cover dan daftar isi - digilib.uns.ac.id/implementasi-peraturan... · 1 implementasi peraturan...
TRANSCRIPT
1
IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005
TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN
WAKIL KEPALA DAERAH
(Studi Kasus tentang Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan)
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum dan Kebijakan Publik
Oleh :
Hanita Suryana
NIM. S310508009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005
TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN
WAKIL KEPALA DAERAH
(Studi Kasus tentang Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan)
DISUSUN OLEH :
Hanita Suryana
NIM. S310508009
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing :
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
1. Pembimbing I Dr. Hari Purwadi, SH.,M.Hum ..................... ..............
NIP. 196412012005011001
2. Pembimbing II Hernawan Hadi, SH.,MH ..................... ..............
NIP. 196005201986011001
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., M.S NIP. 194405051969021001
3
IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005
TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN
WAKIL KEPALA DAERAH
(Studi Kasus tentang Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan)
DISUSUN OLEH :
Hanita Suryana
NIM. S310508009
Telah Disetujui Oleh Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. H. Setiono, SH., M.S …………….. ……….
NIP. 194405051969021001
Sekretaris Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum …………….. ……….
NIP. 195702031985032001
Anggota 1. Dr. Hari Purwadi, SH.,MHum …………….. ……….
NIP. 196412012005011001
2. Hernawan Hadi, SH.,MH …………….. ……….
NIP. 196005201986011001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, SH., M.S …………… …... Ilmu Hukum NIP. 194405051969021001 Direktur Program Prof. Dr. H. Suranto, MSc., Ph.D ……………. …... NIP. 195708201985031004
4
PERNYATAAN
Nama : Hanita Suryana
NIM : S310508009
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
“Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah (Studi Kasus tentang Penetapan dan Pengesahan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan)”, adalah
benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan
tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, April 2010
Yang membuat pernyataan,
Hanita Suryana
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wasyukurilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, Karunia dan Ridho-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini yang berjudul : “Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Studi Kasus tentang Penetapan dan
Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan)”.
Sudah seharusnya puja puji syukur dipersembahkan agar ridloNya senantiasa
tercurah dalam perjalanan penulis selanjutnya. Salam dan sholawat bagi teladan
penulis Nabi Muhammad SAW.
Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih
gelar Magister dalam ilmu hukum konsentrasi kebijakan publik Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan sampai
selesainya tesis ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ, selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Bapak Prof. Setiono, S.H., M.S., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penelitian.
4. Bapak Dr. Hari Purwadi, SH.,M.Hum dan bapak Hernawan Hadi, SH.,MH
selaku pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan
dan doa dalam menyusun tesis ini.
5. Segenap dosen pengajar Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
6
6. Bapak Ir. Jati Purnomo. Selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan yang mana telah membantu memberikan data-data dan petunjuk
yang penulis perlukan dalam rangka menyelesaikan tesis ini.
7. Penghargaan dan penghormatan beriring ucapan terimakasih dan doa
disampaikan kepada Ayahanda Dwi Suwarto Utomo, S.Pd dan Ibunda
Djumirah, A.MaPd yang dengan kasih sayang, doa dan dukungan mutlaknya
menjadi dorongan utama keberhasilan penulis menyelesaikan studi ini.
8. Mas J Widodo, Mbak Ruli, Mas Dedy dan Mbak Ngesthi yang telah memberi
banyak doa, dukungan dan kesabarannya.
9. Dindaku/calon istriku, yang telah memberi banyak cinta, semangat, percaya
dan kesabaran, kelak sepenuhnya kau tetap menjadi yang terbaik di hidupku.
10. Kelurga besar kelas A Konsentrasi kebijakan Publik : Dindina, Neng Pina,
Neng Aprilina, Neng April, Henny, Jun, Mas Andi, Pak Dedy, Bu Sita. Serta
teman-teman seperjuangan “Hk & Kebijakan Publik 2008”, You guys make me
feel so good. Miss u so !!, Thank’s For all....
11. Mas Rino, Mbak Lely, Mas Taufik, terimakasih atas kesabaran serta
bantuannya, sehingga proses tesis ini menjadi lebih mudah. Serta semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Semoga karya sederhana ini mampu memberi manfaat yang lebih banyak bagi
pembaca.
Surakarta, April 2010
Penulis
( Hanita Suryana )
7
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapatkan
siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakan
( Q.s. Al Baqarah: 286 )
“Aku lihat masa, Aku raih asa,Aku genggam upaya sekuat tenaga.
Istiqomah kendatipun raga melemah, sebab jelas sudah sisi mana yang terindah
sajadah panjang terbentang, senyum senang pun terkembang”.
(Hammo Jado Unse Pakepu Pimorim, 2005)
Suratan bukan masalah kesempatan, tapi pilihan, dan bukan untuk dinanti,
tapi diraih
( William Jennings Bryan )
8
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk :
1. Allah SWT, yang membuat semua
hal menjadi mungkin, yang membuat
sulit menjadi mudah dan membuat
perih terasa nikmat,
2. Kedua orang tuaku tercinta ( Bapak
Dwi Suwarto Utomo dan Ibu
Djumirah ) terimakasih atas kasih
sayang, perhatian, dukungan, serta
doa-doanya,
3. Kakak-kakakku tersayang ( Mbak
Ngesthi SP, Mas J Widodo - Mbak
Ruli, dan Mas Dedy WM),
4. Someone I Love, for everything
you’ve done to me,
5. Sahabat-sahabat tercinta yang telah
membuat hidupku menjadi penuh
warna.
9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAM PENGESAHAN TESIS ................................................................. iii
PERNYATAAN ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
MOTTO ........................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN.......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
ABSTRAKSI ................................................................................................ xiv
ABSTRACT ................................................................................................. xv
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................. 1
B. PERUMUSAN MASALAH ........................................................ 9
C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................... 9
D. MANFAAT PENELITIAN .......................................................... 10
E. PENELITIAN YANG RELEVAN ……………………………… 11
BAB II: LANDASAN TEORI ......................................................................... 12
A. Implementasi Hukum..................................................................... 12
B. Teori Kebijakan Publik ................................................................. 17
C. Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik ............................... 20
D. Formulasi Kebijakan Publik ......................................................... 21
E. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung..... 22
F. Kerangka Pemikiran ………….................................................... 32
10
BAB III: METODE PENELITIAN .............................................................. 34
1. Jenis Penelitian ............................................................................. 34
2. Lokasi Penelitian .......................................................................... 35
3. Jenis Data dan Sumber Data ........................................................ 35
4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 36
5. Teknik Wawancara Terpimpin .................................................... 36
6. Teknik Analisis Data ................................................................... 37
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….. 39
A. HASIL PENELITIAN……………………………………………… 39
1. IMPLEMENTASI PENETAPAN DAN PENGESAHAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6
TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN,
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA
DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI KABUPATEN
GROBOGAN……………………...…………………………….. 39
a. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada ……………………. 39
1. Landasan Hukum Persiapan Pilkada ……………………. 40
2. Tugas dan Kewajiban KPUD …………………………… 44
a. Tugas KPUD …………………………………………. 44
b. Kewajiban KPUD ……………………………………. 45
b. Tahap Pelaksanaan Pilkada …………………………………. 46
1. Masa Persiapan …………………………………………… 47
a. Masa Akhir Jabatan Kepala Daerah…………………... 47
b. Rencana Kegiatan…………………………………….. 48
c. Pembentukan Panitia Pengawas ……………………… 48
d. Pembentukan PPK, PPS dan KPPS…………………... 49
2. Tahap Pelaksanaan ……………………………………….. 51
a. Pemilih ………………………………………………… 51
11
b. Peserta Pemilihan ……………………………………… 54
c. Kampanye ……………………………………………… 60
d. Tahap Sosialisasi ……………………………………….. 63
e. Pelaksanaan Pemungutan Suara ………………………... 65
f. Tahap Penghitungan Suara …………………………….. 66
g. Penetapan dan Pengesahan Pasangan Calon
Bupati dan Wakil Bupati Terpilih …………………..… 66
2. PELAKSANAAN PENETAPAN DAN PENGESAHAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BERDASARKAN PP NO. 6 TAHUN 2005 TENTANG
PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL
KEPALA DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN
MEMUNCULKAN ADANYA GUGATAN …………………. 74
a. Pasca Pemungutan dan Penghitungan Suara ……………….. 74
b. Kelemahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 …… 82
B. PEMBAHASAN ……………………………………………………. 87
1. IMPLEMENTASI PENETAPAN DAN PENGESAHAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6
TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN,
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA
DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI
KABUPATEN GROBOGAN ………………………………….. 87
a. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada ……………………… 87
1. Landasan Hukum Persiapan Pilkada ……………………… 87
2. Tugas dan Kewajiban KPUD …………………………….. 93
b. Tahap Pelaksanaan Pilkada …………………………………… 98
1. Masa Persiapan …………………………………………… 98
12
a. Masa Akhir Jabatan Kepala Daerah…………………... 98
b. Rencana Kegiatan…………………………………….. 98
c. Pembentukan Panitia Pengawas ……………………… 99
d. Pembentukan PPK, PPS dan KPPS…………………... 100
2. Tahap Pelaksanaan ……………………………………….. 102
a. Pemilih ……………………………………………….. 102
b. Peserta Pemilihan …………………………………….. 103
c. Kampanye ……………………………………………. 105
d. Tahap Sosialisasi …………………………………….. 106
e. Pelaksanaan Pemungutan Suara ……………………… 107
f. Tahap Penghitungan Suara …………………………… 107
g. Penetapan dan Pengesahan Pasangan Calon Bupati
dan Wakil Bupati Terpilih …………………….……… 109
2. PELAKSANAAN PENETAPAN DAN PENGESAHAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BERDASARKAN PP NO. 6 TAHUN 2005 TENTANG
PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL
KEPALA DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN
MEMUNCULKAN ADANYA GUGATAN …………………… 112
a. Pasca Pemungutan dan Penghitungan Suara ……………….. 112
b. Kelemahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 …… 116
BAB V: PENUTUP ......................................................................................... 120
A. Kesimpulan .......................................................................................... 120
B. Implikasi .............................................................................................. 122
C. Saran .................................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Hasil Perolehan Suara Dalam Pemilihan Umum
Anggota DPRD Tahun 2004 …………………………. 57
1.2 Hasil Pengundian Nomor Urut Masing-Masing
Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006 ......................... 60
1.3 Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara ...... 70
1.4 Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati
dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006 ……………… 71
14
ABSTRAKSI
HANITA SURYANA, S 310508009, JUDUL: IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH (STUDI KASUS TENTANG PENETAPAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN). Hukum dan Kebijakan Publik. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penetapan dan pengesahan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan PP Nomor 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Grobogan. Dan untuk mengetahui mengapa terjadinya penetapan dan pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan memunculkan adanya gugatan.
Penelitian ini termasuk studi deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan jenis data primer berupa data yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Data ini diperoleh dari keterangan atau fakta secara langsung dari hasil wawancara dari semua pihak (responden) yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti, yakni dari pihak KPU Kabupaten Grobogan, mantan anggota Pengawas dan tokoh masyarakat yang peduli dan memahami mengenai pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006.
Dari penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan penetapan suara telah berjalan cukup baik dan sesuai dengan rencana KPU Kabupaten Grobogan, Terlihat bahwa KPU Kabupaten Grobogan sudah berusaha menerapkan aturan main pilkada yaitu Pasal 107 - Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan juga Pasal 95 - Pasal 99 PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara konsisten. Mengenai pelaksanaan penetapan dan pengesahan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan telah sesuai dengan Pasal 95 dan Pasal 96 PP No.6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Munculnya gugatan disebabkan karena lemahnya pengawasan dari tim pengawas.
Penulis menyarankan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya supaya dasar hukum pilkada tetap dipatuhi dan dijunjung tinggi, pendidikan politik terhadap masyarakat seyogyanya juga selalu dilakukan oleh semua pihak secara berkelanjutan. Saran bagi para pembuat undang-undang untuk melakukan revisi terhadap PP No.6 Tahun 2005, khususnya mengenai independensi penyelenggara, pembentukan pengawas pilkada, serta pengawasan dan penegakan hukum.
15
ABSTRACT
HANITA SURYANA, S 310508009, TITLE: THE IMPLEMENTATION OF GOVERNMEN REGULATION NO. 6 IN 2005 ABOUT THE ELECTION, AUTHORIZATION, APPOINTMENT AND DISCHARGE OF DISTRICT LEADER/REGENT AND VISE DISTRICT LEADER/VISE REGENT (CASE STUDY ABOUT THE ESTABLISHMENT AND AUTHORIZATION /LEGALIZATION OF REGENT AND VISE REGENT IN GROBOGAN REGENCY). Law and Public Policy. Postgraduate Program at Sebelas Maret University of Surakarta.
This research is intended to know the implementation of the establishment and the authorization of district leader and vise district leader based an the Government Regulation No. 6 in 2005 about election, authorization, appointment and discharge of regent and vise regent in Grobogan Regency. And to know why of the establishment and the authorization of district leader and vise district leader based an the Government Regulation No. 6 in 2005 about election, authorization, appointment and discharge of regent and vise regent in Grobogan Regency raises the lawsuit.
This research is a descriptive and qualitative research. In this research, the writer uses primary data in the forms of information and fact which are collected directly from the field. This data was obtained from the information or facts directly from the interviews of all parties (respondent) that directly relate to the problems investigated, from the Local Election Commision (KPU) of Grobogan Regency, former member of the Trustees and community leaders who care and understand about the 2006 election Grobogan Regency.
From the result of the research, it can be concluded that the implementation of the vote establisment has run good enough and it also has been suitable with the planning of Local Election Commision (KPU) of Grobogan Regency. From this result, it can be seen that the Local Election Commision (KPU) of Grobogan Regency has tried to apply the rules of local election that are Section 107 - Section 109 of constitution No. 32 in 2004 about Local Government and Section 95 - Section 99 of Goverment Regulation No. 6 in 2005 about Election, Authorization, Appointment and Discharge of Regent and Vise Regent consistently. So it can be said that the implementation of the establishment and authorization of regent and vise regent of Grobogan regency has been appropriate with section 95 and 96 of Government Regulation No. 6 in 2005 about Election, Authorization, Appointment and Discharge of Regent and Vise Regent. The emergence of a lawsuit caused by weak oversight of the monitoring team.
The writer recommends for the Indonesian people so that basic fixed election law be obeyed and upheld, the political education of the community should also always be done by all parties on an ongoing basis. The recommendation for legislators to do the revision of Government Regulation No. 6 Year 2005, particularly concerning the independence of the organizers, the formation of local election supervisors, as well as monitoring and law enforcement.
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah lahir
sebagai perwujudan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 dalam rangka penerapan asas legalitas sebagai salah satu ciri negara yang
berdasarkan atas hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah diterapkan asas desentralisasi, di mana daerah-daerah otonom
dalam menyelenggarakan pemerintahan didasarkan atas penyerahan wewenang
pemerintahan dari pemerintahan pusat kepada daerah.
Penerapan asas desentralisasi mengarah pada segala sesuatunya yang
berkaitan dengan pemerintahan, baik penyelenggaraan operasional pemerintahan
daerah maupun pembagian penghasilan kekayaan daerah, secara keseluruhannya
diatur oleh pemerintah pusat. Sistem desentralisasi menjadikan peran serta Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif dalam
pemerintahan demokrasi bertindak sebagai wakil rakyat dalam pemerintahan
menjadi kurang berfungsi. Padahal pemerintah daerah sebagai pelaksana tugas
dari pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah mempunyai kedudukan yang sederajat dan
sangat penting.
Dahlan Thaib mengemukakan bahwa dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan bahwa pemerintah
daerah terdiri dari kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Kedua organ itu mempunyai kedudukan yang sederajat. Kepala daerah sebagai
pemimpin eksekutif, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada
bidang legislatif. Dalam pasal lain ditunjukkan bahwa kepala daerah mempunyai
kekuasaan yang lebih bila dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Hal ini disebabkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
17
tentang Pemerintah Daerah menganut sistem dualistis, yaitu kepala daerah karena
jabatannya merangkap sebagai kepala wilayah yang merupakan wakil pemerintah
pusat di daerah dan juga sebagai penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam
wilayahnya, dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan
pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakat dalam segala bidang.1
Pada masa orde baru kondisi yang tidak seimbang dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah menimbulkan mosi tidak percaya terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, tidak ada kemauan dan kemampuan pemerintah saat itu
(Pemerintah Orde Baru) untuk mengadakan reformasi di segala bidang, maka
puncaknya seluruh masyarakat menjalin kekuatan untuk menggulingkan rezim
orde baru dan berhasil ketika pada 21 mei 1998 pemerintah orde baru tumbang.
Tumbangnya orde baru tidak lepas dari akumulasi keberanian rakyat yang
semakin kuat untuk mewujudkan Reformasi. Reformasi berisikan tuntutan dasar
dari segala bidang yang telah berlangsung di negara Indonesia, sebagai proses
dialetika sejarah yang wajar. Termasuk didalamnya tuntutan perubahan terhadap
sistem dan proses penyelenggaraan negara atau perubahan dalam format
bernegara dalam perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita bernegara.
Salah satu tuntutan reformasi yang dianggap urgen yaitu penerapan
otonomi daerah yang dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-
prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Menurut Bondan Gunawan
demokrasi secara singkat dapat diartikan sebagai :
“Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, jadi kekuasaan ada ditangan rakyat atau daulat rakyat. Namun demikian demokrasi bukanlah kosakata yang bebas pamrih. Justru pamrih itulah yang menentukan perkembangan konsep demokrasi, dan menentukan maju mundurnya kondisi demokrasi suatu bangsa. Sebagai suatu sistim,
1 Dahlan Thaib, DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2005,
hlm. 86-87
18
demokrasi tidak pernah selesai dan sempurna melainkan senantiasa dalam keadaan “menjadi”.2
Demokrasi memang menjanjikan kebaikan, menawarkan pencerahan
sekaligus menaburkan hiburan yang memanusiakan harkat kemanusiaan, terutama
bagi kawula bawah yang kesehariannya terhimpit beban berat yang mungkin
disebabkan oleh demokrasi itu sendiri. Setiap insan punya hak yang sama untuk
berbicara sekaligus sama-sama berkesempatan untuk menjalankan demokrasi.
Menghalangi partisipasi rakyat untuk mengambil peran dalam proses atau
pelaksanaan pembangunan juga tak kalah reaktifnya mengundang kecaman anti
demokrasi. Sebab, jika suatu negara dalam sistem pemerintahannya menganut
sistem demokrasi, maka konsekuensi logis yang harus dipikul tinggi oleh elit yang
berkuasa adalah membuka lebar-lebar pintu untuk melibatkan rakyatnya untuk
berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik.
Partisipasi merupakan syarat mutlak dari demokrasi, agar partisipasi dapat
terlaksana seperti yang diharapkan, maka terlebih dahulu ada beberapa kondisi
yang harus terpenuhi, yakni: adanya kesadaran politik yang cukup tinggi bagi
setiap individu maupun kelompok masyarakat, terciptanya suatu tradisi partisipasi
dalam proses pembangunan, dan tersedianya ruang serta jaminan bagi
pelaksanaan dan pengembangan partisipasi itu sendiri.3
Partisipasi di dalam agenda politik sangat beragam, bila disimpulkan akan
menjadi dua bentuk partisipasi yaitu: partisipasi berbentuk konvensional misalnya
menggunakan hak pilih dalam pemilu, dan partisipasi non konvensional
umpamanya mengajukan petisi untuk menolak paket kebijakan, unjuk rasa, dan
mogok kerja. Menurut Meriam Budiharjo bahwa:
“Semakin tinggi tingkat partisipasi rakyat, maka tingkat demokrasi juga bertambah baik. Sebaliknya partisipasi yang rendah, dianggap sebagai tanda yang kurang baik karena diartikan bahwa banyak warga negara yang
2 Bondan Gunawan, Apa Itu Demokrasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 10 3 I. Widharta, Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, Pondok Edukasi, Yogyakarta, 2005, hlm.
124
19
tidak respek terhadap masalah-masalah kenegaraan. Lagipula jika partisipasi rakyat dapat diminimalkan dikhawatirkan akan sangat sedikit pula pendapat, input dan respon yang dikeluarkan oleh rakyat. Hal ini yang menyebabkan jaring-jaring birokrasi yang berkuasa takkan tanggap terhadap kebutuhan, aspirasi, keperluan dan permintaan rakyatnya”.4
Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar
negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan
otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional dan seterusnya.5
Salah satu prinsip pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana penjelasan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Prinsip
otonomi daerah adalah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya
4 Ahyar Stone, Partisipasi dan Resistensi dalam Demokrasi, SEMA UMS, Surakarta, 1995,
hlm. 28 5 Dahlan Thaib, op. cit., hlm. 95-86
20
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Prestasi otonomi daerah yang paling signifikan adalah diterapkannya
pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Hal tersebut merupakan
bentuk konkret dari desentralisasi politik yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Pengaturan baru tentang pemilihan kepala daerah secara langsung diperkenalkan
oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah pergeseran pendulum dari legislatif heavy
sebagaimana ditunjukkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, kembali menjadi executive heavy sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan otonomi di daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai
kepala eksekutif dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang dimaksud adalah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk
Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota dan Wakil
Walikota untuk Kota (Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang salah satu Babnya, yaitu Bab IV Bagian kedelapan mengatur
mengenai prosedur dan mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung (pilkada langsung) oleh rakyat sebagaimana pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung, merupakan kemajuan pesat yang
bisa dicapai oleh bangsa Indonesia bagi pembangunan demokrasi di tengah-
tengah masa transisi politik yang sedang berlangsung. Pilkada langsung juga
merupakan wujud demokrasi yang paling mendekati bentuk idealnya.
21
Pilkada langsung menjadi terobosan yang baik dalam tata pemerintahan
daerah. Proses demokrasi di daerah-daerah juga diharapkan akan memunculkan
partisipasi politik masyarakat lokal yang tinggi dan kritis, juga diharapkan akan
muncul civil society yang kuat di daerah, civil society dalam pengertian sebagai
hubungan antara negara dengan sejumlah kelompok sosial yang sifatnya
independen terhadap negara (masyarakat sipil/madani).6
“that local elections can be analysed as litmus tests to see the practical
effects of the power devolved to local political institutions on the practices of
local politicians. From this perspective, the fact that many post-Soeharto local
elections have been tarnished with "money politics" underscores the significance
of consolidating democratic practices at the local level.” pemilihan lokal dapat
dianalisis sebagai tes litmus untuk melihat efek praktis kekuasaan diserahkan
kepada lembaga-lembaga politik lokal pada praktek politisi lokal. Dari perspektif
ini, faktanya bahwa pasca-Soeharto banyak pemilu lokal telah ternoda dengan
"uang politik" menggarisbawahi pentingnya mengkonsolidasikan praktek
demokrasi di tingkat lokal.7
Konflik pilkada yang berlarut-larut hanya terjadi di sebagian kecil daerah.
