cover jurnal sempal
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
LAPORAN KASUSGUILLAIN-BARRE SYNDROM
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikDi Bagian Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :Pembimbing : dr. Setiawan, SpS
Disusun Oleh :Martinus Satya Gani H2A009031
Kepaniteraan Klinik Departemen SarafFAKULTAS KEDOKTERAN UNIMUS Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN SARAF
Laporan kasus :Guillain-Barre Syndrom
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikDi Bagian Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh :Martinus Satya Gani H2A009031
Telah disetujui oleh Pembimbing :Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. Setiawan, SpS .................................. ...............................
Mengesahkan :Koordinator Kepaniteraan Kulit dan Kelamin
dr. Setiawan, SpS
LAPORAN KASUS
Guillain-Barre Syndrome
ANAMNESA (29 MARET 2014)
Diperoleh dari pasien dan keluarganya
Identitas
Nama : Ny. D
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bawen
Pekerjaan : Swasta
Masuk RS : 19-03-2014
No RM : 053401-2014
Keluhan Utama:
Kedua kaki tidak bisa digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang
11 Hari SMRS Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Ambarawa
dengan keluhan perut terasa sakit sejak 12 hari SMRS dan badan terasa lemah.
Pasien disarankan oleh dokter penyakit dalam untuk opname di RSUD
Ambarawa. Hari kedua opname pasien mengeluhkan bahwa kedua kaki nya tidak
bisa digerakkan, sehingga disarankan untuk rawat bersama dengan bagian saraf.
Saat anamnesis pasien mengeluhkan bahwa kedua kakinya tidak bisa
digerakkan, kedua kaki dan tangan merasa kesemutan, tetapi kedua tangannya
masih bisa digerakkan walaupun lemas. Keluhan dirasakan terus menerus dan
tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien masih bisa merasakan sensasi
sentuhan pada kedua tangannya baik secara pelan maupun dengan penekanan,
tetapi pada kedua kakinya sensasi yang dirasakan pasien menurun, pasien tidak
mengeluh nyeri pada kedua tangan maupun kakinya, pasien tidak ada riwayat
trauma, maupun kelainan pada daerah tangan dan kakinya. Keluhan pusing (+),
mual dan muntah disangkal, demam (+) keluhan sesak napas (-), keluhan jantung
berdebar (-) gangguan pada penglihatan dan pendengaran tidak ada. Pasien
dirawat bersama antara penyakit dalam dan saraf
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat sakit kencing manis disangkal
Riwayat maag disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat sakit kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan suami dan anaknya. Biaya pengobatan
pasien memakai JAMKESDA
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : Pusing (+)
Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : Nyeri pada seluruh lapang perut
Sistem musculoskeletal : Kedua tungkai tidak bisa digerakkan, kedua
tungkai dan tangan merasa kesemutan
Sistem integumentum : Sensasi peraba berkurang pada kedua tungkai dan
tangan
Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
Resume Anamnesa:
Nn. Y 17 tahun kedua kakinya tidak dapat digerakkan saat bangun tidur,
dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat, tidak dapat merasakan
sentuhan pada kedua kaki dan juga ada kesemutan.
Diskusi I
Dari anamnesis ditemukan adanya tanda-tanda parese kaki saat bangun tidur.
Sensibilitas juga berkurang setelah sampai ke rumah sakit dan juga sempat
mengalami parestei pada bilateral extremitas inferior dan untuk extremitas
superior ataupun anggota badan yang lain tidak ada keluhan. Mual, muntah,
pusing, demam tidak ada pada pasien. Dari sini terlihat adanya gangguan pada
saraf perifer yang mensarafi extremitas inferior.
Parese adalah kelemahan atau sukarnya anggota badan untuk digerakkan tapi
masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas. Parese disebabkan
oleh kerusakan sebagian atau menyeluruh bagian saraf sehingga menyebabkan
aliran impuls dari otak ke kejaringan terganggu.1,2 Pada anamnesa didapatlkan
pasien mengalami paraparase yaitu kelemahan pada kedua akkinya.
Pada anamnesa didapatkan keluhan pasien parese extremitas inferior yang
simetris, timbul tiba-tiba, adanya parestesi ini dapat memberikan diagnose
sementara Guellin Berre Sindrom, dan diagnosi banding mielitis, neuropati,
botulisme, difteri, myasthenia gravis. Tetapi setelah dilakukan anamnesa lebih
lanjut tidak diteukan adanya proses peradangan yang terjadi sehingga dapat
menyingkirkan mielitis sebagai diagnose. Pada anamesa juga tidak ditemukan
adanya kelainan otonomik ataupun riwayat penyebab neropati missal karena
toksik suatu zat.
