cover des 2015 pdf - ikorti-iao.com ikorti desember 2015.pdfissn 1411 - 7843 majalah ortodontik...

56
ISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Ikatan Ortodontis Indonesia Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Edisi Kedua Desember 2015 Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Hlm. 1-55 Nomor 2 Jakarta Desember 2015 ISSN 1411-7843

Upload: tranduong

Post on 03-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

ISSN 1411 - 7843

MAJALAH ORTODONTIK

Ikatan Ortodontis IndonesiaIkatan Ortodontis IndonesiaIkatan Ortodontis Indonesia

Edisi Kedua Desember 2015Edisi Kedua Desember 2015Edisi Kedua Desember 2015

MajalahOrtodontik

Vol. 15 Hlm. 1-55Nomor 2Jakarta

Desember 2015ISSN 1411-7843

Page 2: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

ISSN 1411-7843

DAFTAR ISI

MAJALAH ORTODONTIKEdisi Kedua Desember 2015

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

The influence of malocclusion associated with caries among junior highschool adolescentin Cimahi (Research)Hillda, Sahla Firdaus

Comparison of gonial angle between cephalometry and panoramic radiography (Research)Erni Magdalena, Ida Bagus Narmada, Thalca Hamid

Camouflage treatment of skeletal class III angle malocclusion with extraction of two lower premolars(Case Report)Almasyhur Bestari, Ida Bagus Narmada

Early mixed dentition treament with fixed reverse labial bow for class III malocclusion (Case Report)Andres, Muslim Yusuf

Orthodontic treatment of unilateral posterior crossbite with skeletal asymmetry (Case Report)Ariesty Dewi Sukarno, Jusuf Sjamsudin

Treatment of skeletal class III malocclusion in growth and development period patient usingmodification of class III activator (Case Report)Bunga AR, Amalia Oeripto

Management second premolar impaction with first premolar extraction (Case Report)Teguh Aryo Nugroho, Erna Sulistyawati

Management of ectopic upper left canine with combination of roth straightwire techniqueand passive laceback (Case Report)Tri Ayu Hidayani, Wayan Ardhana, Christnawati

Treatment of unerupted upper lateral incisor caused by odontoma using edgewise technique(Case Report)Wuriastuti Kusumandari, Wayan Ardhana, Christnawati

Lower anterior facial height changes in the treatment of crowded and protruded class I malocclusionwith extraction of four first premolars (Research)Luis Da Silva, Achmad Sjafei, I G.A. Wahju Ardani

Changes of transverse and sagittal dimension using Frankel 1b appliance (case report)Zulfan Muttaqin, Amalia Oeripto

Joint treatment of orthodontic, implant placement and direct composite veneer to obtainaesthetic smile (Case Report)Veronica Vera Desyani Wiraja, RA Syanti Wahyu

1-4

5-7

8-11

12-15

16-20

21-24

25-29

30-34

35-39

40-42

43-47

48-51

Mohon perhatikan tata cara penulisan naskah untukjurnal Majalah Ortodontic di halaman 52-55

Page 3: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

1

ABSTRACT

Background: Malocclusion is an abnormal condition from the normal relation of the teeth to the other teeth in the same arch or theopposite arch. Malocclusion can affect the presence of dental caries due to food impaction, and result difficulties in self cleansing theteeth. The prevalence of malocclusion is quite high in adolescents. Objectives: The aim of this research was to determine the effect ofmalocclusion to the presence of dental caries in adolescents of junior highschool in Cimahi with malocclusion according to Angleclassification in 2015. Materials and Methods: This study was an analytical study using cross sectional design. A total subjects were98 adolescents (12-14 years old). The subjects were selected using cluster random sampling method. Results: The results showed thatthe prevalence of malocclusion is 79.6%. The most common malocclusion was Angle’s class I malocclusion and from maloclussioncondition through all subjects reach the caries prevalence of 56,42%. Base on maloclussion condition itself, it was found that 27subjects (48,05%) having dental caries in Angle’s class I of malocclusion, 12 subjects (75%) in class II and 5 subjects (100%) inclass III. Conclusions: The study concluded that malocclusion influence the presence of dental caries. The most severe of dentalcaries condition found in Angle’s class III of malocclusion followed by Angle’s class II and Angle’s class I of malocclusion.

Key words: Malocclusion, Caries, Adolescents

PENDAHULUANKesehatan gigi dan mulut masyarakat

Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan, halini terlihat dari angka kejadian dari penyakit gigi danmulut pada masyarakat Indonesia memiliki nilai yangtinggi yaitu sebesar 90%. Penyakit gigi dan mulut yangbanyak diderita masyarakat Indonesia, adalah penyakitperiodontal, karies gigi, dan maloklusi.1

Maloklusi merupakan salah satu kondisi yangbanyak diderita oleh masyarakat Indonesia, yaitu sekitar80% dari jumlah penduduk. Maloklusi adalah suatukondisi yang menyimpang dari relasi normal gigiterhadap gigi lainnya dalam satu lengkung rahang danterhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.Ketidakteraturan gigi dapat menimbulkan hambatansosial karena maloklusi dapat mempengaruhi seseorangdalam artikulasi bicara dan mempengaruhi terhadapestetika penampilan.2,3

Menurut penelitian Drupadi tahun 2013terhadap 126 remaja SMP di Kota Cimahimenggambarkan prevalensi maloklusi memiliki nilaisebesar 91,26% dengan persentase maloklusi terbanyakadalah maloklusi kelas I Angle yaitu sebesar 57,14%.4

Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua remaja SMPyang di Kota Cimahi mengalami maloklusi. Hasil tersebut

THE INFLUENCE OF MALOCCLUSIONASSOCIATED WITH CARIES AMONG JUNIOR

HIGHSCHOOL ADOLESCENT IN CIMAHI(Research)

Hillda*, Sahla Firdaus***Lecturer Department of Orthodontic

** Dentistry Study ProgramFaculty of Medical, University of Jenderal Achmad Yani

juga sesuai dengan penelitian Balakrishnan tahun 2010mengenai prevalensi maloklusi pada remaja di KotaBandung yang memiliki persentase sebesar 73,07%.Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwaprevalensi maloklusi pada remaja SMP di Kota Cimahilebih tinggi daripada Kota Bandung.4,5

Beberapa karakteristik maloklusi khususnyagigi berjejal berpengaruh dalam terjadinya karies gigipermanen. Kondisi gigi-geligi yang berjejalmengakibatkan makanan menempel diantara gigi danmenyebabkan kesulitan dalam pembersihan gigi, hal initerus berlanjut hingga bakteri dan sisa makananterakumulasi menjadi plak yang lebih sulit dibersihkan.Plak yang tidak dibersihkan pada permukaan gigi akanmenyebabkan terbentuknya karies dan kondisi gigi geligiyang berjejal akan menjadi faktor pendukungterbentuknya karies. Pada hasil penelitian Gabris tahun2006, menunjukkan gigi berjejal menyebabkan retensiplak dan memicu terjadinya karies.6,7

Menurut penelitian Adhani dkk tahun 2014menunjukkan bahwa terdapat perbedaan indeks kariesgigi antara maloklusi ringan dan maloklusi berat padaremaja di Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura.Hasil penelitian indeks karies pada remaja denganmaloklusi ringan termasuk kategori rendah, sedangkan

Page 4: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

2

maloklusi berat termasuk kategori tinggi. 8Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis inginmelakukan penelitian mengenai pengaruh maloklusiterhadap indeks karies pada remaja SMP di Kota Cimahi.

SASARAN DAN TUJUANTujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh maloklusi terhadap indeks kariespada remaja SMP di Kota Cimahi.

BAHAN DAN CARA KERJAJenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian

analitik dengan pendekatan cross sectional untukmengetahui pengaruh maloklusi terhadap karies padaremaja SMP di Kota Cimahi. Data diolah denganmenggunakan salah satu program statistik yaitu SPSS.Uji yang dilakukan adalah uji chi-square. Data disajikandalam bentuk narasi, tabel maupun grafik.

Prosedur PenelitianPengambilan sampel dilakukan setelah

memperoleh data jumlah SMP beserta remaja SMP diKota Cimahi. Metode pengambilan sampel dengan caracluster random sampling. Peneliti mengunjungi SMPyang terpilih untuk memberikan surat izin penelitian dariKantor Kesatuan Bangsa dan Dinas Pendidikan kotaCimahi, dan menentukan jadwal penelitian dengan pihaksekolah, yaitu pada bulan maret 2015.

Cara Pemeriksaan Maloklusi dan KariesPeneliti mempersiapkan alat dan bahan yang

diperlukan untuk melakukan pemeriksaan maloklusi danindeks karies pada remaja SMP, serta memastikan lembarinformed consent sudah ditandatangani. Peneliti mengisiformulir pemeriksaan dan mengatur posisi duduk subjekpenelitian. Setelah itu dilakukan pemeriksaan maloklusidan karies pada remaja SMP. Prosedur pemeriksaannyaadalah sebagai berikut :1. Persiapan pasien & alat bahan

1)Menyiapkan formulir pemeriksaan, alat dasar, baki,kapas, sarung tangan, masker, slabber dan gelaskumur.

2)Menjelaskan prosedur pemeriksaan maloklusi &pemeriksaan karies gigi.

3)Mengatur posisi duduk.2. Pemeriksaan maloklusi

1)Menentukan oklusi sentrik dengan cara:2)Menentukan kelas maloklusi pada gigi molar satu

tetap, bila tidak ada diganti oleh hubungan gigikaninus, dibantu menggunakan kacamulut.

3)Menentukan klasifikasi maloklusi berdasarkanklasifikasi Angle.

3. Pemeriksaan Karies1)Meminta pasien untuk membuka mulut.2)Memeriksa pada daerah maloklusi apakah terdapat

karies atau tidak.3)Pencatatan hasil pemeriksaan pada formulir

pemeriksaan.

HASIL PENELITIANPenelitian ini dilakukan di Kota Cimahi yang

terdiri atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cimahi Utara,Kecamatan Cimahi Tengah, dan Kecamatan CimahiSelatan. Pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing kecamatan yang terdiri dari 2 SMP Negeri dan 4SMP Swasta dengan jumlah sampel keseluruhan adalah98 remaja.

Remaja yang memenuhi kriteria inklusi, 30remaja laki-laki (30,61%) dan 68 remaja perempuan(69,39%). Berdasarkan umur terdiri dari 12 tahunsebanyak 18 orang (18,37%), berumur 13 tahun sebanyak40 orang (40,82%), dan sebanyak 40 orang (40,82%)berumur 14 tahun.

Hasil Prevalensi Maloklusi Menurut Klasifikasi AngleGambaran maloklusi menurut kriteria Angle dari

remaja SMP di Kota Cimahi, diketahui berdasarkan hasilpengamatan atau observasi langsung. Hasil tersebutditentukan berdasarkan 3 kategori yaitu maloklusi kelasI, II dan III, sehingga diperoleh hasil perhitunganfrekuensi dan persentase dari 98 remaja.

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahuijumlah frekuensi dan presentase dari maloklusi yangkemudian disajikan dalam tabel 1

Tabel 1. Prevalensi Maloklusi

Hasil Prevalensi Karies GigiMengetahui gambaran karies gigi remaja SMP

di Kota Cimahi diperoleh berdasarkan data pengamatanlangsung, sehingga diperoleh hasil prevalensi karies dari78 remaja SMP yang memiliki maloklusi di Kota Cimahipada tahun 2015. Berdasarkan hasil tersebut dapatdiketahui jumlah dan frekuensi karies gigi yangkemudian disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karies gigi

Pengaruh Maloklusi Terhadap Karies GigiSecara analisa data diketahui terdapat

pengaruh antara maloklusi dengan kejadian karies gigipada remaja SMP di Kota Cimahi (p<0,05), namundemikian analisa deskriptif bisa memberikan intepretasimendukung hipotesis yaitu dari 57 remaja yang memilikimaloklusi kelas I terdapat 27 remaja (48,05%) mengalamikaries gigi dan 30 orang tidak mengalami karies (51,95%),hal ini menunjukan tingkat resiko seseorang yang

Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 1-4

Page 5: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

3

mengalami maloklusi kelas I cenderung mengalami kariesproporsinya lebih sedikit dibandingkan yang tidakkaries.

Maloklusi kelas II diketahui dari 16 orangremaja ditemukan 12 orang yang mengalami karies (75%)dan 4 orang tidak karies (25%), hal ini menunjukan tingkatresiko seseorang yang mengalami maloklusi kelas IIcenderung mengalami karies proporsinya lebih banyakdibandingkan yang tidak karies. Maloklusi kelas IIIdiketahui dari 5 orang remaja ditemukan seluruhnyayang mengalami karies (100%), dari hasil tersebutmenunjukan tingkat resiko seseorang yang mengalamimaloklusi kelas III cenderung mengalami kariesproporsinya lebih banyak dibandingkan yang tidakkaries, untuk melihat pengaruh maloklusi terhadap kariestersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Maloklusi Terhadap Karies Gigi

PEMBAHASANDari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 98 remaja

SMP di Kota Cimahi yang diteliti didapatkan prevalensimaloklusi sebesar 79,6% dan diketahui bahwa prevalensimaloklusi terbanyak adalah maloklusi kelas I. Hasiltersebut sesuai dengan penelitian Drupadi tahun 2013yang menunjukkan persentase terbesar pada maloklusikelas I. Penelitian lain yang menujukkan hasil maloklusiterbanyak maloklusi kelas I ialah penelitian Thilandertahun 2011 pada anak usia 5-17 tahun dijumpai sebanyak88% subjek penelitiannya mengalami maloklusi ringansampai berat, dan subjek dengan maloklusi kelas Imemiliki jumlah yang paling banyak dari keseluruhanpopulasi.4,9

Penyebab terjadinya maloklusi kelas Idisebabkan oleh etiologi maloklusi, yaitu kelainan gigi(dental dysplasia). Kelainan pada gigi ini dapatdisebabkan oleh premature loss gigi sulung, persistensigigi sulung, kebiasaan buruk, pertumbuhan tulangrahang dan erupsi gigi tetap yang tidak harmonis,kelainan gigi dalam hal ukuran, bentuk, dan jumlah. Salahsatu dari kelainan tersebut ialah premature loss sepertipenelitian yang telah dilakukan oleh Utami tahun 2015menyatakan terdapat hubungan antara premature lossdengan maloklusi.7,10,11

Tabel 2 menunjukan bahwa hasil pemeriksaanremaja SMP di Kota Cimahi memiliki karies gigi yangberarti lebih tinggi resiko karies pada gigi yangmengalami maloklusi. Hal ini juga terjadi pada penelitianyang dilakukan Malohing tahun 2013 yang menunjukantingginya prevalensi karies pada gigi berjejal yaitu terjadipada 49 siswa (74,6%) dan bebas karies 18 siswa (25,4%)

dari jumlah subjek 67 siswa.12

Penyebab munculnya karies tersebutdipengaruhi oleh perilaku menjaga kebersihan gigi danmulut. Gigi yang berjejal menyulitkan pada saat menyikatgigi sehingga menyebabkan sisa makanan menumpukdisekitar gigi dan memicu terjadinya pembentukan plakdan menimbulkan karies.6,8

Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian bahwapersentase maloklusi dengan karies lebih tinggidibandingkan persentase maloklsusi yang tidak karies.Penyebab karies seseorang yang disebabkan adanyamaloklusi, diketahui semakin berat maloklusi makacenderung lebih banyak ditemukan karies gigi.Hal ini juga terlihat pada penelitian Adhani dkk tahun2014 dapat disimpulkan terdapat perbedaan indeks kariesantara maloklusi ringan dan berat. Indeks kariesterbanyak pada maloklusi ringan termasuk dalam kategorisangat rendah, indeks karies terbanyak pada maloklusiberat termasuk dalam kategori sangat tinggi.8

Salah satu faktor utama penyebab karies yaitukeadaan gigi (host), dimana posisi gigi tidak sesuaidengan lengkung rahang dan menyebabkan kesulitanpembersihan. Kondisi gigi berjejal dapat meningkatkanresiko terjadinya karies. Hal tersebut terjadi karenakondisi gigi geligi yang berjejal mengakibatkan makananmenempel diantara gigi dan sulit dibersihkanmenyebabkan retensi plak yang memicu terjadinyakaries.6,13

SIMPULANBerdasarkan penelitian yang dilakukan maka

dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Prevalensimaloklusi pada remaja SMP di Kota Cimahi adalahsebesar 79,6% dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas I58,17%, kelas II 16,33%, dan kelas III 5.10%. Prevalensikaries gigi pada remaja SMP di Kota Cimahi yang memilikimaloklusi terjadi pada 44 remaja (56,42%). Terdapatpengaruh maloklusi terhadap karies kelas I sebanyak 27orang (48,05%), kelas II sebanyak 12 orang (75%), dankelas III sebanyak 5 orang (100%).

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI).

Laporan riset kesehatan dasar. Depkes RI. Jakarta. 2013.2. Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran

maloklusi dengan menggunakan Hmar pada pasiendi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam RatulangiManado. JeG. 2014; 2: 2.

3. Salzman JA. Practice of orthodontics. 3rd ed. Philadelpia-Montreal: J.B. Lippincott; 1957. p.106-22.

4. Drupadi HK. Prevalensi maloklusi menurut klasifikasiAngle pada remaja SMP di Kota Cimahi. Cimahi: FakultasKedokteran Program Studi Kedokteran Gigi UniversitasJenderal Achmad Yani. 2014.

5. Balakrishnan P. Prevalensi maloklusi menurut klasifikasiAngle antara anak luar biasa di SLB Negeri Cicendo dananak tidak luar biasa di SMP PGRI di Kota Bandung.Sumedang: Fakultas Kedokteran Gigi UniversitasPadjadjaran. 2010.

6. Hafez HS, Shaarawy SM, Al-Sakiti AA, Mostafa YA.

Hilda, dkk: The influence of malocclusion

Page 6: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

4

Dental Crowding as a Caries Risk Factor. American Jour-nal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics.2012;4;18-22.

7. Gabris K, Marton S, Madlena M. Prevalence ofMalocclusions in Hungarian Adolescents. Eur J Orthod.2006; 28: 467–470.

8. Adhani R, Kusuma RH, Widodo, Rianta S. Perbedaanindeks karies antara maloklusi ringan dan berat pada remajadi Ponpes Darul Hijrah Martapura. Dentino. 2014; 11;13-5.

9. Al-Yessary AS, Al-Fatlawi FA. Facial profile, occlusal fea-tures and treatment need for a sample of Karbalaa Gover-norate Student Aged 14 years. J Bagh College Dentistry2011; 23: 101-4.

10. Staley RN, Neil TR. Essentials of Orthodontics Diagnosisand Treatment. Oxford: Blackwell Publishing, Ltd.; 2011.p.171-83.

11. Utami RD. Hubungan Prematur loss gigi sulung terhadapmaloklusi di SD Kota Cimahi. Cimahi: FakultasKedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani. 2015.

12. Malohing D. Status karies pada gigi berjejal di SD Negeri12 Tuminting. JeG. 2013; 1: 94-8.

13. Kidd, Edwina AM, Sally JB. Dasar-dasar karies penyakitdan penanggulangannya. Jakarta: ECG;1991. hal.9-1.

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 1-4

Page 7: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

5

ABSTRACT

Background: The gonial angle is an important angle of the craniofacial complex. It is significant for the diagnosis of craniofacialdisorder. Cephalometry and panoramic can be used to determine this angle. Objective: To compare gonial angle measurement for two(2) radiographic type, cephalometry and panoramic as well as finding the relation of ramus height and mandibula length with respectto gonial angle width in cephalometry, and show that panoramic radiography can be an altenative to measure the gonial angle.Material and Methods: The Experiment Sample taken from 29 panoramic and cephalometry radiography that show Class I skeletalpattern; afterward a gonial angle measurement at cephalometry and panoramic as well as ramus height and mandibula length incephalometry are performed. Result: Paired t test showed that there is no gonial angle differences in cephalometry and panoramic.Correlation test (Pearson) showed that there is no correlation between gonial angle with respect to ramus height and mandibulalength. Conclusion: There is no gonial angle different in cephalometry and panoramic. There is no correlation between gonial anglewith respect to ramus height and mandibula length. Panoramic can be used as one of the analysis methods in calculating gonial angleon both sides.

Key words : Panoramic, cephalometry, gonial angle

PENDAHULUANFoto panoramik penting digunakan untuk

mengevaluasi kelainan skeletal dan dental, membuatukuran dimensi, mengukur angulasi gigi dan strukturlainnya.1 Selain itu foto panoramik telah digunakansebelumnya untuk menilai sudut gonial, ketinggiankondilar, ramus maupun asimetri, serta menunjukkankorelasi tinggi untuk sudut gonial, sudut antar rahang,dan tinggi muka anterior dan posterior.2

Radiografi sefalometri memungkinkanortodontis untuk mengukur perubahan posisi gigi danrahang yang dihasilkan oleh pertumbuhan danperawatan, mulai digunakan secara luas setelah PerangDunia II. Sefalometri menjelaskan banyak maloklusikelas II dan kelas III disebabkan oleh hubungan rahangyang salah, tidak hanya malposisi gigi. Penggunaansefalometri juga memungkinkan untuk melihat bahwapertumbuhan rahang bisa diubah oleh perawatanortodonti.3 Foto sefalometri menjadi sangat diperlukanbagi ortodontis dalam perawatan pasien, terutamapenting dalam analisis pertumbuhan, diagnosis,rencana perawatan, pengamatan terapi, dan evaluasihasil perawatan.4

Menurut Legrell dkk, sudut gonialdidefinisikan sebagai sudut eksternal mandibuladiproyeksikan dalam sefalometri yang dibentuk olehgaris singgung pada posterior ramus dan inferior

mandibula.Proyeksi lateral dan anteroposterior sebagian

besar diambil dengan menggunakan pengukuransefalometri. Namun, gambar yang dihasilkan fotosefalometri seringkali berhimpit, sehingga pengukuransudut gonial pada kedua sisi menjadi sangat sulit.Kerugian ini tidak ditemui dalam foto panoramik yangdigunakan untuk pemeriksaan rahang dan geligi,terutama untuk mengukur sudut gonial.6 Sudut gonialpada kedua sisi dapat ditentukan lebih mudah dalamfoto panoramik daripada foto sefalometri, makadilakukan pengukuran pada kedua jenis radiograftersebut untuk membandingkan keakuratan hasilpengukuran.

SASARAN DAN TUJUANTujuan umum penelitian ini adalah untuk

membandingkan pengukuran sudut gonial pada dua(2) jenis radiografi, sefalometri dan panoramik.

