).

Betweenness Centrality Betweenness centrality mengidentifikasi nodes yang akan menjadi perantara informasi atau inisiatif antara kelompok yang terputus (Mbaru dan Barnes, 2017).

Closeness Centrality Closeness centrality merupakan jarak rata-rata dari node yang diberikan ke semua simpul lain dalam jaringan sosial (Alhajj dan Rokne, 2014).

Eigenvector Centrality Eigenvector centrality menunjukkan node terpenting dalam jaringan berdasarkan koneksi yang dimiliki node dan node yang berhubungan dengan node tersebut Alhajj dan Rokne, 2014).

KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan beberapa teori dan penelitian-penelitian maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 66

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian temasuk dalam kategori User Generated Content (UGC). UGC adalah data yang secara umum dapat dilihat oleh user lain, dimana konten tersebut berisi sejumlah kreatifitas dan dibuat oleh orang-orang yang bukan merupakan profesional dalam hal tersebut (Moens, 2014). Data UGC dapat diperoleh menggunakan cara crawling data. Penelitian ini mengambil data pada media sosial Twitter dikarenakan bersifat open-source sehingga data dapat diambil secara terbuka. Data yang diambil yaitu user (aktor) yang melakukan interaksi di media sosial Twitter terkait e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia. Data yang diambil pada rentang waktu 1 November 2017 hingga 30 November 2017.

Social Network Analysis (SNA) adalah salah satu metode Social Computing untuk melakukan ekstrak informasi pada data yang tidak terstruktur dan memiliki volume yang besar. Social network merupakan pemodelan terhadap user yang dilambangkan dengan titik (nodes) dan interaksi antar user tersebut yang dilambangkan dengan garis (edges). SNA memiliki beberapa properti jaringan untuk memetakan hubungan yang sangat membantu untuk meningkatkan penciptaan management knowledge di organisasi. Properti jaringan dapat dijadikan pembanding antar jaringan sosial pada masing-masing interaksi user mengenai bisnis e-commerce. Pengukuran centrality digunakan untuk menentukan aktor yang beperan paling penting dalam suatu jaringan sosial, hal ini menunjukkan derajat pusat seseorang (Mbaru dan Barnes, 2017).

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memahami fenomena atau gejala sosial dengan cara memberikan pemaparan yang rinci terhadap hal tersebut (Sujarweni, 2015). Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif didesain untuk mengumpulkan data untuk mendeskripsikan karakteristik dari seseorang, kegiatan atau situasi (Sekaran dan Bougie, 2013). Penelitian bersifat cross section yaitu pengumpulan data dilakukan dalam satu periode, kemudian data tersebut diolah, dianalisis dan kemudian ditarik kesimpulan (Sujarweni, 2015).

Sumber data yang diperoleh oleh peneliti adalah sumber data sekunder. Data yang diambil merupakan tweet pada media sosial Twitter yang didalamnya mengenai bisnis e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia yang diambil pada rentang waktu sejak 1 November 2017 sampai dengan 30 November 2017.Teknik analisis data yang digunakan adalah Social Network Analysis (SNA). Tahapan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1) Pengumpulan Data Pengambilan data percakapan online dilakukan dengan cara crawling data media sosial Twitter. Tahapan ini dilakukan dengan melakukan crawling menggunakan aplikasi berbasis bahasa R

yaitu R Studio yang terhubung dengan Twitter API. Tweet yang diambil mengandung kata kunci “lazada”, “tokopedia” dan “elevenia”.

2) Preprocessing Data Tweet, mention, reply dan retweet kotor yang sudah terkumpul kemudian dilakukan preprocessing untuk menghilangkan tweet yang tidak relevan agar lebih mudah untuk dilakukan proses analisis. Selanjutnya menentukan aktor yang berinteraksi pada setiap tweet untuk dijadikan sebagai node dalam social network.

3) Pembuatan Model Jaringan Data yang sudah melalui preprocessing kemudian diproses kembali menggunakan aplikasi Gephi untuk dibuat visualisasi model jaringannya dengan menggunakan undirected graph yaitu jaringan yang tidak memperhitungkan arah hubungan.

4) Identifikasi Properti Jaringan Setiap model jaringan yang sudah diproses dengan aplikasi Gephi memiliki beberapa properti yang akan dihitung nilainya. Adapun properti jaringan yang akan dihitung nilainya adalah: nodes, edges, average degree, diameter, dan average path length.

5) Analisis Centrality Untuk menentukan pemeran kunci dalam jaringan sosial, maka dilakukan analisis centrality. Analisis centrality dilakukan dengan mengunakan aplikasi Gephi untuk melihat nilai dari masing-masing centrality untuk setiap aktor dalam jaringan sosial. Perhitungan centrality yang dilakukan yaitu: degree centrality, betweenness centrality, closeness centrality, dan eigenvector centrality.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Hasil Perbandingan Properti Jaringan Sosial e-commerce

Analisis yang dapat dilakukan terkait jaringan sosial yang terbentuk adalah perhitungan properti jaringan sosial. Perhitungan properti jaringan sosial interaksi user mengenai e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia di media sosial Twitter selama rentang waktu satu bulan menggunakan aplikasi Gephi. Hasil dari perhitungan jaringan sosial yang dapat dijadikan perbandingan adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Perbandingan Properti Jaringan Sosial Tiap e-commerce Properti Jaringan

Lazada Tokopedia Elevenia

Nodes 47.398 9.897 3.755

Edges 50.385 10.301 5.358

Average Degree 2,13 2,08 2,04

Diameter 24 14 10

Average Path Length

7,25 4,08 3,88

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 67

Tabel diatas menunjukkan perbandingan properti jaringan sosial yang terbentuk pada interaksi user di media sosial Twitter mengenai bisnis e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia dalam rentang waktu penelitian. Properti yang dibandingkan pertama adalah node. Semakin tinggi node maka semakin banyak aktor yang terlibat dalam jaringan sosial tersebut. Hal ini dalam bisnis dapat menandakan bahwa banyak aktor yang aware terhadap keberadaan bisnis e-commerce tersebut. Nilai properti jaringan node yang tertinggi adalah Lazada yaitu 47.398 nodes yang menunjukkan terdapat 47.398 aktor yang membicarakan di media sosial Twitter disusul oleh Tokopedia dengan 13.129 nodes dan Elevenia sebanyak 3.755 nodes. Perbandingan properti yang kedua adalah edge. Edge menunjukkan interaksi yang terjadi antar aktor. Semakin tinggi nilai edge akan menujukkan bahwa banyak percakapan yang membicarakan bisnis e-commerce di media sosial Twitter. Lazada memiliki nilai edge tertinggi yaitu sebanyak 50.385 edges. Sedangkan Tokopedia dan Elevenia memiliki edge sebanyak 10.590 edges dan 5.358 edges.