Sebagai contoh di Provinsi Jawa Timur, di antara 19 daerah yang sudah
mengadakan pilkada, kerusuhan hanya terjadi di satu tempat, yaitu Kabupaten
Tuban.8 Di beberapa tempat, dampak pilkada langsung ini membawa perubahan
positif bagi kemajuan daerah. Pilkada langsung melahirkan kepala daerah yang
mempunyai kualitas dan kapasitas kepemimpinan yang baik. Riset JPIP (Jawa Pos
Institute of Pro-Otonomi) menunjukkan bahwa kemajuan suatu daerah berbanding
lurus dengan faktor kepemimpinan kepala daerah. Dengan kata lain, maju
6 Andi Malarangeng, Otonomi Daerah Demokrasi dan Civil Society, Media Grafika,
Yogyakarta, 2000, hlm. 14 7 Nankyung Choi, 2004, Local Elections and Party Politics in Post-Reformasi Indonesia,
Contemporary Southeast Asia, Vol. 26, http://ci.nii.ac.jp/naid/110004867589/en 8 http://www.jpip.or.id/articles/view/38, 17 Juni 2009, 14.00 WIB
22
tidaknya suatu daerah sangat bergantung pada kualitas dan kapabilitas kepala
daerah.9
Pilkada langsung diharapkan akan melahirkan kepala daerah yang
mempunyai kualitas dan kapasitas kepemimpinan yang baik. Meskipun demikian,
saat ini, banyak kasus kepala daerah terpilih, namun legalitasnya diragukan. Di
antara kasus tersebut, yaitu kasus pemilihan Abdul Gafur sebagai calon Gubernur
digagalkan dengan alasan politik uang, Bupati Bangkalan dan Sragen terpilih
dipersoalkan masalah ijazah palsu. Hal serupa juga seperti yang terjadi di
Kabupaten Grobogan, pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih yaitu Bambang
Pudjiono dan Icek Baskoro yang diusung Partai Golkar, seperti pada materi
gugatan yang dilayangkan oleh lawan politiknya, bahwa pasangan Bupati dan
Wakil Bupati terpilih disinyalir terlibat money politics dan ijazah palsu.
Kondisi sebagaimana di atas, nampak bahwa kepala daerah terpilih,
pemilihannya berjalan sesuai ketentuan yang benar, misalnya persyaratan telah
terpenuhi dan diteliti secara cermat sebelum pemilihan dilangsungkan, yang
berarti bahwa benar-benar lolos untuk dicalonkan, sehingga keseluruhan syarat
telah terpenuhi. Dipilih oleh rakyat langsung melalui KPUD sebagai fasilitator,
dengan melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan tentunya menjadi suatu
jaminan bagi calon terpilih benar-benar melalui seleksi yang ketat. Kenyataannya,
setelah salah satu calon terpilih, sering kali mencuat berbagai permasalahan dan
yang selama ini sering terjadi adalah embusan politik uang dan ijazah palsu.
Dugaan adanya isu mengenai perilaku curang dan manipulatif yang
dilakukan oleh KPUD selaku penyelenggara dengan salah satu kontestan
ditengarai sebagai penyebab utama munculnya berbagai kerusuhan pasca pilkada
langsung. Tuduhan lain yang biasanya diarahkan kepada KPUD selaku
penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung yaitu tidak
transparan, tidak adil, diskriminatif serta tidak independen. Di samping itu masih
ada faktor-faktor lain yang berasal dari luar institusi KPUD di antaranya, yaitu
9 Ibid
23
ketidakpuasan para kontestan dalam menerima kekalahan. Banyaknya tuduhan
yang dialamatkan kepada KPUD tidak lain karena posisi KPUD sebagai
penyelenggara memiliki nilai yang strategis dan sangat menentukan, hal ini
disebababkan karena pertama KPUD adalah lembaga yang membuat semua
aturan/regulasi pilkada langsung, kedua KPUD adalah pelaksana semua tahapan
pilkada langsung, ketiga KPUD adalah lembaga yang menetapkan siapa yang
memperoleh suara terbanyak dan selanjutnya ditetapkan sebagai kepala daerah
terpilih/pemenang.
Dalam pelaksanaan pilkada langsung untuk meminimalisir munculnya
dugaan adanya perilaku curang dan sebagainya, sangat diperlukan adanya kontrol
dan peran masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan pilkada langsung.
Mengingat partisipasi masyarakat merupakan syarat mutlak dari demokrasi, agar
partisipasi dapat terlaksana seperti yang diharapkan, maka harus ada kesadaran
politik yang cukup tinggi bagi setiap individu maupun kelompok masyarakat,
terciptanya suatu tradisi partisipasi dan tersedianya ruang serta jaminan bagi
pelaksanaan dan pengembangan partisipasi itu sendiri. Untuk mencapai pilkada
langsung yang demokratis fakor kontrol, partisipasi dan pengetahuan masyarakat
sangat diperlukan dalam setiap tahapan pelaksanaan pilkada. Masyarakat harus
mengetahui pilkada dalam setiap tahapannya, hal ini karena pilkada memang
dilaksanakan secara transparan.
Hal yang menjadi permasalahan adalah selama ini masyarakat hanya
mengetahui sebatas proses pemilihannya saja, tanpa disadari masyarakat
mayoritas belum memahami dan kurang mengetahui mengenai proses penetapan
dan pengesahan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagaimana tertuang
dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Masyarakat pada dasarnya kurang mengetahui mengenai
bagaimana cara-cara atau langkah-langkah dalam menetapkan dan mengesahkan
kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tahap penetapan dan pengesahan pulalah
24
yang sering menjadi pangkal permasalahan yang dihembuskan oleh kontestan
calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang kalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian hukum dengan judul : Implementasi Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Studi Kasus Tentang Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, agar pembahasan dalam penulisan ini
lebih fokus maka penulis akan membatasi pembahasan pada rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah implementasi penetapan dan pengesahan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan ?
2. Mengapa pelaksanaan penetapan dan pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan memunculkan adanya gugatan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui Implementasi Penetapan dan Pengesahan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Grobogan.
25
b. Untuk menganalisis faktor terjadinya penetapan dan pengesahan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan memunculkan
adanya gugatan
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar Magister di bidang Ilmu Hukum Konsentrasi Kebijakan
Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana untuk mengumpulkan data sebagai bahan
penyusunan tesis guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar
Magister di bidang Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum dan Kebijakan
Publik pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk memberi sumbangan pikiran dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
c. Untuk mendalami teori-teori selama menjalani kuliah strata dua di
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Surakarta serta memberikan
landasan untuk penelitian lebih lanjut.
d. Untuk memberikan acuan kepada peneliti selanjutnya dalam membahas
materi yang berkaitan dengan tesis ini.
26
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis
dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, aparat
penegak hukum dan semua pihak yang terkait. Di samping memberi
alternatif rekomendasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan,
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi literatur yang berguna bagi
pengetahuan masyarakat.
E. Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Studi Kasus tentang Penetapan dan
Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan),
sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga menurut
penulis penelitian mengenai hal ini merupakan penelitian yang pertama kali
dilakukan.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Implementasi Hukum
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia,10 Implementasi berarti: 1)
pelaksanaan, 2) penerapan. Sedangkan menurut Webster 11: to implement, to
provide the means for carrying out, to give practical effect to
(mengimplementasikan, menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu,
menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Artinya, implementasi
kebijakan dapat dipadang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan
kebijaksanaan biasanya dalam bentuk undang - undang, peraturan pemerintah,
keputusan peradilan, perintah eksekutif, dekrit presiden dan lain - lain.
Pada hakikatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang
abstrak. Sekalipun abstrak, tapi hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam
kehidupan sosial sehari - hari. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan
untuk mewujudkan ide - ide tersebut menjadi kenyataan sebagai proses
penegakan hukum.
Suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan -
harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang
peran. Namun, bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran
peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor - faktor
yang turut menentukan bagaimana respons yang akan diberikan oleh
pemegang peran, antara lain:
a. sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,
b. aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan
10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Graha Pustaka, Jakarta, hlm. 319
11 Jamal Wiwoho, Bahan Kuliah Hukum dan Kebijakan Publik S2, 2008, Universitas Sebelas Maret Surakarta
13
c. seluruh kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainya yang bekerja atas
diri pemegang peranan itu.
Perubahan-perubahan tersebut juga disebabkan oleh berbagai reaksi
yang ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang-undang dan
birokrasi. Demikian pula sebaliknya, komponen birokrasi juga memberikan
umpan balik terhadap pembuat undang-undang maupun pihak pemegang
peran.12
Menurut Emile Durkheim hukum meperoleh warna moral dalam
manifestasinya sebagai realitas sosial, bahwa hakikatnya hukum sebagai moral
sosial adalah suatu ekspresi solidaritas sosial yang berkembang dalam suatu
masyarakat, hukum adalah cerminan solidaritas. Bekerjanya hukum undang-
undang dalam masyarakat akan selalu berawal dan berkutat di seputar masalah
kontrol sosial yang didayagunakan sebagai sarana penegakan tertib kehidupan
bermasyarakat.13 Hukum merupakan alat untuk meraih suatu hal yang
mempunyai tujuan lebih jauh, tujuan yang lebih jauh itu adalah kesejahteraan
dan kebahagiaan masyarakat.14
Secara konsepsional, inti dari penegakan hukum adalah terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-
kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.15 Hukum berperan sangat
esensial, yaitu untuk mengatur masyarakat agar tercipta ketertiban
didalamnya. Supaya ketertiban tetap terjaga maka akan tergantung pada
perilaku substansinya, bahwa masyarakat membutuhkan hukum karena tidak
12 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama,
Semarang, 2005, hlm. 15-16 13 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam Masyarakat Perkembangan dan Masalah,
Bayumedia Publishing, Malang, 2008, hlm. 19 14 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta,
2008, hlm. 11 15 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 5
14
ingin terjadi ketidaktertiban lebih besar. Dengan demikian urusan hukum
sudah bergeser ke urusan perilaku.16
Dalam pembangunan negara hukum Satjipto Rahardjo mengenalkan
adanya paradigma ganda. Artinya, negara hukum tidak hanya mengedepankan
penggunaan paradigma peraturan saja, tetapi juga paradigma moral. Moral
yang diunggulakan antara lain kejujuran, pengendalian diri, menjaga harkat
sebagai manusia, rasa malu, mengurangi kekakuan (selfishness), dan lebih
memberi perhatian terhadap orang lain.17
Semua penegakan hukum ataupun perlindungan hukum dapat
dipengaruhi berbagai macam faktor, menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Faktor substansi hukumnya sendiri (Undang-Undang),
b. Faktor penegak hukum,
c. Faktor sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum,
d. Faktor masyarakat,
e. Faktor kebudayaan, 18
Hukum dipandang sebagai suatu sistem, maka untuk dapat
memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian
hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh Lawrence M
Friedman, bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur,
subtansi dan kultur:
a. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum
itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya
sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana
16 Satjipto Raharjo, op. cit., hlm. 103 17 Ibid, hlm. 104 18 Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 8
15
sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan –
bahan hukum secara teratur.
b. Komponen subtantif yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa
peraturan – peraturan, keputusan – keputusan yang idgunakan baik oleh
pihak yang mengatur maupun yang diatur.
c. Komponen kultural yaitu terdiri atas nilai – nilai dan sikap – sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum, atau oleh Lawrence M. Friedman
disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah
laku hukum seluruh warga masyarakat. 19
Semua penegakan hukum ataupun perlindungan hukum, dipengaruhi
berbagai macam faktor, di sini penulis menggunakan teori yang di ungkapkan
oleh Satjipto Rahardjo, bahwa hukum sebagai peraturan dapat berlaku maka
harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut.
a. Filosofis, yaitu hukum harus sesuai dengan sistem, teori, asas-asas, fungsi,
dan tujuan hukum,
b. Politis, yaitu hukum harus merupakan buatan dari pemerintahan negara
merdeka dan bukan peninggalan kolonial,
c. Yuridis, yaitu pembuatannya harus memenuhi prosedur pembuatan
undang-undang dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada,
d. Sosiologis, yaitu hukum muncul dari aspirasi masyarakat sehingga
berlakunya hukum diterima dan dipatuhi masyarakat.20
Lon L. Fuller, bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka
harus dicermati apakah ia memenuhi delapan (8) principles of legality berikut
ini.
19 Esmi Warassih, op.cit., hlm. 30 20 Satjipto Raharjo, op. cit., hlm. 246
16
a. sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan artinya ia tidak
boleh mengandung sekadar keputusan-keputusan yang bersifat add hoc,
b. peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan,
c. peraturan tidak boleh berlaku surut,
d. peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti,
e. suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan - peraturan yang
bertentangan satu sama lain,
f. peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan,
g. peraturan tidak boleh sering dirubah-ubah,
h. harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.21
Hukum senantiasa dibatasi oleh situasi atau lingkungan dimana ia
berada, sehingga tidak heran kalau terjadi ketidak cocokkan antara apa yang
seharusnya (das sollen) dengan apa yang senyatanya (das sein). Dengan
perkataan lain, muncul diskrepansi antara law in the books dan law in action.
Selanjutnya apabila kita melihat penegakan hukum merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan - tujuan hukum menjadi kenyataan, maka proses itu
selalu melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum, serta juga
masyrakatnya. Masing - masing komponen ingin mengembangkan nilai - nilai
yang ada di lingkungan yang sarat dengan pengaruh faktor - faktor non -
hukum lainnya.22
Paul dan Dias mengajukan 5 syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistem hukum, yaitu.
1. mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami,
21 Esmi Warassih, op. cit., hlm. 31 22 Ibid, hlm. 83
17
2. luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-
aturan hukum yang bersangkutan,
3. efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum,
4. adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga
harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa,
5. adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang
sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.23
B. Teori Kebijakan Publik
Menurut Perserikatan Bangsa - Bangsa, kebijaksanaan itu diartikan
sebagai pedoman untuk bertindak. Kebijaksanaan dalam maknanya seperti ini
mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak,
suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas
tertentu atau suatu rencana. Carl Friedrich, yang menyatakan bahwa
kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan.24
Thomas R. Dye mendefinisikan kebijaksanaan publik sebagai Public
policie is whatever governments choose to do or not to do. Sedangkan James
E. Anderson mengatakan, Public policies are those policies developed by
governmental bodies and officials. David Easton memberikan arti policies
sebagai the authoritative allocation of values for the whole society. Lasswel
dan Kaplan mengartikan kebijaksanaan sebagai A Projected program of goals,
values and practices. Di lain pihak, Van De Gevel mengartikan kebijaksanaan
23 Ibid, hlm. 105 24 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. 2
18
mengartikan kebijaksanaan publik sebagai beleid bestaat in essentie uit een
samenstel van gekozen doelen, middelen en tijdstippen.25
Membuat suatu regulasi termasuk suatu kebijakan publik. Kebijakan
publik dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan
kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang
tumbuh kembang di masyarakat.26
W. I Jenkisns merumuskan kebijaksanaan negara (publik) sebagai “a
set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors
concerning the selection of goals and the means of achieving them within a
specified situatin where these decisions should, in principle, be within the
power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang saling
berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor
politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara - cara untuk
mencapainya dalam suatu situasi di mana keputusan - keputusan itu pada
prinsipnya masih berada dalam batas - batas kewenangan kekuasaan dari para
aktor tersebut).27
Ada tiga alasan mempelajari kebijakan negara menurut Anderson dan
Thomas R. Dye.
a. Dilihat dari sudut alasan ilmiah (scientific reason)
Kebijakan negara dipelajari dengan maksud untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula
kebijkan negara berikut proses - proses yang mengantarkan
perkembangannya, serta akibat - akibatnya pada masyarakat.
b. Dilihat dari sudut alasan profesional (profesional reason)
25 Esmi Warassih, op. cit., hlm. 131 - 132 26 Joko Widodo. Analisis Kebijakan Publik. Ctk pertama..Bayumedia Publishing. Malang
2006. hlm. 14. Tidak semua masalah publik melahirkan suatu kebijakan publik. Hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan sebuah kebijakan (only those that move people to action become policy problems)
27 Solichin Abdul Wahab, op. cit., hlm. 4
19
Studi kebijakan negara dimaksudkan untuk menerapkan
pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara guna memecahkan
masalah-masalah sosial sehari-hari. Sehubungan dengan ini, terkandung
suatu pemikiran bahwa apabila kita mengetahui tentang faktor - faktor
yang membentuk kebijaksanaan negara, atau akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan tertentu, maka wajar jika kita dapat
memberikan suatu sumbangan yang berupa nasehat yang bermanfaat agar
bagaimana individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak
sedemikian rupa guna mencapai tujuan mereka.
c. Dilihat dari sudut alasan politis (political reason)
Mempelajari kebijakan negara pada dasarnya dimaksudkan agar
pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat, guna mencapai tujuan
yan tepat pula. Dengan kata lain, studi kebijakan negara dalam hal ini
dimaksudkan untuk menyempurnakan kebijakan negara yang dibuat oleh
pemerintah.28
Maarse menyebutkan bahwa implementasi kebijaksanaan
merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan
sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Dengan demikian,
yang diperlukan dalam implementasi kebijaksanaan ini adalah tindakan-
tindakan seperti umpamanya tindakan-tindakan yang sah atau implemntasi
suatu rencana peruntukan. Lewis dan Brian dalam Bambang Sunggono
mengungkapkan, dalam pengertian yang lain, implementasi merupakan “is
seen essentially as a technical or managerial problems”. Berpijak pada
pengertian ini, maka aspek teknis atau manajemen (dalam suatu organisasi)
merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan dalam
kebijaksanaan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan
kebijaksanaan publik telah ditetapkan, program-program pelaksanaan telah
28 Ibid, hlm. 12-13
20
dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijaksanaan
tersebut.29
C. Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik
Untuk dapat menjelaskan keterkaitan antara kebijaksanaan publik
dengan hukum, maka perlu diketahui posisi hukum di dalam masyarakat.
Berdasarkan pendekatan sosiologis, hukum bukan semata sebagai suatu
lembaga yang otonom atau sebagai variabel yang independen, melainkan
sebagai lembaga yang bekerja untuk dan di dalam masyarakat. Pemahaman
yang demikian memberikan suatu penjelasan bahwa hukum disamping dapat
memberikan pengaruh juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang lain
yang ada di dalam masyarakat. Salah satu ciri dari negara hukum modern
adalah sebagai suatu bentuk kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar
untuk mencapai tujuan, sedangkan penerapan tujuan merupakan output dari
sistem politik yang dapat berupa alokasi nilai yang otoritatif, maka alokasi
yang demikian inilah yang selanjutnya dinyatakan sebagai kebijaksanaan
publik, dan selanjutnya akan diimplementasikan ke dalam masyarakat.
Hukum dan kebijakan publik merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebujaksanaan
pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat
ini. Dalam konteks pembicaraan tentang kebijaksanaan publik dan hukum,
maka perlu ditampilkan bebrapa definisi tentang kebijaksanaan publik.
Menurut James E Anderson public policies are those policies developed by
governmental bodies and officials (kebijaksanaan publik adalah kebijaksanaan
yang dibuat oleh badan-badan dan pejabat pemerintah). 30
David Easton memberikan arti plicies sebagai the authoritative
allocation of values for the whole society (pengalokasian nilai-nilai secara
29 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm.
137 30 Esmi Warasih, op.cit., hlm. 131
21
otoritatif kepada seluruh masyarakat). Lesswel dan Kaplan mengartikan
kebijaksanaan sebagai a projected program of goals, values and practies
(program yang terarah terencana tentang tujuan, nilai-nilai dan praktek).31
Menurut Dye hubungan antara kebijaksanaan publik dengan hukum
semakin jelas disebabkan karena Government lends legitimacy to policies.
Governmental policies are generally regarded as legal obligations which
command the loyalty of citizen. Selanjutnya dikatakan only governmental
policies involve legal obligation. Bahkan, Sigler menegaskan bahwa hukum
merupakan suatu bagian yang integral dari kebijaksanaan: Law is an integral
part of policy initiation formalization, implementations and evaluation.
Legislative bodies formulate public policy through statutes and appropriations
control. Keadaan seperti itu menyebabkan hukum merupakan kebutuhan yang
fungsional bagi masyarakat, dan hukum dipandang sebagai elemen penting
bagi perkembangan politik.32
D. Formulasi Kebijakan Publik
Paine dan Neumes menawarkan suatu model perumusan kebijakan
yang merujuk pada model sistem yang dikembangkan oleh David Easton.33
Model ini menurut Paine dan Naumes merupakan model deskriptif karena
lebih berusaha menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembentukan
kebijakan. Menurut Paine dan Naumes model ini, disusun hanya berasal dari
sudut pandang para pembuat kebijakan.
31 Ibid 32 Ibid, hlm. 133 - 134 33 Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Medpress, Yogyakarta, 2008, hlm. 47 -
49. lihat juga pembahasan James Anderson mengenai teori pembuatan keputusan. Menurut Anderson, teori pembuatan keputusan terdiri atas tigak bentuk, yakni teori rasional komperhensif, teori inkremental, dan teori pengamatan campuran (mixed scanning) dari Etizioni. Di sini sebagai teori dan bukan sebagai model. Sesuatu yang secara konseptual berbeda karena pada dasarnya teori mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan model. Lihat kembali pembahsan model pada bab terdahulu ketika kita mendiskusikan model analisis kebijakan publik
22
Menurut model sistem, kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan
dari suatu sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari
lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas-
batas sistem politik. Kekuatan-kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan
dan mempengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan-masukan
(inputs) bagi sistem politik sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem
politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutan-tuntutan tadi dipandang
sebagai keluaran (outputs) dari sistem poltik.34
Menurut Dye teori sistem bagi studi kebijakan publik dapat diringkas
sebagai berikut. Dimensi-dimensi penting apa dari lingkungan yang
menggerakkan tuntutan-tuntutan pada sistem politik.
a. Karakteristik-karakteristik penting apa dari sistem politik yang
memungkinkannya untuk mengubah tuntutan-tuntutan menjadi kebijakan
publik dan mempertahankan diri dalam suatu kurun waktu ?
b. bagaimana inputs lingkungan mempengaruhi karakter sistem politik ?
c. bagaimana karakteristik-karakteristik sistem politik mempengaruhi isi
(content) kebijakan publik ?
d. bagaimana inputs lingkungan mempengaruhi isi kebijakan publik ?
e. bagaimana kebijakan publik mempengaruhi melalui umpan balik
lingkungan dan karakter sistem politik ? 35
E. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung
Secara prinsipiil, amandemen UUD 1945 dan perubahan mekanisme
serta prosedural pemilihan umum atau pemilihan secara demokratis didasari
oleh kehendak untuk memperkuat prinsip kedaulatan rakyat dalam kehidupan
konstitusional Indonesia. Perubahan tersebut merupakan bagian dari
demokratisasi sistem konstitusionil Indonesia, penghormatan terhadap hak
34 Ibid, hlm. 94 - 95 35 Ibid, hlm. 100
23
asasi manusia dan juga sebagai upaya untuk mengeleminir kekuasaan absolut
yang cenderung otoriter dan anti kritik.
Urgensi rekonstitusi (amandemen konstitusi) dalam konsolidasi
demokrasi adalah bahwa norma-norma konstitusional baru yang dihasilkan dari
konsolidasi konstitusional, hadir pada langkah awal dalam proses konsolidasi
demokrasi. Seperti yang dikatakan Felipe Aguero bahwa Reconstitution
urgency ( amendment of constitution) in consolidation of democracy is that
constitutional norms has just yielded from constitutional consolidation, present
at initial step in process of consolidation of democracy.36
Sebagaimana lazimnya dalam setiap konstitusi tertulis memuat
ketentuan tentang perubahan konstitusi. Ketentuan yang mengatur tentang
perubahan konstitusi ini merupakan bentuk keinsyafan pembentuk konstitusi
bahwa konstitusi merupakan produk manusia yang tidak mungkin sempurna.
Oleh karena itu, secara yuridis disediakan ketentuan yang mengatur
kemungkinan perubahan konstitusi. Seperti menurut Sanford Levinson bahwa
as as a rule in every constitution is written to loads rule about constitution
change. Rule arranging about change of this constitution is form of disabusing
of constitution former that constitution is man product which is not possibly
perfection. Therefore, in yuridis provided rule arranging possibility that
constitution change.37
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Landasan pembangunan nasional adalah pancasila dan UUD 1945.
