cover - fmipa.umri.ac.idfmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/publication_upload...daftar isi...

41
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103 COVER

Upload: others

Post on 05-Sep-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

COVER

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

DAFTAR ISI

Cover

SUMBANGAN TULISANRedaksi menerima partisipasi berupa tulisan, foto, dan

materi lainnya sesuai dengan misi majalah ini. Tulisan yang

tidak dimuat akan dikembalikan. Redaksi berhak mengedit

atau mengubah tulisan/susunan bahasa tanpa mengubah

isi yang dimuat apabila dipandang perlu.

Pengantar Redaksi 105

Petunjuk untuk Penulisan Dexa Media 106

Tinjauan Pustaka:� Manajemen Ulkus Kaki Diabetik 110

� Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoiea batatas L)

terhadap Hati setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat KadarAST dan ALT darah pada Mencit 116

� Masalah Avian Influenza di Indonesia 120

� Pengelolaan Demam Tak Terdiagnosis 124

� Infark Plasenta dan Malformasi Tali Pusat dengan Kematian Janindalam Kandungan 127

� Tinjauan Klinis Penanganan Oligihidramnion di Bagian Obstetri danGinekologi RSUP Sanglah Bali Tahun 2004 - 2006 131

Laporan KasusAmebic Colitis dengan Gejala Darah Menetes dari Dubur 138

Profil:Prof. Dr. H. Marwoto Mz, SpAn-KIC 141

Lintasan PeristiwaDiabetes, Obesity and Cardiovascular LINK (DOC-LINK) 143

Sekilas Dexa Medica Group� Stimuno Semarakkan Bobo Fair 146

� Equilab Tandatangan MOU CRO dengan Prodia 146

Kalender Peristiwa 147

Penelusuran Jurnal 148

Daftar Iklan: Raivas, Stimuno, Toxilite

PenasehatIr. Ferry Soetikno, M.Sc., M.B.A.

Ketua Pengarah/Penanggung JawabDr. Raymond R. Tjandrawinata

Pemimpin RedaksiDwi Nofiarny, Pharm., Msc.

Redaktur PelaksanaTri Galih Arviyani, S.Kom.

Staf Redaksidr. Della Manik Worowerdi CintakaweniDrs. Karyanto, MMLiana W. Susanto, Mbiomeddr. Lydia Fransisca Hermina Tiurmauli Tdr. Prihatinidr. Ratna KumalasariYohannes Wijaya, S.Si., Apt.

Peer ReviewProf. dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D., Sp.And.Prof. Dr. dr. Darmono, Sp.PD-KEMDProf. Dr. dr. Djokomoeljanto, Sp.PD-KEMDJan Sudir Purba, M.D., Ph.D.Prof. Dr. Med. Puruhito, M.D., F.I.C.S., F.C.T.S.Prof. dr. Sudradji Soemapraja, Sp.OG.Prof. Dr. dr. H. Sidartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, FACEProf. dr. Wiguno Prodjosudjadi, Ph.D., Sp.PD-KGH

Redaksi/Tata UsahaJl. R.S. Fatmawati Kav. 33Telp. (021) 7509575Fax. (021) 75816588Email: [email protected]

Rekomendasi Depkes RI0358/AA/III/88

Ijin Terbit1289/SK/Ditjen PPG/STT/1988

Sidang Pembaca yang terhormat,

Beberapa waktu yang lalu Tim redaksi Dexa Media meliput acara simposium Diabetes,Obesity and Cariovascular LINK (DOC-LINK) yang diadakan pada tanggal 14-15Juli 2007 di Jakarta. Harapan yang hendak diwujudkan pada penyelenggaraan padaacara tersebut adalah “You’ll enjoy being informed with the most updated diabetesYou’ll enjoy being informed with the most updated diabetesYou’ll enjoy being informed with the most updated diabetesYou’ll enjoy being informed with the most updated diabetesYou’ll enjoy being informed with the most updated diabetestreatments available to serve your community”.treatments available to serve your community”.treatments available to serve your community”.treatments available to serve your community”.treatments available to serve your community”. Acara ini kami masukkan padarubrik Lintasan Peristiwa.

Manajemen ulkus kaki diabetik yang merupakan salah satu judul dari rubriktinjauan pustaka yang membahas mengenai manajemen kaki diabetika terutamadifokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah.

Judul lain pada rubrik tinjauan pustaka adalah Masalah Avian Influenza diIndonesia, masalah ini sepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasiyang ditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza.

Kami dari redaksi terus mengundang para pembaca untuk berpartisipasi mengisilembaran majalah Dexa Media dengan memberikan hasil karya tulisannya berupaTinjauan Pustaka, Laporan Kasus, Artikel Penelitian.

Salam!!!!!!!

DEXA MEDIAjurnal kedokteran dan farmasi

DARI REDAKSI

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

Redaksi menerima tulisan asli/tinjauan pustaka, penelitian ataulaporan kasus dengan foto-foto asli dalam bidang Kedokteran danFarmasi.1. Tulisan yang dikirimkan kepada Redaksi adalah tulisan yang

belum pernah dipublikasikan di tempat lain dalam bentukcetakan.

2. Tulisan berupa ketikan dan diserahkan dalam bentuk disket,diketik di program MS Word dan print-out dan dikirimkan kealamat redaksi atau melalui e-mail kami.

3. Pengetikan dengan point 12 spasi ganda pada kertas ukurankuarto (A4) dan tidak timbal balik.

4. Semua tulisan disertai abstrak dan kata kunci (key words).Abstrak hendaknya tidak melebihi 200 kata.

5. Judul tulisan tidak melebihi 16 kata, bila panjang harap di pecahmenjadi anak judul.

6. Nama penulis harap di sertai alamat kerja yang jelas.7. Harap menghindari penggunaan singkatan-singkatan8. Penulisan rujukan memakai sistem nomor (Vancouver style),

lihat contoh penulisan daftar pustaka.9. Bila ada tabel atau gambar harap diberi judul dan keterangan

yang cukup.10. Untuk foto, harap jangan ditempel atau di jepit di kertas tetapi

dimasukkan ke dalam sampul khusus. Beri judul dan keteranganyang lengkap pada tulisan.

11. Tulisan yang sudah diedit apabila perlu akan kami konsultasikankepada peer reviewer.

12. Tulisan disertai data penulis/curriculum vitae, juga alamat email(jika ada), no. telp/fax yang dapat dihubungi dengan cepat.

Contoh Penulisan Daftar PustakaDaftar pustaka di tulis sesuai aturan Vancouver, diberi nomor sesuaiurutan pemunculan dalam keseluruhan tulisan, bukan menurut abjad.Bila nama penulis lebih dari 6 orang, tulis nama 6 orang pertama diikutiet al. Jumlah daftar pustaka dibatasi tidak lebih dari 25 buah dan terbitansatu dekade terakhir.Artikel dalam jurnal1. Artikel standar

Vega KJ,Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associatedwith an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann InternMed 1996; 124(11):980-3. Lebih dari 6 penulis: Parkin DM, ClaytonD, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leu-kaemia in Europe after Chernobyl: 5 years follow-up. Br J Cancer1996; 73:1006-12

2. Suatu organisasi sebagai penulisThe Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical ExerciseStress Testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust1996; 164:282-4

3. Tanpa nama penulisCancer in South Africa (editorial). S Afr Med J 1994; 84:15

4. Artikel tidak dalam bahasa InggrisRyder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellarseneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen1996; 116:41-2

5. Volum dengan suplemenShen HM, Zhang QE. Risk assessment of nickelcarcinogenicity and occupational lung cancer. EnvironHealth Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82

6. Edisi dengan suplemenPayne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women’s psychologicalreactions to breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1 Suppl2):89-97

7. Volum dengan bagianOzben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acidin non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann ClinBiochem 1995;32(Pt 3):303-6

8. Edisi dengan bagianPoole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flaplacerations of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8

9. Edisi tanpa volumTuran I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic anklearthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4

10.Tanpa edisi atau volumBrowell DA, Lennard TW. Immunologic status of the

cancer patient and the effects of blood transfusion on an-titumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33

11.Nomor halaman dalam angka romawiFischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncologyand hematology. Introduction Hematol Oncol Clin North Am1995; Apr; 9(2):xi-xii

Buku dan monograf lain12.Penulis perseorangan

Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skillsfor nurses. 2nd ed. Albany (NY):Delmar Publishers; 1996

13.Editor sebagai penulisNorman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderypeople. New York:Churchill Livingstone; 1996

14.Organisasi sebagai penulisInstitute of Medicine (US). Looking at the future of themedicaid program. Washington:The Institute; 1992

15.Bab dalam bukuCatatan: menurut pola Vancouver ini untuk halaman diberi tanda p,bukan tanda baca titik dua seperti pola sebelumnya).Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: LaraghJH, Brenner BM, editors. Hypertension: Patophysiology,Diagnosis and Management. 2nded. New York:Raven Press;1995.p.465-78

16.Prosiding konferensiKimura J, Shibasaki H, editors. Recent Advances in clinicalneurophysiology. Proceedings of the 10th InternationalCongress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier; 1996

17.Makalah dalam konferensiBengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection,privacy and security in medical information. In: Lun KC,Degoulet P, Piemme TE, editors. MEDINFO 92. Proceedings ofthe 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam:North-Hollan;1992.p.1561-5

18.Laporan ilmiah atau laporan teknisDiterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:Smith P, Golladay K. Payment for durable medi-calequipment billed during skilled nursing facility stays. Finalreport. Dallas(TX):Dept.of Health and Human Services (US),Office of Evaluation and Inspections; 1994 Oct. Report No.:HHSIGOEI69200860Diterbitkan oleh unit pelaksana:Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Health ServicesResearch: Work Force and Education Issues.Washington:National Academy Press; 1995. Contract No.:AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health CarePolicy and Research

19.DisertasiKaplan SJ. Post-hospital home health care: The eldery’saccess and utilization [dissertation]. St. Louis (MO):Washington Univ.; 1995

20.Artikel dalam koranLee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: studyestimates 50,000 admissions annually. The Washington Post1996 Jun 21; Sept A:3 (col.5)

21.Materi audio visualHIV + AIDS: The facts and the future [videocassette]. St.Louis (MO): Mosby-Year Book; 1995

Materi elektronik22.Artikel jurnal dalam format elektronik

Morse SS. Factors in the emergence of infection diseases.Emerg Infect Dis [serial online] 1995 jan-Mar [cited 1996 Jun5];1(1):[24 screens]. Available from: URL:HYPERLINK

23.Monograf dalam format elektronikCDI, Clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, maibach H. CMEA Multimedia Group,producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995

24.Arsip komputerHemodynamics III: The ups and downs of hemodynamics[computer program]. Version 2.2. Orlando [FL]: ComputerizedEducational Systems

PETUNJUK PENULISAN

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 107

Mekanisme kerjaRaivas mengandung Norepinephrine 1 mg/ml. Norepineprine

merupakan suatu amin simpatomimetik yang bekerja melalui

efek langsung terutama pada receptor α-adrenergik dan β1-

adrenergik, sehingga meningkatkan MAP (Mean Arterial

Pressure) dengan cara meningkatkan tahanan pembuluh darah

perifer/vasokonstriksi perifer dan efek inotropik positif pada

jantung serta dilatasi arteri koroner, hasil akhirnya akan

menyebabkan peningkatkan tekanan darah. Kekuatan kerja

norepinephrine dominant pada receptor α-adrenergik.

Indikasi• Untuk mengontrol tekanan darah pada keadaan hipotensi

akut, seperti pheochromocytomectomy, sympathectomy,

poliomyelitis, spinal anesthesia, infark miocard, septicemia,

transfuse darah, dan lain-lain.

• Sebagai terapi tambahan pada henti jantung dan hipotensi

berat.

• Memperbaiki dan mempertahankan tekanan darah yang

adekuat setelah denyut jantung dan ventilasi jantung efektif

tercapai dengan cara lain.

Kontraindikasi• Norepinephrine tidak boleh diberikan pada pasien hipotensi

karena kekurangan volume darah, kecuali dalam keadaan

emergensi untuk mempertahankan perfusi arteri koroner

dan serebral sampai terapi penggantian volume darah dapat

diberikan.

• Norepinephrine tidak boleh diberikan pada pasien dengan

trombosis pembuluh darah mesenterium atau pembuluh

darah perifer.

Dosis dan Cara Pemberian• Pemulihan tekanan darah pada keadaan hipotensi

akut

Kekurangan volume darah harus selalu diperbaiki secepat

mungkin sebelum vasopressor diberikan. Jika sebagai salah

satu tindakan emergensi, tekanan intra aorta harus

dipertahankan untuk mencegah iskemia selebral atau arteri

koroner, norepinephrine dapat diberikan sebelum dan

bersamaan dengan penggantian volume darah.

• Pengenceran

Norepinephrine harus diencerkan dalam larutan dextrose

5% atau dextrose dan natrium klorida. Cairan yang

mengandung dextrose ini secara signifikan akan melindungi

dari kehilangan potensi karena oksidasi. Tidak dianjurkan

pemberian norepinephrine didalam larutan natrium klorida

saja.

• Dosis rata-rata

Tambahkan satu ampul (4 mg norepinephrine) kedalam

seribu ml larutan yang mengandung dextrose 5%. Tiap ml

hasil pengenceran mengandung 4 mcg norepinephrine basa.

Berikan larutan ini dengan infus intravena. Dosis awal 2-3

ml (8-12 mcg) per menit, amati respon yang terjadi, atur

kecepatan aliran untuk mencapai dan mempertahankan

tekanan darah normal yang rendah.

Dosis pemeliharaan rata-rata adalah 0,5–1 ml per menit

(2–4 mcg).

• Dosis tinggi

Pada semua kasus dosis norepinephrine harus dititrasi sesuai

dengan respon pasien. Bila dibutuhkan dosis harian sangat

besar (68 mg basa atau 17 ampul) juka pasien tetap

hipotensi.

Efek Samping• Tubuh secara keseluruhan

Kerusakan jaringan akibat iskemia karena vasokonstriksi yang

kuat dan hipoksia jaringan

• Sistem kardiovaskular

Bradikardia, aritmia

• Sistem saraf

Ansietas, sakit kepala sementara

• Sistem respirasi

Kesulitan bernafas

• Kulit dan struktur kulit

Nekrosis ekstravasasi pada tempat injeksi

SEKILAS PRODUK

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007108

Raivas Lebih Superior Dibandingkan denganDopamine• Persentase keberhasilan terapi dengan Raivas

(norepinephrine) lebih baik jika dibandingkan dengan

Parameter:

- Systemic vascular resistance index > 1,100 dynes/

cm5.m2 and/or mean systemic blood pressure ≥ 80

mmHg

- Cardiac index ≥ 4 L/min/m2

- Oxygen delivery > 550 ml/min/m2

- Oxygen uptake > 150 ml/min/m2

Persentase keberhasilan terapi dengan RAIVAS (Norepinephrine) lebih baik jika dibandingkan dengan

dopamine dalam mengatasi Septic Shock3

Dopamine (dosis 2,5-25 mcg/kg/menit)

Norepinephrine (dosis 0,5-5 mcg/kg/menit)

Persentase Cardiac Dysrhythmia dengan RAIVAS (Norepinephrine) lebih rendah dibandingkan dengan dopamine4

dopamine dalam mengatasi septik syok.

• Resiko terjadinya takhikardi dan aritmia lebih tinggi dengan

dopamine.

Uji Klinik

Dopamine

Daftar Pustaka1. Bridges EJ, Dukes MS. Cardiovascular aspects of

septic shock. Crit Care Nurse 2005; 25(2):14-40

2. Dellinger RP, et al. Surviving sepsis campaign

guidelines for management of severe sepsis and

septic shock. Crit Care Med 2004; 32(3):858-62

Norepinephrine

3. Martin C, et al. Norepinephrine or dopamine for

treatment of hyperdynamic septic shock. Chest

1993; 103(6):1826-31

4. Grahe JJS, et al. The safety of dopamine versus

norepinephrine as vasopressor therapy in septic

shock. Chest 2005. (Abstract)

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Manajemen Ulkus Kaki DiabetikJB Suharjo B CahyonoRS RK CharitasPalembang

Abstrak. Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita diabetes melitus, angka kejadian kakidiabetik, seperti: ulkus, infeksi dan gangren kaki serta artropati Charcot semakin meningkat. Diperkirakansekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasiulkus diabetika terutama ulkus kaki diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebutmemerlukan tindakan amputasi. Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan untuk mencegah danmenghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menanganipasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh,melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka serta menilai adatidaknya infeksi. Membedakan apakah ulkus kaki diabetik disebabkan oleh faktor neuropati atau penyakitarteri perifer sangatlah penting karena revaskularisasi perlu dilakukan bila terdapat gangguan arteri perifer.Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner, melalui upaya;mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agarselalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik,

kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.

PendahuluanSalah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang seringdijumpai adalah kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikansebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot.Sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalananpenyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetikaterutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara penderita kakidiabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi.1 Muha Jmelaporkan satu di antara 5 penderita ulkus DM memerlukantindakan amputasi.2 Berdasarkan studi deskriptif dilaporkanbahwa 6–30% pasien yang pernah mengalami amputasidikemudian hari akan mengalami risiko re-amputasi dalamwaktu 1-3 tahun kemudian setelah amputasi pertama. EbskovB. melaporkan, sebanyak 23% pasien memerlukan re-amputasiekstremitas ipsilateral dalam waktu 48 bulan setelah amputasiyang pertama.3

Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer,deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat.4 Neuropatiperifer mempunyai peranan yang sangat besar dalamterjadinya kaki diabetika akibat hilangnya proteksi sensasinyeri terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DMdilatarbelakangi oleh neuropati.5

Perawatan ulkus baik konservatif maupun amputasimembutuhkan biaya yang sangat mahal.6 Rata-rata biayauntuk perawatan kaki diabetika dibutuhkan $2687/pasien/tahun atau $4595/ulkus/episode, 80% dari biaya tersebutdigunakan untuk membiayai rawat inap.7

Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan untukmencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah.Upaya tersebut dilakukan dengan cara: (1) Melakukanidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi amputasi, (2)

Memberikan pengobatan segera dan efektif pada keadaan dimana terjadi gangguan luka akut. 8

Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akanmenangani pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapatmelakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, menilaiada tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebabterjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka.

Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secarakomprehensif dan multidisipliner.5 Manajemen kaki diabetikadilakukan secara tim, yang melibatkan banyak keahlian,seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi, kardiologi,infeksi), bedah (vaskular, podiatric, plastik, orthopedi), ahlisepatu, fisioterapi, perawat, ahli gizi, fisioterapi, dansebagainya. Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganankaki diabetik masih bersifat terfragmentasi, belum dilakukansecara multidisipliner. Tanpa pendekatan secara tim, dokterspesialis tertentu cenderung melakukan terapi yang berfokuspada spesialisasinya sendiri. Contohnya, dokter bedah tulanglebih memfokuskan debridemen atau amputasi saja dankurang memikirkan pengendalian metabolik, kebutuhannutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus ulang,bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien.

Manajemen ulkus diabetik perlu dilakukan secaramultidisipliner dan komprehensif melalui upaya; mengatasipenyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban(off loading), perawatan luka dan menjaga luka agar selalu lembab(moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dantindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.9

Patogenesis Ulkus DiabetikPenyebab terjadinya ulkus kaki diabetik bersifat multifaktorial.Faktor penyebab tersebut dapat dikatagorikan menjadi 3

TINJAUAN PUSTAKA

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

DIABETES MELLITUS

TraumaNeuropati

Penebalan struktur kapiler

Makrovasku

Aliran darah menuru

ISKEMIA

Anemkekurangan

MOTOR SENSORI AUTONOMI

Kelemahan atropi

Deformitas

Stress berlebihan

Tekanan plantar meningkat

Hilang dari sensasi untuk perlindungan

Deformitas struktur

Anhidrosis kulit kering

Tonus simpatik menurun

Charcot

ULKUS KAKI DIABETIK

AMPUTASI

kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitasanatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologipada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer,penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitasyang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropatiCharcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris.Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupunkronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya)merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.10

Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkankerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahanotot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus,pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) danbersama dengan adanya neuropati memudahkanterbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadiakibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunansensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki.Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasisimpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) danterbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabutmotorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinyaartropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibatmakrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguanyang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinyaiskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadipenyebab terjadinya ulkus juga mempersulit prosespenyembuhan ulkus kaki.(lihat bagan)9

Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagimenjadi 3 katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemiadan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetikadisebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalahakibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.11

Gambar 1. Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik9

Penilaian Ulkus Kaki DiabetikMelakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangatpenting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi.Penilaian ulkus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaanfisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitasharian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus,deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saatberaktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedangdikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasisebelumnya. Pemeriksaan fisik diarahkan untukmendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan adatidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangiterjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer,trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukanpemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya deformitas.