Perbandingan properti jaringan yang ketiga adalah average degree. Average degree menunjukkan jumlah

rata-rata hubungan yang dimiliki aktor dalam jaringan sosial. Semakin tinggi nilai average degree semakin baik dikarenakan setiap aktor dalam jaringan tersebut memiliki banyak hubungan sehingga akan memperluas penyebaran informasi. Bisnis e-commerce yang memiliki nilai average degree terbesar adalah Lazada dengan nilai 2,13 disusul oleh Tokopedia dan Elevenia dengan nilai 2,08 dan 2,04. Analisa perbandingan selanjutnya adalah diameter. Diameter merupakan jarak maksimal antar nodes. Semakin kecil diameter, maka akan semakin cepat informasi beredar dalam jaringan sosial tersebut. Diameter terkecil berada pada percakapan user mengenai bisnis e-commerce Elevenia dengan nilai 10. Sedangkan Tokopedia dan Lazada memiliki nilai 14 dan 24. Ukuran lain yang dapat mengukur kecepatan informasi yang beredar antar aktor dalam jaringan sosial adalah average path length. Average path length adalah jarak rata-rata antar node (Alhajj dan Rokne, 2014:620). Nilai average path length terkecil adalah pada interaksi user mengenai bisnis e-commerce Elevenia dengan nilai 3,88 disusul oleh Tokopedia dan Lazada dengan nilai 4,08 dan 7,25. Berikut adalah hasil visualisasi jaringan sosial mengenai bisnis e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia:

Gambar 2. Visualisasi Jaringan Sosial Bisnis e-commerce

Ketiga gambar di atas merupakan hasil visualisasi terhadap jaringan sosial bisnis e-commerce Lazada, Tokopedia dan Elevenia dalam rentang waktu satu bulan yang menunjukkan hubungan antara nodes dan edges yang tergabung dalam jaringan sosial masing-masing e-commerce. Visualisasi dibuat menggunakan aplikasi Gephi dengan menggunakan layout Open Ord. Jenis graph yang digunakan adalah undirected graph, yaitu graph yang tidak mempertimbangkan arah hubungan antar node.

2) Penentuan Pemeran Kunci pada e-commerce

Dalam menentukan pemeran kunci pada masing-masing e-commerce di media sosial Twitter dapat menggunakan pengukuran centrality. Pengukuran centrality digunakan untuk menentukan aktor yang beperan paling penting dalam suatu jaringan sosial, hal ini menunjukkan derajat pusat seseorang. Dalam menentukan pemeran kunci digunakan empat nilai centrality yaitu: degree centrality, betweenness

centrality, closeness centrality, dan eigenvector centrality.

Berdasarkan hasil keempat centrality, didapatkan bahwa pemeran kunci untuk jaringan sosial e-commerce Lazada adalah user annazrulan. Nilai degree centrality yang dimiliki oleh annazrulan adalah sebesar 5.988 hal ini menunjukan bahwa akun annazrulan memiliki jumlah hubungan sebanyak 5.988 dengan akun lainnya. Semakin tinggi nilai degree centrality, maka dapat dikatakan bahwa akun tersebut memiliki banyak hubungan sehingga dapat mempengaruhi akun lainnya. User annazrulan memiliki nilai betweenness tertinggi yaitu 0,26. Semakin tinggi nilai betweenness maka menunjukan bahwa akun tersebut berperan sebagai perantara antar aktor lainnya. User annazrulan juga paling dekat dengan aktor lainnya sehingga jika akun tersebut menyebarkan informasi maka akan lebih cepat dikarenakan memiliki nilai closeness tertinggi yaitu 0,22. User yang memiliki nilai eigenvector tertinggi

Lazada Tokopedia Elevenia

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 68

adalah user annazrulan dengan nilai 1,0. User yang memiliki nilai eigenvector tertinggi menandakan bahwa user tersebut memiliki hubungan dengan banyak aktor penting dalam jaringan sosial.

Pemeran kunci untuk jaringan sosial e-commerce Tokopedia adalah user Strategi_Bisnis karena memiliki nilai tertinggi pada keempat centrality. Strategi Bisnis memiliki nilai degree sebesar 410, nilai betweenness sebesar 0,05, nilai closeness sebesar 0,30, dan nilai eigenvector sebesar 0,06. Sedangkan pemeran kunci untuk jaringan sosial e-commerce Elevenia adalah user aan__ karena memiliki nilai tertinggi pada keempat centrality. User aan__ memiliki nilai degree sebesar 111, nilai betweenness sebesar 0,03, nilai closeness sebesar 0,31, dan nilai eigenvector sebesar 0,04.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1) Berdasarkan hasil perhitungan properti jaringan sosial yaitu node, edge, average degree, diameter, dan average path length didapatkan nilai properti jaringan sosial terhadap masing-masing e-commerce. Setelah dilakukan perbandingan, e-commerce yang paling banyak memiliki nilai tertinggi terhadap properti jaringan sosial adalah Lazada dengan total tiga dari lima properti jaringan sosial. Lazada memiliki nilai properti jaringan sosial yang lebih tinggi mengenai node yang menandakan bahwa banyak user yang membicarakan Lazada di media sosial, edge yang membuktikan banyak interaksi antar user mengenai Lazada di media sosial, dan average degree yang menunjukkan setiap aktor dalam jaringan tersebut memiliki banyak hubungan sehingga akan memperluas penyebaran informasi mengenai e-commerce Lazada.

2) Melalui perhitungan centrality yaitu degree centrality, betweenness centrality, closeness centrality, dan eigenvector centrality didapatkan hasil pemeran kunci dari masing-masing e-commerce. Pemeran kunci tersebut dapat membantu penyebaran informasi mengenai masing-masing e-commerce di media sosial Twitter secara lebih cepat dan lebih luas. Berdasarkan hasil keempat centrality, didapatkan bahwa pemeran kunci untuk jaringan sosial e-commerce Lazada adalah user annazrulan, untuk e-commerce Tokopedia adalah user Strategi_Bisnis, dan untuk e-commerce Elevenia adalah user aan__.

Saran

1) Bagi bisnis e-commerce yang belum unggul dalam properti jaringan sosial node dan edge dapat ditingkatkan dengan lebih aktif melakukan posting tweet yang menarik dan menambah akun di media sosial untuk kategori-kategori tertentu. Untuk meningkatkan nilai properti jaringan sosial average degree maka bisnis e-commerce dapat mengadakan kompetisi atau campaign terkait

topik tertentu yang mengikutsertakan teman atau orang lain untuk bergabung. Sebagai contoh, posting tweet harus menyertakan akun media sosial dan akun teman yang akan diajak dalam kompetisi. Sedangkan untuk meningkatkan nilai properti jaringan sosial diameter dan average path length, maka bisnis e-commerce dapat bekerja sama dengan akun media sosial dari perusahaan lain baik dalam hal promo atau saling follow dengan begitu pelanggan dari perusahan lain juga akan lebih mudah untuk menjangkan akun bisnis e-commerce dan mengetahui informasi yang disebarkan.

2) Bisnis e-commerce juga dapat melakukan pemanfataan pemeran kunci dalam menyebarkan informasi sehingga menyebar lebih cepat dan lebih luas di media sosial Twitter. Bisnis e-commerce dapat memberikan hadiah berupa promo ataupun produk pada pemeran kunci sehingga dapat bekerja sama dengan baik dalam menyebarkan informasi di media sosial Twitter.