BAHAN DAN CARA KERJA29 foto sefalometri dan panoramik dengan pola

skeletal klas I kemudian dilakukan pengukuran sudutgonial pada sefalometri dan panoramik, serta tinggi ra-mus dan panjang mandibula pada sefalometri.Kriteria sampel adalah:1. Pola skeletal klas I (Table 1)

COMPARISON OF GONIAL ANGLE BETWEENCEPHALOMETRY AND PANORAMIC

RADIOGRAPHY(RESEARCH)

Erni Magdalena* Ida Bagus Narmada** Thalca Hamid***Orthodontic Resident

** Lecturer, Orthodontic DepartmentFaculty of Dentistry, University of Airlangga

Page 8: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

6

2. Masa pertumbuhan telah selesai (18-30 tahun)3. Pasien yang belum pernah dilakukan perawatan

ortodonti4. Tidak terdapat asimetri wajah, rotasi mandibula5. Jarak gigit 2mm-4mm6. Tumpang gigit 2mm-4mm

Tabel 1. Pola skeletal klas I

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Foto panoramik dan sefalometri yang telah tersedia

di Klinik Spesialis Ortodonsia FKG Unair tahun2010-2012 dikumpulkan sesuai dengan kriteria sampelpenelitian, kemudian dilakukan penapakan ulangdengan menggunakan alat dan bahan penelitian.

2. Menggambar anatomi Landmarks dan menentukantitik Ar, Me, Go.

Gambar 1. Hasil tracing foto sefalometri

Gambar 2. Hasil tracing foto panoramik

3. Mengukur besarnya sudut gonial, tinggi ramus danpanjang mandibula pada sefalometri, serta sudutgonial pada panoramik.

4. Melakukan uji statistik untuk mengetahui perbedaansudut gonial pada sefalometri dan panoramik, sertahubungan antara tinggi ramus dan panjang mandibulaterhadap sudut gonial pada sefalometri.

HASILUntuk mengetahui kevaliditasan penelitian,

dilakukan uji validasi sebelum uji statistik dengan inter-val 4 minggu dari pengukuran pertama dan pengukurankedua. Tidak didapatkan perbedaan bermakna daripengukuran pertama dan kedua, sehingga hasilpengukuran pertama adalah valid dan dapat dilakukanpada penelitian ini.

Tujuan analisis data ini adalah untukmenghitung perbedaan sudut gonial pada fotosefalometri dan panoramik dengan menggunakan ujiPaired T test. Sedangkan untuk melihat hubungan antarasudut gonial terhadap tinggi ramus dan panjangmandibula digunakan analisa Pearson Correlation.

Hasil penelitian dan analisa data dengan ujiKolmogorov-Smirnov menunjukkan semua databerdistribusi normal nilai p > 0,05 (tabel 2 dan tabel 3).

Tabel 2. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p

Tabel 3. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p

Kemudian hasil uji Paired T test menunjukkanbahwa nilai signifikansi sebesar (0.187) > α (5%), jadidapat disimpulkan H0 diterima, yang artinya tidak adaperbedaan hasil pengukuran sudut gonial dengansefalometri dan panoramik.

Tabel 4. Hasil uji beda nilai p pada sudut gonial sefalometridan panoramik

Hasil penelitian dan analisa data untuk melihathubungan antara sudut gonial terhadap tinggi ramusdan panjang mandibula yaitu bahwa nilai signifikansi(0.053) > α (5%), jadi dapat disimpulkan H0 diterima,yang artinya tidak ada hubungan antara sudut gonialsefalometri dengan tinggi ramus.

Tabel 5. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p

Sedangkan nilai signifikansi untuk perhitungansudut gonial terhadap panjang mandibula sebesar(0.600) > α (5%), jadi dapat disimpulkan H0 diterima, yangartinya tidak ada hubungan antara sudut gonial

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 5-7

Page 9: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

7

sefalometri dengan panjang mandibula.

PEMBAHASANHasil perhitungan sudut gonial pada penelitian

ini menunjukkan nilai mean sebesar 123.36210 denganstandar deviasi 1.245680 pada sefalometri, sedangkanumtuk panoramik nilai mean sebesar 123.60340 denganstandar deviasi 1.160200. Hasil nilai mean pada penelitianini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yangdilakukan oleh Shahabi, dimana nilai mean untuk sudutgonial pada sefalometri 124,710 dan panoramik 1250. Halini dikarenakan adanya persamaan dalam penentuankriteria sampel dan nilai variable. Mattila et al melaporkannilai mean sudut gonial pada sefalometri sebesar 128,60

dan panoramik sebesar 127,80. Hal ini dikarenakanadanya perbedaan dalam penentuan kriteria sampel.7

Hasil uji Paired t Test menunjukkan nilaisignifikansi sebesar 0,187 ) > α (5%), jadi dapatdisimpulkan H0 diterima, yang artinya tidak adaperbedaan hasil pengukuran sudut gonial dengansefalometri dan panoramik. Hal yang sama jugadiungkapkan dalam penelitian yang dilakukan olehShahabi bahwa tidak terdapat perbedaan yangsignifikan antara hasil pengukuran sudut gonial padasefalometri dan panoramik

Fisher-Brandies et al menyimpulkan bahwahasil pengukuran panoramik lebih kecil 2,20-3,60 daripadasefalometri. Hal ini tidak sama dengan hasil penelitianini dimana hasil pengukuran panoramik lebih besardaripada sefalometri.8 Adanya perbedaan dalammenentukan kriteria sampel seperti usia dan tipemaloklusi yang mungkin mempengaruhi perbedaanhasil. Menurut hasil penelitian Al-Shamout, sudutgonial semakin besar dengan bertambahnya usia.9

Nilai mean untuk perhitungan tinggi ramussebesar 44,07mm dengan standar deviasi sebesar1,280mm. Menurut hasil pengukuran Jarabak tinggiramus 44mm dengan standar deviasi 5mm. Hal ini berbedadengan hasil penelitian yang dilakukan olehAl-Shamout, dimana nilai mean untuk tinggi ramussebesar 51,12mm dengan standar deviasi sebesar5,55mm. Usia sangat berpengaruh terhadap tinggi ra-mus, semakin bertambahnya usia maka tinggi ramussemakin pendek.9

Hasil analisa data menunjukkan nilai meanuntuk panjang mandibula sebesar 73,69mm denganstandar deviasi 1,198mm. Hal ini tidak berbeda jauhdengan hasil pengukuran Jarabak yaitu sebesar 71mm.Kuramae berpendapat bahwa faktor ras/etnikberpengaruh terhadap tinggi ramus dan panjangmandibula, sedangkan jenis kelamin tidak menunjukkanperbedaan hasil yang signifikan.10

Besarnya sudut gonial dan tinggi ramus, sertapanjang msndibula dipengaruhi oleh beberapa faktor,salah satunya adalah usia. Al-Shamout berpendapatbahwa semakin bertambahnya usia, sudut gonialsemakin bertambah besar sedangkan tinggi ramusmemendek. Tujuan khusus dalam penelitian ini ialah

untuk melihat hubungan tinggi ramus dan panjangmandibula terhadap besarnya sudut gonial padasefalometri.

Hasil yang sama untuk perhitungan panjangmandibula terhadap sudut gonial, nilai signifikansisebesar (0.600) > α (5%), jadi dapat disimpulkan H0diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara sudutgonial sefalometri dengan panjang mandibula.

SIMPULANDari hasil penelitian di atas tentang perbedaan

sudut gonial sefalometri dan panoramik, serta hubunganantara sudut gonial sefalometri terhadap tinggi ramusdan panjang mandibula di dapatkan simpulan sebagaiberikut:· Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

pengukuran sudut gonial pada sefalometri danpanoramik.

· Tidak terdapat hubungan antara sudut gonialsefalometri terhadap tinggi ramus.

· Tidak terdapat hubungan antara sudut gonialsefalometri terhadap panjang mandibula.

· Panoramik dapat digunakan sebagai salah satu analisadalam menghitung sudut gonial pada kedua sisi.

DAFTAR PUSTAKA1. Stramotas S., Geenty JP., Petocz P., Darendeliler MA.,

(2002): Accuracy of Linear and Angular Measurementson Panoramic Radiographs Taken at Various Positions invitro. European Journal of Orthodontics, vol. 24, p. 43-52.

2. Nohadani N., Ruf S., (2008): Assessment of Vertical Fa-cial and Dentoalveolar Changes Using Panoramic Radiog-raphy. European Journal of Orthodontics, vol. 30, p. 262-268.

3. Proffit WR., Fields HW., Server DM., (2007): Contem-porary Orthodontics. Mosby Elsevier, Missouri, p. 1-5.

4. Jacobson A., Jacobson RL., (2006): Radiographic Cepha-lometry. Quintessence Publishing Co. Inc, Canada, p. 46.

5. Legrell PE., Nyquist., Isberg A., (2000): Validity of Iden-tification of Gonion and Antegonion in FrontalCephalograms. Angle Orthodontist, vol. 70, p. 2

6. Shahabi M., Ramazanzadeh BA., Mokhber N., (2009):Comparison between the External Gonial Angle in Pan-oramic Radiographs and Lateral Cephalograms of AdultPatients with Class I Malocclusion. Journal of Oral Sci-ence, vol. 51, p. 425-429.

7. Matilla K., Altonen M., and Haavikko K., (1977): Deter-mination of the Gonial Angle from the Orthopantomogram.Angle Orthodontist, vol. 47 n0 2, p. 107-110.

8. Fischer-Brandies H., Fischer-Brandies E., and Dielert E.,(1984): The Mandibular Angle in theOrthopantomogram. Radiologe, vol. 24 no. 12, p. 547-549.

9. Al-Shamout R dkk., (2012): Age and Gender Differencesin Gonial Angle, Ramus Height and Bigonial Width inDentate Subjects. Pakistal Oral & Dental Journal, vol 32,p.1.

10. Kuramae M, dkk., (2007): Jarabak’s Cephalometric Analy-sis of Brazilian Black Patients. Braz Dent J, vol. 18 no. 3,p. 258-262.

Erni, dkk: Comparison of gonial angle

Page 10: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

8

ABSTRACT

Background: Clinician sometimes must resolved to camouflage treatment to treat Class III Angle malocclusion with skeletaldiscrepancies because many patient with malocclusion refused to undergo orthognatic surgery to correct the underlying skeletaldiscrepancies. Objective: To explain the correction of anterior and posterior crossbite, and aligning maxillary and mandibulary teethto achieve Class I canine relation and good occlusal interdigitation. Case Management: Javanese female, 23 year old, wasdiagnosed with Class III Angle skeletal malocclusion with anterior and posterior crossbite, maxilla and mandibular teeth crowding,maxilla midline shift, and concave facial profile. The patient have already had her two first mandibular premolar extracted when shefirst came. Maxillary posterior teeth was first expanded to correct the posterior crossbite. Followed by placing open coil springbetween maxillary canine and first incisive left and right to find space to correct the maxillary crowding and the anterior crossbite.The mandible teeth was first leveled and aligned, and then the anterior mandible teeth retracted in order to achieve Class I Anglecanine relation and good overjet. Result: At finishing stage, posterior and anterior crossbite were corrected. Class I Angle caninerelation and good overjet were achieved but the concave facial profile still persisted. Conclusion: Good overbite, overjet, andocclusal interdigitation can be achieved with camouflage treatment to treat skeletal Class III Angle malocclusion. But camouflagetreatment does not treat the underlying skeletal discrepancies, so it cannot change the facial profile of the patient.

Key words: Skeletal Class III malocclusion, camouflage treatment, lower premolars extraction.

PENDAHULUANMaloklusi kelas III Angle ditandai dengan

adanya gigitan silang anterior dan rahang bawah terletaklebih ke depan daripada rahang atas.1 (Pambudi)Maloklusi kelas III ini dapat disebabkan karenadefisiensi pertumbuhan dari maksila, atau pertumbuhanmandibula yang berlebih, atau kombinasi dari keduanya.Penelitian menunjukkan sebagian besar kasus maloklusikelas III merupakan tipe skeletal. Kasus maloklusi kelasIII ini lebih sering dijumpai pada populasi Asia (15%-23%) dibandingkan dengan populasi Amerika, Eropa danAfrika Kaukasia (dibawah 5%).2

Gambaran klinis yang sering terlihat padamaloklusi kelas III ini adalah gigitan silang anterior,seringkali juga disertai dengan gigitan silang posterior.Pada relasi skeletal yang parah, insisif rahang atasbiasanya proklinasi dan kadang-kadang gigi-gigi padarahang atas terletak berdesakan, insisif rahang bawahretroklinasi kadang-kadang berdiastema atau bisa jugasedikit berdesakan. Pada maloklusi kelas III Angle yangparah, profil wajah cekung dan disertai dagu yangmenonjol.1,3,4

Pada pasien usia pertumbuhan, dapatdilakukan modifikasi pertumbuhan. Tetapi pada pasienusia dewasa dimana masa pertumbuhan sudah lewat,pilihan perawatan yang bisa dilakukan adalah

kompensasi dentoalveolar atau disebut juga perawatankamuflase ortodontik yang melibatkan pencabutan gigi,dan bedah ortognatik.3

Masih belum terdapat panduan yang jelaskapan maloklusi kelas III Angle bisa dilakukan perawatansecara ortodonti saja dan kapan harus dirawat secarabedah, tetapi secara umum pada pasien dengan ANB dibawah -40 dianjurkan untuk dilakukan perawatan secarabedah. Walaupun hal tersebut juga harus memperhatikanhasil analisis sefalometri lainnya, serta keinginan daripasien.4

Banyak pasien dewasa, walaupun indikasibedah ortognatik, menolak dilakukan tindakan bedahortognatik karena pertimbangan resiko pembedahan sertabiaya yang relative mahal, sehingga perawatan yangdapat dilakukan adalah perawatan kamuflase tanpamengoreksi deformitas skeletal.5 Perawatan kamuflasepada maloklusi kelas III Angle umumnya dilakukandengan pencabutan gigi premolar pertama mandibulauntuk menyediakan ruangan untuk koreksi berdesakanserta meretraksi anterior rahang bawah untukmenyamarkan ketidaksesuaian skeletal yang ada.6

Tetapi, yang perlu diperhatikan pada perawatankamuflase adalah, profil wajah ketika perawatan selesaiakan tetap cekung bahkan dapat menjadi lebih cekunglagi karena efek dari proklinasi anterior rahang atas serta

CAMOUFLAGE TREATMENT OF SKELETALCLASS III ANGLE MALOCCLUSION WITHEXTRACTION OF 2 LOWER PREMOLARS

(Case Report)Almasyhur Bestari* , Ida Bagus Narmada**

* Orthodontic Resident**Lecturer, Orthodontic Departement

Faculty of Dentistry, University of Airlangga

Page 11: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

9

retroklinasi anterior rahang bawah.3

Laporan kasus ini akan membahas mengenaiperawatan pada pasien dengan maloklusi kelas IIIdentoskeletal disertai gigitan silang anterior danposterior, berdesakan anterior rahang atas dan rahangbawah, dan pergeseran garis median rahang atas.

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Pasien perempuan, usia 23 tahun, datang keKlinik pendidikan spesialis Ortodonti FakultasKedokteran Gigi Universitas Airlangga dengan keluhangigi-giginya berdesakan serta gigi bawah lebih majudaripada gigi depannya. Beberapa bulan sebelumnya,pasien telah dirawat ortodonti oleh dokter gigi umum.Tetapi karena merasa kurang puas, pasien berpindah keklinik Ortodonti FKG Universitas Airlangga. Saat dirawatoleh dokter gigi sebelumnya, dilakukan pencabutan34 dan 44. Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan tipeprofil cekung, tipe kepala dolikosefalik. (gambar 1).

Gambar 1. Foto profil wajah sebelum perawatan

Pada pemeriksaan intra oral, penderita memilikirelasi molar mesioklusi, relasi kaninus kanan neutroklusidan kaninus kiri mesioklusi, gigi berdesakan padaanterior rahang atas dan bawah. Terdapat juga gigitansilang anterior dan posterior. Pergeseran garis mediangigi terhadap muka terjadi pada rahang atas 2mm kekanan (gambar 2).

Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan.

Gambar 3. Foto radiografi panoramik sebelum perawatan.

DIAGNOSISMaloklusi kelas III Angle disertai gigitan silang

anterior dan posterior, berdesakan anterior rahang atasdan rahang bawah, dan pergeseran garis median rahangatas.

Analisis SefalometriRelasi maksila dan mandibula terhadap basis

kranii menunjukkan relasi skeletal kelas III, dengan< SNA 79º, < SNB 84º, < ANB -5º, dan Wits Appraisal-18 mm, dengan inklinasi insisif RA yang protrusive(<I-NA 34º), inklinasi insisif RB yang cenderung retrusif(<I-NB 21º).

Pada analisis sefalometri jaringan lunak dapatdilihat bahwa berdasarkan Rickett’s Lip Analysis bibiratas 7 mm di belakang garis E dan bibir bawah 1 mm didepan garis E. Berdasarkan Steiner’s Lip Analysis bibiratas terletak di belakang garis S dan bibir bawah terletakdi depan garis S. Hal ini menunjukkan tipe profil wajahyang cekung (gambar 4, tabel 1).

Almasyhur, dkk: Camouflage treatment of skeletel

Page 12: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

10

Gambar 4. Foto radiografi sefalometri sebelum perawatanortodonti

EtiologiKemungkinan etiologi maloklusi pada kasus

ini utamanya karena faktor keturunan. Berdasarkananamnesa, ayah dari pasien juga memiliki profil wajahyang cekung. Selain itu lengkung rahang atas yang kecil,sehingga menyebabkan gigi-gigi rahang atas berdesakandan gigi 12, 22 palatoversi.

Tujuan PerawatanTujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk

mengoreksi gigitan silang anterior dan posterior,mengoreksi berdesakan anterior RA dan RB, mengoreksijarak gigit dan tumpang gigit, mengoreksi pergeserangaris median RA dan RB, serta mengusahakan agardapat tercapai relasi kaninus neutroklusi.

Kemajuan PerawatanPerawatan dimulai pada 4 Juli 2012. Awalnya

dilakukan ekspansi transversal dengan menggunakanperanti lepasan dengan skrup ekspansi pada rahangatas. Setelah gigitan silang posterior terkoreksi,dilakukan pemasangan breket Pre-Adjusted dengan slot0,018" pada rahang atas dan bawah serta pemasanganmolar band pada 16, 26, 36, 46, 37, dan 47.

Leveling dan aligning pada rahang atasdiawali dengan busur nickel titanium niti round 0,012",dilanjutkan dengan niti round 0,014" dan niti round0,016". Tahap selanjutnya, dilakukan pemasangan opencoil spring antara gigi 11 dan 13 serta antara 21 dan 23untuk menyediakan tempat untuk koreksi 12 dan 22 yangterletak palatoversi. Setelah terdapat tempat, 12 dan 22dikoreksi sedikit demi sedikit ke lengkung yang benardengan menggunakan wire niti 0,012" yang tumpangkandi atas wire niti 0,016". Ketika gigi-gigi rahang atas telahterletak dalam lengkuung yang benar, wire secarabertahap diganti dengan wire SS 0,016" x 0,016",kemudian SS 0,016" x 0,022".

Pada rahang bawah dilakukan leveling danaligning dengan busur nickel titanium niti round 0,012",dilanjutkan dengan niti round 0,014" dan niti round0,016", SS 0,016"x0,016", kemudian SS 0,016"x0,022".Setelah itu dilakukan retraksi kaninus dengan elasticchain menggunakan busur SS 0,016" x 0,022", kemudiandilakukan retraksi anterior rahang bawah menggunakan

teardrop loop pada busur SS 0,016" x 0,022".Pada tahap finishing dan detailing, terlihat gigitan silanganterior dan posterior terkoreksi, berdesakan anteriordan posterior terkoreksi, pergeseran garis medianRA terkoreksi. Relasi kaninus neutroklusi. Jarak gigitserta tumpang gigit yang normal juga dapat tercapai(gambar 5, gambar 6).

Gambar 5. Foto profil pada saat finishing perawatan ortodonti.

Gambar 6. Foto intra oral pada saat finishing perawatanortodonti

Gambar 7. Foto radiografi sefalometri pada saat finishingperawatan ortodonti

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 8-11

Page 13: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

11

Gambar 8. Foto radiografi sefalometri sesudahperawatan ortodonti

Tabel 1. Analisis sefalometri sebelum dan sesudah perawatanortodonti

PEMBAHASANPerawatan kamuflase non pembedahan pada

pasien dewasa dengan maloklusi kelas III memerlukanpencabutan gigi premolar mandibula untuk memberikanruang untuk koreksi berdesakan serta retroklinasi insisifrahang bawah. Ekspansi sagittal dan transversal gigi-gigi rahang atas juga diperlukan untuk mengoreksiberdesakan, gigitan silang anterior dan posterior, sertauntuk memperbaiki oklusi, memperoleh jarak gigit yangnormal, dan menyamarkan ketidaksesuaian skeletal.6

KESIMPULANPada kasus maloklusi kelas III Angle dengan

diskrepansi skeletal, seperti kasus di atas, idealnyadirawat dengan perawatan kombinasi bedah danortodonti agar dapat tercapai profil wajah yang ideal,serta hasil perawatan yang stabil. Akan tetapi, banyakpasien yang menolak menjalani pembedahan ortognatik,sehingga klinisi harus dapat semaksimal mungkinmengoreksi maloklusi yang ada dengan cara kamuflase.

Pada akhir perawatan kasus ini dengankamuflase, gigitan silang anterior dan posterior dapatterkoreksi, overjet dan overbite normal serta relasikaninus neutroklusi dapat tercapai. Tetapi dapat dilihat,bahwa profil wajah pasien masih tetap cekung dan tidakdapat terkoreksi karena kelainan skeletal yang ada tidakdiperbaiki.

DAFTAR PUSTAKA1. Raharjo P. 2009. Ortodonti Dasar, Etiologi Maloklusi.

Cetakan pertama. Airlangga University Press. p.76-8.2. Xiong X, Yu Y, Chen F. Orthodontic camouflage versus

orthognatic surgery: A comparative analysis of long-term

stability and satisfaction in moderate skeletal Class III.Open Journal of Stomatology. 2013; 3:89-93.

3. Proffit WR. 2004. Orthodontic Treatment Planning:Limitations, Controversies and Special Problems. In: ProffitWR. Contemporary Orthodontics. 4th Ed. Mosby Co,St. Louis. p269-327

4. Mitchell L. 2007. An Introduction to Orthodontics. 3rd

Ed. Oxford University Press Inc. p121-1295. Janson G, Souza JE, Alves FdeA, Andrade P, Nakamura

A, Freitas MR, Henriques JFC. Extreme dentoalveolarcompensation in the treatment of class III malocclusion.Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2005; 128:787-94.

6. Farret MMB, Farret MM, Farret AM. Strategies toFinish Orthodontic Treatment with a Class III MolarRelationship: Three Patient Reports. World J Orthod.2009; 10:323-333.