Deskripsi UlkusDeskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran,kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakanuntuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yangdilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasibiasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkanlesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingindan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perludigambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat,edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai denganbantuan probe steril . Probe dapat membantu untukmenentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkantendon, tulang atau sendi.2 Berdasarkan penelitian Reiber,lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal danplantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%)dan daerah dorsum (11%).12

Ulkus Akibat NeuropatiApabila ulkus telah terjadi beberapa bulan danbersifat asimptomatik maka perlu dicurigai bahwaulkus dilatarbelakangi oleh faktor neuropati. Padaulkus neuropati karakter ulkus berupa lesi punchedout di area hiperkeratotik, lokasi kebanyakkan diplantar pedis, kulit kering, hangat dan warna kulitnormal, adanya kalus (kapal). Sedangkan untukmenentukan faktor neuropati sebagai penyebabterjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaanrefleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris,pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan ujimonofilamen. Uji monofilamen merupakanpemeriksaan yang sangat sederhana dan cukupsensitif untuk mendiagnosis pasien yang memilikirisiko terkena ulkus karena telah mengalamigangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tesdikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapatmerasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagianyang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalahdi sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di

antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.5,11

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

Variabel PenjelasanPemeriksaan dermatologi Keadaan kulit

Keadaan ulkus, gangren, infeksi: Ukuran, kedalaman, lokasi, tepi, eksudatAda tidaknya fisura dan kalus

Etiologi ulkus NeuropatikIskemikNeuroiskemia

Pemeriksaan neuromuskular Deformitas struktural - hammertoes, bunion - deformitas charcot - hallux valgus/rigiditasRiwayat amputasi sebelumnyaKeterbatasan gerak pada sendiGangguan berjalanKeadaan otot - atrofi

- kontrakturAda tidaknya infeksi Eritema, edema, bau, pus

Kultur dan sensitivitas pusOsteomielitis Curigai bila ulkus besar dan dalam

Foto radiologi tulangKultur dan sensitivitas tulang

Derajat infeksi (lihat tabel 4) Infeksi ringanInfeksi sedangInfeksi berat

Pemeriksaan vaskular Pemeriksaan fisik:

- Kulit (sianotik, eritema, dingin)

USG colour DopplerAngiografi

Pemeriksaan neurologi Persepsi vibrasi (garpu tala 128 cps)Tes monofilamen Semmes – WeinsteinPemeriksaan refleks tendon patela/Achilles

Klasifikasi ulkus Lihat tabel 3

- foot drop

Uji probe to bone

CT scan / MRI

- Palpasi (arteri femoralis/popliteal/dorsalis pedis/tibialis posterior)

Transcutaneous oxygen tension (TcP02)Pemeriksaan Ankle Branchial Index (ABI)

Tabel 1. Penilaian klinis ulkus dan deformitas kaki diabetik

Tabel 2. Perbedaan ulkus neuropati dan vaskular

Evaluasi Status VaskularPenyakit arteri perifer pada pasien DM kejadiannya 4 kali lebihsering dibandingkan pasien non DM. Faktor risiko lain selainDM yang memudahkan terjadinya penyakit arteri periferoklusif adalah merokok, hipertensi dan hiperlipidemia. Arteriperifer yang sering terganggu adalah arteri tibialis dan arteriperoneal terutama daerah antara lutut dan sendi kaki. Adanyaobstruksi arteri tungkai bawah ditandai dengan keluhan nyerisaat berjalan dan berkurang saat istirahat (claudication), kulitmembiru, dingin, ulkus dan gangren. Iskemi menyebabkanterganggunya distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkussulit sembuh. Secara klinis adanya oklusi dapat dinilai melaluiperabaan nadi arteri poplitea, tibialis dan dorsalis pedis.11,13

Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakanbeberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ABI), transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler ataumenggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtractionangiography (DSA), magnetic resonance angiografi (MRA) ataucomputed tomography angigraphy (CTA).14,15

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-

Pemeriksaan Neuropati VaskularKulit

Teraba normal

Refleks ankle Refleks menurun / tak ada NormalSensitivitas lokal Menurun NormalDeformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada

Otot kaki atrofiCalus

Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kakiKarakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik

Ankle branchial index (ABI) Normal (>1) <0,7 – 0,9 (iskemia ringan)<0,4 (iskemia berat)

Normal (>40 mmHg) <40 mmHg

Kulit hangat, kering, warna kulit normal

Kulit dingin, sianotik, hitam (gangren)

Pulsus di tungkai (arteri dorsalis pedis, tibialis posterior)

Tidak teraba atau teraba lemah

Luka punched out di area yang mengalami hiperkeratotik

Transcutaneous oxygen tension (TcP02)

invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah.Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyaisensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensiarterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanandarah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanyatekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler(pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik ditungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkantekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di manaterjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunantekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagitekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dariABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadiobstruksi vaskuler berat.15

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskularperifer masih diragukan, atau apabila direncanakan akandilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digitalsubtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Goldstandar untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskularperifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bilaintervensi endovascular menjadi pilihan terapi.15

Klasifikasi Ulkus DMSetelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, lesi padakaki harus dinilai berdasarkan sistem klasifikasi yang dapatmembantu dalam keputusan terapi dan menentukanprognosis penyembuhan atau risiko amputasi. Ada beberapasistem klasifikasi untuk menilai gradasi lesi, salah satunyayang banyak dianut adalah klasifikasi ulkus DM berdasarkanUniversity of Texas Classification System. Sistem klasifikasi inimenilai lesi bukan hanya faktor dalamnya lesi, tetapi jugamenilai ada tidaknya faktor infeksi dan iskemia. Lesi semakinberat dan semakin besar risiko dilakukan amputasi bila sifatlesi semakin ke bawah dan ke arah kanan (tabel 3).16

Tabel 3. Klasifikasi ulkus DM berdasarkan University ofTexas Classification System16

Status InfeksiInfeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderitakaki diabetik. Infeksi superfisial di kulit apabila tidak segeradi atas dapat berkembang menembus jaringan di bawah kulit,seperti otot, tendon, sendi dan tulang, atau bahkan menjadiinfeksi sistemik. Tidak semua ulkus mengalami infeksi. Adanyainfeksi perlu dicurigai apabila dijumpai peradangan lokal, cairan

Stage Grade0 I II III

A

B

C

Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna

Lesi superfisial tidak sampai pada tendon, kapsul atau tulang

Luka sampai pada tendon atau kapsul

Luka sampai tulang atau sendi

Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna, mengalami infeksi

Lesi superfisial tidak sampai pada tendon, kapsul atau tulang, Mengalami infeksi

Luka sampai pada tendon atau kapsul Mengalami infeksi

Luka sampai tulang atau sendi Mengalami infeksi

Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitelisasi sempurna dengan iskemia

Lesi superfisial tidak sampai pada tendon, kapsul atau tulang Mengalami iskemia

Luka sampai pada tendon atau kapsul Mengalami iskemia

Luka sampai tulang atau sendi Mengalami iskemia

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi padapenderita DM tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderitaDM menurun karena adanya penurunan fungsi lekosit, gangguanneuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan lekositosis tidakdijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam tungkai.17

Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksimerupakan hal penting dalam manajemen ulkus DM. Elemenkunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus DM disingkatmenjami PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection,and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpainfeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dansubkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atauinfeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpaiadanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat dibagimenjadi dua, yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/non–limb-threatening infections (derajat 1 dan 2), dan infeksi yangmengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan 4).18

Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpaulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas kuman. Metodeyang dipilih dalam melakukan kultur adalah aspirasi pus/cairan.Namun standar kultur adalah dari debridemen jaringan nekrotik.Kuman pada infeksi kaki diabetik bersifat polimikrobial.Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan.

Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikankomplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akanmempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadiulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis.Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinisbila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalamserta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigaiadanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaanrontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaandilakukan sebelum 10–21 hari gambaran kelainan tulang belumjelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih seringsulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropatineuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena disamping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapatmemberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probelogam steril dapat membantu menegakkan osteomielitis karenamemiliki nilai prediksi positif sebesar 89%. Untuk lebihmemastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantukarena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan padapemeriksaan kultur tulang.19,20

Tabel 4. Klasifikasi klinis infeksi ulkus diabetika18

Manajemen Ulkus Kaki DiabetikManajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensifmelalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalulembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasidan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.

Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akanmempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke,penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dansebagainya harus dikendalikan.

DebridemenTindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting padakasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagaiupaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik padaluka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringannekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkankuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harusdiirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dandilakukan dressing (kompres).21

Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitudebridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridemenbedah. 21,22 Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasiluka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalamrangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemensecara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogensecara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akanmenghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasiakan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridemenyang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.

Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorangterkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzimproteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringannekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloiddapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagifagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskanjaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung(Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untukdebridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapatmenghancurkan jaringan nekrotik.

Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang palingcepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1)mengevakuasi bakteri kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotiksehingga dapat mempercepat penyembuhan, (3) menghilangkanjaringan kalus, (4) mengurangi risiko infeksi lokal.23

Mengurangi beban tekanan (off loading)Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan bebanyang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropatipermukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau lukamenjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupuniritasi kronis sepatu yang digunakan.

Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidakmendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalahmengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapatmempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang

Grade Tingkat infeksi Manifestasi klinis1 Tanpa infeksi Tidak tampak tanda inflamasi atau pus pada ulkus2 Ringan

3 Sedang

- Selulitis > 2 cm sekitar ulkus- Kebocoran sistem limfatika- Abses di jaringan dalam

4 Berat

Dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada perabaan dan indurasi), luas selulitis/eritema <2 cm sekitar ulkus, dan infeksi terbatas di kulit/jaringan subkutan superfisial, tidak dijumpai komplikasi lokal/sistemikKriteria di atas dengan keadaan sistemik dan metabolik stabil, ditambah dengan adanya > 1 keadaan berikut:

- Gangren, dengan melibatkan jaringan otot, tulang dan tendonPasien mengalami infeksi dengan gangguan sistemik atau metabolik yang tidak stabil (demam, takikardi, hipotemsi, bingung, muntah, lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 107

sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalankaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable castwalker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.

Total contact cast merupakan metode off loading yang palingefektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitianAmstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secarasignifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%.TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dandirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secaramerata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karetsehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kakisisi depan dan belakang (tumit).5,24

Perawatan lukaPerawatan luka modern menekankan metode moist wound healingatau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akanmenjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjagaagar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket denganbahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadapgas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen pentingdalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalahbagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehinggadapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapafaktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yangakan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, adatidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapajenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,dan sebagainya, seperti dapat dilihat pada tabel 5.9

Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressingyang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka:21

- Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yanglembab

- Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untukluka luka tertentu yang akan diobati

- Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetapkering selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab

- Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dantidak menyebabkan maserasi pada luka

- Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yangbersifat tidak sering diganti

- Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkaurongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.

- Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.

Tabel 5. Perawatan luka menggunakan kompres atau terapi topikal9

Pengendalian InfeksiPemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman.Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersediaantibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kakidiabetik yang terinfeksi. Pada tabel 6 dapat dilihat antibiotikayang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkusdiabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksiyang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifatpolimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentukcoccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secarainjeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infectiondapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin,fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi beratyang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapaalternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin +metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin ataufluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. 18 Pada infeksiberat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu ataulebih.25

Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadilebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitisdi samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksibedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteralselama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melaluifoto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksisampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat,biasanya memerlukan waktu 2 minggu.25

Tabel 6. Antibiotika empiris yang disarankan pada ulkus kakidiabetik terinfeksi25

RevaskularisasiUlkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkankemudian hari akan menyerang tempat lain apabilapenyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukanrevaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban,perawatan luka, tidak akan memberikan hasil optimal apabilasumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan. Tindakanendovaskular (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP) danatherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkanjumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bilaoklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan panjang

Antibiotika alternatif

Ringan/sedang (oral)

Derajat infeksi dan rute pemberian

Antibiotika yang direkomendasikan

Cephalexin 500 mg/6 jam Amoxicillin/clavulanate/12 jam Clindamycin 300 mg/8 jam

Levofloxacin 750/2 u jam ± Clindamycin 300 mg/8 jam Trimethoprim-sulfamethoxazole 960/12 jam

Berat/sedang intravena sampai stabil, ganti oral)

Ampicilin/sulbactam 3 gram/6 jam Clindamycin 450 mg/6 jam + Ciprofloxacin 750 mg/12 jam

Piperacillin/tazobactam 3,3 gram/6 jam Clindamycin 600 mg/8 jam + Ceftazidime 2 gram/8 jam

Mengancam jiwa (intravena lebih lama)

Imipenem/cilastatin 500 mg/6 jam Clindamycin 900 mg/8 jam + Tobramycin 5,1 mg/KgBB/24 jam + ampicillin 50 mg/KgBB/6 jam

Vancomycin 15 mg/KgBB/12 jam + aztreonam 2 gram/8 jam + metronidazole 7,5 mg/KgBB/6 jam

Kategori Indikasi Kontra-indikasiTransparent film

Hydrogels Lesi basah

Foam Lesi kering

Hydrocolloids Lesi basah dan dalam

Calcium alginates Lesi kering

Antimicrobial dressing

Preparat debridemen Lesi basah

Luka yang kering, terutama untuk luka yang sulit dibungkus (plantar)

Lesi dengan infeksi Lesi basah

Luka yang kering/nekrotik Sediaan berupa gel dengan komposisi 95% air atau gliserinMembersihkan luka dengan granulasi dan eksudat Preparat mengandung polyurethrane foam yang memiliki kemampuan mengabsorbsiDigunakan untuk lesi kering/nekrotik dengan eksudat minimalPreparat bersifat absorbent sehingga bermanfaat pada lesi basah/banyak eksudat

Preparat berisi silver/iodine Lesi dengan infeksi/untuk mencegah infeksi

Alergi terhadap komponen obat

Preparat mengandung enzim/zat kimiawi (papain urea, collagenase) Lesi nekrotik sebagai alternatif debridemen bedah

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007108

atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea, makatindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifatmultipel dan mengenai arteri poplitea/arteri tibialis makatindakan yang direkomendasikan adalah bedah vaskular (by pass).Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yangmengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalamperiode 3 tahun sebesar 98%.5,15

Tindakan bedahJenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dariberat ringannya ulkus DM. Tindakan bedah dapat berupainsisi dan drainage , debridemen, amputasi, bedahrevaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik.Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkanmenjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelasIII (kuratif) dan kelas IV (emergensi).9 Tindakan elektifditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas,seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions.Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegahterjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yangmengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yangdilakukan adalah melakukan koreksi deformitas sendi,tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikanbila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif.Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakanendovaskular (angioplasti dengan menggunakan balon atauatherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedahvaskular.

Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif.Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasiyang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harusdihilangkan.23 Prosedur bedah ditujukan untuk meng-hilangkan penekanan kronis yang mengganggu prosespenyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy,artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caputmetatarsal.

Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan, yangdiindikasikan untuk menghambat atau menghentikan prosesinfeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasiatau debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut pandangseorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksidapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai(grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade3 dan 4).9,26

Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridemendilakukan dengan tujuan untuk: drainage pus, mengangkatjaringan nekrotik, membersihkan jaringan yangmenghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesidan untuk mengambil sampel kultur kuman. Tindakanamputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren,jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.

Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DMadalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaandemikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupaamputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkankondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebabkecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat

mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapatdilakukan. Indikasi amputasi pada kaki diabetika:4 (1)gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas,(2) infeksi yang tidak bisa dikendalikan, (3) ulkus resisten,(4) osteomielitis, (5) amputasi jari kaki yang tidak berhasil,(6) bedah revaskularisasi yang tidak berhasil, (7) traumapada kaki, (8) Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkusdiabetika akibat neuropati.

Daftar Pustaka1. American Diabetes Association. Concencus development conference

on diabetic foot woud care 7-8 April 1999, Boston, Massachusetts.

Diabetes Care 1999; 22:1354-60

2. Muha J. Local wound care in diabetic foot complications: aggressive

risk management and ulcer treatment to avoid amputation. Postgrad

Med 1999; 106(1):97-102

3. Ebskov B, Josephson P. Incidence of reamputation and death after

gangrene of the lower extremity. Prostetics and Orthotics International

1980; 4:77-80

4. American Diabetes Association. Preventive care in people with

diabetes. Diabetes Care 2003; 26:S78-S79

5. Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, et al. Assessment and

management of foot disease in patients with diabetes. N Engl J Med

1994; 331(13):854-60

6. Suharjo B Cahyono. Karakteristik klinis dan besarnya biaya perawatan

pasien ulkus kaki diabetik di RS RK Charitas. PIT IV Endokrin 2003.

dalam Temu Ilmiah Tahunan IV Endokrin. Ed. H.A.H. Asdie. Yogyakarta.

.p.322–9

7. Reiber GE, Lipsky BA, Gibbons GW. The burden of diabetic foot ulcers.

Am J Surg. 1998; (Suppl 2A):5S–10S

8. Giurini JM, Lyons TE. Diabetic foot complications: diagnosis and

management. Lower Extremity Wounds 2005; 4(3):171–82

9. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. Diabetic foot disorders: a

clinical practice guideline. American College of Foot and Ankle

Surgeons. J Foot Ankle Surg 2006; 39:S1-66

10. Dinh TL, Veves A. A review of the mechanisms implicated in the

pathogenesis of the diabetic foot. Lower Extremity Wounds 2005;

4(3):154-9

11. Armstrong DG, Lavery LA. Diabetic foot ulcers: prevention, diagnosis

and classification. Am Fam Phys 1998:1337

12. Reiber GE. The Diabetes Ulcer Outcome Study Group. Treatment

and outcomes of diabetic foot ulcers. (Abstr.) Diabetes 1997; S146

(Suppl):45

13. Reiber GE, Lipsky BA, Gibbons GW. The burden of diabetic foot ulcers.

Am J Surg. 1998; (Suppl 2A): 5S–10S

14. Donnelly R, Hinwood D, London NJM. Non invasive methods of arterial

assessment and venous assessment. BMJ 2000; 320:698-701

15. White C. Intermittent claudication. New Engl J Med. 2007; 356:1241-

50

16. Slater R, Ramot Y, Rapoport M. Diabetic foot ulcers: principles of

assessment and treatment. IMAJ 2001; 3:59 –62

17. William DT, Hilton JR, Harding, KG. Diagnosis foot infection in

diabetes. Clin Infect Dis 2004; 39:S83-6

18. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of

diabetic foot infections. Clin Infect Dis 2004; 39:885-910

19. Schinabeck M, Johnson JL. Osteomyelitis in diabetic foot ulcers.

Postgraduate Medicine 2005; 118(1):11-5

20. Lispsky BA. Osteomyelitis of the foot in diabetic patients. Clin Infect

Dis 1997; 25:1318-26

21. Science of wound management. Smith + Nephew. Available from:

http://www.smith-nephew.com

22. Kruse I, Edelman S. Evaluation and treatment of diabetic foot ulcers.

Clin Diabetes 2006; 24:91-3

23. Ansari MA, Shukla VK. Foot infections. Lower Extremity Wounds 2005;

4(2):74-87

24. Amstrong DG, Lavery LA, Wu S, et al. Evaluation of removable and

irremovable cast walkers in the healing of diabetic foot wounds.

Diabetes Care 2005; 28:551-4

25. Lipsky BA. Medical treatment of diabetic foot infections. Clin Infect

Dis 2004; 39 :S104-14

26. Baal JG. Surgical treatment of the infected diabetic foot. Clin Infect

Dis 2004; 39 (Suppl 2): S123-128

27. Taronto M. Forefoot amputation. Available from: http://

www.podiatry.curtin.edu.au/encyclopedia/amputation/content.html

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

TINJAUAN PUSTAKA

Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu(Ipomoiea batatas L) terhadap Hatisetelah Aktivitas Fisik Maksimal denganMelihat Kadar AST dan ALT Darah pada Mencit

I M Jawi *, Dewa Ngurah Suprapta**, I W P Sutirtayasa**** Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana** Fakultas Pertanian Universitas Udayana*** Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar

Abstrak. Aktivitas fisik berat dapat meningkatkan produksi radikal bebas sehingga terjadi ketidakseimbanganantara prooksidan dan antioksidan yang akan menimbulkan oxidative stress. Oxidative stress dapatmenimbulkan kerusakan sel termasuk sel hati sehingga terjadi peningkatan kadar AST, ALT dan bilirubin.Pemberian berbagai antioksidan eksogen dapat dianjurkan untuk menghindari kerusakan jaringan akibatpengaruh oksidasi dari radikal bebas. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak umbi ubi jalar ungu lokal Bali,terhadap kerusakan jaringan hati akibat aktivitas fisik maksimal telah dilakukan penelitian di LaboratoriumFarmakologi FK UNUD, pada 40 ekor mencit balb/C jantan dewasa, dengan rancangan randomized controlgroup posttest only design. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 10 ekor. Kelompok yang diberikanbeban maksimal yang diawali pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu, baik yang diolah maupun yang tidakdiolah, menunjukan terjadi penurunan yang signifikan dari AST dan ALT dibandingkan kelompok tanpapemberian ekstrak ( p<0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak umbi ubijalar ungu lokal Bali dapat melindungi jaringan hati dari radikal bebas akibat aktivitas fisik maksimal padamencit.

Kata kunci: Antioksidan, ubi jalar ungu, aktivitas fisik, AST, ALT, mencit

PendahuluanKadar radikal bebas di dalam tubuh dapat meningkat melaluibeberapa proses antara lain aktivitas fisik berat, iskemia-reperfusi, sinar matahari, radiasi, toksin, peningkatan aktivitasensim liposigenase dan siklooksigenase.1,2 Radikal bebasdiyakini dapat menimbulkan kerusakan sel dan komponen selseperti lipid, protein, DNA, serta dapat menyebabkan mutasidan bersifat karsinogenik.1,2,3 Oxidative stress jangka panjangtelah terbukti dapat menimbulkan berbagai penyakitdegeneratif.4

Pada penelitian ditemukan bahwa terjadi peningkatanproduksi radikal bebas setelah melakukan aktivitas fisik yangberat sehingga terjadi ketidakseimbangan antara prooksidandan antioksidan yang akan menimbulkan oxidative stress,5 yangdapat menimbulkan kerusakan sel termasuk sel hati sehinggaterjadi peningkatan kadar aspartate transaminase (AST) danbilirubin.6

Aktivitas fisik berat yang dilakukan sesaat, juga dapatmeningkatkan AST dan alanine aminotransaminase (ALT) dalamdarah sebagai pertanda dari gangguan fungsi hati yangdisebabkan oleh oxidative stress.7,8 Setelah melakukan lari jarakjauh/lari maraton, terjadi kenaikan kadar AST, ALT danbilirubin total, sebagai akibat dari kerusakan jaringan hati danotot serta hemolisis.9-11 Pelatihan fisik berat akut pada tikusdapat menyebabkan peningkatan kadar lipid peroksidase padahati dan jantung sebagai pertanda dari oxidative stress12 danterjadi kerusakan pada nuclear DNA.13

Pada zaman global saat ini, kehidupan dengan aktivitas fisikberat, serta pengaruh lingkungan akan menyebabkan radikalbebas sulit dihindari, sehingga perlu diusahakan untukmeningkatkan antioksidan di dalam tubuh. Antioksidandibedakan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan enzimatikdan non enzimatik. Antioksidan enzimatik disebut juga

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

antioksidan pencegah, yang terdiri dari superoxide dismutase,catalase dan glutathione peroxidase.

Antioksidan non enzimatik disebut juga antioksidanpemecah rantai. Antioksidan pemecah rantai terdiri darivitamin C, vitamin E dan beta karoten.5,6

Selain vitamin E dan vitamin C ternyata beberapa flavonoidyang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiatantioksidan. Pada penelitian tentang flavonoid lemon terhadapoxidative stress pada tikus yang diberikan beban fisik berat,ditemukan terjadi efek preventive terhadap jaringan termasukjaringan hati.14

Pemberian ekstrak Brussels sprouts terhadap tikus selama3–7 hari juga dapat melindungi kerusakan jaringan akibatoxidative stress.15 Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalahzat warna alami yang disebut antosianin. Kadar antosianincukup tinggi terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan sepertimisalnya: bilberries (vaccinium myrtillus L), red wine, anggur.16

Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas PertanianUniversitas Udayana di Bali ditemukan bahwa tumbuhan beratubi jalar ungu yang umbinya mengandung antosianin cukuptinggi yaitu berkisar antara 110 mg sampai 210 mg/100 gram.17

Pemanfaatan jenis ubi jalar ungu tersebut telah diteliti dan telahdikembangkan dalam berbagai bentuk suplemen yang siappakai. Penelitian mengenai kemampuan ubi jalar ungu sebagai

antioksidan secara pasti pada darah dan berbagai organ tubuhbelum ada. Sementara budidaya tanaman ini tidak sulit untukdikembangkan maka penelitian tentang khasiat antioksidandari air umbi ubi jalar ungu perlu dilakukan khususnyaterhadap hati, mengingat hati merupakan organ yang besardalam tubuh dan memiliki fungsi yang amat penting danrentan terhadap pengaruh radikal bebas. Apakah pemberiansuplemen ekstrak umbi ubi jalar ungu terhadap mencit dapatmeningkatkan antioksidan non enzimatik setelah pemberianbeban maksimal sehingga aktivitas AST dan ALT darah lebihrendah dan mencerminkan kerusakan jaringan hati yang lebihringan?

Masalah inilah yang ingin diteliti dengan asumsi bahwapemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu dapat melindungijaringan hati sehingga aktivitas AST dan ALT lebih rendahdibandingkan tanpa pemberian ekstrak tersebut.

Metode PenelitianHewan percobaan pada penelitian ini adalah 40 ekor mencitjantan dewasa jenis Balb/C. Mencit dikelompokan menjadi 4kelompok, masing-masing 10 ekor, yaitu 1 kelompok sebagaikontrol (kelompok 1), 3 kelompok sebagai kelompok perlakuanmasing-masing 10 ekor. Perlakuan adalah renang maksimalsampai hampir tenggelam tanpa ekstrak umbi ubi jalar ungu(kelompok 2).

Terhadap kelompok 3 dan 4 diberikan perlakuan renangmaksimal yang sebelumnya diberikan ekstrak umbi ubi jalarungu tanpa diolah (kelompok 3) dan ekstrak umbi ubi jalarungu yang sudah difermentasi (kelompok 4), masing-masingselama satu minggu dengan dosis 0,5 cc/ekor/hari, secara oral(sonde).

Rancangan penelitian adalah eksperimental laboratorisdengan rancangan randomized control group posttest only design.

Semua mencit diadaptasikan selama satu minggu dikandang hewan coba Bagian Farmakologi Fakultas KedokteranUNUD, dan diberikan makan dan minum sepuasnya. Setelahmasa adaptasi selama 1 minggu dilakukan penelitian padakelompok kontrol. Darah mencit diambil secara intrakardialsebanyak 1 cc dan dikirim ke Laboratorium Patologi KlinikFK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untuk dilakukanpemeriksan kadar AST dan ALT dengan Synchron CX System.Terhadap tiga kelompok perlakuan dilakukan prosedursebagai berikut.