Pembangunan di bidang politik diarahkan untuk meningkatkan upaya
36 Felipe Aguero, 1995, Soldiers, Civilians, and Democracy : Post-Franco Spain in
Comparative Perspective, (Baltimore : The John Hopkins University Press). www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143
37 Perdebatan tentang ketidaksempurnaan konstitusi dan perlunya amandemen konstitusi,
lihat : Sanford Levinson (ed.), 1995, Responding to Imperfection : The Theory and Practice of Constitutional Amendment, (Princeton, N.J. : Princeton University Press).
24
pemantapan stabilitas daerah dalam rangka mewujudkan Demokrasi Pancasila.
Untuk mencapai perwujudan tersebut Pemerintah kabupaten Grobogan pada
akhir Pemerintahan Orde Baru telah meningkatkan pembinaan terhadap
organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesional,
begitu halnya dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara
langsung di Kabupaten Grobogan.
Pembangunan yang dilaksanakan negara Indonesia mencakup dalam
segala bidang kehidupan bangsa. Pembangunan di bidang hukum diarahkan
pada makin terwujudnya sistem hukum nasional yang bersumber pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mencakup
pembangunan materi hukum, aparatur hukum, serta sarana prasarana hukum.
Sasaran pembangunan di Kabupaten Grobogan adalah meningkatkan
pembangunan bidang ekonomi Kabupaten Grobogan secara optimal dengan
memperhatikan kualitas sumber daya manusia melalui kesejahteraan rakyat,
perluasan lapangan kerja serta kesejahteraan rohani. Tujuannya adalah untuk
memperbaiki taraf hidup masyarakat Kabupaten Grobogan sekaligus
meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan berikutnya. 38
Pembangunan adalah suatu upaya perubahan yang dilandaskan pada suatu
pilihan pandangan tertentu. Pandangan yang dijadikan landasan pembangunan
tidak bebas dari pengalaman (sejarah), realitas keadaan yang sedang dihadapi,
serta kepentingan pihak-pihak yang membuat keputusan pembangunan.
Pembangunan dapat dikatakan berhasil salah satunya adalah jika
demokrasi ditegakkan dan tidak ada kebijakan yang bertentangan dengan
masyarakat. Negara Indonesia adalah negara demokrasi, dimana menurut
Laurence Whitehead, proses konsolidasi demokrasi mencakup peningkatan
secara prinsipil komitmen seluruh elemen masyarakat pada aturan main
demokrasi. Konsolidasi demokrasi juga dipahami sebagai sebuah proses
38 Tim Universitas Sebelas Maret, Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan, Surakarta, 1991,
hlm. 62
25
panjang yang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi, mencegah
erosi demokrasi, menghindari keruntuhan demokrasi, yang diteruskan dengan
melengkapi demokrasi, pendalaman demokrasi dan mengorganisir demokrasi
secara berkelanjutan.
“Consolidation process of Democracy include;covers improvement in prinsipil commitment of all element of public at democracy rule of the game. consolidation of Democracy also is comprehended as a length process lessening possibility that democratization inversion, prevents democracy erosion, avoids democracy avalanche, what continued by complementing democracy, deep-study of democracy and organizes democracy on an ongoing basis.” Demokrasi dikatakan dapat terwujud apabila dalam kehidupan bernegara, aspirasi masyarakat dapat terakomodir dengan baik. Suara rakyat didengar. Salah satu wujudnya adalah para pembuat kebijakan, membuat perangkat hukum yang responsif, bukan represif. Kepentingan rakyat diutamakan dan tidak mendahulukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Kita bisa melihat produk hukum berupa peraturan perundang-undangan, apakah regulasi yang dibuat pemerintah sudah bersifat responsif seperti amanat demokrasi.39
Perkembangan pembangunan di daerah Kabupaten Grobogan nampak
mengarah pada usaha menjaga stabilitas dan dinamisasi yang tak lain adalah
mewujudkan kondisi masyarakat yang stabil dari berbagai macam kekacauan,
baik ekonomi sosial maupun politik. Dalam bidang politik kondisi masyarakat
yang stabil tersebut telah dicapai, dikarenakan dengan adanya beberapa Partai
Politik di Kabupaten Grobogan.
“Research has shown that some indigenous and local communities developed their own forms of protection for traditional knowledge under customary law. In conclusion, it is evident that the traditional knowledge of indigenous peoples is being misappropriated to their detriment, to the detriment of the local communities, and to the detriment of the countries where important plant and animal resources can be found. If a registry system is to be implemented, it must “protect the rights of knowledge holders for the public good,” and it must allow for those who have created the useful knowledge to benefit from its economic value.” Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa masyarakat adat dan
39 Laurence Whitehead, 1989, “The Consolidation of Fragile Democracy”, dalam Robert
Pastor (ed.), Democracy in the Americas, (New York : Holmes), hlm.30. www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143
26
komunitas lokal mereka sendiri mengembangkan bentuk perlindungan bagi pengetahuan tradisional menurut hukum adat. Sebagai kesimpulan, jelaslah bahwa pengetahuan tradisional masyarakat adat sedang disalahgunakan untuk merugikan mereka, sehingga merugikan masyarakat lokal, dan merugikan negara tempat penting sumber daya tumbuhan dan hewan dapat ditemukan. Jika suatu sistem pencatatan yang perlu dilaksanakan, ia harus "melindungi hak-hak pemegang pengetahuan untuk kepentingan umum," dan itu harus memungkinkan bagi mereka yang telah menciptakan pengetahuan yang bermanfaat untuk memperoleh manfaat dari nilai ekonomi.40
Berdasarkan salah satu fungsi partai politik yaitu partai sebagai sarana
komunikasi politik. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan
aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara
di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan
aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan
kepentingan” interest aggregation. Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi
ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan
“perumusan kepentingan” interest articulation.
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai, selanjutnya partai politik
merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan yang kemudian diperjuangkan
atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum
public policy. Dengan dermikian tuntutan dan kepentingan masyarakat
disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Partai politik juga
berfungsi untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana
dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi
serta dialog dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, dimana partai politik
memainkan peranan sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang
diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Dalam menjalankan
40 Thomas J. Krumenacher, 2004, Protection For Indigenous Peoples And Their Traditional
Knowledge: Would A Registry System Reduce The Misappropriation Of Traditional Knowledge, (Marquette Intellectual Property Law Review; Thomas J. Krumenacher) http://web2.westlaw.com/result/default.wl?rltdb
27
fungsi ini partai politik sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu
bursa ide-ide.41
Ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, merupakan langkah yang harus ditempuh dalam penyelenggaraan
sistem demokrasi di Indonesia. Sistem demokrasi dalam Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diukur dari dua faktor penting
yakni unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan pejabat publik di
daerah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik
yang terkait dengan kepentingan masyarakat secara luas.
Demokrasi merupakan sebuah sistem nilai dan sistem politik yang telah
teruji dan diakui sebagai yang paling realistis dan rasional untuk mewujudkan
tatanan sosial, ekonomi dan politik yang adil, egaliter dan manusiawi. Dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi
negara dapat dijamin. Hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah
demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat, walaupun secara
operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Demokrasi
mencakup konsep-konsep seperti akuntabilitas, persaingan, partisipasi dan
perlindungan HAM.
Ciri-ciri hakiki dari negara demokrasi adalah :
a. Negara hukum,
b. Pemerintah yang berada di bawah kontrol nyata masyarakat,
c. Pemilihan umum yang bebas,
d. Prinsip mayoritas, dan
e. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.42
41 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996,
hlm. 163 42 Abdullah Yazid, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Averroes Press, Malang, 2007, hlm.
29
28
“The systemic revision was added to the agenda on the one hand because the municipal election campaign would prevent the new government from taking any crucial steps without suffering a drop in public support, and also because wants to shore up the finances of towns under its control, giving its local representatives a better chance in the vote.” Revisi sistemik telah ditambahkan ke dalam agenda di satu pihak karena kampanye pemilihan kota akan mencegah pemerintah baru dari mengambil langkah-langkah penting tanpa mengurangi penderitaan dukungan publik, dan juga karena ingin menopang keuangan kota-kota di bawah kendali , perwakilan setempat memberikan kesempatan yang lebih baik dalam pemungutan suara.43
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan babak baru dalam
berdemokrasi, kemajuan tatanan politik dan sekaligus tatanan ketatanegaraan
di Indonesia, setelah sekian lama sejak zaman kemerdekaan pemilihan kepala
daerah dilakukan dengan sistem perwakilan. Ruang yang dibuka untuk
melibatkan partisipasi masyarakat dengan landasan atau koridor hukum yang
ada memiliki substansi tentang pelaksanaan demokrasi yang menjadi cita-cita
sebagian besar rakyat.
“In Indonesia in 2004 the elections were concluded successfully. For the first time in Indonesian history a direct Presidential election was carried out. Contrary to domestic and international anticipations it was carried out peacefully. At that time Indonesia got domestic and international evaluations stating that democratization was taking root in Indonesian society. The next general election will be held in 2009. At the same time local head direct elections (that is, state governors, prefectural governors, and mayors) are also held. Those elections began June 1st in 2005, and have gathered much attention. Because the system of direct election by the people is also being introduced to local heads for the first time, the expectation is that Indonesian democratization is deeply penetrating into local societies” Di Indonesia pada tahun 2004 menyimpulkan pemilihan berlangsung dengan sukses. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia pemilihan Presiden langsung dilakukan. Bertentangan dengan antisipasi domestik dan internasional ini dilakukan secara damai. Pada saat itu Indonesia mendapat evaluasi domestik dan internasional menyatakan bahwa demokratisasi telah mengambil akar dalam masyarakat Indonesia. Pemilihan umum berikutnya akan diadakan pada tahun 2009. Pada saat yang sama pemilihan langsung kepala daerah (yaitu, gubernur negara bagian, prefektur gubernur, dan walikota) juga
43 Fidesz, 2010, Fidesz to put off local elections, http://www. budapestbusinessjournal.
hu/?col=1002&id=51599
29
diadakan. Pemilihan mulai Juni 1 pada tahun 2005, dan telah mengumpulkan banyak perhatian. Karena sistem pemilihan langsung oleh rakyat juga diperkenalkan kepada kepala daerah untuk pertama kalinya, harapan adalah bahwa demokratisasi Indonesia adalah sangat penetrasi ke dalam masyarakat lokal.44
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan
penjabaran dari Bagian Kedelapan mengenai Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 yang mengamanatkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam Pasal 57 ayat (1)
menyatakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
Pemilihan Kepala Daerah dilandasi juga dengan payung hukum berupa
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Khusus mengenai tahap penetapan dan pengesahan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 95 dan Pasal 96,
dimana dalam kedua pasal tersebut berisikan.
Pasal 95 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), dan (8).
Ayat (1)
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai
pasangan calon terpilih.
Ayat (2)
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan
44 Nankyung Choi, 2004, Local Elections and Party Politics in Post-Reformasi Indonesia,
Contemporary Southeast Asia, Vol. 26, http://ci.nii.ac.jp/naid/110004867589/en
30
calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon
terpilih.
Ayat (3)
Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan
suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan
wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (4)
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau
tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah,
dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan
pemenang kedua.
Ayat (5)
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti
pemilihan putaran kedua.
Ayat (6)
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua
dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (7)
Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh
lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah
perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (8)
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara terbanyak pada putaran kedua ditetapkan sebagai pasangan calon
terpilih.
Pasal 96 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5).
Ayat (1)
31
Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih berhalangan tetap, calon
Kepala Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah.
Ayat (2)
Calon Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diusulkan oleh
DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Gubernur
dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Kepala Daerah.
Ayat (3)
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua orang
calon Wakil Kepala Daerah kepada DPRD, berdasarkan usul Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya terpilih dalam
pemilihan, untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD.
Ayat (4)
Pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD, yang mekanisme
pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD, selambat-
lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dinyatakan berhalangan tetap.
Ayat (5)
Hasil pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan selanjutnya diusulkan kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Wakil Gubernur dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon Wakil
Bupati/Wakil Walikota untuk disahkan dan selanjutnya dilantik menjadi
Wakil Kepala Daerah.
Dengan fenomena tersebut Sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah maka Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang terdahulu dipilih oleh Wakil Rakyat atau Dewan
32
Perwakilan Rakyat Daerah, kini bisa dipilih secara langsung melalui
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).45
F. Kerangka Pemikiran
Dalam Undang - Undang Dasar 1945 pasal yang menyiratkan adanya
pemilihan yang dilakukan secara demokratis adalah Pasal 18 UUD 1945
khususnya Bab VI tentang Pemerintahan Daerah, yaitu mengatur tentang
pemilihan kepala daerah baik Gubernur, Bupati atau Walikota. Atas dasar ini
maka lahirlah Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yang salah satu babnya yaitu Bab IV Bagian Delapan mengatur
mengenai prosedur dan mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung (pilkada langsung).
Sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah secara langsung
adalah KPU Daerah, yang menurut Pasal 1 angka 21 Undang - Undang Nomor
32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum Daerah yang
selanjutnya disebutnya KPUD adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi dan/atau
kabupaten/kota. Atas dasar ini maka KPU Kabupaten Grobogan sebagai salah
satu KPUD melaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di
kabupaten Grobogan yang dilaksanakan pada tahun 2006.
Pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung di
kabupaten Grobogan tahun 2006, salah satu peraturan yang digunakan adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
yang kemudian diimplementasikan pada saat pemilihan kepala daerah secara
langsung sesuai dengan tahapan - tahapan pemilihan yang telah ditetapkan.
45 http://id.wikipedia.org, 17 November 2009, 14.00 WIB
33
Dalam mengimplementasikan penetapan dan pengesahan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2005 ini akan dipengaruhi oleh proses pelaksanan pilkada di Kabupaten
Grobogan sendiri, kemudian munculnya respon (gugatan) dari para pihak atas
putusan penetapan hasil pilkada, dari pelaksanan dan juga adanya gugatan
hasil pilkada akan berpengaruh pada upaya untuk menghasilkan kepala daerah
yang dipilih secara demokratis sebagai cerminan negara demokrasi.
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UUD RI 1945
PP No. 6 Tahun 2005
Pilkada Demokratis
Pelaksanaan Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Grobogan
Tahun 2006
Tahap Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Grobogan Tahun 2006
Gugatan Pasca Penetapan
34
Bagan 1
Kerangka Pemikiran
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini jika dilihat dari jenisnya merupakan penelitian hukum
sosiologis atau nondoktrinal, sedangkan dilihat dari sifatnya termasuk
penelitian yang deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan tentang Implementasi Penetapan dan Pengesahan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten
Grobogan. Dengan pertimbangan bahwa di dalam tesis ini hukum
dikonsepkan sebagai manifestasi makna-makna simbolik dari para perilaku
sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.46
Ciri-ciri penelitian kualitatif:
a. bersifat induktif
1) mengembangkan konsep, pemikiran dan pemahaman pola - pola yang
ada.
2) model, hipotesa dan teori jadi rancangan penlitian sifatnya harus
luwes.
b. mengamati lingkungan dan orang secara holistik (dalam konteks
pengalaman dan situasi mereka),
c. tujuan, bersifat humanistik (mempertahankan sisi manusiawi) dan mencari
pemahaman yang mendalam/rinci,
d. menekankan validitas,
46 Setiono, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum
Pascasarjana UNS, Surakarta, 2005, hlm. 20
35
e. tahap pengumpulan data tidak dapat dipisahkan secara tugas dari tahap
analisis data,
f. menonjolkan peran peneliti.47
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah yang ditentukan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan yaitu, pertama karena di daerah ini telah
dilakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Kedua menurut
pembagian daerah secara geografis Kabupaten Grobogan memiliki wilayah
yang luas. Ketiga dalam perspektif politik, Kabupaten Grobogan yang
pemilihan Kepala Daerahnya secara langsung menghasilkan Kepala Daerah
terpilih yang sama sekali baru atau non incumbent.
C. Jenis Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan jenis data primer berupa data yang
diperoleh secara langsung dari lapangan. 48 Data ini diperoleh dari keterangan
atau fakta secara langsung dari responden atau informan melalui penelitian
lapangan atau dari lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dari hasil
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang akan
diteliti.
Sumber data adalah tempat di mana penelitian ini diperoleh. Sumber
data dalam penelitian ini adalah sumber data primer, yaitu data yang
diperoleh berdasarkan keterangan dari semua pihak (responden) yang terkait
langsung dengan permasalahan yang diteliti, yakni dari pihak KPUD
Kabupaten Grobogan.
47 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.17 48 S. Nasution, “Metode Research (Penelitian Ilmiah)”, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm.
143
36
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
berupa wawancara mendalam (indepth interview) melalui penelitian di
lapangan. Penelitian di lapangan sangat penting untuk mengetahui
Implementasi Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Grobogan. Wawancara mendalam
dilakukan untuk mengetahui kasesuaian penetapan dan pengesahan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah terhadap Pasal 95 dan Pasal 95 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005.
E. Teknik Wawancara Terpimpin
Informan penelitian dipilih secara purposive yaitu dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai tujuan penelitian. Penentuan
informan awal, dilakukan terhadap beberapa informan yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Mereka yang menguasai dan memahami fokus permasalahan,
b. Mereka yang sedang terlibat dengan/di dalam kegiatan yang sedang
diteliti, dan
c. Mereka yang mempunyai kesempatan dan waktu yang memadai untuk
diminta informasinya.49
Pihak yang dijadikan sebagai informan awal adalah anggota KPUD
Kabupaten Grobogan, mantan anggota Panwas Pilkada Kabupaten Grobogan,
juga tidak menutup kemungkinan meliputi mereka yang dipandang memiliki
perhatian khusus terhadap persoalan pilkada langsung, khususnya di wilayah
Kabupaten Grobogan. Penentuan informan yang lainnya akan dipilih
49 Roni Hanitijo, Metode Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 46
37
berdasarkan masukan atau saran dari informan awal, berdasarkan pada prinsip
snow ball effect dengan tetap berpegang teguh pada kriteria-kriteria yang telah
dipaparkan sebelumnya.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan pada metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini, maka analisis akan dilakukan secara kualitatif 50 dan pola berfikir induksi
dengan pendekatan mikro yang terdiri dari.
a. Premis Khusus, adalah implementasi penetapan dan pengesahan kepala
daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan
pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah pada setiap
tahapan-tahapan penetapan dan pengesahan kepala daerah secara langsung
di Kabupaten Grobogan pada tahun 2006 dalam berbagai situasi.
b. Premis umum, adalah berbagai peraturan perundang-undangan dan
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah
secara langsung, teori-teori hukum dan peraturan-peraturan yang dibuat
oleh KPUD Kabupaten Grobogan pada saat pemilihan kepala daerah
secara langsung di Kabupaten Grobogan tahun 2006 selanjutnya peneliti
akan mendiskusikan premis khusus dan premis umum yang telah
diperoleh yang dilakukan dengan cara mengaplikasikan data-data yang ada
kedalam teori yang membicarakan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi atau bekerjanya hukum sehingga terjadi
suatu dialog antara data di satu sisi dan teori di sisi yang lain. Dengan cara
ini diharapkan dapat disusun sebuah kesimpulan secara deskriptif 51
50 Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganosasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Resdakarya, Bandung, 2007, hlm. 248
51 Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti setatus sekelompok manusia suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun sesuatu peristiwa pada masa sekarang,
38
dengan penafsiran teoriktik tentang sejauhmana hubungan antara aspek
hukum dan non hukum/extra legal sehingga akhirnya dapat diketahui
implementasi peraturan tersebut agar dapat menghasilkan kepala daerah
yang dipilih secara demokratis sebagaimana tersimak dalam aksi maupun
interaksi diantara mereka. 52
bertujuan untuk membuat diskripsi gambaran atau putusan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki. Dalam, Munasir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 63
52 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum (Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya), ELSAM dan HUMA, Jakarta, 2002, hlm. 160
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Implementasi Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Grobogan
a. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
merupakan penjabaran dari Bagian Kedelapan mengenai Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 56 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil. Dan Pasal 57 ayat (1) menyatakan Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD
yang bertanggungjawab kepada DPRD. Selain itu Pemilihan Kepala
Daerah di landasi oleh payung hukum berupa Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah. Dengan fenomena tersebut maka Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati yang terdahulu dipilih oleh Wakil Rakyat atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten, kini bisa dipilih secara langsung melalui
Pemilihan Umum (Pemilu). Begitu juga dengan Kabupaten Grobogan
yang baru pertama kali dilaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
dengan pemilihan langsung oleh rakyat Grobogan yang lebih dikenal
dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Grobogan Tahun 2006.
40
Komisi Pemilihan Umum Propinsi dan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota perlu memahami produk hukum yang berlaku, merancang dan
menyusun peraturan atau keputusan-keputusan yang berkaitan dengan Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Grobogan. Maka dari
itu landasan-landasan hukum perlu diperhatikan dan dipahami dalam menjalankan
proses pilkada yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Grobogan.
1. Landasan Hukum Persiapan Pilkada
Landasan-landasan hukum yang melatar belakangi persiapan dan
pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Grobogan Tahun 2006 yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251).
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4277) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Repulik Indonesia Nomor 4631).
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
41
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4310).
4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389).
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548).
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Repulik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438).
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4721).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2004 tentang Kampanye
Pemilihan Umum oleh Pejabat Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4370).
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4480) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2007 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintaha Nomor 6 Tahun 2005
42
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 57,
Tambahan Lebaran Negara Republik Indonesia NOmor 4719).
10. Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2003 tentang Pola Organisasi dan
Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum.
11. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 33 Tahun 2002 Tentang
Kode Etik Pelaksana Pemilihan Umum.
12. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 667 tahun 2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan
Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
13. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 04 Tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum Propinsi, Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia
Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
14. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah.
15. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 08 Tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Cara Kampanye Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah.
16. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Suara dan Penghitungan
Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di
Tempat Pemungutan Suara.
17. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Penghitungan Suara dalam
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh Panitia
Pemilihan Kecamatan, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, dan
Komisi Pemilihan Umum Propinsi.
43
18. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
19. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 01
Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPK, PPS dan KPPS.
20. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 02
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pencalonan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006.
21. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 03
Tahun 2005 tentang Pendaftaran Pemilih Dalam Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006.
22. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 04
Tahun 2005 tentang Pemantau Pemilihan Dalam Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006.
23. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 05
Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Informasi dan Pendidikan
Pemilih Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun
2006.
24. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 06
Tahun 2005 tentang Tata Cara Kampanye Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Grobogan Tahun 2006.
25. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 07
Tahun 2005 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006.
26. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 08
Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Rekapitulasi Penghitungan Suara
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006 oleh PPS,
PPK dan KPU Kabupaten.
27. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 09
Tahun 2005 tentang Sumbangan Dana Kampanye dan Dana Kampanye
44
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Grobogan Tahun 2006.
28. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 10
Tahun 2005 tentang Tata Administrasi Keuangan dan Sistem Akutansi
Keuangan Sumbangan Dana Kampanye dan Dana Kampanye Pasangan
Bupati dan Wakil Bupati Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006.
29. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 11
Tahun 2006 tentang Tata Cara Penetapan Pasangan Calon Terpilih Dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006.
2. Tugas dan Kewajiban KPUD
a. Tugas KPUD
Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah,
b. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan,
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua
tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah,
d. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta
pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,
e. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang
mengusulkan calon,
f. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang diusulkan,
g. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan,
45
h. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye,
i. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan
mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah,
j. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah,
k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan
perundang-undangan,
l. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye
dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye,
m. mengumumkan hasil audit.
Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
a. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan berakhirnya
masa jabatan,
b. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan
kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih,
c. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan,
d. membentuk panitia pengawas,
e. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD, dan
f. menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan
penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah.
b. Kewajiban KPUD
KPUD dalam pelaksanaannya berkewajiban:
a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara,
46
b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan,
c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap
pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya
kepada masyarakat,
d. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang
inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan,
e. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD,
f. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara tepat waktu.
b. Tahap Pelaksanaan Pilkada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 63 menyebutkan bahwa :
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui
masa persiapan, dan tahap pelaksanaan.
(2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya
masa jabatan,
b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala daerah,
c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal
tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah,
d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS,
e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
(3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penetapan daftar pemilih,
b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah,
c. Kampanye,
47
d. Pemungutan suara,
e. Penghitungan suara, dan
f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih,
pengesahan, dan pelantikan.
Dengan telah diterbitkannya berbagai peraturan perundang-undangan oleh
yang berwenang, dalam hal ini pemerintah bersama dengan DPR, maka
selanjutnya Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Grobogan
melaksanakan langkah kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung di Kabupaten Grobogan sebagai berikut:
1. Masa Persiapan
a. Masa Akhir Jabatan Kepala Daerah
Memastikan akhir masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Grobogan periode tahun 2002-2006 dengan cara
berkonsultasi dengan DRRD Kabupaten Grobogan kemudian
menganalisa surat DPRD Kabupaten Grobogan Nomor 131/550/2005
tanggal 12 Oktober 2005. Dari langkah ini menurut penjelasan Jati
Purnomo (Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan)
diperoleh kesimpulan:
a. Masa jabatan Bupati Grobogan atas nama Agus Supriyanto dan
Bambang Pudjiono berakhir tanggal 12 Maret 2006.
b. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan berdasarkan Peraturan KPU Kabupaten
Grobogan Nomor 07 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Grobogan Tahun 2006, maka pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah di Kabupaten Grobogan ditetapkan pada bulan
Januari 2006.
48
b. Rencana Kegiatan
Mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah, selanjutnya KPU Kabupaten Grobogan membuat rencana kegiatan.
Hal ini dilakukan karena waktu penyelenggaraan pemilihan yang sangat
terbatas. Rencana kegiatan ini mengandung tahapan, program, dan jadwal
waktu penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun
2006, rencana tentang kegiatan pemilihan tersebut dituangkan dalam bentuk
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 01/KEP/2005 tanggal 12
Oktober 2005.
c. Pembentukan Panitia Pengawas
Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Pasal 66 ayat (3) huruf d, sedangkan tentang
tugas panitia pengawas diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 66 ayat (4) sebagai berikut:
a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah.
b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah.
d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada
instansi yang berwenang, dan
e. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua
tingkatan.
49
d. Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS
Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Dalam menyelenggarakan pemilihan, KPUD kabupaten/kota
membentuk PPK, PPS, dan KPPS.
(2) Pembentukan panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak pemberitahuan DPRD.
Pasal 9
(1) PPK berkedudukan di kecamatan.
(2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas dan
wewenang:
a. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS,
melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPS
dalam wilayah kerjanya, membuat berita acara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara, dan
b. membantu tugas-tugas KPUD dalam melaksanakan pemilihan,
Pasal 10
(1) Anggota PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), sebanyak
5(lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang independen.
(2) Anggota PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan
diberhentikan oleh KPUD kabupaten/kota atas usul Camat.
(3) Dalam nlelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK
dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai
Negeri Sipil yang ditunjuk oleh Camat.
50
(4) Pegawai sekretariat PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), adalah
pegawai kecamatan yang jumlahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan
keuangan.
(5) Kepala Sekretariat dan personil sekretariat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul PPK.
(6) Tugas PPK dan sekretariat PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) berakhir 1(satu) bulan setelah pemungutan suara.
Pelantikan PPK se Kabupaten Grobogan di lakukan pada tanggal 20
Oktober 2005 bertempat di gedung Riptaloka Purwodadi, pelantikan
tersebut ditandai dengan penandatanganan berita acara dihadiri Bupati
Grobogan H. Agus Supriyanto, SE, Muspida dan undangan.
Dalam wawancara dengan Ir. Jati Purnomo (Ketua KPU Kabupaten
Grobogan) menjelaskan bahwa:
“Pelaksanan pilkada langsung pada awal 2006, tugas PPK sangat berat. Sebab keberhasilan pelaksanaan administrasi harus akuntabel. Disisi lain, PPK merupakan ujung tombak keberhasilan administrasi dan pelaksanaan pilkada langsung. Oleh sebab itu untuk memperlancar tugas tersebut, pada pelaksanaan pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006 para anggota PPK diharapkan agar tidak henti-hentinya mempelajari peraturan yang berkaitan dengan pilkada langsung (Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah juncto Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah).”53
53 Jati Purnomo, Ketua KPU Kabupaten Grobogan, Wawancara Pribadi, Grobogan: Senin, 4
Januari 2010, Pukul 10.00 WIB
51
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilih
1. Syarat-syarat menjadi pemilih
Warga Negara Republik Indonesa yang pada hari pemungutan suara
sudah berusia 17 tahun (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin maka
menurut Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah mempunyai hak memilih. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yaitu:
a. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya,
b. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
c. Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sebelum disahkannya daftar pemilih sementara yang dibuktikan
dengan kartu tanda penduduk.
2. Pendaftaran Pemilih
Penetapan daftar pemilih dilaksanakan oleh Panitia Pemungutan
Suara (PPS). Sesuai dengan Pasal 70 ayat 1 dan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 19 ayat 1
dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah maka daftar pemilih dalam pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan tahun 2006 adalah
sebagai berikut:
52
a. Daftar pemilih yang digunakan pada saat pelaksanaan Pemilihan Umum
terakhir di daerah,digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan.
b. Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimutakhirkan dan
divalidasi, ditambah dengan daftar pemilih tambahan untuk digunakan
sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
c. Pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan karena :
c.1. memenuhi syarat usia pemilih, yang sampai dengan hari dan tanggal
pemungutan suara pemilihan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun,
c.2. belum berumur 17 (tujuh belas) tahun, tetapi sudah/pernah kawin,
c.3. perubahan status anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia menjadi status sipil atau purnatugas,
c.4. tidak terdaftar dalam hasil pendaftaran pemilih dan pendataan
penduduk berkelanjutan (P4B),
c.5. telah meninggal dunia,
c.6. pindah domisili dari daerah Kabupaten Grobogan ke daerah
Kabupaten/Kota lain,
c.7. perubahan status dari sipil menjadi anggota Tentara Nasional
Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan daftar pemilih, PPS menyusun dan menetapkan daftar
pemilih sementara. Daftar pemilih sementara, diumumkan oleh PPS pada
tempat-tempat yang mudah dijangkau masyarakat dengan bantuan petugas
desa/kelurahan atau sebutan lainnya, petugas Rukun Tetangga atau sebutan
lainnya untuk mendapat tanggapan masyarakat. Jangka waktu pengumuman
daftar pemilih sementara dilaksanakan selama 3 (tiga) hari terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu penyusunan daftar pemilih sementara. Dalam
jangka waktu 3 (tiga) hari, pemilih atau anggota keluarga dapat mengajukan
usul perbaikan mengenai penulisan nama dan/atau identitas lainnya.
53
Daftar pemilih sementara yang sudah diperbaiki kemudian disahkan
dan diumumkan menjadi daftar pemilih tetap oleh PPS. Daftar pemilih tetap
diumumkan di PPS/desa/kelurahan/RW/RT atau tempat lain yang strategis
untuk diketahui oleh masyarakat. Jangka waktu pengumuman daftar pemilih
tetap adalah selama 3 (tiga) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu
penyusunan daftar pemilih tetap. Untuk keperluan pemungutan suara di TPS,
PPS menyusun salinan daftar pemilih tetap untuk TPS.
PPS menyusun daftar pemilih tetap dalam 5 (lima) rangkap, dengan
ketentuan : 1 (satu) rangkap disampaikan kepada PPK, 1 (satu) rangkap
disampaikan kepada KPUD untuk diteruskan kepada perangkat daerah yang
mengurusi tugas bidang kependudukan dan catatan sipil setempat sebagai
bahan pemutakhiran data penduduk, 2 (dua) rangkap untuk PPS masing-
masing 1 (satu) rangkap untuk PPS, 1 (satu) rangkap sebagai bahan
penyusunan salinan daftar pemilih tetap untuk tiap TPS di dalam wilayah
kerja PPS. Berdasarkan daftar pemilih tetap yang diterima dari PPS, PKK
membuat rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar dalam wilayah kerja PPK
dalam rangkap 2 (dua).
PPK menyampaikan kepada KPUD kabupaten/kota masing-masing : 1
(satu) rangkap rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar per desa/kelurahan atau
sebutan lainnya dalam wilayah kerja PPK dan 1 (satu) rangkap daftar pemilih
tetap yang diterima dari PPS dalam wilayah kerja PPK. Dalam hal pemilihan
Bupati/Walikota, KPUD kabupaten/kota menetapkan rekapitulasi jumlah
pemilih terdaftar dan jumlah TPS dalam wilayah kabupaten/kota. Dalam hal
pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan
rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar dan jumlah TPS dalam wilayah
provinsi.
Rekapitulasi jumlah pemilih terdaftar digunakan sebagai bahan
penyusunan kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan pemilihan serta
pendistribusiannya. Setelah daftar pemilih tetap diumumkan, KPUD
54
melakukan pengisian Kartu Pemilih untuk setiap pemilih yang namanya
tercantum dalam daftar pemilih tetap. Kartu pemilih berisi nomor pemilih,
nama lengkap pemilih, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat
pemilih.
Pengadaan Kartu Pemilih dilaksanakan oleh KPUD berdasarkan format
dan spesifikasi teknis yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari lampiran Peraturan Pemerintah ini. PPS dengan dibantu oleh
Ketua RT dan Ketua RW mendatangi tempat kediaman pemilih, untuk
menyerahkan Kartu Pemilih. Kartu digunakan pemilih dalam memberikan
suara pada hari dan tanggal pemungutan suara. Penyerahan Kartu Pemilih
harus sudah selesai selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum hari dan
tanggal pemungutan suara.
b. Peserta Pemilihan
Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah juncto ayat (1) Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Peserta pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan
secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Partai
politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon
kepada KPUD.
Kesempatan yang seluas-luasnya, diberikan sejak DPRD
memberitahukan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah sampai dengan pengumuman pendaftaran pasangan calon. Proses
penyaringan bakal, dilakukan secara demokratis dan transparan sesuai
dengan mekanisme yang berlaku dalam Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik.
55
Dalam proses penetapan pasangan calon, Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik wajib memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
Menurut Pasal 38 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah,
bahwa Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara
Republik Indonesia yang memenuhi syarat :
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar
Negara Republik Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah,
3. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan
/atau sederajat,
4. Berusia sekurang-kurangnya sekolah 30 (tiga puluh) tahun pada saat
pendaftaran,
5. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan
menyeluruh dari tim dokter,
6. Tidak pernah dijatuhi penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau lebih,
7. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
8. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya,
9. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan,
10. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya
merugikan keuangan negara, tidak sedang dinyatakan pailit
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap,
11. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela,
56
12. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum
mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak,
menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain
riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau
isteri,
13. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala
Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dan
tidak dalam status sebagai Pejabat Kepala Daerah.
Partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan
pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-
kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima
belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum
anggota DPRD.
Partai politik atau Gabungan Partai Politik hanya dapat menyusulkan 1
(satu) pasangan calon. Calon Kepala Daerah atau Wakil Kapala Daerah yang
telah diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik, tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik lainnya. Partai Politik atau Gabungan yang seluas-luasnya bagi
bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat untuk dilakukan
penyaringan sebagai bakal calon.
Dengan berpatokan pada syarat-syarat tersebut di atas, maka
selanjutnya Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan mengumumkan
pendaftaran bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pemilihan
tahun 2006 melalui pengumuman tempel, surat kabar, maupun radio swasta.
Tata cara pencalonan diatur dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan Nomor 02 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pencalonan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006. Berikut adalah hasil
perolehan suara dalam Pemilihan Umum anggota DPRD tahun 2004 :
57
Tabel 1.1. Hasil Perolehan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD
Tahun 2004.54
No PARTAI HASIL SUARA
1 PNI MARHAENISME 4.166
2 PBSD 5.956
3 P. BULAN BINTANG 8.272
4 PARTAI MERDEKA 4.899
5 PPP 40.065
6 PPDK 429
7 PPIB 164
8 PNBK 32.185
9 PARTAI DEMOKRAT 45.060
10 PKPI 5.253
11 PPDI 5.983
12 PPNUI 3.683
13 P. AMANAT NASIONAL 21.431
14 PKPB 6.876
15 PKB 103.213
16 PKS 14.382
17 P, BINTANG REVORMASI 9.780
18 PDI PERJUANGAN 250.039
19 P. DAMAI SEJAHTERA 1.464
20 P. GOLKAR 108.986
21 P. PATRIOT PANCASILA 1.422
22 P. SYARIAT INDONESIA 2.955
23 P. PERSATUAN DAERAH 6.614
24 P, PELOPOR 3.806
54 KPU Kabupaten Grobogan, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006 (Buku III Lampiran-lampiran), KPU Kabupaten Grobogan, Purwodadi, 2006
58
Dengan demikian berdasarkan perolehan suara tersebut di atas maka
kursi DPRD Kabupaten Grobogan tahun 2004 adalah sebagai berikut: PDIP
mendapatkan 17 kursi, Golkar mendapatkan 8 kursi, PKB mendapatkan 8
kursi, PPP mendapatkan 5 kursi, Partai Demokrat mendapatkan 4 kursi,
PNBK mendapatkan 2 kursi, dan PAN mendapatkan 1 kursi.
Pendaftaran dilakukan di kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan pada tanggal 31 Oktober 2005 sampai 8 November 2005. Sampai
dengan batas akhir waktu pendaftaran bakal calon, maka terlah terdaftar
sebanyak 3 (tiga) pasangan calon pendaftar yaitu:
1. Pasangan Bambang Budisatyo, SH, MM dan H. Mokhammad Suratmoko.
Sesuai dengan Berita Acara KPU Kabupaten Grobogan Nomor:
270/209/BA/XII/2005 tentang Penelitian Tahap Akhir Persyaratan
Pencalonan dan Pasangan Calon Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006 tanggal 6 Desember 2005, bahwa usul pencalonan
atas pasangan ini dilakukan oleh gabungan partai politik. Gabungan partai
politik tersebut adalah Partai Demokrat, PNBK, PPDI, PDS, PKPB, PBB,
PNI Marhaenisme.
Jumlah suara sah yang diperoleh gabungan 7 (tujuh) partai politik
tersebut sebesar 149.004 (seratus empat puluh sembilan ribu empat) suara
sah. Dengan prosentase suara sah sebesar 15,12%.
Memenuhi syarat untuk mengusulkan calon.
2. Pasangan H. Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH.
Sesuai dengan Berita Acara KPU Kabupaten Grobogan Nomor:
270/210/BA/XII/2005 tentang Penelitian Tahap Akhir Persyaratan
Pencalonan dan Pasangan Calon Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006 tanggal 6 Desember 2005, bahwa pasangan
tersebut diusulkan oleh Partai Golkar yang memiliki 8 kursi dari total 45
59
kursi DPRD Kabupaten Grobogan, sehingga prosentase kursi sebesar
17,78%.
Memenuhi syarat untuk mengusulkan calon.
3. Pasangan H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad Nurwibowo.
Sesuai dengan Berita Acara KPU Kabupaten Grobogan Nomor:
270/211/BA/XII/2005 tentang Penelitian Tahap Akhir Persyaratan
Pencalonan dan Pasangan Calon Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006 tanggal 6 Desember 2005, bahwa pasangan ini
diusulkan oleh gabungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Grobogan. PDIP
memiliki 17 (tujuh belas) kursi, sedangkan PPP memiliki 5 (lima) kursi.
Maka secara akumulasi jumlah kursi gabungan partai tersebut adalah 22
(dua puluh dua) kursi. Sehingga diperoleh prosentase kursi sebesar
48,90%.
Memenuhi syarat untuk mengusulkan calon.55
Ketiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006
tersebut kemudian ditetapkan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan Nomor: 23/KEP/200 sebagai pasangan calon Bupati
dan Wakil Bupati Grobogan menjadi peserta pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Grobogan tahun 2006. Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2005
dilaksanakan rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
untuk menentukan nomor urut masing-masing pasangan calon Bupati dan
Wakil Bupati. Penentuan nomor urut tersebut ditentukan melalui undian
terbuka, yang hasilnya:
55 Ibid
60
Tabel 1.2. Hasil Pengundian Nomor Urut Masing-Masing Pasangan Calon
Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006
NOMOR URUT
NAMA PASANGAN CALON KETERANGAN
H. Agus Supriyanto, SE CALON BUPATI 1
Ir. H. Muhammad Nurwibowo CALON WAKIL BUPATI
H. Bambang Pudjiono, SH CALON BUPATI 2
H. Icek Baskoro, SH CALON WAKIL BUPATI
Bambang Budisatyo, SH, MM CALON BUPATI 3
H. Mokhammad Suratmoko CALON WAKIL BUPATI
c. Kampanye
Kampanye pemilihan yang selanjutnya disebut kampanye adalah
kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi,
misi, dan program pasangan calon. Kegiatan kampanye dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Pelaku kampanye
Kampanye dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pasangan calon
bersama-sama Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon.
2. Wilayah kampanye
Kampanye dilakasanakan di seluruh wilayah Kabupaten Grobogan yang
terdiri dari 19 kecamatan, 280 desa (kelurahan).
3. Penanggungjawab kampanye
Penanggungjawab kampanye adalah pasangan calon, yang dalam
pelaksanaan dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.
61
4. Jadwal kampanye
Jadwal kampanye diatur dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan Nomor 01/KEP/2005 tanggal 12 Oktober 2005
tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006, kampanye
dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari, yaitu tanggal 12 Januari
2006 sampai dengan tanggal 25 Januari 2006. Dalam masa tenang yaitu
tiga hari sebelum pemungutan suara, tepatnya tanggal 26, 27 dan 28
Januari tidak ada kampanye dalam bentuk apapun.
5. Pernyataan bersama pasangan calon
Pasangan calon membuat dan menandatangani kesepakatan bersama
untuk menciptakan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah di Kabupaten Grobogan yang kondusif, aman, tertib, dan damai.
kesepakatan tersebut tertuang dalam Berita Acara KPU Kabupaten
Grobogan Nomor: 270/199/BA/XII/2005.
6. Bentuk kampanye
Bentuk-bentuk kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sesuai dengan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah:
a. Pertemuan terbatas
b. Tatap muka dan dialog,
c. Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik,
d. Penyiaran melaiui radio dan/atau televisi,
e. Penyebaran bahan kampanye kepada umum,
f. Pemasangan alat peraga di tempat umum,
g. Rapat umum,
h. Debat publik/debat terbuka antar calon, dan atau
i. Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-
undangan
62
7. Pelaksanaan kampanye
Pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut: semua pasangan calon
diperbolehkan kampanye selama 14 (empat belas) hari, dimulai pada
tanggal 12 Januari 2006 sampai dengan 25 Januari 2006.
8. Larangan dalam kampanye
Dalam berkamapnye, sesuai dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 60 Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bahwa pasangan
calon dan tim kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dan/atau Partai Politik,
c. menghasut atau mengadu domba Partai Politik, perseorangan,
dan/atau kelompok masyarakat,
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat
dan/atau Partai Politik,
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum,
f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk
mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah,
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan
calon lain,
h. menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah
Daerah,
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan. dan
j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan
kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.
63
Isi kampanye pada dasarnya berupa penyampaian visi, misi dan
program oleh pasangan calon/tim kampanye. Kampanye dalam bentuk
rapat umum hanya dilakukan secara terbatas dan ini sangat menguntungkan
bagi penyelenggara pemilihan karena tidak terjadi akumulasi massa, tidak
terjadi gesekan massa dan tidak ada gangguan arus lalu lintas serta tidak
ada gangguan ketertiban umum.
Paryono dari mantan panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan tahun 2006 menjelaskan bahwa:
“Ada beberapa laporan tentang terjadinya money politic dan banyak pelanggaran yang tidak terdeteksi karena faktor-faktor lembaga pengawas atau pemantau yang sungkan untuk melapor. Pro aktif masyarakat untuk melapor juga dirasakan kurang karena rasa permakluman yang tinggi. Rasa permakluman yang tinggi ini disebabkan karena pendapat pemuka atau tokoh masyarakat yang masih dianggap sebagai panutan, sehingga saat tokoh masyarakat tidak bereaksi, maka masyarakat juga akan diam tidak bereaksi pula. Faktor budaya memang memegang peran yang sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap keadaan yang kondusif dalam pilkada kemarin”56
d. Tahap Sosialisasi
Sosialisasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
Kabupaten Grobogan tahun 2006 mempunyai arti sangat penting karena
dengan sosialisasi tersebut semua elemen yang terlibat dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah diharapkan mengetahui kewajiban
dan hak-haknya. Asas keterbukaan mewajibkan pemerintah untuk secara
aktif memberikan informasi kepada masyarakat tentang suatu rencana
tindakan pemerintah dan mewajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
masyarakat dengan melakukan sosialisasi dan memberikan fasilitas.57
56 Paryono, Mantan Panwaslu , Wawancara Pribadi, Grobogan: Sabtu, 9 Januari 2010, Pukul
19.00 WIB 57 I Made Suwandi dkk, Reformasi Pemerintah Daerah, Pustaka Cakra, Surakarta, 2004, hlm.
50
64
Dengan demikian pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah dapat berjalan sesuai dengan aturan dan betul-betul merupakan
pesta demokrasi rakyat. Langkah yang dilakukan yaitu:
1. Objek Sosialisasi
a. Sosialisasi kepada masyarakat umum (publik).
b. Sosialisasi kepada pelaksana pemilihan (PPK, PPS dan KPPS).
c. Sosialisasi kepada Kepala Desa/Kelurahan se Kabupaten Grobogan.
d. Sosialisasi kepada LPMD/K Desa/Kelurahan se Kabupaten Grobogan.
e. Sosialisasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Dasar se Kabupaten
Grobogan.
f. Sosialisasi kepada Kepala SD Negeri dan SMA.SMK Negeri/Swasta
se Kabupaten Grobogan.
2. Media Sosialisasi
a. Melalui selebaran, pamflet, barang cetakan.
b. Melalui buku panduan/buku petunjuk.
c. Melalui Radio Suara Pembangunan Daerah (RSPD) dan Radio Suara
Merapen Abadi.
d. Melalui pertemuan terbatas.
3. Meteri Sosialisasi
a. Mekanisme atau tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
langsung.
b. Hak dan kewajiban masyarakat dalam pemilihan kepala daerah
langsung.
c. Kondisi sosial yang berpotensi menimbulkan kerawanan pemilihan
kepala daerah langsung.
d. Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS).
4. Pelakasanaan Sosialisasi
Pelaksanaan sosialisasi mengacu kepada:
a. Waktu, yaitu waktu yang sangat terbatas selama 3 (tiga) bulan saja
yaitu mulai tanggal 12 Oktober 2005 sampai 28 Januari 2006.
65
b. Anggaran, yaitu anggaran yang sangat terbatas sehingga jenis dan
jumlah materi sosialisasinyapun juga sangat terbatas.