Almasyhur, dkk: Camouflage treatment of skeletel

Page 14: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

12

ABSTRACT

Background: Class III malocclusion is a common phenomenon which can caused by maxillary normal and mandibular prognation.Class III malocclusion cases with mandibular prognation during growth is a condition that requires early treatment to prevent itsseverity. Early treatment of Class III malocclusion with mandibular prognation in growing patient using maxillary fixed appliances isable to inhibit the growth of the mandible, thus the patients don’t have to be cooperative. Objective: the objective of the case report wasto describe correction of class III maloclussion using fixed reverse labial bow in early mixed dentition Case management: A malepatient aged 7 years and 11 months came to Orthodontic Clinic Faculty of Dentistry USU with a chief complaint of aesthetic problems.Diagnosis showed Class III malocclusion (ANB +0,50, SNB 79,5, Wits appraisal -4 mm) with overjet and overbite edge to edge,Persistence of teeth 52 and 62, and Caries was found at teeth 55,and 65.In this case report, patient was treated with fixed reverse labialbow appliance. Result: Skeletal problems corrected (ANB 2°, SNB 78°) and overjet 1 mm. Conclusion: Fixed reverse labial bowappliance can be used as an early treatment in mandible prognation in Class III Malocclusion, especially for non cooperative childrenthat still growing.

Key words: Class III malocclusion, mandible prognation, fixed reverse labial bow

berbagai peralatan removable yang dirancang untukmengatur berbagai susunan otot yang mempengaruhifungsi dan posisi mandibula untuk meneruskan force kegigi dan tulang basal. Biasanya kekuatan otot yangdihasilkan mengubah posisi rahang bawah dalam arahsagital dan vertikal, sehingga terjadi perubahanortodontik dan ortopedik.5 Karakteristik dari alatfungsional harus beradaptasi dengan maloklusi KelasIII dengan pengunaan reverse labial bow untukmengontrol diskrepansi dari arah sagittal danmemperbaiki overlap dari insisif. Alat cekat konvensionaldapat dikombinasikan pada pasien ini dengan alatfungsional reverse labial bow lepasan.6

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Seorang anak laki-laki umur 7 tahun 11 bulandatang ke Klinik Ortodonti FKG USU dengan keluhanutama gigi bawah terasa lebih maju. Hasil anamnesamenunjukkan kesehatan umum baik dan riwayat protrusirahang bawah terdapat pada ibu kandungnya.

DiagnosisPada pemeriksaan ekstraoral, tipe wajah normal,

simetris, profil datar, bibir atas normal, bibir bawahnormal dengan relasi bibir competent dan tidak ada

EARLY MIXED DENTITION TREAMENT WITHFIXED REVERSE LABIAL BOW FOR CLASS III

MALOCCLUSION(Case Report)

Andres*Muslim Yusuf***Resident,Department of Orthodontics**Lecturer, Department of Orthodontics

Faculty of Dentistry University of North Sumatera, Medan

PENDAHULUANMenurut Angle pembagian kelasifikasi dari

maloklusi dibagi berdasarkan dari relasi dental padamodel studi, berdasarkan hal tersebut Angle membagidalam 3 kelas yaitu Maoklusi Kelas I, Kelas II, Kelas III.Relasi Kelas III apabila oklusi dari mesiobukal cupsberada lebih ke mesial dari bukal groove molar 1 rahangbawah.1 Menurut Rakosi dan Schilli pembagianKelas III didasarkan pada komponen skeletal dandentoalveolar terbagi atas 4 Kelas:2

1.Maksila normal dan prognatik mandibula.2.Maksila retrusi dan mandibular normal.3.Normal maksila dan mandibula.4.Maksila retrusi dan prognatik mandibula.

Pasien dengan maloklusi Kelas III memilikipertumbuhan maksila kearah horizontal yang terhambatsedang mandibular yang bertumbuh lebih cepat dandisertai dengan retroklinasi dari insisif gigi anteriormandibular.3 Jika pilihan perawatan bertujuan untukmengoreksi komponen yang menyimpang dari normal,maka beberapa strategi perawatan harusdipertimbangkan. Salah satu yang menarik dan menjadikontroversi selama 2 dekade terakhir adalah apa yangdisebut dengan functional jaw orthopedic appliance(alat fungsional ortopedik).4

Istilah “functional appliance” mengacu pada

Page 15: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

13

kelainan pada sendi temporomandibula (Gambar 1).

Gambar 1. Foto profil sebelum perawatan.

Dari pemeriksaan intra oral terlihat kebersihanmulut baik dengan mukosa normal. Overjet dan overbiteedge to edge. Tidak ada pergeseran midline dental.Hubungan molar pertama permanen kanan Kelas III ¼ Pdan hubungan molar pertama permanen kiri Kelas III ¼P. Persistensi gigi 52 dan 62 serta terdapat karies padagigi 55 dan 65 (Gambar 2 dan 3).

Pemeriksaan LanjutanDiagnosa sefalometri (Gambar 4; Tabel)

menunjukkan relasi rahang Kelas III dengan retrognatimandibula (SNB 79,5° ANB 0,50, Wits appraisal -4 mm),konveksitas wajah skeletal cenderung datar (Na-Pog 4),pola pertumbuhan vertikal (NS-Gn 740), inklinasiinsisivus maksila proklinasi (U1-SN 107,50) dan inklinasiinsisivus mandibula retroklinasi (L1-MP 91°). Analisavertebra servikalis menunjukkan pasien berada padatahap initiation dengan proses pertumbuhan yang masihdapat diharapkan 80%-100%.

Gambar 2. Fotografi intraoral sebelum perawatan.

Gambar 3. Radiografi sefalometri dan panoramik sebelumperawatan.

Tabel 1. Analisa radiografi sefalometri sebelum dan sesudahperawatan.

EtiologiPasien dengan relasi skeletal kelas III dalam

masa pertumbuhan merupakan tahap inisial untukperawatan, pada pasien ini etiologi kelas III disebabkanoleh relasi maksila dan mandibula yang tidak selarasdimana mandibula mengalami pertumbuhan yang lebihcepat.

Tujuan PerawatanPasien masih dalam usia pertumbuhan, maka perawatandilakukan dua tahap. Pada tahap pertama bertujuanuntuk mengoreksi hubungan skeletal denganmenggunakan alat fixed reverse labial bow (Gambar 5).Tahap kedua bertujuan untuk mengoreksi gigi geligi padamaksila dan mandibula dengan fixed appliance. Alat inimerupakan alat cekat yang berfungsi untuk memodifikasipertumbuhan mandibula dari pasien, pada pasien ini akandipasangkan molar band pada gigi m2 desidui sebagaipenjangkar untuk alat fixed reverse labial bow. Pasienmenggunakan alat ini karena pasien kurang kooperatifterhadap perawatan sehingga pemakaian alat dapatdipastikan selama 24 jam. Efek yang diharapkan dari alatfixed reverse labial bow meliputi perubahanpertumbuhan rahang, memacu pertumbuhan dan posisimaksila, dan menghambat pertumbuhan mandibuladalam arah sagital.

Andres, dkk: Early mixed dentition treatment

Page 16: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

14

Setelah hubungan rahang terkoreksi, kemudiandilakukan perawatan tahap kedua dengan fixedappliance.

Kemajuan PerawatanPasien diintruksikan untuk menjaga oral

hygiene karena gigi yang ditempatkan molar mudahuntuk terjadi infeksi makanan. Alat fix reverse labialbow dipakai selama 24 jam tanpa adanya pelepasan. Padawaktu kontrol extension arm dibagian palatal diaktifkanuntuk mendorong gigi anterior ke labial untuk memacumendorong gigi anterior ke labial dalam arah transversaldan sagital, memacu pertumbuhan maksila dalam arahtransversal dan menghambat pertumbuhan mandibuladalam arah sagital. Kontrol dilakukan 1 bulan sekalidengan pengaktifan extension arm dilingual.

Setelah 4 bulan perwatan gambar (gambar 4),tujuan perawatan tahap pertama telah tercapai. Darianalisa sefalometri perawatan memperlihatkanperubahan yang relative signifikan dari relasi skeletalKelas III menjadi Kelas I (SNB, ANB) (Tabel).Superimposisi radiografi sefalometri sebelum dansesudah perawatan menunjukkan terjadi peningkatanpertumbuhan maksila lebih besar daripada mandibula(gambar 7B).

Gambar 4. Foto alat dan pemasangan alat di dalam mulut

Profil wajah dan dukungan bibir atas meningkat, danoverjet bertambah dari edge to edge menjadi 1 mm.

Gambar 5. Foto profil setelah perawatan.

Gambar 6. foto intraoral setelah perawatan

Gambar 7. A. Radiografi sefalometri setelah perawatan, B .Superimposisi sefalometri sebelum (garis hitam)dan sesudah perawatan (garis merah).

PEMBAHASANTujuan dari perawatan maloklusi Kelas III pada

masa gigi bercampur usia anak-anak untuk mendapatkanincisal guidance dan interdigitasi yang harmonis.Sebagian besar pasien Kelas III merupakan tahap awaldari functional shifting mandibula. Alat Frankel III,Bionator III, dan modifikasi dari Hawley untukperawatan Kelas III membutuhkan kekooperatifan daripasien. 6

Karakteristik dari alat fungsional yang digunakandiadaptasi dari SW III adalah reverse labial bow, yangmana alat ini berfungsi untuk mengontrol pergerakandiskrepansi dalam arah sagittal dan mendapatkanoverlap dari insisif.Hasil dari perawatan ini dapat diprediksi dan cepat,biasanya akan terkoreksi dalam waktu 2-4 bulan. Dapatdilihat dari kasus-kasus sebelumnya, sudut SNB, ANBcenderung bertambah, inklinasi dari insisif rahang bawahsedikit berkurang dan penambahan dari overbite danoverjet.7

SIMPULANPada pasien masa pertumbuhan perawatan dini KelasIII skeletal dapat dilakukan dengan memodifikasipertumbuhan dan mengoptimalkan potensi pertumbuhanuntuk mengoreksi hubungan skeletalnya.

Penggunaan fixed reverse labial bow padamaloklusi Kelas III skeletal dengan prognatik mandibulaterbukti memberikan hasil yang baik pada perubahanskeletal dan dental pasien. Dalam perawatan denganpesawat fixed fungsional sangat bermanfaat dikarenakan

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 12-15

Page 17: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

15

penggunaan alat yang tidak terlalu membutuhkankekooperatifan pasien didalam pemakaian sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA1. Angle EH. Classification of Malocclusion. The Dental

cosmos. 1899;41:248–264.2. Rakosi T, Schilli W. Class III anomalies: a coordinated

approach to skeletal, dental, and soft tissue problems, JOral Surg 39:860-870, 1981.

3. Bishara SE. Text book of orthodontics. Toronto: WBSaunders Co, 2001: 381.

4. Almeida MR, Henriques FC, Ursi W. Comparative studyof the Fränkel (FR-2) and bionator appliances in the treat-ment of Class II malocclusion. Am J Orthod DentofacialOrthop 2002; 121: 458-66.

5. Bishara SE, Ziaja RR. Functional appliances: a review.Am J Orthod Dentofacial Orthop 1989; 95: 250-8.

6. Wang F. Inverted labial bow appliance for Class III treat-ment, J Clin Orthod 30:487-492. 1996.

7. Carano A, Bowman SJ, Valle M. A Fixed Reverse LabialBow for Moderate Class III Interceptive Treatment. Jour-nal of Clinical Orthodontics. 2003;37(1):42–6.

Andres, dkk: Early mixed dentition treatment

Page 18: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

16

ABSTRACT

Background: Posterior crossbite is commonly occurring type of malocclusion seen in orthodontic practice. Posterior crossbite canbe bilateral or unilateral. In some cases, unilateral posterior crossbite may caused by skeletal asymmetry.Objective: To explaintreatment of unilateral posterior crossbite with upper posterior crowding, midline shifting, and masticatory function. Case Management:A 32 years old Chinese female patient who was is diagnosed with unilateral posterior crossbite with facial asymmetry. The patientpresented ortognatic mandibular, class III molar relationship, upper posterior crowding, mandibular 4 mm midline shifting to theright and had a poor periodontal conditions in the right maxilla region. This patient has undergo orthodontic treatment before.Treatment was initiated using self-ligating bracket without extracting, continued with unilateral posterior expansion, upper posteriorcrowding correction, and the used of anterior crosselastic unilateral. Results: Class II canine dental relation (right), Class I caninedental relation (left), class III molar relation with proper functioning and normal occlusion were achieved with better facial asymmetryprofile. Conclusion: Despite asymmetry skeletal problem uncorrected, good functioning were achieved.

Key words: orthodontic treatment, unilateral posterior crossbite, skeletal asymmetry.

PENDAHULUANGigitan silang posterior merupakan salah satu

jenis maloklusi yang sering ditemukan. Gigitan silangposterior adalah hubungan bukolingual yang abnormalantara satu atau lebih gigi rahang atas dengan satu ataulebih gigi rahang bawah, ketika kedua rahang beradadalam relasi sentrik. Variasi hubungan bukolingual gigiposterior yang dapat terjadi adalah gigitan silang bukaldan gigitan silang lingual1.

Gambar 1. Hubungan transversal gigi molar pertama4.A. Hubungan buko-lingual molar yang normal,B. Gigitan silang bukal, C. Gigitan silang lingual,D. Gigitan silang lingual total

Dari pengamatan saat oklusi sentrik, gigitansilang posterior dapat dibedakan menjadi dua kategoriyaitu unilateral dan bilateral. Gigitan silang unilat-eral biasanya disebabkan oleh lengkung rahang atasyang sedikit lebih sempit daripada lengkung rahangbawah2. Pada kondisi ini, seringkali terjadi penyimpanganmandibula ke arah lateral pada saat menutup, sehinggaterjadi pergeseran garis median mandibula ke arah yangmengalami gigitan silang3.

Gigitan silang posterior dapat juga

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu tipe dental,muskuler, dan skeletal4. Pada tipe dental, terjadi tippinglokal pada satu atau beberapa gigi. Gigitan silang yangtidak berhubungan dengan ukuran atau bentuk tulangbasal dan biasanya disertai dengan penyimpanganfungsional mandibular untuk mencapai oklusi sentrik.Pada tipe muskuler/fungsional, terjadi posisi adaptifmuskuler dari mandibular akibat adanya hambatanoklusal. Tipe ini mempunyai gambaran klinis yang miripdengan tipe dental, tetapi gigi tidak tipping pada tulangalveolar. Penyesuaian muskuler lebih berperan daripadamalposisi gigi. Tipe skeletal disebabkan olehperkembangan tulang maksila atau mandibular yangasimetris, ataupun akibat disharmoni lebar lengkungmaksila dan mandibular oleh karena faktor genetik5.

Secara umum, klasifikasi, dan usia pasienmerupakan faktor yang saling berkaitan dalammenentukan perawatan maloklusi6. Gigitan silang pos-terior yang disebabkan oleh pertumbuhan asimetristulang merupakan kasus yang paling sulit dirawat. Padagigitan silang posterior ini, bila dilakukan ekspansimaksila untuk melebarkan lengkung secara bilateral,maka pada sisi rahang yang normal akan berubahmenjadi gigitan silang bukal. Perawatan yang lebih tepatpada kasus tersebut adalah dengan menggunakan crosselastic unilateral ataupun dilakukan ekspansi unilat-eral dengan tindakan bedah7.

Gigitan silang posterior yang disebabkan olehpenyimpangan fungsional mandibula ke arah lateral,asimetri lengkung pada kedua rahang, atau kombinasi

ORTHODONTIC TREATMENT OF UNILATERALPOSTERIOR CROSSBITE WITH SKELETAL

ASYMMETRY(Case Report)

Ariesty Dewi Sukarno*, Jusuf Sjamsudin***Orthodontic Resident

** Lecturer, Orthodontic DepartmentFaculty of Dentistry, University of Airlangga

Page 19: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

17

dapat menyebabkan adanya asimetri pada wajah8.Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yangterjadi pada bagian yang homolog pada wajah dalam halukuran, bentuk, dan posisi pada sisi kiri dan kanan9.Asimetri dental dan wajah secara struktural dapatdiklasifikasikan sebagai kelainan dental, skeletal, otot,dan fungsional. Diagnosis adanya asimetri pada dentaldan wajah dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis,analisa model, foto profil pasien ataupun pemeriksaanradiografik panoramik, sefalogram posterior-anterior dansubmental vertex radiografik untuk menganalisiskelainan skeletalnya10

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Pasien seorang perempuan, usia 32 tahun, sukuCina datang ke klinik pendidikan spesialis OrtodontiFakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga inginagar dapat mengunyah makanan dengan baik sertamerapikan gigi-giginya agar tidak sering terselipmakanan. Pasien sudah pernah dilakukan perawatanortodonsia sebelumnya.

Pada pemeriksaan ekstraoral didapatkan tipeprofil cembung, tipe muka ovoid, tipe kepala mesosefalik.Penderita memiliki bentuk muka tidak simetris dan bibiryang kompeten (gambar 2).

Gambar 2. Foto profil wajah sebelum perawatan.

Pada pemeriksaan intraoral, penderitamempunyai jaringan mukosa yang normal, bentuk lidahnormal, bentuk palatum tinggi dan dalam. Kebersihanmulut penderita sedang dengan tumpatan pada gigi 16,36, 48 dan telah dilakukan odontektomi pada gigi 18, 17,28, 35, 38, 44, 47 akibat impaksi. Hubungan molarmesioklusi, hubungan kaninus gigital tonjol (kanan) danneutroklusi (kiri). Adanya berdesakan pada posterior

kanan dan kiri rahang atas, gigitan silang anterior regio13 dengan 43, gigitan silang posterior regio 14, 15, 25dengan 44, 46, 35, serta adanya gigitan tonjol regio 16dengan 46. Pergeseran median terhadap muka terjadi padarahang bawah 4 mm ke arah kanan akibat adanyadispalecement mandibula ke arah kanan.

Gambar 3. Foto intraoral sebelum perawatan.

Gambar 4. Foto radiografi panoramik penderita tampakadanya multiple impaction (tahun 2000).

Gambar 5. Foto radiografi panoramik sebelum perawatan.

DIAGNOSISMaloklusi klas I Angle disertai gigitan silang

posterior unilateral, asimetri rahang skeletal, berdesakanposterior RA, dan pergeseran garis median RB.

Analisis SefalometriProfil cembung (Ð FH-NP 85º, Ð NAP 11º),

dengan hubungan maksila dan mandibula terhadap ba-sis kranium menunjukkan skeletal klas I (Ð SNA 84º, ÐSNB 81º, Ð ANB 3º, dan Witt’s Appraisal AO-BO -3 mm)dengan inklinasi insisif RA dan RB masih dalam batasnormal (Ð I-NA 26º, Ð I-NB 32º). Analisis jaringan lunakRickett’s Lip Analysis bibir atas 5 mm di depan garis E

Ariesty, dkk: Orthodontic Treatment of unilateral

Page 20: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

18

dan bibir bawah 4 mm di depan garis E. Analisissefalometri Steiner’s Lip Analysis bibis atas dan bawahdi depan garis S.

Gambar 6. Foto radiografi sefalometri sebelum perawatan.

EtiologiEtiologi maloklusi adanya gigitan silang pos-

terior unilateral pada kasus ini disebabkan karena faktorketurunan dari ayah penderita. Pada kasus inididapatkan asimetri rahang skeletal disebabkan karenaterganggunya pertumbuhan mandibula regio kiri. Padapemeriksaan foto radiografik panoramik terlihat adanyaperbedaan bentuk dan ukuran head condyle yangmerupakan pusat pertumbuhan dari mandibula. Hal inimenyebabkan terjadinya abnormalitas bentuk dari an-gulus mandibula kiri. Faktor lokal yang berpengaruhdiantaranya adanya kehilangan prematur 55, 65,kelainan jumlah gigi akibat multiple impaction padagigi 18, 17, 28, 35, 38, 44, 47 sehingga dilakukan tindakanodontektomi.

Tujuan PerawatanTujuan perawatan pada kasus ini adalah untuk

mengkoreksi gigitan silang posterior unilateral regiokanan, mengkoreksi berdesakan rahang atas, danmengkoreksi pergeseran garis median rahang bawah.Rencana perawatan tanpa melibatkan adanyapencabutan. Diawali dengan leveling dan aligning padarahang atas dan rahang bawah. Selanjutnya dilakukanekspansi transversal regio kanan dengan busur SS0,016"x0,016" pada rahang atas. Pada rahang bawahdilakukan kontriksi lengkung rahang pada regio kanansekaligus pemakaian cross elastik unilateral.Diharapkan akhir perawatan dapat tercapai oklusi yangnormal sehingga fungsi mastikasi dapat berfungsidengan baik.

Kemajuan PerawatanPerawatan dimulai pada 11 Oktober 2012

dengan tanpa pencabutan. Dilakukan pemasangan mo-lar band rahang atas dengan welding tube gigi 16, 26beserta Trans Palatal Arch (TPA). Pada rahang bawahdilakukan pemasangan molar band dengan weldingbraket pada gigi 36, 46 dan molar band dengan weldingtube pada gigi 37, 47. Selanjutnya dilakukan pemasanganbraket Self ligating slot 0,018" (American Orthodontic)

pada semua gigi rahang atas dan rahang bawah.Leveling dan aligning diawali dengan busur

nickel titanium (NiTi) round 0,012", dilanjutkan denganniti round 0,014", dan niti round 0,016" dan denganmemasang open coil spring pada regio 14-16 dan 24-26untuk unreveling gigi 15 dan 25. Derotasi gigi 15 denganmemasang button pada palatal gigi 15 lalu menggunakanelastic chain untuk mengkoreksi rotasi. Tahapselanjutnya dilakukan ekspansi transversal rahang atasregio kanan (13, 14, 15) dengan menggunakan wire bend-ing toe out busur SS recta 0,016"x0,016" dengan stoppada mesial molar pertama rahang atas. Pada rahangbawah dilakukan uprighting gigi 35 yang distoversidengan menggunakan niti recta 0,016"x0,022". Kemudiandilakukan juga enamel stripping serta konstriksilengkung pada regio kanan agar dapat membantu gigitansilang terkoreksi bersamaan dengan pemasangan crosselastik unilateral pada regio 23-43 sekaligus mengurangidisplacement mandibula.

Setelah 2 tahun 2 bulan perawatan,terlihat gigitan silang posterior unilateral terkoreksi,berdesakan rahang atas terkoreksi, fungsi mengunyahmenjadi normal, serta profil tetap cembung tetapi menjadilebih baik. Relasi kaninus distoklusi (kanan) danneutroklusi (kiri). Jarak gigit 3 mm dan tumpang gigit 2mm.

Gambar 7. Foto profil wajah sebelum dan setelah perawatan.

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 16-20

Page 21: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

19

Gambar 8. Foto intraoral sebelum dan setelah perawatan.

Gambar 9. Foto radiografi panoramik setelah perawatan.

Gambar 10. Foto radiografi sefalometri setelah perawatan.

Gambar 11. Gambaran superimposed sefalometri sebelumdan setelah perawatan

.Tabel 1. Analisis sefalometri sebelum dan sesudah perawatan

ortodonti.

PEMBAHASANVariasi displasia skeletal pada gigitan silang

unilateral biasanya disebabkan oleh lengkung rahangatas yang sedikit lebih sempit daripada lengkung rahangbawah. Pada kondisi ini, seringkali terjadi penyimpanganmandibula ke arah lateral pada saat menutup ataukombinasi, sehingga terjadi pergeseran garis medianmandibula ke arah yang mengalami gigitan silang dandapat menyebabkan adanya asimetri pada wajah.