Kelompok perlakuan tanpa ekstrak umbi ubi jalar ungudiberikan perlakuan renang maksimal sampai hampirtenggelam dengan waktu rata-rata 50 menit. Satu hari setelahrenang maksimal dilakukan pengambilan darah secaraintrakardial sebanyak 1 cc. Darah dikirim ke LaboratoriumPatologi Klinik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untukdilakukan pemeriksan aktivitas AST dan ALT dengan SynchronCX Systems.

Terhadap kelompok 3 diberikan perlakuan renang maksimalsetelah diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu dengan dosis 0,5cc/ekor setiap hari selama satu minggu. Setelah istirahat 1 haridilakukan pengambilan darah seperti kelompok 2.

Terhadap kelompok 4 diberikan perlakuan renangmaksimal setelah diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu yangsudah difermentasi/dalam bentuk sirup, diencerkan 2 kali

Antioksidan dibedakanmenjadi dua kelompok yaituantioksidan enzimatik

dan non enzimatik.Antioksidan enzimatikdisebut juga antioksidan

pencegah, yang terdiri darisuperoxide dismutase,

catalase dan glutathioneperoxidase. Sedangkan

antioksidan nonenzimatik disebut juga

antioksidan pemecah rantai.Antioksidan pemecah rantaiterdiri dari vitamin C, vitamin

E dan beta karoten.5,6

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

dengan dosis 0,5 cc/ekor setiap hari selama satu minggu.Setelah istirahat 1 hari dilakukan pengambilan darah sepertikelompok 2.

Ekstrak ubi jalar segar dibuat dengan mencuci danmengupas umbi ubi jalar ungu segar, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 2x2x2 cm. Ubi jalar tersebut ditimbang100 gram dan ditambah 1 liter aquades lalu diblender selama5 menit. Hasil blenderan ini disaring dengan 3 lapis kainsaringan kemudian dipanaskan hingga mendidih lebih kurang45 menit. Kandungan antosianin dari ekstrak ini adalah 42,5-47,7 mg/100 ml. Ekstrak ini kemudian didinginkan dan siapdigunakan pada penelitian.

Sirup ubi jalar ungu dibuat dengan prosedur sebagaiberikut: umbi ubi jalar ungu yang didapat dari lapangan dicucidengan air bersih kemudian dikupas kulitnya. Setelah dikupasubi jalar ini dipotong-potong melintang dengan ketebalan 2-2,5 cm. Potongan ubi jalar tersebut dikukus selama 1 jamhingga lunak. Ubi jalar tersebut didinginkan kemudianditempatkan dalam suatu tempat untuk dilakukan fermentasidengan menambahkan ragi tape yang dibeli dipasar.Fermentasi ini dilakukan selama 4 hari. Hasil fermentasi (tape)tersebut dicampur dengan air minum yang bersih denganperbandingan 1 kg ubi jalar ( tape) ditambah air 2 liter laludiblender dan disaring dengan tiga lapis kain kasa. Cairanyang diperoleh dari penyaringan tersebut ditambahkan gulapasir. Campuran terakhir direbus selama 3 jam sehinggakandungan gula kira-kira 70%. Komposisi dari sirup ini adalahgula 70%, etanol 1 % dan antosianin 38,7-41,2 mg/100 ml.Dalam penelitian ini sirup diencerkan 2 kali.

Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan ujihomogenitas serta normalitas dengan K_S dan dilanjutkandengan uji Anova dan LSD. Uji statistik tersebut dilakukandengan program SPSS secara komputerisasi.

Hasil PenelitianHasil penelitian efek dari ekstrak umbi ubi jalar ungu terhadapaktivitas enzim AST dan ALT pada mencit yang diberikanbeban maksimal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Aktivitas enzim AST dan ALT pada ke empatkelompok mencit

Keterangan:• Kelompok kontrol (1) adalah kelompok yang tidak

diberikan perlakuan dan hanya diberikan makan danminum sepuasnya.

• Kelompok perlakuan (2) adalah kelompok yangdiberikan beban maksimal berupa renang maksimal

tanpa diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu.• Kelompok perlakuan (3) adalah kelompok yang

diberikan beban maksimal berupa renang maksimal yangsebelumnya diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu tanpadiolah selama 1 minggu dengan dosis 0,5 cc setiap harisecara oral.

• Kelompok perlakuan (4) adalah kelompok yang diberikanbeban maksimal berupa renang maksimal yang sebelumnyadiberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu yang sudah diolahmenjadi sirup dengan dosis 0,5 cc dengan pengenceran 2 kali,setiap hari secara oral selama satu minggu.

PembahasanPada penelitian ini terjadi peningkatan ALT dan AST setelahaktivitas fisik berupa renang maksimal/sampai hampirtenggelam. Peningkatan tersebut secara statistik sangatbermakna (p<0,05). Peningkatan ALT dan AST adalah akibatdari meningkatnya radikal bebas yang terjadi akibatpeningkatan metabolisme.5 Peningkatan radikal bebas yangtidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkanterjadinya oxidative stress yang akan menimbulkan kerusakansel dan komponen sel lain.12,13

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian pada pelarimarathon di mana terjadi peningkatan ALT dan AST secarabermakna. 9,11

Pemberian ekstrak ubi jalar ungu yang mengandung zatwarna antosianin dapat mengurangi aktivitas ALT dan ASTdalam darah mencit. Penurunan ALT dan AST ini terjadisetelah pemberian ekstrak yang belum diolah dan yang telahdiolah pada kelompok mencit yang diberikan bebanmaksimal. Seperti terlihat pada Tabel 1 kadar AST adalah521 pada kelompok mencit yang diberikan beban maksimaltanpa ekstrak umbi ubi jalar ungu, sedangkan pada

Dari hasil penelitian ininampak pemberian ekstrakumbi ubi jalar ungu yang

mengandung antosianin dapatmengurangi pengaruhradikal bebas terhadap

jaringan hati mencit, terlihatdari menurunnya AST danALT dibandingkan tanpa

pemberian ekstrak.

No(1) (2) (3) (4)

AST ALT AST ALT AST ALT AST ALT1 151 32 481 270 242 110 153 502 144 56 500 125 289 79 179 363 132 38 430 125 262 85 147 454 99 32 617 386 305 206 231 535 154 59 430 179 339 132 218 1276 148 39 522 295 358 261 247 1527 138 64 619 125 267 132 149 708 132 36 665 259 377 272 231 1129 155 42 366 140 259 218 147 48

10 155 44 586 347 285 186 179 47

M

Kelompok Kontrol

Kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan

AST: 140,8±17,7 521±97,9 298,3±45,6 188,1±39,9ALT: 44,2±11,6 225,1±99 168,1±70,3 74±40,8

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

kelompok mencit yang diberikan ektrak umbi ubi jalar unguyang tidak diolah adalah 298,3. Kadar AST pada kelompokyang diberikan ektrak umbi ubi jalar yang diolah/sirupadalah 188,1. Secara statistik penurunan tersebut sangat

signifikan (p<0,05). Kadar ALT pada kelompok mencit yangdiberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu tanpa diolah lebih tinggidibandingkan dengan kontrol. Pada kontrol kadar ALT adalah43,2 sedangkan kadar ALT pada kelompok yang diberikanbeban maksimal dengan ekstrak umbi ubi jalar ungu adalah168,1 (p<0,05). Kelompok yang diberikan ekstrak umbi ubi jalarungu yang sudah diolah terjadi penurunan ALT yaitu 74. Biladibandingkan dengan kontrol secara statistik tidak berbeda(p>0,05). Pada kelompok mencit yang tidak diberikan ekstrakumbi ubi jalar ungu terjadi kenaikan ALT yang sangat tinggi.Pada kelompok kontrol didapat hasil 43,2 sedangkan padakelompok yang diberi beban maksimal tanpa umbi ubi jalarungu adalah 225,1. Secara statistik kenaikan ini sangatsignifikan (p<0,05).

Dari hasil penelitian ini nampak pemberian ekstrak umbiubi jalar ungu yang mengandung antosianin dapat mengurangipengaruh radikal bebas terhadap jaringan hati mencit, terlihatdari menurunnya kadar AST dan ALT dibandingkan tanpapemberian ekstrak.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian tentang flavonoidlemon terhadap stress oxidative pada tikus yang diberikan bebanfisik berat di mana ditemukan terjadi efek preventive terhadapjaringan termasuk jaringan hati.14 Pemberian ekstrak Brusselssprouts terhadap tikus selama 3–7 hari juga dapat melindungikerusakan jaringan akibat oxidative stress.15 Salah satukomponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapatberpungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yangdisebut antosianin. Kadar antosianin cukup tinggi terdapatpada berbagai tumbuh-tumbuhan seperti misalnya: bilberries(vaccinium myrtillus L), red wine, anggur.16

Antosianin adalah zat warna alami yang bersifat sebagaiantioksidan yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan.16,17

Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zatwarna alam yang disebut antosianin. Antosianin merupakansalah satu zat antioksidan yang mampu mencegah berbagaijenis kerusakan akibat stress oxidative. Hasil penelitian yangdidapatkan oleh Tim Peneliti Fakultas Pertanian UNUDmenunjukkan bahwa kandungan antosianin dari umbi ubijalar ungu adalah bervariasi antara 110 mg/100 gram sampai210 mg/100 gram umbi segar (Suprapta, 2004).

Kesimpulan dan SaranDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberianekstrak umbi ubi jalar ungu lokal Bali baik yang tidak diolahmaupun dalam bentuk sirup dapat melindungi jaringan hatidari pengaruh radikal bebas akibat aktivitas fisik maksimalpada mencit. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihatpengaruh ekstrak umbi ubi jalar ungu terhadap jaringanlain dan pengaruhnya terhadap kadar malondialdehid padajaringan yang menggambarkan peningkatan kadar radikalbebas pada jaringan.

Daftar Pustaka1. Thannical VJ, BL Fanburg. Reactive oxygen species in cell

signaling, Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol 2000; 279(6):1005-28

2. Droge W. Free radicals in the physiological control of cell function.

Physiological Reviews 2002; 82(1):47-95

3. Clarkson PM, Thomson HS. Antioxidants: What role do they play

in physical activity and health? Am J Clin Nutr 2000; 729(2

Suppl):637s-46s

4. Harjanto. Pemulihan stress oksidatif pada latihan olahraga. Jurnal

Kedokteran YARSI 2004; 12(3):81-7

5. Ji LL. Antioxidants and oxidative stress in exercise. Proceedings of the

Society for Experimental Biology and Medicine 1999; 222:283-92

6. Chevion S, Moran DS, Heled Y, et al. Plasma antioxidant status

and cell injury after severe physical exercise. Proc Nati Acad Sci

USA 2003; 100(9):5119-23

7. Koutedakis Y, Raafat A, Sharp NC, et al. Serum enzyme activities

in individuals with different levels of physical fitness. J Spotts

Med Phys Fitness 1993; 33(3):252–7

8 Liu J, et al. Chronically and acutely exercised rats: biomarkers of oxidative

stress and endogenous antioxidants. J Appl Physiol 2000; 89:21-8

9 De Paz JA, Villa JG, Lopez P, et al. Effect of long-distance running

on serum bilirubin. Med Sci Sports Exerc 1995; 27(12):1590-4

10 Fallon KE, Sivyer G, Sivyer K, et al. The biochemistry of runners

in a 1600 km ultramarathon. Br J Sports Med 1999; 33(4):264-9

11 Wu HJ, Chen KT, Shee BW, et al. Effect of ultra-marathon on

biochemical and hematological parameters. World J Gastroenterol

2004; 10(18):2711-4

12 Bejma J, Ramires P, Ji LL. Free radical generation and oxidative

stress with ageing and axercise: differential effects in the

myocardium and liver. Acta Physiol Scand 2000; 169(4):343-51

13. Ogonovszky H, Sasvari M, Dosek A, et al. The effects of moderite,

strenuous, and overtraining on oxidadtive stress markers and DNA

repair in rat liver. Can J Appl Physiol 2005; 30(2):186-95

14. Minato K, Miyake Y, Fukumoto S, et al. Lemon flavonoid, eriocitrin,

suppresses exercise induce oxidative damage in rat liver. Life

Sci 2003; 72(14):1609-16

15. Sorensen M, Jensen BR, Poulsen HE, et al. Effects of a Brussels

sprouts extract on oxidative DNA damage and metabolizing

enzymes in rat liver. Food Chem Toxicol 2001; 39(6):533-40

16. Craig WJ. Vegetarian phytochemicals: guardians of our health, a

continuing education article; 2002. Available from: http://www.

Andrews.edu/NUFS/phyto.html

17. Suprapta DN, et al. Kajian aspek pembibitan, budidaya dan

pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif.

Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali dengan

Fakultas Pertanian UNUD; 2004

Warna ungu pada ubijalar disebabkan oleh

adanya zat warna alamyang disebut

antosianin. Antosianinmerupakan salah satu zatantioksidan yang mampumencegah berbagai jenis

kerusakkan akibatoxidative stress.

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Masalah Avian Influenza di IndonesiaTantur SyahdrajatStaf Dokter Unit Kesehatan BAZNAS RI

Abstrak. Kasus avian influenza (flu burung) pada manusia telah terjadi di Indonesia. Untuk itu, masalah inisepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasi yang ditimbulkannya dan ancaman pandemiinfluenza. Flu burung disebabkan oleh virus influenza A H5N1. Penularannya dari unggas ke manusia. Belumada bukti ilmiah penularan antar manusia di masyarakat. Virus ini dapat memicu respon imun yang tidakcukup sehingga menyebabkan gejala respirasi berat dan kegagalan multisistem. Gejala penyakit ini amatbervariasi, mulai dari seperti flu dan dapat memburuk dengan cepat menjadi pneumonia berat yang dapatmenyebabkan kematian. Pemeriksaan laboratorium untuk mengenali penyakit ini adalah deteksi antigen cepat,isolasi virus dengan kultur, PCR, dan tes serologi. Jika seseorang diduga terjangkit flu burung, terapi antivirusdiberikan secepatnya tanpa menunggu konfirmasi laboratorium. Saat ini belum ada vaksin yang efektif untukmanusia. Masyarakat medis, pemerintah maupun masyarakat pada umumnya sudah selayaknya bekerjasamauntuk mengatasi masalah flu burung ini. Langkah-langkah yang perlu diambil antara lain adalah penelitian,upaya promosi kesehatan, deteksi dini dan penanganan secepatnya.

Kata Kunci: avian influenza, virus influenza A H5N1, unggas, antivirus

PendahuluanAkhir tahun 2003 flu burung mulai merebak di Asia tetapibaru diberitakan awal tahun 2004. Penyakit flu burung yangdisebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggasdikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam,Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesiadan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burungdan transportasi unggas yang terinfeksi.1,2

Pada bulan Januari 2004 Departemen Pertanianmengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avianinfluenza menyerang unggas di Indonesia. Pada bulan Juli 2005ditemukan untuk pertama kali di Indonesia kasus flu burungpada manusia. Indonesia menyusul Thailand, Vietnam, danKamboja yang sudah terlebih dahulu melaporkan terjadinyainfeksi flu burung subtipe H5N1 pada manusia. Data dariDepkes menunjukkan hingga 7 April 2007 jumlah kumulatifkasus H5N1 pada manusia yang sudah dikonfirmasilaboratorium 94 orang, 74 orang di antaranya meninggal dunia.Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak di dunia.Indonesia juga menduduki peringkat teratas dalam hal casefatality rate (CFR) dengan angka kematian kasus mencapai78,72% melebihi Vietnam yang angkanya 45,16%.3

Untuk menangani masalah flu burung, pemerintah telahmengambil langkah-langkah umum seperti melaksanakanrespons cepat di daerah atau wilayah yang belum terjangkitsebagai tindakan kewaspadaan dini dengan intensifikasisurveilans epidemiologi terutama terhadap kasus influenzadan pneumonia. Pemerintah menyiagakan 44 rumah sakit diseluruh Indonesia untuk menerima rujukan perawatan/observasi penderita yang diduga terjangkit flu burung,menginstruksikan kepada pemerintah provinsi untukmeningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadapkemungkinan berjangkitnya flu burung di wilayah masing-

masing. Pemerintah juga meningkatkan upaya penyuluhankesehatan masyarakat dan membangun jaringan kerja denganberbagai pihak agar masyarakat sadar dan waspada akanadanya flu burung di daerah sekitarnya.4

Kasus avian influenza di Indonesia ini sudah sepatutnyamenjadi perhatian, terutama karena komplikasi yangditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza. Dalamwaktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupapneumonia dan apabila tidak dilakukan tatalaksana denganbaik dapat menyebabkan kematian. Sementara itu,kekhawatiran ancaman pandemi influenza mengingat adanyakemungkinan munculnya strain yang mendapatkankemampuan mutasi atau rekombinasi materi genetik denganvirus influenza manusia sehingga virus ini akan sangat patogendan dapat bertransmisi.1

Avian InfluenzaAvian influenza atau flu burung disebabkan oleh subtipetertentu dari virus influenza A pada populasi binatang,terutama ayam. Infeksi virus avian influenza A (H5N1) padamanusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1997 danmenyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9dan H7 juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia.5

Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B,dan tipe C. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin(H) dan Neuraminidase (N). Influenza pada manusiadisebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2. Sedangkanavian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2.Strain yang sangat virulen penyebab flu burung adalah subtipeA H5N1.6,7

Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipevirion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuahnukleokapsid heliks simetris yang dikelilingi 8 segmen

TINJAUAN PUSTAKA

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

negative-stranded RNA. Bagian dalam selubung dibatasi matriksprotein (M) dan bagian luar oleh peplomer glikoprotein-hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakanhomotrimer dari membran glikoprotein kelas I dan molekulneuraminidase (NA) berbentuk cendawan yang merupakan

tetramer dari membran protein kelas II.1

Strain H5N1 yang virulen berbeda dari strain avian yanglain, ini terletak pada hubungan antara pemecahan HA danderajat virulensi. Pada strain yang virulen, HA terdiri daribanyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan, yangdipecah secara intraseluler oleh protease endogen. Sedangkanpada kasus strain avian yang avirulen seperti virus influenzaA non-avian, HA kehilangan residu asam amino dasar,karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease. Selainitu, semua tipe virus influenza A secara antigenik labil,beradaptasi dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuhdan kekurangan mekanisme untuk proof reading; karenanyakonstan. Perubahan kecil dan permanen pada komposisiantigen sangat sering terjadi yang dikenal dengan antigenic drift.Karakteristik penting lain adalah antigenic shift akibat reassortmentmateri genetik dari spesies yang berbeda sehingga menghasilkanvariabilitas pada HA spikes, menjaga struktur dasar virus tetapkonstan.1

Pada proses antigenic drift terjadi perubahan susunanasam amino pada waktu gen melakukan enconding antigen

permukaan setiap kali virus bereplikasi sehinggamenghasilkan galur baru. Sedangkan pada proses antigenicshift terjadi bila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbedamenginfeksi penjamu lain yang akan menghasilkan virusbaru yang kemungkinan mampu untuk menginfeksipenjamu lain termasuk manusia.8

Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air sampai 4 haripada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Di dalamtinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapatbertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan 60°Cselama 30 menit atau 56°C selama 3 jam dan dengan deterjen,desinfektan misalnya formalin, serta cairan yangmengandung iodin.2,6

Hasil studi menunjukkan bahwa unggas yang sakitmengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlahbesar dalam kotorannya. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu peternakan, bahkan dapatmenyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain.Secara umum virus flu burung tidak menyerang manusia,namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebihganas dan menyerang manusia. Penularan penyakit inikepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virustersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggasyang terserang flu burung. Belum ada bukti terjadipenularan dari manusia ke manusia.6,9

PatogenesisPenyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada selepitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri(replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisissel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel salurannapas. Pada tahap awal, respons imun innate akanmenghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi re-exposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesifikmengembangkan memori imunologis yang akanmemberikan respons lebih cepat. Replikasi virus akanmerangsang pembentukan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-a yang kemudian masuk ke sirkulasisistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti

Virus H5NI dapatbertahan hidup di airsampai 4 hari pada suhu

22°C dan lebih dari 30 haripada 0°C. Di dalam tinja

unggas dan dalam tubuhunggas yang sakit dapat

bertahan lebih lama.Virus akan mati pada

pemanasan 60°C selama 30menit atau 56°C selama 3jam dan dengan deterjen,

desinfektan misalnyaformalin, serta cairan yang

mengandung iodin.2,6

Penularan penyakit inikepada manusia dapat

melalui udara yang tercemarvirus tersebut, baik yang berasal

dari tinja atau sekreta unggasyang terserang flu burung.Belum ada bukti terjadi

penularan dari manusia kemanusia.6,9

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

demam, malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifatself limiting dan virus terbatas pada saluran nafas.10

Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicurespons imun yang tidak cukup sehingga menyebabkanrespons inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untukmenghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin)berperan pada patogenitas dari strain ini. Pada infeksiH5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasivirus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yangjustru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas danberat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitisinterstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi danedema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit darikapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan jugafibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak selmediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenaldengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Difusioksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapatmerusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction).10,11,12

Gejala KlinisMasa inkubasi virus flu burung (dari kontak dengan unggassampai gejala pertama) antara 3-7 hari. Penyakit flu burungditandai dengan beberapa gejala yang bervariasi danberbeda dari orang ke orang, seperti gejala yang miripdengan flu biasa tetapi cenderung lebih sering dan cepatmemburuk dan dapat menjadi radang paru (pneumonia).Gejalanya bisa berupa demam sekitar 38°C, lemas, sakittenggorok, batuk, pilek, sesak napas, perdarahan hidungdan gusi, konjungtivitis, sakit kepala, tidak nafsu makan,muntah, nyeri perut, dan diare. Gejala-gejala ini kemudiandiikuti oleh kondisi memburuk dalam hitungan hari, timbulpneumonia, dan ketika masuk RS sudah harus mendapatperawatan di ICU dan mendapat perawatan mesin

pernapasan/ventilator.7,9

Pemeriksaan LaboratoriumIdentifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza Aberupa deteksi antigen langsung, isolasi pada kultur sel, ataudeteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptase–polymerase chain reaction (RT-PCR). Tes serologi untukmengukur antibodi spesifik influenza A meliputi teshaemagglutination inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tesneutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untukmendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenzaA. Spesimen diambil dari aspirasi nasofaring, aspirasiendotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimaluntuk deteksi virus influenza A adalah aspirasi nasofaringdalam 3 hari sejak timbulnya gejala.1,5

DiagnosisWHO pada bulan Agustus 2006 membuat definisi baru tentangkasus infeksi virus influenza H5N1.10

1. Orang yang dalam investigasi yakni seseorang yang telahdiputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang dalamkesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenaikemungkinan infeksi H5N1.

2. Kasus suspek yakni seseorang dengan penyakit saluran napasbawah yang tidak bisa dijelaskan disertai demam >38oC, batukdan sesak atau kesulitan bernapas dan satu atau lebih keadaandi bawah ini (dalam 7 hari sebelum terjadi gejala):a. Kontak dekat (jarak 1 meter) dengan orang (merawat,

berbicara, bersentuhan) yang dicurigai, probabel atauyang sudah dipastikan menderita avian influenza.

b. Terpapar ayam, unggas atau bangkai unggas,lingkungan tercemar kotoran unggas di daerah yangdicurigai atau dipastikan terjadi infeksi H5N1 padaunggas atau manusia dalam satu bulan terakhir.

c. Mengkonsumsi bahan baku atau produk ternak ayamyang tidak dimasak sempurna di daerah yang dicurigaiatau telah dikonfirmasi ada kasus H5N1 pada unggasatau manusia dalam 1 bulan terakhir.

d. Kontak dengan binatang (bukan unggas) yang sudahdipastikan tertular H5N1.

e. Kontak dengan bahan pemeriksaan (hewan maupunmanusia) yang dicurigai mengandung H5N1.

