cover jurnal sempal

29
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG LAPORAN KASUS GUILLAIN-BARRE SYNDROM Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Setiawan, SpS Disusun Oleh : Martinus Satya Gani H2A009031

Upload: muhammad-fiki-fauzan

Post on 28-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Jurnal Sempal

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUSGUILLAIN-BARRE SYNDROM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikDi Bagian Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :Pembimbing : dr. Setiawan, SpS

Disusun Oleh :Martinus Satya Gani H2A009031

Kepaniteraan Klinik Departemen SarafFAKULTAS KEDOKTERAN UNIMUS Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Page 2: Cover Jurnal Sempal

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN SARAF

Laporan kasus :Guillain-Barre Syndrom

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikDi Bagian Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh :Martinus Satya Gani H2A009031

Telah disetujui oleh Pembimbing :Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Setiawan, SpS .................................. ...............................

Mengesahkan :Koordinator Kepaniteraan Kulit dan Kelamin

dr. Setiawan, SpS

Page 3: Cover Jurnal Sempal

LAPORAN KASUS

Guillain-Barre Syndrome

ANAMNESA (29 MARET 2014)

Diperoleh dari pasien dan keluarganya

Identitas

Nama : Ny. D

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bawen

Pekerjaan : Swasta

Masuk RS : 19-03-2014

No RM : 053401-2014

Keluhan Utama:

Kedua kaki tidak bisa digerakkan

Riwayat Penyakit Sekarang

11 Hari SMRS Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Ambarawa

dengan keluhan perut terasa sakit sejak 12 hari SMRS dan badan terasa lemah.

Pasien disarankan oleh dokter penyakit dalam untuk opname di RSUD

Ambarawa. Hari kedua opname pasien mengeluhkan bahwa kedua kaki nya tidak

bisa digerakkan, sehingga disarankan untuk rawat bersama dengan bagian saraf.

Page 4: Cover Jurnal Sempal

Saat anamnesis pasien mengeluhkan bahwa kedua kakinya tidak bisa

digerakkan, kedua kaki dan tangan merasa kesemutan, tetapi kedua tangannya

masih bisa digerakkan walaupun lemas. Keluhan dirasakan terus menerus dan

tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien masih bisa merasakan sensasi

sentuhan pada kedua tangannya baik secara pelan maupun dengan penekanan,

tetapi pada kedua kakinya sensasi yang dirasakan pasien menurun, pasien tidak

mengeluh nyeri pada kedua tangan maupun kakinya, pasien tidak ada riwayat

trauma, maupun kelainan pada daerah tangan dan kakinya. Keluhan pusing (+),

mual dan muntah disangkal, demam (+) keluhan sesak napas (-), keluhan jantung

berdebar (-) gangguan pada penglihatan dan pendengaran tidak ada. Pasien

dirawat bersama antara penyakit dalam dan saraf

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma sebelumnya disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat maag disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi

Pasien tinggal serumah dengan suami dan anaknya. Biaya pengobatan

pasien memakai JAMKESDA

Anamnesis Sistem:

Sistem serebrospinal : Pusing (+)

Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Sistem respirasi : Tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : Nyeri pada seluruh lapang perut

Page 5: Cover Jurnal Sempal

Sistem musculoskeletal : Kedua tungkai tidak bisa digerakkan, kedua

tungkai dan tangan merasa kesemutan

Sistem integumentum : Sensasi peraba berkurang pada kedua tungkai dan

tangan

Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

Resume Anamnesa:

Nn. Y 17 tahun kedua kakinya tidak dapat digerakkan saat bangun tidur,

dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat, tidak dapat merasakan

sentuhan pada kedua kaki dan juga ada kesemutan.

Diskusi I

Dari anamnesis ditemukan adanya tanda-tanda parese kaki saat bangun tidur.

Sensibilitas juga berkurang setelah sampai ke rumah sakit dan juga sempat

mengalami parestei pada bilateral extremitas inferior dan untuk extremitas

superior ataupun anggota badan yang lain tidak ada keluhan. Mual, muntah,

pusing, demam tidak ada pada pasien. Dari sini terlihat adanya gangguan pada

saraf perifer yang mensarafi extremitas inferior.