Pada kasus ini tidak dilakukan pencabutandi rahang atas maupun bawah oleh karena telahdilakukan odontektomi pada gigi 18, 17, 28, 35, 38, 44, 47oleh karena impaksi. Selain itu, kekurangan ruangandapat diatasi dengan melakukan ekpansi transversalunilateral rahang atas regio kanan yang memang jugadiperlukan untuk mengkoreksi adanya gigitan silangposterior unilateral dengan menggunakan busur SSrecta 0,016"x0,016".

Penyesuaian oklusi dan interdigitasiselanjutnya menggunakan cross elastik unilateral padaregio 23 ke 43 untuk mengurangi displacement mandibulake arah kanan yang memperparah gigitan silangposterior unilateral regio kanan dan terjadinya facialasymmetry. Perawatan ortodontik selama 2 tahun 2 bulan

Ariesty, dkk: Orthodontic Treatment of unilateral

Page 22: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

20

pada kasus ini memberikan hasil yang cukup baik secarafungsional.

SIMPULAN

Asimetri wajah dan dental dapat disebabkankarena kelainan pada dental, skeletal, otot, danfungsional, serta dapat terjadi secara bersama-sama padaindividu yang sama. Oleh sebab itu dalam mendiagnosiskasus dengan asimetri wajah dan dental memerlukanpemeriksaan yang teliti dan hati-hati. Diagnosis adanyaasimetri pada dental dan wajah dapat dilakukan denganpemeriksaan klinis, analisa model, foto profil pasienataupun pemeriksaan radiografik panoramik, sefalogramposterior-anterior dan submental vertex radiografikuntuk menganalisis kelainan skeletalnya sehinggaortodontis mampu merencanakan perawatan dengansebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA1. Echols M. Orthodntic crossbites and palatal constriction

(Homepage of braceace) <http://www.braceface.com/info2.htm#crossbite> 14 July 2004.

2. Foster TD. Buku ajar ortodonsi. Alih Bahasa. LilianYuwono. Jakarta: EGC, 1993: 156-7

3. Johns Dental Laboratoris. Standar instructions for usingrapid palatal expander (Homepage of Johns DentalLabortories) <http://www.johnsdental.cpm/articles/ortho/fixed/rpeadj.htm> July 14, 2004.

4. Moyers RE. Handbooks of orthodontics for the studentsand general practicioner. 3rd. Chicago: Year Book MedicalPublisher.1973: 243-44, 313, 532-33, 538-40.

5. Syahrul D. dkk. Perawatan gigitan silang posterior denganrapid maxillary expansion. Bagian Ortodonsia FakultasKedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

6. Salzmann JA. Practice of orthodontics. 3rd. Philadelphia:JB Lippincot Company, 1996: 585, 932.

7. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Philadelphia: WB.Saunders Company, 2001:83, 109-11, 160-1, 179, 226,431, 435-37, 299-300.

8. Lewis PD. The deviated midline. American Journal ofOrthodontics. 1976;70(6):601–16.

9. Fisher B. Assymetries of the dentofacial complex. AngleOrthod 1954; 24(4): 79-183.

10. Walianto S. Asimetri dental dan wajah. Bagian ortodonsiaFakultas Kedokteran Gigi Universitas MahasaraswatiDenpasar.

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 16-20

Page 23: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

21

ABSTRACTBackground: Early treatment of skeletal Class III malocclusion has always been controversial and definitive treatment for severecases tends to be delayed. In some cases, growing patient with skeletal Class III malocclusion, moderate to severe anterior cross biteand deep bite need early intervention. Objective: the aim of the case report was to describe treatment for skeletal Class III maloclussionin growth and development period patient using activator. Case management: Eight year old girl with straight profile, mandibleprognation, anterior cross bite, anterior deep bite, and congenitally missing of maxillary lateral right incisor. Orthopedic treatmenthas done with functional appliance Class III Activator modificated with addition of Adams clasp as retention, lip bumper, and inclinedplane. Result: Patient’s skeletal relation and profile has improved, anterior cross bite and anterior deep bite has corrected after 6months of treatment. The treatment still undergo until the report had been written. Conclusions: This case showed that Class IIIActivator with modification can be used to correct skeletal Class III malocclusion in growing patient. Patient and parents cooperationwere the key for the successful of this treatment

Key words: Early treatment, Orthopedic, Class III malocclusion, Class III Activator.

TREATMENT OF SKELETAL CLASS IIIMALOCCLUSION IN GROWTH AND

DEVELOPMENT PERIOD PATIENT USINGMODIFICATION OF CLASS III ACTIVATOR

(Case Report)Bunga AR *, Amalia Oeripto **

*Resident of Orthodontic** Lecturer of Orthodontic

Faculty of Dentistry, University of North Sumatera

PENDAHULUANPerawatan ortodonti secara dini merupakan

perawatan ortodonti yang dilakukan pada tahap palingaktif di masa pertumbuhan kraniofasial skeletal dan gigigeligi.1 Tujuan dalam melakukan perawatan dini adalahuntuk memperbaiki hubungan skeletal, memberikan arahpertumbuhan yang lebih baik, waktu perawatan tahapdua yang lebih pendek, mencapai fungsi dan oklusiyang baik, stabilitas hasil perawatan serta memperbaikiestetika wajah sehingga meningkatkan rasa percaya diridan juga kepuasan dari orang tua.1,2

Tweed membagi maloklusi Klas III dalam 2kategori. Pertama, Pseudo Klas III dengan mandibulanormal dan maksila yang kurang berkembang. Kedua,maloklusi Klas III sejati (true Class III) dengan ukuranmandibula yang besar. Cara untuk membedakankeduanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan polapenutupan mandibula pada relasi sentrik normal danhabitual. Pada maloklusi Klas III sejati pola penutupanrelasi sentrik dan habitual adalah sama.3,4

Penggunaan aktivator modifikasi untuk klasIII diperkenalkan pertama kali oleh Rakosi. Aktivatoradalah pesawat removable longgar yang mengarahkantekanan dari otot wajah dan pengunyahan pada gigidan struktur pendukung untuk menghasilkan perbaikangigi dan hubungan oklusal. Tujuan dalam pemakaianpesawat ini adalah untuk mendapatkan retrusi mandibula

atau protrusi maksila. 1,5

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Seorang anak perempuan berusia 8 tahundatang ke Klinik Ortodonti FKG USU dengan keluhanutama mandibula yang maju. Hasil anamnesamenunjukkan kesehatan umum baik dan diketahui orangtua memiliki mandibula yang prognati. Pada pemeriksaanekstra oral, tipe wajah normal, proporsi sepertiga wajahatas (glabella-subnasal) adalah 42,5% dan sepertigabawah (subnasal-menton) 57,6%, simetris, profil cekung,bibir dan relasinya normal, dan tidak ada kelainan padasendi temporomandibular. (Gambar 1).

Pemeriksaan intraoral menunjukkan tahap gigibercampur dengan seluruh gigi desidui ada kecuali gigi52 dan gigi-gigi permanen 11,16,21,26,31,32,36,41,42,46.Tidak terdapatnya gigi 12 menyebabkan terjadipergeseran dental midline ke kanan 2 mm. Rotasi gigiterdapat pada gigi 11 dan 21, gigi 11 disto labio torsiversi dan gigi 21 mesio palato tosi versi. Relasi molarkanan dan kiri Klas I Angle, overjet -3,5 mm serta overbite-5 mm. Pada saat dilakukan pemeriksaan fungsi, pasiendapat memundurkan mandibula sampai hubungan edgeto edge pada gigi anterior. Hal ini merupakan prognosayang baik dalam memperbaiki hubungan rahang(Gambar 1).

Page 24: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

22

Gambar 1. Foto profil dan gambaran intraoral sebelumperawatan

DiagnosisAnalisis model menunjukkan adanya

kekurangan ruang sebesar -8,16 mm pada regio empatinsisivus maksila yang disebabkan tidak adanya gigi 52dan 12. Pada regio 13,14,15 dan 23,24,25 masing-masingkekurangan ruang sebesar -0,5 mm. Kekurangan ruangjuga terdapat di regio empat insisivus mandibula sebesar-1 mm. Regio 43,44,45 terdapat kelebihan ruang sebesar+1,8 mm dan regio 33, 34,35 kelebihan ruang sebesar+2,3 mm. Dalam keadaan oklusi, analisis modelmenunjukkan terdapat crossbite anterior, hubunganmolar permanen Klas I dan pergeseran midline dentalmaksila 2 mm ke kanan (Gambar 2).

Pemeriksaan LanjutanAnalisis radiografi sefalometri dalam

mengevaluasi maturasi cervical vertebra pasien menurutHassel dan Farman menunjukkan bahwa pasien berada

dalam tahap initial. Pada tahap ini pertumbuhan barudimulai dan masih diharapkan proses pertumbuhansebesar 80-100 %. Analisis sefalometri juga menunjukkanSNA : 80o, SNB : 87 o, ANB : -7 o, konveksitas wajahskeletal cekung, rotasi mandibula berlawanan arah jarumjam, pola pertumbuhan horizontal, I : SN proklinasi dan9 : MP retroklinasi. Radiografi panoramik menunjukanpasien dalam masa gigi bercampur dengan agenesis gigi52 dan 12, serta benih gigi molar ketiga yang belumterbentuk (Gambar 2, Tabel 1).

Gambar 2. Gambaran radiografi panoramik dan sefalometrisebelum perawatan

EtiologiPasien didiagnosa dengan hubungan skeletal Klas IIIdengan prognati mandibula, maksila normal, proklinasiinsisivus maksila dan retroklinasi mandibula. EtiologiKlas III skeletal adalah herediter dari orang tua yaituayah pasien, kekurangan ruang di maksila danpergeseran midline dental ke kanan karena agenesis darigigi 52 dan 12.

TUJUAN PERAWATANPerawatan untuk pasien usia pertumbuhan

dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama untuk koreksihubungan rahang dengan menggunakan aktivator KlasIII. Gigitan kerja dalam pembuatan aktivator diperolehdengan cara memundurkan mandibula sampaididapatkan hubungan anterior edge to edge. Aktivatordimodifikasi dengan penambahan klamer Adams sebagairetensi dan penambahan Lip bumper di maksila. Pasiendiinstruksikan memakai Aktivator selama 12 jam dalamsehari. Diharapkan dengan penggunaan pesawat inipertumbuhan mandibula dapat dihambat, dengan adanyapeninggi gigitan berupa dataran penuntun (guidingplane) maka posisi mandibula terhadap maksila akanterkoreksi.

KEMAJUAN PERAWATANAktivasi pesawat aktivator Klas III dilakukan

sebulan sekali. Setelah 2 bulan perawatan relasi anteriorrahang atas dan bawah pasien menunjukkan hubunganedge to edge. Pada kontrol selanjutnya, bagian anteriordari aktivator ditambahkan gutta percha dengan tujuanuntuk memproklinasikan gigi anterior sehinggadidapatkan hubungan anterior yang baik danmemperbaiki rotasi dari gigi insisivus sentralis. Namunternyata gutta percha sulit untuk mempertahankanretensinya pada akrilik. Pada kontrol selanjutnyadilakukan penggantian gutta percha dengan akrilik self

A

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 21-24

Page 25: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

23

curing berupa dataran miring di bagian anterior (Gambar3). Perawatan dilakukan evaluasi kembali setelah 5bulan. Setelah hubungan rahang terkoreksi, maka akandilakukan perawatan tahap kedua yaitu dengan pesawatortodonti cekat.

Gambar 3. Foto Aktivator modifikasi dan pemasangan didalam rongga mulut

Evaluasi setelah 5 bulan perawatanmenunjukkan perubahan pada skeletal pasien.Sefalometri memperlihatkan SNB dari 87o menjadi 84o,SNA tetap 80o, ANB -7o menjadi -3o, rotasi mandibuladan pola pertumbuhan menjadi normal dan WittsApraisal dari -17,5 mm menjadi -9 mm (Tabel 1). Fotoprofil dan foto intraoral dapat dilihat pada gambar 4.Superimposisi sefalometri sebelum dan sesudahperawatan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 4. Foto profil dan gambaran intraoral setelahperawatan

Gambar 5. Superimposisi sefalometri sebelum perawatan(garis merah) dan sesudah perawatan (gaaris biru).

Tabel 1. Data sefalometri sebelum dan sesudah 5 bulanperawatan

PEMBAHASANMalokusi Klas III menurut etiologinya dapat

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu yang pertama maloklusiKlas III skeletal atau yang disebut juga dengan TrueClass III Malocclusion. Kelainan ini dikarakteristikkandengan adanya displasia skeletal yang melibatkanhipertrofi dari mandibula, tinggi wajah yang pendek, ataukombinasi dari keduanya. Tipe yang kedua yaitu KlasIII Pseudo, dimana akibat adanya traumatik oklusi polapenutupan mandibula menjadi lebih ke depan dan jugaterjadinya crossbite dengan insisivus atas. Pola ini akanmemiliki efek pada maksila dan mandibula sebagai akibatdari adaptasi otot-otot.6

Tipe ketiga yaitu berupa posisi satu ataubeberapa gigi dari maksila linguo versi dengan inklinasiaksial yang abnormal dari gigi insisivus maksila, tetapibukan Klas III sebenarnya. Etiologi dari maloklusipenting untuk diketahui untuk merencanakanperawatan. Tidak hanya pola pertumbuhan, tetapi faktorlingkungan fungsional juga sangat penting dalamperawatan maloklusi Klas III.6

Rencana perawatan maloklusi Klas III

Bunga, dkk: Treatment of skeletal class III

Page 26: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

24

tergantung pada tipe maloklusinya. Pada true Class III,maka perawatan ditujukan untuk memperbaiki defisiensiskeletal seperti tinggi wajah tengah yang pendek, makadiperlukan traksi secara ortopedi untuk meningkatkanpertumbuhan maksila, dan pada mandibula yang prognatimaka diperlukan alat ortopedi untuk memperbaiki danmenahan arah pertumbuhan mandibula ataupunkombinasi dari keduanya.7

Pada tahun 1981 Turpin merekomendasikanwaktu yang tepat untuk melakukan perawatan padamaloklusi Klas III. Beliau menyarankan pasien yangtermasuk dalam kategori positif sebaiknya dilakukanperawatan dini, dan sebaliknya pada kategori negatifperawatan sebiknya ditunda sampai pertumbuhanselesai. Beliau juga menyarankan bahwa pasiensebaiknya dihimbau akan kemungkinan diperlukanpembedahan, walaupun perwatan dini berhasil.7

Faktor positif menurut Turpin yaitu, tipe wajahkonvergent, shifting fungsional antero-posterior,pertumbuhan kondilus yang simetris, usia tumbuhkembang, disharmoni skeletal ringan, bukan kelainanherediter, dan estetik wajah yang baik. Sedangkan faktornegatif yaitu, tipe wajah divergen, tidak ada shiftingantero-posterior, pertumbuhan kondilus asimetri,pertumbuhan telah selesai, tidak kooperatif, bersifatherediter, estetis wajah yang buruk.7

Perawatan dini untuk maloklusi Klas III sampaisaat ini masih sangat kontroversi di antara ortodontis.Akan tetapi sebagian ortodontis berpendapat bahwamelakukan perawatan dini dengan tujuan untukmenghambat serta memodifikasi abnormalitas skeletal,muskular dan dentoalveolar yang sedang terjadi lebihbaik daripada menunggu sampai pertumbuhanselesai. 1,8

Tujuan perawatan dini pada maloklusi skeletalKlas III adalah untuk memperbaiki hubungan skeletal,memberikan arah pertumbuhan yang lebih baik, waktuperawatan tahap dua yang lebih pendek, mencapai fungsidan oklusi yang baik, stabilitas hasil perawatan sertamemperbaiki estetika wajah sehingga meningkatkan rasapercaya diri dan juga kepuasan dari orang tua.9 Padakasus ini diputuskan untuk melakukan perawatan dinikarena pasien masih dalam usia pertumbuhan, dimanadapat dilihat pada analisis cervical vertebra pasien masihberada pada tahap initial, kooperatif dari orang tua danpasien tinggi, dan diharapkan abnormalitas skeletaldapat diperbaiki dan dimodifikasi menuju arahpertumbuhan yang baik.

Satravaha dan Taweesedt melaporkan efek darihasil perawatan dengan pesawat ini adalah rotasimandibulah searah jarum jam, tipping labial dari gigiinsisivus atas, tipping lingual dari gigi insisivus bawah,dan mendukung pertumbuhan maksila ke depan.1 Padalaporan kasus ini, juga didapatkan rotasi mandibulameningkat dari 28o menjadi 32,5o , dan tipping labial dariinsisivus maksila 121o menjadi 122o, serta tipping lingualdari insisivus mandibula yaitu, 85o menjadi 82,5o.

Aktivator merupakan pesawat ortopedi

sederhana yang dapat menyalurkan, mengubah danmengarahkan gaya-gaya alami seperti aktivitas otot danjaringan sekitarnya untuk diteruskan ke gigi, jaringanpendukung dan rahang sewaktu di dalam mulut atausewaktu melaksanakan aktivitasnya seperti berbicara,menelan, dan lain-lain.10 Pada kasus ini, aktivator dipilihkarena merupakan pesawat fungsional yang sederhana,pembuatan mudah, dan juga mudah untuk digunakanpasien sendiri.

Aktivator pada pasien ini dimodifikasi denganlip bumper atau lip pads di maksila dimaksudkan untukmenghilangkan hambatan seperti tekanan otot bibir danuntuk memacu pertumbuhan anterior denganperegangan otot labial seperti pada pesawat Frankel III.3,6

Pesawat aktivator modifikasi ini masih tetap harus dipakaisampai dicapai overbite dan overjet anterior yangnormal. Keberhasilan perawatan yang dapat dicapaidalam waktu 5 bulan ini sangat didukung oleh kooperatifpasien dan orang tua pasien, dimana diketahui bahwaaktivator digunakan lebih dari 12 jam dan motivasi pasiendan orang tua dalam memperbaiki maloklusi juga tinggi.

KESIMPULANPerawatan maloklusi Klas III pada pasien usia

tumbuh kembang dengan menggunakan aktivator yangdimodifikasi menunjukkan hasil perawatan yang cukupmemuaskan. Keberhasilan perawatan ini juga sangatdidukung oleh kooperatif pasien dan orang tua.

DAFTAR PUSTAKA1. Wattanasukchai K, Manosudprasit M. Early treatment of

Class III malocclusion. Khon Kaen University DentalJournal. 2011;5(1):11–22.

2. Bishara SE, Justus S, Graber TM. Proceedings of theworkshop discussions on early treatment. Am J OrthodDentofacial Orthop. 1998; 113:5-6

3. Bhalaji SI. 1997. Orthodontics : the art and science. 1st ed.Arya (Medy) Publishing house: New Delhi. p. 413-4.

4. Beltrao P. 2015. Emerging trends in oral health sciencesand dentistry. 2nd ed. Intech : Croatia. p. 445-6.

5. Mamun MSA, Hyder MLA, Hossain MZ. Changes insoft tissue profile during the treatment of Class IIImalocclusion treated with Class III activator. BangladeshJournal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics.2013;2(2):24–9.

6. Moyers SE. 1988. Handbook of orthodontics. 4th ed. Yearbook medical,Chicago.p. 343-431.

7. Campbell PM. The Dilemma of Class III Treatment. Earlyor Late? The Angle Orthodontist. 1983;53(3):175–91.

8. Kanno Z, Kim Y, Soma K. Early correction of a developingskeletal Class III malocclusion. Angle Orthod. 2006;77:549-56.

9. Khan MB, Karra A. Early treatment of class IIImalocclusion: a boon or a burden?. International Journalof Clinical Pediatric Dentistry. 2014; 7(2):130-6.

10. Hossain MZ. Technique training of myofunctionalappliance: activators. Bangladesh Journal of Orthodonticsand Dentofacial Orthopedics. 2011; 2(1):34-46.

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 21-24

Page 27: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

25

MANAGEMENT SECOND PREMOLAR IMPACTIONWITH FIRST PREMOLAR EXTRACTION

(Case Report)Teguh Aryo Nugroho* Erna Sulistyawati**

*Resident, Department of Orthodontics**Lecturer, Department of Orthodontics

Faculty of Dentistry University of North Sumatera, Medan

ABSTRACT

Background: Impacted is cessation of tooth eruption caused by obstruction of eruption, or ectopic position of tooth germ. Mandibularsecond premolar impaction is often due to premature loss of its deciduous predecessor causing permanent first molars tip mesiallyand permanent first premolars tip distally so the space will be reduced. This resulted in blockage of successional tooth from erupting.Objective: The purpose of this case report is to show one possible treatment for an impacted mandibular second premolar with apicalnot yet complate. Case Management: Male patient, 11 years and 3 months old, came to the clinic with a chief complaint of teeth 13 and23 were ectopic and teeth 45 was not erupted. Clinical examination revealed space about 1 mm between teeth 44 to 46. Panoramicfinding show impacted teeth 45 with apical not yet complete. Right permanent canine relation Class II, and left Class II½P. Permanentfirst molar relationship Class I at right and Class II at left. Hipotonus upper lip with open lip relationship. Treatment plan includeextraction 14, 24 and 44 in order to facilitate 13, 23, and 45. Treatment has done with the edgewise system. Result: Two months afterthe treatment start, 45 has erupted spontaneously and visible in the oral cavity, the bracket was installed to continue the treatment.Conclusion: In some cases impacted teeth its necessary to do surgical and orthodontic traction, but in this case the first permanentpremolar tooth was extracted, followed by maintain the space to facilitate spontaneous eruption.

Key words: Impacted premolar, spontaneous eruption, Edgewise system

PENDAHULUANImpaksi gigi adalah terhentinya erupsi gigi

yang disebabkan oleh halangan erupsi ataupun posisibenih yang ektopik. Impaksi gigi permanen adalah kasusyang sering terjadi, gigi yang paling sering mengalamiimpaksi adalah molar ketiga mandibula, kaninus maksila,dan premolar kedua mandibula. Prevalensi impaksipremolar kedua mandibula adalah 0,2% sampai 0,3%.1-3

Impaksi gigi premolar kedua mandibula seringdisebabkan karena kehilangan dini gigi desidui yangmenyebabkan gigi molar pertama permanen tipping kemesial dan gigi premolar pertama permanen tipping kedistal sehingga ruang untuk erupsi premolar kedua akanberkurang. Hal ini akan menghalangi keberhasilan gigiuntuk erupsi kedalam lengkungnya. Penyebab lainimpaksi gigi premolar kedua mandibula dapat berupaposisi benih gigi premolar yang salah, penyakit sistemik,halangan ekstrinsik seperti kista dentigerous, gigisupernumerary, odontoma, jaringan gingiva yang tebaldan fibrous, persistensi, infraversi, ataupun ankylosisgigi molar desidui.1

Impaksi gigi premolar kedua mandibla dapatmemacu timbulnya beberapa masalah pada oklusiseperti kehilangan ruang, pergeseran median line,diastema pada rahang bawah dan deep overbite.Terdapat beberapa pilihan perawatan untuk mengatasimasalah ini. Pertama, gigi yang impaksi dapat diekstraksi

dengan pembedahan. Kedua dengan autotransplantasigigi yang impaksi. Ketiga dengan membawa gigi yangimpaksi ke dalam lengkung.1-2

Untuk membawa gigi yang impaksi ke posisidi dalam lengkung, diperlukan waktu yang akan sangattergantung pada jarak gigi yang impaksi ke dataranoklusal, angulasi gigi yang impaksi, usia pasien, dantahap perkembangan gigi.2 Pada umumnya untukmembawa gigi impaksi ke posisi seharusnya diperlukanpembedahan untuk bonding attachment untukmemungkinkan pemberian traksi ortodonti, namun padalaporan kasus ini gigi premolar kedua mandibula yangimpaksi berhasil erupsi tanpa perlu dilakukanpembedahan.