3. Kasus probabelDefinisi 1: kriteria kasus suspek dan satu atau lebihkeadaan di bawah ini:- infiltrat atau bukti suatu pneumonia akut pada

gambaran foto toraks ditambah bukti gagal napas(hipoksemia, takipnoe berat) atau

- konfirmasi laboratorium positif untuk influenza Atetapi untuk infeksi H5N1 belum terbukti positif

Definisi 2: seseorang yang meninggal karena penyakitsaluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya,secara epidemiologi dengan kasus probabel atau konfirmavian influenza.

4. Kasus pasti (confirm) yakni kasus suspek atau probabelDAN satu dari hasil laboratorium ini:a. Kultur virus menunjukkan positif influenza A/H5N1b. PCR positif H5N1

Masa inkubasi virus flu burung(dari kontak dengan unggas

sampai gejala pertama) antara 3-7 hari. Penyakit flu burung

ditandai dengan beberapa gejalayang bervariasi dan berbeda dari

orang ke orang, seperti gejalayang mirip dengan flu biasa

tetapi cenderung lebih seringdan cepat memburuk dan

dapat menjadi radang paru(pneumonia).

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

c. Peningkatan titer antibodi netralisasi untuk H5N1 empatkali lipat atau lebih antara fase akut dan fase konvalesen.Titer antibodi netralisasi harus 1:80 atau lebih tinggi

d. Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1:80 atau lebihdari serum hari 14 atau sesudahnya setelah gejala timbuldan suatu hasil positif menggunakan assay yang berbeda.(misalnya HI 1:60 atau lebih, atau Western Blot)

PenatalaksanaanJika flu burung diduga terjadi pada seseorang, pengobatanhendaknya dilakukan secepatnya tanpa menunggu konfirmasilaboratorium. Terapi untuk infeksi strain H5N1 sama sepertivirus influenza yang lain. Namun, strain H5N1 sekarang telahmenunjukkan resistensi terhadap amantadin dan rimantadin,dua antivirus yang umum digunakan untuk virus influenza.Antivirus lain yang merupakan inhibitor neuraminidase(oseltamivir dan zanamivir) masih efektif untuk strain H5N1.Dosis oseltamivir yang diberikan 2 kali 75 mg selama 7 hari.Untuk anak dosisnya 2 mg/kgbb/hari.9,10,13,14

Terapi simtomatik yang diberikan dapat berupa antitusif,bronkodilator, serta antipiretik. Sedangkan terapi suportif yangdiberikan berupa oksigenasi, hidrasi, antibiotik, sertakortikosteroid. Jika kondisi pasien terus memburuk maka perludipasang ventilator untuk membantu proses pernapasan.9

Orang yang berisiko mendapat flu burung atau yangterpajan dapat diberikan pencegahan dengan oseltamivir 75mg dosis tunggal selama 1 minggu. Hingga kini belum adavaksin yang definitif. 9,10,13,14

Upaya PencegahanUpaya pencegahan dapat dilakukan pada unggas dan manusia.Upaya pencegahan pada unggas berupa pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung serta vaksinasi pada unggasyang sehat.2

Sedangkan pada manusia, khususnya bagi kelompokberisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) antara lainsering mencuci tangan dengan sabun. Pekerja yang langsungmemegang dan membawa binatang yang sakit sebaiknyamenggunakan desinfektan, menggunakan alat pelindung diriseperti baju pelindung, sarung tangan karet, masker, kaca matagoogle dan sepatu boot, serta melapor bila mengidap gejala-gejala pernafasan, infeksi mata, dan gejala flu lainnya.7

Masyarakat umum hendaknya menjaga daya tahan tubuh denganmemakan makanan bergizi dan istirahat cukup. Masyarakat juga

hendaknya mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu memilihunggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit padatubuhnya) serta mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasakpada suhu 80°C selama 1 menit, sedangkan telur unggas perludipanaskan pada suhu 64°C selama 5 menit.2

PenutupMasyarakat medis, pemerintah maupun masyarakat awamsudah selayaknya bekerjasama untuk mengatasi masalah fluburung di Indonesia. Langkah-langkah yang perlu diambilantara lain adalah penelitian, upaya promosi kesehatan, deteksidini dan penanganan secepatnya.

Penelitian laboratorium maupun epidemiologi sangatpenting untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalammengenai penyakit ini agar dapat dilakukan pencegahan danpenanganan yang lebih tepat. Upaya promosi kesehatandiperlukan agar masyarakat senantiasa melaksanakan prinsipkerja higienis serta menerapkan pola hidup sehat.

Sedangkan deteksi dini penyakit dan penanganansecepatnya diperlukan agar terhindar dari komplikasi penyakityang berat. Untuk itu, masyarakat dan penyedia jasa layanankesehatan hendaknya diberikan pendidikan mengenai penyakitini bagaimana gejala dan bahayanya serta apa yang perludilakukan agar penyakit ini dapat terdeteksi sebelum berlanjut.

Upaya-upaya dari penelitian hingga penatalaksanaan masalahflu burung tersebut harus terus-menerus dikembangkan. Kitaberharap dapat ditemukan cara-cara yang lebih baik untukmenangani masalah ini. Dengan demikian diharapkan tidakterjadi lagi kasus flu burung khususnya di Indonesia. Padaakhirnya, flu burung hanyalah salah satu bagian dari begitubanyak masalah kesehatan yang harus dihadapi.

Daftar Pustaka1. Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra A, et al. Avian influenza A (H5N1): a

preliminary review. IJMM 2004; 22:143-6

2. Kristina, Isminah, Wulandari L. Flu burung. Available from: http://

www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/fluburung1.htm.; 2005

3. Depkes. Kasus flu burung Indonesia paling banyak di dunia. Avail-

able from:http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=view

article&sid=255; 2007

4. Depkes. Langkah Departemen Kesehatan merespon kasus positif

flu burung. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task=viewarticle&sid=1056.; 2005

5. WHO. Recommended laboratory tests to identify avian influenza A

virus in specimens from humans. Available from: http://www.who.int/

entity/csr/disease/avian_influenza/guidelines/avian_ labtests2 .pdf.; 2005

6. Depkes. Waspada flu burung. Available from: http://www.depkes.go.id/

index.php?option=articles&task=viewarticle& artid=214.; 2005

7. Aditama TY. Avian influenza (flu burung). Prosiding simposium; Aula

FKUI, 27 Juli 2005. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi FKUI dan unit CME/CPD FKUI; 2005

8. Soepandi PZ. Influenza burung pada manusia. Prosiding simposium;

Aula FKUI, 27 Juli 2005. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi FKUI dan unit CME/CPD FKUI; 2005

9. Aditama TY. Flu burung di manusia. Jakarta: Penerbit UI; 2006

10. Redaksi infeksi.com. Manajemen klinis kasus flu burung. Available from:

http://www.infeksi.com/newsdetail.php?Ing=in&doc=845.; 2007

11. Wilson ME. Avian influenza in humans: why so lethal? Journal Watch

Infectious Diseases. 2003. Available from http:// infectious-

diseases.jwatch.org/cgi/ content/full/2003/110/1

12. Barclay WS, Zambon M. Pandemic risks from bird flu. BMJ 2004; 328: 238-9

13. Aditama TY. Perkembangan terbaru pengobatan flu burung. Cermin

Dunia Kedokteran 2006; 151:55-7

14. The Writing Committee of the WHO Consultation on Human Influenza A/

H5. Current concepts avian influenza A (H5N1) infection in Humans.

NEJM 2005; 353:1374-85

Antivirus lain yang merupakaninhibitor neuraminidase

(oseltamivir dan zanamivir) masihefektif untuk strain H5N1. Dosis

oseltamivir yang diberikan 2 kali75 mg selama 7 hari. Untuk anakdosisnya 2 mg/kgbb/hari.9,10,13,14

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Demam Tak TerdiagnosisDjoni Djunaedi* Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana** Fakultas Pertanian Universitas Udayana*** Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Unud/RSUP Sanglah, Denpasar

Abstrak. Definisi pengelolaan demam tak terdiagnosis/fever unknowns origin (FUO) yang dikemukakan oleh

Peterdorf dan Beeson pada tahun 1961 mempersyaratkan kehadiran demam >38.30C yang berlangsung dalam

beberapa kesempatan, dengan durasi demam >3 minggu, disertai kegagalan menemukan diagnosis penyebabdemam meskipun telah dilakukan inpatients investigation selama 1 minggu.1,2 Dalam perkembanganselanjutnya, Durack dan Street mengusulkan suatu sistem klasifikasi FUO, yaitu: classic FUO, nosocomialFUO, neutropenic FUO (immune deficient FUO), HIV-associated FUO atau HIV virus related FUO.1,3

Persoalan yang muncul adalah mengenai langkah-langkah yang harus dikerjakan untuk mengeliminasi demamnon-FUO dan mencari secara sistematis penyebab yang melandasi FUO agar kepada pasien dapat diberikanterapi yang tepat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk menuliskan berbagaipengetahuan mengenai strategi diagnostik dan pengelolaan pasien dengan FUO.

PendahuluanDefinisi FUO yang dikemukakan oleh Peterdorf dan Beesonpada tahun 1961 mempersyaratkan kehadiran demam>38.30C yang berlangsung dalam beberapa kesempatan,dengan durasi demam >3 minggu, disertai kegagalanmenemukan diagnosis penyebab demam meskipun telahdilakukan inpatients investigation selama 1 minggu.1,2 Dalamperkembangan selanjutnya, Durack dan Street mengusulkansuatu sistem klasifikasi FUO, yaitu: classic FUO, nosocomialFUO, neutropenic FUO (immune deficient FUO), HIV-associatedFUO atau HIV virus related FUO.1,3

Dalam klasifikasi baru ini, persyaratan demam >38.30Charus dimiliki oleh setiap klasifikasi FUO. Hanya saja padaclassic FUO evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya 3 hariuntuk pasien rawat inap di rumah sakit, atau 3 kalikunjungan untuk pasien luar (pasien rawat jalan), ataumelalui investigasi ambulatoris secara “cerdas dan intensif”selama 1 minggu tanpa dapat menemukan penyebabdemam. Nosocomial FUO mencakup pasien yang dirawat dirumah sakit ≥24 jam tanpa suatu sumber infeksi yang jelasyang mungkin telah diderita oleh pasien yang bersangkutansebelum ia dirawat di rumah sakit. Penetapan diagnosisnosocomial FUO mempersyaratkan evaluasi selama 3 haritanpa keberhasilan menemukan penyebab demam.Neutropenic FUO (immune deficient FUO) mempersyaratkanpasien dengan hitung neutrofil ≤500/mm3 atau didugahitung neutrofil dapat menuju kepada level tersebut dalam1-2 hari berikutnya tanpa penyebab demam yang jelas.Diagnosis neutropenic FUO dapat ditetapkan apabila tidak

ditemukan penyebab spesifik setelah melalui masapengamatan selama 3 hari termasuk sekurang-kurangnya 2hari masa kultur. Dan HIV-associated FUO mempersyaratkanperiode >4 minggu bagi pasien rawat jalan atau >3 hari bagipasien rawat inap dengan infeksi HIV. Diagnosis HIV-associated FUO ditetapkan jika tidak ditemukan sumberinfeksi setelah dilakukan pengamatan secara cermat selama3 hari termasuk 2 hari masa inkubasi kultur. Meskipuninfeksi akut HIV merupakan penyebab penting classic FUO,perlu diingat bahwa virus juga menyebabkan pasien yangbersangkutan rentan terhadap infeksi oportunistik.

Persoalan yang muncul adalah mengenai langkah-langkah yang harus dikerjakan untuk mengeliminasi demamnon-FUO dan mencari secara sistematis penyebab yangmelandasi FUO agar kepada pasien dapat diberikan terapiyang tepat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini,penulis mencoba untuk menuliskan berbagai pengetahuanmengenai strategi diagnostik dan pengelolaan pasien denganFUO.

Strategi DiagnostikSejalan dengan penggunaan secara luas preparat antibiotik danperkembangan pesat teknologi diagnostik (invasif maupunnon-invasif), terjadi pula perubahan temuan mengenai polapenyakit di samping membawa dampak pada teknik diagnosisyang memungkinkan eliminasi pasien dengan penyakitspesifik dari terdiagnosis sebagai FUO.4-8

1. Penggalian riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.Pendekatan terhadap pasien demam harus diawali dengan

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

menggali riwayat penyakit secara komprehensif danmelakukan pemeriksaan fisik serta uji laboratoris secaramemadai. Langkah pertama dimulai dengan melakukankonfirmasi mengenai riwayat demam dan mencatat polademam. Pola demam yang klasik seperti intermittent,relapsing sustained, dan temperature-pulse disparity dapatbermanfaat dalam menetapkan diagnosis penyebab FUO.Informasi mengenai keluhan mencakup onset, durasi danperiodisitas harus digali secara cermat. Selain itu, perludiperhatikan mengenai riwayat perjalanan yang barudilakukan oleh pasien, kedekatan pasien dengan hewanpeliharaan atau hewan lain, lingkungan kerja dan kontakterakhir pasien dengan orang lain yang mengalami keluhanserupa. Terhadap pasien yang baru kembali dari daerahendemis tuberkulosis atau malaria, indeks kecurigaanterhadap penyakit tersebut harus ditingkatkan. Sedangkanterhadap pasien yang kontak dengan hewan peliharaanatau hewan lain, berbagai penyakit yang biasa menyeranghewan-hewan tersebut harus dipikirkan.Riwayat keluarga harus diteliti secara cermat untukmenggali penyebab demam bawaan (hereditary causes offever) seperti familial Mediterranean fever. Riwayat kesehatanjuga harus diperiksa pada kondisi seperti limfoma, demamrematik, atau gangguan abdominal sebelumnya (sepertiinflammatory abdominal disease) sebab reaktivasi berbagaigangguan tersebut dapat menyebabkan demam. Demikianpula, drug-induced fever harus dipertimbangkan pada pasienyang sedang memperoleh terapi obat-obatan termasuk over-the-counter drugs, diet pills dan pemakaian herbal, disamping occupational exposure, kebiasaan minum minumanyang mengandung alkohol dan pemakaian obat-obatanjenis psikotropika, hobi, dan aktivitas seksual. Potentiallydiagnostic clues tidak selalu dapat diperoleh daripemeriksaan awal dan oleh karena itu pemeriksaan harusdikerjakan secara berulang.9 Contoh: Osler’s nodes, Janewaylesions dan congjunctival petechiae kemungkinan besar tidakditemukan pada pemeriksaan awal pasien denganendokarditis. Bercak merah pada penyakit Still’s yangberlangsung dalam waktu sangat singkat dan nodul padakelenjar prostat juga seringkali terlewatkan padapemeriksaan awal. Pemeriksaan secara cermat juga harusdilakukan pada kulit, mukosa dan sistem limfatik selainpalpasi abdomen untuk menemukan massa atauorganomegali.

2. Pemeriksaan laboratoris dan radiologisBeberapa tes tertentu (seperti hitung darah lengkap, ESR(erythrocyte sedimentation rate), uji kimia rutin termasuk ujienzim hati, analisis dan kultur urin, 2 set kultur darah danfoto toraks) harus dikerjakan pada kunjungan awal sebelumdiagnosis FUO ditetapkan. Langkah selanjutnya tergantungpada kondisi abnormal yang ditemukan pada pemeriksaanfisik, usia pasien, riwayat penyakit pasien yangbersangkutan, dan hasil laboratoris awal. Penggunaanantibiotik terhadap demam dengan penyebab yang tidakdiketahui tidak dianjurkan sebab dapat mengaburkandiagnosis berbagai penyakit infeksi yang berbeda.

3. Prosedur dan uji saring diagnostikPemilihan dan penetapan penggunaan imaging harus

didasarkan pada temuan mengenai riwayat demam danpemeriksaan fisik (contoh: suatu cardiac murmur dengankultur darah (-) harus diikuti dengan pemeriksaantransthoracic echocardiogram atau, jika perlu, transesophagealechocardiogram) (periksa tabel 1). Bagaimanapun juga cost-effective individualized approach perlu dipertimbangkandalam melakukan berbagai pemeriksaan untuk penetapandiagnosis. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen, sonografipelvis, atau CT scanning perlu dikerjakan lebih awal dalamproses diagnostik untuk menemukan penyebab FUOseperti abses intra-abdominal atau keganasan tergantungpada hasil evaluasi sebelumnya. Pemanfaatan berbagai testersebut termasuk biopsi langsung telah terbukti dapatmereduksi kebutuhan untuk tindakan operatif yang lebihinvasif. Penggunaan MRI perlu dipertimbangkan untukmemperjelas kondisi yang ditemukan melalui teknik lainatau jika diagnosis tetap meragukan. Penggunaanradionucleotide scanning seperti gallium 67, technetium Tc 99matau indium-labeled leukocytes dianjurkan untuk mendeteksikondisi inflamasi dan lesi neoplastik yang seringkali tidakterdiagnosis melalui CT scan, meskipun berbagai testersebut cendrung tidak dapat mendeteksi collagen vasculardisease dan kondisi miselanus yang lain.

Tabel 1. Diagnostic imaging in patients with FUO*

* = Diambil dari Gelfand JA, Callahan MV, 2005 2

CT = Computed TomographyMRI = Magnetic Resonance ImagingPET = Positron Emission Tomography

Prosedur endoskopik mungkin membantu dalammenetapkan diagnosis inflammatory bowel disease dansarkoidosis. Prosedur pemeriksaan PET nampaknyamemiliki nilai prediktif negatif yang cukup tinggi dalammenyingkirkan inflamasi sebagai penyebab FUO. Namunkarena keterbatasan sarana yang tersedia, masih diperlukanpembuktian lebih lanjut mengenai “kecanggihan” PETdalam menyingkirkan penyebab demam. Prosedurpengujian yang lebih invasif seperti pungsi lumbal ataubiopsi sumsum tulang, hati, dan kelenjar limfe sebaiknyadikerjakan hanya apabila kecurigaan klinis mengindikasikanuntuk dilakukan berbagai tes tersebut atau sumber demamtetap tidak terdiagnosis setelah dilakukan evaluasi secaraintensif. Jika diagnosis pasti tetap tidak dapat ditemukandan kompleksitas kasus semakin meningkat maka konsultasikepada pakar penyakit infeksi, rhematologist atau oncologistmungkin membantu.

Prosedur dan uji sasaran lebih lanjut. Arteritis

Imaging Possible diagnosesChest radiograph

Abscess, malignancy

Gallium 67 scan Infection, malignancyIndium-labeled leukocytes Occult septicemiaTechnetium Tc 99m

MRI of brain Malignancy, autoimmune conditionsPET scan Malignancy, inflammation

Bacterial endocarditis

Venous Doppler study Venous thrombosis

Tuberculosis, malignancy, Pneumocystis carinii pneumonia

CT of abdomen or pelvis with contrast agent

Acute infection and inflammation of bones and soft tissue

Transthoracic or transesophageal echocardiography

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

temporalis, salah satu penyebab tersering FUO pada orangdewasa usia lanjut, tidak memiliki serologic marker yangspesifik. Nyaris pada semua pasien ditemukan peningkatanmenyolok ESR (umumnya >50 mm/hari, kadang mencapai>100 mm/hari) dan sebagian besar dari pasien inimenunjukkan keluhan polimialgia rematika tanpa disertainyeri kepala atau gangguan visual. Penetapan diagnosiskadang-kadang membutuhkan biopsi arteri temporalis danhendaknya dikerjakan melalui konsultasi denganrheumatologist.

Kehadiran endokarditis infektif perlu diwaspadai apabiladitemukan murmur. Apabila pada kultur darah awal tidakditemukan patogen, maka kultur harus diulang danpembiakan harus dikerjakan dalam waktu yang lebih lama.Selain itu, dilakukan pemeriksaan ekhokardiografi untukmelihat kemungkinan valvular vegetations dan absesmiokardial yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan CTscan rutin. Tuberkulosis milier juga seringkali sulitdidiagnosis pada pemeriksaan awal. Foto toraks pertamabiasanya masih menunjukkan gambaran paru normal,namun foto paru pada perkembangan selanjutnya barumenampakkan pola milier.

Diagnosis disseminated histoplasmosis dan infeksimikobakterial non-tuberkulosis terutama kompleksMycobacterium avium dapat ditetapkan melalui biakan darahdengan teknik lysis centrifugation dan biopsi organ terkait.Biopsi hati terhadap pasien dengan peningkatan kadaralkalin fosfat dan/atau transaminase, dapat bermuara padaditemukannya berbagai kejadian keganasan dan prosesgranulomatus dalam hati. Demikian pula terhadap pasiendengan pansitopenia, perlu dilakukan biopsi sumsum tulanguntuk pemeriksaan kultur dan histologis.

PengelolaanIntervensi terapi untuk menetapkan diagnosis FUO tidakdianjurkan.5 Pemberian kostikosteroid kepada pasiendengan berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi dapatmenunjukkan respons sementara yang pada gilirannyabermuara pada corticosteroid-induced immune suppression.Dilaporkan bahwa naproxen dapat mengurangi demamyang disebabkan oleh keganasan tapi tidak dapatmengurangi demam akibat infeksi, dan oleh karena itupemberian preparat ini dapat membantu membedakan FUOakibat tumor versus infeksi. Namun laporan ini masihmemerlukan verifikasi lebih lanjut.

Apabila pasien dengan FUO secara klinis berada dalamkeadaan stabil dan penyebab infeksi gagal ditemukanmeskipun sudah dilakukan upaya maksimal, maka kepadayang bersangkutan lebih baik dilakukan observasiberkelanjutan (melalui kerjasama antara pakar infeksi dandokter pribadi pasien) daripada dilakukan tes diagnostikyang invasif. Kepada pasien dianjurkan untuk istirahat danminum cairan yang banyak serta menghentikan berbagaiobat-obatan yang selama ini dikonsumsi. Untukmenurunkan demam dapat diberikan acetaminophen atauaspirin. Dapat pula diberikan vitamin C (250–500 mg2xsehari), beta-carotene (15.000–50.000 IU per hari), zinc (10–30 mg per hari), herbs (e.i. Echinacea purpurea, Achillea

millefolium) untuk membantu meningkatkan kinerja sistemkekebalan tubuh dan mengurangi inflamasi.

Langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam upayamenetapkan diagnosis FUO beserta upaya terapinya (terutamaterhadap classic FUO) dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Approach to patients with classic FUO** = Diambil dari Roth AR, Basello GM, 20039

Bertolak dari kajian di depan, dapat disimpulkan bahwapada dasarnya tidak ada terapi spesifik untuk kasus FUOsampai dengan penyakit yang mendasari FUO tersebutditemukan. Apabila penyebab FUO sudah ditemukan makaterapi diberikan sesuai dengan penyebab tersebut.