3) Bisnis e-commerce juga dapat melihat pola interaksi user di media sosial yaitu banyak aktor dan interaksi yang terjadi di saat hari kerja (senin-jumat) sehingga ketika bisnis e-commerce ingin timbul banyak interaksi dapat melakukan promosi pada saat hari kerja. Akan tetapi ketika bisnis e-commerce menginginkan waktu yang lebih cepat untuk menyebar dalam komunitas yang ada dapat memanfaatkan hari libur kerja (sabtu-minggu).

4) Bagi penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian jaringan sosial terhadap bisnis e-commerce yang belum dilakukan penelitian oleh penulis serta dapat memanfaatkan analisis sentimen untuk menganalisis opini yang terjadi di media sosial mengenai bisnis e-commerce dan dapat melakukan Dynamic Network Analysis tiap jam sehingga mengetahui jam efektif dalam melakukan promosi di media sosial. Serta diharapkan dapat memperkaya sumber pustaka dalam bidang penelitian terkait social computing dan menggunakan tools baru yang lebih mutakhir seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alalwan, Ali Abdallah., Rana, Nripendra P., Dwivedi, Yogesh K., dan Algharabat, Raed. (2017). Social Media in Marketing: A Review and Analysis of The Existing Literature. Journal Telematics and Informatics.

Alamsyah, Andry. 2013. The Role of Social Network Analysis for Knowledge Management. Jurnal Manajemen Indonesia, 12(4), 309-314.

Alhajj, Reda. dan Rokne, Jon. 2014. Encyclopedia of Social Network Analysis and Mining. New York: Springer Science+Business Media Publisher.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Made Kevin Bratawisnu; Social Network Analysis … Hal. 69

Gunther, Wendy Arianne., Mehrizi, Mohammad H. Rezazade., Huysman, Marleen., dan Feldberg, Frans. 2017. Debating Big Data: A Literature Review on Realizing Value from Big Data. Journal of Strategic Information Systems.

Hanneman, Robert A. dan Riddle, Mark. 2005. Introduction to Social Network Methods. Riverside, United States: University of California.

Jackson, Matthew O. 2008. Social and Economic Networks. Princeton, NJ 08540, United States: Princeton University Press

Laudon, Kenneth C. dan Traver, Carol Guercio. 2014. E-commerce. Business. Technology. Society. (10th ed.). One Lake Street, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.

Mbaru, Emmanuel K. dan Barnes, Michele L. 2017. Key players in conservation diffusion: Using Social Network Analysis to Identify Critical Injection Points. Journal Biological Conservation, 222-232.

Mincer, Marcin. dan Niewiadomska-Szynkiewicz, Ewa. 2012. Application of Social Network Analysis to the Investigation of Interpersonal Connections. Journal of Telecommunications and Information Technology, 2, 83-91.

Moens, Marie-Francine., Li, Juanzi., and Chua, Tat-Seng. 2014. Mining User Generated Content. 6000 Broken Sound Parkway NW, Suite 300, Boca Raton: CRC Press.

O’Reilly. 2012. Big Data Now: 2012 Edition. 1005 Gravenstein Highway North, Sebastopol: O’Reilly Media, Inc.

O’Reilly. 2012. The Twitter Book. 1005 Gravenstein Highway North, Sebastopol: O’Reilly Media, Inc.

Oktora, Rio. dan Alamsyah, Andry. 2014. Pola Interaksi dan Aktor yang Paling Berperan Pada Event JGTC 2013 Melalui Media Sosial Twitter (Studi Menggunakan Metode Social Network Analysis). Jurnal Manajemen Indonesia, 14(3), 201-210.

Olmedilla, M., Martínez-Torres, M.R., dan Toral, S.L. 2016. Harvesting Big Data in Social Science: A Methodological Approach for Collecting Online User-Generated Content. Journal Computer Standards and Interfaces, 46, 79–87.

Rahayu, Rita., dan Day, John. 2015. Determinant Factors of E-commerce Adoption by SMEs in Developing Country: Evidence from Indonesia. Journal Procedia - Social and Behavioral Sciences, 195, 142 – 150.

Rios, Sebastián A., Aguilera, Felipe., Nuñez-Gonzalez, J. David., dan Graña, Manuel. 2017. Semantically Enhanced Network Analysis for Influencer Identification in Online Social Networks. Journal Neurocomputing, 1-11.

Sapountzi, Androniki. dan Psannis, Kostas E. 2016. Social Networking Data Analysis Tools & Challenges. Journal Future Generation Computer Systems.

Sekaran, Uma. dan Bougie, Roger. 2013. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach (6th ed.). The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Metodologi penelitian Bisnis & Ekonomi (1st ed.). Bantul, Yogyakarta: PT Pustaka Baru

Tavakolifard, Mozhgan. dan Almeroth, Kevin C. 2012. Social Computing: An Intersection of Recommender Systems, Trust/Reputation Systems, and Social Networks. IEEE Networks, 53-58.

Yadav, Mayank. dan Rahman, Zillur. 2017. Measuring Consumer Perception of Social Media Marketing Activities in E-Commerce Industry: Scale Development & Validation. Journal Telematics and Informatics.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Puput Hari Sanjani; Social Network Analysis … Hal. 70

SOCIAL NETWORK ANALYSIS PADA INTERAKSI SOSIAL TWITTER MENGENAI OPERATOR TELEKOMUNIKASI SELULER DI INDONESIA

(STUDI PADA TELKOMSEL DAN INDOSAT OOREDOO)

Oleh:

Puput Hari Sanjani, Andry Alamsyah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Era internet ditandai dengan pesatnya perkembangan sosial media. User Generated Content (UGC) pada sosial media memungkinkan tersedianya sumber data yang melimpah untuk pengetahuan bisnis. Sistem open source Twitter mengizinkan pengambilan data melalui API secara bebas. Data yang berbentuk interaksi sosial dapat dimodelkan menjadi jaringan sosial. Social Network Analysis (SNA) dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui struktur jaringan sosial yang terbentuk mengenai topik atau brand tertentu. Penelitian ini menghasilkan perbandingan jaringan sosial yang terbentuk mengenai dua operator telekomunikasi seluler di Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat Ooredoo.

Kata Kunci: Social Network Analysis, User Generated Content, Social Media

ABSTRACT

Internet era has known with the rapid growth of social media.User Generated Content (UGC) in social media enabled rich data source for business knowledge. Twitter open source system allows us for free data retrieval through API. Data in the form of social interactions can be modeled become social network. Social Network Analysis (SNA) can be used for identify social network structure about spesific topic or brand. The result of this research is deliver the social network comparison between two cellular telecommunication operators in Indonesia i.e. Telkomsel and Indosat Ooredoo.

Keyword: Social Network Analysis, User Generated Content, Social Media

PENDAHULUAN

Internet telah merubah kebiasaan masyarakat menjadi serba online. Masyarakat kini dapat mengakses informasi tanpa batas kapan saja dan dimana saja. Kegiatan online yang paling digemari masyarakat adalah mengakses sosial media. Sosial media memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi sekaligus dapat menciptakan konten sendiri. Konten yang diciptakan oleh masyarakat disebut User Generated Content (UGC).