Diagnosa Sementara
Diagnosa klinis : diplegi inferior
Diagnose topik : radiks neuron
Diagnose etiologi : guillain barre sindrom
PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 29 Maret 2014)
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak kesakitan
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala : Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+,
reflek kornea +/+
Leher : Limfonodi tak membesar, simetris
Dada : Paru:
Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai
sekitar
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler diseluruh lap. paru, suara
tambahan (-).
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-)
Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal,
Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)
Abdomen : Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) 5 kali/menit
Perkusi : thimpany seluruh lapang abomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan diseluruh lapang abdomen,
Status Psikiatrik
Tingkah laku
Perasan hati
Orientasi
Kecerdasan
: normoaktif
: normotimik
: dalam batas normal
: dalam batas normal
Daya ingat : dalam batas normal
Status Neurologis:
Sikap Tubuh : Simetri
Gerakan Abnormal : (-)
Cara Berjalan : Tidak bisa dinilai
Kepala : Mesocephal
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N I Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata B B
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Nervi Cranialis Kanan Kiri
Strabismus Konvergen (-) (-)
N V Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N N
N VIII Mendengar Suara Berbisik (+) (+)
Mendengar Detik Arloji (+) (+)
Nervi Cranialis Kanan Kiri
Tes Rinne Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tes Weber Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tes Schwabach Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang N N
Refleks Muntah (+) (+)
Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
N X Denyut Nadi 76 x / menit 76 x / menit
Arkus Faring N N
Bersuara N N
Menelan (+) (+)
N XI Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi
N XII Sikap Lidah Ditengah
Artikulasi N
Nervi Cranialis Kanan Kiri
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris
Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi Lidah (-)
Ekstremitas : G B B K 5/5/3 5/5/3 RF + +
T T 1/1/1 1/1/1 + +
RP - - Tn N N Tr E E Cl - / -
- - N N E E
Sensibilitas :
Fungsi Vegetatif : BAK : tidak ada gangguan
BAB : tidak ada gangguan
Pemeriksaan penunjang : (rencana)
Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Pemeriksaan EMG
Lab darah rutin
Foto rongent thorax AP/Lat
Diskusi II
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan kesadaran yang asih baik GCS
masih compos mentis E4V5M6, dan pemeriksaan general dalam batas normal.
Tetapi didapatkan gangguan pada gerak yang terbatas, sensibilitas yang (-),
kekuatan pada yang menurun hingga score 1 pada ekstremitas inferior dextra dan
sinistra. Ini menunjukan adanya paraparese extremitas inferior. Serta gangguan
pada abdomen saat palpasi didapatkan nyeri pada epigastrium.
Pada pemeriksaan ini mendukung dari anamnesa dalam menegakkan diagnose
Guillain Barre Sindrom. Kriteria diagnostik GBS menurut The National
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke
( NINCDS) ditemukan3,4 :
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas
dengan atau tanpa disertai ataxia
2. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
3. Biasanya simetris
4. Adanya gejala sensoris yang ringan
5. Tidak disertai demam
Pada kasus Nn.Y juga ditemukan adanya sensibilitas yang terganggu ini
menunjukan adanya tanda glove stocking yang merupkan gejala khas pada
guillain barre syndrome. Pasien belum sempat untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang guna menegakkan diagnose, dikarenakan pasien minta di rujuk ke RS.
Salatiga. Rencana pemeriksaan penunjung pada adalah darah rutin, pemeriksaan
LCS, dan EMG. Diharapkan pada pemeriksaan penunjang akan ditemukan :
Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar
protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh
Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga.
Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua.
Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang
kurang dari 10 / mm, pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun
bakteri.2,3
Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu
kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada
pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau
bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan
latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2,
akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan
menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik. Untuk darah rutin pada leukosit
diharapkan dalam kadar normal <10 sehingga dapat menyingkirkan diagnose
akibat proses yang peradangan. 2,3
Pemeriksaan foto rongent yang dilakukan pada pemeriksaan ini guna
mengetahui pembesaran jaringan thymus. Pada pasien GBS terjadi gangguan pada
system imunitas maka dididuga terjadi kelainan pada organ imun seperti pada
thymus.