Daftar Pustaka1. Durack DT, Street AC. Fever of unknown origin – reexamined and

redefined. Curr Clin Top Infect Dis 1991; 11:35-51

2. Gelfand JA, Callahan MV. Fever of unknown origin. In: Kasper DL,

Braundwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. eds.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. Vol I. 16th

ed. New York:

McGraw-Hill Company; 2005.p.116-121

3. Amin K, Kauffman A. Fever of unknown urigin: A strategy approach to

this diagnostic dilemma. Postgraduate Med 2003; 114(3):69-75

4. Guebert G, Lee I, Wisneskil L, et al. Fever of unknown origin. Maryland

Med Centr Prog; 2004

5. Gantz NM, Brown RB, Berk SL, et al. Manual of clinical problems in infectious

disease. 5th Ed. NY: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.p.325-30

6. Polsdorfer R. Fever of unknown origin (FUO, pyrexia of unknown ori-

gin). Available from: http://www.umm.edu/ 2006

7. Schleyer AM. Fever of unknown origin (FUO). Available from: http://

wwwdepts.washington.edu/gim/clinical/CHMPTeachedocs/Fever.pdf 2005

8. Stoppler MC. Unexplained fever a difficult diagnosis. Available from:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ 2006

9. Roth AR, Basello GM. Approach to the patient with fever of unknown

origin. J Am Fam Phy. 2003; 68(11):2223-8

Fever >38ºC x 3 weeks; 1 week of “intelligent dan invasive investigation”

Physical exam Repeat history

Laboratory testing:CBC, Diff, smear, ESR, CRP, urinanalysis, liver function tests, muscle enzymes, VDRL, HIV, CMV, EBV, ANA, RF, SPEP, PPD, control skin tests, creatinine, electrolytes, Ca, Fe, transferrin, TIBC, vitamin B12,

acute/adolescent serum set aside

Cultures blood, urine, sputum, fluids as appropriate

Potentially diagnostic clue No potentially diagnostic clue

Directed exam CT of chest, abdomen, pelvis with IV or PO contrast, colonoscopy

67Ga scan, 111In PMN scan

- +- +

- +

Needle biopsy, invasive testing

Diagnosis No diagnosis

Specific therapy Empiric therapy Watchfull waiting

Anti-TB therapy, antimicrobial therapy Colchicine, NSAIDs

Steroids

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Infark Plasenta dan Malformasi TaliPusat dengan Kematian Janin dalamKandunganBetty, HM Nadjib Dahlan Lubis*, Ronny Siddik**, A. Harkingto Wibisono** Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran USU, Medan** Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran USU/RSUP HAM, Medan

Abstrak. Plasenta merupakan organ unik dan sangat vital bagi kehidupan embrio imatur maupun fetus semasadalam kandungan, karena pertukaran metabolit antara janin dan ibu berlangsung di plasenta. Villus hemokhorialplasenta hampir seluruhnya terdiri dari darah janin. Vili terendam di dalam darah ibu dan pertukaran metabolitantara janin dan ibu berlangsung secara difusi gas. Oleh sebab itu kehidupan janin dalam kandungan sangattergantung pada keadaan plasenta dan tali pusat. Bila terdapat kelainan plasenta maupun tali pusat, biasanyadapat mengancam kelangsungan hidup janin tersebut. Pengaruh kelainan plasenta terhadap janin tergantungpada adekuatnya fungsi plasenta dalam pengaturan nutrisi janin. Dalam tulisan ini kami melaporkan sebuah kasus, anak pertama dengan kematian janin di dalam kandunganyang dilahirkan oleh seorang ibu muda dan dari hasil pemeriksaan histopatologi dijumpai adanya infark padaplasenta disertai kelainan pada tali pusat.

PENDAHULUANPlasenta merupakan organ unik dan sangat vital bagikehidupan embrio imatur maupun fetus semasa dalamkandungan, karena pertukaran metabolit antara janin dan ibuberlangsung di plasenta. Villus hemokhorial plasenta hampirseluruhnya terdiri dari darah janin. Vili terendam di dalamdarah ibu dan pertukaran metabolit antara janin dan ibuberlangsung secara difusi gas. Oleh sebab itu kehidupan janindalam kandungan sangat tergantung pada keadaan plasentadan tali pusat. Bila terdapat kelainan plasenta maupun talipusat, biasanya dapat mengancam kelangsungan hidup janintersebut. Pengaruh kelainan plasenta terhadap janin tergantungpada adekuatnya fungsi plasenta dalam pengaturan nutrisijanin.

Penyebab kematian pre-natal dapat diungkapkan biladilakukan pemeriksaan secara sistematis baik klinis maupunpatologis, sehingga dapat dilakukan pencegahan kejadian yangsama pada kehamilan berikutnya. Pemeriksaan plasenta yangterbaik adalah dalam keadaan segar yaitu segera setelahdilahirkan. Melalui pemeriksaan organ ini dapat diungkapkanketidaknormalan klinik yang bermakna, menambah pengertianketidakmungkinan untuk keselamatan anak dan sangat

penting dalam pemecahan kasus-kasus medikolegal. Banyakkemungkinan kelainan yang dijumpai pada plasenta, salah satulesi yang sering dijumpai adalah plasenta infark. Selainplasenta, kondisi tali pusat juga berperan untuk kelangsunganhidup janin.

Dalam tulisan ini kami melaporkan sebuah kasus, anakpertama dengan kematian janin di dalam kandungan yangdilahirkan oleh seorang ibu muda dan dari hasil pemeriksaanhistopatologi dijumpai adanya infark pada plasenta disertaikelainan pada tali pusat.

Laporan KasusSeorang wanita Ny. N, umur 25 tahun. G1P0Ab0 (HT 20-07-2006), dengan kematian janin dalam kandungan dengan umurkehamilan 20 minggu. Sediaan jaringan plasenta, selaput janinbeserta tali pusat dikirim ke laboratorium Patologi Anatomiuntuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. Keterangan klinisyang dilampirkan yaitu os datang ke klinik pertama kali padatanggal 6-10-2006 dengan keluhan mual dan muntah, nafsumakan berkurang (TD 110/80 mmHg). Kunjungan ke-2 (01-11-2006), keluhan mual dan muntah sudah tidak ada, nafsumakan normal (TD 110/80 mmHg), umur kehamilan 15

TINJAUAN PUSTAKA

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

minggu dengan anak letak lintang, plasenta pada anteriorkiri, gerakan anak normal (berat 119 gram, DJJ (+) 154 bpm).Kunjungan ke-3 (tanggal 8-12-2006), os mengeluh bahwasudah ± 2 hari bayi tidak bergerak, usia kehamilan 20minggu, pada pemeriksaan tidak dijumpai gerakan anakmaupun DJJ.

Hasil pemeriksaan histopatologi (No.1986.pa.2006).Makroskopis, tali pusat, panjang tali pusat yang dikirim 4cm dengan diameter 0,4 cm, berwarna putih kekuningandengan 2 buah pembuluh darah. Tidak dijumpai kelainanpenyulit berupa “knotting” (“false’V’true”) maupunperdarahan pada pemeriksaan tali pusat. Insersi tali pusatpada bagian para/sentralis. Selaput janin, warna putihkekuningan, insersi pada plasenta khorealis yang totalis.Plasenta, berat 100 gram (beserta tali pusat dan selaputjanin), diameter 8 cm dengan tebal ± 3 cm. Tidak tampakkelainan pada sisi janin, sedangkan pada sisi ibu, tampakbercak keputihan pada 2/3 bagian sisi ibu. Pada potonganlamelar tampak bercak-bercak putih meliputi sebagian besarpermukaan plasenta. Juga tampak bagian sub-khorealishematoma. Mikroskopis, tali pusat, sediaan tali pusattampak adanya 2 buah pembuluh darah (1 arteri dan 1 vena)dalam batas normal, baik pembuluh darah maupunWarthon’s jelly masih dalam batas normal. Selaput janin,Sediaan terdiri dari amnion dan khorion masih dalam batasnormal. Pada khorion tampak villi khorealis yang abortif.Plasenta, pada sisi janin, tampak hematoma khorealis. Padasisi ibu, villi khorealis masih dalam batas normal. Villikhorealis di antara 2 daerah ini, tampak infark tua yang luas

serta jonjot khoreon yang flbrotik. Pada stroma, tampakperdarahan-perdarahan di antara jonjot (intervil lousbleeding). (Slide diambil dari bagian tengah dan pinggir).

Dari hasil pemeriksaan histopatologi, disimpulkansebagai plasenta muda dengan kematian janin dalamkandungan yang dapat dipastikan kematian tersebutdisebabkan oleh karena kelainan pada plasenta berupa lesiinfark yang luas. Tali pusat dengan 2 buah pembuluh darah(sering dijumpai kelainan jantung bawaan maupun kelainanginjal pada janin).

Plasenta

Anatomi NormalPlasenta normal berdiameter 15-20 cm, tebal 1,5-3 cm danberat 450-600 gram. Komponen utama berupa tali pusat,selaput (amnion dan khorion), parenkim villi dan jaringandesidua ibu.1-5

Plasenta mempunyai pembuluh darah yang banyak danmendapat suplai darah dari arteri spiralis. Konsepmorfologi dan fisiologi sirkulasi plasenta telah banyakdikemukanan. Pada tahun 1743, Willem Noorwijk seorangilmuwan Belanda mengemukan studi “early wax-injection”dalam mempelajari morfologi plasenta. Kemudian diikutioleh Langhans dan HyrtI (1870), Klein (1890) dan Bumm(1893) yang menggambarkan pembuluh darah plasentasebagai batang pohon tergantung (chorion plate) dengandibatasi oleh banyak septum. Menurut Bumm darah si ibuterdapat di ruang intervilus dan menggenangi villus dankembali melalui pembuluh vena di sepanjang basal plate danberpuncak pada septum.1-3

Kotiledon maternal dapat dilihat dari permukaan pasentasisi ibu berupa lobus-lobus iregular. Ini harus dibedakandari kotiledon fetus, yang merupakan satu unit percabanganvili plasenta dengan pembuluh darah yang berasal dari“main stem” villus mengarah ke ruang intervilus.

Gambaran tiga dimensi stem villus kotiledon fetalpertama kali dikemukakan oleh Wilkin (1954,1958, 1965).“First order stemvillus” (truncus chorii), panjangnya beberapamm-cm, terdiri dari 1 arteri dan 1 vena, bercabangmembentuk sejumlah “2nd order stemvillus” (rami chorii) yangberjalan paralel ke arah chorionic plate dalam bentuk radial.Kemudian membentuk percabangan sebanyak 20-40 “3rd

order stemvilli” berbentuk lengkungan yang mengarah kebasal plate. Percabangan ini mengelilingi suatu sumbuimajinasi median dengan sedikit melengkung ke arah luarpada bagian pertengahannya. Memberi sejumlahpercabangan berupa “minor villous stem” (ramuli chorii).Sebagian besar “3rd order” dan “minor stems” mencapai basalplate secara radial seperti “anchoring villi” membentukmahkota (“couronne d’implantation”) yang mengelilingi celahsirkular, “3rd order stems” berjalan singkat ke basal plate,kemudian melengkung ke atas dan kembali memasuki ruangintervillous, bercabang menjadi villi terminalis. Kurvatura“3rd order stemvilli” yang melengkung ke arah luar memberikotiledon gambaran khas berupa bentuk seperti drum yangdikenal sebagai “system tambour”.3

Penyebab kematian pre-natal dapat diungkapkan

bila dilakukan pemeriksaansecara sistematis baik

klinis maupun patologis,sehingga dapat dilakukan

pencegahan kejadian yangsama pada kehamilan

berikutnya. Pemeriksaanplasenta yang terbaikadalah dalam keadaan

segar yaitu segera setelahdilahirkan.

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

Gambar 1. Gambaran stem villi pada kotiledon fetus menurutWilkin (1958).3

Infark PlasentaInfark plasenta adalah suatu daerah nekrosis iskemik vili yangterlokalisasi.1-10 Infark plasenta dikenal juga dengan berbagaiterminologi, yaitu infark putih non-fibrinous, infark putih,infark merah, infark hialin, infark-D, infark-E, infark tipe-2,infark tipe-4, nekrosis iskemik villi, nekrosis putih, nekrosisplasenta, iskemik villi nodular, infark hemorhagik, kolapsruang intervillous maupun lesi villous konvergen.1

Plasenta infark bisa merupakan gambaran normal padakehamilan aterm, 25% kasus tidak menimbulkan komplikasiklinik yang bermakna. Lokasi infark bisa terdapat pada berbagaitempat dari plasenta dan akibat dari infark ini juga bervariasidari ringan hingga kematian fetus, ini tergantung pada lokasi

oklusi sirkulasi uteroplasenta maternal. Infark dapat mengancamnyawa bila terjadi pada bagian tengah plasenta dan bila terjadipada usia kehamilan trimester pertama dan kedua.1-9

EtiologiPenyebab nekrosis vili yang paling sering adalah obstruksi lokalsirkulasi utero-plasenta maternal. Adanya mikro-trombuspembuluh darah dapat menimbulkan infark plasenta. Beberapapenyakit pada ibu selama hamil yang dapat menimbulkan infarkluas pada plasenta yaitu hipertensi berat, kelainan jaringan ikatseperti lupus, rhematoid arthritis. Menurut kepustakaan, infarkplasenta ini disebabkan sirkulasi villous yang abnormal. Semuainfark diakibatkan oleh penghentian mendadak maupun perlahanpada sirkulasi khorionik fetal atau stem vessel. Banyak faktor yangdapat mempengaruhi sirkulasi ini seperti endarteritis stemvesselfetus; hiperkholesterolemia selama kehamilan dapat menyebabkanoklusi arteri plasenta fetus. Trauma yang ditimbulkan gerakanfetus terhadap pembuluh darah fetus yang tidak terlindungi padapermukaan khorion juga dapat menyebabkan ruptura, trombusmaupun emboli yang mengawali penghentian sirkulasi villousfetus secara mendadak. Sedangkan penekanan partial padaplasenta dapat menimbulkan insufisiensi uteroplasenta, danmengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (IUGF = IntraUterine Growth Retardation).1-9

Bila luas infark plasenta >30%, akan menimbulkan dampakterhadap janin berupa asfiksia neonatus, berat bayi lahir rendah hinggakematian janin dalam kandungan. Bila infark terjadi pada bagianpinggir plasenta mungkin akan menurunkan aliran darah utero-plasenta, biasanya tidak menimbulkan efek yang bermakna.9

Gambaran HistopatologiMakroskopik, lesi infark bisa terdapat pada berbagai lokasi dibagian maternal plate, baik sentral maupun marginal, namunlesi sering tidak kelihatan sebelum dilakukan pemotonganlamelar.1'9 Lesi berupa nodul, bentuk bulat, oval maupun bajidengan apeks pada permukaan maternal, ukuran lesi bervariasidari kecil hingga masif. Warna dan keadaan juga bervariasisesuai dengan tingkatan infark. Infark akut (2-3 hari) berwarnamerah dan tegas; infark sub-akut (3-5 hari) warna merah jambukecoklatan, sedangkan infark lama biasanya putih kecoklatandan berbatas lebih tegas.1-5

Mikroshopis, pada infark akut tampak ruang intervilouskolaps, vili mengalami aglutinasi, tidak tampak lapisansinsitiotrofoblas, pembuluh darah masih dijumpai walupunkadang sudah mengalami degenerasi disertai perdarahanintervilous. Infark sub-akut, memberi gambaran berupa lesidi antara lesi akut dan lama. Tampak villi nekrosis denganinti yang sudah mengalami karyorrexhis atau karyolisis, seldarah lisis berwarna kekuningan, tampak sebukan sel-selradang neutrofil pada bagian pinggir lesi nekrotik sehinggamemberi gambaran berupa lingkaran padat di sekeliling lesi.Pada “old” infark, inti dari sinsisitrofoblas maupunsitotrofoblas sudah tidak tampak lagi sehingga memberigambaran “ghost villi”. Bila ini berlanjut kadang dapat dijumpaipenimbunan kalsium pada bagian pinggir lesi dengan warnaputih keabuan, dan pada bagian sentra terjadi pencairan danmembentuk kistik.1-9

Bila luas infark plasenta>30%, akan menimbulkan

dampak terhadap janin berupaasfiksia neonatus, berat bayi

lahir rendah hinggakematian janin dalam

kandungan. Bila infark terjadipada bagian pinggir plasenta

mungkin akan menurunkanaliran darah utero-plasenta,biasanya tidak menimbulkan

efek yang bermakna.9

CHORIONIC PLATE

1st order stem

2nd order stem

3rd order stem

BASAL PLATE

Système tambour

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

Diagnosa PembandingInfark plasenta harus dibedakan terhadap hematoma yangbiasanya terjadi secara lobular, plak fibrous sub-khorionikdan penimbunan fibrin peri-villous (biasanya lesi padavena), serta intervillous laminated thrombi, khoriokarsinomaintra-plasenta (secara makroskopis mirip suatu infark).9

Tali Pusat

Anatomi NormalPanjang tali pusat 55-65 cm, dengan epitel amnion padalapisan luar yang menjadi bertingkat pada ujung fetal.Sebagian besar tali pusat terdiri dari jaringan ikat yang kayamukoid yang dikenal sebagai Warthon’s jelly. Tertanam didalamnya pembuluh darah, terdiri dari 2 arteri dan 1 vena.Arteri mempunyai 2 lapisan dinding otot, namun tidakmempunyai lamina elastik internal. Vena memiliki diameteryang besar dan dinding yang lebih tipis, terdiri dari selapistunggal otot polos sirkuler dan lamina elastik internal. Talipusat bisa melekat pada bagian tengah atau di bagianpinggir. Perlekatan pada bagian pinggir disebut plasentabattledore. Secara mikroskopik, mudah untuk membedakanarteri dengan vena pada tali pusat, namun percabanganpembuluh darah ke lempeng khorionik sulit dan tidakmungkin dapat dibedakan.4,10,11

Kelainan Pembentukan Tali PusatBeberapa kelainan dapat dijumpai pada tali pusat, yaitu talipusat yang terlalu panjang atau terlalu pendek, terbentuknyaknot maupun adanya kompresi. Kelainan bentuk ini dapat

menimbulkan masalah selama kehamilan hingga saatmelahirkan. Salah satu kelainan yang sering dijumpai danmenimbulkan masalah adalah hanya terdapat 2 pembuluhdarah pada tali pusat.4,10,11

Kelainan jumlah pembuluh darah pada tali pusat (1 arteridan 1 vena) bisa dijumpai pada 1% dari seluruh kehamilandan 5% pada kehamilan ganda. Penyebab kelainan ini masihbelum diketahui secara pasti. Pada pemeriksaan USG mungkintidak menunjukan adanya kelainan lain dari janin. Dari datapenelitian yang ada dijumpai 25% dari kasus dengan 1 arteripada tali pusat sering disertai kelainan kromosom dan/kelainan lainnya. Bila kelainan ini bersamaan dengan kelainanjantung bawaan mungkin dapat dievaluasi secara USG,sedangkan kelainan kromosom dapat ditegakkan denganmelakukan pemeriksaan amniosentesis.7,11

KesimpulanDari hasil pemeriksaan histopatologi jaringan plasenta, talipusat beserta selaput janin dari seorang wanita muda gravidapertama dengan klinis kematian janin dalam kandungan padakehamilan umur 20 minggu mengungkapkan bahwa penyebabkematian janin dalam kandungan tersebut yang dapatdipastikan oleh karena kelainan pada plasenta berupa lesiinfark yang luas yang disertai kelainan tali pusat yang terdiridari 2 buah pembuluh darah (1 buah arteri dan 1 vena).

Menurut kepustakaan, perkembangan fetus dan fungsiplasenta tergantung pada kecukupan aliran darah dalammensuplai plasenta. Gangguan asupan darah sirkulasi arterispiralis lokal yang menyebabkan infark plasenta, kadang tidakmenimbulkan efek kecuali jika sejumlah arteri spiralis pentingtertentu mengalami oklusi sehingga menimbulkan infark dantidak berfungsinya kotiledon fetal. Hasil studi Little (1960),pada infark plasenta berat sebagian besar janin lahir hidupdan sebagian mengalami kematian perinatal. Pada kelompokbayi dengan infark plasenta >10% menunjukan apgar skor yangrendah (0-5). Menurut beliau, terdapat hubungan diantarapenurunan berat badan fetus yang progresif terhadappeningkatan luasnya infark plasenta.3

Daftar Pustaka1. Fox H. Macroscopic abnormalities of the placenta. In: Pathology of

The Placenta. Vol. VII in The Series Major Problems in Pathology.

W.B.Saunders; 1978.p.95-147

2. Benirschke K, Kaufmann P. Infarcts. In: Pathology of the Human

Placenta. 2nd

Ed. Springerverlag:New York; 1990.p.507-11

3. Wallenberg HCS. Infarcts in the human placenta. In: On the Morphology

and Pathogenesis of Placenta Infarcts; 1971

4. Rosai J. Pregnancy, trophoblastic disease and placenta. In: Rosai

and Ackerman’s Surgical Pathology. 9th

Ed. Volume 2. Mosby:Elsevier;

2004.p.1737-61

5. Netter FH. Reproductive system. In: The Ciba Collection of Medical

Illustration. Volume 2. 7th

Printing; 1984.p.238-9

6. Wibisono AH, et al. Penilaian insufisiensi plasenta dinilai segi patologi

anatomik.

7. Govan ADT. Placenta functions. In: Obstetrics Illustrated. 2nd

Ed.

Edinburgh:Churchill; 1974.p.17-8

8. Yetter JF. Examination of the placenta. Available from:http://

www.aafp.org/afp/980301ap/yetter.html – 64k

9. Placenta. Available from: http://www.pathologyoutl ines.com/

placenta.html

10. Labor and delivery. Available from: http://www.pathologyoutlines.com/

placenta.html

11. Umbilical cord abnormalities. Available from: http://

www.marchofdimes.com/professionals/681_4546.asp

Beberapa kelainan dapatdijumpai pada tali pusat, yaitu

tali pusat yang terlalupanjang atau terlalu pendek,terbentuknya knot maupunadanya kompresi. Kelainan

bentuk ini dapat menimbulkanmasalah selama kehamilan

hingga saat melahirkan. Salahsatu kelainan yang sering

dijumpai dan menimbulkanmasalah adalah hanya

terdapat 2 pembuluh darahpada tali pusat.4,10,11

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Tinjauan Klinis PenangananOligihidramnion di Bagian Obstetridan Ginekologi RSUP Sanglah BaliTahun 2004 - 2006Harry K Gondo, IN Hariyasa SanjayaSatuan Medis Fungsional Obstetri & GinekologiRSUP Sanglah/Fakultas Kedokteran UdayanaDenpasar, Bali

Abstrak. Oligohidramnion pada kehamilan merupakan suatu keadaan klinis yang dapat menimbulkanberbagai komplikasi pada saat kelahiran, terutama pada janin. Penanganan oligohidramnion pada kehamilanaterm, cenderung untuk segera diterminasi dengan maksud menghindari keadaan gawat janin yangditimbulkan oleh tekanan pada tali pusat. Belum semua menyebutkan cara yang terbaik untuk terminasipada kasus oligohidramnion, baik dengan per vaginam atau operasi seksio saeserea (SC).Di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, terminasi kasus oligohidramnion masih dicoba per vaginamdengan pengawasan intrapartum yang ketat terhadap denyut jantung janin, tetapi terminasi kasusoligohidramnion dengan operasi SC mencapai 60,4%. Angka kejadian SC ini dapat dikurangi dengan terapiintervensi amnioinfusion saat persalinan.Angka terminasi SC pada kasus oligohidramnion di RSUP Sanglah Denpasar Bali untuk periode tahun 2004-2006 sebesar 60,4%, sedangkan bayi pada kasus oligohidramion yang lahir dengan asphyxia berat 2,01%dan asphyxia sedang 4,02%. Ini menunjukkan terapi amnioinfusion pada saat persalinan masih

memungkinkan, dan bahkan diharapkan dapat menurunkan angka SC bila diberikan secara tepat.

PendahuluanMembran bayi meliputi amnion dan korion. Abnormalitasintrinsik yang paling sering terjadi secara klinis tampak sebagaicairan amnion yang berlebihan atau terlalu sedikit(polyhidramnion dan oligohidramnion). Cairan amniondiproduksi oleh sel amnion, difusi tali pusat, kulit janin padaawal kehamilan dan kemudian setelah janin berkembang akandihasilkan dari urin dan cairan paru. Amnion tidakmempunyai vaskularisasi dan berfungsi sebagai tamengterhadap trauma. Amnion juga resisten terhadap penetrasileukosit, mikroorganisme, dan sel neoplasma. Di dalam cairanamnion terdapat prostaglandin, endothelin-1, di samping:prolaktin, EGF, PTH-rp, IL-6, IL-8. Platelet Activation Factor(PAF) terdapat di dalam amnion dan meningkat pada waktupartus, sebagaimana diketahui PAF merupakan uterotonin danmeningkatkan Ca pada miometrium. PAF sendiri di produksi

oleh PMN.Pada akhir kehamilan di mana kepala menurun, ruang

amnion terbagi dua: kantong depan (di depan presentasi) danruang atas. Di dalam kantong depan dihasilkan banyakprostaglandin.