5. Pelaku Sosialisasi
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi kewajiban dan
tanggungjawab KPU Kabupaten Grobogan, oleh sebab itu maka sosialisasi
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah juga menjadi
tanggungjawab KPU Kabupaten Grobogan, namun demikian dikarenakan
jumlah anggota KPU Kabupaten Grobogan hanya 5 (lima) orang, maka
sosialisasi dalam jangkauan yang lebih luas akan dilakukan oleh Panitia
Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) setelah
terlebih dahulu KPU Kabupaten Grobogan memberikan pelatihan kepada
PPK dan PPS yang bersangkutan. Namun demikian sosialisasi yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten Grobogan masih banyak yang bersifat
ceremonial dan hanya melibatkan tokoh-tokoh masyarakat saja, sehingga
informasi yang sampai pada masyarakat bawah kurang begitu dapat
dipahami dengan jelas
e. Pelaksanaan Pemungutan Suara
Sesuai Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
Nomor 01/KEP/2005 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu
Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006,
maka ditetapkan bahwa pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2006 dilaksanakan pada
hari Minggu tanggal 29 Januari 2006.58 Pemungutan suara dimulai pada
pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB dengan dilaksanakan di
sebanyak 1.906 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di berbagai
tempat di Kabupaten Grobogan.
58 KPU Kabupaten Grobogan, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006 (Buku II Keputusan KPU Kabupaten Grobogan), KPU Kabupaten Grobogan, Purwodadi, 2006
66
f. Tahap Penghitungan Suara
Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah bahwa penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara
(TPS) dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir, dalam hal
ini yaitu pada hari Minggu tanggal 29 Januari 2006 pukul 13.000 WIB,
ditandai dengan ketua KPPS yang mengumumkan bahwa rapat pemungutan
suara telah selesai, dan kemudian dilajutkan dengan rapat penghitungan
suara. Penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dimulai
pukul 13.00 WIB sampai dengan selesainya penghitungan suara.
Sementara rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Grobogan di tingkat kabupaten oleh KPU Kabupaten
Grobogan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 7 bulan Februari 2006,
bertempat di Kantor KPU Kabupaten Grobogan, dihadiri oleh tim pemantau,
tim kampanye pasangan calon , panwas pemilihan, partai politik, Ketua dan
Sekretaris PPK se Kabupaten Grobogan, Muspida dan LSM serta saksi
pasangan calon. Akan tetapi dalam pelaksanan rekapitulasi tersebut tidak
dihadiri saksi dari pasangan calon urut nomor satu yaitu pasangan Agus
Supriyanto - Muhammad Nurwibowo.
g. Penetapan dan Pengesahan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
Terpilih.
Tanggal 8 Februari 2006 Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan menetapkan dan mengesahkan pasangan calon Bupati terpilih
dan Wakil Bupati terpilih. Mengenai tahap penetapan dan pengesahan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 95 dan Pasal
96 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, dimana
dalam kedua pasal tersebut berisikan.
67
Pasal 95 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), dan (8).
Ayat (1)
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai
pasangan calon terpilih.
Ayat (2)
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan
calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon
terpilih.
Ayat (3)
Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan
suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan
wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (4)
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau
tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah,
dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan
pemenang kedua.
68
Ayat (5)
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti
pemilihan putaran kedua.
Ayat (6)
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua
dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (7)
Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh
lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah
perolehan suara yang lebih luas.
Ayat (8)
Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh
suara terbanyak pada putaran kedua ditetapkan sebagai pasangan calon
terpilih.
Pasal 96 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5).
Ayat (1)
Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih berhalangan tetap, calon
Kepala Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah.
Ayat (2)
Calon Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diusulkan oleh
DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Gubernur
69
dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Kepala Daerah.
Ayat (3)
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua orang
calon Wakil Kepala Daerah kepada DPRD, berdasarkan usul Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya terpilih dalam
pemilihan, untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD.
Ayat (4)
Pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD, yang mekanisme
pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD, selambat-
lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dinyatakan berhalangan tetap.
Ayat (5)
Hasil pemilihan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan selanjutnya diusulkan kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi calon Wakil Gubernur dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi calon Wakil
Bupati/Wakil Walikota untuk disahkan dan selanjutnya dilantik menjadi
Wakil Kepala Daerah.
Hasil penghitungan perolehan suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Grobogan Tahun 2006 tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Grobogan Nomor: 35/KEP/2006 tertanggal 7 Februari
2006, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
menetapkan sebagai berikut :
70
Tabel 1.3. Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara
NO URUT
NAMA PASANGAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI
PEROLEHAN SUARA
KET
1 H. Agus Supriyanto, SE
dan Ir. H. Muhammad Nurwibowo
261.544 (39,35 %)
2 H. Bambang Pudjiono, SH
dan H. Icek Baskoro, SH
297.777 (44,81%)
3 Bambang Budisatyo, SH, MM
dan H. Mokhammad Suratmoko
105.278 (15,84%)
Surat Suara Sah 664.599 (96,82%) Surat Suara Tidak Sah 21.852 ( 3,18%)
Berdasarkan hasil tersebut di atas, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka Pasal 95 ayat (1)
tidak dapat terpenuhi, karena dari ketiga pasangan calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah tidak ada yang mampu mencapai 50% suara sah.
Kemudian dalam Pasal 95 ayat (2) diterangkan bahwa apabila ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang
perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan tahun 2006 dapat memenuhi Pasal 95 ayat (2),
dimana pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 25% ada dua
pasangan, yaitu pasangan calon Agus Supriyanto - Muhammad Nurwibowo
dengan (39,35 %) dan pasangan calon Bambang Pudjiono dan Icek Baskoro
dengan (44,81%), kemudian penetapan pasangan calon terpilih diambil dari
pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar. Jadi dapat dipastikan
71
bahwa pemenangnya adalah pasangan calon Bambang Pudjiono dan Icek
Baskoro dengan (44,81%) yang unggul dari pasangan calon Agus Supriyanto
- Muhammad Nurwibowo yang hanya mengumpulkan (39,35 %).
Pada tanggal 8 Februari 2006 Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan menetapkan Keputusan Nomor: 36/KEP/2006 tentang Penetapan
Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006, isi dari keputusan
tersebut dalam diktum kedua berbunyi:
Diktum KEDUA
-----------------------
Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud dalam Diktum
PERTAMA adalah saudara H. Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek
Baskoro, SH dengan perolehan suara 297.777 (44,81%).
Tabel 1.4. Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan tahun 2006
NO.
NAMA PASANGAN CALON
KETERANGAN
PEROLEHAN SUARA
1. H. BAMBANG PUDJIONO, SH
dan H. ICEK BASKORO, SH
BUPATI dan
WAKIL BUPATI
297.777 (44,81%)
72
Sementara itu mengenai pelaksanaan rekapitulasi, Jati Purnomo
menuturkan:
“Proses penghitungan suara di KPU Kabupaten Grobogan pada tanggal 7 Februari 2006 berjalan dengan aman, lancar dan tertib, dihadiri oleh saksi pasangan calon nomor urut 2 dan saksi pasangan calon nomor urut 3, semenntara saksi pasangan calon nomor urut 1 tidak hadir. Meskipun saksi pasangan calon nomor urut 1 tidak hadir namun keabsahan hasil rekapitulasi tetap sah secara hukum, karena hal tersebut sesuai dengan Pasal 86 ayat (6) PP Nomor 6 Tahun 2005 bahwa apabila berita acara tidak ditandatangani oleh saksi pasangan calon, maka berita acara dinyatakan sah”59
Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di
Kabupaten Grobogan, pembangunan masyarakat merupakan faktor yang
sangat penting, hal ini mengingat dari budaya masyarakat Grobogan sendiri
yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosiologis yang ada dalam masyarakat
dalam segala kegiatan yang ada.
Peran rakyat dikuatkan melalui jaminan hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara serta pengaturan pemilihan umum. Sedangkan
peran negara juga diwadahi terutama dalam memajukan pendidikan,
perekonomian, kesejahteraan sosial, serta dalam melindungi, menghormati
dan memajukan hak asasi manusia.60 Perlindungan hak asasi manusia akan
menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan
aman dalam berdemokrasi.61
Daya minat dan peran serta masyarakat Kabupaten Grobogan dalam
pilkada tahun 2006 sangat tinggi. Terbukti dari jumlah 980.262 pemilih tetap
sebanyak 686.450 orang diantaranya menggunakan hak pilihnya, atau
sebanyak 70% pemilih menggunakan hak pilihnya dalam pilkada 2006. Hal
ini menunjukkan kedewasaan politik dan antusias yang tinggi warga
59 Jati Purnomo, Ketua KPU Kabupaten Grobogan, Wawancara Pribadi, Grobogan: Senin, 4
Januari 2010, Pukul 10.00 WIB 60 Mahfud MD, Mahkamah Konstitusi dan Pembangunan Demokrasi Indonesia, Bahan Temu
Wicara Ketua MK dengan Civitas Akademika Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2008, hlm. 24 61 R. Wiyono, Hak Asasi Manusia, Kencana, Bandung, 2006, hlm. 7
73
masyarakat Kabupaten Grobogan dalam ikut mensukseskan pilkada tahun
2006.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat yang juga pemilih pada
pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006 lalu yang mengaku sudah terdaftar
sebagai pemilih pilkada dan ikut menggunakan hak pilihnya dalam pilkada
lalu yang bernama Suwarto di Kecamatan Pulokulon mengatakan bahwa:
“Pendaftaran pemilih pilkada yang dilakukan di kecamatan Pulokulon sudah bagus hanya saja untuk di kecamatan-kecamatan pinggiran masih banyak yang belum terdaftar, misalnya saja di kecamatan Gabus sebanyak 28 orang pemilih belum terdaftar sebagai pemilih pilkada. Untuk kedepan lebih bagus pendaftaran pemilih dengan melalui petugas pantarlih (panitia pendaftaran pemilih) karena faktanya banyak orang yang terdaftar pada pilkada yang lalu tetapi secara faktual sebenarnya sudah tidak ada atau sudah pindah” 62
Menurut Paul Christian sebagai mantan anggota Panwas, berdasarkan
informasi yang diterima saat itu bahwa ada beberapa warga yang belum
terdaftar sebagai pemilih. Selain itu, ada pula warga yang memiliki dua kartu
pemilih dengan tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda, saat itu
panwas menemukan ada tiga warga memiliki kartu dobel.
62 Suwarto, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Grobogan: Sabtu, 2 Januari 2010, Pukul
10.30 WIB
74
2. Pelaksanaan Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan
Memunculkan Adanya Gugatan
a. Pasca Pemungutan dan Penghitungan Suara
1. Keterangan Pengadilan Negeri Purwodadi
Sehubungan dengan telah selesainya penghitungan suara dalam
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006 dan sesuai
dengan tahapan setelah selesainya penghitungan tersebut, sebagai
tindak lanjut Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri Purwodadi.
Berdasarkan hal tersebut Pengadilan Negeri Purwodadi menyampaikan
Surat Keterangan Nomor: W9.Df.Ht.04.10-01.Pilkada, yang isinya
menerangkan bahwa pada tanggal 11 Februari 2006 adalah merupakan
hari terakhir bagi para calon Bupati dan Wakil Bupati mensikapi atas
hasil penghitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan. Bahwa sampai pada tanggal 11 Februari 2006
tersebut terdapat pengajuan keberatan atas hasil penghitungan yang
ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan dari pihak
H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad Nurwibowo dan pihak
Bambang Budisatyo, SH, MM dan H. Mokhammad Suratmoko.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02
tahun 2005 tentang “Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan
Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada Dari KPUD Propinsi
dan KPUD Kabupaten/Kota” Pasal 3 ayat (3), Maka Pengadilan Negeri
Purwodadi akan melanjutkan Keberatan tersebut kepada Pengadilan
Tinggi Jawa Tengah.
75
2. Pemberitahuan Kepada DPRD Kabupaten Grobogan Adanya Gugatan
Hasil Pemilihan
Berdasarkan Surat Keterangan Pengadilan Negeri Purwodadi
Nomor: W9.Df.Ht.04.10-01.Pilkada tertanggal 11 Februari 2006, maka
selanjutnya Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
mengeluarkan Surat Nomor: 270/86/II/2006, yang ditujukan kepada
DPRD Kabupaten Grobogan yang isinya berupa pemberitahuan bahwa
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan belum bisa
menyampaikan hasil-hasil penetapan pasangan calon terpilih kepada
DPRD Kabupaten Grobogan sebagaimana Pasal 87 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, karena masih adanya
gugatan dari pasangan calon H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H.
Muhammad Nurwibowo dan Bambang Budisatyo, SH, MM dan H.
Mokhammad Suratmoko.
3. Gugatan Pasangan Calon H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad
Nurwibowo dan Pasangan Calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan H.
Mokhammad Suratmoko.
Pada tanggal 11 Februari 2006 kepada Pengadilan Tinggi Jawa
Tengah pasangan calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan H.
Mokhammad Suratmoko melalui tim suksesnya yaitu Kentut Suharyanto,
SH dan Ali Rukamto melayangkan gugatan hukum terhadap Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan, gugatan tersebut masuk dalam
perkara Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg.
Materi gugatan pasangan calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan
H. Mokhammad Suratmoko melalui tim suksesnya yaitu Kentut
Suharyanto, SH dan Ali Rukamto adalah sebagai berikut:
76
1. Telah ditemukan selisih suara dari PPK Kecamatan Gabus, untuk
pasangan calon H. Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH.
Terkirim ke KPUD di dalam kotak suara dalam keadaan
bersegel/terkunci. Dengan berita acara penghitungan suara Model
BA DA KWK sejumlah 15.735, sedangkan diberita acara
penghitungan suara yang ditunjukan pada saat Rapat Pleno, KPUD
Kabupaten Grobogan pada hari Selasa tanggal 7 Pebruari 2006, oleh
PPK Kecamatan Gabus perolehan suara pasangan calon H. Bambang
Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH sejumlah 15.734. Sehingga
SK KPU No: 36/KEP/2006 cacat hukum, sehingga saksi pasangan
calon “Budi-Moko” menolak penandatanganan Berita Acara
Rekapitulasi Penghitungan Suara se Kabupaten Grobogan.
2. KPU Kabupaten Grobogan, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2005 Pasal 16; tentang banyak ditemukan pemilih TIDAK
terdaftar sebagai pemilih. Bunyi Pasal 16 ayat (1) adalah : Untuk
dapat menggunakan hak memilih dalam pemilihan, Warga Negara
Republik Indonesia HARUS terdaftar sebagai pemilih. Sehingga dari
jumlah pemilih se Kabupaten Grobogan sejumlah 980.262 hanya
sejumlah 686.411 pemilih/suara yang masuk dalam rekapitulasi
Penghitungan Suara untuk ke tiga pasangan calon. Maka indikasi
dari jumlah angka tersebut jelas melanggar Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 16.
3. KPUD Kabupaten Grobogan, melanggar Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 17, yaitu: KPUD telah membatasi Hak
Pemilih dengan tidak melakukan pendaftaran pemilih secara konkrit,
transparan dan benar. Bunyi Pasal 17 adalah Pemilih yang telah
terdaftar sebagai pemilih diberikan tanda bukti pendaftaran.
Sehingga banyak pemilih tidak terdaftar. Maka KPUD Kabupaten
Grobogan jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 Pasal 17.
77
4. KPUD Kabupaten Grobogan, melanggar Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 18 ayat (1), Tentang seorang pemilih
hanya didaftar 1(satu) kali dalam daftar pemilih di daerah pemilihan.
Terbukti banyak pemilih di wilayah Kabupaten Grobogan terdaftar
ganda/doble.
5. KPUD Kabupaten Grobogan, melanggar Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 18 ayat (2), Tentang banyak ditemukan
Kartu Pemilih dan Undangan Pemilih. Model C6/KWK. Ganda
/doble, sehingga mempengaruhi jumlah daftar pemilih tetap (DPT)
se Kabupaten Grobogan.
6. Dengan banyak ditemukannya pelanggaran politik (money politic) di
wilayah Kabupaten Grobogan, yang dilakukan oleh pasangan calon
tertentu, maka pelaksanaan Pilkada Kabupaten Grobogan melanggar
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 113 dan 114.
Pada tanggal 11 Februari 2006 pula pasangan calon H. Agus
Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad Nurwibowo melalui kuasa
hukumnya yaitu Heru Kisbandono, SH. M.Hum dan Rekan
menyamapaikan gugatan kepada KPU Kabupaten Grobogan mengenai
keberatan atas Keputusan KPU Kabupaten Grobogan Nomor:
36/KEP/2006 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan tahun 2006, gugatan tersebut masuk dalam perkara Nomor:
01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg.
Materi gugatan pasangan calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan
H. Mokhammad Suratmoko melalui tim suksesnya yaitu Kentut
Suharyanto, SH dan Ali Rukamto diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bahwa dilapangan telah ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran
tahapan pelaksanaan pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon
Bupati dan Wakil Bupati terpilih (H. Bambang Pudjiono, SH dan H.
78
Icek Baskoro, SH), yaitu pratek penggunan uang (money polotic)
kepada para pamilih untuk mempengaruhi agar memilih pada
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
2. Bahwa tindakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih H.
Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH melakukan praktek
poltik uang, yaitu diantaranya dilakukan di daerah Kecamatan
Kradenan, Wirosari, Tawangharjo, Pulokulon, Grobogan,
Penawangan, Karangrayung dan Gubug.
3. Bahwa tindakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih H.
Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH melakukan praktek
poltik uang, yaitu dengan memberi uang kepada pemilih agar tidak
melakukan pencoblosan/ memilih/mencoblos Penggugat, sehingga
suara penggugat hilang sebanyak lebih kurang 50.000 suara.
4. Bahwa suara yang hilang tersebut apabila digabungkan dengan
perolehan suara penggugat maka akan menjadi 261.544 + 50.000 =
311.544, sehingga penggugatlah yang seharusnya ditetapkan menjadi
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
5. Bahwa ditemukan banyak kartu suara yang seharusnya tidak rusak,
namun dinyatakan rusak oleh Panitia, padahal kartu-kartu suara
tersebut adalah kartu suara yang memilih Penggugat, sehingga
perbuatan tersebut sangat merugikan Penggugat.
6. Bahwa ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh calon
Bupati terpilih, dengan tidak memenuhi persyaratan khususnya
“tidak pernah melakukan perbuatan tercela” sebagaimana diatur
dalam Pasal 38 ayat (1) huruf l PP Nomor 6 tahun 2005.
7. Bahwa perbuatan tercela yang dilakukan oleh salah satu calon bupati
adalah melakukan kebohongan ketika mendaftar sebagai siswa
APDN tahun 1979 dan lulus tahun 1982 ternyata yang bersangkutan
telah menikiah, padahal syarat untuk menjadi siswa APDN reguler
adalah masih bujangan.
79
8. Bahwa akibat perbuatan Tergugat yang menyatakan calon bupati
tersebut memenuhi persyaratan sebagai calon bupati, mengakibatkan
suara yang mungkin memilih Penggugat akhirnya menjadi hilang
akibat ketidakcermatan Tergugat.
9. Bahwa akibat perbuatan-perbuatan Tergugat yang merugikan
Penggugat, maka Penggugat mohon agar Pengadilan Tinggi Jawa
Tengah berkenan untuk membatalkan Surat Keputusan Tergugat
Nomor 36/KEP/2006 tentang Hasil Pemilihan, tanggal 8 Pebruari
2006.
Menanggapi adanya gugatan tersebut di atas, Jati Purnomo
menuturkan:
”gugatan yang dilayangkan pihak pasangan calon yang kalah merupakan hal yang wajar dalam proses berdemokrasi, namun dalam hal ini, untuk menyikapi suatu kekalahan hendaknya para pihak yang kalah diharapkan untuk lebih bisa menahan diri dan dapat menerima kekalahan dengan legawa, hendaknya para pihak yang kalah dapat berbicara dengan mengedepankan data yang ada bukan hanya mengedepankan opini dan keyakinan segelintir orang saja. Tapi bagimanapun juga di lain pihak dengan adanya gugatan ini juga menambah pengalaman tersendiri bagi KPU Kabupaten Grobogan. Menjadi bahan yang sangat berarti dalam menghadapi pelaksanaan pilkada berikutnya”63
4. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
Dalam Putusan Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 23
Februari 2006 (gugatan pasangan calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan
H. Mokhammad Suratmoko), Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah mengadili:
- Menyatakan Permohonan terhadap Penetapan Hasil Penghitungan Suara oleh KPU Kabupaten Grobogan tahun 2006 yang diajukan
63 Jati Purnomo, Ketua KPU Kabupaten Grobogan, Wawancara Pribadi, Grobogan: Senin, 4
Januari 2010, Pukul 10.00 WIB
80
oleh Kentut Suharyanto, SH dan Ali Rukamto tanggal 11 Februari 2006 tidak dapat diterima.
Dalam Putusan Nomor: 01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 2
Maret 2006 (gugatan pasangan calon H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H.
Muhammad Nurwibowo), Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa
Tengah mengadili:
- Menolak Permohonan (Heru Kisbandono, SH. M.Hum dan Rekan) seluruhnya.
5. Penyampaian Hasil Pemilihan Kepada DPRD Kabupaten Grobogan
Dengan adanya Putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 23 Februari
2006 dan Putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
Nomor: 01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 2 Maret 2006 maka sesuai
dengan Pasal 87 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa KPUD menyampaikan
penetapan pasangan terpilih kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
putusan tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah putusan
dijatuhkan. Maka atas dasar tersebut Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan melalui Surat Nomor: 270/95/III/2006 tanggal 6 Maret 2006
menyampaikan penetapan pasangan terpilih kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan.
Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 100 ayat (2)
selanjutnya oleh KPUD Kabupaten Grobogan disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan untuk diproses
pengesahannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
81
Kepada DPRD Kabupaten Grobogan selanjutnya Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan menyampaikan Keputusan
Nomor: 36/KEP/2006 tertanggal 8 Februari 2006 tentang Penetapan
Pasangan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006, yang
menyatakan bahwa pasangan calon terpilih adalah saudara H. Bambang
Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH dengan perolehan suara 297.777
(44,81%).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan
selanjutnya memproses pengusulan pengesahan dan pengangkatan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur Jawa Tengah. Selambat-lambatnya dalam waktu 30
(tiga puluh) hari, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih harus
sudah disahkan, diangkat dan dilantik sebagaimana bunyi ketentuan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 109 ayat (2) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Pasal
100 ayat (2).
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan membantu Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan dalam hal menyiapkan
syarat-syarat pengusulan pengesahan/pengangkatan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah terpilih.
6. Pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih
Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan Nomor: 36/KEP/2006 maka secara bertahap terbitlah beberapa
materi sebagai tindak lanjut atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Grobogan, materi-materi tersebut adalah:
82
a. Surat Ketua DPRD Kabupaten Grobogan Nomor 045.2/151/2006
tanggal 6 Maret 2006 perihal Usulan Pengesahan dan Pengangkatan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Terpilih Periode 2006-2011.
b. Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 131.03046 tanggal 7 Maret 2006
perihal Usul Pengesahan dan Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan.
Berdasarkan materi usulan yang ada dalam Surat Ketua DPRD
Kabupaten Grobogan dan Surat Gubernur Jawa Tengah tersebut maka
terbitlah:
a. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 132.33-104 Tahun 2006
tertanggal 10 Maret 2006 yang mengesahkan pengangkatan saudara
Icek Baskoro sebagai Wakil Bupati Kabupaten Grobogan masa jabatan
2006-2011, dan
b. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.33-103 Tahun 2006
tertanggal 10 Maret 2006 yang mengesahkan pengangkatan saudara
Bambang Pudjiono sebagai Bupati Kabupaten Grobogan masa jabatan
2006-2011.
Proses pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Grobogan, dan berdasarkan hal tersebut maka pada tanggal 12
Maret 2006 dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Grobogan
dilakukan pelantikan dan sumpah/janji Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Grobogan oleh Mardianto selaku Gubernur Jawa Tengah atas
nama Presiden.
b. Kelemahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
Secara sekilas, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah ini seakan-akan tidak mengandung potensi
83
permasalahan. Namun, jika dikaji secara lebih mendalam, adanya
ketentuan ini akan memunculkan berbagai permasalahan sehubungan
dengan substansi yang diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2005 ini, seperti
yang terjadi pada pilkada di Kabupaten Grobogan, bahwa muncul gugatan
terhadap KPU Kabupaten Grobogan oleh dua pihak pasangan calon yang
kalah dalam penghitungan suara. Dari hal tersebut ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal-hal tersebut antara lain, mengenai
independensi penyelenggara, pembentukan pengawas pilkada, serta
pengawasan dan penegakan hukum.