Fenomena yang terjadi dengan adanya sosial media mengubah cara perusahaan dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan kini menganggap sosial media adalah platform yang potensial untuk memasarkan produk mereka. Perusahaan juga dapat mengenali konsumen secara langsung serta dapat mengetahui pengalaman, ide, atau pikiran yang dibagikan oleh konsumen mengenai produk dan layanan yang ditawarkan.

Twitter merupakan salah satu platform sosial media yang paling populer. Adanya survey yang menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam 5 besar dunia jumlah pengguna Twitter terbesar pada tahun

2016 dapat dimanfaatkan perusahaan untuk menyebarkan informasi pada platform tersebut.

Telkomsel dan Indosat Ooredoo, dua perusahaan operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia telah menciptakan akun resmi perusahaan pada media sosial Twitter untuk penyebaran informasi[. Selain untuk penyebaran infromasi, tujuan kedua akun resmi tersebut diciptakan adalah untuk menaggapi keluhan konsumen mengenai produk dan layanan yang ditawarkan. Bahkan akun resmi Telkomsel dan Indosat Ooredoo masuk pada peringat 5 besar customer care yang paling responsif selama kuartal 3 tahun 2017.

Sosial media dapat menghasilkan sumber data yang melimpah bagi perusahaan untuk pengetahuan bisnis mengingat besarnya UGC yang diciptakan. Sistem open source yang dimiliki oleh Twitter memungkinkan pengambilan data secara bebas melalui akses API. Data berupa interaksi sosial tersebut dapat dimodelkan menjadi jaringan sosial menggunakan Social Network Analysis (SNA). Terbentuknya jaringan sosial menghasilkan properti jaringan yang dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan interaksi sosial yang terbentuk mengenai dua

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Puput Hari Sanjani; Social Network Analysis … Hal. 71

perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat Ooredoo.

KAJIAN PUSTAKA

1) User Generated Content (UGC)

UGC adalah sebuah konten buatan pengguna yang dipublikasikan pada platform online. Social media merupakan platform online yang terdiri dari UGC. Pengguna tidak perlu memiliki keahlilan khusus seperti pemrograman untuk menciptakan atau mempublikasi konten pada social media.

2) Social Network Analysis (SNA)

Social Network Analysis merupakan suatu pendekatan untuk mendeskripsikan pola pada interaksi sosial yang terbentuk oleh inidividual atau grup.

3) Properti Jaringan

Tabel 1. Penjelasan Properti Jaringan

Properti Jaringan Deskripsi

Nodes Merepresentasikan posisi aktor dalam jaringan.

Edges Merepresentasikan interaksi antara dua aktor dalam jaringan.

Average Degree Rata – rata jumlah interaksi yang dimiliki oleh aktor dalam keseluruhan jaringan.

Diameter Jarak maksimal dalam keseluruhan jaringan.

Average Path Length

Jarak rata – rata antara seluruh aktor dalam jaringan.

4) Social Media Social media merupakan suatu grup internet

berbasis aplikasi yang dibangun oleh fondasi web 2.0 yang memungkinkan user generated content untuk berkreasi dan bertukar ide.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan beberapa tahap metodologi yaitu: data crawling, data preprocessing, data modelling, dan network properties. Keempat tahap metodologi dapat dilihat pada alur diagram berikut ini:

Gambar 1. Alur Metodologi

Tahap pertama adalah melakukan crawling data pada UGC di sosial media Twitter. Kriteria crawling adalah interaksi pada media sosial Twitter yang mengandung kata kunci ‘Telkomsel’ dan ‘Indosat Ooredoo’ selama periode penelitian yaitu tanggal 1 Desember 2017 sampai dengan 1 Januari 2018. Kedua adalah melakukan data preprocessing yaitu melakukan seleksi data yang tidak relevan untuk penelitian. Data yang sudah melewati tahap preprocessing dimodelkan menjadi jaringan sosial kemudian menganalisis properti jaringan.

HASIL DAN ANALISIS

Perolehan hasil data crawling interaksi sosial Twitter selama periode penelitian operator telekomunikasi seluler dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Data Crawling

No Operator Seluler Jumlah Data 1 Telkomsel 94.128 Tweets 2 Indosat Ooredoo 30.042 Tweets

Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah tweets

mengenai Telkomsel lebih besar daripada jumlah tweets mengenai Indosat Ooredoo. Hal tersebut menunjukkan bahwa Telkomsel lebih banyak dibicarakan daripada Indosat Ooredoo.

Selanjutnya, data tersebut akan dimodelkan menjadi jaringan sosial. Berikut adalah pemodelan jaringan sosial menggunakan visualisasi menggunakan software Gephi dengan jenis layout Open Ord:

Telkomsel

Indosat Ooredoo

Gambar 2. Visualisasi Jaringan Sosial Telkomsel dan Indosat Ooredoo

Crawling Data

Data Preprocessing

Data Modelling

Network Properties

Social Network Analysis

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Puput Hari Sanjani; Social Network Analysis … Hal. 72

Setelah data dimodelkan menjadi jaringan sosial, langkah selanjutnya adalah menganalisis properti jaringan yang terbentuk. Properti jaringan yang terbentuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Properti Jaringan yang Terbentuk pada Telkomsel dan Indosat Ooredoo

No Properti jaringan

Telkomsel Indosat

Ooredoo 1 Node 14.878 16.599 2 Edge 14.972 17.868 3 Diameter 24 17

4 Average Degree

2,013 2,153

5 Average

Path Length 3,518 3,721

Properti jaringan yang terbentuk menunjukkan

bahwa jumlah node jaringan sosial Indosat Ooredoo (16.599) lebih besar daripada node yang terdapat pada jaringan sosial Telkomsel (14.878). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah aktor yang membicarakan Indosat Ooredoo lebih besar daripada Telkomsel.

Edge menunjukkan jumlah interaksi pada jaringan sosial. Interaksi yang terbentuk pada jaringan sosial Indosat Ooredoo (17.868) lebih besar daripada jumlah jaringan sosial Telkomsel (14.972).

Rata–rata hubungan yang dimiliki aktor pada jaringan sosial dilambangkan dengan average degree. Indosat Ooredoo memiliki nilai average degree lebih besar (2,153) dibandingkan Telkomsel (2,013).

Diameter melambangkan jarak maksimal jaringan sosial. Semakin kecil nilai diameter maka penyebaran informasi pada jaringan sosial tesebut semakin cepat. Jaringan sosial Indosat Ooredoo memiliki nilai diameter lebih kecil (17) daripada Telkomsel (24).

Average path length melambangkan jarak rata – rata seluruh aktor dalam jaringan. Semakin kecil nilai average path length maka semakin tinggi tingkat keeratan aktor dalam jaringan sosial. Nilai average path length yang dimiliki Telkomsel lebih kecil (3,518) dibandingan Indosat Ooredoo (3,721).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan analisis penelitian, kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut: 1) Pada jaringan sosial yang terbentuk mengenai

Telkomsel dan Indosat Ooredoo selama periode penelitian menunjukkan bahwa aktor yang membicarakan Indosat Ooredoo lebih besar daripada Telkomsel sehingga merk Indosat Ooredoo lebih populer dibandingkan Telkomsel.