Peranan cairan amnion adalah:1. Memungkinkan janin bergerak dan perkembangan sistem

otot-rangka2. Membantu perkembangan traktus digestivus3. Cairan dan makanan janin4. Memberikan tekanan sehingga mencegah kehilangan cairan

paru, penting untuk perkembangan paru.5. Melindungi janin dari trauma6. Mencegah kompresi tali pusat7. Menjaga suhu janin8. Sebagai bakteriostatik mencegah infeksi

TINJAUAN PUSTAKA

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

Volume Cairan AmnionSecara normal volume cairan amnion meningkat sekitar 1 ldalam 36 minggu dan selanjutnya berkurang hingga hanyatersisa 100-200 ml pada postterm (table 1). Penurunan volumecairan amnion disebut dengan oligohidramnion. Kadang-kadang cairan amnion berlebihan dengan volume lebih dari2 l disebut sebagai hidramnion. Keadaan ini juga seringdisebut polyhydramion. Kadang-kadang uterus berisi cairandengan volume yang tidak normal, pernah dilaporkansampai sebanyak 15 l. Pada hidramnion akut, uterus tampakmembesar dengan cepat dalam beberapa hari.

Pengukuran Cairan AmnionPada dekade lampau, sejumlah metode ultrasonografi telahdigunakan untuk mengukur jumlah cairan amnion. Phelandkk. (1987) menggambarkan utilitas klinik menggunakanindeks cairan amnion yang dihitung dengan menambahkanpanjang vertikal dari kantong terbesar keempat kuadranuterus. Berdasarkan perhitungan tersebut, hidramnion yangbermakna dijelaskan dengan suatu indeks yang lebih besardari 24 cm. Magan dkk. (2000) melakukan studi cross-sectional tentang perubahan longitudinal dalam indekscairan amnion pada kehamilan normal. Porter dkk. (1996)dan Hill dkk. (2000) telah mendapatkan nilai normal untukkehamilan kembar.

Pada studi oleh Chouhan (1997) dan Magann (2003,2004)menyatakan buruknya korelasi volume cairan amnion yangditemukan dengan indeks cairan amnion, metode kantongcairan amnion dengan diameter ganda, dan metode kantongcairan tunggal yang terdalam. Magan dkk (2001) mengevaluasiwarna tambahan pada pencitraan Doppler dan menemukanbahwa penggunaannya bersamaan dengan pengukuranindeks cairan amnion menyebabkan overdiagnosisoligohidramnion. Peedycayil dkk. (1994) menekankanbahwa nilai batas harus diulangi sebelum intervensidiberikan. Morris dkk. (2003) mempelajari 1.584 wanitadengan kehamilan aterm ditemukan bahwa indeks cairanamnion lebih baik dibandingkan dengan metode kantongtunggal terdalam, tetapi mempunyai sensitivitas yang burukterhadap hasil kehamilan yang buruk. Magan dkk. (2003,2004) juga menemukan volume cairan amnion tidakprediktif pada intrapartum dan neonatus.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi indekscairan amnion. Sebagai contoh Yancey dan Richard (1994)melaporkan bahwa tingginya altitude (6000ft) dihubungkandengan suatu peningkatan indeks. Magnan dkk (2003), Dekadan Malhotra (2001), Bush dkk. (1996), Kilpatrick dan Safford(1993) menunjukkan bahwa hidrasi maternal meningkatkanindeks. Efek ini diamati dalam 24 jam (Malhotra & Deka, 2004),sedangkan pembatasan cairan atau dehidrasi bisa dibawahindeks. Ross dkk. (1996) memberikan vasopressin 1-deamino [8-D-arginine] (DDAVP) pada wanita dengan oligohidramnion. Halini menyebabkan hiperosmolalitas serum maternal (285-265mosm/kg) dihubungkan dengan peningkatan indeks cairanamnion dari setinggi 8 cm selama 8 jam.

Tabel 1. Volume cairan amnion yang khas

Sumber: Quenan (1991)

OligohidramnionJarang pada beberapa kasus, volume cairan amnion dapatturun jauh di bawah nilai normal dan berkurang hanyabeberapa milimeter. Pada umumnya, oligohidramnionjarang yang berkembang pada awal kehamilan dan jika initerjadi menandakan prognosis yang buruk. Sebaliknya,pengurangan volume cairan mungkin dijumpai padakehamilan lewat waktu. Marks dan Divon (1992)menemukan oligohidramnion yang didefinisikan denganindeks cairan amnion 5 cm atau kurang-pada 12% dari 511kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih.Pada 121 wanita yang diteliti secara longitudinal, terdapatpenurunan indeks amnion rata-rata 25% setiap minggu padausia kehamilan di atas 41 minggu. Gagnon dkk. (2002)menemukan bahwa insufisiensi plasenta kronis yang beratmenyebabkan pengurangan volume cairan amnion yangtidak disebabkan karena pengurangan produksi urine fetus.Resiko kompresi tali pusat, yang pada akibatnyamengakibatkan fetal distress , meningkat denganberkurangnya cairan selama persalinan, terutama padakehamilan postterm (Grubb dan Paul,1992; Leveno dkk,1984).

Oligohidramnion Onset DiniBeberapa kondisi telah dikaitkan dengan berkurangnyacairan amnion. Oligohidramnion hampir selalu merupakanbukti ketika terjadi obstruksi saluran kencing fetus atauagenesis renal. Maka dari itu, anuria hampir selalu memilikiperanan secara etiologi pada kasus-kasus yang demikian.Kebocoran kronis dari defek yang terdapat pada membranfetus akan menurunkan volume cairan secara cukup besar,namun sebagian besar diikuti dengan terjadinya persalinan.Paparan terhadap angiotensin converting enzim inhibitordikaitkan dengan terjadinya hidramnion. Dimanapun dari15%-25% kasus, dikaitkan dengan kelainan fetus sepertiyang ditampilkan dalam tabel 2. Pryde dkk. (2000) hanyamampu memvisualisasikan struktur fetus pada 50% dariwanita-wanita yang dirujuk untuk menjalani pemeriksaanultrasonik pada pertengahan trimester oligohidramnion.Mereka menjalani infus amnion, baru kemudian dapatdivisualisasikan 77% dari struktur pencitraan yang rutindikerjakan. Identifikasi kelainan yang berkaitan meningkatdari 12% menjadi 31% fetus.

Tabel 2. Keadaan yang dikaitkan dengan oligohidramnion

Sumber: Peipert dan Donnenfeld (1991)

Fetus MaternalKelainan kromosom Insufisiensi uteroplasentalKelainan kongenital HipertensiHambatan pertumbuhan PreeklamsiaKematian DiabetesKehamilan postterm Obat-obatanRuptur membran Prostaglandin synthase inhibitor

Plasenta Angiotensin converting enzim inhibitorAbruptio IdiopatikTwin to twin transfusion

16 100 100 200 5028 1.000 200 1.000 4536 2.500 400 900 2440 3.300 500 800 17

Usia Kehamilan (minggu)

Berat Fetus (gram)

Berat Plasenta (gram)

Cairan Amnion (ml)

Persen Cairan (%)

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

PrognosisHasil yang buruk akan dijumpai pada fetus dengan riwayatoligohidramnion onset dini. Shenker dkk. (1991) menjabarkandari 80 kehamilan dan hanya setengah dari jumlah fetustersebut yang dapat bertahan hidup. Mercer dan Brown (1986)menjelaskan 34 kehamilan trimester pertengahan terkomplikasidengan oligohidramnion yang didiagnosis dengan USGdengan tidak adanya kantong cairan amnion yang lebih besardari 1 cm. Sembilan fetus (seperempat) mengalami kelainan,dan 10 dari 25 fetus yang secara fenotip normal mengalamiabortus spontaneus atau lahir mati karena hipertensi berat yangdialami ibunya, hambatan pertumbuhan fetus, atau abruptioplasenta. Dari 14 bayi yang lahir hidup, 8 adalah preterm dan 7meninggal. Enam bayi yang dilahirkan aterm juga mengalamihal yang sama. Garmel dkk. (1997) mengamati pertumbuhanfetus berkaitan dengan oligohidramnion yang telah adasebelumnya sampai usia kehamilan 37 minggu, di mana fetusakan mengalami peningkatan 3 kali lipat untuk mengalamilahir preterm namun tidak mengalami hambatan pertumbuhanselanjutnya atau kematian.

Newbould dkk. (1994) menjelaskan penemuan otopsi pada89 bayi dengan oligohidramnion atau Potter syndrome. Hanya3% yang memiliki saluran ginjal yang normal; 34% mengalamiagenesis renal; 34% mengalami bilateral cystic dysplasia; 9% denganagenesis unilateral dengan dysplasia; dan 10% dengan kelainan minorurinary.

Sebaliknya bayi normal kemungkinan akan mengalami akibatdari kurangnya cairan amnion onset dini yang berat. Perlekatanantara amnion akan menjebak bagian fetus dan menyebabkandeformitas yang serius, termasuk amputasi. Lebih daripada itu,akan terjadi penekanan dari semua arah, deformitasmuskuloskeletal seperti clubfoot sangat sering dijumpai.

Tabel 3. Kelainan kongenital yang dikaitkan denganoligohidramnion

Sumber: McCurdy dan Seeds (1993) dan Peipert dan Donnenfeld (1991)

Hipoplasia ParuInsiden hipoplasia paru pada saat lahir berkisar antara 1,1-1,4per 1.000 bayi (Moessinger dkk.,1989). Ketika cairan amnionmulai bau, hipoplasia paru, Winn dkk. (2000) mengadakanpenelitian kohort prospektif pada 163 kasus denganoligohidramnion yang diikuti dengan ruptur membran dinipada usia kehamilan 15-28 minggu. Hampir 13% fetusmengalami hipoplasia paru. Komplikasi ini lebih seringdijumpai seiring dengan usia kehamilan di mana terjadinyaruptur membran semakin muda. Kilbride dkk. (1996)mempelajari 115 wanita dengan ruptur membran prematursebelum usia kehamilan 29 minggu. Pada akhirnya terdapat

Amniotic Band Syndrome

Kelainan kromosom: triploidy, trisomi 18, sindrom TurnerCloacal dysgenesisCystic hygromaHernia diafragmatika

Hipotiroidism

Twin reversed arterial perfusion (TRAP) sequenceTwin to twin transfusion

Jantung-Tetralogi Fallot, Septal defectsSistem saraf pusat-holoprosencephaly, meningocel, encephalocel, microcephaly

Genitourinarius-agenesis renal, displasia renal, obstruksi uretra, exstrophy kandung kemih, sindrom Meckel-Gruber, obstruksi uteropelvic junction, sindrom Prune-Belly

Skeletal-sirenomelia, agenesis sakral, absent radius, facial clefting

VACTERL (vertebral, anal, cardiac, tracheo-osophageal, renal, limb) association

kasus 7 lahir mati dan 40 kematian neonatus dengan kematianperinatal 409 per 1.000. Resiko dari hipoplasia paru yangbersifat letal adalah 20%. Hasil yang merugikan lebih seringdijumpai pada ruptur membran dini termasuk yang melewati14 hari.

Menurut Fox dan Badalian (1994) dan Lauria dkk. (1995),terdapat 3 kemungkinan yang diperhitungkan sebagaipenyebab hipoplasia paru. Pertama, kompresi dada akanmencegah pembesaran dinding dada dan dan ekspansi paru.Kedua, kurangnya pergerakan nafas bayi menyebabkan aliranparu menurun. Ketiga, yang merupakan model yang lebih luasyang diterima di mana model ini melibatkan cairan amnionintrapulmoner atau peningkatan aliran dengan gangguanpertumbuhan dan perkembangan paru. Albuquerque dkk.(2002) menemukan hubungan antara oligohidramnion danflexi spinal pada fetus dalam timbulnya hipoplasia paru.

Volume cairan amnion cukup besar seperti yangdikemukakan oleh Duenhoelter dan Pritchard (1976) yangdapat dihirup oleh fetus normal memiliki peranan untukekspansi paru, dan pada gilirannya, untuk perkembanganparu. Fisk dkk. (1992), bagaimanapun juga, menyimpulkanbahwa kegagalan pernafasan fetus tidak menyebabkanhipoplasia paru dengan oligohidramnion. Dalam suatueksperimen yang unik, McNamara dkk. (1995) menjelaskanpenemuannya bahwa pada kembar monoamniotik dengankelainan ginjal. Membuktikan bahwa volume cairan amnionyang normal pada fetus dengan obstruksi renal akan tetapmemiliki perkembangan paru yang normal.

Oligohidramnion Kehamilan LanjutVolume cairan amnion berkurang setelah kehamilan 35minggu. Manajemen dari oligohidramnion pada kehamilanlanjut tergantung pada keadaan klinis. Evaluasi terhadapkelainan fetus dan gangguan pertumbuhan adalah sangatpenting. Pada kehamilan yang terkomplikasi denganoligohidramnion dan gangguan pertumbuhan fetus, observasiketat terhadap pertumbuhan fetus sangat penting karenaberkaitan dengan morbiditas, dan melahirkan bayi merupakanrekomendasi dengan indikasi pada bayi atau ibunya.Walaupun usia kehamilan merupakan pertimbangan padakeputusan ini, namun bukti-bukti pengendalian pada faktoribu atau bayi umumnya akan mengatasi peluang terjadinyakomplikasi dari kelahiran preterm.

Oz dkk. (2002) menyelidiki penyebab dari kejadianoligohidramnion pada kehamilan postterm. Merekamenemukan reduksi kecepatan diastolik akhir pada arterirenal, yang diperkirakan peningkatan hambatan arterimerupakan faktor penting. Dengan menggunakan indekscairan amnion yang kurang dari 5 cm, Casey dkk. (2000)menemukan insiden oligohidramnion 2,3% pada lebih dari6.400 kehamilan yang menjalani pemeriksaan sonographysetelah usia kehamilan 34 minggu di Parkland Hospital.Mereka memastikan pengamatan sebelumnya bahwapenemuan ini berkaitan dengan peningkatan resiko burukperinatal (tabel 4). Sebaliknya, dengan menggunakan databasepercobaan RADIUS, Zhang dkk. (2004) melaporkan bahwaoligohidramnion pada derajat ini tidak dikaitkan dengan efekburuk perinatal. Magann dkk. (1999) tidak menemukan

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

hubungan bahwa oligohidramnion meningkatkan resikokomplikasi antepartum.

Chauhan dkk (1999) melakukan metaanalisis dari 18 penelitianyang membandingkan 10.500 kehamilan dimana indeks cairanamnion intrapartum kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengankontrol yang memiliki indeks lebih dari 5 cm, wanita denganoligohidramnion memiliki peningkatan yang bermakna, 2,2 kalilipat, akan resiko melahirkan dengan seksio sesaria atas indikasifetal distress dan 5,2 kali lipat peningkatan resiko untuk nilaiAPGAR menit ke-5 kurang dari 7.

Kompresi tulang belakang selama persalinan seringdijumpai pada oligohidramnion. Sarno dkk. (1989, 1999)melaporkan bahwa indeks 5 atau kurang seringkali dikaitkandengan peningkatan resiko sebesar 5 kali lipat untuk menjalanipersalinan secara seksio sesaria. Baron dkk. (1995) melaporkanpeningkatan sebesar 50% pada variabel deselerasi selamapersalinan dan peningkatan 7 kali lipat untuk menjalanipersalinan dengan seksio sesaria pada wanita-wanita tersebut.Sangat berbeda dengan Casey dkk. (2000) yang menunjukkanpeningkatan 25% pada denyut jantung janin yang tidak beraturanpada wanita dengan oligohidramnion ketika dibandingkandengan kontrol. Lebih daripada itu, angka seksio pada kehamilandengan temuan seperti ini meningkat hanya 3-5%.

Divon dkk. (1995) mempelajari 638 wanita dengankehamilan postterm pada proses persalinannya dan mengamatihanya yang indeks cairan amnionnya 5 cm atau kurang atauyang memiliki denyut jantung janin yang mengalami deselerasidan mekonium. Menariknya, Chauhan dkk. (1995)menunjukkan bahwa pengurangan indeks cairan amnionmeningkatkan resiko kelahiran dengan seksio hanya pada wanitayang penolong persalinannya menyadari akan temuan ini.

AmnioninfusiAmnioinfusi merupakan suatu prosedur melakukan infusilarutan NaCl fisiologis atau Ringer laktat ke dalam kavum uteriuntuk menambah volume cairan amnion. Tindakan inidilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibatberkurangnya volume cairan amnion, seperti deselearasivariabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalampersalinan. Tindakan amnioinfusi cukup efektif, aman, mudahdikerjakan, dan biayanya murah.

Pada tahun 1976, Gabbe dkk. pertama kali melaporkantindakan amnio infusi pada kera rhesus yang hamil. Dalampercobaannya, janin kera memperlihatkan gambaran deselerasivariabel menyusul pengeluaran cairan amnion dari kavumuteri; dan gambaran deselerasi variabel menghilang setelahkavum uteri diisi kembali dengan cairan. Penelitian padamanusia baru dilaporkan pada tahun 1983 oleh Miyazaki danTaylor, yang menyatakan bahwa tindakan amnio-infusi dapatmenghilangkan gambaran deselerasi variabel yang timbulakibat oligohidramnion.1. Deselerasi variabel

Deselerasi variabel merupakan perubahan periodik denyutjantung janin yang paling sering dijumpai selamapersalinan. Perubahan denyut jantung janin tersebut terjadisebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah didalam tali pusat.Deselerasi variabel merupakan refleks vagal yang

disebabkam oleh kompresi tali pusat yang terjadi akibatlilitan tali pusat di leher janin, terjepitnya tali pusat olehbagian ekstremitas janin, atau tali pusat yang terjepit diantara badan janin dan dinding uterus.Gambaran spesifik dari deselerasi variabel berupapenurunan denyut jantung janin, akibat kontraksi, yanggambarannya bervariasi dalam hal bentuk maupunhubungan saat terjadinya deselerasi dengan kontraksiuterus.Berdasarkan besar dan lamanya penurunan denyut jantungjanin, yang terjadi, maka deselerasi variabel dibedakan atas3 jenis, yaitu :1. Deselerasi variabel derajat ringan, bila penurunan

denyut jantung janin, mencapai 80 dpm., dan lamanyakurang dari 30 detik.

2. Deselerasi variabel derajat sedang, bila penurunandenyut jantung janin, mencapai 70-80 dpm., danlamanya antara 30-60 detik.

3. Deselerasi variabel derajat berat, bila penurunan denyutjantung janin, sampai di bawah 70 dpm., dan lamanyalebih dari 60 detik.

Di samping itu dikenal juga pembagian deselerasi variabelberdasarkan gambaran yang sifatnya tidak membahayakan(benign) dan yang membahayakan janin (ominous). Tandadeselerasi variabel yang tidak membahayakan janin:1. Deselerasi timbul dan menghilang dengan cepat.2. Variabilitas denyut jantung janin, normal.3. Terdapat “bahu” deselerasi (akselerasi pradeselerasi

dan akselerasi pasca-deselerasi).Tanda-tanda deselerasi variabel yang membahayakan janin:1. Timbulnya deselerasi lebih lambat dari saat terjadinya

kontraksi.2. Menghilangnya deselerasi berlangsung lambat.3. Variabilitas denyut jantung janin, abnormal (berkurang

atau melebihi variabilitas denyut jantung janin normal).4. Takikardia.5. Tidak terdapat “bahu” deselerasi.6. Deselerasi semakin bertambah berat.Deselerasi variabel yang ringan dan tidak berulang biasanyatidak membahayakan janin. Tetapi selama masa persalinan,mungkin saja deselerasi variabel yang semula ringan akanmenjadi berat.Bila aliran darah di dalam tali pusat berkurang cukup banyak,akan terjadi deselerasi variabel derajat sedang atau berat, ataudeselerasi variabel dengan tanda-tanda berbahaya.Gambaran frekuensi denyut jantung janin, basal dan ada-tidaknya akselerasi harus diperhatikan dalam penanganandeselerasi variabel. Bila frekuensi dan variabilitas denyutjantung janin, tetap baik dan stabil, atau hanya berubahsedikit, maka penanganan dilakukan secara konservartif,misalnya dengan merubah posisi ibu dan pemberianoksigen untuk menghilangkan kompresi pada tali pusat danmemperbaiki oksigenasi janin. Bila tindakan tersebut tidakmenghilangkan deselerasi variabel, maka perlu dilakukanamnioinfusi untuk mengurangi tindakan operatif.Pada keadaan deselerasi variabel yang berat dan menetap,keadaan janin akan semakin memburuk. Bila keadaan initidak dapat dikoreksi, maka tindakan pengakhiran

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 107

persalinan harus segera dilakukan.Amnioinfusi cukup efektif dalam mencegah ataumemperbaiki deselerasi variabel. Manfaatnya yang palingmenonjol adalah dalam menurunkan angka tindakan seksiosesarea yang dilakukan atas indikasi gambaran denyut jantungjanin, yang membahayakan janin. Amnioinfusi juga dapatmenurunkan angka persalinan per vaginam dengan tindakan(ekstraksi cunam atau vakum), mengurangi kejadian nilaiApgar rendah, dan mengurangi kejadian endometritis.

2. Mekonium yang kental dalam cairan amnionDikeluarkannya mekonium ke dalam cairan amnion akanmenimbulkan risiko sindroma aspirasi mekonium.Sindroma aspirasi mekonium terjadi pada sekitar 1.8-18 %bayi yang dilahirkan dengan amnion bercampurmekonium. Angka mordibitas dan mortalitas perinatalakan meningkat. Sekitar 2 % dari total kematian perinataldisebabkan oleh sindroma aspirasi mekonium.Aspirasi mekonium umumnya terjadi intrauterin, meskipuinmungkin juga terjadi pada waktu bayi dilahirkan dan bernafaspertama kali. Pada keadaan oligohidramnion dan kompresitali pusat, aspirasi mekonium terjadi akibat hipoksia danhiperkapnia pada janin. Keadaan ini akan merangsang janinmelakukan gerakan bafas (gasping).Resiko aspirasi mekonium cukup tinggi pada janin denganmekonium yang kental, terutama bila janin mengalami hipoksia.Mekonium yang encer tidak menyebabkan terjadinya sindromaaspirasi mekonium dan tidak menambah mortalitas perinatal.Upaya untuk mengencerkan mekonium yang kental akanmengurangi kejadian sindroma aspirasi mekonium.Mekonium yang kental biasanya terjadi pada keadaanoligohidramnion, oleh karena mekonium tidak diencerkanoleh cairan amnion. Secara teoritis, amnioinfusi akanmenambah volume cairan amnion yang sedikit, melindungitali pusat dari kompresi, dan mengencerkan sertamengeluarkan mekonium yang terhisap oleh janinmengalami hipoksia atau asfiksia.Banyak penelitian membuktikan bahwa amnioinfusi dapatmengurangi kekentalan mekonium melarutkan mekoniumyang melekat di bagian bawah pita suara, mengurangikejadian sindroma aspirasi mekonium, dan mengurangipenggunaan alat ventilasi pada neonatus.

Teknik AmnioinfusiAmnioinfusi dapat dilakukan dengan cara transbdominal atautransservikal (transvaginal). Pada cara transabdominal,amnioinfusi dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi(USG). Cairan NaCl fisiologis atau Ringer laktat dimasukkanmelalui jarum spinal yang ditusukkan ke dalam kantungamnion yang terlihat dengan ultrasonografi. Pada caratransservikal, cairan dimasukkan melalui kateter yangdipasang ke dalam kavum uteri melalui serviks uteri.Selama tindakan amnioinfusi, denyut jantung janin dimonitorterus dengan alat kardiotokografi (KTG) untuk melihatperubahan pada denyut jantung janin.

Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCI atauRinger laktat selama 20-30 menit. Kemudian dilanjutkandengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesaninfusi disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG.

Apabila deselerasi variabel menghilang, infusi dilanjutkansampai 250 ml, kemudian tindakan dihentikan, kecuali biladeselerasi variabel timbul kembali. Jumlah maksimal cairanyang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah 800-1000 ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkandeselerasi variabel, maka tindakan dianggap gagal.