Mengenai kemungkinan berkurangnya independensi KPUD selaku
penyelenggara pilkada. Kelemahan PP Nomor 6 Tahun 2005 bahwa ada
ketentuan di dalamnya yang menyatakan bahwa pemerintah daerah dapat
memberikan fasilitas dan dukungan kepada KPUD dalam rangka
menunjang kelancaran penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Secara
sekilas, ketentuan ini seakan-akan tidak mengandung potensi masalah.
Namun, jika dikaji secara lebih mendalam, adanya ketentuan ini
memunculkan kemungkinan berkurangnya independensi KPUD selaku
penyelenggara pilkada. Idealnya, semua fasilitas dan dukungan tersebut
sudah menjadi bagian integral dari anggaran penyelenggaraan pilkada
yang dianggarkan dalam APBD, sehingga lebih dapat
dipertanggungjawabkan dan dikontrol. Dalam konteks ini, justru dukungan
terpenting yang semestinya diberikan oleh pemerintah daerah dalam
rangka menyukseskan pilkada adalah dengan tidak membuat suatu
keputusan dan/atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon. Pada pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006,
dimana pasangan calon Bupati Agus Supriyanto yang merupakan Bupati
Kabupaten Grobogan, dalam hal ini dikhawatirkan akan merugikan salah
pasangan calon yang lainnya.
84
Kekurangan yang segera terlihat dalam PP Nomor 6 Tahun 2005 ini
adalah kurang lengkapnya ketentuan mengenai tata cara perekrutan
anggota pengawas pilkada. Padahal, aspek pengawasan sangatlah vital
dalam penyelenggaraan pilkada guna terciptanya pilkada yang berkualitas
(jujur, adil, dan demokratis). Keberadaan pengawas pilkada yang terdiri
atas anggota-anggota yang berkualitas, berintegritas, nonpartisan, netral,
objektif, dan imparsial merupakan prasyarat mutlak guna mengefektifkan
dan mengoptimalkan kinerja pengawasan dalam proses pilkada. Pada
pelaksanaan pilkada Kabupaten Grobogan adanya isu politik uang di
masyarakat karena lemahnya pengawasan dari personil pengawas maka isu
tersebut akan sulit untuk diproses.
Mengenai adanya money politic menurut Agus Sunarno selaku salah
satu tokoh masyarakat yang juga sebagai anggota DPRD Kabupaten
Grobogan yang bertempat tinggal di Kecamatan Gabus mengatakan
bahwa:
“saya masih gamang bicara money politic karena masyarakat sudah dididik dengan money politic yaitu dengan adanya permohonan bantuan kepada para calon untuk membangun jalan, masjid dan sebagainya. Faktor yang mendorong masih adanya money politic adalah adanya pendidikan budaya politik pada pemilihan Kepala Desa/Lurah yang dari duli selalu pakai uang untuk menang” 64
Mengenai adanya proses penjaringan pasangan calon yang dilakukan
secara demokratis dan transparan sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat
3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menurut Jati Purnomo bahwa:
“Parameter demokrasinya belum jelas dan faktanya pada pilkada Kabupaten Grobogan yang lalu semuanya calon memakai uang agar diloloskan dalam seleksi dalam Partai, kalaupun ada seleksi itu sebagai formalitas saja karena pada akhirnya ada tawar menawar harga. KPUD juga tidak berdaya sehingga ke depan harus ada
64 Agus Sunarno, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Grobogan: Senin, 29 Desember
2009, Pukul 10.30 WIB
85
keikutsertaan dari institusi independen di dalam seleksi calon agar benar-benar demokratis.”65
Mengenai ha-hal yang menyebabkan suksesnya pilkada Kabupaten
Grobogan tahun 2006 yang lalu, menurut Suwarto adalah karena:
“Faktor yang menyebabkan suksesnya atau lancarnya pilkada Kabupaten Grobogan yang lalu adalah karena kesadaran masyarakat yang tetap tumbuh sehingga meskipun menerima uang atau barang tetapi mayoritas masyarakat tetap memilih sesuai dengan keinginannya sendiri, yaitu dengan melihat pribadi para calon. Sedangkan mengenai penyelenggaraannya sudah cukup bagus meskipun ada beberapa kesalahan, misalnya kesalahan percetakan surat suara, tetapi hal tesebut masih bisa dimaklumi” 66
Sedangkan menurut Jati Purnomo mengenai suksesnya pilkada
Kabupaten Grobogan tahun 2006 yang lalu, Jati Purnomo menuturkan:
“Keberhasilan pilkada langsung adalah keberhasilan semua pihak, peran berbagai pihak sangat penting, mulai dari antusiasme masyarakat, KPPS, PPS dan PPK. Namun elemen yang sangat penting adalah dari pasangan para calon sendiri, KPU Kabupaten Grobogan dalam menyelenggarakan pilkada hanya berperan untuk melayani para calon dalam proses pilkada, bila para calon mampu menjaga iklim yang baik dan kondusif dalam setiap tahapan-tahapannya maka diyakini pelaksanan pilkada langsung juga akan sukses dengan baik”
Kekurangan lainnya adalah, PP Nomor 6 Tahun 2005 ini hanya
mengatur tata cara penelitian dan seleksi terhadap unsur dari tokoh
masyarakat saja, hal tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 107
ayat (4) PP Nomor 6 Tahun 2005 padahal jelas-jelas dinyatakan dalam
ayat sebelumnya bahwa, pengawas terdiri dari berbagai unsur yakni
kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.
ketidakjelasan ini pada gilirannya akan berkonsekuensi pada proses
perekrutan personel pengawas yang kurang andal dan kurang berkualitas.
65 Jati Purnomo, Ketua KPU Kabupaten Grobogan, Wawancara Pribadi, Grobogan: Senin, 4
Januari 2010, Pukul 10.00 WIB 66 Suwarto, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Grobogan: Sabtu, 2 Januari 2010, Pukul
10.30 WIB
86
Seperti yang terjadi pada pelaksanaan pilkada Kabupaten Grobogan,
bahwa hampir mayoritas personil pengawas didominasi oleh tokoh
masyarakat saja, yang pastinya akan dapat diragukan mengenai kualitas
para personil pengawas tersebut dalam pelaksanaan tugasnya.
Sebagai contoh, baik undang-undang maupun PP Nomor 6 Tahun
2005 yang mengatur tentang pilkada ini, tidak mengatur tentang
pembatasan jangka waktu harus diselesaikannya proses penyidikan,
penuntutan, ataupun pemeriksaan di pengadilan. Konsekuensinya adalah
penanganan terhadap tindak pidana pemilu, misalnya dari mulainya
penyidikan sampai adanya suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap
dapat memakan waktu sangat panjang (apalagi jika sampai tingkat banding
dan/atau kasasi). Contoh lebih kongkret, pasal 82 UU Nomor 32 Tahun
2004 menyatakan bahwa pasangan calon dan atau tim kampanye yang
terbukti melakukan politik uang dapat dibatalkan. Jika untuk
membuktikannya saja (melalui putusan yang berkekuatan hukum tetap)
perlu waktu begitu lama, sehingga akhirnya masalah tersebut akan
berlarut-larut. Pada pilkada Kabupaten Grobogan muncul gugatan
terhadap KPU Grobogan, dan proses hukum tersebut memakan waktu
yang cukup lama, yaitu dari tanggal 11 Februari sampai 12 Maret 2006,
sehingga pelaksanaan pengesahan dan pelantikan Kepala Daerah
Kabupaten Grobogan menjadi tertunda.
87
B. PEMBAHASAN
1. Implementasi Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Grobogan
Dari hasil penelitian diatas, dalam mengkaji Implementasi Penetapan
dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Di Kabupaten Grobogan dapat dilakukan dengan menggunakan teori
berlakunya hukum yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo, yakni secara
filosofis, politis, yuridis, sosiologis.
Filosofis, yaitu hukum harus sesuai dengan sistem, teori, asas-asas,
fungsi, dan tujuan hukum, Politis, yaitu hukum harus merupakan buatan dari
pemerintahan negara merdeka dan bukan peninggalan kolonial, Yuridis, yaitu
pembuatannya harus memenuhi prosedur pembuatan undang-undang dan tata
urutan peraturan perundang-undangan yang ada, Sosiologis, yaitu hukum
muncul dari aspirasi masyarakat sehingga berlakunya hukum diterima dan
dipatuhi masyarakat.67 Uraian mengenai teori tersebut penulis sampaikan
dalam pembahasan pada dasar penyelenggaraan pilkada dan pada setiap
tahapan pelaksanaan pilkada Kabupaten Grobogan berikut ini.
a. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada
1. Landasan Hukum Persiapan Pilkada
Secara filosofis bahwa hukum harus sesuai dengan sistem, teori,
asas-asas, fungsi, dan tujuan hukum, hal ini tercermin pada penjelasan
bahwa dasar hukum yang pokok dalam penyelenggaraan pilkada
67 Satjipto Raharjo, op. cit., hlm. 246
88
secara langsung adalah Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-Undang Dasar
1945 yang kemudian sebagai penjabarannya dikeluarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai peraturan
pelaksanaannya. Tidak lama setelah Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah terbentuk maka munculah inisiatif
dari sejumlah pihak diantaranya beberapa LSM dan sebagian KPU
Propinsi untuk melakukan Juducial review ke Mahkamah Konstitusi
dengan tujuan pokok agar pemilihan kepala daerah secara langsung
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah termasuk dalam rezim/kerangka
pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan juga Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden.
Dalam pelaksanaan Juducial review ternyata hasil putusan
Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 072/PUU-II/2004 dan
putusan Nomor 073/PUU-II/2004 menyatakan bahwa pemilihan
kepala daerah secara langsung bukan termasuk dalam kerangka
pemilihan umum melainkan masuk dalam kerangka pemerintahan
daerah, sehingga penyelenggaraanya tidak harus dilakukan oleh KPU
(Pusat).
Seiring dengan berjalannya waktu muncul Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
89
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
Munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 tahun 2005 dan juga Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 2005 disebabkan oleh banyaknya
kekuarangan didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang memang dibuat dengan terburu-buru dan
kurang cermat, selain itu juga sebagai konsekuensi logis dari putusan
Mahkamah Konstitusi atas Judicial review Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-
Undang Dasar 1945 yang memutuskan mengabulkan sebagian isi dari
permohonan pihak pemohon yang terdiri dari sejumlah LSM dan
sebagian KPU Propinsi.
Akibat yang muncul adalah tertundanya beberapa tahapan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung karena pasca
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072/PUU-II/2004 dan putusan
Nomor 073/PUU-II/2004, maka KPU Propinsi dan Kabupaten/Kota
yang melaksanakan Pilkada langsung harus menunggu lahirnya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun
2005, sementara penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara
langsung sangat mendesak untuk segera dilakukan. Kerumitan ini
sebetulnya tidak perlu terjadi jika saja pemilihan kepala daerah secara
langsung digolongkan kedalam rezim/kerangka pemilihan umum maka
secara otomatis akan menimbulkan konskuensi yaitu bahwa tanggung
jawab pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung ada pada
KPU dan jajarannya sehingga jika ada persoalan cukup/dapat
diselesaikan dengan cara membuat Keputusan KPU yang tentu saja
lebih cepat dan tidak melalui prosedur pembuatan Perpu ataupun PP,
apalagi secara yuridis kedudukan atau peringkat dari keputusan KPU
sebenarnya dapat disejajarkan dengan Peraturan Pemerintah/PP.
90
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
merupakan penjabaran dari Bagian Kedelapan mengenai Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 56 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil. Dan Pasal 57 ayat (1) menyatakan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan
oleh KPUD yang bertanggung jawab kepada DPRD.
Selain itu Pemilihan Kepala Daerah di landasi oleh payung
hukum berupa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dengan
fenomena tersebut maka Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang
terdahulu dipilih oleh Wakil Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten, kini bisa dipilih secara langsung melalui Pemilihan
Umum (Pemilu). Begitu juga dengan Kabupaten Grobogan yang baru
pertama kali dilaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dengan
pemilihan langsung oleh rakyat Grobogan yang lebih dikenal dengan
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten
Grobogan Tahun 2006.
Komisi Pemilihan Umum Propinsi dan Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten/Kota perlu memahami produk hukum yang berlaku,
merancang dan menyusun peraturan atau keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Grobogan. Maka dari itu landasan-landasan hukum
perlu disiapkan dan dipahami dalam menjalankan pilkada yang
ditunggu-tunggu oleh masyarakat Grobogan.
91
Keuntungan yang dapat dirasakan dengan dilibatkannya Komisi
Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
secara langsung pada dasarnya adalah adanya standarisasi atau
parameter yang jelas tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dengan tetap
memperhatikan kekhususan lokal daerah masing-masing yang
tentunya hal ini akan dapat meredam adanya ketidakpuasan
penyelesaian antara bermacam kasus, dan sehingga tindakan yang
sifatnya anarkhis akan dapat dikurangi.
Terlepas dari persoalan yang ada maka lahirnya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di sisi lain juga
mendatangkan secercah harapan baru karena dengan lahirnya
peraturan perundang-undangan ini maka harapan masyarakat untuk
melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan
mewujudkan demokrasi politik di tingkat lokal sudah mendapatkan
sandaran/dasar hukum yang kuat.
Berdasarkan hal tersebut maka unsur politis yang dikembangkan
dalam teori menurut Satjipto Raharjo bahwa hukum harus merupakan
buatan dari pemerintahan negara merdeka dan bukan peninggalan
kolonial, hal tersebut tercermin pada lahirnya Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 beserta Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
oleh aparat pembuat undang-undang di negeri ini. Makna terpenting
dari pemilihan secara langsung sendiri antara lain:
1. Merupakan pengakuan konstitusional atas hak rakyat sebagai
pemegang kedaulatan rakyat.
2. Pelembagaan peran substansial rakyat sebagai subyek.
92
3. Mendorong tercapainya keseimbangan politik, khususnya antara
eksekutif dan legislatif.68
Agar dasar hukum penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
secara langsung menjadi semakin baik dan secara yuridis lebih
sempurna maka pilkada secara langsung harus dimasukkan dalam
kerangka pemilihan umum sebagimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 10 tahun 2008 tantang Pemilihan Umum, sehingga
tanggung jawab penyelenggaraan pilkada langsung terletak pada KPU
beserta jajarannya di bawah, baik di tingkat Propinsi maupun
Kabupaten/Kota yang pada akhirnya akan ada standarisasi yang jelas,
adanya fungsi yang hierarkis dan sistematis mengenai
penyelenggaraan pilkada langsung serta semua
pelaksana/penyelenggara pemilihan kepala daerah langsung juga dapat
lebih kompak, mandiri, percaya diri dan terstruktur di dalam
melaksanakan pilkada langsung sesuai dengan asas pelaksanaan
pilkada yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Secara yuridis bahwa pembuatannya harus memenuhi prosedur
pembuatan undang-undang dan tata urutan peraturan perundang-
undangan yang ada. Hal ini tercermin pada uraian bahwa berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 kemudian dijabarankan dengan
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan
dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai
peraturan pelaksanaannya.
68 Suparman Marzuki, Substansi Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Makalah FGD KPU, Yogyakarta, 2005, hlm. 1
93
2. Tugas dan Kewajiban KPUD
Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa KPUD adalah
sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang bertanggungjawab kepada DPRD.
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan sebagai
penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2006 memberikan keuntungan
yaitu adanya standarisasi atau parameter yang jelas tentang
penyelenggaraan pilkada antara daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya dengan tetap memperhatikan kekhususan lokal daerah masing-
masing.
Transformasi politik, makna pemilihan kepala daerah secara
langsung selain merupakan bagian dari penataan struktur kekuasaan
makro agar lebih menjamin berfungsinya mekanisme chack and
balances diantara lembaga-lembaga politik dari tingkat pusat sampai
tingkat daerah, adalah juga untuk menghasilkan kepala daerah yang
lebih akuntabel, berkualitas, aspiratif dan peka terhadap kepentingan
masyarakat.69
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
merupakan penjabaran dari Bagian Kedelapan mengenai Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 56 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam Pasal 57 ayat (1) menyatakan
69 Amirudin dan A. Zaini Bisri, Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006, hlm. xi
94
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan
oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah beserta praturan pelaksanaanya yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan kapala daerah/pilkada langsung
adalah merupakan keputusan hukum yang harus dilaksanakan dan
layak disebut sebagai sistem rekruitmen yang hampir memenuhi
parameter demokratis. Demokrasi mencakup konsep-konsep seperti
akuntabilitas, persaingan, partisipasi dan perlindungan HAM.
Ciri-ciri hakiki dari negara demokrasi adalah :
a. Negara hukum,
b. Pemerintah yang berada di bawah kontrol nyata masyarakat,
c. Pemilihan umum yang bebas,
d. Prinsip mayoritas, dan
e. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.70
Demokrasi dikatakan dapat terwujud apabila dalam kehidupan
bernegara, aspirasi masyarakat dapat terakomodir dengan baik. Suara
rakyat didengar. Salah satu wujudnya adalah para pembuat kebijakan,
membuat perangkat hukum yang responsif, bukan represif.
Kepentingan rakyat diutamakan dan tidak mendahulukan kepentingan
pribadi atau golongan tertentu saja. Kita bisa melihat produk hukum
berupa peraturan perundang-undangan, apakah regulasi yang dibuat
pemerintah sudah bersifat responsif seperti amanat demokrasi.
70 Abdullah Yazid, op. cit.,
95
Pembangunan adalah suatu perubahan yang menuju ke arah
lebih baik, menciptakan suatu yang baru yang sebelumnya tidak ada,
mengubah sesuatu yang telah ada agar menjadi lebih dari keadaan
sebelumnya. Dengan demikian jelaslah bahwa adanya perubahan saja
belumlah berarti adanya pembangunan sekiranya perubahan yang yang
diadakan tersebut tidak lebih baik dari keadaan sebelumnya, lebih-
lebih jika lebih buruk, maka perubahan tersebut bukanlah
pembangunan. Secara populer dapat dikatakan bahwa yang disebut
pembangunan ialah menciptakan suatu keadaan untuk mencapai hari
esok yang lebih baik. Pembangunan adalah suatu upaya perubahan
yang dilandaskan pada suatu pilihan pandangan tertentu. Pandangan
yang dijadikan landasan pembangunan tidak bebas dari pengalaman
(sejarah), realitas keadaan yang sedang dihadapi, serta kepentingan
pihak-pihak yang membuat keputusan pembangunan.71
Pembangunan daerah yang merupakan unsur pembangunan
nasional dengan prioritas pembangunan ekonomi merupakan salah satu
jawaban yang harus segera dilaksanakan. Sebab rentan segala krisis
nasional yang timbul sebelum lahirnya orde baru, telah menelantarkan
pembangunan ekonomi karena tidak tercipta stabilitas di bidang
politik.
Dalam bidang politik stabilitas berarti bahwa keadaan politik
haruslah berkembang dan sesuai dengan landasan Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945 secara wajar dalam rangka itulah perlunya
proses penyegaran DPRD Kabupaten Grobogan agar mampu
membawakan aspirasi rakyat dengan baik. Guna menunjang
pemantapan stabilitas nasional pada masa orde baru, masyarakat
kabupaten Grobogan pada prinsipnya dapat menerima dan
melaksanakan penyederhanaan dan pembaharuan kehidupan berpolitik,
71 Johanes Mardimin, Dimensi Kritis Proses Pembangunan Di Indonesia, Kanisius,
Yogyakarta, 1996, hlm. 46
96
sekaligus mengikuti program nasional dalam bidang penyederhanaan
kepartaian, kehidupan keormasan dan kekaryaan, yang
menyederhanakan jumlah Partai Politik menjadi dua kelompok partai
dan satu kelompok Golongan Karya.
Namun sayang sekali pada saat anggota DPRD Kabupaten
Grobogan hasil Pemilihan Umum 1997 mulai melaksanakan tugasnya,
bekobarlah gerakan reformasi secara menyeluruh di tanah air sebagai
akibat adanya krisis multidimensional, yang melanda kawasan Asia
Tenggara termasuk Indonesia, yang tidak kunjung terpecahkan oleh
pemerintah Orde Baru. Gerakan reformasi yang berarti
mengembalikan segala sesuatunya kepada kedudukan dan aturan yang
ada, pada mulanya menuntut kepada Pemerintahan Orde Baru :
Penururnan Harga BBM ( yang meningkat hingga 71% ), bersihkan
kabinet dari unsur-unsur KKN ( Kolusi, Korupsi, Nepotisme) serta
penegakkan hukum dan hak asasi manusia namun lambat laun
berkembang menjadi gerakan yang menuntut pengunduran diri
presiden Soeharto beserta jajaran kabinetnya.
Dalam rangka merespon arus reformasi tersebut yang
pelaksanaanya sampai diwarnai berbagai aksi demonstrasi dan
kerusuhan di daerah-daerah (tanggal 10 Mei 1998 ) dan mencapai
puncaknya pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 berupa aksi kerusuhan
massal di ibu kota Jakarta, serta demi menjaga persatuan, kesatuan dan
keutuhan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia, maka pada
hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
berhenti dari jabatannya dan menyerahkan kekuasaan sepenuhnya
kepada Wakil Presiden Prof. DR. Ir. BJ Habibie.
Selanjutnya Presiden BJ Habibie pada tanggal 22 Mei 1998
membentuk Kabinet Reformasi yang salah satu programnya
melaksanakan pemilihan umum tahun 1999, dan menyatakan
97
pemerintahannya sebagai pemerintahan Transisi sambil menunggu
hasil Pemilu 1999. Dengan demikian tugas DPRD Kabupaten
Grobogan hasil Pemilu 1997 menyesuaikan dengan kondisi dan situasi
yang ada di tingkat pusat sampai pada saatnya digantikan oleh anggota
Dewan hasil Pemilihan Umum tahun 1999.
Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara
langsung di Kabupaten Grobogan, pembangunan masyarakat
merupakan faktor yang sangat penting, masyarakat memegang peran
yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat yang demokratis,
peran rakyat juga dikuatkan melalui jaminan hak asasi manusia dan
hak konstitusional warga negara serta pengaturan pemilihan umum.
Hal ini mengingat dari budaya masyarakat Grobogan sendiri yang
menjunjung tinggi nilai-nilai sosiologis yang ada dalam masyarakat.
Secara sosiologis bahwa hukum muncul dari aspirasi
masyarakat sehingga berlakunya hukum diterima dan dipatuhi
masyarakat. Hal ini tarcermin pada uraian bahwa dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
beserta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah mampu mendatangkan
secercah harapan baru bagi masyarakat, karena dengan lahirnya
peraturan perundang-undangan ini maka harapan masyarakat untuk
melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan
mewujudkan demokrasi politik di tingkat lokal sudah mendapatkan
sandaran/dasar hukum yang kuat.
Bertolak pada pengembangan prinsip-prinsip kehidupan
masyarakat yang demokratis tersebut maka budaya hukum merupakan
unsur yang menentukan visi dan misi pengembangan sistem hukum
dan penegakannya untuk saat ini maupun untuk saat yang akan datang.