Parese adalah kelemahan atau sukarnya anggota badan untuk digerakkan tapi

masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas. Parese disebabkan

oleh kerusakan sebagian atau menyeluruh bagian saraf sehingga menyebabkan

aliran impuls dari otak ke kejaringan terganggu.1,2 Pada anamnesa didapatlkan

pasien mengalami paraparase yaitu kelemahan pada kedua akkinya.

Pada anamnesa didapatkan keluhan pasien parese extremitas inferior yang

simetris, timbul tiba-tiba, adanya parestesi ini dapat memberikan diagnose

sementara Guellin Berre Sindrom, dan diagnosi banding mielitis, neuropati,

botulisme, difteri, myasthenia gravis. Tetapi setelah dilakukan anamnesa lebih

Page 6: Cover Jurnal Sempal

lanjut tidak diteukan adanya proses peradangan yang terjadi sehingga dapat

menyingkirkan mielitis sebagai diagnose. Pada anamesa juga tidak ditemukan

adanya kelainan otonomik ataupun riwayat penyebab neropati missal karena

toksik suatu zat.

Diagnosa Sementara

Diagnosa klinis : diplegi inferior

Diagnose topik : radiks neuron

Diagnose etiologi : guillain barre sindrom

PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 29 Maret 2014)

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak kesakitan

Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6

Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 76x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,2oC

Kepala : Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+,

reflek kornea +/+

Leher : Limfonodi tak membesar, simetris

Page 7: Cover Jurnal Sempal

Dada : Paru:

Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai

sekitar

Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler diseluruh lap. paru, suara

tambahan (-).

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-)

Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal,

Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)

Abdomen : Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar

Auskultasi : bising usus (+) 5 kali/menit

Perkusi : thimpany seluruh lapang abomen

Palpasi : Supel, nyeri tekan diseluruh lapang abdomen,

Status Psikiatrik

Tingkah laku

Perasan hati

Orientasi

Kecerdasan

: normoaktif

: normotimik

: dalam batas normal

: dalam batas normal

Page 8: Cover Jurnal Sempal

Daya ingat : dalam batas normal

Status Neurologis:

Sikap Tubuh : Simetri

Gerakan Abnormal : (-)

Cara Berjalan : Tidak bisa dinilai

Kepala : Mesocephal

Nervi Cranialis Kanan Kiri

N I Daya Penghidu N N

N II Daya Penglihatan N N

Medan Penglihatan N N

Pengenalan warna N N

N III Ptosis (-) (-)

Gerakan Mata B B

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Bulat Bulat

Refleks Cahaya (+) (+)

Refleks Akomodasi (+) (+)

N IV Strabismus Divergen (-) (-)

Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)

Page 9: Cover Jurnal Sempal

Nervi Cranialis Kanan Kiri

Strabismus Konvergen (-) (-)

N V Menggigit (+) (+)

Membuka Mulut (+) (+)

Sensibilitas Muka N N

Refleks Cornea (+) (+)

Trismus (-) (-)

N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)

Strabismus Konvergen (-) (-)

Diplopia (-) (-)

N VII Kedipan Mata (+) (+)

Lipatan Nasolabial Simetris

Sudut Mulut Simetris

Mengerutkan Dahi (+) (+)

Mengerutkan Alis (+) (+)

Menutup Mata (+) (+)

Meringis (+) (+)

Menggembungkan Pipi (+) (+)

Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N N

N VIII Mendengar Suara Berbisik (+) (+)

Mendengar Detik Arloji (+) (+)

Page 10: Cover Jurnal Sempal

Nervi Cranialis Kanan Kiri

Tes Rinne Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tes Weber Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

Tes Schwabach Tidak

dilakukan

Tidak

dilakukan

N IX Arkus Faring N N

Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang N N

Refleks Muntah (+) (+)

Suara Sengau (-) (-)

Tersedak (-) (-)

N X Denyut Nadi 76 x / menit 76 x / menit

Arkus Faring N N

Bersuara N N

Menelan (+) (+)