2) Diameter menunjukkan bahwa penyebaran informasi pada jaringan sosial Indosat Ooredoo lebih cepat daripada Telkomsel namun tingkat keeratan aktor terjadi lebih tinggi pada jaringan sosial Telkomsel dibandingkan Indosat Ooredoo.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2016). Media Sosial Alasan Utama Penduduk Indonesia Akses Internet. Didapatkan dari: databoks.katadata.co.id.

Admin. (n.d.). The Newest Data on Social Customer Care by Socialbakers. Didapat dari: https://www.socialbakers.com/free-social-tools/socially-devoted/q3-2017/

Barabasi, Albert-Laszlo. (2016). Network Science. Cambridge: Cambridge University Press. Diperoleh dari: Barabasi.com.

Fliervoet et al. (2015). Environmental Management: Analyzing Collaborative Governance Through Social Network Analysis: A Case Study of River Management Along the Waal River in The Netherlands. Vol.57 Page. 335-367. Tersedia: ncbi.nlm.nih.gov.

Hanneman dan Riddle. (2005). Introduction to Social Network Method. Riverside: University of California.

Herman. (2017). Indonesia Masuk Lima Besar Pengguna Twitter. Didapatkan dari: beritasatu.com.

Leskovec et al. (2005). Graph Over Time: Densification Laws, Shrinking Diameters and Possible Explanations. Tersedia: www.cs.cornell.edu.

Neti, Sisira. (2011). International Journal of Entreprise Computing and Business Systems: Social Media and its Role of Marketing. Vol.1, Iss. 2. Diperoleh dari: www.ijcbs.com.

Schoen et al. (2014). Social Science and Medicine Journal: Social Network Analysis of Public Health Programs to Measure Partnership. Diperoleh dari: Sciencedirect.com.

Scott. (2017). Social Network Analysis. New York:Sage.

Wyrwoll, C. (2014). Social Media fundamentals, models, and rankings of User Generated Content. Germany: Springer Fachmedien Wiesbaden. Page. 28. Diperoleh dari: pdfs.semanticscholar.com.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 73

EKSPLORASI PEMIMPIN OPINI UNTUK ALTERNATIF PENDUKUNG PEMASARAN PT. NET MEDIATAMA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE

ANALISIS JEJARING SOSIAL DI TWITTER

Oleh:

Dian Puteri Ramadhani, Andry Alamsyah, Mukti Bawono Wicaksono

Program Studi Sarjana Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika Universitas Telkom

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan pesat teknologi di era globalisasi mengakibatkan pertukaran informasi tidak hanya terjadi pada dunia nyata. Internet telah menjadi kebutuhan pokok dalam menyebarkan informasi. Pertumbuhan penguna internet meningkatkan jumlah data yang beredar di seluruh dunia. Data interaksi yang pada media sosial dapat digunakan untuk melihat bagaimana suatu hal diperbincangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan aktor yang paling berperan dalam jaringan PT. Net Mediatama Indonesia di media sosial Twitter. Penelitian ini memanfaatkan sejumlah besar data yang diambil dari Twitter melalui Application Programming Interface. Data tersebut diteliti dengan pendekatan analisis jejaring sosial. Visualisasi dan perhitungan dilakukan menggunakan software Gephi. Aktor penting ditentukan berdasarkan degree centrality, closeness centrality, dan betweenness centrality. Pemain kunci dalam jaringan NET yaitu @chuuattac sehingga akun tersebut merupakan pemimpin opini yang pendapatnya didengarkan, dipercaya, dan membuat aktor lain bereaksi. Akun tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pendukung pemasaran dalam mengkampanyekan produk dan menyebarkan informasi NET dengan lebih cepat dan tepat sasaran.

Kata kunci: analisis jejaring sosial, pemimpin opini, pemasaran

ABSTRACT

The rapid growth of technology in this globalization era makes the information exchange not only happening in the real world. Internet has become a basic necessity in disseminating information. The growth of internet users increases data traffic around the world. Social media interaction data can be used to know how things are discussed. This research aims to find the key player who plays a significant role in the Twitter network of PT. Net Mediatama Indonesia. This research utilizes a large amount of data from Twitter through Application Programming Interface. We use social network analysis approach to do investigation. Gephi software is used for showing data visualization and calculation. Important actors are determined by degree centrality, closeness centrality, and betweenness centrality. The key player is @chuuattac so that the account is an opinion leader whose opinion is heard, trusted, and makes other actors react. The account can be used as an alternative marketing support in campaigning products and disseminating information more quickly and on target.

Keywords: social network analysis, opinion leader, marketing

PENDAHULUAN

Pertumbuhan teknologi yang sangat pesat di era globalisasi mengakibatkan pertukaran informasi tidak hanya terjadi pada dunia nyata. Menurut Situmorang (2013), internet merupakan sebagian dari kehidupan sehari-hari bayak orang di sebagian besar belahan bumi. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mempublikasikan infografis hasil survei 2016 penetrasi pengguna internet Indonesia yaitu sebesar 132.7 juta dari total pupulasi penduduk Indonesia 256.2 juta orang atau sebesar 51.8%. Angka tersebut meningkat 23.8 poin dari tahun 2013 yaitu hanya sebesar 28%. Pertumbuhan tersebut berdampak besar terhadap jumlah data yang beredar di seluruh dunia.

Lalu lintas data tumbuh hampir 70% di 2014 atau mencapai 2.5 exabytes per bulan dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 1.5 exabytes per bulan. Pertumbuhan tersebut didukung oleh perkembangan situs jejaring sosial. Survei APJII 2016 memaparkan bahwa 97.4% dari pengguna internet Indonesia menggunakan media sosial. Facebook, Instagram dan Twitter adalah situs jejaring sosial mikroblog yang paling sering diakses di Indonesia.

Statista dan semiocast mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada urutan kedua penetrasi pengguna Twitter didunia dan Jakarta merupakan kota teraktif dalam penggunaan Twitter berdasarkan jumlah kicauan yang dikirim. Media sosial Twitter kini dimanfaatkan oleh perusahaan untuk dapat

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 74

memaksimalkan interaksi dengan pasarnya dengan memfasilitasi perbincangan dengan bahasa bahasa yang ringan dan bersahabat, sesuatu yang sangat berharga dalam dunia maya. Alasan terkuat perusahaan menggunakan media sosial dalam kegiatan pemasaran yaitu untuk meningkatkan kesadaran, meningkatkan lalu lintas informasi, dan mengembangkan pelanggan setia. Pergeseran pendekatan pemasaran tersebut dipengaruhi oleh teknologi. Kini, seluruh lapisan masyarakat lebih mudah berekspresi, membentuk jaringan, membentuk komunitas, berkolaborasi, dan ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan sehingga lebih mudah untuk bertukar informasi, membentuk kelompok, saling terhubung, dan berpartisipasi dalam berbagai acara dengan biaya yang rendah.