98
Budaya hukum dalam konteks perjalanan masyarakat Indonesia
menuju masyarakat yang demokratis merupakan perekat persatuan
bangsa Indonesia di tengah-tengah gelombang internasionalisasi baik
dalam bidang hukum maupun dalam bidang ekonomi.72
b. Tahap Pelaksanaan Pilkada
1. Masa Persiapan
a. Masa Akhir Jabatan Kepala Daerah
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat
diketahui bahwa langkah yang dilakukan oleh KPU Kabupaten
Grobogan dalam rangka untuk memperoleh kepastian hukum dan juga
sebagai pedoman untuk menentukan waktu dimulainya pelaksanaan
pemilihan kepala daerah secara langsung khususnya di Kabupaten
Grobogan adalah mendasarkan pada ketentuan Pasal 65 ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang intinya yaitu bahwa masa
persiapan salah satunya adalah menyangkut aspek pemberitahuan
DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala
daerah.
b. Rencana Kegiatan
Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap data hasil
penelitian dapat diketahui bahwa langkah yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten Grobogan dalam menyusun rencana kegiatan yang akan
dipergunakan sebagai pedoman di dalam melaksanakan setiap tahapan
72 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum,
Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm. 132
99
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung di Kabupaten
Grobogan berpatokan pada ketentuan 65 ayat (2) huruf c Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang antara lain menyebutkan bahwa aspek
perencanaan penyelenggaraan meliputi penetapan tata cara dan jadwal
tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah oleh KPUD,
Selanjutnya KPU Kabupaten Grobogan membuat rencana kegiatan dan
hal ini dilakukan karena waktu penyelenggaraan pemilihan yang
sangat terbatas yaitu kurang dari 6 (enam) bulan. Rencana kegiatan ini
mengandung tahapan, program, dan jadwal waktu penyelenggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006. Rencana
tentang kegiatan pemilihan dituangkan dalam bentuk Keputusan
Komisi Pemilihan Umum Nomor: 01/KEP/2005 tanggal 12 Oktober
2005.
c. Pembentukan Panitia Pengawas
Berdasarkan anlisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap data
yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa peran panitia pengawas
nampaknya hanya bertugas menyelekasi atau memilah-milah mana
laporan yang termasuk kategori sengketa, serta hanya meneruskan saja
temuan dan laporan yang tidak bisa diselesaikan kepada instansi yang
berwenang. Panitia Pengawas memiliki beberapa keterbatasan
wewenang yang disebabkan oleh regulasi pilkada sendiri yaitu
undang-undang dan peraturan pemerintahannya. Misalnya Panitia
Pengawas dibatasi haya dapat mengawasi setiap tahapan pemilihan,
padahal ada hal-hal yang sebetulnya harus diawasi juga pada tahap
sebelum pemilihan karena dimungkinkan adanya gerakan-gerakan
calon untuk melakukan kampanye terselubung, tetapi karena dilakukan
sebelum tahapan maka Panitia Pengawas tidak bisa melakukan
100
pengawasan.. jadi memang harus ada perubahan regulasi tentang
Panitia Pengawas sehingga wewenang Panitia Pengawas secara
langsung khususnya yang mengatur mengenai Panitia Pengawas
memang masih lemah dan hal ini dapat diketahui dari Pasal 66 ayat 4
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
juncto Pasal 108 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Padahal idealnya Panitia Pengawas
adalah berfungsi sebagai lembaga penegak hukum aturan pilkada
langsung yang memiliki wewenang luas serta tegas.
Penegakan hukum dapat juga di lihat sebagai proses yang
melibatkan manusia di dalamnya. Sosiologi hukum melihat penegakan
hukum dengan pengamatan yang demikian itu. Sesuai dengan tradisi
empiriknya maka dalam pengamatan terhadap kenyataan penegak
hukum, faktor manusia sangat terlibat dalam usaha menegakkan
hukum tersebut. 73
d. Pembentukan PPK, PPS, KPPS
Menurut Robert B Seidman bahwa tindakan apa pun yang
diambil baik oleh pemegang peran, lembaga-lembaga pelaksana
maupun pembuatan undang-undang selalu berada dalam lingkup
kompleksitas ketentuan-ketentuan sosial, budaya, ekonomi, dan politik
serta lainnya. Seluruh kekuatan-kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja
dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang
berlaku, menerapkan sanksi-sanksinya dan dalam seluruh aktivitas
lembaga-lembaga pelaksanaannya. Dengan demikian peranan yang ada
pada akhirnya dijalankan oleh lembaga dan pranata hukum itu
merupakan hasil dari bekerjannya berbagai macam faktor. Seidman
73 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, MUP
UMS, Surakarta, 2004, hlm. 174-175
101
juga mengatakan bahwa undang-undang sekali dikeluarkan akan
berubah, baik melalui perubahan normal maupun melalui cara-cara
yang ditempuh birokrasi ketika bertindak dalam bidang politik,
ekonomi, sosial dan sebagainya.74
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa apa yang disampaikan
oleh Seidman ternyata juga muncul pada pelaksanaan pilkada di
Kabupaten Grobogan yaitu pada waktu Pembentukan PPK oleh KPU
Kabupaten Grobogan maka KPU Kabupaten Grobogan mendapatkan
tekanan dari pihak luar yang ingin meloloskan orang-orang tertentu
agar diterima sebagai anggota PPK, padahal aturan hukum mengenai
seleksi anggota PPK yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 05/KEP/2005 tanggal 12
Oktober 2005 adalah sudah jelas yaitu dengan melalui verifikasi yang
dilakukan oleh POKJA (Kelompok Kerja) bentukan KPU Kabupaten
Grobogan. Namun dalam pelaksanaanya ternyata peraturan tersebut
tidak dapat diterapkan dengan sepenuhnya. KPU Kabupaten Grobogan
harus menuruti kemauan sabagian Camat dalam pemilihan anggota
PPK. Mengenai motif yang melatarbelakangi hal ini salah satunya
adalah bermotifkan budaya yaitu mengutamakan yang bisa
bekerjasama dengan camat.
Mengenai pembentukan PPS dan KPPS terlihat tidak ada
persoalan yang krusial, hal ini karena yang membentuk PPS adalah PPK
serta KPPS dibentuk oleh PPS dan bukan oleh KPU Kabupaten
Grobogan, sehingga dengan hal tersebut permasalahan yang muncul
sudah dapat diselesaikan sendiri ditingkat PPK dan PPS.
74 Esmi Warassih, op. cit, hlm. 11
102
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilih
Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui
bahwa permasalahan yang muncul dari tahapan pendaftaran pemilih
adalah terletak pada aspek yuridisnya yaitu adanya perbedaan metode
pendaftaran/pendataan pemilih antara yang digunakan pada saat pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden tahap I dan tahap II tahun 2004 yang lalu
menggunakan konsep de facto yakni Warga Negara Indonesia yang
sudah memenuhi syarat sebagai pemilih akan didata sebagai pemilih di
daerah pemilihan bersangkutan/tempat di berada pada saat diadakan
pendataan pemilih. Sementara pada saat pelaksanaan pemilihan kepala
daerah langsung menggunakan konsep de jure yaitu pemilih adalah
Warga Negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih
akan didata sebagai pemilih di daerah pemilihan di daerah pemilihan
bersangkutan yang dibuktikan dengan KTP/kartu identitas daerah
bersangkutan.
Persoalan selanjutnya adalah bahwa ketentuan Pasal 70 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto
Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah tidak dapat dilaksanakan oleh KPU Kabupaten
Grobogan. Hal tersebut terjadi karena Menteri Dalam Negeri RI telah
menerbitkan Surat Edaran Nomor: 470/3300/SJ tanggal 29 Desember
2004 tentang Petunjuk Pemutakhiran Data Penduduk Untuk Bahan
Daftar Pemilih Pilkada. Dengan surat edaran tersebut maka data
penduduk untuk bahan daftar pemiih pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah harus dibuat oleh Dinas Kependudukan Kabupaten
Grobogan. Hal tersebut berarti telah terjadi penyimpangan atas undang-
undang dan peraturan pemerintah yang mengatur pilkada langsung,
103
karena yang menetapkan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih
tetap sebetulnya adalah Panitia Pemungutan Suara/PPS.
Dengan munculnya kebijakan baru mengenai petunjuk
pemutakhiran data penduduk untuk bahan daftar pemilih pilkada maka
akan timbul permasalahan baru, diantaranya adalah biaya yang besar dan
waktu yang dibutuhkan akan menjadi lebih lama. Dari hal tersebut
tentunya akan dimungkinkan terjadinya kesalahan dalam penyusunan
daftar pemilih sementara yang dapat memicu terjadinya permasalahan
ataupun gugatan dikemudian hari.
Persoalan di atas menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah
yang terlalu besar terhadap pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada
langsung hanya akan menimbulkan persoalan baru dan justru akan
mempersulit kerja KPUD. Faktor lain yang semakin membuat ruwet
persoalan pendaftaran pemilih pilkada adalah bahwa data pemilih yang
dihasilkan oleh badan yang menangani masalah kependudukan yang
seharusnya sudah dimutakhirkan dan sudah valid namun ternyata tidak
akurat dan tidak aplikatif. Dalam hal ini KPUD harus direpotkan dan
disibukkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dibuat oleh
instansi lain yang ikut campur tangan terlalu besar dalam masalah
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
secara langsung.
b. Peserta Pemilihan
Berdasarkan perolehan jumlah kursi partai politik dan jumlah
suara sah partai politik pada pemilihan anggota DPRD Kabupaten
Grobogan tahun 2004, maka dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah Kabupaten Grobogan tahun 2006, dengan berdasarkan
ketentuan pada Pasal 36 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian
104
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa dalam hal partai politik
atau gabungan partai politik dalam mengusulkan pasangan calon
menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima
belas persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), apabila hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan,
maka perolehan 15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke
atas.
Pendaftaran bakal calon kemudian dilakukan di kantor Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan pada tanggal 31 Oktober 2005
sampai 8 November 2005. Sampai dengan batas akhir waktu pendaftaran
bakal calon, maka telah terdaftar sebanyak 3 (tiga) pasangan calon
pendaftar yaitu:
1. Pasangan H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad Nurwibowo.
Diusulkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Kabupaten Grobogan. PDIP memiliki 17 (tujuh belas) kursi, PKB
memiliki 7 (tujuh) kursi sedangkan PPP memiliki 6 (enam) kursi.
Dengan akumulasi perolehan suara sah sebesar (30 : 45) x 100% =
66,66%.
2. Pasangan H. Bambang Pudjiono, SH dan H. Icek Baskoro, SH.
Diusulkan oleh Partai Golkar Kabupaten Grobogan dengan akumulasi
perolehan suara sah sebesar (8 : 45) x 100% = 17,77%.
3. Pasangan Bambang Budisatyo, SH, MM dan H. Mokhammad
Suratmoko.
Diusulkan oleh gabungan antara Partai Demokrat, PNBK, PPDI, PDS,
PKPB, PBB, dan PNI Marhaenisme. Akumulasi perolehan suara sah
gabungan 7 (tujuh) partai politik pengusung sebasar (149.066 :
687.073) x 100% = 21,69%.
105
Dari anlaisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui
bahwa pelaksanaan pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Grobogan tahun 2006 telah sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor 02
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pencalonan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006 disebutkan antara lain bahwa diharuskan adanya
syarat dukungan pencalonan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen)
dari jumlah kursi atau dari perolehan suara pemilu legislatif tahun 2004
yang lalu dan juga syarat administrtif lainnya sebagaimana diatur dalam
Pasal 58 dan 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Hal ini nampaknya sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Seidmen bahwa seluruh kekuatan sosial akan selalu ikut
bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang
berlaku, menerapkan sanksi-sanksinya dan dalam seluruh aktifitas lembaga
pelaksanaannya.
c. Kampanye
Pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah Kabupaten Grobogan berdasarkan analisis yang dilakukan oleh
peneliti maka dapat diketahui bahwa secara umum kampanye telah berjalan
dengan baik, namun memang masih ada beberapa pelanggaran yang
sifatnya administratif dan sudah dijatuhi sanksi oleh KPU Kabupaten
Grobogan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
serta Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan Nomor:
106
31/KEP/2005 tentang Penetapan Jadwal Waktu, Bentuk dan Lokasi
Kampanye Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006.
d. Tahapan Sosialisasi
Dari anlalisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat diketahui
bahwa KPU Kabupaten Grobogan pada tahap ini masih mengalami kendala
terutama masalah anggaran dan juga strategi di dalam memberikan
sosialisasi. Pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten
Grobogan pada tanggal 12 Oktober 2005 sampai dengan 28 Januari 2006
didapati belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat Kabupaten
Grobogan, terutama di wilayah pelosok desa masih didominasi dengan
model pertemuan tatap muka dengan tokoh masyarakat sedangkan media
massa dan elektronik terutama stasiun radio, misalnya Radio Suara Mrapen
Abadi dan Radio Suara Pembangunan Daerah (RSPD), meskipun
sosialisasi telah dilakukan melalui media Radio akan tetapi kenyataannya
kurang begitu mengenai sasaran, hal ini karena hampir dapat dipastikan
bahwa masyarakat Kabupaten Grobogan belum tentu selalu dan senang
mendengarkan siaran radio. Sosialisasi yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten Grobogan masih banyak bersifat ceremonial dan hanya
melibatkan tokoh-tokoh masyarakat saja, sehingga informasi yang sampai
pada masyarakat bawah kurang begitu dapat dipahami dengan jelas.
Disamping permasalahan media, persoalan sumber daya manusia
yang ada di KPU Kabupaten Grobogan sangat terbatas padahal sosialisasi
yang dilakukan harus menjangkau semua wilayah di Kabupaten Grobogan.
Untungnya masyarakat sudah berpengalaman dalam pemilu Presiden di
tahun 2004 yang memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan
pilkada sehingga sedikit banyak aturan main pilkada sudah diketahui oleh
masyarakat Kabupaten Grobogan.
107
e. Pelaksanaan Pemungutan Suara
Pada tahap ini berdasarkani anlalisis yang dilakukan oleh peneliti
maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan pemungutan suara berjalan
dengan lancar, terbukti dengan tidak adanya kejadian yang bersifat anarkhis
ataupun kerawanan lainnya. sepertinya KPU Kabupaten Grobogan sudah
berusaha menerapkan aturan main pilkada yaitu Pasal 86- Pasal 95
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
juga Pasal 70-Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah secara baik.
Sesuai dengan Keputusan KPU Kabupaten Grobogan Nomor
01/KEP/2005 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu
Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun
2006, maka ditetapkan bahwa pemungutan suara pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2006 dilaksanakan
pada hari Minggu tanggal 29 Januari 2006.
f. Tahap Penghitungan Suara
Pada tahap ini berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti
bahwa pelaksanaan penghitungan suara berjalan cukup baik dan sepertinya
KPU Kabupaten Grobogan sudah berusaha menerapkan aturan main
pilkada yaitu Pasal 96 Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan juga Pasal 83 Pasal 94 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah secara baik dan konsisten.
Penghitungan suara dilakukan pada masing-masing tingkatan, yang
dimulai dari tingkatan TPS setelah selesainya pelaksanaan penghitungan
suara yaitu pukul 13,00 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan penghitungan
suara pada tingkat PPS dengan menghadirkan semua saksi untuk tingkat
108
PPS dan dimulai segera setelah semua berita acara dari seluruh TPS yang
berada di dalam wilayah PPS bersangkutan terkumpul semuanya serta
dilaksanakan selama tiga hari, dari tanggal 30 Januari - 1 Februari2006.
Setelah itu dilanjutkan pada tingkat PPK dengan menghadirkan saksi-saksi
untuk tingkat PPK dan dilaksanakan jika seluruh berita acara
penghitungan suara dari seluruh PPS yang berada pada wilayah PPK
bersangkutan terkumpul semuanya serta dilaksanakan selama tiga hari,
dari tanggal 2 - 4 Februari 2006.
Semua kegiatan penghitungan suara tidak dilakukan dalam satu hari
tetapi disesuakan dengan aturan baik yang tercantum dalam Keputusan
Komisi Pemilihan Umum Nomor: 01/KEP/2005 tanggal 12 Oktober 2005
tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan tahun 2006 dan juga Pasal 96 - Pasal
100 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
juncto Pasal 83 - Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Jadi hanya penghitungan di tingkat TPS
saja yang dilakukan dalam waktu satu hari yang sama dengan waktu
pemungutan suara, yaitu pada tanggal 29 Januari 2006.
Tingkat terakhir adalah penghitungan suara di tingkat KPU
Kabupaten Grobogan, yang dilaksanakan dalam sebuah rapat pleno
dengan menghadirkan semua saksi untuk tingkat KPU Kabupaten
Grobogan. Materi dasar rapat pleno KPU Kabupaten Grobogan adalah
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Grobogan yang berasal
dari PPK di seluruh Kabupaten Grobogan.
109
g. Penetapan dan Pengesahan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
Terpilih
Pada tanggal 8 Februari 2006 Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Grobogan menetapkan Keputusan Nomor: 35/KEP/2006 tentang
Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pasangan Calon Bupati
dan Wakil Bupati Grobogan Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan Tahun 2006. Pada tahap penetapan hasil suara pemilihan ini
berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui bahwa
pelaksanaan penetapan suara tersebut telah berjalan dengan baik, sesuai
rencana KPU Kabupaten Grobogan, meskipun dalam tahapan berikutnya
ada gugatan dari pihak pasangan calon yang kalah, namun pada akhirnya
gugatan tersebut dapat diselesaikan dengan baik pada tingkat Pengadilan
Tinggi Jawa Tengah, sehingga penetapan suara yang tadinya tertunda
dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya sampai dilantiknya pasangan
calon terpilih. Terlihat bahwa KPU Kabupaten Grobogan sudah berusaha
menerapkan aturan main pilkada yaitu Pasal 107 - Pasal 109 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan juga
Pasal 95 - Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah secara baik dan konsisten.
Hasil penghitungan perolehan suara dalam Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006, dalam hal ini Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Grobogan menetapkan Keputusan Nomor:
36/KEP/2006 tertanggal 8 Februari 2006 tentang Penetapan Pasangan
Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Dalam Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006, pasangan Bambang
Pudjiono dan Icek Baskoro dinyatakan sebagai pemenang pada Pilkada
Kabupaten Grobogan tahun 2006 dengan perolehan suara 297.777
(44,81%), dan kemudian dengan berdasarkan Pasal 96 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
110
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka pada tanggal 13
Maret 2006 dilakukan pelantikan dan sumpah/janji terhadap Bambang
Pudjiono dan Icek Baskoro sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Grobogan. Pelantikan dilakukan oleh Mardianto selaku Gubernur Jawa
Tengah atas nama Presiden dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten
Grobogan. Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti maka pelaksanaan
penetapan dan pengesahan kepala daerah dan wakil kepala daerah
Kabupaten Grobogan telah sesuai dengan Pasal 95 dan Pasal 96 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Menurut Paul Christian sebagai mantan anggota Panwas, berdasarkan
informasi yang diterima saat itu bahwa ada beberapa warga yang belum
terdaftar sebagai pemilih. Selain itu, ada pula warga yang memiliki dua kartu
pemilih dengan tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda, saat itu
panwas menemukan ada tiga warga memiliki kartu dobel. Setelah diadakan
penelitian atas kasus tersebut, Ketua Divisi Informasi KPU Kabupaten
Grobogan, Sakta Abaway Sakan menanggapi dengan meminta maaf kepada
masyarakat Kabupaten Grobogan karena pihaknya tidak bisa melayani
permintaan mereka, sebab proses penetapan pemilih saat itu sudah selesai.
Sementara mengenai kartu pemilih yang dobel, pihaknya memerintahkan PPK
dan PPS supaya menahan dahulu kartu tersebut.
Persoalan krusial yang dapat muncul adalah berkaitan dengana danya
prosedur baru yang ditentukan dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu keberatan yang berkenaan
dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan
calon diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pilkada dan disampaikan
kepada Pengadilan Tinggi untuk pilkada Propinsi dan kepada Pengadilan
Negeri untuk pilkada Kabupaten/Kota. Mahkamah Agung dalam
melaksanakan kewenangannya dapat mendelegasikan wewenangnya kepada
111
Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pilkada
Kabupaten/Kota. Penyerahan kewenangan menyelesaikan perselisihan hasil
pilkada kepada pengadilan yang berujung kepada Mahkamah Agung jelas
tidak sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan juga
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
“The Third Amendment established the new Constitutional Court. Article 24C grants it the power to make the final decision in reviewing statutes (Undang-undang) in the light of the Constitution; to determine disputes concerning the authority of the state organs whose power is derived from the Constitution; to dissolve political parties; and to resolve disputes about the results of a general election. It also has the power to make decisions concerning the opinion of the DPR with regard to alleged violations by the president and/or vice president of the Constitution--in other words, the power to have the final say in any impeachment proceedings. the Constitutional Court is now touted as a model for future judicial reform in Indonesia” Amandemen yang ketiga menetetapkan Pengadilan rancangan Konstitutional yang baru. artikel 24C mengabulkan kuasa untuk membuat keputusan terakhir dalam anggaran dasar yang meninjau ulang ( Undang-Undang) yang dipandang dari sudut konstitusi; untuk menentukan perselisihan mengenai otoritas dari bagian-bagian kesatuan yang merupakan kuasa yang diperoleh dari Konstitusi; untuk memecahkan perselisihan antar partai politik; dan untuk memecahkan sengketa mengenai hasil dari suatu pemilihan umum. Pemecahan sengketa juga mempunyai kuasa untuk membuat keputusan mengenai pendapat dari DPR mengenai pelanggaran yang dituduhkan oleh presiden dan atau wakil presiden dari konstitusi tersebut, dengan kata lain kuasa untuk menyatakan pendapat akhir dalam proses tuduhan/dakwaan. MK kini disebut-sebut sebagai model untuk masa depan reformasi peradilan di Indonesia.75
Pemilihan kepala daerah memang tidak dikategorikan ke dalam rezim
pemilu tetapi bahwa asas dan tahapanya merupakan pemilihan umum tidak
ada yang dapat membantah, karena itu dari segi apapun pemilihan kepala
daerah adalah merupakan pemilihan umum sehingga penyelesaian mengenai
perselisihan hasil pilkada seharusnya diselesaikan menurut ketentuan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu melalui Mahkamah Konstitusi. Ditambah lagi
bahwa Mahkamah Agung sangat diragukan kredibilitasnya oleh publik dengan
75 Susi Dwi Harijanti, 2010, International Journal of Constitutional Law, (Sweet & Maxwell
and its Contributors), http://web2.westlaw.com/result/default.wl?rltdb
112
munculnya isu mafia peradilan dan dari sisi kemampuan terutama untuk
memutuskan perkara dalam kurun waktu maksimal 14 hari maka Mahkamah
Agung dikenal mempunyai tumpukan perkara yang sangat banyak dan dari
hari ke hari semakin menumpuk saja.
2. Pelaksanaan Penetapan dan Pengesahan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Grobogan
Memunculkan Adanya Gugatan
a. Pasca Pemungutan dan Penghitungan Suara
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat
diketahui bahwa segera setelah penghitungan suara selesai dilaksanakan
maka KPU Kabupaten Grobogan segera menetapkan pasangan calon
terpilih pada pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006, yaitu pasangan
calon terpilih Bambang Pudjiono dan Icek Baskoro dengan perolehan
suara terbanyak yaitu sebesar 297.777 (44,81%). pasangan Bambang
Pudjiono dan Icek Baskoro adalah pasangan calon yang merupakan
pasangan calon non incumbent atau bukan merupakan kapala daerah yang
sedang menjabat (lama).
Tahapan penetapan pasangan calon terpilih bisa dikatakan sebagai
puncak dari pelaksanaan pilkada karena dengan adanya penetapan
pasangan calon terpilih maka pasangan calon yang unggul dalam
penghitungan suara akan mendapatkan legalitas atau kekuatan hukum
untuk secara sah dan meyakinkan dinyatakan sebagai pemenang resmi
pilkada di Kabupaten Grobogan tahun 2006.