N XI Memalingkan Kepala (+) (+)

Sikap Bahu N N

Mengangkat Bahu (+) (+)

Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi

N XII Sikap Lidah Ditengah

Artikulasi N

Page 11: Cover Jurnal Sempal

Nervi Cranialis Kanan Kiri

Tremor Lidah (-)

Menjulurkan Lidah Simetris

Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi

Fasikulasi Lidah (-)

Ekstremitas : G B B K 5/5/3 5/5/3 RF + +

T T 1/1/1 1/1/1 + +

RP - - Tn N N Tr E E Cl - / -

- - N N E E

Sensibilitas :

Fungsi Vegetatif : BAK : tidak ada gangguan

Page 12: Cover Jurnal Sempal

BAB : tidak ada gangguan

Pemeriksaan penunjang : (rencana)

Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Pemeriksaan EMG

Lab darah rutin

Foto rongent thorax AP/Lat

Diskusi II

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan kesadaran yang asih baik GCS

masih compos mentis E4V5M6, dan pemeriksaan general dalam batas normal.

Tetapi didapatkan gangguan pada gerak yang terbatas, sensibilitas yang (-),

kekuatan pada yang menurun hingga score 1 pada ekstremitas inferior dextra dan

sinistra. Ini menunjukan adanya paraparese extremitas inferior. Serta gangguan

pada abdomen saat palpasi didapatkan nyeri pada epigastrium.

Pada pemeriksaan ini mendukung dari anamnesa dalam menegakkan diagnose

Guillain Barre Sindrom. Kriteria diagnostik GBS menurut The National

Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke

( NINCDS) ditemukan3,4 :

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas

dengan atau tanpa disertai ataxia

2. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

3. Biasanya simetris

4. Adanya gejala sensoris yang ringan

5. Tidak disertai demam

Page 13: Cover Jurnal Sempal

Pada kasus Nn.Y juga ditemukan adanya sensibilitas yang terganggu ini

menunjukan adanya tanda glove stocking yang merupkan gejala khas pada

guillain barre syndrome. Pasien belum sempat untuk dilakukan pemeriksaan

penunjang guna menegakkan diagnose, dikarenakan pasien minta di rujuk ke RS.

Salatiga. Rencana pemeriksaan penunjung pada adalah darah rutin, pemeriksaan

LCS, dan EMG. Diharapkan pada pemeriksaan penunjang akan ditemukan :

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar

protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh

Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan

cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga.

Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua.

Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang

kurang dari 10 / mm, pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun

bakteri.2,3

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu

kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada

pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau

bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan

latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2,

akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan

menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik. Untuk darah rutin pada leukosit

diharapkan dalam kadar normal <10 sehingga dapat menyingkirkan diagnose

akibat proses yang peradangan. 2,3

Pemeriksaan foto rongent yang dilakukan pada pemeriksaan ini guna

mengetahui pembesaran jaringan thymus. Pada pasien GBS terjadi gangguan pada

system imunitas maka dididuga terjadi kelainan pada organ imun seperti pada

thymus.

Page 14: Cover Jurnal Sempal

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan

tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri

dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang

sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,

otonom, maupun susunan saraf pusat. 4

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya

myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut

demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf

tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi

dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS

disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP).

Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum

diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit

autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang

disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus,

echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini

juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter

Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella,

Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya

terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS .2,3,4

Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain

memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut

mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan

limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Antigen kemudian

mereplikasikan diri menyerupai susunan myelin dan menempel pada susunan

saraf. Oleh anti bodi tubuh antigen terdetksi dan kemudian dihancukan.

Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang

kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Destruksi pada myelin tersebut

menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga

Page 15: Cover Jurnal Sempal

otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak

menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. 3

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,

parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat

ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.

Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar

secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas,

tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari

kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf

pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot

pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan

bantuan ventilator dalam bernafas. Gejala yang dirasakan penderita biasanya

berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Kelainan saraf otonom

tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat

menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest ,

facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat.

Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 %

dari pasien. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa

disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah

bilateral facial palsy. Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS

adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi,

kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan

penglihatan kabur (blurred visions). 3,4

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological

and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS) 3

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan

atau tanpa disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Page 16: Cover Jurnal Sempal

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

Diagnosa Akhir

Diagnosa klinis : Tetraparase

Diagnose topik : Radiks neuron

Diagnose etiologi : Guillain Barre Sindrom

PENATALAKSANAAN :

Inject Ceftriaxon 2 X 1 gr

Inject Piracetam 2 X 3 gr

Inject Ranitidin 2 X 1 amp

ALA 600 1x1

Lameson 4 x 12,5mg

Page 17: Cover Jurnal Sempal

Kalmeco 1 x 250 mg

Page 18: Cover Jurnal Sempal

Diskusi III

Inject Ceftriaxon 2 X 1 gr

Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai

spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap

mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Dengan menghambat

pembentukan dinding kuman. Dosis IV pada dewasa 0,5-2g. Efek

bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding

kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-

laktanase, baik terhadappenisilinase maupun sefalosporinase yang

dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif

Inject Piracetam 2 X 3 gr

Piracetam berperanan untuk meningkatkan energi (ATP) otak,

meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci

metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP,

meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan

komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP

diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk memperbaiki

defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara

pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas

atau kemunculan post traumatik / concussion sindrom.

Inject Ranitidin 2 X 1 amp

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek

samping dan interaksi dari obat lain. Ranitidine adalah suatu histamin

antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif

pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.

ALA 600 1x1 ( alpha lipoic acid ) merupakan vitamin

Kalmeco 1 x 250 mg

Berisi mecobalamin/ methilcobalamin yang meningkatkan

metabolism asam nukleat, protein dan lemak. Bekerja sebagai koenzim

dalam sintesis timidin pada deoksiriudin dan mempercepat sintesis DNA

Page 19: Cover Jurnal Sempal

dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin dapat

mempercepat sintesis lestin suatu komponen dari myelin.

Lameson 4 x 12,5mg

Lameson itu berisi kandungan Metilprednisolon merupakan

kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori

adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Efek glukokortikoid

(sebagai antiinflamasi) yaitu menurunkan atau mencegah respon jaringan

terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa

dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel

inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi.

Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim

lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi.

Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap,

kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag

(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi

permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit

pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi

leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu

inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari

membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam

arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan

leukotrien).

Saran pemberian terapi

Medikamentosa

o Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa

steroid. Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid

ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat

memperpendek lamanya penyakit, mengurangi parase yang terjadi

maupun mempercepat penyembuhan.3

Page 20: Cover Jurnal Sempal

o Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek

lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu

yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu

setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 –

50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.

Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia

adalah kontraindikasi dari PE 2,3

o Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi

auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG,

yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T

cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2

minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama

5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau

IVIg.2,3

Non medikamentosa

o Pengawasan terhadap tanda vital ( tekanan darah, Heart rate,

respiratory, suhu, kesadaran, keadaan umum ) dan progesifitas dari

keluhan.

o Pemberian fisioterapi guna melatih dan memelihara otot agar berfungsi

baik.

o Konsul kepada dokter spesialis saraf, guna penatalaksanaan dan terapi

lebih lanjut.

Page 21: Cover Jurnal Sempal

Prognosis

Prognosis

95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya

sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan

postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini

juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang disebabkan

oleh gagal napas dan aritmia. 2

Death : Dubia ad bonam

Disease : Dubia ad bonam

Disability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Dissatisfaction : Dubia ad bonam

Distitution : Dubia ad bonam

Page 22: Cover Jurnal Sempal

Daftar Pustaka

1. Sidharta, priguna. 1998. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat :

Jakarta

2. Inawati. Sindrom guillain barre (gbs). Departemen Patologi

Anatomi FK. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

3. http://www.guillainbarresyndrome.net/

4. Sukmagara, Jefri. DKK.2008.Art of therapy.Pustaka Cendikia

Press : Yogyakarta