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Pasien seorang anak laki-laki, usia 11 tahun 3bulan, datang ke klinik spesialis ortodonti RSGMP FKGUSU. Keluhan utama pasien adalah gigi taring rahangatas yang tumbuh tidak pada tempatnya, dan ada gigiyang tidak tumbuh pada rahang bawah sebelah kanan.Kesehatan umum pasien pasien baik, dan belum pernahmelakukan perawatan ortodonti sebelumnya.

DiagnosisDari pemeriksaan ekstra oral, diketahui profil

Page 28: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

26

wajah pasien cembung, dengan tipe wajah mesocephaly,simetris, relasi bibir terbuka dan bibir atas hipotonus(Gambar 1.)

Gambar 1. Fotografi ekstra oral pasien sebelum perawatan.

Melalui pemeriksaan intra oral, terlihat gigi 13dan 23 ektopik labial, gigi 45 tidak erupsi dan tidakterlihat pada rongga mulut. Terdapat ruang sekitar 1 mmdi antara gigi 44 dengan gigi 46. Relasi molar pertamakanan Klas I, kiri Klas II. Relasi kaninus kanan Klas II,kiri Klas II½ P. Overjet 4 mm, overbite 4 mm, dan terdapatpergeseran median line rahang bawah sekitar 1 mm kekanan (Gambar 2 dan 3.).

Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan.

Gambar 3. Model studi sebelum perawatan.

Pemeriksaan LanjutanDari pemeriksaan radiografis panoramik terlihat

adanya impaksi gigi 45, dengan ruang untuk erupsi yangsudah tidak adekuat. Bagian apikal akar gigi 45 yangimpaksi belum tertutup sempurna, dengan arah erupsi

vertikal. Terlihat juga benih gigi 18, 28, 38 dan 48. Hasilanalisis sefalometri menunjukkan hubungan skeletalpasien Klas I (SNA : 76o, SNB : 74o. ANB : 2o), Rotasimandibula searah jarum jam (MP:SN : 50o), dan denganpola pertumbuhan vertikal (NSGn : 84o) (Gambar 4.).

Gambar 4. Radiografi panoramik dan sefalometri sebelumperawatan.

EtiologiImpaksi gigi 45 diduga terjadi karena premature

loss gigi 85, sehingga mengakibatkan gigi 46 tipping kemesial, dan gigi 44 tipping ke distal, sehingga menutuparea erupsi gigi 45. Disamping itu premature loss gigidesidui akan mengakibatkan gigi permanenpenggantinya kehilangan panduan untuk erupsi.

Tujuan PerawatanTujuan perawatan adalah mengoreksi

malposisi gigi-gigi pada rahang atas dan bawah,membawa gigi 45 yang impaksi kelengkungnya,mendapatkan hubungan kaninus Klas I, danmendapatkan overbite dan overjet yang ideal. Alternatifperawatannya adalah dengan melakukan ekstraksi gigi45 yang impaksi dengan pembedahan.

Mengingat ujung apikal akar gigi 45 yangimpaksi belum tertutup sempurna, maka perawatandirencanakan dilakukan dengan ekstraksi gigi 44, diikutidengan menjaga ruang, sehingga gigi 45 dapat erupsispontan. Rencana perawatan yang dipilih termasukekstraksi gigi 14, dan 24, untuk mengakomodasi gigi 13dan 23 yang ektopik labial, serta untuk mendapatkanhubungan kaninus Klas I. Perawatan akan dilakukandengan sistem edgewise.

Kemajuan PerawatanSetelah dilakukan ekstrasi gigi 14, 24 dan 44,

dilakukan pemasangan braket edgewise slot 0.018" padaseluruh gigi yang ada di rongga mulut. Levelingalignment dilakukan dengan archwire stainless steel0.016" multiloop. Setelah gigi rahang bawah level align,kemudian dilanjutkan dengan plain dengan archwire

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 25-29

Page 29: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

27

stainless steel 0.016" dengan dilakukan ligasi gigi 36sampai 43, untuk menjaga ruang untuk erupsi gigi 45.

Dua bulan setelah perawatan dimulai gigi 45erupsi dan terlihat pada rongga mulut. Braketdipasangkan pada gigi 45 untuk melanjutkan perawatan.Enam bulan setelah perawatan gigi 13 dan 23 yangektopik labial sudah mulai level align, relasi kaninuskanan sudah Klas I, sedangkan gigi 13 akan di distalisasidengan power chain untuk mendapatkan relasi kaninuskiri Klas I. Median line rahang bawah sudah mulaiterkoreksi (Gambar 5 dan 6.).

Gambar 5. Foto intra oral 6 bulan setelah perawatan ortodontidimulai.

Gambar 6. Model studi 6 bulan setelah perawatan ortodontidimulai.

Dari pemeriksaan ekstra oral, bibir atas pasiensudah terlihat normal, dan relasi bibir tertutup(Gambar 7.) Melalui radiografis panoramik terlihat gigi45 yang impaksi telah berada pada posisi yangdiharapkan, dengan pembentukan ujung apikal yanghampir selesai. Hasil analisis sefalometri 6 bulan setelahperawatan dimulai menunjukkan hubungan skeletal

pasien Klas I (SNA : 78o, SNB : 74o. ANB : 2o), Rotasimandibula searah jarum jam (MP:SN : 51o), dan denganpola pertumbuhan vertikal (NSGn : 85o) (Gambar 8.).

Gambar 7. Foto ekstra oral 6 bulan setelah perawatan dimulai.

Gambar 8. Radiografi panoramik dan sefalometri 6 bulansetelah perawatan dimulai.

PEMBAHASANPada laporan kasus ini erupsi spontan gigi

premolar kedua mandibula yang impaksi berhasildiperoleh dengan perawatan yang minimal. Kasus inimenunjukkan bahwa tindakan pembedahan bukanlahsatu-satunya pilihan untuk membawa gigi yang impaksiagar erupsi.

Literatur dan kasus mengenai perawatan yangkomprehensif untuk premolar mandibula yang impaksibelum terlalu banyak, hal ini mungkin disebabkan karenaprevalensi impaksi premolar mandibula yang tidak tinggi.3Berdasarkan literatur yang ada, pilihan perawatan untukimpaksi gigi premolar termasuk observasi, intervensi,relokasi, dan ekstraksi. Kadang diperlukan kombinasiperawatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Observasi hanya mengamati kondisi secaraklinis dan radiografis tanpa adanya dilakukan tindakanintervensi, umumnya dilakukan pada pasien usia tumbuhkembang. Intervensi dapat melibatkan ekstraksi gigi,biasanya gigi desidui. Intervensi termasuk periodeperawatan ortodonti. Jika ruang yang tersedia adekuatatau dapat dibuat pada lengkung rahang, maka gigipremolar kedua yang impaksi memiliki peluang untukerupsi spontan tanpa traksi ortodonti langsung ke gigiyang impaksi. Relokasi adalah reposisi gigi yang impaksidengan pembedahan, atau yang lebih umum adalahdengan bedah flap untuk dapat memasangkanattachment dan memberikan traksi ortodonti pada gigi

Teguh, dkk: MAnagement second premolar impaction

Page 30: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

28

yang impaksi. Sedangkan ekstraksi adalah penyingkirangigi secara bedah untuk menghindari efek samping darigigi yang impaksi tersebut. Walaupun impaksi gigipremolar kedua mandibula sering asimptomatik, kadangdapat terjadi resopsi akar gigi yang bersebelahan,pericoronitis atau keadaan patologis seperti kista.4

Untuk menentukan rencana perawatan yangtepat, diperlukan pertimbangan yang tepat terhadapfaktor etiologi, kebutuhan ruang, derajat impaksi, dantahap pembentukkan akar gigi yang impaksi. Faktorseperti rekam medis pasien, oral hygiene, hubunganfungsional dan oklusal akan mempengaruhi pemilihanrencana perawatan.5,6

Pada laporan kasus ini impaksi premolar keduamandibula terjadi dalam arah vertikal, dimana klasifikasiimpaksi gigi premolar dapat dikelompokkan menjadimesioangular, horizontal, distoangular, vertikal, danbuko-lingual (Gambar 9.). Pada impaksi dalam arahvertikal dengan pembentukan akar yang belumsempurna, peluang untuk erupsi spontan akan lebihbesar apabila ruang yang tersedia adekuat, dan tidakterdapat hambatan yang menghalangi arah erupsi gigiyang impaksi.7

Gambar 9. Klasifikasi angulasi impaksi gigi. m: mesioangular,h: horizontal, v: Vertikal, d: distoangular,v: Vertikal, b: buko-lingual.7

Perawatan dini dengan perkembangan akar gigiyang belum selesai akan memiliki prognosis yang baik.Terdapat hubungan erat antara waktu gigi erupsi dantahap pembentukan akar gigi.1,4 Ketika pembentukan akarsudah ¾ sempurna, seharusnya gigi telah erupsi padarongga mulut, sedangkan pada kasus ini pembentukanakar sudah ¾ namun gigi premolar kedua mandibulakanan belum terlihat pada rongga mulut.

Kegagalan dalam mendeteksi dan menganalisamasalah akan mengakibatkan kehilangan ruang, ataupunlengkung gigi kolaps. Gejala dan tanda penting untukdiperhatikan ketika menegakkan diagnosa dini impaksigigi premolar, antara lain :4,5

1. Adanya gigi premolar yang tidak erups sesuaiwaktunya.

2. Ketersediaan ruang untuk erupsi gigi premolar terlihat

tidak adekuat.3. Adanya persistensi gigi desidui4. Keadaan tulang alveolar dan mukosa yang fibrous

Pada kasus ini, diagnosa ditegakkan ketikaterlihat ruang untuk erupsi gigi 45 tidak adekuat.Dimana hanya terdapat ruang sekitar 1 mm diantara gigi44 dengan 46. Diagnosa diperkuat dengan hasil fotopanoramik yang menunjukkan adanya impaksi gigipremolar kedua mandibula dalam arah vertikal.Keputusan untuk melakukan ekstraksi gigi 44 dilakukandengan pertimbangan akar gigi 45 yang impaksi belumterbentuk sempurna, sehingga masih memiliki dayaerupsi, dan untuk menghindari prosedur pembedahan.

Erupsi spontan mulai terlihat setelah 2 bulanperawatan, dan braket sudah dapat dipasngkan padagigi 45 yang sebelumnya impaksi. Menurut literaturterdahulu, waktu yang dibutuhkan gigi impaksi untukdapat erupsi spontan setelah hambatan disingkirkanadalah sekitar 16 bulan,8 namun sebaiknya erupsispontan dari gigi yang impaksi diobservasi setiap 3 bulandengan melakukan radiografi periapikal apabila gigibelum juga terlihat pada rongga mulut.

Hasil foto panoramik menunjukkan gigi 45 yangimpaksi berhasil erupsi tanpa ada resorpsi akar padagigi tersebut, maupun pada gigi-gigi yang bersebelahan.Hasil analisis sefalometri menunjukkan adanyapeningkatan nilai ANB, dari 2o menjadi 4o. Hal inidipengaruhi oleh peningkatan SNA dari 76o menjadi 78o.Hal ini diharapkan akan dapat dikoreksi pada saatretraksi anterior, dimana pada saat laporan kasus inidibuat pasien dalam tahap distalisasi kaninus.

SIMPULANKunci keberhasilan kasus ini adalah diagnosis

yang tepat. Perawatan dini gigi impaksi memilikiprognosis yang lebih baik. Perawatan dengan erupsispontan dapat dilakukan apabila pembentukan akar gigibelum sempurna. Selain itu harus diperhatikanketersediaan ruang yang adekuat untuk premolar keduamandibula erupsi, dan tidak terdapat hambatan yangmenghalangi erupsi.

DAFTAR PUSTAKA1. Becker A. 1998. The Orthodontic Treatment of Impacted

Teeth. Martin Duntiz, London : 157-65.2. Jain U, Kallury A. Conservative management of

mandibular second premolar impaction. People’s Journalof Scientific Research. 2011; vol 4(1): 59-62.

3. Collett AR. Conservative management of lower secondpremolar impaction. Australian Dental Journal. 2000;45: 4: 279-81.

4. Suri L, Gagari E, Vastardis H. Delayed tooth eruption:Pathogenesis, diagnosis, and trearment. A literaturereview. Am j Orthod Dentofacial Orthop. 2004; 126:432-45.

5. Burch J, Ngan P, Al Hackman. Diagnosis and treatmentplanning for unerupted premolars. Pediatr. Dent. 1994;16: 89-95.

6. McNamara C, McNamara TG. Mandibular premolar im-paction: 2 case reports. JCDA. 2006; Vol 71 No 11:

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 25-29

Page 31: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

29

859-63.7. Ezirganli S, Kirtay M, Ozer K, UN EC, Kosger HH,

Kazanicioglu HO. The Prevalence of impacted premolarsin the Anatolian population. Bazmialem Science. 2013; 1:28-32.

8. Sharma P, Goswami M, Setia S, Shaikh S, Nganba K.Spontaneous eruption of permanent incisors after removalof tuberculate supernumerary tooth: a case report. Inter-national Journal of Scientific Study. 2015; 3(1): 198-200.

Teguh, dkk: MAnagement second premolar impaction

Page 32: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

30

ABSTRACT

Background: Orthodontist frequently encountered cases of malocclusion with ectopic canine. Dental crowding with ectopic caninemay disrupt the facial aesthetic, reduce the self confidence and increase the risk of caries. Passive laceback often used in MBTtechnique to prevent canine movement and anterior tipping during general alignment stage and prevent the proclination of loweranterior teeth. Objective: Correcting the ectopic upper left canine and dental crowding using Roth straightwire technique combinedwith passive laceback. Case Management: Eighteen years old female patient came to RSGM Prof. Soedomo with a chief complain ofdental crowding and ectopic canine that disrupt her appearance. The diagnose of this patient is Angle class I malocclusion, class IIskeletal, maxillary protrusion, mandibular retrusion, bidental protrusion and anterior crowding on both arch. Patient treated withfixed orthodontic using NiTi archwire at the first stage of treatment and passive laceback engaged from the ectopic canine to secondpremolar and first molar on both arch. The patient controlled in every 3 weeks to adjust and tighten the passive laceback about 1-2mm. Result: Anterior crowding on upper arch and ectopic canine have been corrected after 1 year of treatment with 13 times ofcontrol. There was no tipping of anterior canines and proclination of lower anterior teeth. The orthodontic treatment is ongoing.Conclusions: Roth straigthwire technique with passive laceback effective for ectopic canine correction and prevent the canine totippping forward on Angle class I malocclusion case with class II skeletal, maxillary protrusion, mandibular retrusion, bidentalprotrusion and anterior crowding.

Key words: Ectopic canine, MBT passive laceback, Roth straightwire technique.

PENDAHULUANOrtodontis sering dihadapkan pada

permasalahan gigi kaninus ektopik. Pengertian gigikaninus ektopik adalah penyimpangan arah erupsi gigikaninus terhadap dataran oklusal1. Posisi kaninusektopik pada lengkung gigi dapat mengarah pada sisibukal atau palatal. Etiologi kaninus ektopik dapat berasaldari kombinasi faktor genetik dan lingkungan.2,3 Faktorgenetik yang mempengaruhi gigi kaninus ektopik berupamalposisi benih gigi, alveolar cleft, pemendekan ukuranlengkung rahang. Faktor lingkungan yangmempengaruhi gigi kaninus ektopik antara lainprolonged retensi gigi desidui, pemendekan akar gigiincisivus lateral, dan ankylosis gigi kaninus.4,5

Diagnosis kasus gigi kaninus ektopik dapatdimulai dengan observasi klinis pada pasien meliputi:1). Kecukupan ruang pada lengkung gigi untuk gigikaninus ektopik, 2). Morfologi dan posisi gigi yangberdekatan dengan gigi kaninus ektopik, 3). Konturtulang alveolar, 4). Tingkat mobilitas gigi-gigi, dan 5).Pemeriksaan radiografis untuk melihat posisi akar,mahkota, dan aksis gigi kaninus.6 Pencarian ruanguntuk perawatan gigi kaninus ektopik dapat dilakukandengan pencabutan beberapa gigi maupun tanpapencabutan. Pada pasien kasus kaninus ektopik dengan

profil muka cembung pilihan perawatan tanpapencabutan mengakibatkan waktu peratan lebih lamadan memperburuk profil pasien karena proklinasi gigiincisivus, sehingga perawatan ektopik kaninus denganpencabutan lebih disarankan karena dapat memperbaikiprofil pasien, mempercepat waktu perawatan dan hasilperawatan lebih stabil karena kontak antar gigi atas danbawah dapat terjaga.7,8

Teknik perawatan menggunakan alat cekattelah digunakan secara luas dalam praktek ortodontik.Transisi penggunaan dari teknik edgewise standardmenuju pre adjusted appliances terbukti dapatmenghasilkan perawatan yang efisien dan hasil yangmemuaskan dalam perawatan maloklusi. Teknik preadjusted appliances yang berkembang saat inimengalami banyak variasi dalam mekanika pergerakangigi, beberapa teknik tersebut antara lain teknik Rothdan MBT9. Teknik Roth memiliki kontrol gigi anchorageyang lemah pada arah horizontal dan vertikal selamatahap leveling dan general alignment karena angulasianterior braket Roth yang lebih besar dibanding braketMBT.10

McLauglin dan Bennett11 memperkenalkanlaceback yang sering dipakai pada teknik MBT, yaituberupa kawat ligatur stainless steel yang diikatkan dari

MANAGEMENT OF ECTOPIC UPPER LEFTCANINE WITH COMBINATION OF ROTH

STRAIGHTWIRE TECHNIQUEAND PASSIVE LACEBACK

(Case Report)Tri Ayu Hidayani*, Wayan Ardhana **, Christnawati**

*Orthodontic Resident, Faculty of Dentistry, University of Gadjah Mada** Lecturer of Orthodontic, Department of Orthodontics

Faculty of Dentistry University of Gadjah Mada

Page 33: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

31

buccal tube gigi molar ke braket gigi kaninus membentukikatan seperti angka delapan. Pemasangan lacebackpasif penting karena teknik Roth memiliki angulasi braketyang berbeda dan mempengaruhi gerakan gigi. Angulasiyang besar pada braket incisivus dan kaninus dapatmeningkatkan kecenderungan pergerakan gigi segmenlabial ke anterior, terutama angulasi braket maksila. Gigikaninus memiliki kecenderungan bergerak ke anteriorpaling besar karena memiliki angulasi braket lebih besardibanding gigi anterior yang lain, sehinggamenyebabkan gigi anterior proklinasi dan memperlamawaktu stabilisasi pada perawatan ortodontik12.Kombinasi perawatan ortodontik teknik straightwireRoth dengan laceback pasif dapat mencegah gigikaninus tipping ke anterior selama tahap levelling dangeneral alignment.

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Pasien wanita usia 18 tahun datang ke RSGMProf. Soedomo, Yogyakarta dengan keluhan utama gigiberjejal pada kedua rahang dan dirasa mengganggupenampilan. Kesehatan umum pasien baik, tidak sedangdalam perawatan dokter, tidak terdapat riwayat traumaatau penyakit infeksi.

Gambar 1. Fotogram profil wajah sebelum perawatan. A.Tampak depan pasien menutup bibir B. tampakdepan pasien tersenyum, C. Tampak sampingkanan pasien menutup bibir D.Tampak sampingkanan pasien tersenyum. E. Tampak samping kiripasien menutup bibir, F. Tampak samping kiripasien tersenyum

Gambar 2. Fotogram Intra Oral Sebelum Perawatan.A.Tampak depan, B.Tampak samping kanan, C.Tampak samping kiri, D. Rahang atas, E. Rahangbawah.

Gambar 3. Fotogram pemasangan laceback pasif berupakawat ligatur dari gigi kaninus ke gigi premolarkedua dan molar pertama pada rahang atas danbawah. A. Tampak depan, B. Tampak sampingkanan, C. Tampak samping kiri, D. Rahang atas,E. Rahang bawah.

DiagnosisPemeriksaan intraoral tampak bentuk muka

leptoprosop dan asimetris. Profil wajah tampak sampingcembung (Gambar 1). Relasi molar menunjukkan kelas IAngle, garis interincisivus atas dan bawah segaristerhadap garis tengah rahang. Overjet 2,2 mm danoverbite 2 mm, terdapat open bite anterior, crossbiteanterior dan posterior, ektopik gigi 23 dan malposisi padagigi anterior rahang atas dan bawah. Pemeriksaanfungsional tidak terdapat kelainan, temporo mandibularjoint normal dan tidak terdapat clicking maupun rasanyeri.

Tri, dkk: Management of ectopic upper left canine

Page 34: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

32

Pemeriksaan Lanjutan

Gambar 4. Sebelum perawatan. A. Fotogram sefalometrilateral, B.Fotogram panoramik.

Pemeriksaan hasil sefalometri tampak relasiskeletal kelas II dengan maksila protrusif, mandibularetrusif (SNA 860 , SNB 790 dan ANB 70) dan bidentalprotrusif (sudut interincisal 1250), inklinasi incisivusatas normal (I-FHP : 1110) dan inklinasi incisivus bawahnormal (IMPA 930). Analisis fotogram panoramikmenunjukkan jaringan periodontal dalam keadaan baik(Gambar 4).

EtiologiCrowding dan ektopik pada rahang atas dan

bawah disebabkan karena karies pada periode gigidesidui dan faktor skeletal didapat dari kedua orangtua.