Di Indonesia, perusahaan-perusahaan mulai gencar memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan konsumen. Akun Twitter resmi bermunculan dengan berbagai tujuan. PT. Net Mediatama Indonesia atau yang lebih dikenal dengan NET merupakan salah satu perusahaan yang aktif menggunakan Twitter. Dalam situs web resmi PT. Net Mediatama Indonesia yaitu www.netmedia.co.id, NET memaparkan bahwasanya dari lini digital, NET membuat terobosan dengan melakukan hubungan keterikatan langsung kepada pemirsa melalui akun-akun media sosial. Akun-akun tersebut diberdayakan oleh NET untuk mengurangi jarak dengan pemirsa. NET memiliki akun Twitter resmi utama yang dikelola langsung oleh perusahaan yaitu @netmediatama yang telah aktif sejak November 2012, beberapa bulan sebelum NET secara resmi diluncurkan. Akun resmi NET sampai dengan tanggal 4 Januari 2018 memiliki 2.207.453 pengikut dan 201.075 kicauan. NET aktif menyampaikan informasi program televisi, bintang tamu, kuis berhadiah, dan lain sebagainya. Tweet secara langsung dari pengguna Twitter mampu mendongkrak eksistensi perusahaan dengan keberhasilannya menempati posisi teratas trending topic worldwide seperti program Ini Sahur.

Penyebaran informasi di media sosial Twitter membentuk jejaring sosial dimana pemirsa NET merupakan nodess dan interaksi melalui tweets yang dilakukannya merupakan edges dalam jaringan. Jejaring sosial merupakan pemetaan hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Salah satu konsep penting didalamnya yaitu pemain kunci untuk mengidentifikasi siapa yang berperan penting dalam jaringan. Pemain kunci tersebut merupakan pemimpin opini dalam jaringan interaksi NET sehingga mampu untuk mempengaruhi persepsi dan menyampaikan pesan dengan lebih efektif. Dengan mengetahui pemimpin opini dalam jaringan, perusahaan mampu mengembangkan cara untuk memberikan pesan yang diinginkan kepada konsumennya dengan lebih cepat dan tepat. Hanya saja pemanfaatan keberadaan pemimpin opini sebagai pendongkrak kemajuan perusahaan tidak mudah. Belum diketahui siapa saja individu yang berperan besar dalam memimpin opini dalam penyebaran informasi NET. Sehingga untuk mengetahui pemimpin opini dalam jaringan

percakapan konsumen NET di media sosial Twitter, dibutuhkan penelitian. Analisa pola percakapan di media online dengan metode analisis jejaring sosial melalui keyword “@netmediatama” di Twitter dapat memberikan pengetahuan tentang pemimpin opini dalam jaringan yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pendukung pemasaran bagi perusahaan NET.

KAJIAN PUSTAKA

1. Pemasaran

Pemasaran memiliki peran penting dalam suatu perusahaan. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Philip Kotler (2005), pemasaran adalah sebuah fungsi organisasional dan sebuah aset dari proses untuk membuat, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan dan mengatur hubungan kepada konsumen dalam upaya menguntungkan organisasi dan para pemangku kepentingan.

2. Twitter

Menurut Comm (2010), Twitter memiliki karakter unik memiliki “… a large following older, professionals audiences, and full of quarter Twitter’s users are high-earners, a valuable price of information that makes the site a must-use for any serious marketer”. Selanjutnya, Ia juga menjelaskan perbedaan Twitter dengan media sosial lainnya, yaitu simplicity dan critical mass.

3. Network Science

Takemoto dan Oosawa dalam Dehmer dan Bashak (2012) memaparkan bahwasannya network atau jaringan direpresentasikan sebagai kumpulan dari nodess dan edges atau link yang digambarkan diantara nodess. Dengan demikian, jaringan pada dasarnya mirip dengan “graphs” dalam matematika. Hubungan atau interaksi yang terjadi diantara dua nodess ditunjukkan dalam jaringan dengan menggambarkan edges diantara nodess. Network atau jaringan direpresentasikan sebagai kumpulan dari nodess dan edges diantara nodess (Dehmer dan Bashak, 2013). Bobot edges merepresentasikan tingkat kepentingan hubungan antara nodess dan arah edges merujuk pada hubungan sumber kepada penerima (Becher et al, 2008 dan Barabasi, 2016).

4. Analisis Jejaring Sosial

Menurut J. Scott (Alamsyah, 2014), analisis jejaring sosial atau yang disebut dengan social network analysis (SNA) adalah metode untuk memodelkan hubungan antara pengguna dan merepresentasikannya dalam bentuk grafik. Dengan menganalisa interaksi atau hubungan, kita akan lebih memahami dengan baik individu atau kelompok.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 75

Ada empat konsep dasar dalam SNA (Cheliotis,

2010):

1) Jaringan (networks) yaitu konsep untuk mengetahui cara menggambarkan berbagai macam jejaring sosial

2) Kekuatan ikatan (tie strength) yaitu konsep untuk mengetahui cara mengidentifikasi ikatan yang kuat atau lemah dalam jaringan

3) Pemain kunci (key player) yaitu konsep untuk mengetahui cara mengidentifikasi nodess sentral dalam jaringan

4) Kohesi (cohesion) yaitu konsep untuk mengukur keseluruhan struktur jaringan Ding dan Shi (2011) menyebutkan bahwa salah satu konsep terpenting dalam SNA adalah sentralitas (pemain kunci) untuk meng-identifikasi orang terpenting dalam jaringan.

5. Sentralitas (Pemain Kunci)

Menurut Tsvetovat dan Kouznetsov (2011), salah satu pendekatan analisis jejaring sosial adalah mengukur kekuatan, pengaruh, atau karakter individu terhadap masyarakat berdasarkan pola hubungan mereka yang disebut dengan metode sentralitas. Ada beberapa pengukuran untuk menghitung sentralitas yaitu degree, closeness, betweenness, dan lain lain.

a. Degree Centrality yaitu untuk menghitung jumlah ikatan yang dimiliki suatu nodess dengan nodess lain (Sankar et al, 2015).

b. Closeness Centrality yaitu untuk memperhitungkan jarak setiap nodes ke setiap nodes lainnya sebagai ukuran seberapa lama waktu yang dibutuhkan informasi untuk melewati antara nodes dan semua nodes lain (Sankar et al, 2015).

c. Betweenness Centrality yaitu untuk mengukur proporsi banyaknya nodes yang menuju di sepanjang jalur terpendek antara pasangan nodes lain (Sankar et al, 2015).