113
Dalam tahapannya terdapat gugatan hukum dari pasangan calon
yang tidak terpilih yaitu dari pihak H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H.
Muhammad Nurwibowo dan pihak Bambang Budisatyo, SH, MM dan H.
Mokhammad Suratmoko mengajukan keberatan atas hasil penghitungan
yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan. Atas hal
tersebut KPU Kabupaten Grobogan kemudian menyampaikan
pemberitahuan kepada DPRD Kabupaten Grobogan mengenai adanya
keberatan tersebut. Pada tahap ini berdasarkan analisis yang dilakukan
oleh peneliti bahwa KPU Kabupaten Grobogan nampaknya telah
menerapkan ketentuan yang ada dalam Pasal 87 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah secara baik dan
konsisten.
Gugatan pasangan calon Bambang Budisatyo, SH, MM dan H.
Mokhammad Suratmoko melalui tim suksesnya yaitu Kentut Suharyanto,
SH dan Ali Rukamto terdaftar di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, masuk
dalam perkara Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg. Sementara
pasangan calon H. Agus Supriyanto, SE dan Ir. H. Muhammad
Nurwibowo melalui kuasa hukumnya yaitu Heru Kisbandono, SH. M.Hum
dan Rekan menyamapaikan gugatan kepada KPU Kabupaten Grobogan
mengenai keberatan atas Keputusan KPU Kabupaten Grobogan Nomor:
36/KEP/2006 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Bupati dan
Wakil Bupati Grobogan Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Grobogan tahun 2006, gugatan tersebut masuk dalam perkara Nomor:
01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg.
Dalam pelaksanaannya Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah melalui Putusan Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg
tanggal 23 Februari 2006, menyatakan Permohonan terhadap Penetapan
Hasil Penghitungan Suara oleh KPU Kabupaten Grobogan tahun 2006
yang diajukan oleh Kentut Suharyanto, SH dan Ali Rukamto tanggal 11
114
Februari 2006 tidak dapat diterima, dan dalam Putusan Nomor:
01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 2 Maret 2006, Ketua Majelis
Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Menolak Permohonan (Heru
Kisbandono, SH. M.Hum dan Rekan) seluruhnya.
Dengan adanya Putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Jawa Tengah Nomor: 02/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 23 Februari
2006 dan Putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah
Nomor: 01/Pdt.P/Pilkada/2006/PT.Smg tanggal 2 Maret 2006, selanjutnya
KPU Kabupaten Grobogan melalui Surat Nomor: 270/95/III/2006 tanggal
6 Maret 2006 menyampaikan penetapan pasangan terpilih kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan. Pada tahap ini
berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti bahwa KPU Kabupaten
Grobogan nampaknya telah menerapkan dengan baik ketentuan yang ada
dalam Pasal 87 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah, yang menjelaskan bahwa setelah adanya putusan Mahkamah
Agung terhadap pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), KPUD menyampaikan penetapan pasangan terpilih dan putusan
tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah putusan dijatuhkan.
Selanjutnya KPU Kabupaten Grobogan menyampaikan mengenai
penetapan pasangan terpilih tersebut kepada DPRD Kabupaten Grobogan
untuk diproses pengesahannya sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 100 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Grobogan
selanjutnya memproses pengusulan pengesahan dan pengangkatan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur Jawa Tengah. Selambat-lambatnya dalam waktu 30
(tiga puluh) hari, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih harus
115
sudah disahkan, diangkat dan dilantik. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 Pasal 100 ayat (2).
Surat Ketua DPRD Kabupaten Grobogan Nomor 045.2/151/2006
tanggal 6 Maret 2006 perihal Usulan Pengesahan dan Pengangkatan
Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Terpilih Periode 2006-2011.
Kemudian diikuti dengan Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 131.03046
tanggal 7 Maret 2006 perihal Usul Pengesahan dan Pengangkatan Bupati
dan Wakil Bupati Grobogan.
Berdasarkan materi usulan yang ada dalam Surat Ketua DPRD
Kabupaten Grobogan dan Surat Gubernur Jawa Tengah tersebut maka
terbitlah:
a. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 132.33-104 Tahun 2006
tertanggal 10 Maret 2006 yang mengesahkan pengangkatan saudara
Icek Baskoro sebagai Wakil Bupati Kabupaten Grobogan masa
jabatan 2006-2011, dan
b. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.33-103 Tahun 2006
tertanggal 10 Maret 2006 yang mengesahkan pengangkatan saudara
Bambang Pudjiono sebagai Bupati Kabupaten Grobogan masa jabatan
2006-2011.
Proses pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Grobogan, dan berdasarkan hal tersebut maka pada tanggal 12
Maret 2006 dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Grobogan
saudara Bambang Pudjiono dan saudara Icek Baskoro dilantik dan
disumpah/janji sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Grobogan
oleh Gubernur Jawa Tengah atas nama Presiden.
116
Suksesnya pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2006 terwujud karena
adanya kesadaran masyarakat yang tetap tumbuh sehingga meskipun
menerima uang atau barang tetapi mayoritas masyarakat tetap memilih
sesuai dengan keinginannya sendiri, yaitu dengan melihat pribadi para
calon. Persiapan mental dan sumber daya manusia yang cukup sangat
diperlukan untuk menerima realitas perubahan hidup yang terjadi
ditengah-tengah situasi dan kondisi.76 Sedangkan mengenai
penyelenggaraannya sudah cukup bagus meskipun ada beberapa
kesalahan, misalnya kesalahan percetakan surat suara, tetapi hal tesebut
masih bisa dimaklumi. Mengenai pelantikan bupati dan wakil bupati
Kabupaten Grobogan terpilih periode 2006-2011 berjalan lancar dan aman
sesuai dengan peraturan.
Menurut Jati Purnomo bahwa pilkada langsung berarti
mengembalikan hak-hak dasar kepada masyarakat di daerah dengan
memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka politik lokal secara
demokratis. Makna demokrasi bukan hanya sebuah peristiwa pemilihan
yang dilakukan oleh mereka yang berhak memilih, tetapi lebih luas dari
itu. Demokrasi harus diikuti oleh kedewasaan berpolitik, penghormatan
terhadap hak-hak manusia serta dilaksanakan secara bebas, jujur dan
terbuka.
Dengan lancarnya pelaksanaan penetapan dan pengesahan kepala
daerah dan wakil kepala daerah maka merupakan hal yang positif bagi
kemajuan suatu daerah, hal ini karena pilkada adalah merupakan langkah
maju untuk membina asas demokrasi.
b. Kelemahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti maka dapat
diketahui bahwa berdasarkan kelemahan yang dimiliki Peraturan
76 Mahfudz. MD, Demokrasi dan Reformasi Konstitusi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 2
117
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 yang telah penulis uraikan sebelumnya,
bahwa kelemahan tersebut memungkinkan munculnya kecurangan-
kecurangan dalam pelaksanaan pilkada. ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian. Hal-hal tersebut antara lain, mengenai
independensi penyelenggara, pembentukan pengawas pilkada, serta
pengawasan dan penegakan hukum.
Adanya ketentuan pemerintah daerah dapat memberikan fasilitas dan
dukungan kepada KPUD dalam rangka menunjang kelancaran
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Dikhawatirkan dukungan
pemerintah daerah dalam rangka menyukseskan pilkada adalah dengan
membuat suatu keputusan atau kebijakan yang menguntungkan salah satu
pasangan calon.
Mengenai pembentukan pengawas pilkada, bahwa metode
perekrutan yang tidak melalui suatu proses terekrutnya para anggota
pengawas yang andal dan berkualitas, tentu sangat berdampak pada
lemahnya pengawasan yang akan berakibat pada lemahnya pengawasan
terhadap berbagai pelanggaran, misalnya pengawasan mengenai adanya
praktek politik uang. Tim pengawas pilkada hendaknya juga direkrut dari
berbagai unsur lainnya yakni kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan
tokoh masyarakat.
Munculnya isu politik uang dalam penyelenggaraan pilkada di
Kabupaten Grobogan tahun 2006 ditengarai juga karena lemahnya
pengawasan dari panitia pengawas. Adanya kasus politik uang akan sulit
dipantau dan kalaupun telah terpantau akan sulit dalam
menindaklanjutinya. Untuk menghasilkan pilkada yang berkualitas tentu
harus dibarengi dengan penyelenggaraan aspek pengawasan yang juga
berkualitas .
118
Munculnya berbagai permasalahan termasuk adanya hembusan isu
politik uang yang dilakukan oleh salah satu calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah memang sempat mengundang kecurigaan para pihak, yang
bisa saja menuduh bahwa KPU Kabupaten Grobogan telah melakukan
kecurangan dalam hal penetapan dan pengesahan kepala daerah dan wakil
kepala daerah Kabupaten Grobogan. Sehingga memunculkan adanya
gugatan dari pihak pasangan calon yang kalah.
Mengenai adanya money politic bahwa masyarakat sedikit banyak
sudah dididik dengan upaya money politic yaitu dengan adanya
permohonan bantuan kepada para calon untuk membangun jalan, masjid
dan sebagainya. Faktor yang mendorong masih adanya money politic
adalah adanya pendidikan budaya politik pada pemilihan Kepala
Desa/Lurah yang dari dulu selalu menggunakan uang untuk menang, suatu
kebiasaan yang turun-temurun terjadi.
Pengawasan terhadap proses pelaksanaan pilkada di masyarakat,
kurang terpantau dengan jelas oleh panitia pengawas, panitia pengawas
juga kurang maksimal dalam menindaklanjuti masalah tersebut. Dipihak
masyarakat sendiri praktek-praktek semacam itu seolah telah menjadi
kebiasaan dan menjadi permakluman yang wajar, karena praktek semacam
itu sudah ada dalam masyarakat sejak dulu. Pada tahap ini berdasarkan
analisis yang dilakukan oleh peneliti bahwa Munculnya gugatan
disebabkan karena lemahnya pengawasan dari tim pengawas pilkada
Kabupaten Grobogan.
Tidak diaturnya ketentuan tentang pembatasan jangka waktu proses
penegakan hukum pada kasus pilkada, berdampak pada tidak jelasnya
waktu penetapan, harus diselesaikannya proses penyidikan, penuntutan,
ataupun pemeriksaan di pengadilan. Konsekuensinya adalah penanganan
terhadap tindak pidana pemilu, misalnya dari mulainya penyidikan sampai
adanya suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap dapat memakan
119
waktu sangat panjang (apalagi jika sampai tingkat banding dan/atau
kasasi). Contoh konkrit bahwa apabila ada pasangan calon dan atau tim
kampanye yang terbukti melakukan politik uang dapat dibatalkan. Jika
untuk membuktikannya saja (melalui putusan yang berkekuatan hukum
tetap) perlu waktu begitu lama, sehingga akhirnya masalah tersebut akan
berlarut-larut.
Dalam permasalahan pilkada di Kabupaten Grobogan jangka waktu
proses hukum berlangsung kurang lebih selama 1 (satu) bulan dari tanggal
11 Februari sampai 12 Maret 2006. Ketidakjelasan aturan tersebut
tentunya juga akan berpengaruh pada tidak adanya keseragaman jangka
waktu penyelenggaraan pilkada bagi masing-masing daerah dalam
menetapkan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
i
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kepada uraian dalam bab-bab terdahulu, maka kesimpulan
yang dapat ditarik adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Grobogan
sebagai penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2006 memberikan keuntungan yaitu
adanya standarisasi atau parameter yang jelas tentang penyelenggaraan
pilkada antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dengan tetap
memperhatikan kekhususan lokal daerah masing-masing.
Langkah yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Grobogan dalam
menyusun rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan setiap tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara
langsung di Kabupaten Grobogan adalah mendasarkan pada ketentuan Pasal
65 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Juncto Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
yang antara lain menyebutkan bahwa aspek perencanaan penyelenggaraan,
meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan
kepala daerah oleh KPUD.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah mampu
mendatangkan secercah harapan baru bagi masyarakat, karena dengan
lahirnya peraturan perundang-undangan ini maka harapan masyarakat untuk
melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan mewujudkan
ii
ii
demokrasi politik di tingkat lokal sudah mendapatkan sandaran/dasar hukum
yang kuat.
Pelaksanaan penetapan suara telah berjalan cukup baik dan sesuai
dengan rencana KPU Kabupaten Grobogan, meskipun ada gugatan dari pihak
pasangan calon yang kalah, namun gugatan tersebut dapat diselesaikan
dengan baik pada tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, sehingga
penetapan suara yang tadinya tertunda dapat dilanjutkan ke tahapan
berikutnya sampai dilantiknya pasangan calon terpilih. Terlihat bahwa KPU
Kabupaten Grobogan sudah berusaha menerapkan aturan main pilkada yaitu
Pasal 107 - Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan juga Pasal 95 - Pasal 99 Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara konsisten.
Bahwa pelaksanaan penetapan dan pengesahan kepala daerah dan wakil
kepala daerah Kabupaten Grobogan telah sesuai dengan Pasal 95 dan Pasal
96 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 ditemukan
beberapa kelemahan yang dikhawatirkan akan berpotensi pada munculnya
pelanggaran di lapangan. Kelamahan-kelemahan tersebut antara lain,
mengenai independensi penyelenggara, pembentukan pengawas pilkada, serta
pengawasan dan penegakan hukum. Proses perekrutan personel pengawas
yang kurang berkualitas berdampak pada kurangnya kemampuan para
personil pengawas tersebut dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.
Mengenai hal-hal yang menyebabkan suksesnya pilkada Kabupaten
Grobogan tahun 2006 adalah karena kesadaran masyarakat yang tetap
tumbuh sehingga meskipun menerima uang atau barang tetapi mayoritas
masyarakat tetap memilih sesuai dengan keinginannya sendiri, yaitu dengan
melihat pribadi para calon. Nilai-nilai sosiologis yang ada dalam masyarakat
iii
iii
sangat mendukung dan memberikan dampak positif terhadap
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di Kabupaten
Grobogan, antara lain adalah kepercayaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh
masyarakat yang cukup tinggi dan kepatuhan masyarakat yang cukup tinggi
di dalam melaksanakan peraturan yang berlaku yaitu Undang Nomor 32
Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2005.
B. Implikasi
Implikasi yang dapat disusun dengan dilakukannya penelitian ini
adalah bahwa:
Kualitas regulasi yang dibuat oleh KPU Kabupaten Grobogan
khususnya menyangkut aspek substansi peraturannya akan sangat tergantung
pada kualitas peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung yang
dihasilkan oleh lembaga pembuat peraturan. Peraturan intinya yaitu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Kualitas personil anggota KPUD yang bersangkutan juga berpengaruh
pada kualitas regulasi yang dibuat, sehingga jika kualitas peraturan
perundang-undangannya atau kualitas anggota KPUD yang bersangkutan
sudah baik maka substansi peraturan yang dibuat oleh KPU Kabupaten
Grobogan juga akan baik, dan sebaliknya jika kualitas buruk maka
substansinya juga akan buruk serta penuh dengan persoalan-persoalan cacat
hukum yang pada akhirnya akan memperbesar peluang adanya gugatan
ataupun keberatan terhadap hasil pilkada dikemudian hari.
iv
iv
Keberhasilan pelaksanan pemilihan kepala daerah secara langsung atau
pilkada langsung untuk menghasilkan kepemimpinan yang demokratis sesuai
dengan kehendak dan aspirasi dari masyarakat, nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat memegang peran yang sangat penting, karena nilai-nilai yang ada
di dalam masyarakat masih dipegang teguh dan dipelihara dengan baik maka
pelaksanaan atau implementasi pilkada secara langsung juga akan berjalan
dengan baik dan ideal, sebaliknya jika nilai-nilai sosiologis yang ada di
masyarakat sudah dikesampingkan atau bahkan dilanggar maka
implementasinya juga akan buruk serta dipenuhi dengan pelanggaran-
pelanggaran yang pada akhirnya akan mereduksi makna pemilihan kepala
daerah /pilkada secara langsung yang ideal dan demokratis.
C. Saran
Saran yang dapat diberikan dengan dilakukannya penelitian ini adalah
bahwa nilai-nilai sosiologis yang ada dalam masyarakat yang mendukung
dan memberikan dampak positif terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah secara langsung di Kabupaten Grobogan antara lain adalah
kepercayaan dan kepatuhan terhadap hukum, khususnya yang mengatur
tentang penyelenggaran pemilihan kepala daerah secara langsung (Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah) harus tetap dipelihara, dipatuhi, dijunjung tinggi dan
dipegang teguh. Pendidikan politik terhadap masyarakat seyogyanya juga
dilakukan secara berkelanjutan dan dilakukan oleh semua pihak.
Dasar hukum penyelenggaraan pilkada secara langsung agar menjadi
semakin baik dan secara yuridis lebih sempurna maka pilkada secara langsung
harus dimasukkan dalam kerangka pemilihan umum sebagimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden, sehingga
v
v
tanggung jawab penyelenggaraan pilkada langsung terletak pada KPU beserta
jajarannya di bawah, baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang
pada akhirnya akan ada standarisasi yang jelas, adanya fungsi yang hierarkis
dan sistematis mengenai penyelenggaraan pilkada langsung serta semua
pelaksana/penyelenggara pemilihan kepala daerah langsung juga dapat lebih
kompak, mandiri, percaya diri dan terstruktur di dalam melaksanakan pilkada
langsung sesuai dengan asas pelaksanaan pilkada yaitu langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
Nilai-nilai sosiologis yang ada dalam masyarakat yang mendukung dan
memberikan dampak positif terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah secara langsung di Kabupaten Grobogan antara lain adalah
kepercayaan dan kepatuhan terhadap hukum, khususnya yang mengatur
tentang penyelenggaran pemilihan kepala daerah secara langsung (Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun) agar supaya tetap dipelihara, dipatuhi, dijunjung tinggi dan
dipegang teguh. Pendidikan politik terhadap masyarakat seyogyanya juga
dilakukan secara berkelanjutan dan dilakukan oleh semua pihak khususnya
pada stakeholder dalam pilkada langsung diantaranya adalah partai politik,
LSM, KPUD, Pemerintah Daerah serta organisasi masyarakat, sehingga
masyarakat akan semakin mengerti dan pandai mengenai politik serta tidak
hanya dijadikan objek saja.
Adanya kelemahan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2005, seperti proses perekrutan personel pengawas yang
kurang andal dan kurang berkualitas, yang pastinya akan dapat diragukan
mengenai kualitas para personil pengawas tersebut dalam pelaksanaan
tugasnya. Maka hendaknya untuk itu sangat diperlukan adanya semacam
perhatian dari para pembuat Undang-undang untuk melakukan revisi terhadap
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005, khususnya
tentang independensi penyelenggara, pembentukan pengawas pilkada, serta
pengawasan dan penegakan hukum.
vi
vi
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Yazid. 2007. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Averroes Press, Malang
Ahyar Stone. 1995. Partisipasi dan Resistensi dalam Demokrasi, SEMA UMS, Surakarta
Andi Malarangeng. 2000. Otonomi Daerah Demokrasi dan Civil Society, Media Grafika, Yogyakarta
Amirudin dan A. Zaini Bisri. 2006. Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta
Bondan Gunawan. 2000. Apa Itu Demokrasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses, Medpress, Yogyakarta
Burhan Ashshofa. 2007. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta
Dahlan Thaib. 2005. DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta
Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang
Felipe Aguero. 1995. Soldiers, Civilians, and Democracy : Post-Franco Spain in Comparative Perspective, (Baltimore : The John Hopkins University Press). www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem& id=143
Fidesz. 2010. Fidesz to put off local elections http://www. budapestbusiness journal.hu/?col=1002&id=51599
I Made Suwandi dkk. 2004. Reformasi Pemerintah Daerah, Pustaka Cakra, Surakarta
I. Widharta. 2005. Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, Pondok Edukasi, Yogyakarta
vii
vii
Jamal Wiwoho. 2008. Bahan Kuliah Hukum dan Kebijakan Publik S2, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta
Johanes Mardimin. 1996. Dimensi Kritis Proses Pembangunan Di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta
Joko Widodo. 2006. Analisis Kebijakan Publik, Ctk pertama, Bayumedia Publishing, Malang
Komisi Pemilihan Umum. 2003. Partai Politik Peserta Pemilu 2004 Perjalanan dan Profilnya. Komisi Pemilihan Umum. Jakarta
KPU Kabupaten Grobogan. 2006. Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006 (Buku II Keputusan KPU Kabupaten Grobogan), KPU Kabupaten Grobogan, Purwodadi
______________________. 2006. Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Grobogan Tahun 2006 (Buku III Lampiran-lampiran), KPU Kabupaten Grobogan, Purwodadi
Laurence Whitehead. 1989. “The Consolidation of Fragile Democracy”, dalam Robert Pastor (ed.), Democracy in the Americas, (New York : Holmes), hlm.30. www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem& id=143
Lexy J Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Resdakarya, Bandung
Mahfudz. MD. 2000. Demokrasi dan Reformasi Konstitusi, Rineka Cipta, Jakarta
___________. Mahkamah Konstitusi dan Pembangunan Demokrasi Indonesia, Bahan Temu Wicara Ketua MK dengan Civitas Akademika Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Miriam Budiardjo. 1996. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Munasir. 1999. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Nankyung Choi. 2004. Local Elections and Party Politics in Post-Reformasi Indonesia, Contemporary Southeast Asia, Vol. 26, http://ci.nii.ac.jp/naid/110004867589/en
R. Wiyono. 2006. Hak Asasi Manusia, Kencana, Bandung
Roni Hanitijo. 1990. Metode Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta
viii
viii
Romli Atmasasmita. 2001. Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung
S. Nasution. 2004. “Metode Research (Penelitian Ilmiah)”, Bumi Aksara, Jakarta
Satjipto Rahardjo. 2004. Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, MUP UMS, Surakarta
Satjipto Rahardjo. 2008. Membedah Hukum Progresif, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta
Setiono, 2005. Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS, Surakarta
Soerjono Soekanto. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Soetandyo Wignjosoebroto. 2002. Hukum (Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya), ELSAM dan HUMA, Jakarta
______________________. 2008. Hukum dalam Masyarakat Perkembangan dan Masalah, Bayumedia Publishing, Malang
Solichin Abdul Wahab. 2008. Analisis Kebijaksanaan, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Suparman Marzuki. 2005. Substansi Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Makalah FGD KPU, Yogyakarta
Susi Dwi Harijanti. 2010. International Journal of Constitutional Law, (Sweet & Maxwell and its Contributors), http://web2.westlaw.com/result/default. wl?rltdb
Thomas J. Krumenacher, 2004, Protection For Indigenous Peoples And Their Traditional Knowledge: Would A Registry System Reduce The Misappropriation Of Traditional Knowledge, (Marquette Intellectual Property Law Review; Thomas J. Krumenacher) http://web2.westlaw.com /result/default.wl?rltdb
Tim Universitas Sebelas Maret. 1991. Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan, Surakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Graha Pustaka, Jakarta
ix
ix
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juncto Peraturan Pemerintah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Penerbit “ITA”, Surakarta
http://www.grobogan.com, 27 November 2009, 10.00 WIB
http://www.jpip.or.id/articles/view/38, 17 Juni 2009, 14.00 WIB
http://id.wikipedia.org, 17 November 2009, 14.00 WIB
http://web2.westlaw.com/result/default.wl?rltdb, 3 Maret 2010, 10.00 WIB
http://www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143, 3 Maret 2010, 11.00 WIB
http://www.budapestbusinessjournal.hu/?col=1002&id=51599, 4 Maret 2010, 10.00 WIB
http://www.ci.nii.ac.jp/naid/110004867589/en, 4 Maret 2010, 10.00 WIB