Tujuan PerawatanKoreksi gigi kaninus ektopik kiri atas,

crowding rahang atas dan bawah menggunakan teknikstraightwire kombinasi dengan laceback pasif.Kemajuan Perawatan

Pada kasus ini pencarian ruang untuk koreksimalrelasi dan malposisi gigi individual dilakukan denganpencabutan empat gigi premolar pertama (14, 24, 34, 44).Tahap awal perawatan yaitu pemasangan braketstraightwire roth slot 0.022" seluruh gigi rahang atasdan bawah kecuali gigi 32. Archwire NiTi 0.012"dipasang pada awal insersi untuk tahap initial leveling,general alignment dan pemasangan laceback pasifmenggunakan kawat ligatur yang diikatkan dari gigikaninus ke gigi premolar kedua dan molar pertamamembentuk ikatan angka delapan. Laceback pasifdiaplikasikan pada gigi-gigi rahang atas dan bawah.Kontrol pasien dilakukan secara rutin 3 minggu sekaliuntuk penyesuaian ikatan laceback pasif, pengamatanmalrelasi dan malposisi gigi individual. Dua bulan setelah

insersi dilakukan penggantian archwire NiTi 0.012"menjadi 0.014", malposisi gigi individual sudah mulaiterkoreksi. Enam bulan saat kunjungan kontrol dilakukanpenggantian archwire NiTi 0.018", pelekatan braket 32.Bulan ke 10 dilanjutkan pemasangan archwire NiTi0.016x0.016, lalu bulan ke 12 dilanjutkan pemasanganarchwire 0.016x0.016" SS (Archwire Stainles Steel)untuk tahap akhir leveling dan general alignment.Gambar 8 menunjukkan setelah 1 tahun perawatan,tampak gigi kaninus ektopik kiri atas dan crowdinganterior rahang atas telah terkoreksi. Pemasanganlaceback pasif dihentikan karena terdapat diastematagigi anterior bawah (antara 32,31,41,42), dan dilakukankoreksi diastemata dengan pemasangan powerchainkeempat gigi anterior tersebut. Selama tahap levelingdan general alignment tidak terdapat tipping anteriorgigi kaninus dan proklinasi gigi anterior rahang bawahdan saat ini perawatan masih berlangsung.

Gambar 5. Foto profil pasien setelah 1 tahun perawatan. A.Tampak depan pasien menutup bibir B. tampakdepan pasien tersenyum, C. Tampak sampingkanan pasien menutup bibir D.Tampak sampingkanan pasien tersenyum. E. Tampak samping kiripasien menutup bibir, F. Tampak samping kiripasien tersenyum

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 30-34

Page 35: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

33

Gambar 6. Fotogram intraoral setelah 1 tahun perawatan.A. Tampak depan, B. Tampak samping kanan,C. Tampak samping kiri, D. Rahang atas, E.Rahang bawah.

Gambar 7. Fotogram setelah 1 tahun perawatan. A. Fotogramsefalometri lateral, B. Fotogram panoramik

Tabel 1. Pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah 1 tahunperawatan

Rencana perawatan selanjutnya adalahretraksi kaninus pada rahang atas dan bawah,dilanjutkan retraksi anterior atas dan bawah, penyesuianinterdigitasi, stabilisasi dan pemasangan wraproundretainer atas dan bawah untuk mempertahankan hasilperawatan ortodontik.

PEMBAHASANPada kasus profil pasien tampak cembung

dengan relasi skeletal kelas II dengan maksila protrusif,mandibula retrusif (SNA 860 , SNB 790 dan ANB 70) danbidental protrusif. Pemilihan pencarian ruang untukkoreksi malrelasi dan malposisi gigi individual yaitupencabutan empat gigi premolar (14, 24, 34, 44).Chadwick, dkk menyebutkan pasien dengan profilcembung pilihan perawatan dengan pencabutan empatgigi premolar dinilai lebih baik karena dapatmenghasilkan estetik yang baik pada muka pasien danhasil perawatan ortodontik yang lebih stabil.7

Pada awal insersi pemasangan archwire NiTiround 0.012" sebagai initial alignment. Pemilihanarchwire NiTi karena NiTi merupakan posses shapememory yaitu jika terjadi distorsi atau tekukan padaarchwire maka dapat kembali ke bentuk semula.Diameter archwire NiTi kecil memiliki kelenturansehingga mudah dikaitkan ke gigi yang malposisi,kekuatan yang dikenakan ke gigi ringan dan tidakmenyebabkan rasa sakit yang berlebihan pada pasienserta pergerakan gigi yang dihasilkan optimal.12

Pemasangan laceback pasif dilakukan pada tahapleveling dan general alignment. Manfaat daripemasangan laceback menurut Nik, dkk adalah untukdistalisasi gigi kaninus tanpa menyebabkan tipping,kontrol anchorage selama leveling dan generalalignment, mencegah tipping gigi anterior bawah, danmelindunngi archwire diameter kecil dari tekananmastikasi (pada kasus pencabutan gigi premolar)9.Sueridan Turk mengatakan pergerakan gigi kaninus lebihterkontrol dalam arah sagital,transversal dan vertikalpada penggunaan laceback pasif.14

SIMPULANKasus maloklusi klas I Angle dengan tipe

dentoskeletal klas II, disertai maksila protrusif,mandibula retrusif, bidental protrusif dan crowdingpada rahang atas dan bawah dapat dikoreksi denganteknik straightwire Roth kombinasi laceback pasif.Pemasangan laceback pasif terbukti efektif dapatmengoreksi gigi kaninus ektopik dan mencegah tippingke anterior.

DAFTAR PUSTAKA1. Sachan, A and Chaturvedi, T.P. Orthodontic

Management of Buccally Erupted Ectopic Canine withTwo Case Reports. Contemp. Clin. Dent. 2012 ; 3(1):123–128.

2. Fearne J, Lee RT. Favorable Spontaneous Eruption ofSeverely Displaced Maxillary Canines with AssociatedFollicular Disturbance. Br J Orthod. 1988;115:93–8

Tri, dkk: Management of ectopic upper left canine

Page 36: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

34

3. Peck S, Peck L. The Palatally Displaced CanineAs a Dental Anomaly of Genetic Origin. AngleOrthod. 1994;64:249–56

4. Bacetti T. A Controlled Ctudy of Associated DentalAnomalies. Angle Orthod. 1998;68:267–74

5. Ngan P, Hornbrook R, Weaver B. Early Timely Manage-ment of Ectopically Erupting Maxillary Canines. SeminOrthod. 2005;11:152–63.

6. Moss JP. The Unerupted Canine. Dent Pract. 1972;22:241–8.

7. Chadwick BL, Roy J, Knox J, Treasure ET. The Effect ofTopical Fluorides on Decalcification in Patients with FixedOrthodontic Appliances: A Systematic Review. Am JOrthod. 2005;128:601–6

8. Zimmer BW, Rottwinkel Y. Assessing Patient-specificDecalcification Risk in Fixed Orthodontic Treatment AndIts Impact on Prophylactic Procedures. Am JOrthod. 2004;126:318–24

9. Nik, T.H, Farrokhzadeh, A.M, and Golestan, B.Horizontal Dental Changes during First Stage ofTreatment Using the MBT Technique. Journal ofDentistry, Tehran University of Medical Sciences, Tehran,Iran. 2007; 4(1): 9-14.

10. McLaughlin, R.P,and Bennett, J.C. The Transition fromStandard Edgewise to Preadjusted Appliance Systems.J. Clin. Orthod. 1989 ;23(3):142-153

11. McLaughlin RP, Bennett JC, Trevisi HJ. SystemisedOrthodontic Treatment Mechanics. Edinburgh: Mosby;2001. p. 101-2

12. Anonim, Orthodontics Lecture 6 :The Straigthwire Schoolof Dentistry, University of Birmingham, diunduh darihttps://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF8#q=advantage+0.012%22+NiTi+archwire%2Bstraightwire, tanggal 29Juni 2015

13. McLaughlin RP, Bennet JC, Trevisi HJ. SystemizedOrthodontic Treatment Mechanics. Edinburgh: MosbyYear Book; 2001.

14. Sueri, M.Y and Tamer Turk, T. Effectiveness of LacebackLigatures on Maxillary Canine Retraction Angle. Orthod.2006; 76(6):1010-1014.

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 30-34

Page 37: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

35

TREATMENT OF UNERUPTED UPPER LATERALINCISOR CAUSED BY ODONTOMA USING

EDGEWISE TECHNIQUE(Case Report)

Wuriastuti Kusumandari*, Wayan Ardhana**, Christnawati***Orthodontics Resident

**Lecturer Department of OrthodonticFaculty of Dentistry, University of Gadjah Mada

ABSTRACT

Background: Odontoma is the most common type of benign odontogenic tumor that often causes disturbances in the eruption of itsassociated tooth and after removal odontoma, the impacted teeth do not always erupt spontaneously. Orthodontic treatment is neededin order to make the teeth can erupt on the right position. Objective: The aim of this case report is to show the use button chain in thetreatment of unerupted upper lateral incisor caused by odontoma using Edgewise technique. Case Management: A 22 years oldfemale patient complained the crowd of her upper and lower anterior teeth and she often feel pain on the upper anterior side. Intra oralexamination found Angle Class I molar relation with prolonged retension of 22 and lower anterior teeth crowding. Panoramicexamination show 22 impacted and odontoma on the occlusal side of 22. Orthodontic treatment using Edgewise technique was startedby preparing space for 22 eruption. After removing odontoma, button chain was attached on crown surface of 22. Lower anteriorcrowding was treated by extraction of 41. Result: The crown of 22 start partially appear on the palatal side of 23 after 9 mounthtreatment and the treatment was continued by aligning 22. Conclusion: The using of button chain on Edgewise technique for treatingmalocclusion case with unerupted of upper lateral incisor caused by odontoma can show good result.

Key words: odontoma, unerupted upper lateral incisor, button chain, Edgewise technique

PENDAHULUANGigi permanen yang tidak erupsi atau terlambat

erupsi merupakan salah satu masalah ortodonti yangsering terjadi. Keadaan tersebut tidak disebabkan karenatidak adanya gigi secara kongenital tetapi kemungkinandisebabkan karena adanya beberapa abnormalitas klinis,antara lain posisi abnormal gigi, persistensi gigi desidui,gigi tambahan, trauma yang menyebabkan kerusakanbenih gigi, odontoma, kista dan tumor. Penanganankasus yang melibatkan adanya gigi yang tidak erupsibiasanya membutuhkan tindakan bedah.1

Odontoma adalah tumor jinak odontogenikyang mengandung email, dentin dan sementum, sertamerupakan 22% dari seluruh tumor odontogenik padarahang. Terdapat 2 tipe odontoma yaitu compound dancomplex. Compound odontoma adalah malformasi yangmenyerupai tumor (hamartoma) dengan sejumlah elemenyang menyerupai gigi (odontoid). Complex odontomaadalah malformasi yang menyerupai tumor (hamartoma)dan didalamnya terdapat email, dentin dan kadang-kadang sementum.2

Odontoma sering menyebabkan gangguanerupsi gigi dan malposisi gigi, jarang menimbulkankeluhan dan biasanya ditemukan karena adanya retensigigi permanen serta persistensi gigi desidui 2,3. Etiologiodontoma tidak diketahui, meskipun trauma lokal, infeksidan faktor genetik sering dianggap sebagai kemungkinanpenyebabnya.3

Perawatan terhadap gigi yang tidak erupsi

tergantung pada keadaan, posisi dan apakah terdapatcukup ruang pada lengkung gigi untuk menampungnya1.Gigi impaksi tidak selalu dapat erupsi secara spontansetelah pengambilan gigi tambahan atau odontoma yangmenghalanginya. Tindakan bedah exposure dan tindakanuntuk mengurangi hambatan mekanik sering merupakanpilihan apabila gigi tidak dapat erupsi secara spontan,diikuti dengan orthodontic traction untuk mengarahkangigi ke dalam lengkung gigi.3,4,5

Teknik Edgewise merupakan teknik perawatanortodonti yang mulai diperkenalkan pada tahun 1928oleh Angle, menggunakan braket logam dengan slotpersegi dan memungkinkan menggunakan kawat busurpersegi. Perawatan ortodonti dengan teknik Edgewisemembutuhkan tekukan kawat tertentu yang disebut firstoder, second order dan third order6. First ordermerupakan tekukan kawat busur ke arah fasiolingual atautekukan in, out untuk mengimbangi variasi konturpermukaan labial gigi secara individual. Second orderatau tip diperlukan untuk mengarahkan posisi gigi kearah mesiodistal. Third order atau torque dibutuhkanuntuk menggerakkan akar gigi ke arah fasial atau lingualdan untuk menghindari gerakan yang tidak diinginkan7.

Keuntungan teknik Edgewise antara lainkemampuan menggerakkan gigi pada 3 bidang, kontrolgerakan gigi yang baik, memungkinkan terjadinyagerakan gigi secara bodily dan memungkinkan hasil akhiryang tepat.6 Pada orthodontic traction, tekukan kawatyang dibuat dengan teknik Edgewise memungkinkan

Page 38: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

36

untuk menggerakkan gigi secara individual sesuaidengan arah gerakan gigi yang dinginkan biladitempatkan pada posisi yang tepat.

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Pasien perempuan berusia 22 tahun datang keRumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Dr. Soedomo FKGUGM dengan keluhan utama gigi depan rahang atasdan bawah berjejal dan pada bagian depan atas seringterasa ngilu. Riwayat kesehatan pasien baik, tidakmenderita penyakit yang dapat menghambat jalannyaperawatan ortodonti.

Gambar 1. Fotogram ekstra oral pasien sebelum perawatan.A.Tampak depan dengan bibir tertutup; B.Tampakdepan tersenyum; C. Tampak samping

Pemeriksaan intraoral menunjukkan bentuklengkung gigi rahang atas parabola simetris dan rahangbawah trapezoid simetris, dengan overjet 2 mm dan over-bite 2,5 mm. Gigi 22 tidak tumbuh dan terdapat persistensigigi 62. Hubungan gigi molar pertama kanan dan kiriklas I Angle, garis tengah rahang atas bergeser ke kirisebesar 1,5 mm dan terdapat malrelasi edge to edge biteantara 23 dan 33. (Gambar 2).

Gambar 2. Fotogram intraoral pasien sebelum perawatan:A.Tampak depan ; B. Tampak samping kanan ;C.Tampak samping kiri ; D Rahang atas ; E.Rahangbawah

DiagnosisBerdasarkan hasil pemeriksaan secara

menyeluruh, diagnosis yang ditetapkan adalah maloklusiAngle kelas I dengan skeletal kelas II, retroklinasi gigirahang atas, proklinasi gigi rahang bawah, dagu retrusi,

overjet 2 mm, overbite 2,5 mm, persistensi gigi 62, edgeto edge bite gigi 23 dan 33, gigi 23 distolabiotorsiversi,gigi 33 labioversi, gigi 32 linguoversi, gigi 31mesiolinguotorsiversi, gigi 41 mesiolinguotorsiversi, gigi42 linguoversi, gigi 43 mesiolabiotorsiversi dan gigi 44mesiolabiotorsiversi.

Pemeriksaan LanjutanHasil ronsen panoramik menunjukkan gigi 22

impaksi dengan gambaran odontoma pada sisioklusalnya. Analisis sefalometri menunjukkan hubunganskeletal klas II dengan dagu retrusi, retroklinasi gigianterior rahang atas dan proklinasi gigi anterior rahangbawah (Gambar 3A). Analisis jaringan lunakmenunjukkan posisi bibir atas dan bawah pasien beradadi depan garis Steiner atau protrusi. Analisis shift sketchmenunjukkan letak gigi 22 berada pada sisi palatinal(Gambar 3C). Analisis Huckaba menunjukkan perkiraanukuran gigi 22 adalah 7,6 mm

Gambar 3. Sebelum perawatan: A. Sefalogram lateral ; B.Fotopanoramik ; C.Foto shift sketch

EtiologiPersistensi gigi 62 disebabkan karena adanya

odontoma pada sisi oklusal gigi 22 yang terpendamsehingga gigi tersebut mengalami hambatan erupsi.Faktor etiologi odontoma tidak jelas, meskipun traumalokal, infeksi dan genetik sering dianggap sebagai faktorpenyebabnya terjadinya odontoma.3,8

Tujuan PerawatanTujuan perawatan pada kasus ini adalah

memperbaiki estetika pasien dengan melakukan tindakanexposure gigi 22 dilanjutkan orthodontic traction danalignment gigi-gigi rahang atas dan rahang bawahmenggunakan alat cekat Edgewise standar denganbraket slot 0.022".Kemajuan Perawatan

Perawatan tahap 1 bertujuan ekspansi

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 35-39

Page 39: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

37

lengkung gigi rahang atas guna mendapatkan ruanguntuk erupsi gigi 22, menggunakan kawat busur bulat0,014" SS, dilengkapi dengan vertical loop pada inter-dental gigi 15-14, 14-13, 13-12, 12-11, 11-21, 21-23, 23-24dan 24-25, cinch back pada distal buccal tube. Padarahang bawah juga dilakukan ekspansi lengkung gigiuntuk mengimbangi ekspansi pada rahang atas danuntuk alignment gigi anterior rahang bawahmenggunakan kawat busur bulat 0,014" SS, dilengkapidengan vertikal loop pada interdental gigi 35-34, 34-33,33-32, 32-31, 31-41, 41-42, 42-43, 43-44, 44-45, cinch backpada distal bucal tube (Gambar 4).

Gambar 4. Fotogram tahap pencarian ruang menggunakanmultiple loop. A. Tampak depan; B. Tampaksamping kanan; C. Tampak samping kiri

Perawatan dilanjutkan setelah didapatkancukup ruang untuk gigi erupsi 22. Tindakan bedahdilakukan oleh bagian bedah mulut Rumah Sakit Gigidan Mulut Prof. Dr. Soedomo FKG UGM untuk membukajaringan lunak dan jaringan keras sisi labial gigi 22.Penempelan button chain dilakukan setelah sebagianpermukaan mahkota gigi 22 terbuka dan dilanjutkanpenutupan flap dengan button chain berada di dalam.Ligasi pada gigi 16-15-14-13-12-11-21 untukmempertahankan ruang erupsi gigi 22 dan setelahtindakan bedah selesai, dilakukan pemasangan busurkawat bulat 0,016"SS (Gambar 5).

Gambar 5. A.Tampak mahkota gigi 22 setelah exposure ; B.Penempelan button chain pada permukaan gigi22; C.Setelah flap ditutup; D.Pemasangan kawatbusur.

Kontrol 1 minggu setelah tindakan bedah untukpengambilan jahitan. Perawatan pada kontrol berikutnya

adalah memasang busur kawat 0,014" SS, open coilpasif diantara gigi 21-23, serta ligasi menggunakan liga-ture wire pada rantai button chain dan busur kawatuntuk traksi gigi 22 (Gambar 6A). Tujuh bulan setelahtindakan bedah, benih gigi 22 belum muncul dan untukmenambah kelentingan diperlukan tekukan pada kawatbusur (Gambar 6B).

Gambar 6. A. Traksi menggunakan ligature wire yangdikaitkan pada rantai button chain, B.Traksi secara seksional dengan pembuatancoil untuk menambah kelentingan.

Sembilan bulan setelah pembedahan dandimulainya orthodontic traction, benih gigi 22 mulaimuncul pada sisi palatinal gigi 23 (Gambar 7B). Traksitetap dilakukan sampai gigi 22 mendekati permukaanoklusal menggunakan power chain yang dikaitkan padarantai button chain (Gambar 7A).

Gambar 7. A. Traksi menggunakan powerchain,B.Tampak oklusal gigi 22 yang mulaierupsi,C. Tampak depan gigi 22 setelahmendekati dataran oklusal

Perawatan selanjutnya adalah pemasanganbraket pada permukaan labial gigi 22 dan alignmentgigi 22 menggunakan busur kawat 0,014"SS dilengkapidengan vertical loop pada mesial gigi 13, distal gigi 21dan mesial gigi 23 (Gambar 8)

Gambar 8. Fotogram alignment gigi 22 menggunakan verti-cal loop

Pada rahang bawah untuk mengatasikekurangan ruang karena koreksi crowded anteriordilakukan pencabutan gigi 41, dilanjutkan denganalignment menggunakan busur kawat 0,014" SS, ligasipada gigi 46-45-44 dan power chain pada 44-31 untukkoreksi mid line.

Wuriastuti, dkk: Treatment of unerupted upper lateral

Page 40: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

38

Gambar 9. Fotogram intra oral setelah 20 bulan perawatan:A. Tampak depan; B.Tampak sampingkanan; C.Tampak samping kanan ; C.Rahang atas;D. Rahang bawah

Rencana perawatan tahap berikutnya adalah retraksianterior rahang bawah dilanjutkan koreksi interdigitasi.

Gambar 10. Fotogram ekstra oral setelah 20 bulan perawatan:A.Tampak depan dengan bibir tertutup;B.Tampak depan tersenyum; C. Tampaksamping

Gambar 11. A. Sefalogram lateral setelah 20 bulanperawatan; B. Foto panoramik setelah 20bulan perawatan

Tabel 1. Pengukuran sefalometri sebelum dan setelah 20 bulanperawatan

PEMBAHASANKeluhan utama pasien adalah kondisi gigi atas

dan bawah yang tidak rapi terutama pada bagian depan.Pada rahang atas, gigi tampak tidak rapi karena tidakadanya gigi incisivus lateral kanan dan masih adanyagigi incisivus desidui. Pada rahang bawah gigi tidakrapi karena berjejal. Ronsen panoramik menunjukkangigi 22 impaksi dan gambaran odontoma di dekatmahkota gigi 22 sehingga disimpulkan bahwa penyebabtidak erupsinya gigi 22 adalah karena adanyaodontoma. Adanya hambatan erupsi gigi 22 tersebutmenyebabkan gigi 62 mengalami persistensi.Odontoma tidak menimbulkan keluhan pada pasien,kecuali sedikit rasa ngilu yang kadang-kadang munculpada area tersebut. Perawatan terhadap gigi yang tidakerupsi tergantung pada keadaan, posisi dan apakahterdapat cukup ruang pada lengkung gigi untukmenampungnya. Menurut perhitungan menggunakanmetode Huckaba, ruang yang tersedia tidak mencukupiuntuk tumbuhnya gigi 22, sehingga perlu dilakukanpencarian ruang terlebih dahulu. Perawatan ortodontipada kasus ini dilakukan menggunakan alat cekatEdgewise standar dengan braket logam slot 0.022".Penggunaan vertical loop pada tahap awal perawatanditujukan untuk protraksi gigi anterior atas dan bawahagar didapatkan ruang untuk erupsi gigi 22 sertaalignment gigi anterior RB.

Orthodontic traction setelah tindakan bedahdilakukan dengan metode tertutup karena posisi benihgigi 22 berada cukup jauh dari dataran oklusal, sehinggadiperkirakan akan membutuhkan waktu cukup lamasampai gigi 22 mencapai dataran oklusal. Button chaindigunakan sebagai sarana untuk menarik gigi 22 ke arahdataran oklusal dengan menempelkannya padapermukaan gigi 22. Rantai button chain dibiarkan keluardari tepi gingiva yang telah ditutup sehingga ujungnyadapat diikaitkan pada busur kawat menggunakan liga-ture wire untuk memberikan kekuatan tarikan terhadapgigi 22. Rantai button chain juga dimanfaatkan untukmengetahui perkiraan kemajuan pergegarakan gigi 22,

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 35-39

Page 41: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

39

dengan menghitung jumlah rantai yang keluar dari tepigingiva.