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan
tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan saraf pusat. 4
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya
myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut
demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf
tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi
dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS
disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP).
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum
diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit
autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang
disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus,
echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini
juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter
Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella,
Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya
terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS .2,3,4
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan
limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Antigen kemudian
mereplikasikan diri menyerupai susunan myelin dan menempel pada susunan
saraf. Oleh anti bodi tubuh antigen terdetksi dan kemudian dihancukan.
Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang
kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Destruksi pada myelin tersebut
menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga
otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak
menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. 3
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat
ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.
Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar
secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas,
tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari
kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf
pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot
pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan
bantuan ventilator dalam bernafas. Gejala yang dirasakan penderita biasanya
berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Kelainan saraf otonom
tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat
menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest ,
facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat.
Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 %
dari pasien. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa
disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah
bilateral facial palsy. Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS
adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi,
kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan
penglihatan kabur (blurred visions). 3,4
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological
and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS) 3
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
Diagnosa Akhir
Diagnosa klinis : Tetraparase
Diagnose topik : Radiks neuron
Diagnose etiologi : Guillain Barre Sindrom
PENATALAKSANAAN :
Inject Ceftriaxon 2 X 1 gr
Inject Piracetam 2 X 3 gr
Inject Ranitidin 2 X 1 amp
ALA 600 1x1
Lameson 4 x 12,5mg
Kalmeco 1 x 250 mg
Diskusi III
Inject Ceftriaxon 2 X 1 gr
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai
spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Dengan menghambat
pembentukan dinding kuman. Dosis IV pada dewasa 0,5-2g. Efek
bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding
kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-
laktanase, baik terhadappenisilinase maupun sefalosporinase yang
dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif
Inject Piracetam 2 X 3 gr
Piracetam berperanan untuk meningkatkan energi (ATP) otak,
meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci
metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP,
meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan
komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP
diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk memperbaiki
defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara
pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas
atau kemunculan post traumatik / concussion sindrom.
Inject Ranitidin 2 X 1 amp
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi dari obat lain. Ranitidine adalah suatu histamin
antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif
pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
ALA 600 1x1 ( alpha lipoic acid ) merupakan vitamin
Kalmeco 1 x 250 mg
Berisi mecobalamin/ methilcobalamin yang meningkatkan
metabolism asam nukleat, protein dan lemak. Bekerja sebagai koenzim
dalam sintesis timidin pada deoksiriudin dan mempercepat sintesis DNA
dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin dapat
mempercepat sintesis lestin suatu komponen dari myelin.
Lameson 4 x 12,5mg
Lameson itu berisi kandungan Metilprednisolon merupakan
kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori
adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Efek glukokortikoid
(sebagai antiinflamasi) yaitu menurunkan atau mencegah respon jaringan
terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa
dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel
inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi.
Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim
lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi.
Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap,
kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag
(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi
permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit
pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi
leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu
inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari
membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam
arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan
leukotrien).
Saran pemberian terapi
Medikamentosa
o Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa
steroid. Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid
ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat
memperpendek lamanya penyakit, mengurangi parase yang terjadi
maupun mempercepat penyembuhan.3
o Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek
lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu
yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu
setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 –
50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.
Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia
adalah kontraindikasi dari PE 2,3
o Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi
auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG,
yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T
cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama
5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau
IVIg.2,3
Non medikamentosa
o Pengawasan terhadap tanda vital ( tekanan darah, Heart rate,
respiratory, suhu, kesadaran, keadaan umum ) dan progesifitas dari
keluhan.
o Pemberian fisioterapi guna melatih dan memelihara otot agar berfungsi
baik.
o Konsul kepada dokter spesialis saraf, guna penatalaksanaan dan terapi
lebih lanjut.
Prognosis
Prognosis
95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya
sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan
postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini
juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang disebabkan
oleh gagal napas dan aritmia. 2
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Disability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distitution : Dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Sidharta, priguna. 1998. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat :
Jakarta
2. Inawati. Sindrom guillain barre (gbs). Departemen Patologi
Anatomi FK. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
3. http://www.guillainbarresyndrome.net/
4. Sukmagara, Jefri. DKK.2008.Art of therapy.Pustaka Cendikia
Press : Yogyakarta