Selama amnioinfusi dilakukan monitoring denyut jantungjanin, dan tonus uterus. Bila tonus meningkat, infusi dihentikansementara sampai tonus versi luar pada presentasi bokong,kembali normal dalam waktu 5 menit. Bila tonus uterus terusmeningkat sampai 15-30 mm/Hg di atas tonus basal, makatindakan harus dihentikan.

Selama tindakan amnioinfusi seringkali terjadi kebocorancairan dari kavum uteri.

KontraindikasiTerdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusi,antara lain :1. Amnionitis2. Polihidramnion3. Uterus hipertonik4. Kehamilan kembar5. Kelainan kongenital janin6. Kelainan uterus7. Gawat janin yang berat8. Malpresentasi janin9. pH darah janin ≤ 7, 2010. Plasenta previa atau solusi plasenta.

KomplikasiMeskipun amnioinfusi cukup mudah dan aman dilakukan, beberapakomplikasi mungkin terjadi selama tindakan, antara lain:1. Prolapsus tali pusat2. Ruptura pada jaringan parut bekas seksio sesarea3. Polihidramnion iatrogenik4. Emboli cairan amnion5. Febris intrapartum

Tabel 4. Hasil kehamilan (dalam persen) dari 147 wanitadengan oligohidramnion pada usia kehamilan 34 minggu

AFI=amniotic fluid index (indeks cairan amnion); FHR=fetal heart rate

pattern (pola denyut jantung janin); ICU=intensive care unit. aAFI<5,0cm. Sumber: Casey dkk (2000)

Evidence Based Oligohidramnion di RSUPSanglah pada Tahun 2004 – 2006Untuk hasil atau data pengamatan klinis kasusoligohidramnion di SMF Obsgin RSUP Sanglah tahun 2004sampai 2006, dapat dilihat pada tabel 5, tabel data klinis carakelahiran.

Dalam menegakkan diagnosa oligohidramnion di SMF

Faktor P

Induksi persalinan 42 18 <0,00148 39 <0,03

Seksio untuk FHR 5 3 0,18Lahir mati 14/1.000 3/1.000 <0,03ICU neonatus 7 2 0,001Aspirasi mekonium 1 0,1 <0,001Kematian neonatal 5 0,3 <0,001Hambatan pertumbuhan 24 9 <0,001Malformasi 10 2,5 <0,001

Oligohidramniona (N=147)

AFI Normal (N=6,276)

Nonreassuring FHR

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Amebic Colitis dengan GejalaDarah Menetes dari DuburHadi WandonoRSU Haji Surabaya

Abstrak. Amebiasis adalah infeksi oleh Entamoeba histolytica dan sering didapatkan di daerah tropis dansubtropis, disertai sosio ekonomi rendah.Amebic colitis terjadi oleh karena penetrasi trofozoit-trofozoit ke dalam dinding mukosa usus-usus. Invasike dalam dinding usus dengan cara merusak epitel sel, neutrofil dan limfosit. Amebic colitis didahuluidengan keluhan mencret, nyeri perut sebelah kanan, nafsu makan menurun, panas, mual, berat badan dankondisi badan menurun disertai berak campur darah dan lendir.4,5

Pada tulisan ini dilaporkan 1 buah kasus yang terjadi pada seorang pria berusia 40 tahun dengan keluhan daridubur keluar darah yang menetes dan mancur.

PendahuluanAmebiasis adalah infeksi oleh Entamoeba histolytica dansering didapatkan d daerah tropis dan subtropis, disertaisosio ekonomi rendah.

Entamoeba histolytica meliputi bentuk trofozoit dan kista.Bentuk trofozoit bersifat invasive sedangkan bentuk kistabersifat infektif.

Manusia terinfeksi j ika tertelannya makanan danminuman yang terkontaminasi kista ameba, sampai didaerah kolon kista tersebut keluar bentuk trofozoit-trofozoit.

Amebic colitis terjadi oleh karena penetrasi trofozoit-trofozoit ke dalam dinding mukosa usus-usus. Invasi kedalam dinding usus dengan cara merusak sel epitel, neutrofildan limfosit. Amebic colitis didahului dengan keluhanmencret, nyeri perut sebelah kanan, nafsu makan menurun,panas, mual, berat badan dan kondisi badan menurundisertai berak campur darah dan lendir.4, 5

Berikut ini dilaporkan 1 buah kasus yang terjadi padaseorang pria berusia 40 tahun dengan keluhan dari duburkeluar darah yang menetes dan mancur.

KasusSeorang penderita Tn. K usia 40 tahun, Jawa, Islam,karyawan, datang berobat ke rumah sakit haji SurabayaIndonesia. Pada bulan Juli 2006 dengan keluhan dari duburkeluar darah warna merah menetes kadang-kadang mancursejak 10 bulan sebelumnya. Keluhan yang didapat keluardarah dari dubur berwarna merah, sedangkan nyeri perut,nyeri di belakang dubur, panas dan berak campur lendir

tidak didapatkan. Penderita berobat di rumah sakit swastaSurabaya tetapi tidak ada perbaikan sejak 10 bulansebelumnya.

Pemeriksaan FisikTampak penderita dengan kesadaran kompos mentis, gizibaik, tidak ikterus, tampak anemis, tidak sesak maupunsianotik. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit,teratur, isi cukup. Suhu ketiak 36,5oC dan pernafasan 20 x/menit.

Amebic colitis didahuluidengan keluhan mencret,

nyeri perut sebelah kanan,nafsu makan menurun,

panas, mual, berat badandan kondisi badan menurun

disertai berak campurdarah dan lendir.4, 5

LAPORAN KASUS

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

Kepala: ikterus tidak didapatkan, konjungtiva agak anemis.Leher: tidak didapatkan pembesaran kelenjar tiroid dantidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening.Pemeriksaan dada, jantung dan paru-paru tidak didapatkankelainan.Pemeriksaan perut: tidak didapatkan kelainan, hati danlimpa tidak teraba.Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah tidak didapatkanpembesaran kelenjar.Refleks fisiologis normal dan tidak didapatkan reflekspatologis.Pemeriksaan genitalia pria dalam batas normal.

Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan darah lengkap tanggal 30 Juli 2006;Hb 11,6 g/dl, eritrosit 5,57 juta/ul, hematokrit 34,9%,MCV 74,2 fr, MCH 24,8 pg, MCHC 33,4%, RDW 14,3%,Leukosit 9.500/mm3.

Hitung jenis -/-/1/89/6/4, trombosit 419.000/ul, LED 47-92mm/jam, Bleeding time 1,5 menit, cloting time 9 menit, PPT 13,0 C12,0 detik, APTT 29,8 C 34,5 detik, Na 151 mmol/l, kalsium 4,23mmol/l, calcium 2,31 mmol/l, clot retraction + 1 jam.

Pemeriksaan ultrasonografi abdomen (Juli 2006) dalambatas normal.

Pemeriksaan colonoscopy (Juli 2006) didapatkan, ulkussigmoid ulkus berdarah, kolon ascenden dan sekumdidapatkan ulkus berdarah dengan ditengah ulkus tampakdaerah nekrotik dan dilakukan biopsi pada daerah ulkusyang nekrotik.

.

Hasil pemeriksaan patologi anatomi didapatkan trofozoit-trofozoit.

Diagnosis: amebic colitisPengobatan: metronidazole 3x500 mg selama 10 hari danroboransia. Perdarahan berhenti setelah 5 hari pengobatan.

PembahasanPenderita amebic colitis didahului dengan tertelannya/infeksiprotozoa Entamoeba histolytica melalui makanan, sayurandan minuman. Entamoeba histolytica terutama bentuk kista,sebab bentuk kista tahan terhadap asam lambung, sampaididaerah kolon bentuk kista tersebut keluar trofozoit-trofozoit. Di dalam usus ileum dengan bantuan enzim tripsinbentuk kista mengeluarkan trofozoit-trofozoit kemudianmerusak dinding kolon sehingga terbentuk kavitas yangterdiri dari mucus, debris dan trofozoit. Proses tersebutmerangsang kolon dan terjadi diarre. Trofozoit keluarbersama feses tercampur mucous dan sel darah merah. Kistayang keluar menempel pasir, rumput, sayuran dan buah-buahan. Kista dapat menyebar ke organ lain melaluipembuluh darah, menyebar ke hati, paru, otak atau limpa.

Amebiasis sering dijumpai di negara tropis, negaramiskin di mana sanitasi tidak bagus. Penyebaran ke hati (5-10%), abses paru (1-2%) dan ke otak (<1%). Amebiasis lebihbanyak menyerang usia dewasa muda dari pada usia tuaatau anak-anak.4,5

Komplikasi intestinal amebiasis meliputi:3-5

1. Dehidrasi berat, hipovolemik dan electrolyte imbalance.2. Perdarahan akut pada usus dan anemia.3. Toxic dilatation dari kolon (toxic megakolon)4. Perforasi dan peritonitis.5. Ameboma.

Infeksi protozoa dengan Entamoeba histolytica terutamaberpengaruh terhadap perubahan buang air besar. Beberapabagian dari kolon akan terkena dan biasanya secara segmen-

Amebiasis seringdijumpai di negara tropis,

negara miskin di manasanitasi tidak bagus.

Penyebaran ke hati (5-10%), abses paru (1-

2%) dan ke otak(<1%). Amebiasis lebihbanyak menyerang usiadewasa muda daripada

usia tua atau anak-anak.4,5

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

tal. Pada umumnya di daerah kolon sebelah kanan dansekum diikuti kolon sebelah kiri dan rektum. Amebiasispada kolon mungkin menyerupai crohn’s disease dan ulceratifcolitis. Keluhan bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampaikeluhan akut yang berat (diare) yang disertai perdarahanhebat, kram perut, nyeri di belakang dubur sehabis berakdan panas. Kebanyakan penderita tanpa keluhan ataukeluhan ringan.6

Pemeriksaan co lonoscopy pada fase infeksi akutmenunjukkan granulasi difus dan menyerupai colitisulceratif. Kronik amebiasis 80 sampai 90% dari pasienmelibatkan daerah sekum, dengan ulkus mukosa dasarjelek/nekrotik dan sekitar mukosa normal. Kadang-kadang pada amebic colitis terdapat bentukan pseudopolypdan bentukan amebic ulcus yang ditutupi redrim, hal inimembantu endoscopist untuk membedakan antara amebiccolitis dengan crohn’s disease. Biopsi dilakukan di daerahulkus sebelah tepi karena daerah tersebut banyaktrofozoit-trofozoit.1,2,8

Beberapa kasus amebiasis didapatkan reaksi jaringan ikatpada dinding bagian dalam saluran cerna sampai mukosa,kemudian mengalami perubahan menjadi jaringan granulomatous. Jika diraba jaringan granulomatous teraba sebagaiabdominal mass yang secara segmental pada tempat kolonyang menyempit disebut ameboma. Gambaran colonoscopypada ameboma merupakan irregular shape dan polyp yangulceratif.1,7,8

Intestinal amebiasis dapat sembuh sempurna tetapi

beberapa kasus menyerupai crohn’s disease dan diberikankortikosteroid. Hal tersebut terjadi akibat kesalahandiagnosis.

Diagnosis3-5

- Pemeriksaan feses untuk memeriksa adanya kista atautrofozoit-trofozoit.

- Biopsi daerah necrose dengan colonoscopy.- Kultur feses untuk mendapatkan kista dan trofozoit.- Pemeriksaan darah didapatkan infeksi lain dengan

leukositosis dan gangguan fungsi hati.- Ultrasound abdomen jika ada kecurigaan abses.- Serologi: sero ameba dengan indirect haemaglutination test

yang positif 82-98% dari pasien.

Pengobatan3-5

1. Obat-obat amebic abscess- Metronidazole, dosis 3x750 mg (oral) selama 7-10 hari- Tinidazole, dosis 3x800 mg (oral) selama 5 hari- Paramomycin, dosis 25-35 mg/hari, dosis dibagi 3

selama 7 hari- Dicloxanide Furoate, dosis 3x500 (oral) selama 10 hari

2. Amebic Colitis- Metronidazole, dosis 3x750 mg (oral) selama 7-10 hari

3. Asimtomatic intestinal colonization- Paromomicyn, dosis 25-35 mg/hari, dosis terbagi 3

selama 7 hari- Dicloxanide Furoate, dosis 3x500 mg (oral) selama 10 hari

KesimpulanPada kasus ini seorang penderita dewasa tanpa keluhan-keluhan seperti tersebut di atas, hanya menderita keluardarah warna merah dari dubur menetes kadang-kadangmancur tanpa disertai lendir atau berak. Tidak adakecurigaan terhadap intestinal amebiasis , sehinggapemeriksaan feses dan sero ameba tidak dilakukan. Hanyacolonoscopy dan biopsi daerah necrose di sekum. Hasilpemeriksaan patologi anatomi didapatkan trofozoit-trofozoit. Diagnosis: amebic colitis. Pengobatan denganmemberikan metronidazole 3x500 mg (oral) selama 10 haridan roboransia. Perdarahan berhenti hari ke-5.

Daftar Pustaka1. Berkowitz CB, Bodet A, Philips P, et al. Infectious diseases. In:

Internal Medicine Diagnosis and Therapy. Prentice-Hall International

Inc, 88/99.p.303

2. Cantellauo ME, Palomo AM. Pathogenesis of intestinal amebiasis:

from molecules to disease. Clinical Microbiology Reviews 2000;

13(2):318-31

3. Chidambaranathan S. Amebiasis. Health 2006; 6:1-6

4. Garcia IS, Bruckner DA. Intestinal protozoa: amubae. In: Garcia Is,

Brucker Da (eds). Diagnostic Medical Parasitology. Washington DC:

American Society For Microbiology; 1993.p.6-17

5. Haque R, Huston CD, Hughes M, et al. Amebiasis. N. Engl J Med.

2003; 348:1565-73

6. Plorde JJ. Amebiasis. In: Braunwald E, Issle Bacher KJ, Petersdorf

RG, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS. Harison’s Principles of Internal

Medicine I. 11th

Ed. Mac Graw Hill Book Company; 1987.p.775

7. Steer D, Clarke DL, Buccimazza I, et al. An unusual complication of

intestinal amoebiasis. Samj Forum 2005; 95(11):845

8. Waye JD. The differential diagnosis of inflammatory and infectious

colitis. In: Gastro Enterologic Endoscopy. 2th

Edition. WB Saunders

Company:Philadelphia; 1987.p.1294-5

Beberapa kasus amebia-sis didapatkan reaksi

jaringan ikat pada dindingbagian dalam saluran cernasampai mukosa, kemudian

mengalami perubahanmenjadi jaringan granulo

matous. Jika dirabajaringan granulomatous

teraba sebagai abdominalmass yang secara seg-

mental pada tempat kolonyang menyempit disebut

ameboma.

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Prof. Dr. H. Marwoto Mz, SpAn-KICGuru Besar AnestesiologiFakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Redaksi berkesempatan untukberbincang-bincang denganProf. Dr. H. Marwoto Mz,

SpAn-KIC yang merupakan seorangahli di bidang Anestesiologi.Keramahan dan kehangatan yangterpancar pada diri Prof. Marwotomembuat bincang-bincang ini menjadimenyenangkan dan tidak kaku.Ditambah lagi dengan kehadiran istriProf. Marwoto (ibu Hj. EndangSudarmi) menambah suasanamenjadi penuh kekeluargaan.

Prof. Marwoto lahir di Surabayatepatnya pada 7 Mei 1945 daripasangan Bapak H. Marzuki dan IbuHj. Yatmining (keduanya sudahalmarhum). Saat ini Prof. Marwotomenetap di Semarang dan daripernikahannya dengan Ibu Hj. EndangSudarmi, mereka dikaruniai 5 anak,yaitu: Aria Dian Primatika, Aria HendraKusuma, Aria Windy Mahardika, AriaDendy Marendaputra, Aria MarendaAnggakusuma. Dari kelima anakbeliau, salah satunya ada yangmengikuti jejak beliau sebagai dokter spesialis anestesi, yaitudr. Aria Dian Primatika, SpAn. Dan juga merupakan hal yangpaling membanggakan buat Prof. Marwoto beserta istri bahwakelima anak mereka bisa melanjutkan kuliahnya di PerguruanTinggi Negri di Semarang.

Prof. Marwoto yang mempunyai hobi nyanyi (kadangdigunakan untuk membangunkan anak-anaknya di pagi hari),nari, sulap dan travelling (termasuk wisata kuliner) inimendapatkan gelar sebagai Guru Besar Anestesiologi diFakultas Kedokteran Universitas Diponegoro tepatnya padatanggal 3 Maret 2007. Dalam pidato pengukuhannya, beliaumemilih judul salah satu aspek di bidang Anestesiologi dalamupaya memfasilitasi pelayanan bebas nyeri dengan anestesiepidural/regional, yaitu: “ANESTESI EPIDURAL LUMBARUNTUK MEMFASILITASI PERSALINAN BEBAS NYERI”.

Alasan Prof. Marwoto memilih judul tersebut karenaberdasarkan pengalaman beliau saat menjalani kepaniteraanklinik di bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, banyakpasien merasakan nyeri yang hebat saat persalinan.

Sampai saat ini informasi layanan bebas nyeri padapersalinan belum banyak diketahui oleh masyarakat. Banyak

alternatif ditawarkan dan salah satucara pengelolaan nyeri persalinanadalah dengan melakukan anestesiepidural/regional, yang sejak tahun1990 beliau ditugaskan oleh BagianAnestesiologi FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi Semarang sebagai KetuaSub-Bagian Anestesi Regionaldengan misi mengembangkanpelayanan anestesi regional.Setelah dikukuhkan sebagai Guru

Besar Anestesiologi, Prof. Marwotomerasa sangat bersyukur ke hadiratAllah SWT atas karunia-Nya atassemua yang diberikan kepada beliau,ada perasaan bangga yangmenyelimuti hatinya bahwa beliaudipercaya untuk mendapatkanjabatan sebagai Guru BesarAnestesiologi dilingkungan FakultasKedokteran Universitas Diponegoro- Semarang, dan yang paling pentingbeliau menjadi lebih percaya dirisetelah dikukuhkan sebagai GuruBesar.Prof. Marwoto menyelesaikan

pendidikan S-1 Kedokteran pada tahun 1970 di FakultasKedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Pada tahun1973 beliau mendapat gelar sebagai dokter umum. Kemudianmelanjutkan ke bidang spesialisasi Anestesiologi yangdiselesaikan pada tahun 1978. Di tahun 90-an beliau mendapatbrevet Konsultan Intensive Care (KIC) dari Tim ProgramPendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi Konsultan IntensiveCare Jakarta.

Beberapa pendidikan tambahan/kursus lainnya yang pernahbeliau jalani antara lain: pelatihan Advanced Trauma Life Sup-port (ATLS), pelatihan penulisan artikel ilmiah bagi dosen se-nior, Primary Trauma Care Course, The 2nd Workshop on Cur-riculum Development, Training on Risk Management AsianBusiness, Training on Kidney Transplantation.

Keanggotaan dan kepengurusan dalam organisasi profesiyang beliau ikuti sampai saat ini antara lain:1. Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Semarang (1973-

sekarang).2. Anggota Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi (IDSAI) Jawa

Tengah (1978-sekarang).3. Anggota Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia

Foto pengukuhan Prof. Dr. H. Marwoto Mz,SpAn-KIC

PROFIL

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

(PERDICI) (2003-sekarang).4. Anggota Perhimpunan Kedokteran Gawat Darurat Indone-

sia (PKGDI) (1998-sekarang).5. Pengurus IDI Wilayah Jateng (1995-sekarang).6. Pengurus IDSAI Jateng (1983-sekarang).7. Anggota Badan Musyawarah Orangtua Mahasiswa (BMOM)

FK Undip (2001-sekarang).8. Anggota Badan Penguji Nasional (1995-sekarang).

Kesibukkan dan pengabdian Prof. Marwoto di duniakedokteran membuahkan beberapa penghargaan. Beberapapenghargaan yang Prof. Marwoto peroleh, yaitu: mengabdiselama 25 tahun: 17 Oktober 2000, piagam Tanda KehormatanSatyalancana Karya Satya XX tahun: 11 Juli 2000, piagamtanda Penghargaan Adi Satya Utama PB IDI: 12 Oktober 1997,piagam Tanda Penghargaan dari Pengurus Pusat PerhimpunanDokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesiasebagai Anggota Pengurus Pusat Masa Bakti 2001-2004,piagam tanda Penghargaan dari Pengurus CabangPerhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan ReanimasiIndonesia sebagai Seksi Litbang/Ilmiah IDSAI JATENG Periode2001-2004, piagam Tanda Penghargaan dari QUE-III MFDUProject sebagai Winning the Lecture notes Award 2001,Anggota Tim Transplantasi Ginjal FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi,Anggota Tim Operasi Kembar Siam FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi.

Di samping itu Prof. Marwoto mempunyai beberapa karyailmiah baik itu yang termuat atau dipublikasikan dalam majalahterakreditasi maupun yang tidak terakreditasi sejak tahun 2000.Dan juga beberapa karya ilmiah yang beliau presentasikanpada acara ilmiah sejak tahun 2000.

Prof. Marwoto juga aktif sebagai pembicara maupunsebagai peserta pada berbagai acara seminar/pelatihan baik

yang diadakan di dalam negeri maupun di luar negri.Beberapa hasil penelitian yang pernah beliau ikuti antara

lain (diambil dari buku pengukuhan Prof. Marwoto):1. Pemakaian Rokuronium dan Suksinilkolin sebagai fasilitas

intubasi pipa endotrakhea. Tahun 2001 (Peneliti Pembantu)2. Perbandingan efek Verapamil dan Lidokain intravena

terhadap respon kardiovaskuler pada tindakan laringoskopiintubasi. Tahun 2002 (Peneliti Utama)

3. Intubasi indotrakhea di RSUP Dr. Kariadi: Suksinilkolinsebagai fasilitas intubasi. Tahun 2003 (Peneliti Utama)

4. Anestesi pada Medis Operasi Wanita (MOW): Efekkardiovaskuler Diazepam - Ketamin dan Petidin - Ketamin.Tahun 2003 (Peneliti Utama)

5. Efedrin intramuskuler dan cairan intravena untuk mencegahhipotensi pada anestesi epidural. Tahun 2002 (PenelitiUtama)

6. Perbandingan mula dan lama kerja antara: Lidokain,Lido+Bupi, Bupivakain pada anestesi epidural. (PenelitiUtama)

7. Hubungan antara kadar kortisol serum, kuantitas neutrofilsegmen dan infiltrasi anestetik lokal levobupivakain padapenyembuhan luka tikus Wistar. 2006 (Peneliti Pembantu).

Ketika kami menanyakan cita-cita apa yang masih inginbeliau capai saat ini. Dengan tersenyum beliau mengatakan,“membesarkan dan memberikan dorongan kepada anak-anakuntuk menjadi Sarjana yang mandiri dan bermanfaat untuknusa, bangsa dan masyarakat”. Bagi Prof. Marwoto besertaistri, anak-anaknya merupakan karunia Allah SWT yang takternilai harganya yang diberikan kepada mereka dan juga yangmemberikan kebanggaan buat mereka pula. Rasa bangga dansayang pada keluarga terlihat pada saat beliau bercerita secaraantusias tentang keluarganya.

Adapun pesan yang ingin disampaikan oleh Prof.Marwoto kepada para mahasiswanya adalah belajar lebihtekun, rajin, bersemangat, jangan mudah putus asa dan jagakesehatan jasmani maupun rohani supaya tercapai targetyang maksimal, menjadi profesional yang berkualitas, inginmaju, berbudi luhur, berperikemanusiaan, mendahulukankepentingan penderita dan takwa kepada Allah SWT.Sedangkan pesan untuk para Dosen Muda adalah tingkatkankeilmuan dan keterampilan Saudara dengan lebih banyakberkomunikasi melalui kegiatan ilmiah lokal, nasional, re-gional maupun international, sehingga menjadi profesionalAnestesiologi yang tangguh dan dikenal.