Pada rahang bawah, untuk mendapatkan over-jet yang cukup terjadi kekurangan ruang. sehinggadirencanakan pencabutan gigi 41. Pada pelaksanaannyapencabutan gigi 41 tidak dilakukan di awal perawatankarena akan menimbulkan masalah estetika yang lebihbesar terhadap penampilan pasien. Keputusan inidilakukan atas permintaan pasien, meskipun secarakeseluruhan akan memperpanjang waktu perawatanortodontinya.

Tepi insisal gigi 22 mulai muncul pada sisi pala-tal gigi 23 setelah dilakukan orthodontic traction selama9 bulan. Button chain masih dimanfaatkan untuk menarikgigi 22 ke arah mesial dengan cara mengaitkanpowerchain pada rantai button chain menggunakanligature wire. Button chain pada permukaan gigi 22dilepas dan digantikan dengan braket setelah mahkotagigi 22 memungkinkan untuk penempelan braket. Align-ment gigi 22 dilanjutkan menggunakan vertical loop padasisi mesial dan distal gigi 22.

SIMPULANPerawatan ortodonti pada kasus gigi incisivus

lateral yang tidak erupsi akibat adanya odontomamembutuhkan tindakan bedah, sehingga memerlukankerjasama yang baik dengan bagian bedah mulut.Tindakan bedah exposure yang telah dilakukan tidakselalu dapat menyebabkan gigi impaksi akan erupsisecara spontan. Tindakan orthodontic tractiondibutuhkan untuk mengarahkan gigi impaksi ke arahlengkung giginya. Perawatan ortodonti dengan teknikEdgewise standar dan button chain dapat dilakukandengan hasil yang baik. Setelah orthodontic tractiongigi 22 selesai dilakukan, perawatan ortodonti dilanjutkandengan alignment, koreksi mid line dan perbaikaninterdigitasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Jamee and Ibricevic. Surgical and Orthodontic Treatment

of Impacted Upper Central Incisor: Case Report. DentalNews Pediatric Dentistry. 1998; 5(1):29-31

2. Krichen G, Hentati H, Hadhri R, Zakhama A, Selmi J.Odontoma associated with supernumerary and impactedteeth. International Dental Journal of Student’s Research.2013;1(4):47

3. Das MU, Nagarathna, Arathi. Unerupted maxillary pri-mary canine associated with compound composite odon-toma : A Case Report. J. Indian Soc.Pedod.Prev.Dent.2002;20 (3):98-101.

4. Ashkenazi M, Greeberg BP, Chodik G, Rakocz M. Post-operative prognosis of unerupted teeth after removal ofsupernumerary teeth or odontomas, Am.J.Orthop,2007;131(5):614-618

5. Watted N, Hussein MA, Awadi O, Peter B.Titaniumbutton with chain by watted for orthodontic traction ofimpacted maxillary canine. IOSR –JDMS. 2015;14(2):116-127.

6. Bhalajh SI. 2003. Orthodontics The Art and Science. 3rd

ED.,Arya (MEDI) Publishing House hal 3217. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM, 2013. Contempo-

rary Orthodontics. 5th Ed. Mosby Co.p.361-3628. Singh SJ, Prerna, Uditi. Compound odontome associated

with an unerupted permanent lateral incisor. Indian Jour-nal of Dental Science. 2009;1(2):10.

Wuriastuti, dkk: Treatment of unerupted upper lateral

Page 42: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

40

LOWER ANTERIOR FACIAL HEIGHT CHANGES INTHE TREATMENT OF CROWDED AND

PROTRUDED CLASS I MALOCCLUSION WITHEXTRACTION OF FOUR FIRST PREMOLARS

(Research)Luis Da Silva *, Achmad Sjafei** , I G.A. Wahju Ardani ** *Orthodontic Resident

**Lecturer, Orthodontic DepartementFaculty of Dentistry, University of Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Malocclusion is a deviation or malrelation of the dental arch that is outside the acceptable range of reasonableness.Malocclusions can be caused by abnormalities of location, size, shape, number, and structure of teeth. Premolar extraction is acceptedas an alternative to overcome the shortage of space. Indications of premolar extraction usually are severe anterior tooth crowding andprotrusion. There is still much debate about the effect of the extraction of premolars at facial height changes. Objective: The purposeof this study is to determine changes in the lower anterior facial height in the treatment of class I malocclusion with crowding andprotrusion treated with fixed orthodontic and four first premolars extraction. Materials and Methods: The sample was a set of 30cephalometric radiographs with class I Angle malocclusion, with crowding and protrusion that was treated with four first premolarsextraction, before and after treatment. Samples were men and women at the age of 18 years at the beginning of treatment. Treatmentwas done with Straight Wire Appliance without miniscrew. Results: Wilcoxon Signed Rank test showed significant change in the loweranterior facial height; the total anterior facial height increased in the treatment while there were no significant changes on the posteriorfacial height and the ratio of anterior-posterior facial height. Conclusion: There was an increase in the lower anterior facial heightafter the treatment and no changes in the posterior facial height after the treatment.

Key words: class I malocclusion, lower anterior facial height, four first premolars extraction.

PENDAHULUANOrtodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi

yang mempelajari tentang bimbingan, pengawasan,tumbuhkembang, koreksi dentofasial, koreksi gigi darimalrelasi, malformasi, estetik, fungsional, kekuatanfungsional dengan gigi geligi dalam posisi stabil danoklusi ideal.1

Maloklusi adalah sebagai penyimpangan letakgigi atau malrelasi lengkung rahang di luar rentangkewajaran yang dapat diterima. Malrelasi lengkunggeligi dapat terjadi pada orientasi sagital, tranversal,vertical dan horizontal.1 Maklokusi dapat disebabkanoleh kelainan letak gigi, ukuran, bentuk, jumlah gigi,struktur susunan geligi yang tidak dalam keadaanseimbang dengan ukuran morfologi rahang1.

Profil wajah terkadang menyimpan masalahmaloklusi, bila ditinjau hubungan antara maksila danmandibula kurang harmonis dan proporsional sehinggadimensi tinggi wajah dapat memberikan gambaran wajahpanjang atau pendek.2 Tipe wajah dengan dimensivertikal wajah panjang dan wajah pendek, seringkalidisertai pertumbuhan abnormal dento-alveolar regioposterior yang dapat menjadi faktor penyulit perawatanortodonti.1, 2

Tujuan perawatan ortodonti modern adalahmemperoleh profil wajah yang seimbang, proporsional,

keserasian gigi, harmonis, fungsional dan oklusi idealmerupakan tujuan penting perawatan ortodonti.3

Pencabutan premolar diterima sebagai alternatifperawatan ortodonti untuk mengatasi kekurangantempat atau space yang ada. Indikasi untuk pencabutanpremolar biasanya gigi anterior berdesakan parah danprotrusi. Sebagian ruang hasil pencabutan digunakanuntuk mengoreksi berdesakan, protrusi dan merektrasigigi insisif.4

Perubahan dimensi vertikal wajah atau tinggiwajah anterior bawah dengan pencabutan 4 premolarpertama adalah topik banyak diperdebatkan padaperawatan ortodonti. Kebanyakan ortodontis setujubahwa tinggi wajah anterior bawah dapat dipengaruhidengan pencabutan premolar pertama, sementara lainjuga melaporkan bahwa pencabutan premolar pertamatidak mempengaruhi perubahan tinggi wajah anteriorbawah yang signifikan.5

METODOLOGI PENELITIANJenis penelitian ini adalah analitik

observasional. Penelitian ini dilakukan untukmengetahui perubahan tinggi wajah anterior bawah dantinggi wajah posterior pada perawatan maloklusi kelas IAngle berdesakan dan protrusi yang dirawat ortodonticekat dengan pencabutan 4 premolar pertama. Sampel

Page 43: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

41

penelitian ini adalah 30 sampel foto sefalometri padaperawatan maloklusi kelas I Angle berdesakan danprotrusi dengan pencabutan 4 premolar pertama sebelumdan sesudah perawatan ortodonti. Sampel dipilih padausia 18 tahun ke atas pria dan wanita saat mulai perawatanortodonti. Perawatan dilakukan peranti cekat denganStraight Wire Appliance tanpa menggunakan headgearatau miniscrew. Uji statistika yang digunaka One-SampleKolmogorov-Smirnov Test, Independet-t dan UjiWilcoxon Signed Rank.

Identifikasi variabel penelitian, yang termasukdalam variabel tergantung adalah tinggi wajah anteriorbawah dan tinggi wajah posterior dan variabel bebasadalah maloklusi kelas I Angle, berdesakan, protrusi danperawatan ortodonti cekat.

HASIL PENELITIANPenelitian ini dilakukan terhadap sampel berupa

foto sefalometri pasien sebelum dan sesudah perawatanortodonti cekat pada maloklusi kelas I Angle berdesakandan protrusi dengan pencabutan 4 premolar pertamaterhadap perubahan tinggi wajah anterior bawah dantinggi wajah posterior. Parameter foto pasien sefalometriterdiri dari: total tinggi wajah anterior (TAFH), tinggiwajah anterior bawah (LAFH), tinggi wajah posterior(PFH) dan rasio tinggi wajah anterior-posterior(PFH:TAFH).

Hasil pengukuran tinggi wajah sebelum dansesudah perawatan ortodonti pada maloklusi kelas IAngle berdesakan dan protrusi. Data hasil penelitian inidi uji dengan uji normalitas yaitu uji One-SampleKolmogorov Smirnov yang diperoleh hasil sbb:

Tabel 1. Hasil uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.

Keterangan :N = Jumlah sampelX = RerataSd = Standar deviasip = Taraf kemaknaanVar = Variabel

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov hasilnya menunjukkanbahwa data tidak berdistribusi normal nilai (p) padasemua variabel yaitu nilai p < 0,05 (tabel 1). Untuk itudigunakan uji Wilcoxon Signed Rank (uji statistika nonparametrik) yang merupakan alternatif dari uji-testberpasangan untuk mengetahui perbedaan perubahantinggi wajah sebelum dan sesudah perawatan ortodonti

yang diperoleh hasil sbb:

Tabel 2. Hasil analisis data dengan uji Wilcoxon Signed RanksTest

Keterangan :Var = variabelN = jumlah sampelP = taraf kemaknaan(*) = Ada perbedaan yang bermakna.(**) = Tidak ada perbedaan yang bermakna.

PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian pengukuran linier

sefalometri dan analisa statistika dapat dibandingandengan sebelum dan sesudah pada perawatan maloklusikelas I Angle berdesakan dan protrusi denganpencabutan 4 premolar pertama pada perawatanortodonti antara lain; total tinggi wajah anterior(TAFH : N-Me) dan tinggi wajah anterior bawah(LAFH: ANS-Me) diperoleh bahwa nilai taraf kemaknaan(p<α) 0.00 < 0.05, dapat disimpulkan bahwa adaperbedaan bermakna hasil uji statistika antara sebelumdan sesudah perawatan ortodonti yang artinyamempengaruhi perubahan tinggi wajah anterior bawahbertambah pada tabel 5.2. Sedangkan untuk tinggi wajahposterior (PFH: S-Go), nilai ( p > α) 0.104 > 0.05 danrasio tinggi wajah anterior-posterior (PFH:TAFH)dengan nilai (p > α) 0.358 > 0.05 yaitu tidak ada perbedaanbermakna hasil uji statistika pada tinggi wajah posteriordan rasio tinggi wajah anterior-posterior sebelum dansesudah perawatan ortodonti yang artinya tidakmempengaruhi perubahan tinggi wajah posteriorbertambah atau berkurang pada tabel 2.

Penelitian ini dapat dibandingkan denganbeberapa pendapat dari ilmuwan yang pernah menelititentang perubahan tinggi wajah pada maloklusi kelas IAngle berdesakan dan protrusi dengan pencabutan 4premolar pertama rahang atas dan bawah.

Perubahan tinggi wajah anterior bawah denganpencabutan 4 premolar pertama adalah topik banyakdiperdebatkan pada perawatan ortodonti. Kebanyakanortodontis setuju bahwa tinggi wajah anterior bawahdapat dipengaruhi dengan pencabutan premolarpertama, sementara lain juga melaporkan bahwapencabutan premolar pertama tidak mempengaruhi

Luis, dkk: Lower anterior facial Height Changes

Page 44: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

42

perubahan tinggi wajah bawah yang signifikan.5Kebanyakan kekuatan ortodonti berupa

ekstrusi dapat meningkatkan dimensi vertikal wajah.Sehingga dapat terjadi peningkatan tinggi wajah anteriorbawah disebabkan oleh perubahan posisi gigi-gigiposterior arah vertical.4, 6

Peningkatan tinggi wajah anterior bawahmemberi dampak terdapat rotasi mandibula downwarddan backward. Sebaliknya penurunan tinggi wajahbawah memberi dampak rotasi mandibula upward danforward. Efek yang diberikan dalam rotasi mandibulaadalah memberi efek kearah belakang, mengakibatkanrotasi oclusal plane dan mandibula kearah counter-clockwise atau forward dan upward, kadang-kadangpenambahan tinggi dentoalveolar pada segmenposterior dengan adanya rotasi mandibula kearahbackward dan downward yang akibatnya penambahantinggi wajah anterior bawah. Ekstrusi pada gigi-gigiposterior mengakibatkan tinggi dentoalveolar, tinggiwajah anterior bawah bertambah.7, 8

Erupsi berlebihan gigi-gigi posterior padapenderita akan menyebabkan mandibula terbuka,meningkatnya dimensi vertikal oklusi, meningkatnyatinggi wajah anterior bawah dan sudut mandibula planemeningkat serta kecembungan wajah. Hal ini sebagaiakibat rotasi mandibular.8, 9

Pada perawatan protrusi dengan pilihanpencabutan premolar pertama untuk memanfaatkanruang bekas pencabutan untuk meretraksi gigi-gigiinsisif ke posterior. Hal ini dapat mengakibatkanberkurangnya dimensi vertikal wajah karena molartipping dan gerakan maju kearah mesial sehinggamengakibatkan rotasi mandibular.9,10

Saat gigi anterior di retraksi, dibutuhkanpenjangkaran cukup untuk menjaga posisi gigi-gigiposterior tetap berada pada posisinya. Jikapenjangkaran gigi-gigi posterior tidak dijaga, adakemungkinan bisa terjadi mesio versi gigi posterior dapatmenyebabkan penurunan dimensi vertikal wajah. 8, 11, 12

Biomekanik dapat mempengaruhi perubahanrotasi mandibula terhadap tinggi wajah anterior bawahyaitu pergerakan gigi-gigi tergantung pada jenis gigiyang dicabut, penggunaan intermaxillary elastic kelasII, reverse curve of spee.13

KESIMPULANDari hasil penelitian diatas tentang perubahan

tinggi wajah anterior bawah pada perawatan maloklusikelas I Angle berdesakan dan protrusi denganpencabutan 4 premolar pertama dapat disimpulkan sbb:terjadi perubahan tinggi wajah anterior bawah yangbertambah pada perawatan maloklusi kelas I Angleberdesakan dan protrusi dengan pencabutan 4 premolarpertama pada rahang atas dan rahang bawah dan tidakterjadi perubahan bertambah atau berkurang pada tinggiwajah posterior pada perawatan maloklusi kelas I Angleberdesakan dan protrusi dengan pencabutan 4 premolarpertama pada rahang atas dan bawah.

DAFTAR PUSTAKA1. Proffit WR. 2007. Contenporary Orthodontics. Edition

4. Mosby Co, St.Louis: p. 111-123, 226-229.2. Bondevik O, Differences between Height and Low-angle

Subject in Arch form Anterior Crowding from 23 to 33years of age. European Journal of Orthodontics. 2007; 29:413-6

3. Andrew LF, The Six Keys to Normal Oclussion.American Journal of Orthodontics. 1972; 62: 296-309.

4. Carla E, Carlos ST, Mirian AN. Dental-SkeletalDimensions Growing Individuals with Variations in theLower Facial Height. Brazil Dental journal. 2004; 1: 68-74.

5. Sukhia HR, Rashna HS. Lower Facial Height TreatmentChanges in Bi-Maxillary Protrusion Orthodontic Cases.Pakistan Oral & Dental Journal 2013; 33:65-68

6. Bravo LA. Soft Tissue Facial Profile Changes afterOrthodontic Treatment with Four Premolars Extracted.Angle Orthodontics. 1994; 64:31-42

7. Schudy FF. The Rotation of the Mandible Resulting fromGrowth:Its Implications in Orthodontic Treatment. AngleOrthodontic. 1965; 1:36-45

8. Pearson LE. Vertical Control in Treatment of PatientHaving Backward Rotasional Growth Tendencies. AngleOrthodontic. 1978; 48:132-140.

9. Bishara SE. Text of Orthodontics. 2001; WB SaundersCompeny, p:325-429

10. Drobocky O, Smith R. Changes in Facial Profile DuringOrthodontic Treatment with Extraction of Four Premolars.American Journal Orthodontic Dentofacial Orthop. 1989;95:325-30

11. Chua L, Lim J, Lubit EC. The Effects of Extraction versusNonextraction Treatment on the Growth of the LowerAnterior Facial Height. American Journal OrthodonticDentofacial Orthop. 1993; p:361-368

12. Sansoy LT, Darendeliler N. The Influence of ExtractionOrthodontic on Craniofacial Structures: EvalutionAccording to Two Different Factors. American JournalOrthodontics Dentofacial Orthop. 1999; 508: 114-115.

13. Nanda R. Biomechanics and Esthetic Strategies in ClinicalOrthodontics. Elsevier Saunders, Philadelphia USA. 2005;p:131-133, 169-173, 344-346

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 41-42

Page 45: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

43

CHANGES OF TRANSVERSE AND SAGITTALDIMENSION USING FRANKEL 1B APPLIANCE

(Case Report)Zulfan Muttaqin*, Amalia Oeripto**

*Resident of Orthodontic**Lecturer of Orthodontic

Faculty of Dentistry, University of North Sumatera

ABSTRACT

Background: Class II division 1 malocclusion is very often encountered with discrepancies in the transverse and sagittal dimensions.The transverse discrepancy is commonly first corrected in order to establish a proper base for the sagittal correction. Earlyorthodontic treatment showed that the transverse dimension is possible corrected using a functional regulator such as Frankel 1bappliance. Objective: The purpose of this case report showed transverse dental arch changed facilitated by the using of Frankle 1bappliance during treatment. Case management: In this case report a 10 years old girl with a Class II malocclusion showedmandibular retrognathic, mild crowding, normal maxillary, hipertonus of lower lips, incompetent lips, and a large overjet. Result:After 11 months treatment showed the progress in reducing of anterior arch length and there was a significant development in thetransverse arch changed, and improvement of upper and lower incisors inclination. Conclusions: Frankel 1b appliance was veryeffective to stimulate the growth of the arch in the transverse and sagittal direction in order to correct arch discrepancies. In this case,before treatment patient has SNA 81o, SNB 74o, ANB +7o, overjet 8 mm, overbite 5 mm. After 11 months treatment SNA 80o, SNB 74o,ANB +5o, overjet 6 mm, overbite 4.5 mm. However treatment must be continue to the second phase of fixed appliance therapy toachieve an optimal results.

Key words : class II div 1 malocclusion, Frankel 1b appliance, transverse and sagittal discrepancy

PENDAHULUANMaloklusi Klas II skeletal merupakan maloklusi

yang paling sering ditemukan dan membutuhkanperawatan komprehensif. Maloklusi Klas II divisi 1dikarakteristikkan dengan proklinasi gigi insisivus atasyang mengakibatkan overjet berlebih, deep over bitejuga dapat dijumpai pada regio anterior, seringmenunjukkan aktifitas otot yang abnormal,bibir atasbiasanya hipotonik, pendek, dan tidak bisa menutupdengan normal, bibir bawah berkontak dengan aspekpalatal gigi anterior rahang atas yang dikenal sebagai“lip trap”.1,2

Maloklusi Klas II divisi 1 sering menunjukkanadanya diskrepansi transversal dalam lengkung gigiyang ditandai dengan kurangnya lebar maksila sertaadanya defisiensi mandibula. Modifikasi pertumbuhanortopedi dapat bekerja dengan baik pada beberapakasus asalkan pertumbuhan yang tersisa memadai danklinisi dapat memberikan perawatan yang tepat padaperiode puncak pertumbuhan. Diskrepansi transversalumumnya dikoreksi diawal, untuk menciptakan basisyang tepat pada koreksi sagital nantinya.3,4,5

Beberapa literatur menyimpulkan bahwa pirantifungsional efektif dalam meningkatkan panjangmandibula, walaupun beberapa penelitian menyatakanbahwa piranti miofungsional tidak mempengaruhipertumbuhan dari mandibula.6

Keunikan dari piranti fungsional terletak pada tipe

aplikasi gaya. Piranti tersebut tidak memberikan gayalangsung ke gigi sebagaimana piranti konvensional,yang menggunakan spring, elastik, ataupun ligatur,melainkan lebih kepada mengantarkan, menghilangkan,dan membimbing gaya alami, seperti aktifitas otot,pertumbuhan dan erupsi gigi.7

Salah satu piranti fungsional yang dapatdigunakan untuk terapi maloklusi Klas II divisi 1 padapasien tumbuh kembang adalah Frankel 1b. Piranti inidikembangkan oleh Rolf Frankel pada tahun 1966 diZwickau, Jerman. Piranti Frankel memiliki filosofi sebagaipiranti vestibular, yaitu pertama adalah menyediakansuatu rangka kerja dan mengoptimalkan strukturpendukung dimana otot yang membuat sistemstomatognati dapat bekerja dengan tepat. Segalatekanan-tekanan yang merugikan dihilangkan darilingkungan struktur dentoalveolar, tarikan pada otot kemenyebabkan terjadinya aposisi pada sisi yangmengalami tarikan sehingga terjadi ekspansi signifikandari lengkung gigi maksila. Filosofi kedua adalah sebagaimetode untuk mencapai koreksi sagital.2, 7

LAPORAN KASUSRiwayat Kasus

Seorang anak perempuan berusia 10 tahundatang ke klinik Ortodonti RSGM FKG USU dengankeluhan utama gigi depan yang terlihat lebih maju. Hasilanamnese menunjukkan kesehatan umum pasien baik.

Page 46: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

44

Pada ibunya dijumpai adanya protrusi,ditambah lagi adanya kebiasaan buruk berupa menggigitbibir bawah, terbukti dengan dijumpainya bekas tepiinsisivus rahang atas pada bibir bawah. Pasien jugamempunyai kebiasaan bernafas melalui mulut.Diagnosis

Diagnosis pada pasien adalah maloklusi KlasII divisi 1 dengan retrognati mandibula. Gigi geligirahang atas dan bawah berjejal ringan. Tipe wajah pasiensempit dengan perbandingan tinggi dan lebar wajahyaitu 113 mm : 103 mm, dan profil wajah cembung. Relasibibir terbuka, dan tonus bibir bawah hipertonus. Saattersenyum tidak dijumpai adanya gummy smile. daninsisivus atas proklinasi (gambar 1).