6. Pemimpin Opini

Pemimpin opini menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun 1950-1960-an, sebelumnya literatur komunikasi yang sering digunakan yaitu kata-kata influentials, influencers, atau tastemakers untuk menyebut pemimpin opini. Menurut Staple (Satvika, 2009), influencer adalah seseorang yang didengarkan opininya, dipercayai, dan membuat orang lain bereaksi. Influencer merupakan pemain kunci dalam mengkampanyekan suatu brand, kegiatan, informasi, dan sebagainya, juga bisa digunakan untuk memulai suatu interaksi atau percakapan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memecahkan masalah-masalah aktual dan mengumpulkan data atau informasi untuk disusun,

dijelaskan, dan dianalisis (Zuriah, 2009). Metode SNA merupakan penelitian deskriptif untuk memberikan deskripsi karakteristik objek, orang, kelompok, organisasi, atau lingkungan (Zikmund et al., 2010). Pada penelitian ini akan memaparkan pendeskripsian komunitas yang ada dalam percakapan NET di Twitter dan menemukan aktor kunci dalam komunitas yang terbentuk sebagai channel komunikasi pemasaran dan menyebarkan informasi.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok aktor yang berinteraksi dalam jaringan sosial @netmediatama. Populasi yang digunakan yaitu seluruh pengguna yang terlibat dalam percakapan dengan kata kunci “@netmediatama” di Twitter. Sampel yang digunakan yaitu seluruh pengguna yang terlibat dalam interaksi dengan kata kunci tersebut dengan batasan waktu pengamatan selama 1 bulan (1 Desember 2017 sampai dengan 31 Desember 2017). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui API dengan bantuan perangkat lunak Rstudio.

Penulis menggunakan aplikasi Gephi untuk memvisualisasikan dan mengukur sentralitas. Rumus yang digunakan yaitu:

1) Degree Centrality ������ = �����

������ = nilai degree centrality ����� = banyaknya garis

2) Closeness Centrality

��� = � �

∑ ��������

��� = nilai closeness centrality � = jumlah anggota ��� = jarak nodes i dan nodes j

3) Betweenness Centrality

������ = ∑�������

�����������∈�,��

������ = nilai betweenness centrality !� ����= jumlah jalur terpendek antara nodes s

dan t yang melewati vi !� = jumlah semua jalur terpendek antara

nodes s dan t

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Data

Data yang didapatkan sebanyak 7270 data percakapan yang tersimpan dalam format .csv. Data tersebut merupakan data mentah dan dilakukan data preprocessing untuk dengan bantuan perangkat lunak Ms. Excel agar mendapatkan struktur data yang sesuai dan data yang terbebas dari noise. Dalam membentuk jaringan, diperlukan nama pengirim (Screen Name) dan nama penerima (Reply to SN). Dengan demikian data lainnya tidak dibutuhkan (noise) sehingga data dilakukan pembersihan. Data yang telah dilakukan preprocessing memiliki struktur yang sesuai untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 76

Data tersebut kemudian divisualisasikan dan dilakukan pengukuran menggunakan bantuan perangkat lunak Gephi.

2. Jaringan Interaksi @netmediatama

Interaksi Twitter @netmediatama dimodelkan sebagai jaringan sosial melalui pendekatan analisis jejaring sosial. Aktor – aktor yang berinteraksi direpresentasikan sebagai nodes dan hubungan interaksi yang dilakukan merupakan edges dalam jaringan. Alur interaksi dilakukan dengan mengirim suatu pesan dari aktor pengirim dan kemudian diterima oleh aktor penerima. Dengan demikian jaringan interaksi ini dimodelkan menjadi jaringan yang memiliki arah (directed). Memodelkan data percakapan sebagai sebuah jaringan mempermudah penemuan pola hubungan pada jaringan kompleks sehingga dapat dilakukan visualisasi dan pengukuran hubungan antar antar-aktor yang terjadi. Visualisasi jaringan dilakukan dngan bantuan fitur preview pada perangkat lunak Gephi 0.9.1. Berikut ini merupakan visualisasi dari jaringan interaksi Twitter @netmediatama.

Gambar 1 Visualisasi Jaringan Interaksi Twitter

@netmediatama

Visualisasi diatas merupakan jaringan interaksi berdasarkan total degree yaitu visualisasi memperhitungkan seluruh interaksi yang terjadi baik mengirim pesan maupun menerima pesan. Nodes dengan warna yang lebih gelap dan ukuran yang lebih besar mengindikasikan degree yang lebih besar dibandingkan nodess dengan warna samar dan ukuran kecil. Dengan demikian, nodes berwarna gelap dan berukuran besar merupakan akor dengan tingkat kepentingan dan pengaruh yang besar dalam jejaring dibandingkan dengan nodes lainnya. Sebuah edge dengan warna yang lebih gelap dan ukuran yang lebih tebal mengindikasikan interaksi lebih sering terjadi dibandingkan dengan edge yang samar dan tipis. Berdasarkan visualisasi, terdapat sebagian kecil aktor penting dalam sebuah jaringan.

Selain visualisasi, dapat pula dilakukan pengukuran topologi jaringan meggunakan bantuan perangkat lunak Gephi 0.9.1. Pengukuran topologi yang dilakukan yaitu jumlah nodess, jumlah edges, dan average degree. Pada jaringan interaksi @netmediatama di Twitter pada 1 Desember 2017 sampai dengan 31 Desember 217, terdapat 1609 nodess, 2442 edges, dan 1.08 degree. Dengan demikian, dalam jangka waktu tersebut terdapat 1609 akun Twitter yang melakukan sebanyak 2442 interaksi percakapan dengan rata – rata 1.08 interaksi

per-akun.

3. Key Player dalam Jaringan Interaksi Twitter @netmediatama

Jaringan interaksi @netmediatama di Twitter diukur dengan bantuan perangkat lunak Gephi 0.9.1. Pengukuran key player dilakukan untuk mengetahui angka pasti perbandingan tingkat pengaruh aktor dalam jaringan untuk menentukan aktor yang paling berperan penting. Berikut ini merupakan pengukuran aktor dalam jaringan @netmediatama dengan berbagai properti sentralitas.

a) n

b)

c)

Gambar 2 Node dengan a) Degree Centrality Terbesar b) Closeness Centrality Terbesar c) Betweenness

Centrality Terbesar b)

Pada jaringan @netmediatama ditemukan aktor-aktor yang memiliki nilai sentralitas yang tertinggi dibandingkan dengan aktor lainnya. Berdasarkan pengukuran degree centrality, netmediatama merupakan aktor yang memiliki nilai terbesar, berdasarkan closeness centrality, seluruh aktor teratas memiliki nilai yang sama, sedangkan berdasarkan betweenness centrality, kimtaevi_95 merupakan aktor yang memiliki nilai terbesar. Berikut ini merupakan perbandingan 10 aktor dengan sentralitas tertinggi pada tiap pengukuran.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 77

Tabel Aktor dengan Sentralitas Tertinggi

Label Aktor

Degree

Centra-

lity

Closeness

Centra-

lity

Betweenness

Centra-

lity

netmediatama 1339

IMS_NET 37 127

Ini_Talkshow 34

kimtaevi_95 17 216

ParkARin1315 12 176,5

Matanajwa 12

chuuattacc 11 1 24

NetComedyNight 10 1

Dhany8484 10 1

Klmholic 10

antonizer06 1

suga_islife 1 77

Devitribua_ 1

Aswarkoe 1

Desynfection 1

adambisamu 1

hsnpm_ 1

xxhoxlyxx 184

taetae_ang 105

NingrumAlfi 44

army_sevenbias 27,5

AiziyahBa 17

Berdasarkan tabel diatas ditemukan bahwasannya

chuuattac merupakan aktor yang termasuk dalam 10 aktor teratas pada setiap pengukuran yang dilakukan. Akun netmediatama, IMS_NET, Ini_Talkshow, kimtaevi_95, ParkARin1315, dan Matanajwa memiliki nilai degree centrality yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan chuuattacc, namun akun-akun tersebut tidak memiliki nilai closeness centrality dan betweeness centrality yang baik sehingga tidak dapat disebut sebagai pemain kunci, begitu juga dengan pemain yang memiliki nilai lebih tinggi di pengukuran lain.