Sebelum kami mengakhiri tulisan profil Prof. Marwoto,ada kutipan yang kami ambil dari buku pengukuhan beliau,yaitu:

“Bagi tiap-tiap sesuatu ada jalan, dan jalan ke syurgaadalah ilmu.” (HR Dailami)

Kita tidak boleh berhenti mencari ilmu dan apabila ilmu yangkita pelajari dan kita amalkan pastinya akan bermanfaat untukorang banyak. Begitu pula profesi Dokter, dengan ilmu yangmereka dapatkan dan dengan penelitian yang mereka jalanitentunya akan bermanfaat untuk kesehatan masyarakat.

Dalam pidatopengukuhannya, beliaumemilih judul salah satu

aspek di bidangAnestesiologi dalam upaya

memfasilitasi pelayananbebas nyeri dengan anestesi

epidural/regional, yaitu:“ANESTESI EPIDURAL

LUMBAR UNTUKMEMFASILITASI

PERSALINAN BEBASNYERI”.

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

Diabetes, Obesity and Cardiovascular LINK (DOC-LINK)14-15 Juli 2007

Bengawan Solo Ballroom, Hotel Novotel Mangga Dua Jakarta

“You’ll enjoy being informed with the most updateddiabetes treatments available to serve your community”

Demikianlah harapan yang hendak diwujudkan padapenyelenggaraan acara Diabetes, Obesity and CardiovascularLINK (DOC-LINK) yang diadakan pada tanggal 14-15 Juli 2007di Bengawan Solo Ballroom, Hotel Novotel Mangga DuaJakarta.

Secara garis besar, simposium yang merupakan rangkaianNational Diabetes Month 2007 ini terdiri dari:� plenary lectures� 6 special lectures by proffesors� 4 diabetes new lines symposia� 3 high tea meetings� 3 breakfast meetings� open forum general discussion� 1 dinner gathering� Invited exhibition participation

Acara diikuti kurang lebih oleh 200 orang peserta, diawalidengan opening speech oleh Prof. Sidartawan Soegondo MD,PhD,FACE, President, Indonesian Diabetes Association (IDA).

Acara dilanjutkan dengan plenary lecture 1 dengan topik ThePast, Present, and Future of Diabetes and Diabetes Care yangdibawakan oleh Prof. Sri Hartini Kariadi MD, PhD denganmoderator Prof. Boedisantoso Ranakusuma MD, PhD.

Prof. Sri Hartini Kariadi MD, PhD yang juga menjabatsebagai Kepala Divisi Endokrinologi dan Metabolisme,Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran Bandungmemberikan paparan mengenai milestones diabetes mellitus.Dimulai pada sekitar abad ke 15 SM sampai awal abad ke 20di mana parameter klinis diabetes mellitus seperti poliuria,urin yang mengandung gula, diabetes yang disebabkanpancreatectomy, dan identifikasi islet cell sudah bisadideskripsikan oleh manusia.

Milestones yang paling penting adalah keberhasilan umatmanusia menemukan dan mengisolasi insulin pada sekitartahun 1921, untuk kemudian diproduksi dan dipasarkan secarabesar-besaran sebagai bagian dari upaya pengobatan DiabetesMellitus.

Perkembangan ilmu berlangsung pesat, hingga dilakukanpembagian 2 tipe Diabetes, diawali dengan Juvenile onset (type1) dan adult onset diabetes (type 2), yang kemudian pada awaltahun 1980 berubah menjadi IDDM dan NIDDM. Perubahanpada klasifikasi DM kemudian terjadi lagi pada tahun 1997-sekarang, di mana kita mengenal adanya 2 tipe DM yaituDiabetes tipe I dan II.

Patofisiologi DM-pun juga terus menerus berkembang.Pada awalnya, kejadian ketoasidosis dan infeksi merupakanpenyebab utama terjadinya kematian pada penderita DM,namun dalam perkembangannya penyebab utama terjadinyakematian pada penderita DM adalah komplikasi vaskular.

Pilihan pengobatan juga mengalami perubahan secaradinamis, meskipun pengaturan diet dan perubahan gaya hidupmasih merupakan pilihan utama pengobatan.

Pada tahun 1922, insulin masih merupakan pilihan utamapengobatan. Berkembang pada sekitar tahun 50-an dimanaobat diabetes oral ditemukan dan diproduksi (sulfonilurea danbiguanid). Sekitar tahun 1990 acarbose ditemukan, dandilanjutkan dengan penemuan thiazolidinediones (TZD).

Perkembangan yang paling akhir adalah, upayapengobatan diabetes haruslah merupakan kombinasi dariedukasi, pengaturan diet dan aktivitas fisik (tidak terbatas padaolahraga), oral hypoglycemic agent (OHO) untuk memperbaikiresistensi insulin dan insufisiensi sel β-pankreas. Selain itu,hal yang paling penting dalam upaya pengobatan DM, adalahmencegah terjadinya komplikasi vaskular melalui upayapencegahan faktor risiko dan proses perkembangannya karenaprevalensi DM semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Sebagai upaya untuk mencegah dan menghambat diabetes,dilakukan juga upaya untuk mengidentifikasi kejadian

Prof. Sidartawan Soegondo, MD, PhD, FACE

LINTASAN PERISTIWA

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

prediabetes melalui pengukuran impaired glucose tolerance (IGT)atau impaired fasting glucose (IFG). IGT didefinisikan sebagaikadar glukosa darah plasma setelah 2 jam postprandial,besarnya adalah ≥140 mg/dl dan ≤200 mg/dl, setelahpemberian glukosa 75 gram. Sedangkan IFG didefinisikansebagai kadar glukosa darah puasa sebesar ≥100 mg/dl dan≤126 mg/dl. Secara patofisiologi, IFG erat kaitannya denganresistensi insulin, di mana pada umumnya terjadi defisit sekresiinsulin pada fase awal IGT. Hal ini disampaikan oleh ProfAsman Manaf , MD, PhD yang membawakan Diagnosing,Classifying, and Natural History of Dysgycemia pada sesikedua.

Setelah dilakukan pembahasan mengenai sejarahperkembangan diabetes dan milestone pengobatannya, Prof.Sidartawan Soegondo,MD, PhD, membahas mengenaiOverview of Diabetes Mellitus (The Five Pillars of DiabetesCare). Sejauh ini pondasi dasar dalam upaya pencegahan danpengobatan DM meliputi:1. Upaya mengubah kebiasaan dan perilaku hidup2. Aktivitas fisik yang teratur dan pola makan sehat3. Monitoring kadar glukosa darah4. Farmakoterapi5. Edukasi

Hal yang paling berat dan menjadi kendala sampai saatini dalam upaya pengobatan dan pencegahan DM adalahmerubah kebiasaan dan perilaku hidup, padahal justru dariupaya inilah komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskulerpada DM bisa dihambat bahkan dicegah. Pola diet yang sehat,berpengaruh langsung pada pengendalian kadar glukosadarah, begitu juga aktivitas fisik yang cukup dan teratur akandapat menjaga kadar glukosa darah. Pemberian insulin danOHO diperlukan bila diet dan aktivitas fisik tidak cukup danmampu untuk mengontrol kadar gula darah. Dan hal lain yangpenting adalah edukasi, baik pada penderita DM maupun kekeluarganya. Kelima pilar pengelolaan DM tersebut akan dapatberjalan dengan baik apabila ada kerjasama yang seimbangantara dokter, pasien, edukator dan keluarga.

Salah satu pilihan farmakoterapi pada DM adalahpenggunaan metformin, yang efikasinya sudah terbukti secaraklinis setara dengan sulfonilurea dan insulin pada penggunaanmonoterapi. Penggunaan metformin sebagai firstlinebersamaan dengan diet mampu menurunkan FPG 50 - 70 mg/dl atau 1,3- 2% A1c, dan yang paling penting adalahpenggunaan metformin tidak terpengaruh berat badan, dimanahal ini dikhawatirkan pada penggunaan sulfonilurea, TZD, daninsulin. Penggunaan metformin sebagai 1st line therapymemberikan manfaat pada pencegahan dan penghambatanrisiko komplikasi kardiovaskular.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Sidartawan Soegondo,MD, PhD pada topik bahasan Improving the Prognosis withType 2 DM: Management of Gycemia and Cardiovascular Riskwith Metformin.

Perkembangan pilihan farmakoterapi pada DM terusmenerus mengalami kemajuan dan bervariasi. Beberapapilihan terapi yang kita kenal selama ini adalah golongansulfonilurea, biguanid, tiazolidindion, meglitinid, dan insulin.Riset dan penelitian terus menerus dilakukan untukmewujudkan upaya pengobatan yang secara spesifik mampu

untuk mengembalikan fungsi sel b pangkreas dan pancreaticislet cell. Salah satu hasil dari riset ini dan sampai saat ini masihterus berjalan dan mengalami penyempurnaan adalahpenggunaan dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4) inhibitor untukmeningkatkan pancreatic islet alpha dan fungsi sel b. DPP-4merupakan enzim serine protease spesifik yang mampumemecah incretin hormones glucagon-like peptide-1 (GLP-1) danglucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) sehingga menjadiinaktif. DPP-4 inhibitor bekerja melalui hambatan pada DPP-4,sehingga mencegah inaktivasi GLP-1 dan GIP.

Incretin sendiri menghasilkan efek antidiabetk seperti:1. Stimulasi sekresi insulin2. Supressi glukagon, suatu hormon yang bertanggungjawab

mengatur regulasi homeostatis glukosa selama periodefasting

3. Meningkatkan neogenesis dan menurunkan apoptosispancreatic islet beta-cell dan

4. Menghasilkan efek ekstrapankreasTopik bahasan ini disampaikan oleh Prof. John Prins

MBBS, PhD, FRACP dari University of Queensland, Brisbane,Australia dengan judul Incretin Based Therapies: EffectiveTargetting of T2DM Pathophysiology dan lebih diperdalamlagi oleh Prof Ketut Suastika, MD, PhD pada sesi parareldengan topik bahasan The DPP-4 inhibitor Vidagliptin:Achieving Gycaemic Goals and Beyond.

Prof Ketut Suastika, MD, PhD juga menyampaikan InitialManagement of Hypergycemia in Type 2 Diabetes. Sepuluhlangkah rekomendasi yang diberikan untuk mencapai tujuanterapi dari penanganan DM berdasarkan artikel yang ditulisoleh Del Prato et al (2005) meliputi melakukan pengontrolankadar glukosa (HbA1c <6, 5%), setiap 3 bulan sekali. Secaraagresif melakukan pemantauan kondisi hiperglikemia,dislipedimia, dan hipertensi secara seimbang. Selain itu,perkembangan patofisiologi dari DM juga harus terus menerusdipantau, termasuk diantaranya resisitensi insulin. Tenagakesehatan juga diharapkan untuk membantu pasien mencapaitarget nilai HbA1c <6,5% selama kurun waktu 6 bulan pertamasemenjak diagnosis, dan setelah 3 bulan pertama jika pasientidak mencapai target HbA1c <6.5%, disarankan untukmelakukan pemberian kombinasi terapi.

Pada pasien dengan diagnosis awal HbA1c ³9%, disarankanuntuk menggunakan terapi kombinasi atau penggunaaninsulin. Penggunaan kombinasi terapi OHO, disarankandengan mekanisme kerja berbeda dan saling melengkapi. Danyang paling penting, diharapkan adanya kerjasama sinergisdan saling melengkapi dari semua pihak untuk mencapaitujuan terapi DM.

Lecture terakhir pada hari pertama,ditutup oleh Prof DjokoWahono Soeatmaji, MD yang menyampaikan bahasanmengenai Diabetic Complication: What, Why, When and Howto Treat. Dalam penyampaiannya ini Prof Djoko lebihmenyoroti pada peran antioksidan dalam upaya pencegahanperkembangan komplikasi DM, baik makrovaskular maupunmikrovaskular.

Pada hari kedua, seminar lebih banyak membicarakantentang DM secara klinis yang berhubungan dengan peyakitkardiovaskuler. Acara dimulai dengan pemaparan tentang

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

Diabetes, Obesity and Cardiovascular Link oleh Bapak AndyWijaya, PhD, MBA yang juga menjabat sebagai KepalaProgram Postgraduate Bagian Biokimia UniversitasHasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan.

WHO memperkirakan bahwa sampai dengan hari ini 17 jutakematian di dunia berhubungan dengan penyakit jantung danstroke dan akan meningkat menjadi lebih dari 20 juta pada tahun2020. Bapak Andy menyatakan bahwa hubungan diabetes,obesitas, dan penyakit kardiovaskular melibatkan mekanismemolekuler yang cukup kompleks. Karena perubahan gaya hidupdan pola makan pada saat ini, prevalensi obesitas menjadimeningkat sehingga meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe2, penyakit kardiovaskuler dan stroke.

Gangguan metabolisme lipid sering ditemukan padapasien DM. Dislipidemia pada DM tipe 2 umumnya berupapeningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadarkolesterol-HDL. Berdasarkan penelitian epidemiologi,pasien dengan diabetes memiliki kecenderungan mengalamiPenyakit Jantung Koroner (PJK) 2-4 kali dibanding non-diabetes. Sebenarnya secara histopatologis lesi aterosklerosispada diabetes sama dengan non-diabetes. Namun prosesperkembangannya terjadi lebih cepat karena selain adanyadislipidemia juga ada faktor risiko lain yaitu hiperglikemia,hipertensi, stres oksidatif, perubahan hemoreologi, disfungsiendotel dan resistensi insulin. Hal ini disampaikan oleh Prof.Karel Pandelaki, MD, PhD pada sesi yang kedua. Namunsecara umum penanganan penyakit kardiovaskuler padadiabetes sama dengan non-diabetes yang meliputi terapinon-farmakologi dan farmakologi. Hanya saja pada diabetesada beberapa penatalaksanaan khusus yaitu:� kontrol glukosa darah secara ketat� terapi dislipidemia lebih agresif� terapi hipertensi optimal� pemberian antiplatelet� terapi non-farmakologi yaitu perubahan pola hidup

seperti: meningkatkan aktivitas, menurunkan beratbadan, berhenti merokok, terapi nutrisi dan lain-lain.Dalam seminar hari kedua ini juga disampaikan

pentingnya penggunaan insulin pada pasien DM.Karena setiap pemakaian obat antidiabetik oralternyata ada kemungkinan terjadinya kegagalan terapi,seperti yang dikemukakan oleh Prof. Djoko WahonoSoeatmadji, MD. Misalnya pemakaian obatantidiabetik golongan sulfonilurea ternyata memilikiangka kegagalan terapi primer sebesar 15-30%. Begitujuga dengan obat antidiabetik oral yang lain. Padaprinsipnya hiperglikemia karena insufisiensi insulinpada diabetes dibagi menjadi 2 hal yaitu:1. Fasting hyperglycemia2. Prandial hyperglycemia

Beberapa obat yang dapat digunakan untukmenurunkan fasting hyperglycemia seperti golongansulfonilurea, metformin, glitazon dan insulin basal (insulinkerja panjang/menengah). Sedangkan obat yang dapatdigunakan untuk menurunkan prandial hyperglycemia yaitushort-acting sulfonylurea, glinide, acarbose, DPP-4 inhibitor

(dipeptydil peptidase) dan insulin prandial (insulin kerja cepat).Mekanisme lain yang dapat menimbulkan diabetes yaitu

kegagalan sel beta pankreas dalam mensintesis insulin danterjadinya resistensi insulin. Pada mekanisme yang pertama dapatdiberikan insulin, sulfonilurea atau glinid. Sedangkan mekanismeyang kedua dapat diberikan insulin, metformin atau glitazon.

Paradigma baru dalam terapi diabetes adalah aggressivetreatment (target HbA1c<7%), early combination (termasukdengan insulin) dan early insulin treatment.

Menurut Prof. Ketut Suastika, MD, PhD ada beberapafaktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi diabetes.Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komplikasivaskuler pada diabetes adalah meningkatnya stres oksidatif(radikal bebas). Hal ini terjadi karena beberapa mekanismeseperti kegagalan dalam ekspresi enzim SOD (superoxidedismutase), penurunan kapasitas antioksidan, meningkatnyaglikosilasi protein dan lain-lain. Namun pemakaian vitaminyang berfungsi sebagai antioksidan masih menjadiperdebatan, karena tidak semua penelitian tentangpenggunaan vitamin sebagai antioksidan pada diabetesmemberikan hasil yang memuaskan. Vitamin yang dapatdigunakan sebagai antioksidan misalnya vitamin C dan E.Kombinasi vitamin E dosis besar dapat meningkatkankapasitas antioksidan dari vitamin C. Namun hal yangditakutkan pada pemberian vitamin E dosis besar adalahmeningkatnya risiko terjadinya aterosklerosis. Beberapamineral lain yang juga diperlukan pada diabetes yaitu Zinc,Selenium, Kromium, dan Magnesium.

Akhirnya seminar ditutup dengan acara Meet The

Professor di mana para peserta diberikan pemicu contohkasus pasien DM dan didiskusikan bersama bagaimanapenanganan yang tepat pada pasien tersebut. Para peserta jugaterlibat aktif berdiskusi dengan para Professor.DM

Prof. Karel Pandelaki, MD, PhD; Prof. Sidartawan Soegondo, MD, PhD,FACE; Prof. Ketut Suastika, MD, PhD; Prof. Djoko Wahono

Soeatmadji, MD (kiri ke kanan)

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

STIMUNO Semarakkan Bobo Fair

Stimuno kembali memeriahkan acara Bobo Fair di JCC, Senayan Jakartapada 27 Juni sampai 1 Juli 2007. Selama lima hari berturut-turut,Stimuno hadir dengan rangkaian acara yang menarik pengunjung,seperti membaca dongeng, senam stimuno dan talkshow yangmenghadirkan narasumber Drs. Dr. Soeprapto Maat dan Branch ManagerStimuno, Herman Chitra.

Tidak ketinggalan, Mona Ratuliu dan Davina-ambassador produkStimuno, turut hadir sebagai moderator dalam acara tersebut.

Dalam talkshow ini, banyak dibahas tentang pentingnya menjagasistem imun anak-anak. Yang dikategorikan sebagai anak-anak,menurut Soeprapto Maat adalah mereka yang berusia di bawah 15tahun. Anak-anak seumur inilah yang mempunyai sistem imun yang masihpremature atau belum sempurna, sehingga diperlukan satu suplemenyang bisa menguatkan sistem imun mereka.

Sekitar pukul 13.00 WIB, acara talkshow berakhir. Selanjutnya, bintang Stimuno, Mona Ratuliu, Davina dan tim Stimuno kembali kebenteng Stimuno yang hadir di stand A4- Assembly Hall, JCC. Dalam benteng Stimuno terdapat beberapa games yang menarik perhatianDavina, seperti panjat benteng dan meluncur ke kolam bola, foto dengan latar belakang yang dapat diubah-ubah. DM

Equilab Tandatangani MOU CRO dengan Prodia

Tonggak sejarah baru ditancapkanPT Equilab International denganmenandatangani Memorandum ofUnderstanding (MOU) dalam halkerjasama Contract ResearchOrganization (CRO) dengan PTProdia Widyahusada, di Jakarta,Rabu, 13 Juni 2007.

Kolaborasi antaraEquilab dan Prodia yang manamasing-masing pihak memilikikompetensi di bidangnya,diharapkan mempercepat

pengembangan kegiatan CRO uji klinik yang dijadikan salah satu unggulan dari Equilab.MOU ditanda-tangani oleh Ibu Dra. Endang Hoyaranda (Presdir Prodia) dan Bapak Wimala Widjaja (GM Equilab), disaksikan

Corporate Managing Director Dexa Medica Group, Bapak Ferry Soetikno, konsultan dari Prodia: DR. Dr. Atie W. Soekandar, SpFK,konsultan Equilab: Prof. Rianto Setiabudy, SpFK., Prof. Arini Setiawati, dan sejumlah manager dari Prodia dan Equilab.

“Mudah-mudahan dengan kerjasama ini, kegiatan CRO di Indonesia dapat didengar dan diakui oleh dunia luar, “ harap IbuEndang dalam sambutan singkatnya.

Sementara itu, Bapak Ferry Soetikno menjelaskan bahwa niatan yang baik dan diproses dengan baik dalam kerjasama ini akanmenghasilkan sesuatu yang baik. Sepak terjang Prodia selama ini menjadi asset bangsa. Dan Equilab yang proaktif untuk tersedianyalaboratorium BA/BE, kini Equilab melangkah lebih besar menuju CRO uji klinik.

“Perusahaan multinasional banyak yang mencari CRO, dan dari situ Equilab mulai menyiapkan CRO. Selain kesiapan infrastruktur,juga SDM yang kompeten. Equilab sebagai lembaga yang independen, netral dan profesional,” jelas Pak Ferry Soetikno dalamsambutannya.

Bapak Paulus Wijanto, CRO Business Manager Equilab serta Ibu Sally Lelolita, CRO Business Manager Prodia menjelaskan tujuan daripenandantanganan MOU ini adalah untuk meningkatkan keunggulan bersaing dari kompetensi yang telah dimiliki masing-masing pihak,mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan mengembangkan potensi bisnis bersama bidang CRO di Indonesia. DM

BERITA SEPUTAR DXG

DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

PENELUSURAN JURNAL

� AIR inhaled insulin in subjects with chronic obstruc-tive pulmonary disease. Diabetes Care 2007; 30:1777-

82

� Antimicrobial drugs and community-acquired methi-cillin-resistant staphylococcus aureus, United King-dom. Emerging Infectious Diseases 2007; 13(7):994-

1000

� Cerebrovascular function in pregnancy and eclamp-

sia. Hypertension 2007; 50:14-24

� Increased risk of pregnancy complications in patientswith essential thrombocythemia carrying the JAK2(617V>F) mutation. Blood 2007; 110:485-9

� Recurrent urinary tract infections in children. Riskfactors and association with prophylactic antimicro-bials. JAMA 2007; 298(2):179-86

� Dupuytren’s disease: diagnosis and treatment. Ameri-can Academy of Family Physicians 2007; 76:89-9,90

� Evaluation of nausea and vomiting. American Acad-

emy of Family Physicians 2007; 76:76-84

� Common problems in endurance athletes. American

Academy of Family Physicians 2007; 76:237-44

� History of acute coronary events during thepredialysis phase of chronic kidney disease is astrong risk factor for major adverse cardiac eventsin patients intiating haemodyalysis. Nephrology Di-

alysis Transplantation 2007:1-7

� Treatment of premenopausal women with early breastcancer. Old challenges and new opportunities. Drugs

2007; 67(10):1393-1401

� Viral respiratory tract infections in transplant patientsEpidemiology, recognition and management. Drugs

2007; 67(10):1411-27

� Hereditary and acquired antithrombin deficiency.

Drugs 2007; 67(10):1429-40

� Use of probiotic Lactobacillus preparation to preventdiarrhoea associated with antibiotics: randomiseddouble blind placebo controlled trial. BMJ 2007:335:80

� Schizophrenia. BMJ 2007; 335:91-5

� Reduction in neural-tube defects after folic acid for-tification in Canada. The New England Journal of Medi-

cine 2007; 357:135-42

� Management of an inherited predisposition to breastcancer. The New England journal of Medicine 2007;

357:154-62

� Clonal success of piliated penicillin nonsusceptible

pneumococci. PNAS 2007; 104(31):12907-12

� Gonorrhea and chlamydia in the United States amongpersons 14 to 39 years of age, 1999 to 2002. Annals ofInternal medicine 2007; 147:89-96

� Family history predicts stress fracture in active fe-male adolescents. http://www.pediatrics.org/cgi/content/

full/peds.2006-2145v1

Pembaca yang budiman,Mulai edisi ini Dexa Media melayani permintaan penelusuran jurnal hanya

dengan melalui Tim Promosi Dexa Medica Group. Di bawah ini akan diberikandaftar isi beberapa jurnal terbaru yang dapat anda pilih. Bila anda menginginkannya,mohon halaman ini difotokopi, artikel yang dimaksud diberi tanda dan dikirimkanke atau melalui Tim Promosi. DM