Gambar 1. Foto profil pra-perawatan

Gambar 2. Foto intraoral pra perawatan

Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanyagingivitis ringan di regio anterior rahang bawah, lidahnormal, tinggi palatum normal. Karies dentin pada gigi46. Gigi 18, 17, 27, 28, 48, 38 belum erupsi (gambar 2).

Pemeriksaan LanjutanDari pemeriksaan model studi terlihat bentuk

lengkung gigi rahang atas dan bawah V shaped. Overjet8 mm, dan overbite 5 mm. Relasi molar I permanen KlasI. Relasi kaninus kanan Klas II 1/2P dan kaninus kiriKlas II 3/4P. Terdapat beberapa malposisi gigi dancrowding ringan pada gigi geligi rahang bawah.Perbedaan panjang lengkung (Arch LengthDiscrepancy/ ALD) pada rahang atas sebesar -5.5 mm,dan pada rahang bawah sebesar -4 mm. Indeks Howesdidapati sebesar 37.6%. Dari analisa Pont menunjukkanlengkung konstriksi (Tabel 1).

Pemeriksaan dari foto panoramik menunjukkangigi 18, 17, 27, 28, 48, dan 38 belum erupsi. Karies dentinpada gigi 46. Diagnosa sefalometri lateral menunjukkanrelasi rahang Klas II (SNA 81o, SNB 74o, ANB +7o (Tabel2), konveksitas wajah skeletal cembung (NaPog 150),rotasi mandibula normal, pola pertumbuhan vertikal(NSGn 710), inklinasi gigi insisivus atas proklinasi.Analisa servikal vertebra menunjukkan tahap akselerasipertumbuhan pada pasien yang masih bisa pada masaini adalah sebesar 65% - 85% (gambar 4 dan gambar 5).

Tabel 1. Analisa Pont

Gambar 4. Foto sefalometri lateral dan panoramik praperawatan

GAMBAR 3 TIDAK ADA Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 43-47

Page 47: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

45

Gambar 5. Analisa maturitas skeletal

EtiologiPada kasus ini maloklusi Klas II divisi 1

disebabkan oleh faktor herediter dari orang tua ditambahdengan adanya bernafas melalui mulut dan kebiasaanburuk menggigit bibir bawah.

Tujuan PerawatanUsia pasien masih dalam tahap tumbuh

kembang, maka perawatan dilakukan dalam 2 tahap.Tahap pertama bertujuan untuk mengoreksi hubunganrahang dan diskrepansi dalam arah transversal maupunsagital dengan menggunakan piranti Frankel 1b.

Operator memilih untuk menggunakan pirantiFrankel 1b karena pertimbangkan kenyamanan pasienmeskipun overjet pasien lebih dari 7 mm yaitu 8 mm.

Gigitan kerja dibuat seoptimal mungkin ±2 mmdalam arah vertikal guna membatasi peningkatan polapertumbuhan vertikal pada pasien, dan mandibuladimajukan sampai relasi kaninus Klas I. Frankel 1bbertujuan untuk mengeliminasi tekanan otot bukal danlabial sehingga terjadi perkembangan spontan tulangalveolar, lengkung gigi dan dapat memacu pertumbuhanrahang ke arah transversal maupun sagital. Pasien dilatihmenutup mulut yang berguna untuk koreksi relasi bibiratas dan bawah dan juga sekaligus pasien akan terbiasauntuk bernafas melalui hidung.

Setelah diskrepansi lengkung gigi terkoreksidalam hubungan transversal dan sagital, perawatankemudian tetap harus dilanjutkan pada tahap kedua yaituperawatan dengan piranti ortodonti cekat.

Kemajuan PerawatanSetelah piranti Frankel 1b dipasangkan pada

pasien, Pasien diinstruksikan memakai piranti Frankel1b, 2 – 4 jam selama 2 bulan pertama, kemudian 6 - 8 jamdibulan berikutnya pada siang dan malam hari.

Setiap kontrol dilakukan, diperiksa seluruhklamer yang ada pada piranti Frankel 1b serta buccalshield dan lip pad sebagai pertimbangan perlu tidaknyadilakukan aktifasi dan dilakukan penyesuaian. Kontroldilakukan setiap 3 minggu sekali. Latihan untukmemperbaiki pola penutupan mulut terus diamati.Penambalan dilakukan pada gigi 46 yang mengalami

karies dentin.Setelah 11 bulan perawatan dilakukan evaluasi

ulang. Terlihat peningkatan estetik pada pemeriksaanekstraoral, profil terlihat normal, bibir atas dan bibirbawah normal, dengan relasi bibir tertutup. Padapemeriksaan gigi geligi terjadi perubahan, overjetberkurang dari 8 mm menjadi 6 mm, sedangkan malposisigigi masih ada (gambar 6 dan gambar 7). Analisasefalometri lateral pasca perawatan memperlihatkan SNAberkurang dari 81o menjadi 80o, SNB tetap 74o , ANB dari+7o menjadi +5o (gambar 8 dan Tabel 2)

Gambar 6. Foto profil pasca-perawatan

Gambar 7. Foto intra oral pasca-perawatan

Zulfan Muttaqin, dkk: Changes of transverse

Page 48: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

46

Gambar 8. Superimposisi sefalometri lateral pra dan pascaperawatan

Tabel 2. Data analisis sefalometri pasien sebelum dan sesudahperawatan

Hasil analisa sefalometri lateral menunjukkanSNA berkurang menjadi 800 dan SNB bertambah menjadi74.50. ANB berkurang menjadi 5.50. Inklinasi gigiinsisivus rahang atas menjadi tegak yaitu sebesar 1010

(Tabel 2).Perubahan paling signifikan terjadi pada

bentuk lengkung gigi, dari V shaped menjadi oval.Analisa Pont menunjukkan perubahan tersebut(Tabel 3).

Tabel 3. Analisa Pont pra dan pasca-perawatan

PEMBAHASANPiranti Frankel memiliki 2 efek utama. Pertama,

menyediakan pola bagi fungsi otot-otot kraniofasial.Piranti ini menyediakan keseimbangan artifisial darilingkungan sehingga akan meningkatkan pola aktifitasotot lebih normal.2

Salah satu filosofi Frankel adalah prinsipVestibular arena of operation, gigi geligi dipengaruhioleh fungsi otot perioral. Fungsi otot perioral yangabnormal akan menciptakan hambatan bagi pertumbuhanoptimal kompleks dento-alveolar. Piranti Frankel dibuatuntuk menahan otot-otot (bukal dan labial) dari gigigeligi, sehingga struktur dento-alveolar dapatberkembang dengan bebas. Piranti Frankel bekerjasebagai alat latihan atau alat oral gymnastic yangmembantu koreksi fungsi otot perioral yang abnormal.2

Gaya aksi piranti Frankel pada strukturdento-alveolar salah satunya adalah meningkatkandimensi transversal dan sagital. Buccal shield dan lippads memainkan peranan penting dalam mengeliminasigaya-gaya abnormal yang mempengaruhi strukturdento-alveolar dari regio perioral dan pada waktu yangsama gaya yang diinginkan bekerja dalam kavitas oral(seperti gaya dari lidah). Buccal shield dan lip padsmemberikan tarikan konstan ke arah luar pada jaringanlunak dan otot-otot yang berhubungan dengan tulangdi bawahnya melalui serat pada periosteum tulang.Tarikan jaringan ini pada periosteum menyebabkanpembentukan tulang dan juga membantu dalampergerakan lateral rangka dento-alveolar.2

Usia puncak pertumbuhan pasien sangatmempengaruhi hasil perawatan pada pasien masatumbuh kembang. Dalam laporan kasus ini menunjukkanusia kronologis pasien yaitu 10 tahun. Menurut Neetikadan Prabu (2011), penggunaan piranti Frankel padapasien usia 15 tahun dapat meningkatkan ekspansitransversal sebesar 2 mm, dan peningkatan dalam arahsagital sebesar 5 mm. Zorana (2015) menyatakan bahwaperubahan istimewa pada pemakaian piranti Frankeladalah kesuksesannya dalam mencapai harmoni wajahsecara keseluruhan.1,7

Berdasarkan analisa Cervical Vertebrae (CV)dari Hassel dan Farman maturasi skeletal pasien beradapada stage 2 pertumbuhan dengan harapanpertumbuhan 65-85%. CV 2 dan CV 3 memiliki inferiorborder yang konkaf, dengan bentuk bodi mendekatirektangular. CV 4 memiliki inferior border yang flat.Maturasi skeletal menunjukan bahwa usia ini merupakanwaktu yang tepat dalam melakukan perawatan denganpesawat fungsional Frankel 1b untuk mengoreksilengkung gigi dalam arah transversal dan sagital.2

SIMPULANMaloklusi Klas II divisi 1 sangat umum dijumpai

dengan masalah bentuk lengkung V shaped dan sedikitcrowding. Pasien dalam masa tumbuh kembang sangatdianjurkan untuk dirawat menggunakan pirantifungsional Frankel karena dinilai efektif dalam merawat

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 43-47

Page 49: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

47

maloklusi tersebut, khususnya dapat mengubah dimensidalam arah transversal dan sagital maupun profil pasien.Perawatan dengan menggunakan piranti fungsionalFrankel ini bukan merupakan koreksi komplit darimaloklusi, melainkan sebagai guidance interseptif agarperawatan selanjutnya dapat lebih mudah dengan tanpapencabutan ataupun penjangkaran ekstraoral. Perawatanfungsional membantu dalam mengurangi besarnyatantangan dan waktu perawatan sewaktu akan dilakukanperawatan dengan piranti cekat.

DAFTAR PUSTAKA1. Stamenkovic Z, Raijkovic V , Ristic V. Change in soft

tissue profile using functional appliances in the treatmentof skeletal class II malocclusion. Srp Arh Celok Lek.2015;143(1-2):12-5.

2. Bhalajhi SI. 2003. Orthodontics the art and science. 3rd Ed.Arya (Medi) publishing house. p.179-347.

3. Cozza P, Baccetti T, Franchi L. Mandibular changes pro-duced by functional appliances in class II malocclusion: asystematic review. Am J Orthod Dentofacial Orthop.2006;129(599):1-12.

4. Tollaro I, Baccetti I, Ranchi L, Tanasescu CD. Role ofposterior transverse interarch discrepancy in class II divi-sion 1 malocclusion during the mixed dentition phase. AmJ Orthod Dentofacial Orthop. 1996;4(110):417-22.

5. Sharma NS. Management of a growing Skeletal Class IIPatient: A Case Report. Int J Clin Pediatr Dent.2013;6(1):48-54.

6. Chadwick SM, Aird JC, Taylor PJS. Functional regulatortreatment of class II division 1 malocclusions. Eur JOrthod. 2001;23:495-505.

7. Prabhu NM, Prabhu. Interception of class II div 1 maloc-clusion by phase I treatment with frankel appliance. Int JClin Pediatr Dent. 2011;2:59-62.

Zulfan Muttaqin, dkk: Changes of transverse

Page 50: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

48

JOINT TREATMENT OF ORTHODONTIC, IMPLANTPLACEMENT AND DIRECT COMPOSITE VENEER

TO OBTAIN AESTHETIC SMILE(Case Report)

Veronica Vera Desyani Wiraja* RA Syanti Wahyu***Orthodontist, Private Practice and International SOS Clinic, Jakarta

**Implantologist, RS. Bethsaida, Serpong, Tangerang

ABSTRACT

Today, aesthetic smile is one of important things to build self-confidence in daily life. A perfect smile consists of correct position andshape of anterior teeth. In this case report, an Asian woman complained about her crowding teeth, imperfect size teeth (22) andcongenital missing teeth (12). She wanted to improve her smile and build her confidence. She had dental skeletal class I, molarrelation class I Angle type 1, mild crowding teeth, agenesis 22 and cone size of 12. First, she was treated by GAC Straight Wire RothBracket Slot .18 to correct the crowding and create space for dental implant. After the space between 13 and 11 is gained, a DentiumSlimline 2.5 x 10 mm implant with Empress all porcelain crown was placed to replace 12. Six months later a direct composite veneer(Ivoclar Empress A2) was built to correct cone size of 22. Total treatment time was 20 months. As the result, a beautiful smile andgood occlusion were obtained. In conclusion, it was proven that the joint treatment of orthodontic, implant and direct compositeveneer can solve the patient’s smile problem.

Key words: Aesthetic smile, straight wire, joint treatment

PENDAHULUANRongga mulut dikenal sebagai pusat dari

fungsi komunikasi pada wajah, oleh karena itu wajahdan senyum yang menarik terbukti memainkan peranpenting dalam interaksi sosial sehari hari. Senyum yangmenarik tergantung pada komponen seperti bibir,tampilan gusi serta posisi, ukuran, bentuk dan warnagigi. Jika semua komponen tersebut bergabung secaraharmonis dan simetris, maka akan diperoleh senyumyang estetik serta menarik. Senyum yang estetik akanmenambah tingkat percayaan diri seseorang.Sedangkan keadaan dimana terdapat susunan gigi yangberjejal, kehilangan gigi dan bentuk gigi yang tidaksempurna akan mengganggu kesimetrisan dankeharmonisan suatu senyum. Senyum menjadiberkurang nilai estetikanya dan dapat berimbas terhadapkepercayaan diri seseorang.4

Kehilangan gigi, terutama pada gigi depan,akan mengganggu fungsi pengunyahan dan nilaiestetika senyum pasien. Penggunaan implantosseointegrasi yang berfungsi menggantikan gigi yanghilang terbukti merupakan tindakan yang tepat, karenapemasangan implant tidak merusak gigi yangbersebelahan sambil tetap mempertahankan ketinggiantulang. Implant juga terbukti lebih awet dan nyamanuntuk pasien serta memiliki tingkat estetik yang palingtinggi dibandingkan dengan jenis gigi tiruan lain sepertigigi tiruan lepasan dan jembatan.1

Selain kehilangan gigi, bentuk gigi yang tidaksempurna juga akan mempengaruhi fungsi dan senyum

pasien. Terdapat berbagai cara untuk memperbaikibentuk gigi yang tidak sempurna. Mulai daripenambalan, pembuatan crown atau jacket sampaitidakan less invasive seperti pembuatan direct compositeveneer. Pembuatan direct composite veneer untukmembentuk gigi sehingga menjadi sempurna,memerlukan keahlian tersendiri. Kemampuan mengukirbentuk gigi, pemilihan bahan serta warna yang tepatsangat menentukan keberhasilan suatu direct compositeveneer dalam memperbaiki bentuk gigi.2

Selain kehilangan gigi dan ketidaksempurnaanbentuk gigi, susunan gigi yang tidak beraturan juga akanmenggangu kesimetrisan dan keharmonisan suatusenyum. Perawatan orthodonti oleh orang yangberkompeten melakukannya (orthodontist) akanmenghasilkan hasil terbaik dalam kasus gigi berjejal. Olehkarena itu agar tercipta suatu senyum yang menarikdiperlukan rencana perawatan. tindakan yang tepat sertakerjasama yang baik dari berbagai ilmu dalam bidangkedokteran gigi.2,3

LAPORAN KASUSPasien seorang wanita asia berusia 35 tahun,

datang dengan keluhan susunan gigi yang tidak teraturdan bentuk gigi seri atas kiri yang tidak sempurna(conus). Pasien memiliki riwayat kesehatan umum yangbaik. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak terdapatkelainan pada tampilan ekstra oral pasien, profil pasiencembung dan simetris ( Gambar 1). Pada pemeriksaan

Page 51: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

49

intra oral terdapat kelainan bentuk pada gigi 22,congenital missing teeth gigi 12, crowding ringan padarahang bawah, terdapat diastema sebesar 3 mm padarahang atas sebelah kanan dan 1 mm pada sebelah kiri,relasi molar kelas I Angle, overjet 2 mm, overbite 2 mm( Gambar 2 ).

Gambar 1. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan

Gambar 2. Foto intra oral pasien sebelum perawatan

DIAGNOSISMaloklusi kelas I dental skeletal disertai

kelainan bentuk pada gigi 22 (conus), congenital missingteeth gigi 12, relasi molar kelas I Angle tipe 1.

Pemeriksaan LanjutanPada pemeriksaan orthopantomogram pasien

tampak semua gigi tetap telah erupsi, tidak terdapat gigi12, kelainan bentuk pada gigi 22, terdapat impaksi padagigi geraham ketiga pada regio mandibular sisi kanandan kiri. Pada pemeriksaan sefalometri terdapathubungan kelas I dento skeletal dengan maxilla danmandibular yang normal.

Gambar 3. Foto sefalometri dan panoramik sebelumperawatan

EtiologiKehilangan gigi, bentuk gigi conus serta

susunan gigi yang berjejal diduga akibat genetik. Pasienmenyatakan belum pernah dilakukan pencabutan padagigi tetap anterior rahang atas dan tidak memilikikebiasaan buruk.Kemajuan Perawatan

Pasien dirawat dengan bracket Roth slot .18merk GAC dengan menggunakan teknik Straight Wire.Tahapan perawatan orthodonti diawali denganpenggunaan kawat 0.14 sentaloy (Cu Ni Ti) juga merkGAC. Dalam waktu 4 kali kunjungan, tahap leveling danalignment pada maxilla dan mandibula telah diperoleh.Pada tahap ini dilakukan penggantian kawat 0.14sentaloy menjadi kawat SS 0.16 maxilla dan mandibula.Lalu dipasang open coil spring untuk memperolehruangan untuk implant gigi 12. Setelah 2 kali kunjungan,terdapat ruangan sebesar 4 mm pada regio 12. Setelahopen coil spring dilepas dan menunggu jadwal operasi,pasien meminta untuk dibuatkan gigi tiruan lepasankarena malu terlihat ompong. Selain itu gigi tiruan dapatdimanfaatkan sebagai penjaga ruangan 12 sebelumoperasi (Gambar 4).

Gambar 4. Intra oral sebelum pemasangan implant

Veronica, dkk: Joint treatment of orthodontic

Page 52: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

50

Tahap selanjutnya adalah melakukan prosedurpemasangan implant gigi 12. Operasi dilakukan denganbracket masih melekat pada gigi pasien, Operasipemasangan implant ini berjalan selama satu jam. Setelahdilakukan pemasangan implant, operator melakukanauto bone graft dengan mengikis tulang rahang pasienyang menonjol pada regio 11 implant danmemindahkannya ke region 12. Tipisnya regio tulangrahang 12 diakibatkan karena tidak adanyaakar gigi pada daerah tersebut (Gambar 5).

Gambar 5. Pemasangan implant

Auto bone graft ini selain bertujuan untukmengisi ketebalan tulang rahang, pengikisan tulangrahang regio 11 juga dapat mengurangi tonjolan yangmenggangu estetika pasien saat tersenyum sertamenghemat biaya bone graft. Implant yang digunakanadalah Dentium Slimline 2.5 x 10 mm implant. Setelahdilakukan operasi, pasien disarankan untuk beristirahatdan untuk sementara tidak boleh menggunakan gigitiruan lepasannya agar tidak mengiritasi bekas operasi.Pasien diperkenankan menggunakan gigi tiruan lepasanlagi setelah dilakukan buka jahitan yaitu 5 hari pascaoperasi. Gigi tiruan tersebut dikurangi dan disesuaikan,sehingga dapat melindungi bekas operasi dan membantumempertahankan ruang untuk gigi 12.

Setelah kurang lebih 4 bulan, dilakukanpengecekan kekuatan implant di dalam tulang, Ternyataimplant telah cukup kuat tertanam di dalam tulang,sehingga dapat dilakukan pemasangan abutment danpencetakan untuk pembuatan crown. Crown yangdigunakan adalah Empress all porcelain.

Gambar 6. Dental foto Implant dan crown

Setelah crown terpasang sempurna, mulailahtahap pelepasan bracket dan pemasangan directcomposite veneer pada gigi 22 (digunakan compositemerk Ivoclar Empress A2) untuk memperbaiki bentukgigi 22. Setelah semua prosedur selesai, baru dilakukanpemasangan fiber ortho retainer pada kedua rahang.Total masa perawatan adalah 1 tahun. Pasien menolakdilakukan radiografi pasca perawatan karena pasien saatselesai perawatan sedang dalam keadaan mengandung.

Gambar 7. Foto ekstra oral setelah perawatan

Gambar 8. Foto intra oral setelah perawatan

PEMBAHASANPada saat datang pertama kali, pasien tampak

kurang percaya diri dan ragu untuk tersenyum lebarkarena susunan giginya yang tidak teratur, diastema danterdapat bentuk gigi tidak normal. Setelah perawatan,pasien merasa lebih percaya diri karena susunan gigitelah rapi, keharmonisan dan kesimetrisan antara sisikanan dan kiri juga telah diperoleh sehingga senyumpasien tampak lebih estetik dibanding sebelumperawatan (Gambar 7).

Pengurangan tulang pada regio 11 jugabermanfaat sebagai auto bone graft dan menambah

Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 48-51

Page 53: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

51

estetika karena gusi sekarang terlihat lebih rapi dan tidakada tulang yang menonjol. Pasien juga puas denganhasil operasi implant yang membuat gigi 12 terlihat lebih“asli” dan mahkota gigi terlihat lebih alami (seolah olahmuncul dari dalam gusi). Pemasangan direct compositeveneer harus lebih diperbaiki karena masih terlihatkurang estetik walaupun pasien tidak mengeluh dancukup puas dengan hasil veneernya (Gambar 8).

SIMPULANPerbaikan susunan gigi, pemasangan implant

dan direct composite veneer pada pasien ini terbuktimeningkatkan keharmonisan serta kesimetrisan senyumpasien sehingga senyum pasien lebih estetik dan pasienmenjadi lebih percaya diri. Kerja sama yang baik antardisiplin ilmu diperlukan dalam mentapkan rencanaperawatan dan tindakan yang tepat dalam merawatpasien ini.

DAFTAR PUSTAKA1. Beyer A, Taushe E, Boening K, Hazer W. Orthodontic

Space Opening in Patients with Congenitally MissingLateral Incisors: Timing of Orthodontic Treatment andImplant Insertion. Angle Orthod. 2007; 77; 3:404-409

2. Havens D C, McNamara Jr JA, Singler LM, Baccetti T.The Role of Posed Smile in Overall Facial Esthetics, AngleOrthod. 2010; 80; 2:322-328

3. Proffit WR. 2013. Contemporary Orthodontics. 5th Ed.Mosby Co, St.Louis:186. p. 168-175

4. Van der Geld P, Oosterveld P, Van Heck G, Kuijpers-Jagtman A M. Smile Attractiveness. Angle Orthod. 2007;77; 5:759-765

Veronica, dkk: Joint treatment of orthodontic

Page 54: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

52 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48

Page 55: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

53

Page 56: Cover Des 2015 PDF - ikorti-iao.com IKORTI Desember 2015.pdfISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Ikatan Ortodontis Indonesia Edisi Kedua Desember 2015 Majalah Ortodontik Vol. 15 Nomor

54