Akun @chuuattac merupakan pemimpin opini dalam jejaring sosial Twitter PT. Net Mediatama Indonesia. Akun tersebut merupakan akun yang paling didengarkan, dipercaya, dan mampu menumbuhkan respon dari pemain lainnya. NET TV dapat memanfaatkan akun tersebut sebagai pendukung pemasaran produk yang ditawarkan meliputi kampanye suatu program televisi, kegiatan, informasi, hingga menstimulasi interaksi antara perusahaan dengan konsumen. Dengan

memanfaatkan akun yang memiliki nilai sentralitas tinggi maka perusahaan mampu mencapai konsumen yang lebih luas dengan waktu yang lebih singkat. Hal tersebut mampu meningkatkan efektivitas penggunaan media sosial untuk mendukung kegiatan pemasaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh, simpulan yang didapatkan yaitu:

1) @chuuattacc merupakan pemain kunci dalam jaringan @netmediatama.

2) @chuuattacc memiliki pengaruh yang besar dan mampu memimpin opini pada kelompok aktor yang berkomunikasi dengan @netmediatama.

3) @chuuattacc layak dimanfaatkan untuk bekerjasama mendorong kegiatan pemasaran sehingga informasi yang disebarkan dapat lebih cepat diterima oleh aktor-aktor lainnya.

4) Dengan melakukan kerjasama dengan @chuuattacc, NET mampu melakukan kegiatan pemasaran dengan lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A., dan Perangin, Y. (2015). Social Engagement Analysis in Online Conversation of Indonesia Higher Education Case Study: Telkom University. Information and Communication Technology 2015 3rd International Conference 228 – 233. Retrieved from IEEE.

Alamsyah, A., Putri, F., dan Sharif, O.O. (2014). Social Network Modeling Approach for Brand Awareness. Information and Communication Technology 2014 2nd International Conference (448 – 453). Retrieved from IEEE.

Alamsyah, A., Raharjo, B., dan Kuspriyanto (2014) Community Detection Methods in Social Network Analysis. Advance Science Letters Vol. 1, 250-253. Retrieved from American Scientific Publishers.

Barabasi, Albert Laszio. (2016). Network Science. United Kingdom: Cambridge University Press.

Becher, C. et al (2008). The Network Topology of CHAPS Sterling. Working Paper No. 355. Retrieved from Bank of England 2008.

Bennett, Shea. (2015). Twitter Most Effective Social Marketing Platform (But Facebook Most Important), Says Study. (online). http://www.adweek.com/digital/social-media-survey-ireland/. (12 Maret 2017)

Comm, Joel. (2010). Twitter Power 2.0: How To Dominate Your Market One Tweet At A Time. New Jersey: John Willey & Sons, Inc.

SOSIOHUMANITAS, VOL. XXI Edisi 1

ISSN: p1410-9263, e2654-6205

MARET 2019

Dian Puteri Ramadhani; Eksplorasi Pemimpin Opini … Hal. 78

Davis, Natalie. (2012). How Successful Manufacturers Use Twitter to Create Brand Awareness. (online). https://www.impactbnd.com/blog/how-successful-manufacturers-use-twitter-to-create-brand-awareness. (13 Maret 2017)

Dehmer, Matthias dan Bashak, Subhash C. (2012). Statistical and Machine Learning Approaches for Network Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Ding, L., dan Shi, P. (2011). Social Network Analysis Application in Bulletin Board Systems. Intelligence Science and Information Engineering, 318- 320.

Erwana, Farudi. Adiwijaya, dan Septiana, G. (2014). Implementasi Hubs and authorities centrality dalam Social network analysis pada Data Twitter. Seminar Nasional Ilmu Komputasi Teknik Informatika (SNIKTI) 2407 – 6511. Retrieved from Indonesia Symposium on Computing.

Hermiani, E., (2014). Influencer Analysis for Alternative Marketing Strategy of Kompas TV Using Social Network Model with Keyword “Kompastv” on Twitter. Skripsi Sarjana pada FEB Universitas Telkom Bandung: Tidak Diterbitkan.

Idylic. (2014). Viva Group dan NET TV Jadi Channel Terfavorit Selama Sahur. (online). http://www.kompasiana.com/idyllicbola/viva-group-dan-net-tv-jadi-channel-terfavorit-selama-sahur_54f69655a3331191178b4f0d. (13 Maret 2017)

Karp, Katherine. (2016). New Research: The Value of Influencers on Twitter. (online). https://blog.twitter.com/2016/new-research-the-value-of-influencers-on-twitter. (13 Maret 2017)

Lastini, B. Y. (2014). Identifikasi Aktor yang Berpengaruh dalam Mendukung Program Kerja Ridwan Kamil untuk Strategi Smart City melalui Media Sosial Twitter menggunakan Social Network Analysis. Skripsi Sarjana pada FEB Universitas Telkom Bandung: Tidak Diterbitkan.

Oktora, R. dan Alamsyah, A. (2014). Pola Interaksi dan Aktor yang Paling Berperan pada Event JGTC 2013 melalui Media Sosial Twitter (Studi menggunakan Metode Social Network Analysis). Jurnal Manajemen Indonesia 14(3) 201. Retrieved from Telkom University.

Qualstrat. (2016). Indonesia Internet Users. (online). http://qualstrat.com/indonesia-internet-users/. (13 Maret 2017)

Sankar, C. P., Asokan, K., dan Kumar, K. S. (2015). Exploratory social network analysis of affiliation networks of Indian listed companies. Social Networks, 113-120.

Satvika, Pitra. (2009). Twitter dan Plurk. Jakarta: Pustaka Bina Swadaya.

Situmorang, J. R. (2013). Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik, Bisnis, Pendidikan, Dan Sosial Budaya. (online). Tersedia: http://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalAdministrasiBisnis/article/viewFile/418/402

Strong, Frank. (2015). The Marketing Value of Twitter Centers on Earned Media. (online). http://www.swordandthescript.com/2015/01/marketing-value-twitter/. (13 Maret 2017)

Susanto, B., Herlina, C., dan Antonius R. (2012). Penerapan Social Network Analysis dalam Penentuan Centrality Studi Kasus Social Network Twitter. Jurnal Informatika 8 (1). Retrieved from Universitas Kristen Duta Wacana.

Tang, L., dan Liu, H. (2010). Community Detection and Mining in Social Media. Morgan & Claypool.

Tsvetovat, M., dan Kouznetsov, A. (2011). Social Network Analysis for Startups. California: O'Reilly Media, Inc.

Xu, W. W., Sang Y., Blasiola, S., dan Park, Han Woo. (2014). Predicting Opinion Leaders in Twitter Activism Networks: The Case of the Wisconsin Recall Election. American Behavioral Scientists 58(10), 1278–1293. Retrieved from Sage Journal